Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH SISTEM PERAMALAN HAMA

PENDUGAAN POPULASI
(MUTLAK, NISBI, INDESK POPULASI, DAN BINOMIAL)

Oleh :

KELOMPOK 2
Ketut Widie Asrame 2006541108

I Komang Triambara Wedaputra 2006541112

I Wayan Alit Surya Wiguna 2006541181

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA

2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah “Pendugaan Populasi (Mutlak, Nisbi, Indek, Populasi, Dan
Binomial)” sehingga dapat kami sajikan guna memenuhi tugas mata kuliah Peramalan
Hama.
Kami mengucapkan terima kasih juga kepada pihak-pihak yang baik secara langsung
ataupun tidak langsung telah membantu menyelesaikan laporan ini. Dan tak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen pengampu yang telah memberikan
kepercayaan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Laporan ini kami susun berdasarkan data-data yang telah kami peroleh dari buku-buku
pegangan dan data pada media tertentu. Data-data yang kami peroleh kemudian kami
satukan sehingga mudah dalam pemahamanya. Dengan terselesaikannya laporan ini kami
berharap dapat bermanfaat untuk kita semua. Dan semoga dengan makalah ini, kami dapat
menambah wawasan dan pengetahuan kami serta pembaca.
Kami meyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Kami minta maaf sebesar-
besarnya apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini. Dan besar harapan kami selaku
penyusun atas sumbangan semua pihak atas saran dan kritiknya sehingga dapat
menyempurnakan lagi makalah ini.

Denpasar,14 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR PUSTAKA

COVER

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ i

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................................. 1

3.1 Latar Belakang ......................................................................................................................... 1

3.2 Rumusan Masalah .................................................................................................................... 1

3.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................... 3

2.1 Populasi.................................................................................................................................... 3

2.2 Pengertian Sampel ................................................................................................................... 4

2.3 Metode Pengambilan Sampel .................................................................................................. 4

2.3.1 Metode Mutlak .............................................................................................................. 5

2.3.2 Metode Nisbi ................................................................................................................. 6

2.3.4 Metode Indeks Populasi ................................................................................................ 7

2.3.5 Binomial ........................................................................................................................ 7

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesalahan Pengambilan Sampel................................... 10

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................... 12

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

3.1 Latar Belakang

Satu organisme dikenal sebagai individu, dan populasi merupakan sekumpulan organisme
sejenis yang berinteraksi pada tempat dan waktu yang sama. Jumlah individu sejenis yang
terdapat pada satuan luas tertentu dinamakan kepadatan populasi. Antara populasi yang satu
dengan populasi yang lain selalu terjadi interaksi, baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam suatu komunitas. Bertambahanya anggota populasi menyebabkan kepadatan
bertambah, sehingga antar individu harus bersaing dalam hal ruang, udara dan makanan untuk
mencukupi kebutuhannya (Ferial, 2013).
Pendugaan populasi adalah suatu metode yang digunakan untuk melakukan perhitungan
kepadatan suatu populasi. Kepadatan populasi satu jenis atau kelompok hewan dapat
dinyatakan dalam bentuk jumlah atau biomassa per unit, atau persatuan luas atau persatuan
volume atau persatuan penangkapan. Kepadatan relatif dapat dihitung dengan
membandingkan kepadatan suatu jenis dengan kepadatan semua jenis yang terdapat dalam
unit tersebut. Kepadatan relatif biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase (Suin, 1989).
Makhluk hidup seperti serangga dalam suatu komunitas tidak terlalu mudah untuk diambil
sampelnya seperti halnya tanaman dikarenakan mobilitas dan keragamannya. Kehidupan
serangga memperlihatkan stratifikasi, namun stratifikasi ini tidaklah kaku. Serangga
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dalam pencarian makanan atau karena perubahan
dalam faktor-faktor abiotik lingkungan (Michael, 1999).
Pendugaan populasi dapat dihitung dengan empat cara, yaitu secara mutlak, nisbi, indek
populasi dan binomial.

3.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Populasi dan Sampel?

2. Apakah yang dimaksud dengan pendugaan populasi secara mutlak, nisbi, indeks
populasi, dan binomial?

3. Apakah saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan pengambilan sampel?

1
3.3 Tujuan Penulisan

4. Untuk mengetahui tentang pendugaan populasi secara mutlak.

5. Untuk mengetahui tentang pendugaan populasi secara nisbi.

6. Untuk mengetahui tentang pendugaan populasi secara indek populasi.

7. Untuk mengetahui tentang pendugaan populasi secara binomial.

8. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan pengambilan sampel.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Populasi

Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama (spesies) yang hidup di
tempat yang sama. Konsep populasi banyak dipakai dalam ekologi dan genetika. Ekologiwan
memandang populasi sebagai unsur dari sistem yang lebih luas. Populasi suatu spesies adalah
bagian dari suatu komunitas. Selain itu, evolusi juga bekerja melalui populasi. Ahli-ahli
genetika, di sisi lain, memandang populasi sebagai sarana atau wadah bagi pertukaran alelalel
yang dimiliki oleh individu-individu anggotanya. Dinamika frekuensi alel dalam suatu
populasi menjadi perhatian utama dalam kajian genetika populasi.
Di dalam penelitian populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari
obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi di sini maksudnya bukan hanya orang atau makhluk hidup, akan tetapi juga benda-
benda alam yang lainnya. Populasi juga bukan hanya sekedar jumlah yang ada pada obyek
atau subyek yang dipelajari, akan tetapi meliputi semua karakteristik, sifat-sifat yang dimiliki
oleh obyek atau subyek tersebut. Bahkan satu orangpun bisa digunakan sebagai populasi,
karena satu orang tersebut memiliki berbagai karakteristik, misalnya seperti gaya bicara,
disiplin, pribadi, hobi, dan lain sebagainya. Di bawah ini beberapa pengertian populasi
menurut para ahli:
• Menurut, Ismiyanto – populasi adalah keseluruhan subjek atau totalitas subjek penelitian
yang dapat berupa; orang, benda, / suatu hal yang di dalamnya dapat diperoleh dan atau
dapat memberikan informasi (data) penelitian.
• Menurut Arikunto – populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya
merupakan penelitian populasi.
• Menurut Sugiyono – populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek/subjek
yang mempunyai kuantitas & karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

3
2.2 Pengertian Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut,
ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga
dapat mewakili populasinya. Jika populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
seluruh yang ada di populasi, hal seperti ini dikarenakan adanya keterbatasan dana atau biaya,
tenaga dan waktu, maka oleh sebab itu peneliti dapat memakai sampel yang diambil dari
populasi. Sampel yang akan diambil dari populasi tersebut harus betul-betul representatif atau
dapat mewakili. Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Dengan kata lain, sampel
merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian
yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi.
Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki
keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi
target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik sampling
yang digunakan.

2.3 Metode Pengambilan Sampel

Dalam penerapan pengendalian hama terpadu, pengamatan ekosistem merupakan kegiatan


yang sangat menentukan keberhasilan dalam mengambil keputusan tentang pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Hubungan antara Aras Pengambilan keputusan
dengan kegiatan pemantauan sangat erat. Nilai Ambang Ekonomi yang ditetapkan tidak
bermanfaat apabila tidak diikuti kegiatan pemantauan yang teratur dan dapat dipercaya.
Sebaliknya program pemantauan tidak bermanfaat apabila tidak dikaitkan dengan suatu aras
penentuan keputusan pengendalian seperti ambang ekonomi. Pemantauan adalah suatu
kegiatan pengamatan yang dilakukan secara berkala pada suatu obyek di lokasi tertentu untuk
kepentingan pengambilan keputusan.
Dalam pelaksanaan tanaman budidaya ada salah satu hambatan yang cukup berarti dengan
adanya gangguan OPT, karena mengakibatkan rendahnya kualitas dan produksi yang
dihasilkan dan berimplikasi pada rendahnya pendapatan petani. Salah satu organisme
pengganggu tumbuhan tersebut adalah adanya serangan hama dipertanaman. Serangan hama
ini bila tidak diwaspadai secara lebih dini akan terjadi serangan yang cukup berat,

4
mengakibatkan kerusakan tanaman. Perkembangan hama pada tanaman dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor lingkungan seperti iklim, pola tanam, varietas rentan, dan faktor biotis
seperti parasit dan predator maupun mikroorganisme lainnya. Sesuai dengan Undang-Undang
Pemerintah No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 6 tahun 1995
tentang Perlindungan Tanaman. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
dilaksanakan dengan penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengamatan merupakan
kegiatan yang sangat penting dan mendasar dalam penerapan PHT tersebut, karena dari
pengamatan dapat diperoleh informasi tentang jenis, kepadatan populasi, luas dan intensitas
serangan, perkembangan OPT juga diamati, antara lain iklim, musuh alami serta bencana
alam. Informasi hasil pengamatan selanjutnya dilaporkan untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam penyusunan strategi / taktik pengendalian OPT sesuai konsep PHT dan
bahan rekomendasi tindakan pengendalian yang harus diambil apabila populasi telah
melampaui ambang yang ditetapkan.
Metode pengambilan sampel yang dimaksud adalah cara atau teknik yang diamati. Ukuran
kepadatan populasi suatu serangga yang biasa digunakan adalah dalam bentuk jumlah individu
per satuan luas permukaan tanah. Data ini dapat digunakan untuk menghitung atau menduga
beberapa jumlah individu yang ada pada suatu daerah atau wilayah pengamatan. Tidak semua
data hasil pengambilan sampel dapat dalam bentuk kepadatan populasi per unit permukaan
tanah tetapi berupa cara pendekatan yang lain.
Sampai saat ini untuk studi ekologi dan pelaksanaan program PHT dikenal dengan 4
metode pokok pengambilan sampel yaitu metode mutal (absolute), metode nisbi (relatif) dan
indeks populasi dan binominal.

2.3.1 Metode Mutlak

Metode pengambilan sampel mutlak menghasilkan angka pendugaan populasi dalam


bentuk jumlah individu per satuan unit permukaan tanah atau habitat serangga yang diamati.
Dengan angka kepadatan populasi yang diperoleh tersebut langsung dapat dilakukan
pendugaan kepadatan populasi pada suatu wilayah pengamatan tertentu.
Dalam pelaksanaan sampling terlebih dahulu ditetapkan unit sampel, dalam hal ini berupa
satuan luas permukaan tanah missal 1x1 m2. Semua individu serangga yang diamati dan berada
pada unit sampel kemudian dikumpulkan dan dihitung jumlahnya. Untuk sesuatu petak

5
pengamatan biasanya diambil beberapa unit sampel. Angka kepadatan yang tekumpul dari
beberapa unit sampel dapat untuk menghitung rata–rata kepadatan populasi dari suatu petak
pengamatan. Apabila ingin menduga berapa jumlah populasi serangga dalam suatu wilayah
dan luasnya 1000 m2, dapat mengalihkan angka rata-rata kepadatan populasi per m2 dengan
kelipatan 1000.
Apabila perhitungan populasi dilaksankan pada tanaman yang telah teratur dalam baris dan
kolom denga menggunakan unit sampel berupa satu tanaman/pohon atau rumpun dapat
diperoleh jumlah populasi serangga untuk satu wilayah pengamatan. Unit sampel dalam
bentuk tanaman atau rumpun juga dimasukan sebagai metode mutlak. Jumlah individu per
tanaman dapat dikonveksikan pada unit luas permukaan tanah, suatu contoh pada pertanaman
padi yang telah ditanam dengan jarak tanamn 25x25 cm. Dalam 1 m2 luas tanah akan
didapatkan 16 rumpun. Apabila satu rumpun didapatkan 10 ekor wereng maka dalam 1 m2
luas permukaan tanah akan diperoleh 160 wereng.

Metode absolut paling baik dibandingkan dengan 2 metode sampling lainnya karena
memiliki ketelitian yang tinggi. Metode ini sangat dianjurkan untuk penelitian ekologi dan
penentuan keputusan pengendalian. Dalam pelaksanaanya, metode absolut memerlukan biaya,
waktu dan tenaga yang cukup banyak terutama untuk ekstraksi serangga yang terkumpul.

2.3.2 Metode Nisbi

Metode pengambilan sampel nisbi menghasilkan angka penduga populasi yang sulit
dikonversikan dalam unit permukaan tanah karena banyak factor yang mempengaruhi angka
penduga tersebut. Cara pengambilan sampel dengan menggunakan alat-alat perangkap
serangga seperti perangkap jebakan (pitfall trap) atau perangkap lampu (light trap). Data hasil
penangkapan serangga akan sulit dikonveksikan pada unit permukaan tanah. Demikian juga
cara pengambilan sampel dengan jaring ayun (swerp net) dapat dimasukan dalam metode
nisbi.
Dibandingkan dengan metode mutlak, metode nisbi merupakan metode yang lebih mudah
dan lebih praktis karena umumnya dengan metode ini individu serangga lebih mudah
terperangkap dan dihitung. Tetapi dilhat dari segi ketelitian statistik mode ini termasuk rendah.
Ada beberapa usaha yang dilakukan oleh para peneliti untuk mendapat model yang dapat
digunakan mengkonveksikan hasil tangkapan alat perangkap dengan unit permukaan tanah.
6
Demikian juga mereka mencoba mencari persamaan regresi antara hasil tangkapan jala ayun
dan angka unit permukaan tanah, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Hal ini disebakan karena
hasil pengumpulam serangga dengan metode nisbi sangat dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain keadaan lingkungan sekitar alat perangkap, keadaan dan kemampuan petugas
pengamat, waktu dan pengumpulan serangga dilakukan, dan lain-lain.
Dalam program PHT, metode pengambilan sampel dengan jala ayun telah dicoba utnuk
penentuan keputusan pengendalian yaitu dengan adanya nilai Ambang Pengendalian dalam
jumlah serangga yang tertangkap dalam jala ayun selama beberapa ayunan tertentu. Metode
nisbi dapat dimanfaatkan untuk memperoleh gambaran atau indikasi tentang kapan terjadi
penerbangan maksimal serangga sehingga tindakan pengamatan dapat lebih intensif guna
upaya pengendalian. Metode nisbi tidak dianjurkan untuk studi ekologi serangga yang
memerlukan tingkat ketelitian.

2.3.4 Metode Indeks Populasi

Apabia metode mutlak dan metode nisbi untuk menduga sifat populasi masih dikumpulkan
dan dihitung individu serangga yang teramati, tetapi pada metode indeks populsi pengamat
hanya mengukur dan menghitung apa yang ditinggalkan oleh serangga dapat berupa kotoran,
kokon, sarang, dll. Misal, pada pengamatan hama tikus yang dihitung adalah jumlah liang aktif
atau liang mati. Indeks populasi yang saat ini paling sering digunakan dalam program
pengamatan rutin adalah besar kerusakan atau akibat serangan hama yang terjadi pada
tanaman yang terserang. Angka tersebut sering dalam bentuk intensitas kerusakan berat atau
luas serangan hama.
Angka–angka yang dikumpulkan dengan metode ini bukan angka jumlah individu dari
populasi melainkan merupakan gambaran populasi dalam bentuk indeks. Tentu saja indeks
populasi memiliki ketelitian sangat rendah sehingga tidak dapat digunakan terutama dalam
proses penentuan keputusan dan dalam menaksir nilai kerusakan tanaman yang diderita.

2.3.5 Binomial

Seringkali keberhasilan suatu pengendalian diawali dengan hanya mengetahui ada atau
tidaknya hama pascapanen sedini mungkin. Pendugaan yang hanya mendasarkan pada ada

7
tidaknya serangga pada unit contoh disebut pendugaan binomial. Unit contoh yang
mengandung serangga diberi skor 1 sedangkan yang tidak ada serangganya diberi skor 0.
Pengolahan data skoring ini yang digunakan untuk menentukan urgensi intervensi
pengendalian.
Seringkali pendugaan binomial lebih baik hasilnya bila menggunakan teknik ambang
jumlah serangga per unit contoh daripada hanya sekedar pengamatan ada atau tidaknya
serangga. Misalnya dari 30 unit contoh, suatu unit contoh dapat dinyatakan sebagai jumlah
serangga kurang dari 5 ekor, kemudian unit contoh kedua jumlah serangga lebih dari lima
ekor, begitu seterusnya. Berarti 5 ekor adalah ambang jumlah serangga. Penentuan ambang
jumlah serangga tergantung status serangga sebagai hama dan tindakan pengendalian yang
dilakukan. Sebagai contoh ekstrim, Karantina Indonesia menentukan ambang satu ekor
kumbang kapra per kapal beras yang diimpor sebagai penentu keputusan diterima atau
ditolaknya beras tersebut masuk Indonesia. Ambang juga dapat dibuat beberapa jenjang
sehingga membentuk kategori, misalnya kategori I kurang dari 5 ekor, kategori II antara 5
sampai dengan 10 ekor, kategori III antara 10 sampai dengan 15 ekor dan seterusnya
disesuaikan dengan implikasi tindakan yang akan diambil.
Berikut ini adalah contoh metode yang dapat digunakan untuk pendugaan binomial yang
meliputi metode deteksi infestasi hama pascapanen secara visual, deteksi hidden infestation
dan deteksi lingkungan sekitar gudang.
a. Pengamatan Visual
Pengamatan visual sederhana kadang-kadang memenuhi keperluan deteksi
serangga. Dinding gudang biasanya bercat putih, salah satu maksudnya adalah
memudahkan deteksi hama yang secara kebetulan hinggap. Pada gudang curah, ngengat
biasanya tidak dapat menembus terlalu dalam sehingga pengamatan cukup dengan
menyingkap bahan simpan di dekat permukaan. Biasanya hama cenderung bergerombol,
sehingga keberadaan sisa-sisa metabolisme hama berupa bubuk, feses atau benang sutera
juga menjadi petunjuk lokasi keberadaan hama di penyimpanan. Pada gudang sistem
tumpuk, deteksi hama pascapanen dapat dilakukan dengan bantuan colokan/spear/probe.
Cara lain bisa menggunakan ayakan kawat karena biasanya ukuran serangga lebih kecil

8
dari ukuran biji. Penggunaan perangkap dapat mempermudah deteksi hama pascapanen
secara visual. Ada beragam jenis perangkap, secara umum terbagi menjadi
1. Flight trap, serangga tertarik dan terbang ke arahnya.

2. Refuge trap, serangga datang untuk berlindung

3. Pitfall trap, serangga jatuh ke dalamnya.

Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa


makanan maupun zat atraktan. Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi
hama bahkan dalam tingkat kepadatan rendah.
b. Deteksi Infestor Internal (Hidden Infestation)

Deteksi infestor internal seperti Sitophilus, Rhyzopertha, dan Sitotroga sulit


dilakukan dengan pengamatan visual terutama bila populasinya kecil karena kebiasaan
hidupnya yang berada didalam biji. Oleh karena itu dikembangkan berbagai metode
deteksi khusus untuk hidden infestation:
1. Teknik pewarnaan/staining, berbagai stadia Sitophilus baik di dalam maupun di luar
biji dapat diwarnai dengan beberapa pewarna biologis seperti acid fuchsin (warna
merah) atau gentian violet(warna ungu). Bila biji berwarna gelap, misalnya beberapa
jenis sorgum, dapat digunakan pewarna berberin suflate yang akan berpendar bila
diamati di bawah sinar UV. Sayangnya teknik ini hanya bisa untuk deteksi Sitophilus
dan tidak bisa digunakan untuk Rhyzopertha dan Sitotroga.
2. Metode pengapungan, biji gandum terserang akan terapung karena adanya rongga.
Namun bila hama masih dalam stadia telur, metode ini tidak bisa digunakan. Metode
ini tidak cocok untuk biji yang telah dikupas kulitnya seperti padi atau biji berukuran
besar seperti jagung. Metode lain yang masih termasuk pengapungan adalah dengan
menghancurkan biji, kemudian fragmen serangga yang ikut hancur diberi perlakukan
sehingga terapung dan disaring dengan kertas isap untuk diamati di bawah mikroskop.
3. Pemeriksaan radiografi (sinar X), membutuhkan investasi untuk peralatan, kamar
gelap, film. Bahan kimia, dan interpreter terlatih. Metode ini kemungkinan bisa
dikembangkan ke arah scanning komputer.

9
4. Deteksi suara, dengan sebuah oscilloscope suara makan dan pergerakan dapat
dideteksi. Suara Sitophilus, Rhyzopertha, dan Sitotroga di dalam biji dapat dideteksi
13-19 hari setelah oviposisi oleh induknya.
5. Pengukuran kadar karbondioksida, dilakukan dengan analisis sinar inframerah
terhadap produksi CO2 akibat respirasi serangga dibandingkan dengan bahan simpan
standar.
6. Kertas ninhidrin, contoh biji dihancurkan dalam gulungan kertas yang diberi perlakuan
ninhidrin. Asam amino dari cairan serangga akan bereaksi dengan ninhidrin
menghasilkan bercak-bercak berwarna ungu.
7. ELISA (enzym-linked immunosorbent assay), yaitu dengan memanfaatkan antibodi
yang khusus diproduksi untuk mendeteksi myosin, protein otot serangga yang tidak
ditemukan pada biji-bijian. Tingkat kepekatan senyawa myosin-antobodi dapat
digunakan untuk menduga banyaknya serangga pada contoh biji. ELISA dapat juga
dikembangkan untuk antibodi yang spesifik bagi spesies tertentu.

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesalahan Pengambilan Sampel

a. Sifat Keterampilan Petugas Pengamat

Keragaman sifat, pengetahuan, keterampilan mempengaruhi mutu data sehingga


mengakibatkan kesimpulan salah dan rekomendasi pengendalian yang kurang tepat.
Diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dan membuat buku petunjuk dan
standardisasi tabel pengamatan sehingga mempermudah petugas dan petani
pengamat.
b. Keadaan Lingkungan Setempat

Mempengaruhi aktivitas dan perilaku hama yang diamati.Pengamatan disesuaikan


dengan irama kehidupan hama.
c. Sifat Sebaran Spasial Serangga

Adanya kecenderungan sebaran serangga di lapangan mengelompok. Ada 3 sifat


sebaran yang umum
1. Sebaran regular yang mengikuti distribusi binomial positif. Apabila rerata >
simpangan baku.

10
2. Sebaran random yang mengikuti distribusi poisson. Apabila rerata = simpangan
baku.
3. Sebaran mengelompok yang mengikuti sebaran binomial negative. Apabila
rerata < simpangan baku.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Populasi adalah sekumpulan individu dengan ciri-ciri yang sama (spesies) yang hidup di
tempat yang sama. Di dalam penelitian populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sampel adalah sebagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari
anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili
populasinya. Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan
dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.
Metode pengambilan sampel yang dimaksud adalah cara atau teknik yang diamati. Untuk
studi ekologi dan pelaksanaan program PHT dikenal dengan 4 metode pokok pengambilan
sampel yaitu metode mutal (absolute), metode nisbi (relatif) dan indeks populasi dan
binomina

12
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, E. (2019). Ekologi Serangga. Penerbit UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses pada
tanggal 14 Maret 2023
Arisman, A. (2016). Serangga dan Peranannya dalam Ekosistem. Penerbit Universitas Andalas.
Diakses pada tanggal 14 Maret 2023
Hidayat. 2014. Jenis-Jenis Metode Penelitian Beserta Contohnya. Tersedia pada:
https://blog.ub.ac.id/fitriadi56/2015/05/25/metode-sampling/. Diakses pada tanggal 14
Maret 2023

Ningsih. 2017. Teknik Sampling dan Pengambilan Sampel. Tersedia pada:


https://everythingaboutnature.wordpress.com/2017/12/29/teknik-sampling-
danpengambilan-sampel/. Diakses pada tanggal 14 Maret 2023
Prawiradilaga, D. M., & Darmono, D. (2017). Serangga Indonesia. Penerbit Naturalis. Diakses pada
tanggal 14 Maret 2023
Suharjono, A. S., & Suhartawan, E. (2013). Estimasi populasi hama penggerek buah kopi
(Hypothenemus hampei) menggunakan perangkap feromon di Kabupaten Banyuwangi.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia. Diakses pada tanggal 14 Maret 2023
Untung, Kasumbogo. 2013. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (Edisi Kedua). Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.

Wikipedia. 2018. Populasi (biologi). Tersedia pada :


https://id.wikipedia.org/wiki/Populasi_(biologi). Diakses pada tanggal 14 Maret 2023
Yustika, E. P., & Hardiwinoto, S. (2014). Inventarisasi serangga predator pada agroekosistem padi
sawah di Desa Kalipucang Wetan, Kabupaten Ciamis. Jurnal Entomologi Indonesia. Diakses
pada tanggal 14 Maret 2023

13

Anda mungkin juga menyukai