Dosen pengajar:
Kelompok 2
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukut kami panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas berjudul “Hama Tanaman
Jagung’’ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk
memenuhi tugas yang diberikan oleh Dr. Ir. A.A Ayu Agung Sri Sunari M.S. pada
program studi Agroekoteknologi. Selain itu, paper ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Hama Tanaman Jagung bagi para pembaca dan juga bagi kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. A.A Ayu Agung Sri Sunari
M.S.selaku dosen Hama penting tanaman pertanian pada program studi
Agroekoteknologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari, bahwa paper yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik
segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca guna menjadi
acuan agar bisa lebih baik lagi di masa mendatang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISIi...................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
13 Tujuan
2
BAB II
Helicoverpa armigera adalah jenis ngengat yang termasuk dalam keluarga Noctuidae.
Berikut adalah taksonomi lengkapnya:
Genus : Helicoverpa
Bentuk tubuh: Helicoverpa armigera memiliki tubuh yang ramping dan memanjang
dengan sayap lebar dan panjang.
Warna tubuh: Tubuh Helicoverpa armigera berwarna coklat keabu-abuan dengan
corak garis-garis gelap di sepanjang sayapnya.
Sayap: Sayap Helicoverpa armigera berukuran panjang antara 25-30 mm dengan
lebar sekitar 45-55 mm. Sayapnya memiliki corak garis-garis gelap dan bercak-bercak
keputihan di sepanjang tepi sayap.
3
Antena: Antena Helicoverpa armigera berbentuk segitiga dan terdiri dari beberapa
segmen yang berwarna coklat tua.
Kaki: Helicoverpa armigera memiliki enam kaki dengan cakar yang kuat dan
berwarna coklat tua.
Bagian kepala: Kepala Helicoverpa armigera berukuran kecil dan bulat dengan warna
coklat tua. Di antara mata, terdapat probosis atau belalai yang digunakan untuk
mengisap nektar dan sari bunga
Bagian tubuh belakang: Pada bagian tubuh belakang, Helicoverpa armigera memiliki
sirip-sirip kecil yang membantu dalam penerbangan.
2.1.2 Bioekologi
Siklus hidup Helicoverpa armigera meliputi empat tahap utama yaitu telur, larva, pupa,
dan imago. Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing tahap tersebut:
Telur: Telur Helicoverpa armigera berbentuk bulat dan berukuran sekitar 0,5 mm.
Telur diletakkan oleh betina di bagian bawah daun atau di bagian buah-buahan. Telur
akan menetas dalam waktu 2-5 hari.
Larva: Larva Helicoverpa armigera berbentuk ulat dengan panjang sekitar 2-3 mm
dan berwarna putih. Saat tumbuh, warna larva akan berubah menjadi hijau dengan
garis-garis putih dan hitam di sepanjang tubuhnya. Larva mengalami beberapa kali
pergantian kulit (moult) sebelum mencapai ukuran maksimalnya, yaitu sekitar 40-45
mm. Tahap ini biasanya berlangsung selama 2-4 minggu.
Pupa: Pupa Helicoverpa armigera berukuran sekitar 15-20 mm dan berwarna coklat
tua. Pupa biasanya berada di dalam tanah atau di bawah serasah, dan berlangsung
selama 1-2 minggu.
Imago: Imago Helicoverpa armigera adalah ngengat yang memiliki sayap berwarna
coklat dengan corak garis-garis putih dan hitam. Ngengat jantan memiliki warna lebih
gelap dan lebih kecil daripada ngengat betina. Imago hidup selama 1-2 minggu dan
akan bertelur pada tanaman setelah melakukan perkawinan.
Parasitoid: Parasitoid adalah serangga yang hidup dengan memakan atau mengendap
dalam tubuh inangnya. Beberapa jenis parasitoid yang diketahui dapat mengendalikan
4
populasi Helicoverpa armigera antara lain Trichogramma chilonis, Cotesia sp., dan
Campoletis chlorideae.
Predator: Beberapa jenis predator seperti burung, kadal, dan laba-laba memangsa
larva dan pupa Helicoverpa armigera.
Bakteri: Beberapa bakteri seperti Bacillus thuringiensis dan Xenorhabdus
nematophilus dapat membunuh larva Helicoverpa armigera.
Jagung: Helicoverpa armigera adalah hama yang sering menyerang tanaman jagung
dan dapat menyebabkan kerusakan pada buah jagung.
Kacang-kacangan: Tanaman kacang-kacangan seperti kedelai dan kacang hijau juga
menjadi inang dari Helicoverpa armigera.
Tanaman lainnya: Selain jagung dan kacang-kacangan, Helicoverpa armigera juga
dapat menyerang tanaman lain seperti kapas, tomat, dan tembakau.
Beberapa faktor fisik yang dapat memengaruhi kehidupan Helicoverpa armigera antara
lain:
5
Curah hujan: Curah hujan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup Helicoverpa
armigera karena kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat perkembangan
dan reproduksi hama ini.
Beberapa faktor kimia yang memengaruhi kehidupan Helicoverpa armigera antara lain:
Penggunaan musuh alami: Musuh alami seperti parasitoid dan predator sering
digunakan untuk mengendalikan populasi Helicoverpa armigera. Beberapa contoh
musuh alami adalah Cotesia flavipes, Trichogramma chilonis, dan larva beberapa
jenis kumbang.
Penggunaan insektisida: Insektisida dapat digunakan untuk mengendalikan populasi
Helicoverpa armigera, tetapi harus digunakan dengan hati-hati agar tidak merusak
lingkungan dan kesehatan manusia. Penggunaan insektisida yang teratur dapat
menyebabkan resistensi hama, sehingga disarankan untuk mengganti jenis insektisida
secara teratur.
6
Penggunaan tanaman perangkap: Tanaman perangkap seperti kapas dan bunga
matahari dapat ditanam di sekitar tanaman inang untuk menarik dan mempertahankan
populasi Helicoverpa armigera, sehingga mengurangi kerusakan pada tanaman yang
diinginkan.
Pemangkasan tanaman: Pemangkasan tanaman dapat membantu mengurangi populasi
Helicoverpa armigera, karena hama ini lebih memilih tumbuhan yang tinggi dan
subur.
Penggunaan varietas tanaman yang tahan terhadap hama: Beberapa varietas tanaman
dapat memiliki resistensi terhadap Helicoverpa armigera, sehingga dapat mengurangi
kerusakan pada tanaman.
Praktik budidaya yang baik: Memelihara tanaman secara sehat dan menjaga
kebersihan lingkungan dapat membantu mencegah serangan Helicoverpa armigera
dan memperkuat tanaman dalam menghadapi serangan hama.
Genus : Spodoptera
7
Berikut adalah beberapa morfologi Spodoptera litura:
Ukuran tubuh dewasa: sekitar 2-3 cm dengan lebar sayap sekitar 4-5 cm.
Warna tubuh: sayap depan coklat dengan garis-garis yang lebih gelap dan bintik-
bintik putih, sayap belakang putih transparan dengan tepi coklat, tubuh bagian bawah
coklat kemerahan.
Antena: bersirip, berbulu, dan panjang.
Kaki: panjang dan kuat, dengan cakar yang tajam.
Mata: besar dan berwarna gelap.
Mulut: berguna untuk mengunyah dan merobek bahan makanan.
Telur: berwarna putih transparan dan berbentuk bulat pipih, berukuran sekitar 0,5
mm.
Ulat: tubuh panjang, berwarna hijau muda, dengan garis-garis putih pada tubuhnya,
kepala kecil dan berwarna kehitaman, tiga pasang kaki pendek dan satu pasang kaki di
perut.
Kepompong: berbentuk bulat atau oval, dengan warna tergantung pada warna
tanaman tempat ulat makan, bisa berwarna hijau, coklat atau kehitaman, ukuran
sekitar 2-3 cm.
Siklus hidup Spodoptera litura meliputi empat tahap utama yaitu telur, ulat, kepompong,
dan ngengat. Berikut adalah penjelasan lebih detail mengenai masing-masing tahap siklus
hidup tersebut:
Telur: Spodoptera litura betina dapat bertelur sebanyak 500-1000 butir selama masa
hidupnya. Telur berbentuk bulat pipih dengan ukuran sekitar 0,5 mm dan berwarna
putih transparan. Telur biasanya diletakkan di bawah daun atau pada bagian lain dari
tanaman.
Ulat: Telur akan menetas menjadi ulat setelah sekitar 4-5 hari. Ulat Spodoptera litura
memiliki tubuh panjang, berwarna hijau muda, dengan garis-garis putih pada
tubuhnya, kepala kecil dan berwarna kehitaman, tiga pasang kaki pendek dan satu
pasang kaki di perut. Ulat Spodoptera litura makan daun dan bagian lain dari
tanaman. Masa ulat biasanya berlangsung selama 2-3 minggu tergantung pada suhu
dan kelembaban.
8
Kepompong: Setelah masa ulat, Spodoptera litura akan memasuki tahap kepompong.
Kepompong berbentuk bulat atau oval dengan ukuran sekitar 2-3 cm, dan berwarna
tergantung pada warna tanaman tempat ulat makan. Masa kepompong berlangsung
selama sekitar 1-2 minggu.
Ngengat: Setelah masa kepompong, Spodoptera litura akan menetas menjadi ngengat.
Ngengat jantan dan betina akan mencari pasangan untuk berkembang biak. Ngengat
betina akan bertelur di tanaman dan siklus hidup Spodoptera litura akan kembali ke
tahap telur.
Siklus hidup Spodoptera litura dapat berlangsung sekitar 30-40 hari tergantung pada
suhu dan kelembaban. Spodoptera litura biasanya mengalami 3-4 generasi dalam setahun
tergantung pada daerah tempat hidupnya.
Beberapa musuh alami Spodoptera litura antara lain adalah parasitoid telur, parasitoid
larva, predator larva, dan pathogen. Parasitoid telur Spodoptera litura adalah Trichogramma
chilonis dan Trichogramma japonicum. Parasitoid larva Spodoptera litura antara lain adalah
Hyposoter didymator, Cotesia marginiventris, dan Chelonus insularis. Predator larva
Spodoptera litura antara lain adalah Chrysoperla carnea, Mallada boninensis, dan Orius spp.
Pathogen Spodoptera litura antara lain adalah Bacillus thuringiensis, nucleopolyhedrovirus,
dan granulosis virus.
Tanaman inang Spodoptera litura dapat menyerang berbagai tanaman pertanian seperti
padi, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kubis, sawi, terong, tomat, cabai, dan lain-
lain. Selain itu, Spodoptera litura juga dapat menyerang tanaman hias seperti bunga melati,
bunga krisan, dan bunga anggrek.
Suhu. Suhu memainkan peran penting dalam kehidupan Spodoptera litura. Suhu yang
ideal untuk perkembangan Spodoptera litura adalah sekitar 25-30°C. Di bawah suhu
18°C atau di atas suhu 35°C, Spodoptera litura sulit untuk berkembang biak.
Kelembaban udara. Kelembaban udara juga memengaruhi perkembangan Spodoptera
litura. Kelembaban yang tinggi (lebih dari 80%) dapat mempercepat pertumbuhan
dan perkembangan Spodoptera litura. Namun, kelembaban yang terlalu rendah
(kurang dari 50%) dapat menghambat perkembangan Spodoptera litura.
9
Cahaya. Spodoptera litura lebih suka beraktivitas pada malam hari dan menghindari
sinar matahari langsung. Oleh karena itu, keberadaan cahaya yang terlalu terang dapat
menghambat aktivitas Spodoptera litura.
Tekstur dan sifat tanah. Spodoptera litura biasanya hidup di daerah berlumpur atau
lembab dengan pH tanah netral hingga asam. Tanah yang kering dan berpasir dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan Spodoptera litura.
Kelembaban tanah. Kelembaban tanah juga memengaruhi kehidupan Spodoptera
litura. Kelembaban tanah yang tinggi dapat memfasilitasi perkembangan Spodoptera
litura, tetapi kelembaban tanah yang rendah dapat menghambat perkembangan
Spodoptera litura
Pengendalian hayati: Penggunaan musuh alami seperti predator dan parasitoid dapat
membantu menekan populasi Spodoptera litura secara alami dan efektif.
Penggunaan insektisida: Penggunaan insektisida dapat membantu menekan populasi
Spodoptera litura. Namun, penggunaan insektisida harus dilakukan dengan tepat dan
sesuai dosis untuk menghindari resistensi dan dampak negatif terhadap lingkungan.
Pengelolaan tanaman inang: Memilih jenis tanaman inang yang tahan atau kurang
disukai oleh Spodoptera litura dapat membantu menekan populasi Spodoptera litura.
Pemangkasan dan pembakaran: Pemangkasan dan pembakaran tanaman yang
terinfeksi Spodoptera litura dapat membantu mengurangi populasi Spodoptera litura.
Penggunaan perangkap feromon: Penggunaan perangkap feromon dapat membantu
memantau dan menekan populasi Spodoptera litura dengan cara menangkap jantan
dewasa yang mencari pasangan untuk berkembang biak.
Praktik pertanian yang baik: Praktik pertanian yang baik seperti rotasi tanaman,
pengelolaan residu tanaman, dan sanitasi lahan dapat membantu menekan
pertumbuhan populasi Spodoptera litura.
Pengendalian budaya: Pengendalian budaya seperti penggunaan jaring penghalang
dan penyiangan gulma secara teratur dapat membantu menekan populasi Spodoptera
litura.
10
2.3 Kumbang daun (Chaetocnema sp.)
Chaetocnema sp. merupakan spesies dari genus Chaetocnema yang tergolong dalam
famili Chrysomelidae, ordo Coleoptera. Klasifikasi taksonomi Chaetocnema sp. secara
lengkap adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Chrysomelidae
Genus : Chaetocnema
Tubuh: Memiliki tubuh yang pipih dan oval atau lonjong dengan ukuran sekitar 2-10
mm.
Antena: Memiliki antena yang tipis dan panjang, terdiri dari beberapa segmen yang
berbeda.
Kaki: Memiliki tiga pasang kaki, dengan kaki belakang yang lebih panjang daripada
kaki depan dan tengah.
11
Elytra: Memiliki dua sayap pelindung yang keras yang menutupi sayap halus dan
fleksibel di bawahnya.
Warna: Warna tubuh dapat bervariasi, tergantung pada spesiesnya. Beberapa spesies
dapat berwarna hijau, biru, ungu, atau hitam dengan bercak-bercak atau garis-garis
yang kontras.
Perlu diingat kembali bahwa ini hanya deskripsi umum morfologi anggota famili
Chrysomelidae dan mungkin tidak spesifik untuk Chaetocnema sp. tertentu.
Siklus hidup Chaetocnema sp. juga tidak dapat dijelaskan secara spesifik karena
Chaetocnema sp. merupakan sebutan untuk spesies Chaetocnema yang belum diidentifikasi
secara spesifik. Namun, secara umum, siklus hidup serangga dari famili Chrysomelidae,
termasuk genus Chaetocnema, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Telur: Betina Chrysomelidae bertelur pada daun tanaman inang. Telur berbentuk oval
dan umumnya berwarna putih atau kuning.
Larva: Setelah telur menetas, serangga Chrysomelidae mengalami masa larva. Larva
biasanya berwarna kuning atau hijau dengan kepala yang lebih besar dan kaki yang
lebih pendek daripada tubuhnya. Mereka makan daun tanaman inang dan bertumbuh
selama 2-4 minggu.
Pupa: Setelah masa larva selesai, serangga Chrysomelidae berubah menjadi pupa.
Pupa berada di tanah atau di bawah dedaunan dan biasanya berwarna coklat. Selama
masa ini, mereka mengalami metamorfosis menjadi serangga dewasa.
Serangga dewasa: Setelah masa pupa selesai, serangga Chrysomelidae dewasa keluar
dari tanah atau tempat persembunyiannya dan mencari pasangan untuk kawin. Setelah
kawin, betina akan bertelur pada daun tanaman inang, menyelesaikan siklus hidupnya.
Secara umum, beberapa musuh alami dari serangga dari famili Chrysomelidae,
termasuk Chaetocnema, antara lain:
12
Patogen: Beberapa jenis patogen seperti bakteri, virus, dan jamur dapat menyerang
serangga Chrysomelidae.
Chaetocnema sp. adalah genus dari serangga Chrysomelidae yang terutama menyerang
tanaman anggrek dan rumput-rumputan, tetapi dapat juga menyerang berbagai jenis tanaman
lainnya. Beberapa tanaman inang yang mungkin diserang oleh Chaetocnema sp. antara lain
tanaman kentang, bawang, sayuran lainnya, dan tanaman hias seperti begonia dan krisan.
Beberapa faktor fisik yang dapat memengaruhi kehidupan Chaetocnema sp. antara lain:
Suhu: Chaetocnema sp. lebih aktif pada suhu yang lebih tinggi, dengan suhu optimal
sekitar 25-30°C. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat mempengaruhi
metabolisme dan aktivitas Chaetocnema sp.
Kelembaban: Kelembaban yang tinggi dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan Chaetocnema sp. serta meningkatkan risiko infeksi jamur.
Cahaya: Serangga Chrysomelidae seperti Chaetocnema sp. lebih aktif selama siang
hari dan cenderung menghindari sinar matahari langsung.
Tekstur tanah: Chaetocnema sp. hidup di tanah, oleh karena itu tekstur tanah yang
cocok dan memadai sangat penting bagi keberhasilan reproduksi dan perkembangan
mereka.
Ketersediaan makanan: Chaetocnema sp. merupakan serangga herbivora yang
memakan berbagai jenis tanaman, oleh karena itu ketersediaan makanan juga
memengaruhi kelangsungan hidup mereka.
Beberapa faktor kimia yang dapat memengaruhi kehidupan Chaetocnema sp. antara
lain:
13
Chaetocnema sp., sementara jenis lain dapat mempengaruhi tingkat reproduksi dan
kelangsungan hidup.
Zat kimia alami pada tanaman inang: Beberapa tanaman inang Chaetocnema sp.
menghasilkan senyawa kimia alami yang dapat memengaruhi kelangsungan hidup
Chaetocnema sp. Misalnya, senyawa piperit pada tanaman jagung dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan Chaetocnema sp.
Toksin bakteri: Bakteri Bacillus thuringiensis (Bt) dapat menghasilkan toksin yang
membunuh serangga seperti Chaetocnema sp. Beberapa jenis tanaman transgenik
telah dimodifikasi untuk menghasilkan toksin Bt dan digunakan sebagai metode
pengendalian serangga termasuk Chaetocnema sp.
Beberapa cara pengendalian Chaetocnema sp. yang dapat dilakukan antara lain:
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hama merupakan salah satu organisme
penganggu tanaman yang dapat menyebabkan tanaman menjadi terganggu pertumbuhanya,
sehingga tanaman menjadi tidak dapat berproduksi secara maksimal. Faktor ini juga yang
menyebabkan terjadinya fluktuasi pada produksi hasil pertanian, karena apabila serangan
yang berat maka produksi tanaman akan menurun. Salah satu kendala yang menyebabkan
terjadinya fluktuasi produktivitas tanaman jagung disebabkan oleh serangan serangga
herbivora dan pathogen Tanaman. Jenis- jenis hama yang sering menyerang tanaman jagung
adalah penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), ulat grayak (Spodoptera litura), Kumbang
daun (Chaetocnema sp). Pengendalian hama tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan
pestisida, pengendalian hayati, penggunaan varietas tahan, penggunaan predator alami,
pengendalian populasi dan sanitasi lingkungan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Husein & Agus Budi Santoso "Pengendalian Hama Ulat Grayak (Helicoverpa
armigera) pada Tanaman Kedelai". Makalah ini dapat diakses di
http://jpt.ugm.ac.id/ojs/index.php/jpt/article/view/125/74.
Eka, Tarwaca Susila Putra. Dedy Duryadi Solihin & Didik Suprayogi "Eksplorasi Parasitoid
Ulat Grayak (Helicoverpa armigera) pada Tanaman Kedelai dan Kapas di Beberapa
Wilayah di Indonesia". Makalah ini dapat diakses di
https://jurnal.ugm.ac.id/jpti/article/view/23030.
Hasanah, H.A. dkk. (2018). Jurnal Proteksi Tanaman: "Pengaruh Jenis dan Dosis Insektisida
terhadap Mortalitas Kumbang Daun (Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kacang
Hijau".
Irmayanti, S dkk. (2019). Jurnal Entomologi Indonesia: "Karateristik Biologi Kumbang Daun
(Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kedelai"
Setyawati, Desi dkk. "Teknik Pengendalian Hama Penggerek Daun Spodoptera litura pada
Tanaman Tembakau".
Supriyadi, Y. dkk. (2017). Jurnal Floratek: "Pengendalian Serangga Hama Kumbang Daun
(Chaetocnema sp.) pada Tanaman Kedelai dengan Pemberian Insektisida Organik".
Widodo, Agung & Eko Sasmito Hadi. "Dampak Serangan Hama Ulat Grayak (Helicoverpa
armigera Hübner) pada Tanaman Jagung". Makalah ini dapat diakses di
http://jurnal.unpad.ac.id/agritech/article/view/11812.
16
Wiwik Sri Susanti, dkk. "Keanekaragaman Parasitoid pada Spodoptera litura (Lepidoptera:
Noctuidae) di Lahan Persawahan".
Wuryanto, Dwi. dkk "Pengendalian Hama Penggerek Daun (Spodoptera litura) pada
Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.) dengan Menggunakan Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L.)".
Yasin, M dkk. (2016). Jurnal Agrovigor: "Potensi dan Keefektifan Beberapa Insektisida
dalam Mengendalikan Kumbang Daun Chaetocnema sp. pada Tanaman Kacang
Hijau".
17