Anda di halaman 1dari 1

SIARAN PERS

Denny Indrayana

Hari ini saya mendapatkan banyak pertanyaan dari rekan-rekan media, terkait pernyataan Kabareskrim
Polri, bahwa komentar kami soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu tertutup atau terbuka
sudah dalam tahap penyidikan, meskipun belum ada tersangkanya. Atas pemberitaan demikian, berikut
adalah tanggapan saya. Mohon perkenan rekan-rekan media bisa memuatnya secara keseluruhan, agar
tidak menimbulkan kesalahpahaman.

1. Meskipun belum ada tersangkanya, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim


berpendapat sudah ada tindak pidananya. Bagi kita, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan
tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian.

2. Seharusnya, normalnya, proses hukum adalah jalan menghadirkan ketertiban dan keadilan di tengah
masyarakat. Namun, itu baru bisa terjadi jika penegakan hukum dilakukan dengan profesional,
bermoral, dan berintegritas. Pertanyaannya, apakah penegakan hukum kita sudah memenuhi syarat-
syarat ideal tersebut? Apakah praktik mafia hukum, yang menjadikan hukum sebagai komoditas
barang dagangan, dimana suap kepada oknum penegak hukum adalah praktik lazim, sudah berhasil
dihilangkan? Apakah penegakan hukum kita sudah benar-benar bebas dari intervensi kekuatan
kekuasaan, selain godaan sogokan uang? Maaf saya jawab dengan bahasa terang: sayangnya,
penegakan hukum kita tidak jarang masih menjadi barang dagangan, jauh dari keadilan. Tanyakanlah
kepada kami rakyat kecil, yang banyak menjadi korban mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang,
mafia narkoba, dan segala bentuk mafia lainnya.

3. Nawaitu saya memberikan warning agar MK tidak memutus berlakunya sistem proporsional tertutup,
alhamdulillah telah terkabul. Apakah saya menghadirkan keonaran? Apakah tidak dilihat sebaliknya,
kita justru telah mencegah terjadinya potensi kekacauan. Kalau sistem tertutup yang diputuskan, bisa
muncul potensi deadlock, bahkan penundaan pemilu, karena putusan MK ditentang oleh 8 (delapan)
partai di DPR. Sudah ada bahasa akan memboikot pemilu, yang muncul dari parlemen. Kita semua,
bukan hanya saya tentunya, bersama-sama dengan media yang memberitakan luas (memviralkan)
komentar saya di socmed, terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan
mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.

4. Jikalaupun advokasi publik untuk menegakkan sistem pemilu proprsional terbuka tersebut kemudian
dikriminalkan, tentu saya harus memandangnya sebagai bagian dari risiko perjuangan. Dalam suatu
sistem penegakan hukum yang sedang tidak baik-baik saja, perjuangan melawan kedzaliman,
menegakkan keadilan, tidak jarang justru membawa risiko yang tidak kecil, termasuk dikriminalkan.
Untuk itu, saya meminta doa dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia yang bersama-sama
merindukan hukum yang lebih adil, Indonesia yang lebih sejahtera. Saya menerima banyak pesan
moral dan dukungan, termasuk ucapan terima kasih atas hasil akhir putusan MK. Kepada semua
perhatian dan dukungan demikian, saya ucapkan banyak terima kasih.

5. Terakhir, saya mendapatkan banyak dukungan dari rekan-rekan sejawat advokat dari berbagai latar
belakang pengalaman kerja seperti mantan komisioner KPK, aktivis antikorupsi, Forum Pengacara
Konstitusi, LBH Muhammadiyah, pengacara publik, serta elemen lain, yang ingin bergabung
mendampingi saya berjuang bersama. Lagi, kepada semuanya saya merasa terhormat dan berterima
kasih.

Keep on fighting for the better Indonesia!

Melbourne, 26 Juni 2023

Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.

Anda mungkin juga menyukai