Anda di halaman 1dari 8

PERILAKU DAN IMPLIKASI KESEHATAN REPRODUKSI SERTA AKSES

PELAYANAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT SUKU DANI DI


KABUPATEN JAYAWIJAYA

Oleh :
MARIA MARGARET MANO
NIM. 2020071014487

Diajukan sebagai naskah esai pada LOMBA ESAI UNCEN 2022


dengan subtema : KESEHATAN

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


KESEHATAN REPRODUKSI
KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2022
PERILAKU DAN IMPLIKASI KESEHATAN REPRODUKSI SERTA AKSES
PELAYANAN KESEHATAN PADA MASYARAKAT SUKU DANI DI
KABUPATEN JAYAWIJAYA

Perhatian terhadap isu kesehatan reproduksi semakin meningkat. Disadari bahwa


upaya meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi bukan hanya berdampak pada
kesehatan dan pemberdayaan wanita, tetapi juga memiliki peran penting dalam upaya
pengembangan sumber daya manusia. Namun, di dalam mengupayakan kesehatan
reproduksi, permasalahan yang dihadapi bukan sekedar upaya pelayanan, melainkan
juga sikap dan perilaku masyarakat. Sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya
kesehatan reproduksi sering terlihat belum kondusif untuk peningkatan cakupan pe!
ayanan kesehatan reproduksi. Misalnya, masih banyak anggapan bahwa hamil dan
melahirkan hanya sebagai peristiwa biasa/normal dan tidak perlu mendapat perhatian
yang berlebihan. Sikap dan perilaku seperti ini bukan hanya datang dari pihak wanita,
melainkan juga laki- laki/suami dan keluarga yang lebih luas. Pandangan orang Dani
mengenai peristiwa kehamilan yang sering dianggap sebagai suatu kewajaran
mempengaruhi perilaku mereka untuk tidak merawat kehamilan dengan baik dan
memenuhi kaidah kesehatan. Terdapat cukup banyak (37%) responden yang
diwawancara tidak pernah melakukan pemeriksaan kehamilan. Selain faktor budaya,
faktor geografi juga merupakan faktor penting dalam mempengaruhi rendahnya
kunjungan antenatal. Meskipun sarana dan prasarana pelayanan kesehatan sudah
semakin menjangkau daerah terpencil, jam dan hari buka praktek masih sangat terbatas.
Bahkan sering dijumpai petugas kesehatan yang umumnya para pendatang dari daerah
lain di Indonesia, tidak berada di tempat tugasnya. Dalam kaitannya dengan praktek
kelahiran, kelahiran pada umumnya dilakukan di rumah dengan pertolongan dukun bayi
atau bahkan keluarga sendiri. Keadaan ini tidak kondusif terhadap kesehatan reproduksi.
karena penolong persalinan sering tidak merujuk ibu bersalin ke tempat pelayanan
medis apabila ada kesulitan melahirkan. Hal ini antara lain karena adanya faktor budaya
yang menghambat, yaitu adanya kebiasaan masyarakat untuk meminta persetujuan
suami dan keluarganya agar bisa membawa ibu ke Puskesmas. lni memerlukan waktu
lama karena untuk mendapatkan persetujuan itu terkadang harus dilakukan "upacara
adat" bagi sebagian masyarakat. Kenyataan ini dapat membawa dampak negative
terhadap kesehatan dan keselamatan ibu. Sistem pelayanan kesehatan standar yang pada
umumnya diterapkan di daerah penelitian ternyata belum sesuai dengan keinginan
masyarakat. lni tercermin dengan rendahnya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang ada, misalnya untuk pemeriksaan antenatal dan pertolongan persalinan.
Rendahnya pemanfaatan pelayanan antenatal menempatkan wanita Dani menghadapi
resiko tinggi selama menjalani masa kehamilan. Hal ini karena mereka tidak
mendapatkan pemeriksaan darah dan tidak melakukan konsultasi mengenai kesehatan
dan gizi bagi ibu hamil. Dengan demikian nampaknya perlu semacam wahana untuk
menjembatani antara sistem pelayanan kesehatan standar dengan praktek masyarakat
Dani dalam hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi. Terlepas dari
permasalahan internal seperti aspek tradisi, kemiskinan dan rendahnya tingkat
pendidikan yang membawa dampak terhadap status gizi serta akses terhadap pelayanan
kesehatan, bila sistem pelayanan kesehatan yang ada bisa didayagunakan sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan keinginan masyarakat maka hal ini akan membawa
dampak yang besar terhadap perbaikan derajat kesehatan ibu dan anak di daerah ini. Hal
ini membawa implikasi bahwa sistem pelayanan kesehatan yang ada perlu
dikembangkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kondisi setempat tanpa harus
bertentangan secara langsung dengan budaya setempat, khususnya yang berkaitan
dengan proses kehamilan dan kelahiran. Perilaku masyarakat Dani terhadap kesehatan
reproduksi. Menyadari bahwa sangat luas dan kompleksnya isu kesehatan reproduksi,
pembahasan hanya berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kehamilan (termasuk
aborsi), persalinan, dan penyakit menular seksual (PMS). Salah satu Permasalahan
kesehatan reproduksi seperti PMS yaitu penyakit menular seksual. Meskipun PMS
bukan merupakan penyebab kematian ibu, apabila tidak dilakukan upaya pengobatan
dapat berpengaruh buruk terhadap fungsi organ reproduksi, termasuk kemandulan. Data
tentang penderita PMS tidak diketahui, karena masyarakat pada umumnya cenderung
tidak memperdulikan. bahkan mungkin dianggap penyakit yang tidak perlu diobati
sepanjang belum menunjukkan gejala yang sudah memburuk. PMS cenderung semakin
banyak diderita oleh penduduk Jayawijaya, termasuk masyarakat suku bangsa Dani.
Sejumlah petugas kesehatan mengemukakan bahwa permasalahan penyakit kelamin,
terutama gonorhea termasuk cukup serius, karena bukan hanya diderita oleh orang
dewasa, tetapi juga anak-anak remaja. Diperkirakan bahwa berkembangnya penyakit
kelamin ini dipengaruhi oleh kebiasaan lokal yang kondusif terhadap penyebaran PMS.
Meskipun para turis diperkirakan juga berkontribusi terhadap penularan PMS, tetapi
tidak termasuk dalam konteks. Pesta adat yang berupa tarian, dikenal dengan istilah
pesek sering diikuti dengan praktek hubungan seks bebas. Perilaku ini berperan penting
dalam penularan penyakit kelamin (dalam istilah lokal disebut penyakit salah jalan).
Selain diikuti banyak orang, pesta adat ini juga sering dilakukan, bukan hanya untuk
keperluan ritual, melainkan juga dalam merayakan hari besar nasional, seperti 17
Agustus. Perilaku seperti ini cenderung sudah dianggap biasa oleh masyarakat, sehingga
dapat memperburuk transmisi PMS. Pelikan wawancara dengan My di Asologaima
berikut i i merupakan contoh adanya penyakit kelamin yang dianggap
diperoleh/ditularkan dari tarian adat pesek. Selama beberapa dekade pemerintah
Indonesia telah berupaya untuk menyediakan pelayanan kesehatan dasar secara
komperhensif bagi seluruh lapisan masyarakat. Kebijakan pembangunan kesehatan,
terutama selama pelita VI, ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan cakupan dari
pelayanan kesehatan masyarakat. Namun demikian, sebagaimana halnya dengan situasi
di negara berkembang lainnya, kurangnya sumberdaya baik dipihak pemerintah maupun
masyarakat telah menyebabkan sulitnya implementasi dari program kesehatan. Dalam
pelayanan kesehatan reproduksi pada masyarakat suku dani tergolong sangat rendah
dikarenakan beberapa faktor dan juga sarana pelayanan kesehatan masyarakat di
masyarakat suku dani yang masih sangat kurang.
Penelitian dilakukan di lingkungan masyarakat suku dani yang tersebar di lembah
baliem maupun daerah pegunungan jayawijaya. Secara administrasi, beberapa
kecamatan tercakup dalam penelitian ini, yaitu wamena kota kurulu dan Sebagian
wilayah kecamatan asologaima secara kultural termasuk pada ‘Dani Balim’ kecamatan
makki dan sebagian asologaima yang sering disebut sebagai dani pegunungan
dikarenakan tempat tinggal bagi suku dani di kecamatan ini berada di pegunungan
jayawijaya. Terdapat dua alasan utama dalam penekanan pada kesehatan reproduksi.
Pertama angka kemalian ibu hamil dan melahirkan di Kabupaten ini masih sangat
tinggi, yaitu diperkirakan mencapai 650 per 100 ribu kelahiran hidup, atau hampir dua
kali lipat dari angka di tingkat nasional. Angka kematian ibu tersebut diperkirakan lebih
rendah dari kenyataan, karena estimasi angka ini hanya berdasarkan data rumah sakit.
Pada kenyataannya, mayoritas ibu melahirkan terjadi dilingkungan dan keluarga
mereka, sehingga tidak semua ibu meninggal karena hamil dan melahirkan terdeteksi.
Kedua, penyakit menular seksual/PMS diperkirakan cukup tinggi antara lain berkaitan
dengan adanya tradisi lokal (misal pesta tradisional yang dikenal denganm istilah pesek,
dan longgarnya hubungan seks bebas di kalangan remaja), yang kondusif untuk
mempermudah penularan PMS. Dari segi budaya masyarakat di desa-desa penelitian
pada umumnya homogen secara budaya. Hasil penelitian dari Watch project
menemukan bahwa kesehatan bagi masyarakat suku dani bersumber dari perlakuan
masyarakat yang pada umumnya masih dipengaruhi oleh kepercayaan adat. Kondisi
semacam ini berdampak pada proses upaya pencarian pertolongan (health seeking
behaviour) yang mungkin lebih banyak ditentukan oleh tradisi lokal daripada proses
mencari pertolongan ke tenaga kesehatan. Dari aspek sosial-ekonomi, masyarakat Dani
adalah petani tradisional yang hanya mengusahakan hipere (ubi jalar) dan sayuran.
Tanggung jawab wanita dalam pekerjaan di tahan pertanian (kebun) sangat berat.
Wanita adalah sumber tenaga kerja bagi keluarga, sehingga poligami di kalangan
masyarakat Dani sering diartikan sebagai cara untuk mengurangi beban kerja sesama
Wanita. Wanita juga bertanggung jawab dalam pekerjaan domestik, yaitu menyiapkan
makan bagi keluarga dan mengasuh serta membesarkan anak. Dengan beban yang
sangat berat seperti ini, sulit bagi wanita Dani untuk memperhatikan kesehatan sendiri.
Keadaan ini diperberat oleh hambatan budaya yang menempatkan wanita Dani pada
posisi lebih rendah daripada laki-laki, misalnya terlihat dari ketergantungan wanita
pada laki-laki dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan untuk mendapatkan
perawatan kesehatan. Pencarian upaya kesehatan dipengaruhi oleh akses terhadap
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Fasilitas kesehatan di sebagian besar wilayah
jayawijaya masih sangat terbatas. Dokter dan paramedis, termasuk tenaga bidan lebih
senang tinggal di kota seperti wamena. Meskipun hampir semua puskesmas di tingkat
kecamatan tersedia dokter, pola pelayanan bersifat pasif, artinya kalau ada yang
membutuhkan pelayanan baru dilakukan, tetapi petugas kesehatan kurang berusaha
untuk mendatangi penduduk untuk menyadarkan dan mendorong mereka agar datang ke
tempat pelayanan kesehatan.

Yang dapat disimpulkan dari permassalahan diatas adalah bahwa Sarana


Pelayanan Kesehatan termasuk kesehatan reproduksi belum dimanfaatkan secara
optimal oleh pengguna potensial sebagai tempat untuk pemeriksaan kehamilan dan
pertolongan persalinan. Faktor adat istiadat dan pandangan serta kepercayaan yang
berkaitan dengan proses kehamilan dan kelahiran, kendala jarak, dan sulitnya
transportasi merupakan beberapa faktor yang berkaitan dengan kurangnya pemanfaatan
sarana pe1ayanan kesehatan secara optimal. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat Dani pada umumnya merupakan faktor penghambat terhadap akses
informasi yang kondusif terhadap pemahaman akan pentingnya pemanfaatan sarana
petayanan kesehatan bagi kesehatan ibu dan anak. Dari sisi pemberi pelayanan
kesehatan, kurangnya infrastruktur pe1ayanan kesehatan dan kurangnya komunikasi
antara petugas kesehatan dan pihak pengguna potensial merupakan faktor penting yang
juga menjelaskan mengapa sarana pelayanan kesehatan yang tersedia kurang
dimanfaatkan secara optimal. Sistem pelayanan kesehatan standar yang pada umumnya
diterapkan di daerah penelitian ternyata belum sesuai dengan keinginan masyarakat. lni
tercermin dengan rendahnya tingkat pemanfaatan petayanan kesehatan yang ada,
misalnya untuk pemeriksaan antenatal dan pertolongan persalinan. lntegrasi pelayanan
kesehatan modern dengan tradisional sebaiknya dirintis di daerah ini guna
meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan secara optimal. Aspek keterlambatan
dalam mendapatkan pertolongan persalinan tidak semata-mata disebabkan oleh pola
pemukiman yang menyebar dan kondisi geografis yang sulit namun juga oleh
pandangan dan kepercayaan masyarakat setempat terhadap proses kehamilan dan
kelahiran. Di samping itu, keterikatan masyarakat terhadap adat yang berkaitan dengan
pengambilan keputusan yang harus di1akukan dengan melibatkan ketua adat, suami.
atau tetua yang ada dalam kelompok sehingga memperlambat proses rujukan ke tempat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. maka saran dari saya yaitu harus dilakukan
integrasi pelayanan kesehatan tradisional dengan cara mengikut sertakan tenaga
kesehatan tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan serta menciptakan upaya untuk
semakin terbukanya komunikasi antara petugas kesehatan dan masyarakat pengguna
pelayanan kesehatan merupakan jembatan penghubung yang akan membantu
mengurangi permasalahan akses yang berkaitan dengan faktor budaya. Demikian pula
upaya untuk mengikut sertakan salah satu anggota keluarga sebagai kader kesehatan
akan membantu petugas kesehatan dalam menjalin komunikasi yang lebih baik dengan
pengguna (khususnya wanita) yang umumnya hidup dalam satu keluarga luas.
Terbukanya kesempatan bagi warga setempat untuk menjadi petugas kesehatan. yang
juga ikut terlibat dalam perencanaan dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan juga
akan membantu mengatasi hambatan komunikasi yang ada sekaligus menciptakan
model pelayanan kesehatan reproduksi yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
setempat. Penempatan putra daerah sebagai tenaga kesehatan juga akan membantu
mencegah derasnya perpindahan tenaga kesehatan dari Kabupaten Jayawijaya ke tempat
lain Mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat merupakan solusi untuk
mengatasi hambatan geografis. Selain memperbaiki sarana transportasi, khususnya yang
menuju ke pelayanan kesehatan, pendekatan kewilayahan seperti batas administratif
datam penempatan fasilitas kesehatan mungkin perlu ditinjau kembali. Pendekatan
cluster yang sesuai dengan lokasi pemukiman penduduk yang cenderung untuk hidup
berkelompok mungkin dapat dijadikan sebagai alternatif untuk mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Perbaikan prasarana kesehatan termasuk supervisi dan
pelalihan kerja, serta insentif yang cukup bagi petugas merupakan faktor pendukung
penting bagi terselenggaranya upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi. Sedangkan untuk mengatasi hambatan komunikasi
antara petugas kesehatan dan masyarakat, Departemen Kesehatan perlu merencanakan
suatu aktifitas dengan beberapa unsur terkait seperti LSM {Lembaga Sosial
Masyarakat) yang khusus membidangi masalah kesehatan, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, BANGDA (Badan Pembangunan Daerah), dan Universitas.
Tindakan yang dilakukan misalnya adalah:
1. Advokasi kepada masyarakat mengenai sistem pelayanan kesehatan,
khususnya kesehatan reproduksi.

2. Penyadaran kepada masyarakat mengenai kesehatan reproduksi berwawasan gender

3. Peningkatan pengetahuan petugas kesehatan, baik dalam bidang kesehatan maupun


pelayanan yang komunikatif dengan masyarakat, khususnya mengenai budaya maupun
hubungan sosial yang ada di masyarakat suku Dani.

4. Dengan melihat kondisi Kabupaten Jayawijaya yang sulit serta pola pemukiman
penduduk yang berkelompok namun tersebar maka untuk memudahkan akses terhadap
fasititas pelayanan kesehatan pemerintah perlu membuat pola penempatan fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempertimbangkan kondisi tersebut. Misalnya, penentuan
cakupan wilayah kerja Puskesmas atau Puskesmas Pembantu tidak harus berdasarkan
batas adminstratif, namun berdasarkan sebaran pemukiman penduduk. Perlu dibuat
cluster-cluster pemukiman penduduk, selanjutnya penentuan batas cakupan wilayah
kerja Puskesmas atau Puskesmas Pembantu berdasarkan batasan cluster pemukiman
penduduk. Dengan sistem ini bisa saja sebuah Puskesmas melayani beberapa cluster
yang sebagian berada diluar wilayah sebuah kecamatan namun dari segi aksesibilitas
mudah dijangkau. Dengan sistem pel ayanan kesehatan yang demikian ini akan
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat
proaktif. Dengan penerapan sistem cluster ini maka pola rujukan lidak harus mengikuti
jalur birokrasi dari Pustu ke Puskesmas induk, namun bisa langsung ke tempat lain pada
cluster yang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA

Djoko Hartono; Haning Romdiati; Eniarti Djohan. Akses Terhadap Pelayanan


Kesehatan Reproduksi: Studi Kasus di Kabupaten Jayawijaya, lrian Jaya

Hafid Mahesa Romulo, Sukma Noor Akbar dan Marina Dwi Mayangsari. Peranan
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Seksual Remaja Awal

Fajri Kasim. Dampak Perilaku Seks Berisiko terhadap Kesehatan Reproduksi dan
Upaya Penanganannya (Studi tentang Perilaku Seks Berisiko pada Usia Muda di Aceh)

Wahidah Ayu Wulandari ; I Made Jember. Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Rumah
Tangga Terhadap Sikap Kesehatan Reproduksi Pada Remaja

Anda mungkin juga menyukai