Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MATAKULIAH HAMA PENTING TANAMAN PERTANIAN

Hama Tanaman Jagung

Dosen pengajar:

Dr. Ir. A.A Ayu Agung Sri Sunari M.S

Kelompok 2

Ketut Widie Asrame 2006541108


I Komang Triambara Wedaputra 2006541112
Made Ray Wiyarta 2006541172
I Wayan Alit Surya Wiguna 2006541181

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukut kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas berjudul “Hama Tanaman
Jagung’’ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. Ir. A.A Ayu Agung Sri Sunari M.S. pada
program studi Agroekoteknologi. Selain itu, paper ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Hama Tanaman Jagung bagi para pembaca dan juga bagi kami.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. A.A Ayu Agung Sri Sunari
M.S.selaku dosen Hama penting tanaman pertanian pada program studi
Agroekoteknologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Kami menyadari, bahwa paper yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar bisa lebih baik lagi di masa mendatang.

Denpasar, 12 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
COVER

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISIi...................................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................... 2

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) ..................................................... 3

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Serangga .................................................................. 3

2.1.2 Bioekologi Serangga ........................................................................................... 4

2.1.3 Cara Pengendalian .............................................................................................. 6

2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura) ................................................................................... 7

2.2.1 Taksonomi dan Morfologi Serangga .................................................................. 7

2.2.2 Bioekologi Serangga ........................................................................................... 8

2.2.3 Cara Pengendalian .............................................................................................. 10

2.3 Kumbang daun (Chaetocnema sp.) ............................................................................... 11

2.3.1 Taksonomi dan Morfologi Hama ........................................................................ 11

2.3.2 Bioekologi Serangga ........................................................................................... 12

2.3.3 Cara Pengendalian .............................................................................................. 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.4 Latar Belakang


Tanaman anaman jagung secara spesifik merupakan tanaman pangan yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia ataupun hewan. Jagung merupakan makanan pokok
kedua setelah padi di Indonesia.Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung
menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Tanaman jagung hingga kini
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk penyajian, seperti : tepung jagung
(maizena), minyak jagung, bahan pangan, serta sebagai pakan ternak dan lain-lainnya.
Khusus jagung manis (sweet corn), sangat disukai dalam bentuk jagung rebus atau bakar
(Derna, 2007). Hama merupakan salah satu organisme pengangu tanaman yang dapat
menyebabkan tanaman menjadi terganggu pertumbuhanya, sehingga tanaman menjadi tidak
dapat berproduksi secara maksimal atau bahkan pada serangan yang berat dapat
menyebabkan tanaman menjadi puso. Serangan hama pada suatu tanaman akan mengalami
fluktuasi untuk setiap tahunnya. Faktor ini juga yang menyebabkan terjadinya fluktuasi pada
produksi hasil pertanian, karena apabila serangan yang berat maka produksi tanaman akan
menurun Salah satu kendala yang menyebabkan terjadinya fluktuasi produktivitas tanaman
jagung disebabkan oleh serangan serangga herbivora dan pathogen Tanaman. Herbivora yang
sering dijumpai pada pertanaman jagung adalah penggerek tongkol (Helicoverpa armigera),
ulat grayak (Spodoptera litura), Kumbang daun (Chaetocnema sp.) Menurut Tambunan et al.,
(2013) indeks keanekaragaman serangga pada areal pertanaman jagung manis dan jagung
transgenik tergolong sedang disebabkan karena lokasi kedua areal pertanaman jagung yang
berdekatan mengakibatkan perbedaan yang tidak signifikan dalam keberadaan dan
perpindahan serangga di areal tersebut.

1.2 Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah sebagai berikut.

1. Taksonomi dan bioekologi serta cara pengendalian Penggerek tongkol jagung


(Helicoverpa armigera) Ulat Grayak (Spodoptera litura) Kumbang daun
(Chaetocnema sp.)

1
13 Tujuan

Adapun tujuannya sebagai berikut.

1. Dapat mengetahui dan memahami Taksonomi dan bioekologi serta cara


pengendalian Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera) Ulat Grayak
(Spodoptera litura) Kumbang daun (Chaetocnema sp.)

2
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Penggerek tongkol jagung (Helicoverpa armigera)

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Serangga

Helicoverpa armigera adalah jenis ngengat yang termasuk dalam keluarga Noctuidae.
Berikut adalah taksonomi lengkapnya:

Kingdom : Animalia (Hewan)

Filum : Arthropoda (Arthropoda)

Kelas : Insecta (Serangga)

Ordo : Lepidoptera (Kupu-kupu dan ngengat)

Famili : Noctuidae (Ngengat malam)

Genus : Helicoverpa

Spesies : Helicoverpa armigera

Berikut adalah morfologi atau ciri-ciri fisik Helicoverpa armigera:

 Bentuk tubuh: Helicoverpa armigera memiliki tubuh yang ramping dan memanjang
dengan sayap lebar dan panjang.
 Warna tubuh: Tubuh Helicoverpa armigera berwarna coklat keabu-abuan dengan
corak garis-garis gelap di sepanjang sayapnya.
 Sayap: Sayap Helicoverpa armigera berukuran panjang antara 25-30 mm dengan
lebar sekitar 45-55 mm. Sayapnya memiliki corak garis-garis gelap dan bercak-bercak
keputihan di sepanjang tepi sayap.

3
 Antena: Antena Helicoverpa armigera berbentuk segitiga dan terdiri dari beberapa
segmen yang berwarna coklat tua.
 Kaki: Helicoverpa armigera memiliki enam kaki dengan cakar yang kuat dan
berwarna coklat tua.
 Bagian kepala: Kepala Helicoverpa armigera berukuran kecil dan bulat dengan warna
coklat tua. Di antara mata, terdapat probosis atau belalai yang digunakan untuk
mengisap nektar dan sari bunga
 Bagian tubuh belakang: Pada bagian tubuh belakang, Helicoverpa armigera memiliki
sirip-sirip kecil yang membantu dalam penerbangan.

2.1.2 Bioekologi

Siklus hidup Helicoverpa armigera meliputi empat tahap utama yaitu telur, larva, pupa,
dan imago. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing tahap tersebut:

 Telur: Telur Helicoverpa armigera berbentuk bulat dan berukuran sekitar 0,5 mm.
Telur diletakkan oleh betina di bagian bawah daun atau di bagian buah-buahan. Telur
akan menetas dalam waktu 2-5 hari.
 Larva: Larva Helicoverpa armigera berbentuk ulat dengan panjang sekitar 2-3 mm
dan berwarna putih. Saat tumbuh, warna larva akan berubah menjadi hijau dengan
garis-garis putih dan hitam di sepanjang tubuhnya. Larva mengalami beberapa kali
pergantian kulit (moult) sebelum mencapai ukuran maksimalnya, yaitu sekitar 40-45
mm. Tahap ini biasanya berlangsung selama 2-4 minggu.
 Pupa: Pupa Helicoverpa armigera berukuran sekitar 15-20 mm dan berwarna coklat
tua. Pupa biasanya berada di dalam tanah atau di bawah serasah, dan berlangsung
selama 1-2 minggu.
 Imago: Imago Helicoverpa armigera adalah ngengat yang memiliki sayap berwarna
coklat dengan corak garis-garis putih dan hitam. Ngengat jantan memiliki warna lebih
gelap dan lebih kecil daripada ngengat betina. Imago hidup selama 1-2 minggu dan
akan bertelur pada tanaman setelah melakukan perkawinan.

Musuh alami dari Helicoverpa armigera meliputi:

 Parasitoid: Parasitoid adalah serangga yang hidup dengan memakan atau mengendap
dalam tubuh inangnya. Beberapa jenis parasitoid yang diketahui dapat mengendalikan

4
populasi Helicoverpa armigera antara lain Trichogramma chilonis, Cotesia sp., dan
Campoletis chlorideae.
 Predator: Beberapa jenis predator seperti burung, kadal, dan laba-laba memangsa
larva dan pupa Helicoverpa armigera.
 Bakteri: Beberapa bakteri seperti Bacillus thuringiensis dan Xenorhabdus
nematophilus dapat membunuh larva Helicoverpa armigera.

Tanaman inang dari Helicoverpa armigera meliputi:

 Jagung: Helicoverpa armigera adalah hama yang sering menyerang tanaman jagung
dan dapat menyebabkan kerusakan pada buah jagung.
 Kacang-kacangan: Tanaman kacang-kacangan seperti kedelai dan kacang hijau juga
menjadi inang dari Helicoverpa armigera.
 Tanaman lainnya: Selain jagung dan kacang-kacangan, Helicoverpa armigera juga
dapat menyerang tanaman lain seperti kapas, tomat, dan tembakau.

Beberapa faktor fisik yang dapat memengaruhi kehidupan Helicoverpa armigera antara
lain:

 Suhu: Suhu mempengaruhi perkembangan dan tingkat reproduksi Helicoverpa


armigera. Suhu optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan larva adalah antara
25-30°C, sedangkan untuk perkembangan imago adalah antara 25-28°C.
 Kelembaban: Kelembaban udara yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan
Helicoverpa armigera adalah antara 60-80%. Kelembaban ini memungkinkan hama
ini untuk berkembang biak dan mempercepat pertumbuhan larva. Namun, jika
kelembaban terlalu tinggi, maka dapat menyebabkan masalah infeksi dan penyakit
pada hama ini.
 Cahaya: Helicoverpa armigera adalah hama yang aktif pada malam hari dan lebih
suka berada di tempat yang gelap. Oleh karena itu, cahaya tidak menjadi faktor yang
signifikan dalam kehidupan hama ini.
 Tekstur dan sifat tanah: Helicoverpa armigera hidup di tanah dan serasah, sehingga
sifat dan tekstur tanah dapat mempengaruhi kemampuan hama ini untuk berkembang
biak.

5
 Curah hujan: Curah hujan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup Helicoverpa
armigera karena kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan
dan reproduksi hama ini.

Beberapa faktor kimia yang memengaruhi kehidupan Helicoverpa armigera antara lain:

 Kandungan nutrisi dalam makanan: Nutrisi yang terkandung dalam makanan


merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan hama. Helicoverpa
armigera biasanya menyerang tanaman yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi,
terutama protein dan lemak. Kandungan nutrisi yang rendah dalam makanan dapat
memperlambat pertumbuhan hama.
 Kandungan toksin dalam makanan: Beberapa tanaman mengandung senyawa kimia
yang bersifat toksik bagi hama. Senyawa kimia ini dapat memperlambat pertumbuhan
hama atau bahkan membunuhnya. Namun, beberapa jenis Helicoverpa armigera telah
berkembang kebal terhadap senyawa kimia ini.
 Kondisi lingkungan: Faktor kimia seperti pH tanah, konsentrasi nutrisi, dan keasaman
tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Helicoverpa armigera.
Hama ini lebih suka tumbuh pada tanah yang memiliki pH netral hingga sedikit asam
dan konsentrasi nutrisi yang cukup.
 Pestisida: Pestisida digunakan untuk mengendalikan Helicoverpa armigera di
lapangan. Namun, penggunaan pestisida secara berlebihan dapat menyebabkan
resistensi pada hama, sehingga mempersulit pengendalian hama ini.

2.1.3 Cara Pengendalian

Berikut adalah beberapa cara pengendalian Helicoverpa armigera:

 Penggunaan musuh alami: Musuh alami seperti parasitoid dan predator sering
digunakan untuk mengendalikan populasi Helicoverpa armigera. Beberapa contoh
musuh alami adalah Cotesia flavipes, Trichogramma chilonis, dan larva beberapa
jenis kumbang.
 Penggunaan insektisida: Insektisida dapat digunakan untuk mengendalikan populasi
Helicoverpa armigera, tetapi harus digunakan dengan hati-hati agar tidak merusak
lingkungan dan kesehatan manusia. Penggunaan insektisida yang teratur dapat
menyebabkan resistensi hama, sehingga disarankan untuk mengganti jenis insektisida
secara teratur.

6
 Penggunaan tanaman perangkap: Tanaman perangkap seperti kapas dan bunga
matahari dapat ditanam di sekitar tanaman inang untuk menarik dan mempertahankan
populasi Helicoverpa armigera, sehingga mengurangi kerusakan pada tanaman yang
diinginkan.
 Pemangkasan tanaman: Pemangkasan tanaman dapat membantu mengurangi populasi
Helicoverpa armigera, karena hama ini lebih memilih tumbuhan yang tinggi dan
subur.
 Penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap hama: Beberapa varietas tanaman
dapat memiliki resistensi terhadap Helicoverpa armigera, sehingga dapat mengurangi
kerusakan pada tanaman.
 Praktik budidaya yang baik: Memelihara tanaman secara sehat dan menjaga
kebersihan lingkungan dapat membantu mencegah serangan Helicoverpa armigera
dan memperkuat tanaman dalam menghadapi serangan hama.

2.2 Ulat Grayak (Spodoptera litura)

2.2.1 Taksonomi dan Morfologi Serangga

Berikut adalah taksonomi Spodoptera litura:

Kerajaan : Animalia (hewan)

Filum : Arthropoda (serangga, laba-laba, udang)

Kelas : Insecta (serangga)

Ordo : Lepidoptera (kupu-kupu dan ngengat)

Famili : Noctuidae (ngengat malam)

Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura

7
Berikut adalah beberapa morfologi Spodoptera litura:

 Ukuran tubuh dewasa: sekitar 2-3 cm dengan lebar sayap sekitar 4-5 cm.
 Warna tubuh: sayap depan coklat dengan garis-garis yang lebih gelap dan bintik-
bintik putih, sayap belakang putih transparan dengan tepi coklat, tubuh bagian bawah
coklat kemerahan.
 Antena: bersirip, berbulu, dan panjang.
 Kaki: panjang dan kuat, dengan cakar yang tajam.
 Mata: besar dan berwarna gelap.
 Mulut: berguna untuk mengunyah dan merobek bahan makanan.
 Telur: berwarna putih transparan dan berbentuk bulat pipih, berukuran sekitar 0,5
mm.
 Ulat: tubuh panjang, berwarna hijau muda, dengan garis-garis putih pada tubuhnya,
kepala kecil dan berwarna kehitaman, tiga pasang kaki pendek dan satu pasang kaki di
perut.
 Kepompong: berbentuk bulat atau oval, dengan warna tergantung pada warna
tanaman tempat ulat makan, bisa berwarna hijau, coklat atau kehitaman, ukuran
sekitar 2-3 cm.

2.2.2 Bioekologi Serangga

Siklus hidup Spodoptera litura meliputi empat tahap utama yaitu telur, ulat, kepompong,
dan ngengat. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai masing-masing tahap siklus
hidup tersebut:

 Telur: Spodoptera litura betina dapat bertelur sebanyak 500-1000 butir selama masa
hidupnya. Telur berbentuk bulat pipih dengan ukuran sekitar 0,5 mm dan berwarna
putih transparan. Telur biasanya diletakkan di bawah daun atau pada bagian lain dari
tanaman.
 Ulat: Telur akan menetas menjadi ulat setelah sekitar 4-5 hari. Ulat Spodoptera litura
memiliki tubuh panjang, berwarna hijau muda, dengan garis-garis putih pada
tubuhnya, kepala kecil dan berwarna kehitaman, tiga pasang kaki pendek dan satu
pasang kaki di perut. Ulat Spodoptera litura makan daun dan bagian lain dari
tanaman. Masa ulat biasanya berlangsung selama 2-3 minggu tergantung pada suhu
dan kelembaban.

8
 Kepompong: Setelah masa ulat, Spodoptera litura akan memasuki tahap kepompong.
Kepompong berbentuk bulat atau oval dengan ukuran sekitar 2-3 cm, dan berwarna
tergantung pada warna tanaman tempat ulat makan. Masa kepompong berlangsung
selama sekitar 1-2 minggu.
 Ngengat: Setelah masa kepompong, Spodoptera litura akan menetas menjadi ngengat.
Ngengat jantan dan betina akan mencari pasangan untuk berkembang biak. Ngengat
betina akan bertelur di tanaman dan siklus hidup Spodoptera litura akan kembali ke
tahap telur.

Siklus hidup Spodoptera litura dapat berlangsung sekitar 30-40 hari tergantung pada
suhu dan kelembaban. Spodoptera litura biasanya mengalami 3-4 generasi dalam setahun
tergantung pada daerah tempat hidupnya.

Beberapa musuh alami Spodoptera litura antara lain adalah parasitoid telur, parasitoid
larva, predator larva, dan pathogen. Parasitoid telur Spodoptera litura adalah Trichogramma
chilonis dan Trichogramma japonicum. Parasitoid larva Spodoptera litura antara lain adalah
Hyposoter didymator, Cotesia marginiventris, dan Chelonus insularis. Predator larva
Spodoptera litura antara lain adalah Chrysoperla carnea, Mallada boninensis, dan Orius spp.
Pathogen Spodoptera litura antara lain adalah Bacillus thuringiensis, nucleopolyhedrovirus,
dan granulosis virus.

Tanaman inang Spodoptera litura dapat menyerang berbagai tanaman pertanian seperti
padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kubis, sawi, terong, tomat, cabai, dan lain-
lain. Selain itu, Spodoptera litura juga dapat menyerang tanaman hias seperti bunga melati,
bunga krisan, dan bunga anggrek.

Beberapa faktor fisik yang memengaruhi kehidupan Spodoptera litura adalah:

 Suhu. Suhu memainkan peran penting dalam kehidupan Spodoptera litura. Suhu yang
ideal untuk perkembangan Spodoptera litura adalah sekitar 25-30°C. Di bawah suhu
18°C atau di atas suhu 35°C, Spodoptera litura sulit untuk berkembang biak.
 Kelembaban udara. Kelembaban udara juga memengaruhi perkembangan Spodoptera
litura. Kelembaban yang tinggi (lebih dari 80%) dapat mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan Spodoptera litura. Namun, kelembaban yang terlalu rendah
(kurang dari 50%) dapat menghambat perkembangan Spodoptera litura.

9
 Cahaya. Spodoptera litura lebih suka beraktivitas pada malam hari dan menghindari
sinar matahari langsung. Oleh karena itu, keberadaan cahaya yang terlalu terang dapat
menghambat aktivitas Spodoptera litura.
 Tekstur dan sifat tanah. Spodoptera litura biasanya hidup di daerah berlumpur atau
lembab dengan pH tanah netral hingga asam. Tanah yang kering dan berpasir dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan Spodoptera litura.
 Kelembaban tanah. Kelembaban tanah juga memengaruhi kehidupan Spodoptera
litura. Kelembaban tanah yang tinggi dapat memfasilitasi perkembangan Spodoptera
litura, tetapi kelembaban tanah yang rendah dapat menghambat perkembangan
Spodoptera litura

2.2.3 Cara Pengendalian

Beberapa cara pengendalian Spodoptera litura antara lain:

 Pengendalian hayati: Penggunaan musuh alami seperti predator dan parasitoid dapat
membantu menekan populasi Spodoptera litura secara alami dan efektif.
 Penggunaan insektisida: Penggunaan insektisida dapat membantu menekan populasi
Spodoptera litura. Namun, penggunaan insektisida harus dilakukan dengan tepat dan
sesuai dosis untuk menghindari resistensi dan dampak negatif terhadap lingkungan.
 Pengelolaan tanaman inang: Memilih jenis tanaman inang yang tahan atau kurang
disukai oleh Spodoptera litura dapat membantu menekan populasi Spodoptera litura.
 Pemangkasan dan pembakaran: Pemangkasan dan pembakaran tanaman yang
terinfeksi Spodoptera litura dapat membantu mengurangi populasi Spodoptera litura.
 Penggunaan perangkap feromon: Penggunaan perangkap feromon dapat membantu
memantau dan menekan populasi Spodoptera litura dengan cara menangkap jantan
dewasa yang mencari pasangan untuk berkembang biak.
 Praktik pertanian yang baik: Praktik pertanian yang baik seperti rotasi tanaman,
pengelolaan residu tanaman, dan sanitasi lahan dapat membantu menekan
pertumbuhan populasi Spodoptera litura.
 Pengendalian budaya: Pengendalian budaya seperti penggunaan jaring penghalang
dan penyiangan gulma secara teratur dapat membantu menekan populasi Spodoptera
litura.

10
2.3 Kumbang daun (Chaetocnema sp.)

2.3.1 Taksonomi dan Morfologi Serangga

Chaetocnema sp. merupakan spesies dari genus Chaetocnema yang tergolong dalam
famili Chrysomelidae, ordo Coleoptera. Klasifikasi taksonomi Chaetocnema sp. secara
lengkap adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Coleoptera

Famili : Chrysomelidae

Genus : Chaetocnema

Spesies : Chaetocnema sp.

Morfologi Chaetocnema sp. tidak dapat dijelaskan secara spesifik karena


Chaetocnema sp. merupakan sebutan untuk spesies Chaetocnema yang belum diidentifikasi
secara spesifik. Namun, secara umum, morfologi anggota famili Chrysomelidae, termasuk
genus Chaetocnema, dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Tubuh: Memiliki tubuh yang pipih dan oval atau lonjong dengan ukuran sekitar 2-10
mm.
 Antena: Memiliki antena yang tipis dan panjang, terdiri dari beberapa segmen yang
berbeda.
 Kaki: Memiliki tiga pasang kaki, dengan kaki belakang yang lebih panjang daripada
kaki depan dan tengah.

11
 Elytra: Memiliki dua sayap pelindung yang keras yang menutupi sayap halus dan
fleksibel di bawahnya.
 Warna: Warna tubuh dapat bervariasi, tergantung pada spesiesnya. Beberapa spesies
dapat berwarna hijau, biru, ungu, atau hitam dengan bercak-bercak atau garis-garis
yang kontras.

Perlu diingat kembali bahwa ini hanya deskripsi umum morfologi anggota famili
Chrysomelidae dan mungkin tidak spesifik untuk Chaetocnema sp. tertentu.

2.3.2 Biokologi Serangga

Siklus hidup Chaetocnema sp. juga tidak dapat dijelaskan secara spesifik karena
Chaetocnema sp. merupakan sebutan untuk spesies Chaetocnema yang belum diidentifikasi
secara spesifik. Namun, secara umum, siklus hidup serangga dari famili Chrysomelidae,
termasuk genus Chaetocnema, dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Telur: Betina Chrysomelidae bertelur pada daun tanaman inang. Telur berbentuk oval
dan umumnya berwarna putih atau kuning.
 Larva: Setelah telur menetas, serangga Chrysomelidae mengalami masa larva. Larva
biasanya berwarna kuning atau hijau dengan kepala yang lebih besar dan kaki yang
lebih pendek daripada tubuhnya. Mereka makan daun tanaman inang dan bertumbuh
selama 2-4 minggu.
 Pupa: Setelah masa larva selesai, serangga Chrysomelidae berubah menjadi pupa.
Pupa berada di tanah atau di bawah dedaunan dan biasanya berwarna coklat. Selama
masa ini, mereka mengalami metamorfosis menjadi serangga dewasa.
 Serangga dewasa: Setelah masa pupa selesai, serangga Chrysomelidae dewasa keluar
dari tanah atau tempat persembunyiannya dan mencari pasangan untuk kawin. Setelah
kawin, betina akan bertelur pada daun tanaman inang, menyelesaikan siklus hidupnya.

Secara umum, beberapa musuh alami dari serangga dari famili Chrysomelidae,
termasuk Chaetocnema, antara lain:

 Predator: Beberapa predator seperti burung, kumbang, dan laba-laba memangsa


serangga Chrysomelidae.
 Parasitoid: Parasitoid adalah serangga kecil yang menyerang serangga
Chrysomelidae. Parasitoid bertelur pada tubuh serangga inang dan setelah telur
menetas, larvanya makan tubuh inang sampai mati.

12
 Patogen: Beberapa jenis patogen seperti bakteri, virus, dan jamur dapat menyerang
serangga Chrysomelidae.

Chaetocnema sp. adalah genus dari serangga Chrysomelidae yang terutama menyerang
tanaman anggrek dan rumput-rumputan, tetapi dapat juga menyerang berbagai jenis tanaman
lainnya. Beberapa tanaman inang yang mungkin diserang oleh Chaetocnema sp. antara lain
tanaman kentang, bawang, sayuran lainnya, dan tanaman hias seperti begonia dan krisan.

Beberapa faktor fisik yang dapat memengaruhi kehidupan Chaetocnema sp. antara lain:

 Suhu: Chaetocnema sp. lebih aktif pada suhu yang lebih tinggi, dengan suhu optimal
sekitar 25-30°C. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi
metabolisme dan aktivitas Chaetocnema sp.
 Kelembaban: Kelembaban yang tinggi dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan Chaetocnema sp. serta meningkatkan risiko infeksi jamur.
 Cahaya: Serangga Chrysomelidae seperti Chaetocnema sp. lebih aktif selama siang
hari dan cenderung menghindari sinar matahari langsung.
 Tekstur tanah: Chaetocnema sp. hidup di tanah, oleh karena itu tekstur tanah yang
cocok dan memadai sangat penting bagi keberhasilan reproduksi dan perkembangan
mereka.
 Ketersediaan makanan: Chaetocnema sp. merupakan serangga herbivora yang
memakan berbagai jenis tanaman, oleh karena itu ketersediaan makanan juga
memengaruhi kelangsungan hidup mereka.

Beberapa faktor kimia yang dapat memengaruhi kehidupan Chaetocnema sp. antara
lain:

 pH tanah: Chaetocnema sp. memiliki preferensi yang bervariasi terhadap pH tanah.


Beberapa jenis Chaetocnema sp. lebih memilih tanah yang asam, sementara yang lain
lebih memilih tanah yang netral atau alkali.
 Ketersediaan nutrisi: Chaetocnema sp. membutuhkan nutrisi yang tepat untuk tumbuh
dan berkembang biak. Jika nutrisi yang dibutuhkan tidak tersedia, populasi
Chaetocnema sp. dapat terhambat.
 Pestisida: Penggunaan pestisida dapat mempengaruhi populasi Chaetocnema sp. dan
memengaruhi kelangsungan hidup mereka. Beberapa jenis pestisida dapat membunuh

13
Chaetocnema sp., sementara jenis lain dapat mempengaruhi tingkat reproduksi dan
kelangsungan hidup.
 Zat kimia alami pada tanaman inang: Beberapa tanaman inang Chaetocnema sp.
menghasilkan senyawa kimia alami yang dapat memengaruhi kelangsungan hidup
Chaetocnema sp. Misalnya, senyawa piperit pada tanaman jagung dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan Chaetocnema sp.
 Toksin bakteri: Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) dapat menghasilkan toksin yang
membunuh serangga seperti Chaetocnema sp. Beberapa jenis tanaman transgenik
telah dimodifikasi untuk menghasilkan toksin Bt dan digunakan sebagai metode
pengendalian serangga termasuk Chaetocnema sp.

2.3.3 Cara Pengendalian

Beberapa cara pengendalian Chaetocnema sp. yang dapat dilakukan antara lain:

 Pengendalian secara mekanik: Mengumpulkan secara manual serangga dewasa yang


ditemukan pada tanaman dan menempatkannya pada wadah tertutup yang diisi air.
Hal ini akan membantu dalam mengurangi populasi serangga dewasa.
 Penggunaan insektisida: Penggunaan insektisida merupakan salah satu cara
pengendalian yang efektif dalam mengendalikan populasi Chaetocnema sp. Namun,
penggunaan insektisida harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan dosis
yang dianjurkan untuk menghindari kerusakan pada lingkungan dan organisme lain.
 Pengendalian budaya: Menerapkan sistem rotasi tanaman dan jarak tanam yang sesuai
akan membantu mengurangi risiko serangan Chaetocnema sp. pada tanaman.
Penggunaan pupuk organik yang tepat dan pemupukan yang optimal juga dapat
membantu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan serangga.
 Penggunaan agen pengendali hayati: Penggunaan agen pengendali hayati, seperti
parasitoid, predator, dan patogen dapat membantu mengendalikan populasi
Chaetocnema sp. Agen pengendali hayati ini bekerja dengan cara memburu atau
menyerang serangga tersebut, sehingga dapat mengurangi populasi Chaetocnema sp.
secara alami.
 Penggunaan atraktan: Penggunaan atraktan dapat mengalihkan serangga dari tanaman
dan membantu mengurangi populasi Chaetocnema sp. Atraktan ini dapat berupa
bahan-bahan alami, seperti minyak jeruk, atau sintetik, seperti feromon.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hama merupakan salah satu organisme
penganggu tanaman yang dapat menyebabkan tanaman menjadi terganggu pertumbuhanya,
sehingga tanaman menjadi tidak dapat berproduksi secara maksimal. Faktor ini juga yang
menyebabkan terjadinya fluktuasi pada produksi hasil pertanian, karena apabila serangan
yang berat maka produksi tanaman akan menurun. Salah satu kendala yang menyebabkan
terjadinya fluktuasi produktivitas tanaman jagung disebabkan oleh serangan serangga
herbivora dan pathogen Tanaman. Jenis- jenis hama yang sering menyerang tanaman jagung
adalah penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), ulat grayak (Spodoptera litura), Kumbang
daun (Chaetocnema sp). Pengendalian hama tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan
pestisida, pengendalian hayati, penggunaan varietas tahan, penggunaan predator alami,
pengendalian populasi dan sanitasi lingkungan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Husein & Agus Budi Santoso "Pengendalian Hama Ulat Grayak (Helicoverpa
armigera) pada Tanaman Kedelai". Makalah ini dapat diakses di
http://jpt.ugm.ac.id/ojs/index.php/jpt/article/view/125/74.

Apriliani, Ulfa. Nurmahmudi & Endang Sulistyaningsih. "Ulat Grayak (Helicoverpa


armigera) pada Tanaman Kedelai: Kebiasaan Hidup dan Cara Pengendaliannya".
Makalah ini dapat diakses di https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/article/view/18651.

Eka, Tarwaca Susila Putra. Dedy Duryadi Solihin & Didik Suprayogi "Eksplorasi Parasitoid
Ulat Grayak (Helicoverpa armigera) pada Tanaman Kedelai dan Kapas di Beberapa
Wilayah di Indonesia". Makalah ini dapat diakses di
https://jurnal.ugm.ac.id/jpti/article/view/23030.

Hasanah, H.A. dkk. (2018). Jurnal Proteksi Tanaman: "Pengaruh Jenis dan Dosis Insektisida
terhadap Mortalitas Kumbang Daun (Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kacang
Hijau".

Irmayanti, S dkk. (2019). Jurnal Entomologi Indonesia: "Karateristik Biologi Kumbang Daun
(Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kedelai"

Setyawati, Desi dkk. "Teknik Pengendalian Hama Penggerek Daun Spodoptera litura pada
Tanaman Tembakau".

Sudarmo, dkk. "Pengaruh Penggunaan Insektisida Terhadap Populasi Hama Spodoptera


litura pada Tanaman Kapas"

Sudrajat, A & B. Suputa. "Morphology, Biology and Management of Helicoverpa armigera


(Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae) in Indonesia". Makalah ini dapat diakses di
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/83130.

Supriyadi, Y. dkk. (2017). Jurnal Floratek: "Pengendalian Serangga Hama Kumbang Daun
(Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kedelai dengan Pemberian Insektisida Organik".

Widodo, Agung & Eko Sasmito Hadi. "Dampak Serangan Hama Ulat Grayak (Helicoverpa
armigera Hübner) pada Tanaman Jagung". Makalah ini dapat diakses di
http://jurnal.unpad.ac.id/agritech/article/view/11812.

16
Wiwik Sri Susanti, dkk. "Keanekaragaman Parasitoid pada Spodoptera litura (Lepidoptera:
Noctuidae) di Lahan Persawahan".

Wuryanto, Dwi. dkk "Pengendalian Hama Penggerek Daun (Spodoptera litura) pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.) dengan Menggunakan Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L.)".

Yasin, M dkk. (2016). Jurnal Agrovigor: "Potensi dan Keefektifan Beberapa Insektisida
dalam Mengendalikan Kumbang Daun Chaetocnema sp. pada Tanaman Kacang
Hijau".

17

Anda mungkin juga menyukai