Anda di halaman 1dari 29

STUDI KASUS

ILMU PENYAKIT SARAF


NEOPLASM SPINAL CORD

Pembimbing:
dr. Dian Maria Pia, Sp.S

Penyusun:
Gita Hening Himawati 2021.04.2.0072

Glory Merys M. N. 2021.04.2.0073

Gresia Ayunanda 2021.04.2.0074


Kristi

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
2023
LEMBAR PENGESAHAN

STUDI KASUS

Studi kasus dengan judul “NEOPLASM SPINAL CORD” telah diperiksa


dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan klinik dokter muda di bagian saraf Rumah Sakit Angkatan Laut
Surabaya.

Surabaya, 18 April 2023


Pembimbing,

dr. Dian Maria Pia, Sp.S

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan studi kasus dengan judul “NEOPLASM SPINAL CORD”.
Studi kasus ini disusun sebagai tugas wajib untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya dengan
harapan studi kasus ini menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.
Dalam penulisan dan penyusunan studi kasus ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, penulis inin menucapkan terima
kasih kepada:
a. dr. Dian Maria Pia Sp.S selaku pembimbing
b. Dokter-dokter di bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSPAL Dr. Ramelan
Surabaya
c. Staff bagian Ilmu Penyakit Saraf di RSPAL Dr. Ramelan Surabaya
Penulis menyadari bawa studi kasus yang disusun ini masih jauh dari kata
sempurna maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak. Semoga studi kasus ini dapat memberikan manfaat.

Surabaya, 12 April 2023

Penyusun

2
a. DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................ i

KATA PENGANTAR....................................................................................
ii

DAFTAR ISI................................................................................................
iii

DAFTAR GAMBAR..................................................................................... v

BAB I.......................................................................................................... 1

TINJAUAN KASUS..................................................................................... 1

IDENTITAS PASIEN....................................................................................
1

SUBYEKTIF (ANAMNESIS)....................................................................... 1

OBJEKTIF (PEMERIKSAAN)...................................................................... 1

I. Pemeriksaan Umum............................................................................ 1

II. Pemeriksaan Fisik.............................................................................. 2

III. Pemeriksaan Neurologi....................................................................... 2

IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 15

ASSESSMENT........................................................................................... 20

PLANNING............................................................................................... 20

BAB II....................................................................................................... 22

2.1 Anatomi.......................................................................................... 22

2.2 Definisi........................................................................................... 23

2.3 Epidemiologi................................................................................... 24

2.4 Patofisiologi..................................................................................... 24

2.5 Faktor risiko.................................................................................... 26

3
2.6 Manifestasi Klinis............................................................................ 29

2.7 Diagnosis......................................................................................... 30

2.8 Manajemen...................................................................................... 33

2.9 Prognosis......................................................................................... 34

2.10 Komplikasi...................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................
37

4
b. DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Medulla Spinalis……………………………………………16

5
BAB 1
STATUS PASIEN

1.1 Subyektif
1.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. Sringah
Usia : 41 Tahun
Tempat, tanggal lahir : Kediri, 03 Feb 1982
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Anusanata 48 Sidoarjo
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pencuci Telur Asin
Tanggal MRS : 10 April 2023
Tanggal Pemeriksaan : 11 April 2023
1.1.2 Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Merasakan kebas pada lengan kanan dan kiri, tangan kanan tidak
kuat mengenggam. Tangan serta kaki kiri dirasa lemah.
2. Keluhan Tambahan :
Nyeri pada bahu kanan dan lengan kanan dan kiri. Tidak dapat
menahan BAK.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Awal keluhan pasien merasa kebas pada tangan kanan lalu
menjalar ke lengan kanan sekitar 6 bulan yang lalu, diperiksakan
ke poliklinik umum mendapatkan obat anti nyeri setelah 3 kali
kontrol tidak membaik akhirnya dirujuk ke mitra keluarga lalu
dilakukan MRI di Mitra Keluarga lalu dirujuk ke RSPAL dr
Ramelan. Kebas dirasakan berkurang saat istirahat dan memberat
saat digunakan untuk aktivitas. Pasien juga merasakan tangan
dan kaki kiri terasa lemah. Berat badan pasien selama 3 bulan
terakhir menurun 11 kg

1
4. Riwayat Penyakit Dahulu : DM(-), HT (-), kejang (-),
dyslipidemia (-), post stroke (-)
5. Riwayat Penyakit Keluarga : DM (+)
6. Riwayat Alergi : Suhu, Debu, Hewan, Makanan, Obat (-)
7. Riwayat Pengobatan : Antinyeri
8. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien merupakan pencuci telur asin

1.2 Obyektif
1.2.1 Pemeriksaan umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. GCS : 4-5-6
3. Berat Badan : 47kg
4. Tinggi Badan : 150cm
5. IMT : 20,8 (normal)
1.2.2 Tanda-tanda vital
1. Tekanan Darah : 110/80 mmHg
2. Nadi : 102 x/menit
3. Frekuensi Nafas : 20 x/menit
4. Suhu : 36,8
5. Saturasi Oksigen : 96
1.2.3 Pemeriksaan fisik
1. Kepala
a/i/c/d : dbn
2. Leher
a. Trakea : dbn
b. Kelenjar Tiroid: dbn
c. KGB : dbn
3. Thorax
c. Cor
Inspeksi : dbn
Palpasi : dbn

2
Perkusi : dbn
Auskultasi : dbn
d. Pulmo
Inspeksi : dbn
Palpasi : dbn
Perkusi : dbn
Auskultasi : dbn
4. Abdomen
Inspeksi : dbn
Auskultasi : dbn
Palpasi : dbn
Perkusi : dbn
5. Ekstremitas
a. Akral Hangat, kering, merah
b. Edema
1.2.4 Pemeriksaan status neurologis
1. GCS 4-5-6
2. Fungsi Luhur
a. Aphasia : normal
b. Alexia : normal
c. Apraksia : normal
d. Agraphia : normal
e. Akalkulia : normal
f. Agnosia : normal
g. Right left disorientation : normal
3. Tanda Meningeal :
Keterangan Hasil

Kaku kuduk TDE

Brudzinski I TDE

Brudzinski II TDE

Brudzinski III TDE


3
Brudzinski IV TDE

Laseque TDE

Kernig TDE

4. Saraf Kranialis :
a. N. I (Olfaktorius)
Kanan Kiri

Hyposmia/anosmia tde tde

Parosmia sde sde

Halusinasi sde sde

b. N. II (Opticus)
Keterangan Kanan Kiri

Visus 5/5 5/5

Lapangan penglihatan normal normal

Melihat warna normal normal

Funduskopi tde tde

c. N. III, IV, dan VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abdusen)


Keterangan Kana Kiri
n

Kedudukan bola mata dbn dbn

Pergerakan Bola Mata dbn dbn

Nasal dbn dbn

Temporal dbn dbn

4
Atas dbn dbn

Bawah dbn dbn

Exophthalmus - -

Celah mata (ptosis) - -

Pupil

Pupil Isokor

Bentuk dbn dbn

Ukuran dbn dbn

Reaksi cahaya langsung dbn dbn

Reaksi cahaya dbn dbn


konsensuil

d. N. V (Trigeminus)
Keterangan Kanan Kiri

Cabang motorik

Masseter - -

Temporal - -

Pterygoideus - -
interna / eksterna

Refleks kornea langsung dbn dbn

Refleks kornea tidak dbn dbn


langsung

e. N. VII (Facialis)
Keterangan Kanan Kiri

Diam Kerutan dahi Simetris

5
Tinggi alis Simetris

Sudut mata Simetris

Lipatan nasolabial Simetris

Sudut mulut Simetris

Gerak Mengerutkan dahi dbn dbn

Menutup mata dbn dbn

Bersiul dbn dbn

Meringis dbn dbn

Pengecapan 2/3 depan lidah sde sde

Hiperakusis (-) (-)

Sekresi air mata dbn dbn

f. N. VIII (Vestibulocochlearis)
Keterangan Kanan Kiri

Vestibula Nystagmus dbn dbn


r

Tinnitus dbn dbn

Cochlear Weber dbn dbn

Rinne dbn dbn

Schwabach dbn dbn

g. N. IX & X (Glossopharyngeus, Vagus)


Keterangan

Motorik Suara dbn

Menelan dbn

6
Kedudukan arcus dbn

Kedudukan uvula / pharynx dbn

Pergerakan arcus tde


pharynx/uvula

Vernet-Redean Phenomenon tde

Detak jantung dbn

Bising usus dbn

Sensorik Pengecapan 1/3 belakang lidah dbn

Refleks muntah (pharynx) dbn

Refleks palatum mole dbn

h. N. XI (Accesorius)
Keterangan Kanan Kiri

Mengangkat bahu (+) (+)

Memalingkan kepala (+) (+)

i. N. XII (Hipoglossus)
Keterangan Kanan Kiri

Kedudukan lidah waktu istirahat dbn dbn

Kedudukan lidah waktu bergerak dbn dbn

Atrofi dbn dbn

Fasikulasi dbn dbn

Kekuatan lidah menekan bagian dalam pipi dbn dbn

5. Motorik :
Kanan Kiri
Lengan

7
M. Deltoid (abduksi lengan atas) 4 5
M. Biceps (fleksi lengan atas) 4 5
M. Triceps (Ekstensi lengan 4 5
atas)
Mengangkat lengan 4 5
Genggaman tangan 4 5
Tungkai
Flexi sendi lutut (tungkai bawah) 4 5
Ekstensi sendi lutut (tungkai 4 5
bawah)
Flexi plantar kaki 4 5
Ekstensi dorsal kaki 4 5
Mengangkat kaki 4 5
Besar otot
Atrofi - -
Pseudoatrofi - -
Palpasi otot
Konsistensi (-) (-)
Nyeri (-) (-)
Tonus otot
Hipotoni + -
Spastik - -
Rigid - -
Rebound phenomen - -

Gerakan involunter
Tremor (-) (-)
Fasikulasi (-) (-)
Myokymia (-) (-)
Torsio spasme (-) (-)
Chorea (-) (-)
Athetoses (-) (-)
Myokloni (-) (-)
Ballismus (-) (-)
Koordinasi
Jari tangan – jari tangan (-) (-)
Jari tangan – hidung (-) (-)
Pronasi – supinasi (-) (-)
Tumit – lutut (-) (-)
Gait
Jalan diatas tumit TDE TDE
Jalan di atas jari kaki TDE TDE
Tandem walking TDE TDE

8
Jalan lurus lalu putar TDE TDE
Jalan mundur TDE TDE
Hopping TDE TDE
Berdiri dengan satu kaki TDE TDE
Hemiplegik gait TDE TDE
Spastik (scissor gait) TDE TDE
Cerebellar gait TDE TDE
Tabetic gait TDE TDE
Waddling gait TDE TDE
Parkinson gait TDE TDE
Jiggling (spastik-ataksik) TDE TDE
Station
Romberg (jatuh ke) (-) (-)
6. Sensorik :
Lengan Tungkai Tubuh
Kana Kir Kan K Kan K
n i an iri an iri
Eksteroceptik
Rasa nyeri (+) (+) (+) (+) (+) (+)
superficial
Rasa suhu (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Rasa raba ringan menuru men menu menur men men
n urun run un urun urun
Proprioceptik
Rasa getar (+) (+) (+) (+) (+) (+)
Rasa tekan (+) (+) (+) (+ (+) (+
) )
Rasa nyeri tekan (+) (+) (+) (+ (+) (+
) )
Rasa gerak dan SDE SD SD SDE SDE SDE
posisi E E
Kombinasi
Stereognosis Dbn
Barognosis Dbn
Graphthesia Dbn
Two point tactile Dbn
Sensory extinction Dbn
Lost of body image Dbn

7. Reflek Fisiologi :
Kanan Kiri
Reflex tendon

9
Reflex biceps +3 +2
Reflex triceps +3 +2
Reflex patella +3 +2
Klonus patella + -
Reflex achilles +3 +2
Klonus achilles + -

8. Reflek Patologik :
Kanan Kiri
Tungkai Babinski + +
Chaddock + +
Schaeffer + -
Gordon + -
Oppenheim - -
Stransky - -
Gonda + -
Mendel-Bechterew + -
Rossolimo - -
Lengan Hoffman - -
Tromner - -
Leri - -
Meyer - -
9. sa
Reflek Primitif Kanan Kiri
Palmo mental reflex TD TD
E E
Grasp reflex TD TD
E E
Snout reflex TD TD
E E
Sucking reflex TDE TD
E

10. Saraf Otonom :


Keterangan Hasil

BAK Tidak dapat menahan

BAB Tidak dapat menahan

Keringat Dbn

10
11. Provokasi Nervus Ischiadicus :
Kan Kiri
an
Patrick sign - -
Contra patrick - -
sign
Laseque sign - -

1.2.5 Pemeriksaan penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
10-04-2023
NILAI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN
RUJUKAN

Hematologi

Darah Lengkap

Leukosit 7.59 mg/dL 4.00-10.00

Hemoglobin 11.40 mg/dL 12.25

Hematokrit 32.80 mg/dL 37.0-47.0

Diabetes

Glukosa Darah
127 mg/dL <200
Sewaktu

Fungsi Ginjal

11
Kreatinin 103 mg/dL 0.6-1.5

Asam Urat 7.0 mg/dL 2-7

BUN 11 mg/dL 10-24

2. MRI
● Bulging disc herniation C3-4, C4-5 , C5-6 dan C6-7 ke
posteromedian dan paramedian kanan kiri + osteophyte
uncocervical C3, C4, C5, C6 dan C7 yang menyebabkan
penekanan anterior thecal sac dan foramina neuralis kanan kiri.
● Suspect Massa contrast enhancement intracanal intramedulla
setinggi C2 s/d C6 , ukuran massa +/- 1,02 cm x 2,25 cm x 6,6 cm.
● Lesi kistik intracanalis kesan intramedullaris setinggi Medulla
oblongata dengan ukuran +/- 1,47 cm x 2,2 cm x 1,44 cm dan
setinggi C2 dengan ukuran +/- 1,1 cm x 1,6 cm 1,4 cm.
● Suspect Hydrosyringomyelia setinggi C6 s/d Th7
● Paracervical Muscle Spasme
1.3 Assesment
1.3.1 Diagnosa
1. Diagnosa klinis : Tetraparese UMN
2. Diagnosa topis : intracanal intramedulla setinggi C2 s/d C6
3. Diagnosis etiologis : Neoplasma medulla spinalis
1.3.2 Diagnosis banding
1. Stroke Iskemik
2. Stroke Hemoragik
3. Perdarahan Subaraknoid

1.4 Planning
1.4.1 Diagnostik
1. Tes Laboratorium :
a. Darah Lengkap
b. Gula darah sewaktu

12
c. Fungsi ginjal
2. Tes Radiologi :
a. MRI tanpa dan dengan kontras

1.4.2 Terapi :
1. RL 2 kolf/hr
2. Mecobalamin 1x1 amp iv
3. Vit B1 3x1 amp iv
4. Asparka

1.4.3 Monitoring
1. Observasi K/U Pasien
2. Darah Lengkap
3. Tensi

1.4.4 Edukasi
1. Menyarankan minum obat teratur
2. Pemberian terapi neurologi
3. Pola Hidup Sehat
4. Latihan mobilisasi gerak
5. Istirahat cukup

13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Medulla Spinalis

Spinal cord adalah pusat refleks utama dan jalur konduksi antara tubuh
dan otak, adalah struktur silindris yang agak pipih di bagian depan dan belakang.
itu dilindungi oleh vertebra dan ligamen dan otot yang terkait, meninges tulang
belakang dan CSF. Spinal cord dimulai sebagai kelanjutan dari medulla
oblongata, bagian kaudal batang otak. Pada bayi baru lahir, ujung inferior medula
spinalis biasanya berseberangan dengan cakram IV antara vertebra L2 dan L3.
Pada orang dewasa, sumsum tulang belakang biasanya berakhir berlawanan
dengan cakram IV vertebra L1 dan L2; tetapi, conus medullaris, dapat berakhir
setinggi T12 atau serendah L3. Dengan demikian, sumsum tulang belakang hanya
menempati dua pertiga superior kanal tulang belakang. Spinal cord diperbesar di
dua daerah untuk persarafan anggota badan:

- Pembesaran serviks meluas dari C4 melalui segmen T1 dari sumsum tulang


belakang, dan sebagian besar rami anterior saraf tulang belakang timbul dari saraf
pleksus brakialis, yang menginervasi tungkai atas

- Pembesaran lumbosakral (lumbar) memanjang dari L1 melalui segmen S3


sumsum tulang belakang, dan rami anterior saraf tulang belakang yang timbul
darinya berkontribusi pada saraf pleksus lumbal dan sakral, yang mempersarafi
ekstremitas bawah. Akar saraf tulang belakang yang timbul dari pembesaran
lumbosakral dan konus medullaris membentuk cauda equina, bundel akar saraf
tulang belakang berjalan inferior ke sumsum tulang belakang melalui tangki
lumbal (ruang subarachnoid)

Beberapa rootlets menempel pada permukaan posterior dan anterior dari


sumsum tulang belakang dan menyatu untuk membentuk akar posterior dan
anterior dari saraf tulang belakang. Bagian dari sumsum tulang belakang yang
akar dari sepasang akar bilateral menempel adalah segmen dari sumsum tulang
belakang. Badan sel akson somatik yang berkontribusi pada akar anterior berada

14
di tanduk anterior materi abu-abu sumsum tulang belakang, sedangkan badan sel
akson yang membentuk akar posterior berada di luar sumsum tulang belakang di
ganglia tulang belakang (ganglia akar posterior) pada ujung distal akar posterior.
Akar saraf posterior dan anterior bersatu pada titik keluarnya dari kanal tulang
belakang untuk membentuk saraf tulang belakang. Pada orang dewasa, sumsum
tulang belakang lebih pendek dari tulang belakang; karenanya, ada kemiringan
progresif dari akar saraf tulang belakang saat tali pusat turun. karena
meningkatnya jarak antara segmen sumsum tulang belakang dan vertebra yang
sesuai, panjang akar saraf meningkat secara progresif ketika ujung inferior dari
kolom vertebral mendekat. Bundel akar saraf tulang belakang di lumbal ruang
subarachnoid kaudal ke ujung sumsum tulang belakang menyerupai ekor kuda,
maka namanya cauda equina (L. horse tail).

Dura mater spinal, terdiri dari jaringan keras, berserat, dan beberapa
jaringan elastis, adalah membran penutup terluar dari sumsum tulang belakang.
dura mater tulang belakang dipisahkan dari vertebra oleh ruang ekstradural
(epidural). Dura membentuk spinal dural sac, selubung tubular panjang di dalam
kanal tulang belakang. Spinal dural sac menempel pada tepi foramen magnum
cranium, di mana ia berlanjut dengan dura mater cranial. Antara dinding kanal
tulang belakang dan dura mater. Lemak epidural (matriks lemak); pleksus vena
vertebra internal; setiap pasang akar posterior dan anterior saat mereka keluar dari
kanal vertebral di foramina IV.

Arteri yang memasok sumsum tulang belakang adalah cabang dari arteri
vertebra, servikal asendens, serviks dalam, interkostal, lumbar, dan sakral lateral.
Tiga arteri longitudinal memasok sumsum tulang belakang: arteri spinal anterior,
dibentuk oleh penyatuan cabang-cabang arteri vertebralis, dan sepasang arteri
spinal posterior, yang masing-masing merupakan cabang dari arteri vertebralis
atau arteri serebelar inferior posterior.

Tiga vena tulang belakang anterior dan tiga posterior disusun secara longitudinal;
mereka berkomunikasi secara bebas satu sama lain dan dikeringkan hingga 12
vena meduler dan radikuler anterior dan posterior. Vena yang mengalirkan

15
sumsum tulang belakang bergabung dengan pleksus vena vertebral internal di
ruang epidural (Moore et al, 2018)

Gambar 1. Anatomi Medulla Spinalis

2.2 Tumor Medulla Spinalis Intramedullary


2.2.1 Definisi
Tumor di tulang belakang terdiri dari sekitar 15% dari semua tumor di
sistem saraf pusat. Mereka biasanya benign dan menyebabkan gejala terutama
melalui kompresi sumsum tulang belakang dan saraf. Tumor tulang belakang
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, berdasarkan lokasinya:
ekstradural, intradural-ekstramedullary, dan intramedullary. Yang paling
jarang (2 sampai 5%) adalah intramedullary spinal cord tumors (IMSCT); yang

16
mengarah ke invasi dan penghancuran frey matter dan white matter (Das et al.,
2022).
2.2.2 Etiologi
Meskipun IMSCT sebagian besar bersifat sporadic, beberapa
berhubungan dengan sindrom klinis seperti neurofibromatosis 1, 2 (NF-1, NF-2),
dan penyakit Von Hippel-Lindau (VHL). NF-1 disebabkan mutasi pada
kromosom 17, yang mengkode gen supresor tumor. Sekitar 19% pasien dengan
NF-1 mengembangkan IMSCT. NF-1 sebagian besar terkait dengan
neurofibroma (ekstrameduler intradural), tetapi dalam kaitannya dengan IMSCT,
astrositoma paling sering ditemui. NF-2 disebabkan oleh mutasi pada kromosom
22 dan dapat dilihat pada sekitar 2% pasien dengan IMSCT. Mereka biasanya
berhubungan dengan ependymoma dan terkadang meningioma (extramedullary).
Pada VHL, hemangioblastoma merupakan IMSCT yang paling sering ditemukan
(Das et al., 2022).
2.2.3 Epidemiologi
Sekitar 80% dari tumor intramedullary adalah glioma, yang dapat
dibagi menjadi astrocytomas dan ependymoma. Astrositoma lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan IMSCT, sedangkan ependymoma lebih sering ditemukan
pada orang dewasa dengan IMSCT. Puncak astrositoma pada dekade ketiga
hingga kelima, seringkali tingkat rendah, dan paling sering ditemukan pada
tingkat toraks. Ependimoma lebih sering ditemukan pada korda bawah, konus,
dan filum, dengan sedikit dominasi laki-laki dan puncaknya pada dekade ketiga
hingga keenam. Hemangioblastomas adalah IMSCT ketiga yang paling umum,
membuat sekitar 2 sampai 15%. Tumor intramedullary metastatik jarang terjadi
dan paling sering berkembang dari tumor paru-paru dan payudara (Das et al.,
2022).
2.2.4 Patofisiologi
Astrocytomas dapat membentuk rongga di sumsum tulang belakang,
yang dikenal sebagai syrinx, dan dapat merosot menjadi subtipe ganas.
Ependimoma muncul dari sel ependymal, lunak dan berkapsul, tumbuh lambat,
dan terletak lebih sentral, muncul sebagai pembesaran fokal di dalam sumsum
tulang belakang. Subtipe histologis yang umum adalah varian seluler kelas II

17
WHO dengan perivascular pseudorosettes. Di filum terminale, ependymoma
micropapillary, tumor grade I WHO, paling sering ditemukan. Ependimoma
dapat merentang panjang melintasi 3 hingga 4 badan vertebra, sedangkan
astrositoma rata-rata dapat menjangkau 5 hingga 6 segmen. Hemangioblastoma
adalah tumor kecil yang sangat vaskularisasi tetapi jarang melampaui satu atau
dua badan vertebra. Pembentukan kista sering terjadi, dan tumor lebih sering
ditemukan pada pria (Nguyen et al., 2023).

2.2.5 Manifestasi Klinis


Gejala yang paling umum muncul pada pasien dengan IMSCT adalah
nyeri, yang secara klasik memburuk pada malam hari saat pasien berbaring dan
dapat bersifat difus atau radikular. Jika distribusi dermatom tidak biasa untuk
herniasi diskus, IMSCT harus dicurigai. Rasa sakitnya juga bisa bersifat lokal,
menyebabkan leher atau punggung kaku, dan bisa digambarkan seperti terbakar
dan bilateral. Karena IMSCT dapat menimpa saraf motorik atau sensorik,
perubahan sensorik seperti parestesia dapat terlihat, diikuti dengan gangguan
motorik sebagai keluhan kedua atau ketiga yang paling umum. Pada anak-anak,
gangguan gaya berjalan sering terlihat. Selain kelemahan motorik, pasien juga
dapat mengalami clumsiness dan ataksia, atrofi, kedutan otot, fasikulasi, dan
penurunan refleks tendon dalam. Hilangnya fungsi usus dan kandung kemih
dapat terjadi pada tahap selanjutnya dan dapat menyebabkan retensi,
inkontinensia, atau impotensi. Pada anak-anak, diagnosis sangat sulit, dimana
IMSCT dapat tetap tanpa gejala untuk waktu yang lama. Anak-anak dapat
memiliki keluhan yang tidak spesifik, dan gejalanya dapat disalah artikan
sebagai clumsiness, meskipun skoliosis dapat terlihat pada 30% pasien (Das et
al., 2022)

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang


Setelah identifikasi gejala, magnetic resonance imaging (MRI) adalah
modalitas pilihan untuk mengkarakterisasi IMSCT untuk perencanaan
perawatan lebih lanjut. MRI dapat menunjukkan ukuran, lokasi, panjang,
luasnya edema di sekitarnya, adanya antarmuka tumor tali pusat, dan kista atau
syringomyelia terkait. Meskipun masing-masing dari tiga jenis IMSCT yang
umum memiliki pola pencitraan tertimbang T1-, T2-, dan contrast-enhanced
18
T1W perbedaan di antara mereka berdasarkan pencitraan saja tetap sulit. Baik
ependymoma dan astrocytomas menjangkau beberapa segmen vertebra, lebih
tampak dengan kontras, hipo atau isointens pada T1W, dan hiperintens pada
citra T2W. Ependimoma sering terletak di tengah medula spinalis yang
mengarah ke ekspansi simetris, menempati seluruh lebar medulla, dan
meningkat secara difus dengan batas yang jelas. Astrocytomas cenderung
diposisikan lebih eksentrik, dapat non-enhancing atau memiliki nodul yang
meningkat atau kista satelit yang besar, dan biasanya tidak memiliki batas yang
jelas. Perdarahan intratumoral dapat dilihat pada kedua jenis tetapi lebih sering
terjadi pada ependymoma. Hemangioblastoma memiliki peningkatan kontras
yang homogen dibandingkan dengan pola yang lebih heterogen yang ditemukan
pada astrositoma atau ependimoma. Mereka juga memiliki nodul mural, terkait
dengan syringomyelia, dan dapat memiliki edema sekitarnya yang signifikan.
Karena mereka adalah tumor yang sangat vaskularisasi, angiografi tulang
belakang sangat membantu untuk mengkarakterisasi pembuluh makan dan vena
pial yang melebar dari shunting vaskular dan dapat membantu dalam
pertimbangan untuk embolisasi pra-operasi (Das et al., 2022).
2.2.7 Differential Diagnosis
a. Stroke Hemorragik
b. SAH
c. Brain Tumor

d. Lesi jinak - Kista epidermoid, lipoma

e. Tumor glia - Ependymoma, astrocytoma, ganglioglioma

f. Tumor non-glial - Hemangioblastoma, metastasis, limfoma

2.2.8 Manajemen Terapi


a. Pembedahan

Reseksi bedah harus dilakukan sesegera mungkin setelah diagnosis


IMSCT, karena hasilnya berkorelasi dengan kondisi neurologis pra operasi, dan
pengamatan dapat menyebabkan defisit neurologis lebih lanjut, beberapa di
antaranya tidak dapat dipulihkan. Tujuan reseksi bedah adalah untuk mendapatkan

19
diagnosis jaringan, memaksimalkan reseksi tumor, dan meningkatkan fungsi
neurologis. Potensi somatosensori dan motorik intraoperatif digunakan untuk
memantau perubahan fungsi neurologis dan membantu memandu reseksi.
Luasnya reseksi total sangat bergantung pada adanya bidang yang jelas antara
tumor dan jaringan sumsum tulang belakang normal. Astrositoma adalah tumor
nonenkapsulasi infiltratif yang sulit untuk direseksi. Untuk astrocytoma tingkat
rendah, jika bidang dapat dikembangkan antara tumor dan sumsum tulang
belakang, reseksi total gross merupakan pilihan; Namun, untuk astrositoma
derajat tinggi atau astrositoma derajat rendah tanpa bidang reseksi yang jelas,
dianjurkan biopsi ditambah reseksi terbatas, karena reseksi agresif dapat
menyebabkan defisit neurologis yang signifikan.

Radioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk astrositoma bermutu


tinggi. Ependimoma bersifat jinak dengan tumor yang berbeda dan antarmuka
sumsum tulang belakang yang normal, membuat reseksi total kotor menjadi
pilihan untuk penyembuhan. Tingkat kekambuhan tergantung pada luasnya
reseksi tumor, dan dengan adanya bidang bedah diskrit, reseksi total gross
dilaporkan pada lebih dari 90% kasus ependymoma. Demikian pula,
hemangioblastoma juga dapat direseksi secara melingkar, dan embolisasi pra
operasi dapat menipiskan suplai vaskular yang kaya. Eksisi lengkap
dimungkinkan pada 83% hingga 92% pasien dengan perbaikan klinis setelah
reseksi. Umumnya, untuk IMSCT, hasil jangka panjang yang lebih baik terlihat
pada pasien dengan defisit pra operasi yang lebih sedikit, dan kekambuhan
bergantung pada luasnya reseksi dan histologi tumor.

Terapi adjuvant, termasuk radioterapi dan kemoterapi, sering dicadangkan


untuk kekambuhan tumor, lesi tingkat tinggi, atau bila terdapat kontraindikasi
untuk reseksi. Penelitian lebih lanjut tentang strategi pengobatan baru diperlukan
untuk meningkatkan hasil, terutama untuk astrositoma tanpa bidang reseksi bedah
yang jelas (Das et al., 2022)

b. Konservatif

20
Kortikosteroid tetap menjadi bagian dari pengobatan awal untuk tumor
tulang belakang. Mereka mengurangi edema vasogenik tumor dan sumsum tulang
belakang yang menghasilkan perbaikan atau setidaknya stabilisasi defisit
neurologis saat pengobatan definitif dimulai. Kortikosteroid juga memberikan
analgesia untuk nyeri dan memiliki efek sitotoksik langsung pada limfoma dan
melanoma. Variabilitas yang signifikan ada sehubungan dengan dosis awal dan
jadwal pengurangan dosis. Efek samping yang dicatat dari steroid termasuk
hiperglikemia, peningkatan risiko infeksi, iritasi gastrointestinal, gangguan mood,
retensi cairan, gangguan penyembuhan luka dan miopati steroid. Bifosfonat, yang
menghambat aktivitas osteoklas dan menekan reabsorpsi tulang terkait dengan
metastasis tulang belakang, telah terbukti efektif dalam mengurangi risiko patah
tulang patologis, menghilangkan rasa sakit dan mengurangi hiperkalsemia terkait
keganasan pada kanker payudara metastatik, mieloma multipel, dan kanker lain
yang menghasilkan metastasis osteolitik.

Disfungsi kandung kemih dapat mengakibatkan kesulitan drainase urin


dan kelainan pada tekanan intravesikular, meningkatkan risiko infeksi, penyakit
ginjal, kerusakan kulit, dan rasa malu sosial. Gejala kandung kemih dapat berkisar
dari frekuensi dan urgensi hingga retensi urin total. Pemeriksaan neurologis
menyeluruh (termasuk fungsi sfingter dan refleks), pengukuran volume residu
pasca berkemih dan studi urodinamik dapat digunakan untuk menilai pola
kandung kemih individu dan membantu dalam pembentukan program kandung
kemih. Kateterisasi intermiten atau kateter indwelling dapat digunakan untuk
upper motor neuron (detrusor over activity dengan atau tanpa sphincter
dyssynergia) dan pola lower motor neuron bladder (detrusor hypocontractility
atau a-contractility). Sebagai catatan, perhatian harus diberikan pada individu
dengan neutropenia atau trombositopenia berat karena mereka berisiko mengalami
infeksi dan perdarahan. Agen antikolinergik dapat dipertimbangkan pada pasien
dengan pola neuron motorik atas sedangkan kolinergik dan teknik manual seperti
Crede dan double void dipertimbangkan pada pasien dengan pola neuron motorik
bawah. Bergantung pada tingkat keparahan cedera, terapi fisik dasar panggul
dapat dipertimbangkan untuk melatih kembali sensorik, koordinasi otot
panggul/sfingter, dan biofeedback (Chaskis et al., 2020).

21
2.2.9 Komplikasi
- Paralisis
- Komplikasi yang berhubungan dengan keadaan terbaring di tempat
tidur - trombosis vena dalam, luka baring, atelektasis
- Penyebaran lesi secara lokal
- Kematian
2.2.10 Prognosis
i. Hasil untuk pasien dengan tumor sumsum tulang belakang
intramedullary harus berhat-hati. Mereka dengan defisit neurologis tampaknya
memiliki hasil terburuk. Pasien dengan penyakit metastasis jarang hidup lebih dari
12 bulan (Das et al., 2022).

e.

22
DAFTAR PUSTAKA

Chaskis, E., Sadeghi, N., Voordecker, P., Verocq, C., Salmon, I., De Witte, O., &
Lefranc, F. (2020). Intramedullary spinal cord tumor: A case report. Revue
Medicale de Bruxelles, 41(4). https://doi.org/10.30637/2020.19-088

Das, J. M., Hoang, S., & Meffin, F. B. (2022). Intramedullary spinal cord tumors.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK442031/#_NBK442031_pubdet_

Moore et al. (2018). Moore Clinically Oriented Anatomy Eighth Edition. In


Wolters Kluwer (Vol. 282, Issue 15).

Nguyen, M. A., Ngo, A. P., Huynh, Q. B., Pham, T. B., & Nguyen, V. H. (2023).
Assessment of intraoperative neurophysiological monitoring techniques in
intramedullary spinal cord tumor removal surgery. Interdisciplinary
Neurosurgery: Advanced Techniques and Case Management, 32.
https://doi.org/10.1016/j.inat.2023.101731

23

Anda mungkin juga menyukai