Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KAIDAH YANG DIBUTUHKAN OLEH MUFASSIR


BAGIAN I : KATA GANTI DAN TA'RIF WA TANKIR
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kelompok
Dosen Pengampu : K. M. Lutfi Hakim, S.Pd

Disusun oleh :
1. Fazlur Rohman : 40020008

2. Lukman Hakim : 40020011

3. Taufikurrahman : 40020033

PRODI TAFSIR WA 'ULUMUHU


MA'HAD ALY AL-IMAN BULUS, INDONESIA
TAHUN 1441 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk menekuni suatu ilmu apapun seseorang harus mengetahui dasar-dasar umum
dan ciri khasnya ilmu tersebut. Sehingga ia mampu memahami secara mendalamt. Tidak
hanya dasar-dasar umum, seorang juga harus mempelajari ilmu-ilmu lain sebagai
penunjang yang diperlukan sesuai dengan kadar yang diperlukan, sehingga disaat
memasuki perincian-perincian detail masalahnya ia telah memiliki kunci
penyelesaiannya.
Ketika Al-Qur'an diturunkan menggunakan bahasa Arab seperti dituliskan dalam
surat Yusuf ayat 2 : { )2( َ‫[ }ِإنَّا َأ ْن َز ْلنَاهُ قُرْ آنًا َع َربِيًّا لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون‬2 :‫ ]يوس[[ف‬maka, kaidah-kaidah
yang dibutuhkan seorang mufassir terpusat pada kaidah kaidah bahasa Arab, pemahaman
dasar-dasar bahasa Arab, penghayatan gaya bahasa Arab, dan penguasaan asror (rahasia-
rahasia) bahasa Arab. Karena demikian ini maka banyak sekali perincian-perincian yang
betebaran, dan kajian lengkap mengenai cabang ilmu bahasa Arab. Namun, disini kami
hanya akan mengemukakan secara singkat beberapa hal-hal penting yang harus diketahui
dulu. Pertama, kajian mengenai dhomir (kata ganti), kedua, mengenai Ma'rifat dan
Nakiroh dalam Al-Qur'an.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah:
1. Apa saja kajian mengenai kaidah dhomir (kata ganti) dalam Al-Qur'an yang perlu
diketahui?
2. Apa saja kajian dan pembahasan mengenai kaidah Ma'rifat dan Nakiroh dalam Al-
Qur'an?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1. Memahami kaidah Dhomir (kata Ganti) dalam Al-Qur'an
2. Memahami kaidah Ta'rif dan Tankir (Ma'rifat dan Nakiroh) dalam Al-Qur'an.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DHOMIR (KATA GANTI)
Dhamir (Kata Ganti) memiliki kaidah-kaidah kebahasaan tersendiri yang digali oleh
'ulama-ulama sintaksis Arab dari Al-Qur'an, sumber-sumber asli bahasa Arab, Hadits Nabi,
dan Perkataan orang arab berupa Syiir (nadzhom) dan Prosa ( Kalimat tak bersajak). Ibnu
Al-Anbari telah menyusun berjilid-jilid kitab yang khusus membahas dhomir dalam Al-
Qur'an.
Pada dasarnya, dhomir digunakan untuk mempersingkat perkataan, agar tidak perlu
menyebutkan lafal yang banyak dan menempatkan kata-kata tersebut sesuai ma'nanya
tanpa adanya pengulangan. Sebagai contoh, dalam ayat {)35( ‫[ } َأ َع َّد هَّللا ُ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةً َوَأجْ رًا َع ِظي ًما‬
35 :‫ ]األح[[[زاب‬dalam ayat diatas dhomir ‫ هم‬menempati 20 kalimat jika diungkapkan
menggunakan isim dhohir. 20 kalomat itu disebutkan pada permulaan ayat yaitu :
‫ت‬
ِ ‫الص [ابِ َرا‬ َّ ‫الص[ابِ ِرينَ َو‬ َّ ‫ت َو‬ ِ ‫الص[ا ِدقَا‬َّ ‫ت َوالصَّا ِدقِينَ َو‬ ِ ‫ت َو ْالقَانِتِينَ َو ْالقَانِتَا‬ِ ‫ت َو ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬ ِ ‫{ِإ َّن ْال ُم ْسلِ ِمينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬
ِ ‫ُوجهُ ْم َو ْال َحافِظَ[[ا‬
َّ [‫ت َوال‬
َ‫[ذا ِك ِرين‬ َ ‫ت َو ْال َح[ افِ ِظينَ فُ[ر‬ ِ ‫ت َوالصَّاِئ ِمينَ َوالصَّاِئ َما‬ ِ ‫ص ِّدقَا‬ َ َ‫ص ِّدقِينَ َو ْال ُمت‬ َ َ‫ت َو ْال ُمت‬ ِ ‫َو ْالخَا ِش ِعينَ َو ْالخَا ِش َعا‬
.]35 :‫) } [األحزاب‬35( ‫ت َأ َع َّد ُ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةً َو جْ رًا َع ِظي ًما‬
‫َأ‬ ‫هَّللا‬ ِ ‫هَّللا َ َكثِيرًا َوال َّذا ِك َرا‬
Setiap dhomir Ghoib (kata ganti pertama) memerlukan tempat kembali atau penjelas,
atau kata-kata yang digantikannya, dan hukum asal mufassar dhomir ghoib harus
mendahului dhomirnya. Ahli Nahwu memberikan alasan bagi ketentuan ini, sebab, bahwa
dhomir mutakallim (kata ganti orang pertama) dan mukhotob (kata ganti orang kedua)
telah dapat diketahui maksudnya melalui keadaan yang melingkupinya, sedangkan dhomir
ghoib (kata ganti orang ketiga) tidak perlu alasan ini (sudah jelas). Maka dari itu, hukum
asal tempat kembalinya dhomir harus didahulukan agar apa yang dimaksud dapat
diketahui terlebih dahulu. Itulah sebabnya ulama nahwu berkata : "kembalinya dhomir
tidak boleh kembali pada lafal setelahnya baik secara lafal atau urutan". Namun, mereka
mengecualikan beberapa masalah yang mana dhomir kembali kepada lafal yang tidak
perlu disebutkan, sebab adanya dalil atau qorinah (indikasi) yang menunjukkan pada lafal
tersebut. Atau keadaan lain yang melingkupi pembicaraan tersebut. Ibnu Malik dalam
kitab At-Tashil berkata : "pada dasarnya, marji' dhomir ghoib harus didahulukan. Marji'
adalah lafal yang terdekat dengannya kecuali adanya dalil lain. Terkadang marji' itu
disebutkan jelas menggunakan lafal, terkadang juga tidak disebutkan karena adanya dalil
atau indikasi yang diketahui baik secara indrawi ataupun penalaran (sudah diketahui), atau
karena telah disebutkannya sesuatu yang merupakan bagian marji' atau keseluruhannya,
atau imbangannya, atau yang menyertainya dalam bentuk apapun.
Dengan demikian, marji' dhomir ghoib disebutkan sebelumnya dan harus sesuai
dengannya-inilah yang banyak dan umum-seperti dalam firman-Nya : {‫َونَادَى نُو ٌح ا ْبنَهُ َو َكانَ فِي‬
‫[ز ٍل‬ِ [‫[ } َم ْع‬42 :‫ ]ه[[ود‬atau yang mendahuluinya itu mengandung apa yang dimaksud oleh
dhomir. Seperti dalam firman-Nya :
{‫[ } يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا قَوَّا ِمينَ هَّلِل ِ ُشهَدَا َء بِ ْالقِ ْس ِط َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم َعلَى َأاَّل تَ ْع ِدلُوا ا ْع ِدلُوا ه َُو َأ ْق َربُ لِلتَّ ْق َوى‬
8:‫ ]المائدة‬dhomir ‫ هو‬kembali kepada keadilan (‫ )العدل‬yang terkandung dalam lafal ‫ اعدلوا‬.
maksudnya keadilan itu lebih dekat kepada ketakwaan. Atau lafal yang mendahuluinyaitu
menunjuk kepada dhamir berdasarkan kelaziman (hubungan yang tak terpisahkan) seperti
dalam firman-Nya :
]178 :‫ُوف َوَأدَا ٌء ِإلَ ْي ِه بِِإحْ َسا ٍن} [البقرة‬ ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬ ٌ ‫{ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن َأ ِخي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا‬
Dhomir pada lafad ‫ إليه‬kembali pada lafad al-'afi(orang yang memaafkan) yang harus ada
karena adanya lafad ‫(عفي‬dimaafkan).
Marji' dhomir juga terkadang terletak sesudah dhomir itu sendiri. Namun, hal itu
hanya dalam pengucapannya tidak dalam kedudukannya. Seperti dalam firman-Nya :{
)67( ‫س فِي نَ ْف ِس ِه ِخيفَةً ُمو َسى‬ َ ‫[ }فََأوْ َج‬67 :‫]طه‬
Marji' dhomir terkadang juga terletak setelah dhomir baik secara lafal maupun
kedudukan. Seperti halnya dalam dhomir ‫شأن‬, dhomir ‫ نعم‬,‫قصة‬, dan ‫بئس‬. Seperti dalam
firman-Nya :
:‫)} [الكه[ف‬50( ‫س لِلظَّالِ ِمينَ بَ[ َداًل‬ َ ‫] {بِْئ‬97 :‫ص[ةٌ} [األنبي[اء‬ َ ‫] { فَ[ِإ َذا ِه َي َشا ِخ‬1 :‫)} [اإلخالص‬1( ‫{قُلْ ه َُو هَّللا ُ َأ َح ٌد‬
]177 :‫] { َسا َء َمثَاًل ْالقَوْ ُم} [األعراف‬50
Selain itu terdapat juga lafal yang datang sesudah dhomir, menunjukkan marji'
dhomir seperti firman-Nya : { ‫ت ْالح ُْلقُو َم‬ ِ ‫[ }فَلَوْ اَل ِإ َذا بَلَ َغ‬83 :‫ ]الواقعة‬dhomir rofa' yang tersimpan
disini ditunjukkan oleh lafal ‫ الحلقوم‬maka, lengkapnya ketika ruh sampai di tenggorokan.
Marji' adakalanya dapat dipahami melalui konteks kalimat seperti dalam firman-Nya :
{‫[ } ُكلُّ َم ْن َعلَ ْيهَا فَا ٍن‬26 :‫ الرحمن‬maksud dari lafal ‫ عليها‬ialah lafal ‫ على األرض‬. dan firman
Allah : {‫[ } ِإنَّا َأ ْنزَ ْلنَاهُ فِي لَ ْيلَ ِة ْالقَ ْد ِر‬1 :‫ ]القدر‬yakni Kami turunkan Al-Qur'an dan firman : {‫س‬ َ َ‫َعب‬
َّ
‫[ } َوت ََولى‬1 :‫ ]عبس‬yakni Nabi Muhammad SAW. Dan firma-Nya : {ُ‫[ } ْم يَقولونَ افتَ َراه‬13 :‫]هود‬ ْ ُ ُ ‫َأ‬
huruf wawu dalam lafal ‫ يقولون‬kembali kepada orang-orang musyrik, dan dhomir fail
lafal ‫ اف[[ترى‬kembali kepada Nabi Muhammad SAW, sedangkan dhomir maf'ulnya
kembali kepada Al-Qur'an.
Dhomir terkadang kembali kepada lafal bukan kepada makna seperti firman-Nya :
{ ‫ب‬ ٍ ‫[ر ِه ِإاَّل فِي ِكتَ[ا‬
ِ ‫[ } َو َم[ا يُ َع َّم ُر ِم ْن ُم َع َّم ٍر َواَل يُ ْنقَصُ ِم ْن ُع ُم‬11 :‫ ]ف[اطر‬dhomir pada lafal ‫عم[ره‬
kembali kepada lafal ‫ معمر‬namun yang dimaksud adalah ‫ معمر‬yang lain. Al-farra berkata
: yang dimaksud ialah mu'ammar yang lain. Bukan mu'ammar yang pertama, tetapi ia
dikinayahkan dengan dhomir seakan-akan ia adalah mu'ammar yang pertama. Hal ini
dikarenakan jika lafal itu ditampakkan maka sama persis dengan lafal pertama sehingga,
akan berbunyi ‫ الينقص من عمر معمر‬jadi jelaslah bahwa dhomir pada lafal ‫ من عمره‬kembali
kepada lafal mu'ammar yang lain. Bukan mu'ammar yang pertama. Seperti halnya
ucapan : ‫ عندي درهم ونصفه‬maksudnya separuh dirham yang lain.
Terkadang dhomir kembali kepada makna saja seperti pada ayat :
‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َما تَ َركَ َوهُ َو يَ ِرثُهَا ِإ ْن لَ ْم يَك ْن لهَا‬
َ ُ ٌ ‫ْس لَهُ َولَ ٌد َولَهُ ُأ ْخ‬ َ ‫ك قُ ِل هَّللا ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِي ْالكَاَل لَ ِة ِإ ِن ا ْم ُرٌؤ هَلَكَ لَي‬َ َ‫{يَ ْستَ ْفتُون‬
]176 :‫ك} [النساء‬ َ ‫َولَ ٌد فَِإ ْن َكانَتَا ْاثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما الثُّلُثَا ِن ِم َّما تَ َر‬
Dhomir pada lafal ‫ كانتا‬tidak didahului lafal tasniyah yang kembali kepadanya. Hal itu
karena pada kalalh dapat dipakai untuk mufrod, tasniyah tau jama'. Jadi pen-tasniyah-an
dhomir yang kembali pada kalalah itu didasarkan pada maknanya juga seperti pada : {
‫ص[ ُدقَاتِ ِه َّن نِحْ لَ[ةً فَ[ِإ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش[ ْي ٍء ِم ْن[هُ نَ ْف ًس[ا‬َ ‫[ } َوآتُ[[وا النِّ َس[ا َء‬4 :‫ ]النس[اء‬dhomir pada ‫ منه‬kembali
kepada makna ‫ الص[[دقات‬sebab lafal ini bermakna dengan lafal ‫ الص[[داق‬atau ‫م[[ا أص[[دق‬
9sesuatu yang dijadikan mahar). Ayat ini seakan-akan berbunyi ‫َوآتُوا النِّ َساء صداقهن او ما‬
‫أصدقتموهن‬
Terkadang dhomir ini disebutkan terlebih dahulu dan kemudian diberi predikat
dengan lafal yang menjelaskannya seperti firmannya : {‫[ }ِإ ْن ِه َي ِإاَّل َحيَاتُنَا ال ُّد ْنيَا‬29 :‫]األنعام‬
Terkadang dhomir di tasniyahkan padahal ia kembali kepada salah satu dari dua hal
yang telah disebutkan. Misalnya : { ُ‫[ } يَ ْخ ُر ُج ِم ْنهُ َما اللُّْؤ لُُؤ َو ْال َمرْ َجان‬22 :‫ ]الرحمن‬mutiara dan
marjan dari salah satu dua laut, yaitu laut yang asin bukan laut yang tawar. Karena jika
mutiara keluar dari salah satunya maka akan dipandang keluar dari keduanya. Inilah
pendapat Az-Zujaj dan yang lain.
Terkadang dhomir juga kembali kepada sesuatu yang ada hubungan erat dengannya
seperti pada ayat : {‫[ }لَ ْم يَ ْلبَثُوا ِإاَّل َع ِشيَّةً َأوْ ضُ َحاهَا‬46 :‫ ]النازعات‬yang dimaksud dengan dhomir
ha' pada lafal dhuhaha adalah waktu duha hari itu bukan waktu dhuha sore (menjelang
malam) itu, karena waktu sore(menjelang malam) tidak memiliki waktu dhuha.
Dalam penggunaan dhomir mula-mula, yang diperhatikan adalah segi lafal,
kemudian dalam segi makna. Seperti ayat : { ‫اس َم ْن يَقُو ُل آ َمنَّا بِاهَّلل ِ َوبِ ْاليَوْ ِم اآْل ِخ[ ِر َو َم[[ا هُ ْم‬
ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
َ‫[ }بِ ُم[ ْؤ ِمنِين‬8 :‫ ]البق[[رة‬dhomir pada lafal ‫ يق[[ول‬dimufrodkan berdasarkan pada lafal man
kemudian pada lafal ‫ وماهم‬dijamakkan didasarkan kepada maknanya.

B. TA'RIF DAN TANKIR (ISIM MA'RIFAT DAN NAKIROH)


1. Penggunaan Isim Nakiroh
Penggunaan isim Nakiroh mempunyai beberapa fungsi :
a. Menunjukkan makna satu seperti : {‫صى ْال َم ِدينَ ِة َر ُج ٌل يَ ْس َعى‬ َ ‫[ } َو َجا َء ِم ْن َأ ْق‬20 :‫ ]يس‬lafal
‫ رجل‬menunjukkan seorang laki-laki.
b. Menunjukkan suatu macam seperti : {‫اس َعلَى َحيَ[[ا ٍة‬ ِ َّ‫ص الن‬ َ ‫[ } َولَتَ ِج َدنَّهُ ْم َأحْ َر‬96 :‫]البق[[رة‬
yakni suatu macam dari kehidupan.yaitu mencari tambahan untuk masa
depann, sebab keinginan itu bukan terhadap masa lalu atau masa sekarang.
c. Menunjukkan makna satu dan macam secara bersamaan sepaerti : {َّ‫ق ُكل‬ َ َ‫َوهَّللا ُ خَ ل‬
‫[ }دَابَّ ٍة ِم ْن َما ٍء‬45 :‫ ]النور‬maksudnya setiap macam dari segala macam binatang itu
berasal dari macam-macam air dan setiap satu individu binatang itu berasal
dari satu nutfah tertentu.
d. Li-ta'dzim (mengangungkan keadaan) seperti : { ِ ‫ب ِمنَ هَّللا‬ ٍ ْ‫[ }فَْأ َذنُوا بِ َحر‬279 :‫]البقرة‬
maksudnya peperangan yang besar atau dahsyat
e. Menunjukkan arti banyak seperti : {‫[ } قَ[[الُوا لِفِرْ عَ[[وْ نَ َأِئ َّن لَنَ[[ا َأَلجْ[[ رًا‬41 :‫]الش[[عراء‬
maksudnya imbalan yang banyak.
f. Li-Ta'dzim dan li-Takstir secara bersamaan seperti : { ‫ت ُر ُس ٌل ِم ْن‬ ْ َ‫ك فَقَ ْد ُك ِّذب‬ َ ‫َوِإ ْن يُ َك ِّذبُو‬
َ‫[ } قَ ْبلِك‬4 :‫ ]فاطر‬maksudnya rosul-rosul yang mulia.
g. Li-Tahqir (meremehkan) seperti : {ُ‫ي َش ْي ٍء خَ لَقَ[ه‬ ِّ ‫[ } ِم ْن َأ‬18 :‫ ]عبس‬yakni sesuatu
yang hina dan teramat remeh.
h. Menunjukkan makna sedikit seperti : {‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا‬ ٍ ‫ت َجنَّا‬ ِ ‫َو َع َد هَّللا ُ ْال ُمْؤ ِمنِينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬
‫ان ِمنَ هَّللا ِ َأ ْكبَ ُر‬ َ َ‫[ } اَأْل ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ فِيهَا َو َم َسا ِكن‬72 :‫ ]التوبة‬maksudnya
ِ ‫طيِّبَةً فِي َجنَّا‬
ٌ ‫ت َع ْد ٍن َو ِرضْ َو‬
keridhoan yang sedikit dari Allah itu lebih besar daripada surge, karena
keridhoan pangkal segala kebahagiaan.
2. Penggunaan Isim Ma'rifat
Penggunaan isim ma'rifat mempunyai beberapa fungsi yang berbeda sesuai dengan
macamnya.
a. Ta'rif menggunakan isim dhomir, karena kedudukannya sebagai mutakallim,
mukhotob, atau ghoib sebab keadaan menuntut demikian.
b. Ta'rif dengan 'Alamiyah berfungsi untuk menghadirkan pemilik nama dalam
hati pendengar dengan menyebutkan namanya yang khas, atau
1) Memuliakan seperti : {ِ ‫[ } ُم َح َّم ٌد َرسُو ُل هَّللا‬29 :‫]الفتح‬
2) Menghinakan seperti : { َّ‫ب َوتَب‬ ٍ َ‫َّت يَدَا َأبِي لَه‬
ْ ‫[ }تَب‬1 :‫]المسد‬
c. Ta'rif dengan isim Isyaroh berfungsi untuk menjelaskan :
1) Menjelaskan bahwa yang ditunjuk itu dekat seperti : { ِ ‫ق هَّللا‬ ُ ‫[ }هَ َذا خَ ْل‬11 :‫]لقمان‬
2) Menjelaskan bahwa yang ditunjuk itu jauh seperti : { َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬ َ ‫}وُأولَِئ‬
َ [
5 :‫]البقرة‬
3) Menghinakan dengan memakai kata tunjuk dekat seperti : {‫َو َما هَ ِذ ِه ْال َحيَاةُ ال ُّد ْنيَا‬
ٌ‫[ }ِإاَّل لَ ْه ٌو َولَ ِعب‬64 :‫]العنكبوت‬
4) Memuliakan dengan kata tunjuk jauh seperti : {‫ْب فِي ِه‬ َ ‫ك ْال ِكتَابُ اَل َري‬ َ ِ‫[ } َذل‬:‫البقرة‬
2]
5) Mengingatkan bahwa sesuatu yang ditunjuk yang diberi beberapa sifat itu
sangat layak dengan sifat yang disebutkan sesudah isim isyaroh tersebut
seperti : {)3( َ‫الص[اَل ةَ َو ِم َّما َر َز ْقنَ[[اهُ ْم يُ ْنفِقُ[[ون‬ َّ َ‫ب َويُقِي ُمون‬ ِ ‫) الَّ ِذينَ يُْؤ ِمنُونَ بِ ْال َغ ْي‬2( َ‫هُدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬
‫ُأ‬
‫) ولَِئكَ َعلَى هُ[دًى ِم ْن‬4( َ‫ك َوبِ[اآْل ِخ َر ِة هُ ْم يُوقِنُ[[ون‬ ‫ُأ‬ َ ‫َوالَّ ِذينَ يُْؤ ِمنُونَ بِ َما ُأ ْن ِز َل ِإلَ ْي‬
َ [ِ‫[ز َل ِم ْن قَ ْبل‬ِ [‫ك َو َم[[ا ْن‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬ َ ‫}ربِّ ِه ْم َوُأولَِئ‬
َ [5 - 2 :‫]البقرة‬
d. Ta'rif dengan Isim Maushul menjelaskan :
1) Tidak disukai menyebutkan nama sebenarnya karena untuk menutupi, atau
disebabkan oleh hal lain. Seperti : { ‫ال لِ َوالِ َد ْي ِه ُأفٍّ لَ ُك َما‬ َ َ‫}والَّ ِذي ق‬ َ [17 :‫ ]األحقاف‬dan
ْ َّ
firman-Nya : {‫[ } َو َرا َو َدتهُ التِي ه َُو فِي بَ ْيتِهَا ع َْن نَف ِس ِه‬23 :‫]يوسف‬ ْ
2) Untuk menunjukkan arti umum seperti : {‫[ } َوالَّ ِذينَ َجاهَدُوا فِينَا لَنَ ْه[ ِديَنَّهُ ْم ُس[بُلَنَا‬
69 :‫]العنكبوت‬
3) Untuk meringkas kalimat seperti : { ‫وس[ى‬ َ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَ ُكونُ[وا َكالَّ ِذينَ آ َذوْ ا ُم‬
‫[ } فَبَ َّرَأهُ هَّللا ُ ِم َّما قَالُوا‬69 :‫ ]األحزاب‬andaikan nama-nama orang yang mengatakan
itu disebutkan secara terbilang tentulah pembicaran itu menjadi panjang.
e. Ta'rif dengan Alif Lam menjelaskan :
1) Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena telah disebutkan
sebelumnya seperti : {‫ص[بَا ٌح‬ ْ ‫[ور ِه َك ِم ْش[ َكا ٍة فِيهَ[ا ِم‬ ِ ُ‫ض َمثَ[ ُل ن‬ ِ ْ‫ت َواَأْلر‬ َّ ‫هَّللا ُ نُو ُر‬
ِ ‫الس[ َما َوا‬
‫ي‬ٌّ ‫الز َجا َجةُ َكَأنَّهَا َكوْ َكبٌ ُد ِّر‬ ُّ ‫}ال ِمصْ بَا ُح فِي ُز َجا َج ٍة‬ ْ [35 :‫]النور‬
2) Untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui oleh pendengar seperti
: { ‫ك تَحْ تَ ال َّش َج َر ِة‬ َ َ‫ين ِإ ْذ يُبَايِعُون‬
[َ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ِن ْال ُمْؤ ِمن‬ ِ ‫[ }لَقَ ْد َر‬18 :‫]الفتح‬
3) Untuk menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui karena sudah hadir
pada saat itu seperti : { ‫ت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم‬ ُ ‫}اليَوْ َم َأ ْك َم ْل‬
ْ [3 :‫]المائدة‬
4) Untuk mencakup semua satuannya seperti : { ‫ْر‬ ٍ ‫[ } ِإ َّن اِإْل ْن َسانَ لَفِي ُخس‬2 :‫]العصر‬
ini diketahui karena ada pengecualian setelahnya.
5) Untuk menghabiskan segala karakteristik jenis seperti : { :‫َذلِكَ ْال ِكتَابُ [البقرة‬
]2 maksudnya kitab yang sempurna petunjuknya dan mencakup segala isi
kitab yang diturunkan dengan segala karakteristiknya.
6) Untuk menerangkan esensi, hakikat, dan jenis seperti : {َّ‫َو َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َما ِء ُكل‬
‫[ } َش ْي ٍء َح ٍّي‬30 :‫]األنبياء‬

3. Pengulangan Isim
Apabila sebuah isim disebutkan 2 kali maka dalam hal ini ada 4
kemungkinan; kedua-duanya ma'rifat; kedua-duanya nakiroh; yang pertama nakiroh
sedang yang kedua ma'rifat; dan yang pertama ma'rifat sedang yang kedua nakiroh.
a. Apabila keduanya berupa isim ma'rifat maka pada umumnya yang kedua
adalah hakikat yang pertama misalnya : { َ‫ص َراطَ الَّ ِذينَ َأ ْن َع ْمت‬ ِ )6( ‫ص َراطَ ْال ُم ْستَقِي َم‬ ِّ ‫ا ْه ِدنَا ال‬
)7( َ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل الضَّالِّين‬ِ ‫[ } َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو‬7 ،6 :‫]الفاتحة‬
b. Apabila keduanya berupa isim nakiroh maka yang kedua biasanya bukan yang
pertama misal : {‫ض ْعفًا‬ َ ‫ْف قُ َّوةً ثُ َّم َج َع َل ِم ْن بَ ْع ِد قُ َّو ٍة‬ َ ‫ْف ثُ َّم َج َع َل ِم ْن بَ ْع ِد‬
ٍ ‫ضع‬ ٍ ‫ضع‬َ ‫هَّللا ُ الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن‬
ً‫[ } َو َش ْيبَة‬54 :‫ ]الروم‬lafal ‫ ضعف‬pertama adalah nutfah sedangkan lafal ‫ ضعف‬kedua
adalah masa bayi sedangkan yang ketiga masa lanjut usia.
Kedua macam ini telah terkumpul pada ayat { ‫ْر‬ ِ ‫) ِإ َّن َم َع ْال ُعس‬5( ‫ْر يُ ْسرًا‬ِ ‫فَِإ َّن َم َع ْال ُعس‬
‫[ } يُ ْسرًا‬6 [،5 :‫ ]الشرح‬oleh karena itu, dalam sebuah riwayat ibn Abbas berkata :
satu kesulitan tidak akan mengalahkan 2 kemudahan. Hal ini karena kata 'usr
yang kedua diulangi dengan kata Al. maka, ia adalah 'usr yang pertama,
sedangkan kata yusr yang kedua bukan yusr yang pertama, karena tidak
diulangi menggunakan Al.
c. Jika yang pertama Nakiroh dan yang kedua ma'rifat, maka yang kedua adalah
hakikat yang pertama. Karena itulah yang sudah diketahui misalnya dalam ayat
: { ‫ُول‬ َ ‫صى فِرْ عَوْ نُ ال َّرس‬ َ ‫) فَ َع‬15( ‫[ } َك َما َأرْ َس ْلنَا ِإلَى فِرْ عَوْ نَ َر ُسواًل‬16 ،15 :‫]المزمل‬
d. Jika yang pertama berupa ma'rifat sedang yang kedua nakiroh, maka apa yang
dimaksudkan tergantung pada qorinah (indikasi) terkadang qorinah
menunjukkan bahwa keduanya itu berbeda. Seperti : {‫الس [ا َعةُ يُ ْق ِس [ ُم‬ َّ ‫َويَ[[وْ َم تَقُ[[و ُم‬
ْ [55 :‫ ]ال[[روم‬terkadang pula menunjukkan bahwa
‫}ال ُمجْ ِر ُم[[ونَ َم[[ا لَبِثُ[[وا َغيْ[[ َر َس[[ا َع ٍة‬
keduanya sama seperti : {)27( َ‫اس فِي هَ َذا ْالقُرْ آ ِن ِم ْن ُك ِّل َمثَ[ ٍل لَ َعلَّهُ ْم يَتَ[ َذ َّكرُون‬
ِ َّ‫ض َر ْبنَا لِلن‬
َ ‫َولَقَ ْد‬
‫[ }قُرْ آنًا ع ََربِيًّا‬28 ،27 :‫]الزمر‬

4. Mufrod dan Jama'


Sebagian lafal Al-Qur'an dimufrodkan untuk sesuatu makna tertentu dan
dijama'kan untuk isyarat khusus, atau jamaknya lebih diutamakan atau sebaliknya
Oleh karena itu, dalam Al-Qur'an sering dijumpai sebagian lafal yang hanya
dalam bentuk jama'nya. Dan ketika diperlukan makna mufrodnya maka yang
digunakan adalah sinonimnya seperti lafal ‫ الب‬yang selalu disebutkan makna jama'
‫ األلباب‬seperti terdapat pada ayat : {‫ب‬ ِ ‫ك لَ ِذ ْك َرى ُأِلولِي اَأْل ْلبَا‬ َ ِ‫[ }ِإ َّن فِي َذل‬21 :‫ ]الزم[[ر‬kata ini
tidak pernah digunakan bentuk mufrodnya namun, sinonimnya disebutkan dalam
bentuk mufrod yaitu lafal ‫ القلب‬seperti : { ٌ‫ك لَ ِذ ْك َرى لِ َم ْن َكانَ لَهُ قَ ْلب‬ َ ِ‫[ } ِإ َّن فِي َذل‬37 :‫ ]ق‬dan
kata ‫ الكوب‬tidak pernah dipakai (dalam Al-Qur'an) bentuk mufrodnya tetapi selalu
bentuk jamaknya. Misalnya : {ٌ‫[ } َوَأ ْك َوابٌ َموْ ضُو َعة‬14 :‫]الغاشية‬
Sebaliknya ada sejumlah lafal yang hanya datang dalam bentuk mufrodnya
disetiap tempat dalam Al-Qur'an. dan ketika hendak dijama'kan maka ia
dijamakkan dalam bentuk yang menarik yang tiada bandingannya seperti : { ‫هَّللا ُ الَّ ِذي‬
‫ض ِم ْثلَه َُّن‬ ِ ْ‫ت َو ِمنَ اَأْلر‬
ٍ ‫ق َس ْب َع َس َما َوا‬َ َ‫[ } َخل‬12 :‫ ]الطالق‬Allah tidak berfirman ‫ سبع ارضين‬karena
yang demikian merupakan bahasa kasar dan merusak keteraturan susunan kalimat.
Dan termasuk kelompok ini lafal ‫ السماء‬lafal ini terkadang disebutkan dalam
bentuk jama' dan terkadang dalam bentuk mufrod. Sesuai dengan keperluan. Jika
yang dimaksudkan berbilang maka lafal tersebut didatangkan dalam bentuk jama'
yang menunjukkan betapa sangat besar dan luasnya, seperti : { ‫ت‬ ِ ‫َسبَّ َح هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َما َوا‬
‫َأْل‬
ِ ْ‫[ } َو َم[[ا فِي ا ر‬1 :‫ ]الحش[[ر‬dan jika yang dimaksud arah maka didatangkan dalam
‫ض‬
bentuk mufrod seperti : {‫ض‬ َ ْ‫[ }َأَأ ِم ْنتُ ْم َم ْن فِي ال َّس َما ِء َأ ْن يَ ْخ ِسفَ بِ ُك ُم اَأْلر‬16 :‫]الملك‬
Lafal ‫ ال[[ريح‬juga termasuk dalam kategori ini. Ia disebutkan dalam bentuk
jama' dan mufrod. Lafal ini berupa jama' jika dalam konteks rohmat. Dan bentuk
mufrod jika dalam konteks adzab. Telah disebutkan, bahwa hikmahnya ialah angin
rohmat itu bermacam-macam sifat dan manfaatnya, dan terkadang sebagiannya
berhadapan dengan yang lain. Diantaranya angina yang semilir, yang bermanfaat
bagi hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu, dalam konteks rahmat ini didatangkan
dalam bentuk jama'. Sedangkan dalam konteks adzab angina itu datang dari satu
arah tanpa ada yang menentang atau menolaknya. Ibnu Abi Hatim dan lainnya
meriwayatkan : "dari Abu Ka'ab berkata : segala sesuatu yang disebut dengan kata
‫ الرياح‬dalam Al-Qur'an adalah rahmat. Sedangkan yang disebut dengan kata ‫الريح‬
adalah adzab. Oleh karena itu, tersebutlah dalam sebuah hadist ‫اللهم اجعلها رياحا وال‬
‫ تجعلها ريحا‬jika tidak demikian maka hal itu ada hikmah yang lain.
Termasuk kelompok ini adalah lafal ‫ النور‬yang senantiasa dimufrodkan. Dan
lafal ‫ الظلمات‬yang senantiasa jama'. Juga lafal ‫ سبيل الحق‬yang selalu dimufrodkan dan
‫ سبيل الباطل‬yang selalu dijama'kan ini karena jalan menuju kebenaaran itu hanya satu,
sedangkan jalan menuju kebathilan banyak sekali, dan bercabang-cabang. Dengan
alasan ini lafal ‫ ولي المؤمنين‬dimufrodkan dan lafal ‫ اولياء الكافرين‬dijama'kan. Seperti
terlihat dalam : {‫وت‬ ُ ‫ور َوالَّ ِذينَ َكفَ[رُوا َأوْ لِيَ[[اُؤ هُ ُم الطَّا ُغ‬ِ ُّ‫ت ِإلَى الن‬ ِ ‫الظلُ َما‬ُّ َ‫هَّللا ُ َولِ ُّي الَّ ِذينَ آ َمنُوا ي ُْخ ِر ُجهُ ْم ِمن‬
‫ت‬ ُّ ‫ور ِإلَى‬
ِ ‫الظلُ َما‬ ِ ‫[ }ي ُْخ ِرجُونَهُ ْم ِمنَ ال ُّن‬257 :‫ ]البقرة‬dan ayat { ‫اطي ُم ْستَقِي ًما فَاتَّبِعُوهُ َواَل تَتَّبِعُوا‬ ِ ‫َوَأ َّن هَ َذا‬
ِ ‫ص َر‬
َ‫ق بِ ُك ْم ع َْن َسبِيلِ ِه َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم بِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ‫[ }ال ُّسبُ َل فَتَفَ َّر‬153 :‫ ]األنعام‬.
Lafal Al-Masyriq dan Al-Maghrib juga termasuk kelompokmini, keduanya
disebut dengan bentuk mufrod tasniyah dan jama'. Pemakaian bentuk mufrod
karena mengingat arahnya dan untuk mengisyaratkan kearah timur dan barat.
Seperti : { ‫[ذهُ َو ِكياًل‬ ْ [‫ب اَل ِإلَهَ ِإاَّل ه َُو فَاتَّ ِخ‬
ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬ِ ‫[ } َربُّ ْال َم ْش ِر‬9 :‫ ]المزم[[ل‬dan bentuk tasniyah
karena keduanya adalah dua tempat muncul dan dua tempat hilangnya angin di
yang menandai musim panas dan dingin. Seperti : { ‫}ربُّ ْال َم ْش ِرقَي ِْن َو َربُّ ْال َم ْغ ِربَ ْي ِن‬ َ [:‫الرحمن‬
17] sedangkan bentuk jama' digunakan mengingat keduanya adalah tempat terbit
dan tempat terbenamnya matahari setiap hari, atau tempat terbit dan terbenam
‫ُأ‬
setiap musim. Seperti : {‫ب‬ ِ ‫ق َو ْال َمغ‬
ِ ‫َار‬ ِ ‫ار‬ِ ‫[ }فَاَل ْق ِس ُم بِ َربِّ ْال َم َش‬40 :‫]المعارج‬.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua ini adalah kaidah yang tidak bisa disimpulka maka dari itu kita
semestinya mempelajari dan benar-benar membaca materi ini dengan seksama.
Dengan mempelajari materi ini setidaknya kita sudah mempelajari sedikit
ilmu dalam menafsiri Al-Qur'an
B. Daftar Pustaka
Qhattan, Manna' Kholil. Mabahits fii 'ulumil Qur'an. Surabaya : Al-Haromain. 2018
AS, Drs. Mudzakir. Studi ilmu-ilmu Al-Qur'an, Terjemah Mabahits fii 'Ulumil Qur'an.
Bogor : Litera Antar Nusa. 2017

Anda mungkin juga menyukai