Anda di halaman 1dari 17

BAB.2.

LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Pertumbuhan Adam Smith
Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahap
yaitu masa pemburuan, masa berternak, masa bercocok tanam, masa perdagangan,
masa perindustrian. Adam Smith beranggapan bahwa pekerja pekerja sebagai
salah satu input bagi proses produksi. Pembagian kerja merupakan upayua
peningkatan produktifitas tenaga kerja. Peningkatan kompleksitas aktifitas
ekonomi dan kebutuhan hidup di masyarakat, mengharuskan aktivitas ekonomi
dan kebutuhan hidup di masyarakat, mengharuskan masyarakat untuk tidak
melakukan semua pekerjaan secara sendiri, namun lebih ditekankan pada
spesialisasi untuk menggeluti bidang bidang tertentu. Spesialisasi dilakukan oleh
tiap-tiap pelaku ekonomi Berdasarkan faktor-faktor pendorong, yaitu peningkatan
ketrampilan pekerja, penemuan mesin-mesin yang menghemat tenaga.
Adam Smith juga beranggapan bahwa akumulasi modal dan investasi akan
menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara, dengan
pertumbuhan ekonomi suatu negara meningkat akan meningkatkan sumber daya
manusia yang akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pada akhirnya
akan berdampak pada peningkatan nilai produksi.
Proses pertumbuhan eknomi menurut Adam Smith terjadi secara simultan
dan memilki hubungan keterkaitan satu dengan yang lain. Laju pertumbukan
ekonomi akan semakin meningkat pesat jika terjadi peningkatan kinerja pada
suatu sektor yang semakin meningkat daya tarik bagi penumpukan modal,
mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluias
pasar yang akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan nilai produksi
(Kuncoro, 2003:39).
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan dalam produk domestic bruto
tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat
pertumbuhan penduduk dan apakah perubahan dalam struktur ekonomi
berlangsung atau tidak. Menurut Todaro (2000:137), pertumbuhan ekonomi dari
setiap banmgsa dipengaruhi tiga hal yaitu (1) akumulasi modal, yang meliputi

9
10

semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan
fisik dan modal atau sumber daya manusia (2) pertambahan penduduk, yang
beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja dan
tingkat produksi (3) kemajuan teknologi.

2.1.2 Teori Produksi


Teori produksi adalah teori perilaku pengusaha tenteng bagaimana
menentukan keunungan maksimum. Teori produksi merupakan kombinasi
berbagai faktor produksi yang mana dipilih keuntungan yang tinggi. Fungsi
produksi adalah hubungan antara masukan (input) yang digunmakan dalam proses
produksi dengan kuantitas (output) yang dihasilkan (lipsey, 1995 :250).
Fungsi dapat dibedakan menjadi dua menurut jangkanya, yaitu fungsi
produksi jangka pendek dan fungsi produksi jangka panjang. Fungsi produksi
jangka pendek adalah dimana jumlah masukan (input) tertentu yidak dapat diubah.
Faktor tetap (fixed cost) adalah faktor produksi yang tidak dapat di tambah dalam
jangka pendek. Fungsi produksi jangka panjang adalah periode waktu dimana
semua masukan (input) mungkin berubah, tetapi teknologi dasar produksi tidak
berubah (Lipsey, 1995 :187).

2.1.3 Tenaga Kerja dan Kcscmpatan Kerja


Tenaga kerja (man power) adalah semua orang yang bersedia dan sanggup
bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri
sendiri ataupun anggota keluarga yang tidak bayaran berupa upah atau mereka
yang sesungguhnya bersedia atau mampu untuk bekerja, dalam arti mereka
menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja (Sumarsono,
2003:5). Tenaga kerja terdiri atas angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Angkatan kerja atau labor force terdiri atas: (1) Golongan bersekolah, (2)
Golongan yang mengurus rumah tangga, (3) Golongan lain-lain atau penerima
pendapatan (Simanjuntak, 1988:3).
Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum
bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat
11

upah yang berlaku. Penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan,
baik yang bekerja penuh maupun yang tidak bekerja penuh (Irawan dan
Suparmoko, 1992:114).
Tenaga kerja menurut Simanjulak (1998:3) terdiri alas angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja (labor force) terdiri atas:
a. Golongan bekerja: tenaga kerja yang suclah aktif dalam kegiatan
menghasilkan barang atau jasa;
b. Golongan menganggur dan mencari pekerjaan: tenaga kerja yang tidak
menghasilkan barang atau jasa tetapi siap dan sedang mencari pekerjaan.
Sedangkan kelompok bukan angkatan kerja terdiri atas:
a. Golongan bersekolah: mereka yang kegiatannya hanya bersekolah.
b. Golongan mengurus rumah tangga: mereka yang mengurus rumah tangga
tanpa memperoleh upah.
c. Golongan lain-lain:
1) Penerima pendapatan: mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan.
Ekonomi tetapi meinperoleh pendapatan seperti tunjangan pensiun, bunga
atas simpanan atau sewa atas milik;
2) Mereka yang hidup tergantung pada orang lain, misalnya karena lanjut usia,
cacat, dalam penjara atau sakit kronis.
Angkatan kerja dadalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum
bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat
upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang
melakukan pekerjaan guna manghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh
penghasilan baik bekerj penuh maupun bekerja tidak penuh (Irawan dan
Suparmoko 1992 : 67).
Tenaga kerja yang dapat diserap perusahaan adalah tenaga kerja yang
tidak berpendidikan khusus atau memiliki ketcrampilan tertentu. Hal ini
disebabkan karena perusahaan tidak menuntut prasyarat pengetahuan teknis atau
keterampilan yang tinggi bagi tenaga kerjanya, karena alat-alat produksi yang
12

digunakan bersifat. sederhana. Proses produksi yang banyak melibatkan tenaga


kerja manusia sehingga proses produksi bersifat padat karya.
Kesempatan kerja dapat diartikan banyaknya tenaga kerja yang
tertampung untuk bekerja pada sektor industri, kesempatan kerja akan
menampung semua tenaga kerja apabila lapangan kerja mencukupi sesuai dengan
tenaga kerja yang tersedia.
Kesempatan kerja menurut. Gilarso (1992:58) menunjukan beberapa orang
yang telah atau dapat tertampung dalam perusahaan atau instansi. Pengertian ini
harus dibedakan dengan maksud kebutuhan tenaga kerja, kemampuan perusahan
atau instansi untuk menambah tenaga kerja. Mengenai masalah kesempatan kerja
di Indonesia, kini dicatat bahwa dalam keadaan sekarang beban tanggungan.
(dependency ratio) bagi tiap tenaga. produktif cukup berat, yaitu berkisar pada
empat jiwa penduduk yang untuk kebutuhan hidupnya tergantung dari nafkah
mata pencaharian satu tenaga kerja produktif. Hal ini mencerminkan masih
besarnya tingkat pengangguran secara terselubung (under unemployment)
(Djojohadikusumo, 1994:207).
Menurut Djojohadikusumo (dalam Sabirin, 1996:37), upaya perluasan
kesempatan kerja dan penciptaan lapangan kerja produktif harus dilaksanakan
dengan meluaskan landasan kegiatan ekonomi. Hal ini harus disertai dengan usaha
meningkatkan produktivitas, baik di bidang kegiatan yang baru (modern) maupun
di bidang tradisional. Sebab, salah satu faktor yang menghambat produksi di
negara-negara berkembang dan menekan tingkal hidup golongan berpendapatan
rendah ialah produktivitas yang rendah.
Terciptanya lapangan kerja dan produktivitas di sektor -sektor kegiatan
yang makin luas akan menambah pendapatan bagi penduduk yang bersangkutan.
Kebijakan yang diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan peningkatan
produktivitas tenaga kerja harus dilihat daiam hubungannya dengan kebijaksanaan
yang menyangkut pemerataan pendapatan dalam masyarakat (Soviyanto, 2005:11-
12).
13

2.1.4 Hubungan nilai produksi dengan permintaan tenaga kerja


Untuk menjelaskan hubungan nilai produksi dengan permintaan tenaga
kerja suatu industri misalkan harga barang x akan mempengaruhi fungsi produksi,
untuk menjelaskan penyerapan tenaga kerja pada industri secara keseluruhan,
diasumsikan bahwa industri berada dalam pasar faktor yang bersaing
(competitive) dimana industri hanyalah pengikut harga (artinya penawaran tenaga
kerja tidak dimonopoli oleh satu penjual dan setiap tenaga kerja bebas
menawarkan diri). Dalam kondisi keseimbangan awal harga sewa (upah) tenaga
kerja per harga barang sebesar W/P= W/P0 dan tenaga kerja sebesar 1 = 10.
Gambar 2a menggambarkan penyerapan tenaga kerja pada perusahaan, sedangkan
gambar 2b adalah penyerapan tenaga kerja pada industri secara keseluruhan.
Pada tingkat upah awal sebesar W/P0, tenaga kerja yang terserap
perusahaan sebesar 11, kurva permintaannya digambarkan sebagai d1 (MPPL1).
Dalam kondisi ini kurva penjumlahan dari kurva permintaan digambarkan sebagai
Ed1 (MPPL1) dimana tenaga kerja yang terserap pada perusahaan sebesar L0.
Tenaga kerja yang terserap pada industri ini merupakan agregat dari tenaga kerja
yang terserap dari perusahaan. Apabila tingkat upah tenaga kcrja turun menjadi
W1 maka setiap perusahaan akan berusaha untuk memperluas produksi sebesar 10-
11 yang akan mengakibatkan tenaga kerja yang digunakan akan menjadi 1 1. Hal
ini akan terjadi pada industri keseluruhan serta tenaga kcrja yang terserap akibat
perluasan produksi sebesar L0-L1 adalah L1 (titik B).
Akibat penurunan upah tersebut, perusahaan maupun industri akan
mendorong kenaikan produksi semaksimal mungkin dengan menggunakan faktor
produksi tenaga kerja. Adanya lonjakan ini akan mengakibatkan terjadinya efek
harga output. Efek harga output ini mengharuskan adanya penurunan harga
produk. Alasannya adalah Nilai Marjinal Revenue (VMP) tenaga kerja haruslah
sama dengan harga produk dikalikan dengan Marginal Physical Product (MPP L)
atau (VMPPL = P x (MPPL). Alasan kedua adalah kurva. permintaan konsumen
akan produk berada dalam kondisi normal (miring ke bawah). Ini akan membawa
dampak bergesernya kurva permintaan perusahan maupun kurva penjumlahan
pada industri. Kurva haru untuk perusahaan digambarkan sebagai d 2 (MPPL2) dan
14

industri sebagai Rd2 (MPPL2) dimana kurva ini terbentuk akibat adanya
perhitungan dalam cick harga output. Dalam kondisi ini terjadi koreksi
pcnyerapan tenaga kerja, yailu sebesar I’ pada perusahaan dan L’ pada industri
(titik C).
Bila efek harga output sangat besar, artinya permintaan konsunien akan
produk industri sangcit inelastis sehingga harga output turun dengan drastis, maka
perusahaan baru cenderung sedikit untuk masuk kedalam industri tersebut. Ini
akan mengakibatkan kurva permintaan tenaga kerja pada industri (yang
merupakan kurva penyerapan tenaga kerja pada industri sesunggulmya)
cenderung menjadi lebih curam (inelastis) daripada kurva penjumlahan (Ed2). Ini
digambarkan oleh kurva D dalam gambar 2b. Akan tetapi bila berlaku sebaliknya.
artinya efek harga output kecil dan permintaan konsumen akan produk sangat
elastis sehingga turunnya harga relatif kecil, maka penurunan tingkat upah akan
menyebabkan kenaikan pendapatan yang cukup besar bagi perusahaan. Ini akan
mendorong masuknya unit usaha baru dalam industri sehingga kurva permintaan
industri terhadap tenaga kerja (kurva D) akan lebih elastis (mendatar)
dibandingkan dengan kurva penjumlahan (Ed2).

W/P W/unit

W/P0 W0

W/P1 W1 C

d1=MPPL1 ED=MPPL1
d2=MPPL2 D ED=MPPL
2

0 Q0 Q’ Q1 Q 0 L0 L’ L1 L
2a. Permintaan Individu 2b. Permintaan Pasar

Gambar 2: Kurva Permintaan Individu-Pasar terhadap Tenaga Kerja


15

Pada Teori Pasar Tenaga Kerja pada prinsipnya ada dua pendapat tentang
pasar tenaga kerja, yaitu menurut Kaum Klasik dan menurut Keynes.

2.1.4.1 Pasar Tenaga Kerja Menurut Teori Klasik


Anggapan yang dipakai adalah harga dan upah bebas berubah, persaingan
sempurna serta individu (tenaga kerja) mempunyai informasi pasar yang
sempurna (complete information). Anggapan informasi yang sempurna
memungkinkan apa yang diperkirakan sesuai dengan kenyataan. Dengan
perkataan lain harga harapan (expected price) sama dengan harga yang betul-betul
terjadi (actual price) P = P.
Dengan anggapan-anggapan di atas keseimbangan dalam pasar tenaga
kerja akan terjadi pada tingkat upah riil dimana jumlah tenaga kerja yang diminta
sama dengan yang ditawarkan. Dalam Gambar 2.1 keseimbangan terjadi pada
tingkat upah (nominal) W1 dengan jumlah tenaga kerja N1 pada harga P1. Jika
upah (nominal) turun menjadi W2, dengan harga tetap P1 berarti upah riil turun,
jumlah tenaga kerja yang diminta (N3) melebihi yang ditawarkan (N2). Kelebihan
jumlah tenaga kerja yang diminta akan mendorong tingkat upah naik sampai ke
W1 kembali dimana tingkat upah riil juga kembali sama seperti semula.

WL NS

P1
W1

W2

ND

0 N2 N1 N3 L

Sumber: Arfida, BR (2003)


Gambar 2.1 Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Menurut Teori Klasik
16

2.1.4.2 Pasar Tenaga Kerja Menurut Keynes


Keadaan depresiasi tahun 1930-an yang ditandai dengan tingginya tingkat
pengangguran (unemployment), membuat Keynes tidak menerima ide kaum
klasik. Keynes membuat suatu model untuk menerangkan kemungkinan
terjadinya keseimbangan ekonomi yang ditandai dengan adanya pengangguran.
Asumsi yang dipakai diantaranya adalah :
1. Tenaga kerja tidak mempunyai informasi yang sempurna sehingga mereka
tidak mengetahui adanya alternatif pekerjaan lain, serta reaksi mereka terhadap
perusahaan relatif lambat.
2. Tidak mudah terjadi penurunan upah (rigid wage).
Implikasi dari sulitnya upah nominal untuk turun terhadap pasar tenaga
kerja dapat dijelaskan dengan Gambar 2.2. Pada tingkat upah W1 jumlah pekerja
yang mencari pekerjaan adalah Ns, lebih besar daripada keinginan pengusaha
untuk mempekerjakan tenaga kerja. Konsekuensi dari ketidakseimbangan ini
adalah bahwa jumlah tenaga kerja yang betul-betul bekerja ditentukan oleh
pengusaha Nd.
Akibatnya terdapat sebagian tenaga kerja yang ingin bekerja tetapi tidak
memperoleh pekerjaan sehingga terjadi pengangguran terpaksa (involuntary
unemployment). Di samping itu terdapat pula sejumlah tenaga kerja yang tidak
bekerja karena memang mereka tidak ingin bekerja atau tidak mencari pekerjaan,
mereka ini disebut pengangguran sukarela (voluntary unemployment).

Upah
nominal Pengangguran NS
terpaksa

Pengangguran
sukarela

ND

0 Nd Ne Ns Tenaga kerja

Sumber: Arfida, BR. (2003)


17

Gambar 2.2 Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Menurut Keynes

Dengan kata lain perbedaan teori klasik dan teori Keynes adalah teori
klasik mengenal dikotomi dan tidak bisa mengenal kerja sektor riil dan teori
Keynes bisa alasanya tingkat upah tidak bisa turun terus menerus, teori klasik
bisa dikatakan full employment dan teori Keynes tidak dan tingkat full
employmenya hanya kesepakatan antara penjual dan pembeli. Dan aspek
pengangguranpun ada.

2.1.5 Penyerapan Tenaga Kerja


Penyerapan tenaga kerja menunjukkan besarnya kemampuan suatu
perusahaan menyerap sejumlah tenaga kerja untuk menghasilkan suatu produk.
Kemampuan menyerap tenaga kerja besarnya tidak sama antara satu industri
dengan industri yang lain, Jumlah orang yang bekerja tergantung dari besarnya
permintaan (demand) dalam masyarakat. Besarnya penyediaan dan permintaan
tenaga kerja di pengaruhi oleh tingkat upah. Proses terjadinya penempatan
hubungan kerja melalui penyediaan dan permintaan tenaga kerja berarti
menawarkan jasanya untuk produksi. Besarnya penempataan jumlah orang yang
bekerja atau tingkat employment dipengaruhi oleh faktor kekuatan penyediaan dan
permintaan tersebut (Simanjutak, 1998:3-4).
Penyerapan tenaga kerja menurut Simanjutak (1998:92) dilihat dari
elastisitas tergantung dari empat faktor:
1) Kemungkinan subtitusi tenaga kerja dengan faktor produksi yang lain,
semakin kecil mensubtitusikan faktor produksi yang lain terhadap tenaga
kerja maka semakin kecil elastisitas terhadap permintaan tenaga kerja;
2) Elastisitas permintaan terhadap barang yang dihasilkan, semakin besar
elastisitas terhadap barang yang dihasilkan maka semakin besar elastisitas
permintaan tenaga kerja;
3) Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, semakin besar
biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi akan semakin besar biaya
18

elastisitas permintaan tenaga kerja;


4) Elastisitas persediaan dari faktor produksi pelengkap lain akan semakin
elastis pula permintaan tenaga kerja.
Pertama, semakin kecil kemungkinan mensubtitusikan modal terhadap
tenaga kerja, semakin kecil elastisitas yang tergantung juga pada teknologinya.
Bila suatu jenis produksi rnenggunakan modal dan tenaga kerja dalam.
perbandingan tetap maka perubahan tingkat upah tidak mempengaruhi permintaan
akan tenaga kerja paling sedikit dalam jangka waktu pendek. Elastisitas akan
semakin kecil bila keahlian atau keterampilan golongan tenaga kerja semakin
tinggi dan khusus.
Kedua, membebankan kenaikan tingkat upah kepada konsumen dengan
menaikkan harga jual barang hasil produksi di pasar. Kenaikan harga jtial ini
menurunkan perubahan jumlah permintaan masyarakat akan hasil produksi yang
selanjutnya akan menurunkan permintaan jumlah tenaga kerja. Semakin besar
elastisitas permintaan terhadap barang hasil produksi maka semakin besar
elastisitas permintaan akan tenaga kerja. Ketiga, elastisitas permintaan akan
tenaga kerja relatif tinggi bila proporsi biaya karyawan tehadap biaya produksi
secara keseluruhan juga besar.
Keempat, elastisitas permintaaan akan tenaga kerja tergantung dari
elastisitas penyediaan bahan-bahan pelengkap dalam produksi seperti modal,
tenaga kerja, bahan mentah dan lain-lain. Semakin banyak laktor pelengkap
seperti tenaga kerja atau bahan mentah yang diolah semakin banyak tenaga kerja
yang digunakan. Jadi semakin elastisitas penyediaan faktor pelengkap semakin
besar juga elastisitas permintaan tenaga kerja.
Penyerapan tenaga kerja pada industri kecil secara individu (perusahaan)
maupun secara keseluruhan (industri) dapat dijelaskan dengan menggunakan
kurva permintaan akan faktor produksi (tenaga kerja), di dalam pengertian
permintaan tenaga kerja, faktor upah sudah termasuk didalamnya (ini berbeda
dengan pengertian kebutuhan akan tenaga kerja yang hanya bersifat fungsional
dan teknis upah tidak termasuk di dalamnya).
19

2.1.6 Elastisitas Penyerapan Tenaga Kerja


Permintaan akan tenaga kerja dapat diperkirakan dengan mengetahui laju
pertumbuhan dan daya serap masing-masing sektor ekonomi. Konsep elastisitas
penyerapan tenaga kerja dapat digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan
akan tenaga kerja dan menyusun simulasi perumusan kebijakan pembangunan
untuk ketenagakerjaan.
Besarnya permintaan perusahaan akan tenaga kerja pada dasamya
tergantung dari besarnya permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan perusahaan tersebut. Fungsi permintaan ini biasanya didasarkan pada
teori neoklasik mengenai marginal physical product of labor.
Elastisitas merupakan ukuran derajat kepekaan jumlah permintaan akan
sesuatu terhadap perubahan salah satu faktor yang mempengaruhinya. Koefisien
elastisitas dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan satu persen dari faktor
penentu. Angka koefisien ini dapat didapatkan dari pembagian suatu persentase
sehingga angka ini tidak mempunyai unit atau angka murni.
Glassburner dan Candra (1990:164) mcnyatakan hahwa elastisitas
penyerapan tenaga kerja yang bisa terserap dengan adanya kenaikan atau
pertumbuhan dalam nilai produksi. Ini berarti elastisitas dapat dihitung dengan
menggunakan laju pertumbuhan nilai produksi berarti untuk mencari elastisitas
penyerapan tenaga kerja adalah dengan laju penyerapan tenaga kerja dan laju
kenaikan nilai produksi.
Besar kecilnya elastisitas penyerapan tenaga kerja dipengaruhi
(Simanjuntak, 1998:85):
1. Kemampuan subtitusi tenaga kerja dengan dengan faktor produksi yang lain.
Semakin kecil mensubtitusikan faktor produksi lain lerhadap tenaga kerja
maka semakin kecil permintaan elastisitas permintaan tenaga kerja;
2. Elastisitas permintaan lerhadap barang yang dihasilkan, semakin besar
elastisitas terhadap barang yang dihasilkan akan semakin besar elastisitas
permintaan tenaga kerja;
3. Proporsi biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi, semakin besar
biaya karyawan terhadap seluruh biaya produksi akan besar elastisitas
20

permintaan tenaga kerja;


4. Elastisitas penyediaan faktor produksi pelengkap lainnya, semakin elastis
persediaan faktor produksi pelengkap lain akan semakin elastis pula
permintaan tenaga kerja.
Konsep elastisitas kesempatan kerja mengasumsikan bahwa permintaan
tenaga kerja sebagai derived demand dari permintaan barang dan jasa, artinya
perubahan permintaan tenaga kerja disebabkan oleh perubahan permintaan output
tanpa ada perubahan output tidak akan ada perubahan permintaan tenaga kerja.
Asumsi lainya yang digunakan adalah setiap permintaan tenaga kerja pasti terisi,
artinya tidak ada lowongan pekerjaan yang tidak terisi.
Secara makro elastisitas penyerapan tenaga kerja digunakan untuk
memperkirakan atau memproyeksi sarnpai seberapa besar laju pertumbuhan nilai
produksi yang diperlukan untuk menyumbang laju kenaikan angkatan kerja yang
ada. Begitu pula sebaliknya juga digunakan untuk memproyeksi seberapa besar
angkatan kerja yang dipergunakan untuk mengimbangi laju kenaikan nilai
produksi yang ada.
Secara mikro elastisitas penyerapan tenaga kerja dapat menunjukkan pola
penyerapan tenaga kerja dalam industri atau sektor tertentu. Jika elastisitas
penyerapan tenaga kerja dalam industri besar maka industri labor intensive
sebaliknya apabila elastisitas penyerapan tenaga kerja maka dapat dikatakan
industri tersebut kurang labor intensive.

2.2 Industri Kecil


Menurut Simanjuntak (1998:10) industri kecil dan kerajinan rakyat
merupakan bagian dari usaha untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat melalui kegiatan produktif dibidang industri ukuran kecil.
Menurut Perindustrian Jawa Barat, industri kecil mempunyai peranan
penting dalam hal:
a. Menciptakan tenaga kerja.
b. Pemeliharaan dan pembentukan model sektor swasta.
c. Penyebaran kekuatan ekonomi dan hankamnas.
21

d. Peningkatan kctrampilan dan kesadaran industri.


e. Pengembangan kewiraswastaan
Secara makro ekonomi, industri kecil sangat menguntungkan karena
(Gilarso, 1992:472):
a. Merupakan tempat penampungan bagi angkatan kerja;
b. Sebagai tempat penampungan tenaga kerja musiman;
c. Membantu, dalam memberikan kesempatan kerja bagi anak-anak muda putus
sekolah dan tidak mempunyai pengalaman kerja terutama untuk tenaga kerja
kasar;
d. Sebagai tempat latihan kerja yang dibutuhkan industri-industri besar;
e. Sanggup bekerja di seluruh pelosok tanah air;
f. Berkembangnya industri kecil di pedesaan sangat membantu mengurangi
perpindahan penduduk ke kota;
g. Membantu dalam perluasan kesempatan kerja dan berperan dalam masalah
pemerataan pendapatan dan stabilitas nasional;
Apabila dilihat dan segi kemampuan, maka industri kecil umumnya
mampu memproduksi barang-barang yang membutuhkan keterampilan, membuat
komponen-komponen khusus secara masa dan memerlukan desain yang spesifik.
Dikaitkan dengan penyerapan tenaga kerja, karena sifatnya padat karya dan
jumlahnya banyak, maka meskipun tiap-tiap unit usaha hanya menyerap tenaga
kerja dalam kecil, tetapi secara makro pada akhirnya jumlah tenaga kerja yang
diserap menjadi besar.
Untuk memelihara, membina serta mengembangkan industri kecil yang
lokasinya terpencar-pencar, maka dibentuk sentra-sentra industri kecil yang sering
dikenal dengan lingkugan industri kecil (LIK), motivasi didirikannya LIK ini
adalah karena adanya kekurangan tempat untuk perluasan indusri kecil.
Berdasarkan lokasinya, maka LIK dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Urban Mini Industrial Estate
Lokasinya di kota-kota besar dengan jumlah penduduk setengah juta keatas.
b. Semi Urban Mini Industrial Estate
Lokasinya di daerah kora-kota sedang dengan jumlah penduduk 50 ribu
22

c. Rusal Mini Industrial Estate


Lokasinya di kota-kota kecil atau di pedesaan
Menurut Dinas Perindustrian Propinsi Jawa Timur (1990:21) Kriteria jenis
industri dapat dilihat dari banyaknya tenaga kerja yang digunakan, yaitu:
a. Industri besar memiliki 100 atau lebih tenaga kerja.
b. Industri menengah memiliki 20-99 tenaga kerja.
c. Industri kecil memiliki 5- 1 9 tenaga kerja.
d. Kerajinan rakyat memiliki 1-4 tenaga kerja.
Indutri kecil dapat dibagi dalam kriteria yang sifatnya kualitatif (Saleh,
1986:1 7) antara lain :
1. Industri kecil modern yaitu industri yang dalam proses memproduksinya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan mesin atau peralatan yang digerakkan oleh motor atau
diesel;
b. Dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen;
c. Memisahkan kekayaan usaha dengan rumah tangga;
d. Pada umumnya diusahakan di pabrik.
2. Industri Kecil Tradisional yaitu industri kecil yang proses memproduksinya
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan mesin-mesin atau peralatan yang dikendalikan oleh anggota
badan;
b. Pada umumnya tidak memisahkan kekayaan usaha dengan kekayaan
rumah;
c. Dikelola secara tradisional;
d. Pada umumnya diusahakan di tumah tangga.
3. Industri Kecil Kerajinan yaitu industri kecil yang menghasilkan benda-benda
seni yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Menggunakan mesin-mesin peralatan modern atau tradisional;
b. Dapat dikelola secara manajcmcn atau tradisional;
c. Dapat diusahakan secara pabrik maupun rumah tangga;
d. Menghasilkan benda-benda seni seperti barang cinderamata, perhiasan,
23

anyaman bumbu dan sebagainya, dilihat dan segi kegunaanya, industri


kecil dibedakan :
1) Industri kecil yang bcrgerak di bidang pemenuhan kebutuhan untuk
keperluan rumah tangga, mcliputi : industri kecil pembuatan meubel,
anyaman bambu, rotan, genting, pandai besi dan lain-lain
2) Industri kecil yang bergerak di bidang pemenuhan kebutuhan makanan
dan minuman, meliputi : industri kecil pembuatan tepung kanji, garam
rakyat, tahu tempe, minuman keras, minyak kelapa dan lain-lain
3) Industri kecil yang bergerak di bidang pemenuhan kebutuhan sandang,
meliputi: industri kecil sepatu, tas ikat pinggang, pembuatan barang
dan perak dan tembaga, dan lain-lain
Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap perkembangan industri kecil pada
dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Aspek intern
a. Teknologi
Teknologi yang dimaksud adaiah bagaimana pcnerapan teknologi yang
dapat memberikan kontribusi penghematan produksi yang hasilnya dapat
menambah minat dan hasrat pembelian produk itu sendiri.
b. Permodalan
Dalam menjalankan usaha apapun modal berperan sangat penting, baik
segi pengusahaan, badan baku, proses dan sampai pada penjualan,
kebutuhan pada modal ini harus dipenuhi, sebab npabila tidak akan
menghambat usaha.
c. Produktivitas yang rendah
Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa cara kerja hari ini lebih baik dari cara kerja
kemarin dan hasil yang dicapai nanti harus lebih baik.
2. Aspek Ekstern
a. Pemerintah
Peranan pemerintah sebagai regulator sangat penting guna menciptakan
sistem dan iklim yang lebih baik dalam menunjang peningkatan industri
24

kecil. Terutama perlindungan pemerintah pada industri kecil dari


cengkraman industri besar dan menengah tumbuh baik secara langsung
akan membunuh kehidupan industri kecil.
b. Pemasaran hasil
Pemasaran hasil merupakan kunci dari kelangsungan hidup industri kecil.
Sebab tanpa ada pemasaran yang baik dan lancar maka produksi yang
dihasilkan tidak dapat terjual dan banyak tersisa.

2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya


Berdasarkan penelitian Fathorrazi (1991) dalam penelitian yang berjudul
“Peranaan Industri Kerajinan Genteng dalam Penyediaan Lapangan Kerja di Desa
Koncer Kidul, Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso” dapat
dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Laju perkembangan produksi dari tahun 1986 sampai tahun 1991 adalah
116,87 persen dari jumlah 1.783.400 buah menjadi 3.867.658 buah, dengan
demikian laju perkembangan produksi rata-rata per tahun adalah sebesar
23,374 persen. Laju perkembangan ini cukup baik;
2. Laju perkembangan produksi yang cukup tinggi tersebut, salah satunya
disebabkan oleh kenaikan pencurahan jam kerja dari pengerajin itu sendiri.
Laju perkembangan curahan jam kerja dari tahun 1986 sampai 1991 sebesar
136,34. Berarti laju kenaikan curahan jam kerja rata-rata per tahun sebesar
27,27 persen. Hal ini terjadi oleh karena dengan adanya harga yang tidak lagi
bergantung pada jumlah produksi, maka memotivasi pengrajin untuk lebih
tekun lagi untuk bekerja lebih baik;
3. Koefisien elastisitas kesempatan kerja industri kerajinan genteng di desa
koncer kidul, kecamatan tenggarang, kabupaten bondowoso sebesar 1,167.
Artinya elastis, sehingga kenaikan produksi sebesar 1% akan menyebabkan
naiknya curahan jam kerja 1.167 persen. Dengan kata lain bila jumlah
produksi naik, maka akan dapat memberi kesempatan kerja baru bagi
pengrajin. Oleh sebab itu industri ini sangat cocok untuk dikembangkan di
25

pedesaan dalam rangka menyerap tenaga kerja yang ada, terutama untuk
mencegah arus urbanisasi ke kota dan yang terpenting adalah untuk
meningkatkan pendapatan yang tergolong ekonomi lemah.
Shiddiqi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Penyerapan Tenaga
Kerja Industri Kecil dan Kontribusinya Terhadap PDRB di Kabupaten Lumajang
Tahun 1999-2003” diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Pertumbuhan yang terjadi pada nilai produksi industri kecil di Kabupaten
Lumajang dalam kurun waktu 1999-2003 sebesar 1,68% sedangkan
pertumbuhan yang terjadi pada tenaga kerja industri kecil sebesar 3,63%,
sehingga dapat diketahui elastisitas penyerapan tenaga kerja industri kecil di
Kabupaten Lumajang sebesar 1,54%. Hal ini berarti bahwa setiap ada
kenaikan nilai produksi sebesar 1% maka akan diikuti oleh kenaikan jumlah
tenaga kerja sebesar 1,54%;
2. Besarnya kontribusi nilai produksi industri kecil lerhadap PDRB di Kabupaten
Lumajang tiap tahunnya berfluktuasi. Rata-rata kontribusi industri kecil
terhadap PDRB di di Kabupaten Lumajang sebesar 21,1 1 %.
2.4 Hipoetsis
Berdasarkan pada landasan teori dan tekaah hasil penelitiasn sebelumnya,
maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian in adalah;
1. Elastisitas tenaga kerja pada sektor industri kecil di Kabupaten Jember tahun
2000-2009.
2. Nilai produksi pada sektor industri kecil di Kabupaten Jember tahun 2000-2009
mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.

Anda mungkin juga menyukai