Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANFORMASIONAL,

LINGKUNGAN KERJA, DAN KOMUNIKASI KERJA TERHADAP


KINERJA KARYAWAN PT. INDONESIA DWI SEMBILAN (IDS) CABANG
KABUPATEN LUMAJANG

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh
Wafiek Racha Al Ansori
NIM 090810201120

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2013
1

1. Judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Tranformasional, Lingkungan Kerja, Dan


Komunikasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS)
Cabang Kabupaten Lumajang

2. Latar Belakang Masalah


Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang paling penting dalam
kegiatan operasional perusahaan. keberhasilan sebuah perusahaan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan sebelummya sangat bergantung pada kemampuan
sumber daya manusia dalam menjalankan pekerjaanya. Peran seorang pemimpin dan
informasi yang baik sangat dibutuhkan dalam menyukseskan tujuan perusahaan.
Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha
semua pekerja dalam mencapai tujuan organisasi.
Pemimpin merupakan penggerak kegiatan didalam perusahaan atau organisasi
untuk menuju kearah kesuksesan yang akan dan ingin dicapai. Dalam mencapai
kesuksesan pemimpin memerlukan bantuan dari pihak bawahan agar tercipta kerja
sama yang baik didalam pekerjaan dan mengatasi segala hambatan dan rintangan.
Gaya kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan dimana pemimpinnya
mampu memperluas serta meningkatkan minat bekerja para bawahannya, sistem
kepemimpinan dimana para pemimpinnya mampu memicu kepekaan dan penerimaan
visi misi serta tujuan perusahaan, dimana pemimpinnya memliliki control terhadap
bawahannya agar bawahan-bawahan mampu menggali potensi masing-masing demi
kemajuan perusahaan atau kelompok.
Lingkungan kerja merupakan lingkungan dimana karyawan melakukan
pekerjaan sehari-hari lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan dapat
mempengaruhi emosi karyawan. Jika karyawan senang dengan lingkungan kerjanya
maka karyawan tersebut akan betah ditempat kerjannya untuk melakukan aktifitas
sehingga waktu kerja digunakan secara efektif dan efisien. Menurut Sihombing
(2004), lingkungan kerja merupakan fator-faktor diluar manusia baik fisik maupun
2

non fisik dalam suatu organisasi. Faktor fisik ini mencakup peralatan kerja, suhu
tempat kerja, kesesakan dan kepadatan, kebisingan, luas ruang kerja sedangkan non
fisik mencakup hubungan kerja yang terbentuk di instansi antara atasan dan bawahan
serta antara sesama karyawan.
Menurut Woolcoff (dalam lilliwei, 1990:1) Komunikasi pada dasarnya
menyangkut pengertian yaitu suatu cara seseorang meneruskan pesan, perintah,
informasi, pertanyaan maupun ide kepada pihak lain . Pesan ini harus diterima dan
disampaikan sebagai mana adanya,jika menginginkan komunikasi berhasil, tidak
dikacaukan atau disalah artikan. Dapat dikatakan bahwa komunikasi merupakan hal
yang sangat penting dalam suatu organisasi terutama dalam dunia bisnis. Dalam
prosesnya komunikasi tampak sederhana tapi dalam praktek sangatlah sulit. Kesulitan
dalam melakukan komunikasi ini memungkinkan terciptanya ketidak efektifan kerja
pegawai. Arus komunikasi pimpinan pada bawahan dapat berjalan dengan efektif dan
dapat menunjang kelancaran perumusan kebijaksanaan apabila pengarahan, instruksi,
perintah dari garis komando yang ditentukan oleh pimpinan itu dapat dimengerti oleh
bawahan.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kinerja perusahaan dipengaruhi oleh kinerja karyawan. Apabila kinerja
karyawan baik maka kinerja karyawan juga akan meningkat. Gaya kepemimpinan
berperan penting dalam mempengaruhi kinerja karyawan. Gaya kepemimpinan yang
baik dan luwes membuat karyawan merasa nyaman sehingga secara optimal dimana
hasil kerja yang optimal tersebut dapat meningkat kualitas kinerja karyawan.
Disamping itu lingkungan kerja adalah tempat dimana karyawan bekerja, jika
lingkungan kerjanya kondusif akan membuat karryawan merasa senang. Rasa senang
yang ada pada diri karyawan dapat meningkat kinerja. Begitu pula dengan
komunikasi kerja dalam sebuah perusahan juga berpengaruh apabila terjadi
komunikasi yang baik antara karyawan dan bahwan,serta antara sesama bawahan
maka juga akan meningkatkan kinerja setiap karyawan.
3

PT Indonesia Dwi Sembilan beroperasi sejak tahun 1999, merupakan


perusahaan produsen semua tipe tembakau Indonesia yang berstandar internasional
dengan kegiatan yang meliputi agronomi, pembelian, penanganan, pemrosesan,
pengepakan dan pengiriman. Gaya kepemimpinan dalam perusahaan ini cenderung
menerapkan gaya kepemimpinan tranformasional, dimana pemimpinnya mampu
memperluas serta meningkatkan minat bekerja. Pimpinan dalam perusahaan ini
memiliki peranan penting dalam meningkatan kinerja . Selain itu lingkungan kerja di
PT. Indonesia Dwi Sembilan ada beberapa kendala yaitu gudang tempat
penyimpanan tembakau terlalu berdekatan dengan kantor tempat dimana karyawan
bekerja, sehingga sering terjadi gangguan seperti bau menyengat yang bisa
menggangu kinerja para karyawan. Begitu pula dengan komunikasi kerja PT.
Indonesia Dwi Sembilan kadang terjadi kesalahpahaman antara pimpinan dan
bawahan, antara bawahan dan pimpinan juga antara sesama karyawan.
Berdasarkan uraian diatas , maka diperlukan suatu model yang menganalisis
mengenai masalah gaya kepemimpinan, lingkungan kerja dan komunikasi kerja
terhadap kinerja karyawan. Berpijak dari pemikiran tersebut maka penelitian ini
dibuat dengan judul : Pengaruh Gaya Kepemimpinan Tranformasional, Lingkungan
Kerja, Dan Komunikasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indonesia Dwi
Sembilan (IDS) Cabang Kabupaten Lumajang.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah gaya kepemimpinam transformasional, lingkungan kerja dan komunikasi
kerja secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT.
Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang Lumajang Kabupaten Lumajang.
2. Apakah gaya kepemimpinan transformasional secara parsial berpengaruh
signifikan terhadap kenerja karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang
Lumajang Kabupaten Lumajang.
4

3. Apakah lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja


karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang Lumajang Kabupaten
Lumajang.
4. Apakah komunikasi kerja secara parsial signifikan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang Lumajang Kabupaten
Lumajang.

4. Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang akan diteliti, maka tujuan penelitian
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional, lingkungan kerja dan komunikasi kerja secara simultan
terhadap kinerja karyawan pada PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang
Lumajang Kabupaten Lumajang.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional secara parsial terhadap kinerja karawan PT. Indonesia Dwi
Sembilan (IDS) cabang Lumajang Kabupaten Lumajang.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh lingkungan kerja secara parsial
terhadap kinerja karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang Lumajang
Kabupaten Lumajang.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh komunikasi kerja secara parsial
terhadap kinerja karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan (IDS) cabang Lumajang
Kabupaten Lumajang.
5

5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu
bagi peneliti, akademisi, dan perusahaan.
1. Bagi Peneliti
Data digunakan sebagai tambahan wawasan dan juga pengetahuan mengenai
berbagai macam permasalahan manajemen sumber daya manusia yang terjadi di
dunia kerja yang nyata.
2. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu pengetahuan dan
juga dapat menjadi sumber informasi bagi pembaca dan peneliti selanjtnya.
3. Bagi Perusahaan
Diharapkan dapat memberikan masukan dan pertimbangan kepada pihak
manajemen perusahaan dalam menetapkan kebijakan. Khususnya dalam program
simulasi kinerja dibidang sumber daya manusia.

6. Tinjauan Pustaka
6.1. Landasan Teori
6.1.1. Kepemimpinan
Kepemimpinan memegang peranan yang sangat penting dalam manajemen
organisasi. Kepemimpinan dibutuhkan manusia karena adanya keterbatasan tertentu
yang ada pada diri manusia. Dari sini timbulah kebutuhan untuk memimpin dan
dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan kedalam ciri-ciri invidual, kebiasaan, cara
mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam organisasi dan
persepsimengenai pengaruh yang sah. Menurut Stogdill (dalam Diana,2011:1)
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kegiatan kelompok, maksud untuk
mencapai tujuan dan prestasi kerja. Sedangkan menurut Yuki (2005:3) kepemimpinan
berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekan pengaruhnya
yang kuat terhadpat orang lain untuk membimbing, membuat struktur, memfasilitasi
aktivitas, dan hubungan didalam kelompok organisasi.
6

Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu


perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya dibentuk suatu pola atau bentuk
tertentu. Menurut (Tjipto, 2001:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam interaksi dengan bawahan. Dalam sebuah perusahaan
kepemimpinan harus diarahkan pada gaya kepemimpinan yang mampu mempelajari
bagaimana cara pemimpin dapat mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih
konsisten dengan strategi manajemen umtuk mencapai sasaran organisasional.
Kepemimpinan transformasional dipandang menjadi tipe kepemimpinan yang efektif
untuk meningkatkan kinerja menurut Bass (dalam Yukl, 2005:306) adalah sebuah
kemampuan pemimpinmengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja dan
nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bahawan sehingga mereka mampu lebih maju
dalam mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi.

1. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan trasformasional adalah sebuah gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada perubahan tataran nilai. Kepemimpinan transformasional
merupakan modifikasi dari kepemimpinan kharismatik. Dengan kata lain semua
pemimpin trasformasional adalah pemimpin kharismatik, namun tidak semua
pemimpin kharismati adalah transformasional. Seorang pemimpin transformasional
adalah seorang pemimpin yang mempunyai karakter kharismatik yang kuat dan
mampu untuk membangun ikatan emosional yang kuat dengan publik untuk
mencapai tujuan organisasi.
Konsep awal dari kepemimpinan transformasional ini telah diformulasikan
oleh Burns (dalam Diana 2011:36) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-
pemimpin politik. Burns menjelaskan kepemimpinan trasformasional sebagai proses
yang apa adanya para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ketingkat
moralitas dan motifasi yang lebih tinggi. Seorang pemimpin didalam perusahaan
diharapkan mengadopsi gaya kepemimpinan tranformasional. Karena pemimpin
7

tranformasioanl dapat mengartikulasi visi masa depan organisasi yang realistis,


memberikan bawahan motivasi yang tinggi dan menaruh perhatian kepada setiap
perbedaan yang dimiliki bawahannya. Dengan demikian kepemimpinan ini
mempunyai efek transformasi yang baik pada organisasi maupun individu.
Seorang pemimpin transformasioanal menjadi persepsi yang sama antara
pimpinan dan bawahan sehingga para bawahan atau pegawai akan tumbuh
kepercayaan, kebanggaan, komitmen, rasa hormat, dan loyal kepada atasan untuk
meningkatkan kinerja yang baik. Kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari
perilaku berikut :
a. Attributed Charisma
Pemimpin yang berkharisma tidak hanya dimiliki oleh pimpinan kelas dunia
seperti pandangan orang selama ini. Namun pimpinan kelas bawah pun bisa menjadi
pimpinan yang berkharisma jika pimpinan tersebut memiliki ciri-ciri diantaranya,
memperlihatkan visi, kemampuan dan keahlian, serta tindakan yang lebih
mendahulukan kepentingan organisasi dan masyarakat.
b. Idealized influence
Pemimpin tipe ini adalah pemimpin yang mempengaruhi bawahannya melalui
komunikasi langsung antara atasan dan bawahan. Dengan adanya komunikasi
langsung tersebut dampaknya adalah pemimpin ini dikagumi, dipercaya, dihargai,
dan bawahan berusaha mengidentikan diri dengannya.
c. Inspirational motivation
Seorang pemimpin transformasional bertindak dengan cara memotifasi
bawahan dan selalu memberi inspirasi kepada bawahan melalui pemberian arti
tantangan dalam pemberian tugas kepada bawahannya. Dengan hal itu diharapkan
dapat meningkatkan semangat kelompok. Antusiasme dan optimisme dalam bekerja.
d. Intelectual stimulation
Bahwa pemimpin transformasional mendorong bawahannya untuk
memikirkan cara-cara yang baru untuk menyelesaikan tugasnya. Diharapkan dengan
8

adanya hal ini maka bawahan akan menjadi orang yang kreatif dalam berkerja dan
sehingga menemukan cara-cara kerja baru dalam menyelesaikan pekerjaannya.
e. Invidualized consideration
Pemimpin memberikan perhatian pribadi kepada bawahannya. Seperti
memperlakukan mereka secara utuh dan menghargai setiap sikap peduli terhadap
organisasi.
Dengan adanya kelima perilaku tersebut diharapkan mampu berinteraksi
dalam mengubah perilaku bawahan untuk mengoptimalkan kinerja dari bawahan.

6.1.2 Lingkungan Kerja


Menurut mardiana (2005) Lingkungan Kerja adalah lingkungan dimana
pegawai melakukan pekerjaan sehari-hari. Lingkungan kerja yang kondusif
memberikan rasa aman dan memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja
optimal. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai
menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah
ditempat kerjanya untuk melakukan aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan
secara efektif dan kinerja pegawai yang tinggi.
Menurut Nitisemito (2001) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada
disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-
tugas yang diembankan.
a. Jenis Lingkungan Kerja
Menurut sedarmayanti (2007) secara garis besar, jenis lingkungan kerja
terbagi menjadi 2 yakni: 1) lingkungan kerja fisik, dan 2) lingkungan kerja non fisik.
1) Lingkungan kerja fisik
Menurut Sedarmayanti (2007) lingkungan kerja fisik adalah semua yang
terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung. Dan Sarwono (2005) lingkungan kerja fisik adalah
tempat kerja pegawai melakukan aktivitasnya. Lingkungan kerja fisik mempengaruhi
semangat dan emosi kerja para karyawan. Faktor-faktor fisik ini mencakup suhu
9

udara ditempat kerja, luas ruangan, kebisingan, kepadatan, dan kesesakan. Faktor-
faktor fisik ini sangat mempengaruhi tingkah laku manusia.
Selanjutnya menurut Sarwono (2005) Peningkatan suhu dapat menghasilkan
kenaikan kinerja dan dapat pula menurunkan kinerja. kenaikan suhu pada batas
tertentu menimbulkan semangat yang merangsang kinerja karyawan tetapi setelah
melewati ambang batas tertentu kenaikan suhu ini sudah mulai mengganggu suhu
tubuh yang mengakibatkan terganggunya pula kinerja karyawan. Menurut Robbins
(2002) lingkungan kerja fisik merupakan faktor penyebab stress kerja pegawai yang
berpengaruh pada kinerja. faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah:
a) suhu, b) kebisingan, c)penerangan, d)mutu udara.
Faktor lain yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik adalah rancangan
ruang kerja. Rancangan ruang kerja yang baik dapat menumbulkan kenyamanan bagi
pegawai ditempat kerjanya . faktor dari rancangan kerja tersebut menurut robbins
(2002) terdiri atas : a) ukuran runag kerja, b) pengaturan ruang kerja, c) privasi.
a) Ukuran ruang kerja
Ruang kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Ruang kerja yang sempit
dan membuat pegawai sulit bergerak akan menghasilkan kinerja yang lebih
rendah jika dibandingkan dengan karyawan yang memiliki ruang kerja yang luas.
b) Pengaturan ruang kerja
Jika ruang kerja meruju pada besarnya ruangan per pegawai, pegaturan merujuk
pada jarak antara orang dan fasilitas. Pengaturan ruang kerja itu penting karena
sangat dipengaruhi interaksi sosial. Orang lebih mungkin berinteraksi dengan
individu-individu yang dekat secara fisik. Oleh larena itu lokasi kerja karawan
mempengaruhi informasi yang ingin dipengaruhi.
c) Privasi
Privasi dipengaruhi oleh dinding, partisi, dan sekatan-sekatan fisik lainnya.
Kebanyakan pegawai menginginkan tingkat privasi yang besar dalam pekerjaan
mereka (khusunya dalam posisi manajerial, dimana privasi diasosasikan dalam
status). Namun kebanyakan para pegawai juga menginginkan peluang untuk
10

berinteraksi dengan rekan kerja, yang dibatasi dengan meningkatkannya privasi.


Keinginan akan privasi itu kuat dipihak banyak orang. Privasi membatasi
gangguan yang terutama sangat menyusahkan orang-orang yang melakukan
tugas rumit.

2) Lingkungan Kerja Non Fisik


Menurut Sedarmayanti (2007) menyatakan bahwa lingkungan kerja non fisik
adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik
dengan atasan maupun dengan sesame rekan kerja ataupun dengan bawahan.
Lingkungan kerja non fisik merupakan lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.
Menurut Nitisemito (2001) perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi
yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki
status jabatan yang sama diperusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah
kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri. Membina hubungan
yang baik antara sesama rekan kerja, bawahan maupun atasan harus dilakukan
karena kita saling membutuhkan. Hubungan kerja yang terbentuk sangat
mempengaruhi psikologis karyawan.
Menurut Mangkunegara (2009), untuk menciptakan hubungan-hubungan yang
harmonis dan efektif, pimpinan perlu: 1) meluangkan waktu untuk mempelajari
aspirasi-aspirasi emosi pegawai dan bagaimana mereka berhubungan dengan tim
kerja dan 2) menciptakan suasana yang meningkatkan kreativitas pengolahan
hubungan kerja dan pengendalian emosional ditempat kerja itu sangat perlu
diperhatikan karena akan memberikan dampak terhadap kualitas kinerja pegawai.
Hal ini disebabkan karena manusia itu bekerja bukan sebagai mesin. Manusia
mempunyai perasaan untuk dihargai dan bukan bekerja untuk uang saja.
11

b. Bagian dari Lingkungan Kerja


1) Pelayanan para tenaga kerja
Pelayanan tenaga kerja ini merupakan salah satu faktor yang penting
untuk membentuk lingkungan kerja didalam perusahaan dengan pelayanan yang
baik oleh perusahaan maka para tenaga kerja akan memperoleh kepuasan kerja.
Bentuk layanan para tenaga kerja meliputi :
a) Pelayanan makanan
b) Pelayanan kesehatan
c) Penyediaan kamar mandi dan kamar kecil
d) Kondisi kerja

2) Kondisi kerja
Kondisi kerja merupakan kondisi dalam perusahaan dimana para tenaga
kerja yang dapat dipersiapakan oleh manajemen perusahaan. kondisi kerja yang
memadai akan menimbulkan penurunan produktivitas. Beberapa kondisi kerja
yang dapat dipersiapkan oleh manajemen perusahaan antara lain :

a) Penerangan
b) Temperatur udara atau suhu udara
c) Kebersihan
d) Ruang gerak
e) Kebisingan
f) Keamanan kerja

c. Faktor – Faktor Lingkungan kerja


Menurut (aliyari, dalam Chaifatul 2006) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi lingkungan kerja antara lain:
1) Penerangan
Penerangan adalah cukupnya sinar yang masuk kedalam ruang kerja, masing-
masing karyawan perusahaan. penerangan yang ada harus sesuai dengan kebutuhan,
12

tidak terlalu terang tetapi juga tidak gelap, dengan sistem penerangan yang baik
diharapkan karyawan akan menjalan tugasnya dengan lebih teliti, sehingga
kesalahan karyawan dalam bekerja dapat diperkecil.
2) Suhu udara
Temperatur udara atau suhu udara terlalu panas bagi karyawan akan dapat
menjadi penyebab penurunan kinerja para karyawan sehingga akan menimbulkan
kesalahan-kesalahan pelaksanaan proses produksi.
3) Suara bising
Karyawan memerlukan suasana yang dapat mendukung konsentrasi dalam
bekerja. Suasana bising yang bersumber dari mesin – mesin pabrik maupun dari
kendaraan umum akan mengganggu konsentrasi karyawan dalam bekerja.
4) Ruang gerak
Manajemen perusahaan perlu untuk memperhatikan ruang gerak dan yang
memadai dalam perusahaan, agar karyawan dapat leluasa bergerak dengan baik,
terlalu sempitnya ruang gerak yang tersedia akan mengakibatkan karyawan tidak
dapat bekerja dengan baik. Oleh karena itu manajemen perusahaan tentunya harus
dapat menyusun perencanaan yang tepat untuk ruang gerak yang dari masing-
masing karyawan.
5) Keamanan kerja
Keamanan kerja merupakan faktor yang sangat penting diperhatikan oleh
perusahaan. kondisi kerja yang aman akan membuat karyawan tenang dalam bekerja
sehingga meningkatkan produktivitas karyawan

d. Indikator-indikator lingkungan kerja


Indikator lingkungan kerja yang baik antara lain (Sarwoto, 1998 : 1771):
1) Tata ruang yang tepat dan mampu memberikan keleluasaan bekerja para
karyawan.
2) Pecahayaan memadai, sehingga mampu mendukung kinerja karyawan.
13

3) Drainase dan ventilasi yang baik sehingga tercipta suhu dan kelembapan
ruangan.
4) Pengaturan ruang yang memungkinkan penciptaan ruangan yang tenang dari
suara bising.

6.1.3 Komunikasi
Pengertian komunikasi istilah komunikasi berasal dari kata latin communicare
atau communis yang berarti sama atau milik bersama. Menurut Daniel Et al. (dalam
domi,1992:77). Komunikasi adalah salah satu proses dari sekresi yang terluas
didalam grup, organisasi atau masyarakat. Pendapat lain tentang komunikasi adalah
proses memberikan keterangan dan pengertian dari seseorang kepada orang lain. Dari
teori-teori yang telah disampaikan tersebut maka komunikasi dapat disimpulkan
sebagai pengiriman pesan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan selanjutnya
terjadi sebuah umpan balik. Umpan balik tersebut juga dipengaruhi oleh sebuah
gangguan atau noise. Jika gangguan dalam sebuah komunikasi tersebut tinggi
makadapat dipastikan terjadi miss comunmunication. Komunikasi dipandang sebagai
hal yang paling penting dalam sebuah kehidupan karena manusia adalah makhluk
sosial yang akan selalu berkomunikasi dengan sesama manusia, maka komunikasi ini
selalu dipakai setiap saat oleh manusia baik itu didalam masyarakat maupun didalam
sebuah organisasi.
Didalam sebuah organisasi juga sangat penting dengan adanya komunikasi
ini, mulai dari sebuah komunikasi antara atasan kepada bawahan, antara sesama
pegawai hingga atasan dengan atasan.
a. Proses komunikasi
Menurut Harold (dalam domi, 1992:79), proses komunikasi akan berhasil
apabila komunikasi mengikuti unsur seperti, sumber, pesan, saluran, penerima dan
respon atau tanggapan. Kelima unsur tersebut melibatkan dua pelaksana dalam
komunikasi yaitu komunikator (sumber informasi) dan komunikan (penerima
informasi). Bila pesan yang disampaikan oleh komunkator sama atau hampir
14

mendekati dengan tanggapan komunikasi atas pesan sumber berarti proses


komunikasi berjalan dengan baik. Proses komunikasi juga tidak selalu berjalan
dengan baik, terdapat banyak hambatan dalam komunikasi ini. Faktor-faktor
penghambat ini dapat ditimbulan karena banyal hal mulai dari gangguan fisik,
psikologis dam sematik.
Proses sebuah komunikasi dapat digambarkan oleh skema berikut,

Message
Sender Encoding Decoding Receiver
Media

Noise

Feedback Response

Gambar 6.3 : Proses Komunikasi


Sumber : Lasswell (dalam Philip kotler)

Gambar tersebut menunjukan bahwa proses sebuah pengiriman pesan


(komunikator) mengirimkan sebuah pesan kepada penerima pesan (komunikan).
Diawali dengan mengirimkan pesan dalam bentuk symbol atau isyarat kemudian
komunikan menerima pesan tetapi sebelumnya diharuskan mengartikan kode yang
telah dikirimkan selanjutnya setelah dimengerti oleh komunikan selanjutnya
mengirimkan umpan balik kepada komunikator

b. Komponen komunikasi
15

Dalam sebuah komunikasi pasti terdapat komponen-komponen komunikasi.


Menurut Matutina, Domi C (1992:78) komponentersebut adalah:
1) Sumber
Sumber atau yang memprakarsai terjadinya pesan tersebut. Maksudnya adalah
awal mula yang memulai sebuah komunikasi, dalam hal ini adalah seorang
komunikator.
2) Encoding
Dalam ilmu komunikasi tindakan menghasilkan pesan (misalnya berbicara
atau menulis) dianami sebagai encoding.
3) Pesan
Pesan komunikasi dapat mempunyai banyak bentuk. Seseorang mengirimkan
dan menerima pesan melalui salah satu dan kombinasi tertentu dari panca indera.
Manusia selalu menggunakan pesan dalam berkomunikasi. Pesan tersebut bisa dalam
bentuk verbal (lisan atau tertulis), dan non verbal (tanpa kata).
4) Saluran
Saluran komunikasi adalah media yang dilalui pesan . media pesan tersebut
dapat menggunakan beberapa saluran yang bekerja bersama-sama.
5) Penerima
Penerima adalah orang yang menerima pesan yang dikirimkan oleh
komunikator. Penerima pesan ini disebut juga dengan komunikan.
6) Decoding
Suatu proses dimana komunikan menerima dan menafsirkan kode yang
dikirim oleh komunikator. Apabila penafsiran komunikan sama atau sesuai yang
diharapkan komunikator maka komunikasi berjalan secara efektif.
7) Gangguan
Gangguan (noise) adalah gangguan dalam komunikasi yang mendistorsi
pesan, gangguan menghalangi penerima dalam menerima pesan dan sumber dalam
mengirimkan pesan. Gangguan ini dapat berupa gangguan fisik (ada orang lain
16

berbicara) psikoligis (pemikiran yang sudah dikepala kita), atau semantik (salah
mengartikan makna).

Macam Definisi Contoh

Fisik Interferensi dengan Desain mobil yang lewat


tranmisi fisik isyarat atau dengungan computer.
pesan lain
Prasangka dan bias pada
Psikologis
Inteferensi kognitif atau sumber penerima, pikiran
mental yang sempit

Sematik Orang yang berbicara


dengan bahasa yang
Pembicaran dan pendengar
berbeda, menggunakan
memberi arti yang berbeda
jargon atau istilah yang
terlalu rumit yang tidak
dipahami pendengar.

Sumber : Mulyani 2004


Gangguan dalam komunikasi tidak terhidarkan. Semua komunikasi
mengandung gangguan dan walaupun tidak bisa mentiadakan sama sekali, tapi
setidaknya dapat mengurangi gangguan dan dampaknya.
8) Umpan balik
Umpan balik adalah infomasiyang dikirimkan balik ke sumbernya. Umpan
balik dapat berasal dari orang itu sendiri atau dari orang lain. Bila menyampaikan
masalah misalnya, dengan cara berbicara kepada orang lain maka orang tersebut juga
mendengar diri sendiri. Artinya orang tersebut menerima upan balik dari pesannya
sendiri. Dan menerima umpan balim dari orang lain.
17

c. Komunikasi internal
Komunikasi internal adalah komunikasi yang terjadi diantara personel
didalam perusahaan, komunikasi ini dilakukan oleh direktur selaku pimpinan
perusahaan dan karyawan sebagai orang yang dipimpin. Komunikasi internal banyak
menimbulkan manfaat yang dapat meningkatkan kinerja dari sebuah organisasi atau
perusahaan seperti pertukaran gagasan atau ide.

d. Prinsip komunikasi internal


Prinsip komunikasi internal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin :
1) Bersikap terbuka, sikap terbuka yang dilakukan oleh seorang pemimpin adalah
menerima seluruh pendapat dari seluruh personel perusahaan dan pimpinan
selalu bertidak sebagai fasilitator agar terjadi suasana kekeluargaan.
2) Mendorong karyawan agar mampu mengemukakan pendapatnya dalam
memecahkan sebuah masalah dan mendorong karyawan untuk selalu
beraktifitas dalam bekerja.
3) Pimpinan dalam kepemimpinannya selalu menerapkan kebiasaan untuk
berdiskusi secara terbuka dan mendengarkan pendapat orang lain agar masalah
dan konflik yang terjadi dapat terselesaikan dengan baik.
4) Mendorong para karyawan untuk mengambil keputusan yang terbaik dan
mentaati keputusan itu, diperlukan ketegasan pemimpin agar keputusan dapat
diambil secara bijak.
5) Pimpinan diaharapkan berlaku sebagai pengarah , pengatur pembicaraan dalam
diskusi, serta perantara jika terjadi konflik dan mengambil kesimpulan secara
redaksional. Suprihatun (dalam Muhsin, 2008:127).

e. Bentuk – bentuk komunikasi modern


1) Komunikasi kebawah (downward communication)
Yaitu komunikasi yang bergerak dari pimpinan kebawah, komunikasi ini bila
atasan, atau pimpinan perusahaan memberikan tugas atau instruksi – instruksi,
petunjuk – petunjuk, informasi-informasi, penjelasan-penjelasan, dan lain-lain kepada
18

pegawainya. Tiap komunikasi yang mengalir dari pimpinan puncak hingga kebawah
adalah mengikuti hierarki adalah komunikasi kebawah Muhammad ( dalam Muhsin,
2008:127). Tipe – tipe komunkasi kebawah adalah sebagai berikut :
a) Instruksi tegas
Instruksi tegas ini dimana saat pimpinan memberikan tugas, wewenang, dan
arahan yang bersifat secara langsung kepada bawahannya.
b) Rasional
Pesan rasional ini adalah kaitan antara pekerjaan satu akan mengakibatkan hal
lain berubah. Contoh yang nyata ketika seorang pimpinan memotivasi karyawan
untuk lebih giat dalam bekeja dan apabila hal itu bisa dilakukan oleh para
karyawan. Maka kinerja karyawan akan smakin membaik.
c) Ideologi
Pesan ideologi adalah perluasan dari pesan rasional, jika pesan rasional adalah
hubungan antara tugas yang diberikan oleh pimpinan akan mengakibatkan
berkembangnya organisasi perusahaan. maka dalam pesan ideologi ini lebih luas
karena mencoba mendapatkan sokongan dari orang lain untuk memperkuat
loyalitasnya.
d) Informasi
Pesan informasi adalah sebuah perusahaan yang dilakukan oleh pimpinan dalam
kepemimpinannya disebuah organisasi perusahaan kepada perusahaan yang
berisikan peraturan-peraturan.
e) Balikan
Pesan balikan adalah sebuah pesan yang dilakukan oleh seorang pimpinan
perusahaan kepada karyawan yang berkaitan dengan tugas. Sebuah contoh
sederhana adalah apabila pimpinan tidak mengkritik pekerjaannya berarti
pekerjaan tersebut memuaskan. Muhamad (dalam Muhsin, 2008:128).
19

2) Komunikasi keatas (upward communication)


Komunikasi keatas adalah komunikasi yang terjadi saat bawahan memberikan
laporan, saran, pengaduan, dan sebagainya kepada pimpinan. Komunikasi keatasan
ini biasa dilakukan jika seorang karyawan sudah selesai menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh pimpinan dan memberikan hasil dari kerja karyawan kepada atasan.
Fungsi komunikasi keatas :
a) Dengan adanya komunikasi keatas ini pimpinan menjadi mengetahui jika tugas
dan wewenang yang diberikan kepada karyawan dikerjakan dengan baik.
b) Komunikasi keatas ini memberikan kesempatan bagi bawahan untuk
memberikan ide-ide baru kepada pimpinan untuk memajukan organisasi
perusahaan.
c) Adanya komunikasi ini akan mengakibatkan loyalitas kerja dari bawahan
kepada atasan menjadi tinggi karena dengan adanya komunikasi ini hubungan
antara atasan dan bawahan mampu berjalan dengan baik
d) Komunikasi keatas ini juga digunakan untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Contohnya saja jika terjadi konflik yang terjadi diantara bawahan. Hendaknya
bawahan memberitahukan kepada pimpinan, jadi pimpinan bisa menjadi pihak
ketiga dalam menyelesaikan konflik tersebut.

3) Komunikasi horizontal (horizontal communication)


Komunikasi horizontal adalah komunikasi yang terjadi antara sesama
karyawan yang mempunyai strata yang sama. Menurut (Gitosudarmo, 2006:213)
komuniasi horizontal adalah komunikasi mendatar antar anggota staff dengan anggota
staff, karyawan dengan karyawan, dan sebagainya atau komunikasi orang-orang yang
memiliki hirarki yang sama.
Komunikasi ini biasanya bersifat tidak perlu serius. Komunikasi ini cenderung
non formal namun tidak juga menutup kemungkinan komunikasi ini saat formal.
Komunikasi secara mendatar, antara anggota staff anggota staff, karyawan antara
karyawan, dan sebagainya atau komunikasi antara orang-orang yang memiliki hirarki
20

yang sama. Ini akan membawa dampak positif antara lain saling memiliki dan
tanggung jawab sehingga dapat menumbuhkan partisipasi dan lain sebagainya.
Akibatnya karyawan menjadi betah dan akan menjadi lebih produktif (Limanoula,
1990:16). Tujuan komunikasi horizontal :
a) Komunikasi ini membuat kekeluargaan antara sesama karyawan menjadi tinggi
karena adanya akrab antara karyawan akan menyebabkan meningkatnya kinerja
karyawan.
b) Memudahkan adanya penyelesaian konflik yaitu dengan duduk bersama dengan
orang-orang terkait konflik dan membicarakan semua yang terkait dengan hal
ini akan menyelesaikan secara baik-baik.
c) Saling berbagi informasi yang baru jika ada salah satu pihak mempunyai
informasi yang baru dan penting dan membagikan kepada guru-guru yang lain.

Komunikasi internal terjadi disemua organisasi maupun perusahaan.


komunikasi ini hendaknya dikelola dengan baik karena komunikasi dalah hal yang
penting dalam sebuah organisasi dan sangat rentan terhadap konflik. Namun jika
komunikasi ini berjalan dengan baik maka organisasi perusahaan pun ikut
berkembang.

6.1.4 Kinerja
Menurut Walker (1992: 260), kinerja didefinisikan sebagai pencapaian tugas
atau tujuan. Kinerja merupakan fungsi dari dua usaha dan kecakapan. Menurut
Gomes (2000:142) mengemukakan beberapa kriteria karyawan sebagai berikut :
a. Quatity of work, yaitu jumlah hasil kerja yang didapat dalam satu periode waktu
yang ditentukan.
b. Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat dan
kesesuainnya.

c. Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan


keterampilan.
21

d. Creativeness, yaitu keaslian gagasan yang muncul dan tindakan untuk


menyelesaikan persoalan yang timbul.
e. Cooperative, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain.

Menurut Mangkunegara (2002:67) kinerja merupakan hasil kerja secara


kualitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan menurut Suharsono
(1991) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan perolehan yang dihasilkan dari
fungsi suatu pekerjaan tertentu atau selama satu periode tertentu. Dari kedua pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang dicapai oleh
karyawan dalam satu periode tertentu, yang berkaitan dengan kualitas dan kuantitas
pekerjaan yang dihasilkan secara langsung dan tidak langsung.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil
yang telah dicapai karyawan berdasarkan ukuran yang berlaku untuk suatu tugas atau
pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam waktu tertentu. Tercapainya tugas suatu
perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat didalam
organisasi perusahaan tersebut. Dalam mengelola organisasi sebenarnya adalah
mengolah berbagai ragam sikap dan kemampuan manusia agar mereka bekerja demi
mencapai suatu tujuan yang direncanakan. Namun, dalam pelaksanaannya selalu ada
kemungkinan terjadinya benturan-benturan karena adanya perbedaan kepentingan
yang mengakibatkan prestasi kerja tidak normal.
a. Konsep kerja
Byar dan lyod (1981 : 213), mengatakan bahwa kinerja menunjukan derajat
dan penyelesaian tugas yang menyertai pekerjaan seorang dan kinerja merupakan
suatau refleksi seberapa besar individu memenuhi tuntutan sebuah pekerjaan.
Soeprihanto (2000:7), menyatakan bahwa kinerja seseorang karyawan pada dasarnya
adalah hasil kerja seseorang selama periode waktu tertentu dibandingkan berbagai
kemungkinan, misalnya standar atau target/kriteria lain yang ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama. Soeprihanto (2000:10), menyatakan bahwa
22

penilaian kinerja suatu sistem yang digunakan untuk menilai atau mengetahui apakah
karyawan telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan. Sistem
penilaian kerja harus mempunyai standar pelaksanaan untuk memberikan hasil yang
maksimal.
b. Penilaian kerja
Menurut Mangkuprawira (2003:223) penilaian pekerjaan merupakan proses
yang dilakukan dalam mengevaluasi pekerjaan seseorang. Sedangkan menurut
Mangkunegara (2005:10) penilaian prestasi kerja (performance appraisal) dalah
suatau proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan
melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Penilaian kerja
perlu dilakukan secara subjektif karena akan memotivasi karyawan dalam melakukan
kegiatannya. Disamping itu pula penilaian kinerja dapat memberikan informasi untuk
kepentingan pemberi gaji,promosi dan melihat perilaku karyawan. Apabila hal
tersebut telah dilakukan dengan benar, maka para karyawan, penyedia, departemen
sumber daya manusia dan juga perusahaan akan memperoleh hasil yang
menguntungkan sesuai dengan tujuan organisasi.

6.1.5 Pengaruh antara kepemimpinan transformasional secara parsial terhadap


kinerja karyawan
Kepemimpinan bersifat transformasional adalah atribut charisma
(kepemimpinan yang berkharisma, idealized influence (mempengaruhi bawahan
melalui komunikasi langsung), inspirastional motivation (pemberi motivasi dan
inspirasi), intellection stimulation (pimpinan mendorong memikirkan cara baru untuk
menyelesaikan tugasnya), invidualized consederation (mengahargai dan
memperhatikan bawahannya). Menurut Regina (2010) menyatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah perilaku strategi, sebagai hasil kombinasi dari filsafah,
keterampilan, sifat, sikap, yang sering ditetapkan seorang pemimpin ketika
mempengaruhi kinerja pegawainya. Jadi dapat disimpulkan bahawa kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.
23

6.1.6 Pengaruh antara lingkungan kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan
Lingkungan Kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaan
sehari-hari. Lingkungan kerja yang kondusif memberikan rasa aman dan
memungkinkan para pegawai untuk dapat bekerja optimal. Lingkungan kerja dapat
mempengaruhi emosi pegawai. Jika pegawai menyenangi lingkungan kerja dimana
dia bekerja, maka pegawai tersebut akan betah ditempat kerjanya untuk melakukan
aktivitas sehingga waktu kerja dipergunakan secara efektif dan kinerja pegawai yang
tinggi.

6.1.7 Pengaruh antara komunikasi kerja secara parsial terhadap kinerja karyawan
Komunikasi merupakan proses dinamik yang berfungsi sebagai alat utama
bagi kesuksesan dalam perusahaan dalam hubungan tugas. Kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif dapat menambah peningkatan kinerja, baik individu
maupun organisasi. Itu dapat mengantisipasi masalah, membuat keputusan,
mengkordinasi alur kerja, mengembangkan hubungan, serta mempromosikan produk
dan jasa. Penelitian dari pace dan faules (2005:64) dan untari (2007) mengungkapkan
bahwa komunikasi berpengaruh terhadap kinerja. hal ini berarti pegawai yang
memiliki informasi yang lebih baik akan menjadi pegawai yang baik pula, artinya
karyawan dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

6.1.8 Pengaruh antara gaya kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja,


dan komunikasi kerja secara simultan terhadap kinerja karyawan
Dalam sebuah organisasi gaya kepemimpinan, lingkungan kerja, dan
komunikasi kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini dikarenakan
kepemimpinan yang tegas akan mampu mengayomi bawahan dan dapat
meniingkatkan kepercayaan karyawan terhadap pimpinan. Selain itu lingkungan kerja
juga memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Lingkungan kerja yang nyaman
akan membuat karyawan meningkatkan kinerjanya menjadi lebih baik. Begitu juga
dengan adanya komunikasi kerja yang antara pimpinan dan bawahan yang akan
berpengaruh terhadap kinerja. Komunikasi dapat menciptakan suatu keharmonisan
24

sehingga dapat meningkatkan kinerja lebih baik. Sehingga, gaya kepemimpinan


transformasional, lingkungan kerja, dan komunikasi berpengaruh terhadap kinerja
karyawan.

6.2 Penelitian terdahulu


Kajian empiris dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 6.2 berikut:
Tabel 6.2 Perbedaan Penelitian terdahulu
Nama
Variabel-variabel Metode
No peneliti Hasil kesimpulan
penelitian analisis
(tahun)
1 Iis Torisa Variabel Regresi linier Terdapat pengaruh
Utami independen berganda yang signifikan antara
(2011) *Gaya variabel dependen
kepemimpinan (gaya kepemimpinan
tranformasional tranformasional)
Variabel dependen terhadap variabel
*Motivasi kerja dependen (motifasi
kerja)
2 Sartika Variabel Regresi linier Variabel independen
Hayulinanda independen berganda motivasi (X1),
Halim *Motivasi (X1) lingkungan kerja (X2)
(2012) *Lingkungan kerja berpengaruh
(X2) signifikan terhadap
Variabel dependen variabel dependen
*Kinerja karyawan kinerja karyawan (Y)
(Y) baik secara pasrial
maupun simultan.
Sumber : dari penelitian terdahulu
25

Sartika hayulinanda halim (2012) melakukan penelitian pada PT. Sinar


Galengsong Pratama Makasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh antara motivasi kerja dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan
yang terjadi pada PT. Sinar Galengsong Pratama Makasar. Populasi dalam penelitian
ini adalah jumlah seluruh karyawan PT. Sinar Galengsong Pratama Makasar
sebanyak 230 orang. Dari populasi ini akan ditarik sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini sebagai responden. Tekni penarikan sampel menggunakan teknik
random sampling. Dengan menggunakan rumus slovin maka dapat diketahui jumlah
sampel adalah 70 orang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis linier
berganda dan analisi koefisien determinasi (R2). Dimana variabel independen atau
variabel bebas (X1) motivasi dan (X2) lingkungan kerja, variabel dependen atau
terikat (Y) kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa motivasi dan
lingkungan kerja berpengaruh positif dan signifikan terjadap kinerja karyawan. Yang
ditunjukan dengan hasil perhitungan analisis regresi linear berganda dimana, Y =
12,240 + o,195 + 0,527, dimana 12,240 artinya tidak ada perubahan pada motivasi
dan lingkungan kerja (variabel bebas) maka nilai kinerja karyawan sebesar 12,240
sebagai nilai konstan untuk variabel terikat. 0,195 artinya setiap penambahan
motivasi akan mempengaruhi peningkatan kerja karyawan sebesar 0,195.
0,527artinya setiap penambahan lingkungan kerja akan mempengaruhi peningkatan
kinerja karyawan sebesar 0,527.
Penelitian serupa dilakukan oleh Iis torisa utami (2011) pada PT Trade
Servistama Indonesia-Tanggerang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap motivasi kerja
karyawan pada PT Trade Servistama Indonesia-Tanggerang. Variable dalam
penelitian ini terdiri dari variable bebas dan varibel terikat. Variabel bebas (X) yaitu
gaya kepemimpinan transformasional dan variabel terikat (Y) adalah motivasi kerja
karyawan. Untuk mengukur skor dari variable-variabel tersebut menggunakan
kuesioner yang disebarkan secara langsung kepada karyawan PT Trade Servistama
Indonesia yang berjumlah kurang lebih 256 orang, Selanjutnya pengambilan sampel
26

ini menggunakan propotional random sampling, yaitu pengambilan sampel secara


acak didalam populasi yang sudah dikelompokkan/distratakan. Metode analisis yang
digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunukan bahwa gaya
kepemimpinan transformasional secara parsial berpengaruh terhadap motivasi kerja
karyawan, dimana variable gaya kepemimpinan sebesar 54,2% dan tingkat
signifikansi sebesar 0,002 sehingga dapat disimpulkan bahwa variable gaya
kepemimpinan memilihi hubungan yang positif dan signifikan terhadap motivasi
kerja karyawan. Gaya kepemimpinan transformasional secara simultan berpengaruh
terhadap motivasi kerja karyawan, karena memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,000
dan F hitung 26,168.
Kemudian penelitian yang akan dilakukan oleh Wafeck Racha Al-Ansori
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan
transformasional, lingkungan kerja, dan komunikasi kerja terhadap kinerja karyawan
baik secara parsial maupun simultan. Penelitian ini menggunakan analisis regresi
linier berganda dengan variabel gaya kepemimpinan transformasional (X1),
lingkungan kerja (X2), komunikasi kerja (X3) dan kinerja karyawan (Y).
27

6.3 Kerangka konseptual


Untuk memudahkan pemahaman maka dikembangkan kerangka konseptual
yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam gambar.

Gaya Kepemimpinan
Transformasional (X1)

Lingkungan Kerja Kinerja Karyawan


secara parsial
(X2) (Y)

Komunikasi Kerja

(X3)

Secara simultan

Gambar 1 : Kerangka konseptual


Sumber : data diolah dari berbagai sumber
Dari kerangka konseptual diatas maka dapat disampailan bawah gaya
kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja, komunikasi kerja berpengaruh
langsung terhadap kinerja karyawan baik secara parsial maupun secara simultan.

6.4 Hipotesis
Dari landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan, maka
dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
a. Gaya kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja dan komunikasi kerja
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT.
Indonesia Dwi Sembilan cabang Lumajang kabupaten Lumajang
28

b. Gaya kepemimpinan transformasional secera parsial berpengaruh signifikan


terhadap kinerja karyawan pada PT. Indonesia Dwi Sembilan cabang Lumajang
kabupaten Lumajang
c. Lingkungan kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT. Indonesia Dwi Sembilan cabang Lumajang kabupaten
Lumajang
d. Komunikasi kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan pada PT. Indonesia Dwi Sembilan cabang Lumajang kabupaten
Lumajang.

7. Metodologi Penelitian
7.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan suatu rencana kegiatan yang dibuat oleh
peneliti untuk memecahkan masalah, sehingga akan diperoleh data yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Arikunto (2006:12) berpendapat bahwa rancangan
penelitian adalah suatu usulan untuk memecahkan masalah dan merupakan rencana
kegiatan yang dibuat oleh peneliti untuk memecahkan masalah, sehingga akan
diperoleh data yang valid sesuai tujuan penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang ada,
karakteristik masalah yang diteliti dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai
eksplanatory research dan confirmatory research, yaitu penelitian yang menjelaskan
hubungan kausal dan menguji keterkaitan antara beberapa variabel melalui pengujian
hipotesis atau penelitian penjelasan (Singarimbun dan Efendi, 2004:256).
Penelitian ini dilakukan pada karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan Cabang
Lumajang Kabupaten Lumajang. Penelitian ini juga akan menyajikan pengaruh antara
variabel independen yaitu gaya kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja,
dan komunikasi kerja terhadap variabel dependen yaitu kinerja karyawansecara
parsial maupun simultan.
29

7.2 Populasi dan Sampel Penelitian


7.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Indonesia Dwi
Sembilan Cabang Lumajang Kabupaten Lumajang yang berjumlah 85 orang.

7.2.2 Sampel
Sampel menurut Arikunto (2006:131) adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang akan diteliti. Apabila populasi kurang dari 100 maka lebih baik diambil
semua sedangkan jika populasi lebih dari 100 maka dapat diambil 10% sampai 15%
atau 20% sampai 25% dari populasi. Karena jumlah populasi kurang dari 100 maka
semua diambil sebagai responden penelitian. Jadi penelitian ini disebut penelitian
populasi atau penelitian sensus.

7.3 Jenis Data dan Sumber Data


Data merupakan sumber informasi yang menjadi bahan pokok untuk
mengetahui hal-hal yang ingin diteliti. Data yang digunakan di dalam penelitian ini
berasal dari:
1. Data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil dari jawaban kuisioner karyawan
PT. Indonesia Dwi Sembilan Cabang Lumajang Kabupaten Lumajang.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari buku literatur, jurnal-jurnal di
internet, dan penelitian terdahulu berupa skripsi.

7.4 Metode Pengumpulan Data


1. Kuisioner
Metode pengumpulan data dengan cara memberi pertanyaan tertulis kepada
responden untuk menjawabnya.
2. Studi Literatur
Pengumpulan data dengan membaca dan mengumpulkan informasi serta data-data
yang berhubungan dengan penelitian.
30

7.5. Identifikasi Variabel


Berdasarkan pokok permasalahan dan model analisis yang dikemukakan maka
variabel-variabel yang akan diteliti dan dianalisis dikelompokkan menjadi dua
macam:
1. Variabel independent (X), yaitu variabel bebas yang tidak tergantung pada
variabel lain. Yang termasuk dalam variabel independen dalam penelitian ini
adalah:
Variabel X1 : Gaya Kepemimpinan Transformasioanal
Variabel X2 : Lingkungan Kerja
Variabel X3 : Komunikasi Kerja
2. Variabel dependent (Y), yaitu variabel yang terikat dengan variabel lain. Dalam
variabel ini yang merupakan variabel dependen adalah kinerja karyawan PT.
Indonesia Dwi Sembilan Cabang Lumajang Kabupaten Lumajang.

7.6 Definisi Operasional Variabel dan Skala Pengukuran Variabel


7.6.1 Definisi Operasional
Definisi operasianal variabel adalah faktor-faktor yang digunakan dalam
penelitian. Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel independent atau variabel bebas (X1) gaya kepemimpinan
transformasional menurut Bass (dalam Diana 2011:36)sebagai kemampuan
memotivasi kerja pola kerja dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan
sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan
organisasi. Indikator kepemimpinannya adalah:
a. atribut charisma (pemimpin yang berkharisma)
b. idealized influence (mempengaruhi bawahan melalui komunikasi langsung)
c. inspirational motivation (pemberi motivasi dan inspirasi)
d. intellection stimulation (pimpinan mendorong memikirkan cara baru untuk
menyelesaikan tugas)
e. indivisualized consederation (menghargai dan memperhatikan bawahan)
31

2. Variabel independent atau variabel bebas lingkungan kerja (X2). Lingkungan


kerja merupakan lingkungan dimana karyawan melkukan pekerjaan sehari-hari.
Adapun indikator dari lingkungan kerja (nickita :2012) adalah:
a. Penataan tata ruang
b. Ruang kerja yang luas
c. Lingkungan pekerjaan yang kondusif
d. Penerangan ruang kerja
e. Penataan cahaya
f. Suhu udara
g. Pengaturan tempat ventilasi
h. Keamanan kerja
i. Jaminan keselamatan
j. Ketentraman dan perlindungan kerja
3. Variabel independent atau variabel bebas komunikasi kerja (X3) komunikasi
adalah proses memberikan keterangan pada pihak lain, yaitu komunikasi antara
pimpinan dan karyawan. Indikator menurut Pace dan Faules (2002):
a. Kepercayaan
b. Pembuatan keputusan bersama
c. Kejujuran
d. Keterbukaan dalam komunikasi kebawah
e. Mendengarkan dalam komunikasi keatas
4. Variabel dependent atau variabel terikat kinerja karyawan (Y). kinerja karyawan
adalah hasil yang didapat seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk
pekerjaan yang bersangkutan. Indikatornya adalah:
a. Kualitas pekerjaan
b. Kuantitas pekerjaan
c. Pengetahuan akan pekerjaan
d. Kreatifitas
e. Kooperatif
32

7.6.2 Skala Pengukuran Variabel


Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert yang
dimodifikasi dari 5 kategori jawaban (Skala Likert asli) menjadi 4 kategori jawaban.
Dengan skala likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel,
kemudian akan dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang
berupa pertanyaan atau pernyataan.
Bentuk pilihan ganda diberi skor sebagai berikut :
1. Sangat Setuju = diberi skor 4
2. Setuju = diberi skor 3
3. Tidak Setuju = diberi skor 2
4. Sangat tidak setuju = diberi skor 1
Modifikasi skala likert dari 5 kategori jawaban menjadi 4 kategori jawaban
dengan meniadakan kategori jawaban ditengah berdasarkan tiga alasan berikut (Hadi,
1999:20):
1. Kategori undecided (kategori jawaban ditengah) itu mmpunyai arti ganda, bisa
diartikan belum dapat memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep asli),
bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setujupun tidak, atau bahkan ragu-
ragu. Kategori jawaban yang ganda arti (multi interpretable) ini tentu saja tidak
diharapkan dalam instrumen.
2. Tersedianya jawaban di tengah itu menimbulkan kecenderungan menjawab ke
tengah, terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas kecenderungan jawabannya,
ke arah setuju atau tidak setuju.
3. Maksud kategoru menjadi 4 jawaban adalah untuk melihat kecenderungan
pendapat responden, ke arah setuju atau ke arah tidak setuju. Jika desediakan 5
jawaban, akan menghilangkan banyak data penelitian sehingga mengurangi
banyaknya inforamsi yang dapat diperoleh dari responden.
33

7.7 Pengujian Instrumen


7.7.1 Uji Validitas
Menurut Widayat (2004:87) validitas adalah suatu pengukuran yang mengacu
pada proses dimana pengukuran benar-benar bebas dari kesalahan sistimatis dan
kesalahan random. Pengukuran yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pada penelitian ini, digunakan validitas Pearson berdasarkan rumus korelasi
product moment. Adapun kriteria pengujiannya adalah: Apabila r hitung < r tabel
maka instrumen tidak valid sedangkan apabila r hitung r tabel instrumen valid.
(Singarimbun, 2005:137).
Nilai r hitung dapat diperoleh berdasarkan rumus sebagai berikut:
n .  XY - ( X) . ( Y)
n .  X 2 - ( X)2 . n .  Y 2 - ( Y)2
r=
Dimana:

r = Koefisien Korelasi

n = Jumlah sampel

X = Skor tiap butir

Y = Skor Total

7.7.2 Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas dan hanya pertanyaan-
pertanyaan yang telah dianggap valid. Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur
suatu kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Kehandalan
berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur apabila dilihat dari stabilitasa
atau konsistensi internal dari jawaban atau pertanyaan jika pengamatan dilakukan
secara berulang.
34

Kuesioner dikatakan handala (reliable) jika jawaban seseorang terhadap


npertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Uji
coba terhadap butir pertanyaan yang valid dilakukan untuk mengetahu kehandalan
butir pertanyaan tersebut dengan bantuan SPSS. Cara yang digunakan untuk menguji
reliabilitas kuesioner adalah dengan menggunakan rumus koefisien cronbach Alpha.
Kriteria penguji reliabilitas adalah sebagai berikut (Santoso, 2002:200):
a. Alpha >0,20 konstruk (variabel) memiliki reliabilitas.
b. Alpha >0,20 konstruk (variabel) tidak memiliki reliabilitas.

7.8 Metode Analisis Data


7.8.1 Uji normalitas data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak (Priyatno, 2008:28). Noramalitas data merupakan
syarat yang harus dipenuhi oleh suatu sebaran data sebelum melakukan analisis
regresi. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan model regresi yang baik. Model regresi
yang baik adalah data yang berdistribusi normal atau mendekati normal (Santoso,
2004 : 212). Uji normalitas yang dilakukan terhadap sample dengan menggunakan
Kolmogorov-Smirnov Test dengan menetapkan derajat keyakinan (α) sebesar 5%. Uji
ini dilakukan pada variabel dengan ketentuan bahwa jika secara individual masing-
masing variabel memenuhi asumsi normalitas, maka secara simultan variabel-variabel
tersebut juga bisa dinyatakan memenuhi asumsi normalitas. Kriteria pengujian
dengan melihat Kolmogorov-Smirnov Test adalah sebagai berikut :
a. Jika signifikasi > 0,05 maka data tersebut berdistribusi normal.
b. Jika signifikasi < 0,05 maka data tersebut tidak berdistribusi normal.

7.8.2 Analisis Regresi Berganda


Dalam penelitian ini untuk menganalisis data hasil penelitian digunakan
metode regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat, yaitu dari gaya kepemimpinan transformasional (X1),
lingkunga kerja (X2), komunikasi kerja (X3) terhadap kinerja(Y).
35

Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis


berganda dengan persamaan analisis sebagai, (Gujarati 2003) berikut:
Y = a + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Dimana :
Y = variabel kinerja karyawan
X1 = variabel gaya kepemimpinan transformasional
X2 = variabel lingkungan kerja
X3 = variabel komunikasi kerja
β = koefesien regresi
e = variabel pengganggu (error)
a = konstanta

7.9 Uji Asumsi Klasik


Agar regresi yang dihasilkan dapat memenuhi syarat sebagai best linier
unbiased estimator (BLUE), maka regresi perlu diuji dengan dasar asumsi klasik
metode kuadran kecil (OLS / Ordinary Least Square). Metode regresi dikatakan
BLUE apabila tidak terdapat multikolinearitas, heteroskedastisitas, autokorelasi.

7.9.1 Uji Multikolinieritas


Uji Multikolinieritas merupakan pengujian dari asumsi yang berkaitan bahwa
antara variabel-variabel bebas dalam suatu model tidak saling berkolerasi satu dengan
yang lainnya. Kolinieritas ganda terjadi apabila terdapat hubungan tiap-tiap variabel
bebas secara individu terhadap variabel terikat. Salah satu cara untuk melihat
terjadinya multikolinieritas yaitu dengan melihat nilai VIF. Jika nilai VIF>10 maka
terjadi multikolinieritas (Ghozali,2006:92). Apabila dari model regresi terjadi
multikolinieritas, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan untuk
mengatasinya yaitu dengan menghapus salah satu variabel kolinier, sepanjang tidak
menyebabkan specification error ( Yarnes, 2004:68).
36

7.9.2 Uji Autokolerasi


Autokolerasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1. Untuk mengetahui apakah terjadi autokorelasi atau
tidak dapat menggunakan Durbin Watson Test sebagai berikut (Santoso,2004:219):
a. Jika koefisien DW dibawah -2 berarti ada otokorelasi positif.
b. Jika koefisien DW diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada otokorelasi.
c. Jika koefisien DW diatas +2 berarti ada otokorelasi negatif.
Model regresi yang baik jika dalam regresi tidak terjadi atau bebas dari
autokorelasi.

7.9.3 Uji Heteroskedastisitas


Uji Heteroskedastisitas berarti varians variabel dalam model tidak sama,
sehingga estimator yang diperoleh tidak efisien. Hal tersebut disebabkan varians yang
tidak memenuhi. Untuk mengetahui ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan
dengan menggunakan Uji Park Gletser. Menurur Gujarati (2003:177) pengujian
heteroskedastisitas dimaksudkan untuk menguji apakah variabel kesalahan
pengganggu tidak konstan untuk semua variabel bebas. Apabila hasil regresi absolut
terdapat selurah variabel bebas mempunyai t hitung yang tidak signifikan maka dapat
dikatakan bahwa model penelitian lolos dari adanya heteroskedastisitas.

7.9.3 Uji Normalitas Model


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar, maka
uji statistic menjadi tidak valid atau bias terutama untuk sampel kecil. Uji normalitas
dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu melalui pendekatan grafik (histogram
dan P-P Plot) atau uji Kolmogorov – smirnov, chi- square, liliefors maupun Shapiro-
wilk.
37

7.9.5 Uji Hipotesis


a. Uji F
Uji F adalah uji signifikansi untuk melihat pengaruh variabel independen
yaitu: gaya kepemimpinan transformasional, lingkungan kerja, dan komunikasi
kerja , secara simultan terhadap variabel dependen yaitu kinerja karyawan.
Langkah - langkah pengujian dalam Raka Mahendra S (2012):
1) Merumuskan hipotesa
Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0, berarti secara bersama-sama ada pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat.
2) Menentukan taraf nyata/ level of significance = α
Taraf nyata / derajad keyakinan yang digunakan sebesar α = 1%, 5%, 10%.
Derajat bebas (df) dalam distribusi F ada dua, yaitu :
df numerator = dfn = df1 = k – 1
df denumerator = dfd = df2 = n – k
Dimana:
df = degree of freedom/ derajad kebebasan
n = Jumlah sampel
k = banyaknya koefisien regresi
3) Menentukan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesa nol diterima atau
tidak.
Ho diterima apabila F hitung ≤ F tabel, artinya semua variabel bebas secara
bersama-sama bukan merupakan variabel penjelas yang signifikan terhadap
variabel terikat.
Ho ditolak apabila F hitung > F tabel, artinya semua variabel bebas secara
bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
38

4) Menentukan uji statistik nilai F


Bentuk distribusi F selalu bernilai positif

5) Mengambil keputusan
Keputusan menolak Ho atau menolak Ho menerima Ha.
Nilai F tabel yang diperoleh dibanding dengan nilai F hitung apabila F hitung
lebih besar dari F tabel, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen.

b. Koefisien Determinasi Berganda (R2)


Koefisien Determinasi Berganda (R2) digunakan untuk pengukuran ketepatan
dari model analisis yang di buat. secara umum dapat dikatakan bahwa besarnya
koefisien determinasi (R2) berada diantara 0≤ R2≤1. Koefisien Determinan Berganda
dihitung dengan formulasi sebagai berikut (Hasan, 1999:263) :

Dimana:
R2 = Koefisien determinan berganda
b1, b2 = Koefisien regresi
X1, X2 = Variabel bebas
Y = Variabel terikat

c. Uji t
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat dengan digunakan hipotesis ( uji t ). Sedangkan rumus t hitung adalah sebagai
berikut (Algifari, 1997 : 124) :
39

Dimana :
t : hasil t hitung
b : koefisen regresi variabel bebas
sb : standart error variabel bebas
Langkah pengujian hipotesis :
1) Apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, hal ini berarti variabel
bebas (X1 : gaya kepemimpinan transformasional, X2 : lingkungan kerja, X3 :
komunikasi kerja,) berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y : kinerja
karyawan).
2) Apabila t hitung ≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Hal ini berarti
variabel bebas (X1 : gaya kepemimpinan transformasional, X2 : lingkungan kerja,
X3 : komunikasi kerja) tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y :
kinerja karyawan).
Tahapan uji signifikansi sebagai berikut :
1) Merumuskan hipotesis :
Ho : β1,β2 = 0, berarti tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat.
Ha : β1,β2 ≠0, berarti ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
2) Menetukan tingkat signifikansi
Tingkat signifikansi yang ditolerir 5 % ( α=5 % )
3) Membandingkan nilai signifikansi α=5 %
Untuk menentukan apakah hipotesis nol diterima atau ditolak dibuat ketentuan
seperti :
1) Apabila signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak yang artinya bahwa variabel bebas
memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.
2) Apabila signifikansi > 0,05 maka Ho diterima yang artinya bahwa variabel
bebas tidak memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.
40

8. Kerangka Pemecahan Masalah

Start

Pengumpulan Data

Tidak valid &


Uji Instrumen:
reliabel
Uji Validitas, Uji Reliabilitas

Uji Normalitas Data

Analisis Regresi Linier Berganda

Uji Asumsi Klasik

Uji Hipotesis

Pembahasan

Kesimpulan

Stop

Gambar 2 : Kerangka Pemecahan Masalah


41

Keterangan Kerangka Pemecahan Masalah :


1. Start merupakan berbagai persiapan materi untuk mencari data.
2. Pengumpulan data yaitu mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian melalui wawancara dan penyebaran kuesioner.
3. Melakukan uji instrumen dengan metode analisis data meliputi uji validitas dan
uji reliabilitas
4. Uji normalitas data, untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
berdistribusi normal atau tidak
5. . Jika dari uji normalitas data diketahui bahwa data berdistribusi normal, maka
langkah selanjutnya menganalisis variabel bebas terhadap kinerja karyawan
dengan analisis regresi linear berganda.
6. Uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah terdapat multikolinieritas,
heteroskedastisitas, autokorelasi normalitas model.
7. Melakukan Uji Hipotesis ( Uji F, R2 , Uji t).
8. Pembahasan .
9. Menyimpulkan hasil penelitian.
10. Stop yaitu berakhirnya dari penelitian yang dilakukan.
42

DAFTAR PUSTAKA

Algifari. 1997. Analisis Regresi : Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta : BPFE.

Arikunto. S (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rieka


Cipta.

Cholida, Nickita.,2008 Pengaruh Gaya Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja


Terhadap Prestasi Kerja Karyawan PT. Tempu Rejo Gudang Tembakau
Kecamatan Mayang Kabupaten Jember.
Ghozali, Imam. 2006. Analisis multivariate dengan SPSS. Semarang : BPFE.
Universitas Diponegoro.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta :Erlangga.
Hasan, Iqbal. 1999. Pokok – Pokok Materi Statisti 1(statistic deskriptif). Jakarta :
Bumi Aksara.
Hassibuan, Malayu, 1999, Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan
Produktivitas, Jakarta, Bumi Aksara.
Iis Torisa Utama, 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Tranformasional Terhadap
Motivasi Kerja Karyawan Pada PT. Trade Servistama Indonesia-Tanggerang.
Lasswell,Harold D.2004. the structure and action of communication in
society.Jakarta : Gramedia Utama.
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2000. MSDM Perusahaan. Penerbit Remaja
Rosdakarya. Bandung.
Martoyo, Susilo, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, BPFE
Nitisemito, Alex. 2001. Manajemen Personalia. Jakarta: Ghalian Indonesia.
Pace, R. Wayne;Don F Faules.2002. Komunikasi Organisasi (strategi peningkatan
kinerja perusahaan).Jakarta:Remaja Rosda Karya.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar spss. Yogyakarta:Mediakom
Robbins, Stephen.P.2001. Perilaku Organisasi.Jilid Pertama.Edisi Delapan.Jakarta:
Pearson Education Asia pte. PT Prahelindo.
Sartika Hayulinanda Halim, 2012. Analisis Pengaruh Motivasi Dan Lingkungan
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Sinar Galengsong Pratama
Makasar.
43

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 2005. Metode Penelitian Survey. Edisi
Revisi Pustaka. Jakarta : LP3ES.
Siagian, Sondang, P, 2002, Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta, Rineka
Cipta.
Tobing, Diana Sulianti K.2011. Kepemimpinan. Diktat. Jember: Universitas Jember.
Timpe, A Dale, 2000, Kinerja Seri Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gramedia
Pustaka Tama.
Santoso, Singgih. 2004. Buku Latian SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Widayat. 2004. Metode Penelitian Pemasaran : Aplikasi Software SPSS. Edisi
Pertama. Malang : Universitas Muhammadiyah.
Yulk, Gary.2005 Kepemimpinan Dalam Organisasi. PT Indeks. Jakarta.
44

Kuesioner Penelitian

Kepada :
Yth. Bapak/Ibu/Sdr
Karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan Cabang Lumajang
di Tempat

Dengan hormat
Dengan ini saya Wafiek Racha Al Ansori mahasiswa jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universita Jember yang sedang melakukan penelitian dalam
rangka penyusunan skripsi guna memenuhi syarat menyelesaikan program studi strata
1 (S1). Adapun judul skripsi yang saya ambil adalah :Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Transformasional, Lingkungan Kerja dan Komunikasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan PT. Indonesia Dwi Sembilan cabang Lumajang.
Dengan segenap kerendahan hati, peneliti mohon dengan hormat
Bapak/Ibu/Sdr dapat berpartisipasi dalam pengisian daftar pertanyaan-pertanyaan
berdasarkan keadaan yang sebenar-benarnya. Adapun jawaban yang diberikan,
peneliti tidak mempubikasikan serta menjamin kerahasiaan jawaban, karena data
tersebut peneliti gunakan hanya untuk menyelesaikan penelitian ini.
Demikian permohonan ini disampaikan, peneliti mengucapkan terimakasih
atas kesediaan dan kerjasama Bapak/Ibu/Sdr yang telah berkenan meluangkan waktu
untuk mengisi kuesioner ini

Hormat saya,

Wafiek Racha Al Ansori


45

Daftar Kuesioner
1. Identitas Responden
a. Nomer Responden :
b. Nama :
c. Jenis Kelamin :
d. Umur :
e. Pendidikan Terakhir :
f. Lama Bekerja :
g. Status Perkawinan :

2. Petunjuk Pengisian
Pertanyaan – pertanyaan berikut ini mohon dijawab dengan jujur sesuai dengan
keadaan serta kemyataan yang ada. Kemudian isilah pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini dengan memberikan tanda centang pada jawaban yang dianggap benar. Terdapat 4
(empat) pilihan jawaban, yaitu :
Sangat Setuju (SS) : skor 4
Setuju (S) : skor 3
Tidak Setuju (ST) : skor 2
Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1
46

Kepemimpinan (X1)

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Pemimpin saya adalah pemimpin


yang berkharisma.

2. Pimpinan saya mempengaruhi


bawahan dengan komunikasi
langsung.

3. Pemimpin saya adalah orang yang


memberi motivasi dan inspirasi.

4. Pemimpin saya mendorong


pemikiran baru dalam
menyelesaikan tugas saya.

5. Pemimpin saya menghargai dan


memperhatikan saya dalam bekerja
47

Lingkungan Kerja (X2)

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Penataan ruang kerja memberikan


kenyaman dalam bekerja.
2. Ruang kerja yang luas dan nyaman
mendukung aktivitas bekerja.
3. Lingkungan perusahaan relatif
lapang dan mampu menunjang
proses kerja.
4. Penerangan dalam ruang kerja dapat
mempelancar dalam bekerja.
5. Penataan tata cahaya perusahaan
sangat baik, sehingga tidak
mengganggu aktivita bekerja.
6. Suhu udara ditempat kerja nyaman
untuk bekerja.
7. Pengaturan ventilasi diperusahaan
membuat kerja akan lancar.
8. Keamanan kerja merupakan hal yang
penting bagi karyawan.
9. Perusahaan harus memberikan
jaminan keselamatan bagi setiap
karyawan.
10. mendapatkan ketentraman dan
perlindungan dalam bekerja.
48

Komunikasi Kerja (X3)

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Sistem kepercayaan selalu


diterapkan pada karyawan dan
pimpinan dalam menyampaikan
informasi.

2. Saya dilibatkan dalam


pembuatan keputusan yang
diambil untuk kebaikan bersama.

3. Dalam kesehariannya kejujuran


adalah hal yang penting dalam
membina komunikasi.

4. Selalu terdapat keterbukaan


dalam komunikasi yang
dilakukan oleh pimpinan.

5. Pimpinan mendengarkan
pendapat dari karyawan sebagai
sebuah saran demi kebaikan
bersama.
49

Kinerja (Y)

Jawaban
No Pernyataan
SS S TS STS

1. Saya berusaha untuk


menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan target dan batas waktu
yang ditentukan.

2. Saya melaksanakan tugas atau


pekerjaan sesuai dengan tugas
dan fungsi yang telah ditetapkan.

3. Saya memiliki pengetahuan


yang cukup tentang pekerjaan
yang dilakukan.

4. Saya memiliki gagasan atau


tindakan-tindakan untuk
menyelesaikan masalah didalam
pekerjaan

5. Saya bersedia bekerja sama


dengan karyawan lain didalam
menyelesaikan tugas

Anda mungkin juga menyukai