Anda di halaman 1dari 83

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATEMATIKA BERBASIS GUIDED DISCOVERY LEARNING


BERBANTUAN GEOGEBRA UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK
KELAS XI SMA

PROPOSAL TESIS

WINA FRILIZA PUTRI


NIM. 20205037

Dosen Pembimbing
Dr. EDWIN MUSDI, M.Pd.

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR TABEL..................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Identifikasi Masalah............................................................................14
C. Pembatasan Masalah...........................................................................14
D. Perumusan Masalah............................................................................15
E. Tujuan Penelitian.................................................................................15
F. Manfaat Penelitian...............................................................................15
G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan................................................16
H. Pentingnya Pengembangan................................................................18
I. Definisi Operasional.............................................................................18
BAB IIKAJIAN PUSTAKA................................................................................20
A. Kajian Teori.........................................................................................20
B. Penelitian Relevan...............................................................................42
C. Kerangka Konseptual.........................................................................48
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................52
A. Jenis Penelitian....................................................................................52
B. Prosedur Penelitan dan Pengembangan............................................52
C. Subjek Penelitian.................................................................................65
D. Instrumen Penelitian...........................................................................65
E. Teknik Analisis Data...........................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................74

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Kriteria Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah................................6


Table 1.2 Pencapaian Hasil Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta
Didik...........................................................................................................7
Table 2.1 Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah...........................35
Tabel 2.2 Indikator kemampuan pemecahan masalah dengan langkah-langkah
guided discovery......................................................................................37
Tabel 2.3 Table Kriteria Validitas, Kepraktisan, dan Efektivitas Bahan Ajar.......39
Table 3.1 Kriteria Evaluasi terkait tahapan dalam Design Research.....................53
Tabel 3.2. Ringkasan Kegiatan Penelitian Pada Tahap Investigasi Awal..............55
Tabel 3.3 Aspek-aspek yang diamati pada self evaluation....................................58
Tabel 3.4 Skala Perhitungan Angket Kevalidan....................................................70
Tabel 3.5 Kualifikasi kevalidan.............................................................................70
Tabel 3.6 Skala Perhitungan Angket kepraktisan..................................................71
Tabel 3.7 Kualifikasi kepraktisan...........................................................................72

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tahapan Penyelesaian Masalah Menurut Polya................................34


Gambar 2. 2 Kerangka Konseptual.......................................................................51
Gambar 3. 1 Lapisan evaluasi formatif model pengembangan..............................56
Gambar 3. 2 Rancangan dan Prosedur Pengembangan perangkat.........................64

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu ilmu yang memiliki peranan penting dalam

pembentukan pola pikir peserta didik dan menjadi salah satu hal yang tak

terhindar dari pembelajaran, baik pembelajaran formal maupun pembelajaran non

formal. Begitu pentingnya matematika sehingga pembelajaran matematika juga

dapat membantu dalam memecahkan suatu permasalahan di kehidupan sehari-

hari. Oleh karena itu, matematika dijadikan salah satu pelajaran yang diajarkan

pada setiap jenjang pendidikan, mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai

jenjang pendidikan tertinggi.

Mengingat pentingnya pembelajaran matematika, maka tujuan yang

diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of

Mathematics NCTM (2000) menetapkan lima standar kemampuan matematis

yang harus dimiliki oleh peserta didik, yaitu kemampuan pemecahan masalah,

kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran dan

kemampuan representasi. Kemudian tujuan pembelajaran di sekolah secara detail

yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 58

Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 adalah agar peserta didik dapat:

1. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam


menjelaskan keterkaitan antar konsep dan menggunakan konsep
maupun algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat.
2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah dan
mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang
ada.
3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi
matematika baik dalam penyederhanaan maupun menganalisa

1
2

komponen yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks


matematika maupun di luar matematika.
4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun
bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol,
tabel diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam
matematika dan pembelajarannya.
7. Melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang menggunakan
pengetahuan matematika.
8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk
melakukan kegiatan-kegiatan matematika.

Kemampuan matematis sangat penting bagi peserta didik untuk dapat

melaksanakan proses pembelajaran dengan baik. Pemecahan masalah

merupakan bagian integral dari semua pembelajaran matematika, dan

karenanya tidak boleh menjadi bagian yang terisolasi dari program

matematika (NCTM, 2000). Kemampuan memecahkan masalah tersebut

menunjukkan kesiapan matematika peserta didik yang tinggi. (Zakirova,. et

al, 2019).

Pemecahan masalah adalah suatu proses mulai dari saat peserta didik

dihadapkan pada masalah sampai ketika masalah tersebut diselesaikan (Peng,

Cao, & Yu, 2020). Selain itu menurut NCTM (2000) Pemecahan masalah

berarti terlibat dalam tugas yang metode penyelesaiannya tidak diketahui

sebelumnya. Kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran

matematika yang dicantumkan dalam NCTM dan Permendikbud ini saling

terkait satu sama lain. Disimpulkan bahwa menguasai kemampuan

pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran

matematika. Menurut NCTM (2000) mengatakan “The problem solving


3

ability it self is not just a goal in mathematics learning, but also something

that is very meaningful in everyday life, and in the world of work, being a

problem solver can provide benefits or benefits”. Artinya “Kemampuan

pemecahan masalah itu sendiri bukan sekedar tujuan dalam pembelajaran

matematika, tapi juga sesuatu yang sangat berarti dalam kehidupan sehari-

hari, dan dalam dunia kerja, menjadikan pemecahan masalah bisa memberi

manfaat atau keuntungan. NCTM (2000) mengatakan untuk menemukan

suatu solusi bagi peserta didik harus menggunakan hal-hal yang telah

dipelajari sebelumnya dan melalui proses dimana peserta didik akan

mengembangkan pemahaman-pemahaman matematika baru.

Memecahkan suatu masalah dapat dikatakan sebagai aktivitas dasar

manusia. Karena sebagian besar dalam menjalani aktivitasnya, manusia

berhadapan dengan masalah. Masalah tersebut dapat muncul dalam

kehidupan pribadi maupun sosial. Oleh karena memecahkan masalah

merupakan aktivitas dasar manusia maka kemampuan pemecahan masalah

merupakan salah satu kemampuan yang berperan penting dalam kehidupan di

berbagai bidang. Berdasarkan uraian tersebut, salah satu kemampuan yang

harus dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran matematika adalah

kemampuan dalam memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan masalah

ini juga sangat penting bagi seseorang. Pentingnya kemampuan pemecahan

masalah matematis sebagaimana dikemukakan Branca (1980) sebagai berikut:

1. Pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika.


2. Pemecahan masalah yang meliputi metode, prosedur dan strategi
merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika.
4

3. Pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar


matematika.

Pentingnya memiliki kemampuan pemecahan matematika jika dilihat

dari hasil prestasi perolehan dari keikutsertaan Indonesia dalam salah satu

asesmen internasional yakni PISA (Programme for International Student

Assessment) dapat dikategorikan rendah karena dari hasil International Survei

Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2012, Indonesia

menempati peringkat 64 dari 65 negara peserta PISA (OECD, 2012) atau

dengan kata lain menempati peringkat kedua terbawah dari seluruh negara

peserta PISA yang di survey dengan skor rata-rata kemampuan matematika

siswa Indonesia yaitu 375, skor tersebut di bawah rata-rata skor internasional

yaitu 494. Pada tahun 2015, Indonesia masih menempati peringkat 63 dari 70

negara peserta PISA dalam kemampuan menghitung, membaca dan sains

(OECD, 2015).

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

dipengaruhi karena peserta didik belum terbiasa dalam menyelesaikan soal-

soal kemampuan pemecahan masalah, di dalam kelas peserta didik hanya

disajikan masalah yang terdapat dalam buku teks semua kegiatan disajikan

lebih banyak teks bacaan. Menurut Prusak, Hershkowitz & Schwarz (2013)

mengajar pemecahan masalah itu sulit, karena guru harus memutuskan kapan

harus melakukan intervensi,dan bagaimana, sementara pada saat yang sama

meninggalkan solusi yang pada dasarnya untuk ditemukan siswa. Sehingga

dalam praktiknya untuk meningkatka proses pembelajaran pendidik

hendaknya menggunakan perangkat atau alat-alat yang tepat dalam


5

pembelajaran tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Kusuma dan

Harimurti (2017) peserta didik akan jauh lebih efektif dan efesien jika model

pengajaran dan alat-alat belajar diperbaiki.

Dan dapat dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan pada

tahun sebelumnya, dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa masih

lemahnya kemampuan pemecahan matematis pada peserta didik. Penelitian

menurut Nasution & Yerizon (2019) yang mengatakan bahwa kemampuan

pemecahan masalah peserta didik masih rendah karena kurangnya sumber

belajar yang diperoleh peserta didik, pertanyaan-pertanyaan praktis yang

hanya berasal dari buku teks, banyak peserta didik yang masih asing dengan

bentuk soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah, masih sulitnya

peserta didik memahami informasi yang diperoleh dari pertanyaan tersebut,

dan aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh pendidik serta

menggunakan pembelajaran konvensioal. Selanjutnya penelitian lain yang

mendukung adalah penelitian dari Rahmiati & Edwin (2017) yang

mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih

rendah karena banyak peserta didik yang tidak terbiasa menyelesaikan soal

ujian matematika yang secara khusus dirancang pendidik dan peserta didik

belum menemukan sendiri konsep-konsep yang membantu untuk

menyelesaikan masalah. Fakta yang sama diutarakan oleh Arifin, dkk (2019)

dalam penelitiannya dan menyatakan bahwa peserta didik masih mengalami

kesulitan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematika, peserta

didik mengalami kesulitan dalam menyelesaikan dan memahami soal cerita


6

yang bersubstansi kontekstual, peserta didik juga salah dalam menentukan

langkah- langkah penyelesaian yang digunakan sebagai strategi untuk

menyelesaikan permasalahan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik terlihat dari

ketidakmampuannya peserta didik dalam memecahkan masalah yang

diberikan oleh pendidik. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta

juga diperkuat dari hasil tes pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada

peserta didik SMAN 1 Sipora, SMAN 2 Sipora. Terdapat 4 indikator yang

dilihat sebagai bukti rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik yaitu mengidentifikasi masalah sebagai indikator 1, menyajikan

rumusan masalah matematis sebagai indikator 2, menggunakan strategi dan

menerapkannya sebagai indikator 3, dan periksa kembali/membuat

kesimpulan sebagai indikator 4.

Menurut Nurkancana (2010), Kriteria tingkat kemampuan pemecahan

masalah (KPM) matematis peserta didik adalah sebagai berikut :

Tabel 1. 1 Kriteria Tingkat Kemampuan Pemecahan Masalah


Nilai (skor KPM × 10) Tingkat KPM
90 – 100 Sangat Tinggi
80 – 89 Tinggi
65 – 79 Sedang
55 – 64 Rendah
0 – 54 Sangat Rendah

Peserta didik diberikan tes awal kemampuan pemecahan masalah

matematis yang terdiri dari dua soal. Berikut hasil Rata-rata hasil pencapaian tes

awal kemampuan pemecahan masalah peserta didik SMAN 1 Sipora dan SMAN 2

Sipora dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut.


7

Table 1.2 Pencapaian Hasil Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah


Peserta Didik
Rata-Rata Nilai Per
Rata-Rata
Soal Rata-
Sekolah Nilai per
Soal Soal Rata Nilai
Sekolah
Nomor 1 Nomor 2
SMAN 1 Sipora 43,3 35,6 39,4
40,85
SMAN 2 Sipora 45,1 39.4 42,3
Rata-Rata per Soal 44,2 37,5

Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kemampuan pemecahan

masalah peserta didik di SMAN 1 Sipora dan SMAN 2 Sipora masih belum

optimal, hal ini terlihat dengan rata-rata nilai hasil tes kemampuan pemecahan

masalah yang rendah yakni 40,85. Rata-rata diperoleh berdasarkan 4 tahapan

problem solving oleh Polya (1973) antara lain understand the problem

(memahami masalah) skor maksimal 3, devising a plan (merencanakan

penyelesaian) skor maksimal 3, carrying out the plan (melaksanakan penyelesaian

masalah sesuai rencana) skor maksimal 3, dan Looking back (melihat kembali

penyelesaian atau memeriksa kembali) skor maksimal 3. Pada tabel 1.2 juga

menjelaskan bahwa bahwa peserta didik yang belum mampu dalam memahami

dan mengidentifikasi masalah, karena kesulitan dalam memahami masalah,

peserta didik mengalami kesulitan dalam merencanakan penyelesaian dan

menyelesaikan masalah, sehingga peserta didik juga kurang tepat dalam

menyimpulkan solusi dari masalah yang diselesaikan.

Akan tetapi kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa belum memuaskan. Data tersebut didukung

dengan observasi langsung yang dilakukan dengan pendidik bidang studi


8

matematika dan pengumpulan data rata-rata penilaian harian mata pelajaran

matematika di SMAN 1 Sipora dan SMAN 2 Sipora. Pendidik dari kedua sekolah

tersebut menyatakan hal yang sama yaitu kurikulum pendidikan yang sekarang

diterapkan di SMAN 1 Sipora dan SMAN 2 Sipora kelas XI adalah kurikulum

2013. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan kegiatan belajar mengajar belum

maksimal menerapkan kurikulum 2013, ini terlihat dari proses belajar yang masih

menggunakan metode ceramah yaitu pusat pembelajaran terletak pada pendidik

dan peserta didik pasif dalam kegiatan pembelajaran.

Pendidik juga menyatakan bahwa peserta didik menganggap bahwa

matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menurut peserta didik sulit dan

kurang menarik dibanding dengan mata pelajaran lain, sehingga menyebabkan

rendahnya hasil belajar matematika. Pada proses pembelajaran matematika

pendidik menjelaskan bahwa peserta didik kesulitan menerapkan 4 indikator

pemecahan masalah. Pada indikator pertama kemampuan pemecahan masalah

matematis yaitu memahami masalah, peserta didik jarang menulis diketahui dan

ditanya pada setiap soal yang diberikan. Pada indikator kedua kemampuan

pemecahan masalah peserta didik yaitu merencanakan penyelesaian, pendidik

menjelaskan bahwa beberapa peserta didik sudah ada yang menuliskan rencana

penyelesaian masalah, tetapi masih banyak yang salah dalam merencanakan

penyelesaiannya. Hal tersebut membuat hasil yang diperoleh pada indikator ketiga

kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu melaksanakan penyelesaian

masalah sesuai rencana menjadi salah. Kemudian pendidik juga menyebutkan

bahwa hanya sedikit peserta didik yang menghubungkan hasil yang didapat
9

dengan permasalah yang merupakan indikator keempat kemampuan pemecahan

masalah matematis yaitu melihat kembali penyelesaian.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pendidik di SMAN 1 Sipora dan

SMAN 2 Sipora juga menyatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah

khususnya kelas XI menggunakan buku panduan. Pembuatan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) belum maksimal mengikuti kurikulum 2013.

Buku panduan dan LKPD sebagai bahan ajar yang digunakan dalam kegiatan

pembelajaran masih memiliki banyak kelemahan dan membuat sistem

pembelajaran tidak dapat terlaksana dengan optimal. Salah satu kelemahan bahan

ajar yang digunakan saat ini adalah isi dalam buku panduan hanya berisi materi,

rumus, soal latihan, dan tidak meningkatkan motivasi belajar peserta didik

sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi pasif. Pendidik juga menyatakan

bahwa penggunaan LKPD memerlukan waktu yang lama dalam penggunaanya,

sedangkan pendidik harus tepat waktu dalam menyelesaikan materi pembelajaran

di setiap babnya. Peneliti berpendapat bahwa pendidik masih belum mampu

menetapkan alokasi waktu yang tepat untuk diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran. Pendidik juga menyampaikan bahwa mereka belum mampu untuk

mengembangkan suatu LKPD yang menarik sehingga dapat membangkitkan

semangat peserta didik dalam belajar.

Pengembangan bahan ajar yang memadai, berkualitas dan menarik dengan

sangat diperlukan dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik pada proses

penerapan kurikulum 2013. Depdiknas (2008 : 9) menyatakan bahwa bahan ajar

yang dirancang sendiri memiliki banyak manfaat yaitu bahan ajar dapat
10

disesuaikan dengan tuntutan kurikulum dan tingkat pemahaman peserta didik,

tidak bergantung pada satu buku panduan, bahan ajar dapat dikembangkan dengan

menggunakan berbagai referensi, menambah pengetahuan dalam merancang suatu

bahan ajar, dan bahan ajar dapat membangun komunikasi antara pendidik dan

peserta didik

Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi

masalah di atas adalah dengan menyediakan RPP dan LKPD yang dapat

membiasakan peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan matematika dan

melibatkan peserta didik secara aktif untuk menjadi individu yang mampu

menyelesaikan masalah dengan strategi-strategi penyelesaian yang lebih efektif.

Selain menyediakan perangkat pembelajaran guru juga harus memilih suatu model

pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Mengingat kemampuan pemecahan masalah sangat penting dan merupakan fokus

utama dalam pembelajaran matematika maka guru sebaiknya mencari solusi

permasalahan ini. Salah satu hal yang memberi pengaruh terhadap kemampuan

siswa setelah belajar adalah proses pembelajaran yang diimplementasikan kepada

siswa. Dalam menyelesaikan masalah khususnya masalah dalam matematika,

siswa harus paham apa yang menjadi masalah dan menentukan rumus atau

teorema apa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah

berdasarkan data yang diberikan di dalam soal. Karena itu, proses pembelajaran

yang terjadi di dalam kelas harus dapat mendorong siswa untuk mengembangkan

kemampuan berpikirnya.
11

Salah satu langkah yang dapat dilakukan guru dalam merencanakan proses

pembelajaran adalah menentukan model pembelajaran. Model pembelajaran yang

biasa digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran adalah model ekspositori.

Pada tahun lima puluhan banyak pendidik matematika berpendapat bahwa model

ini hanya menyebabkan siswa belajar menghafal yang tidak banyak makna/tidak

banyak mengerti (Ruseffendi : 2006). Apabila pendapat pendidik matematika itu

benar, siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan masalah matematis. Pada saat

ini pandangan tentang pembelajaran telah mengalami perkembangan. Menurut

Muhsetyo (2007) seiring dengan perkembangannya, strategi pembelajaran dari

berpusat pada guru (teacher centered) menjadi berpusat pada siswa (student

centered) maka berkembang pula terhadap bagaimana siswa belajar dan

memperoleh pengetahuan. Mereka secara individual maupun berkelompok, dapat

membangun sendiri pengetahuan mereka dari berbagai sumber belajar disekitar

mereka, tidak hanya berasal dari guru. Teori ini dinyatakan sebagai teori

konstruktivisme.

Adanya teori konstruktivisme dalam pembelajaran tentunya lebih menitik

beratkan pada partisipasi dan keaktifan siswa, karena siswa membangun

pengetahuan mereka sendiri. Untuk mengikuti perkembangan teori belajar, para

ahli telah banyak mengembangkan model-model pembelajaran. Salah satu model

pembelajaran yang tertarik untuk diteliti ialah model guided discovery. Hal

tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh State Secondary

Education Board, SSEB tahun akademik 2010-2011 menunjukkan secara

signifikan bahwa secara berturut-turut kemampuan pemecahan masalah dengan


12

menggunakan guided discovery learning jauh lebih baik dibandingkan dengan

menggunakan pengajaran ekspositori (Udo, 2011).

Dalam model guided discovery, rumus tidak disajikan secara utuh oleh

guru, sehingga dalam kegiatan pembelajaran terdapat peran aktif siswa dalam

membangun konsep/rumus dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Guru

hanya akan memberi bantuan petunjuk jika diperlukan. Model guided discovery

merupakan salah satu model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik dan

bernuansa pemecahan masalah (Muhsetyo, 2007). Di Dalam kegiatan

pembelajaran ini, guru mengajukan materi dalam bentuk masalah atau pertanyaan.

Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan ini akan menuntun siswa untuk

menemukan teori/rumus.

Menurut Muhsetyo (2007:26) siswa akan terbiasa dan cerdas memecahkan

masalah setelah mereka memperoleh banyak latihan menyelesaikan masalah dan

menurut Tim MKPBM (mata kuliah proses belajar mengajar) (2001:93) untuk

memperoleh kemampuan dalam pemecahan masalah, seseorang harus memiliki

banyak pengalaman dalam memecahkan masalah. Dengan diberikannya masalah

sebagai pembimbing siswa untuk menentukan rumus/teori dan pemecahan

masalah diharapkan siswa memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan

masalah sehingga terbiasa dan cerdas dalam memecahkan masalah. Hal tersebut

sesuai dengan langkah awal model guided discovery yaitu stimulasi.

Selain penggunaan perangkat dalam pembelajaran, peran media atau alat

bantu pembelajaran juga bermanfaat bagi proses pembelajaran. Misalnya dalam

memperoleh media pembelajaran yang relevan pendidik maupun peserta didik


13

harus mencari secara mandiri media yang akan digunakan. Menurut Azhar Arsyad

dalam Nurrita (2018) media pembelajaran adalah media yang bisa mempermudah

penyampaian ataupun pengantaran sejumlah pesan yang terkandung dalam materi

pembelajaran bagi siswa secara langsung agar bisa memberikan perhatiannya serta

minatnya dalam belajar.

Media berbasis komputer sangat cocok untuk digunakan dalam

pembelajaran dikarenakan pendidik perlu memodifikasi pembelajaran termasuk

penggunaan teknologi untuk membantu peserta didik dalam belajar (Iswanti et

al.,2021). Media pembelajaran matematika berbasis komputer yang bisa dipakai

ialah geogebra. Geogebra ialah program yang bisa memberikan gambaran secara

visual yang berkaitan dengan materi pembelajaran matematika. Pemanfaatan

software geogebra relevan digunakan dalam pembelajaran Kurikulum 2013 yang

menitikberatkan pada pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintific

dimana terdiri dari 5M , yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi, dan mengomunikasikan. Media pembelajaran berbasis geogebra

dengan pendekatan 5M ini dapat dimanfaatkan peserta didik dalam belajar dengan

dilengkai fasilitas eksplorasi konsep untuk siswa (Suryawan, 2019). Menurut

Hohenwarter (2008) , geogebra sangat bermanfaat bagi guru maupun siswa. Tidak

sebagaimana pada penggunaan program komersial yang biasanya hanya bisa

dimanfaatkan disekolah, geogebra dapat diinstal pada komputer pribadi dan

dimanfaatkan kapan dan dimanapun oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hohenwarter & Fuch (2004), Geogebra sangat bermanfaat sebagai media

pembelajaran matematika dengan beragam aktivitas.


14

Untuk menguji kebenaran dari pernyataan-pernyataan yang telah

dipaparkan, maka harus dilakukan penelitian. Atas dasar uraian latar belakang di

atas, peneliti melakukan penelitian berjudul “Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Matematika Berbasis Guided Discovery Berbantuan Geogebra

Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik Kelas

XI SMA.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka identifikasi masalah yang

diperoleh adalah sebagai berikut

1. Perangkat pembelajaran yang tersedia pada sekolah masih terbatas sehingga

perlu adanya inovasi pembelajaran yang harus dilakukan pendidik.

2. Kemampuan pemecahan masalah pesrta didik masih tergolong rendah.

3. Model pembelajaran yang digunakan pendidik kurang efektif dan belum

sesuai dengan karakteristik peserta didik.

C. Pembatasan Masalah
Agar pengembangan ini lebih berfokus dan tidak terlalu luas

pembahasnya, maka penulis memberikan batasan masalah. Adapun batasan

pengembangan yang akan dibahas adalah

1. Mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKPD

2. Memilih kemampuan pemecahan masalah yang digunakan untuk

mendukung pengembangan perangkat pembelajaran

3. Memilih model Guided Discovery Learning sebagai model yang digunakan

4. RPP dan LKPD dikembangkan materi semester genap


15

5. Uji coba perangkat pembelajaran dibatasi untuk peserta didik kelas XI

SMA semester genap pada satu materi.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana proses pengembangan perangkat

pembelajaran matematika berbasis guided discovery berbantuan geogebra yang

valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

peserta didik kelas XI SMA?”.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan Masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

pengembangan ini adalah mengetahui proses pengembangan perangkat

pembelajaran matematika berbasis guided discovery berbantuan geogebra yang

valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

peserta didik kelas XI SMA.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi semua kalangan khususnya

bagi pendidik saat terjun kedunia pendidikan, antara lain sebagai berikut :

1. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik

Perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKPD dapat membantu dan

mempermudah pendidik untuk menyampaikan materi dalam kegiatan

pembelajaran serta sebagai bahan pertimbangan pendidik dalam

mengembangkan perangkat pembelajaran dengan model guided discovery


16

learning untuk meningkatkan kemampuan pemecahanmasalah matematis

peserta didik.

b. Bagi peserta didik

Menambah sumber belajar bagi peserta didik, memudahkan pemahaman materi

matematika dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peseta

didik.

c. Bagi sekolah

Rujukan dalam pengembangan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran matematika di sekolah.

d. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan bahan referensi untuk mengembangkan perangkat

pembelajaran matematika berbasis guided discovery learning berbantuan

geogebra sebagai bahan untuk mengajar dan referensi untuk melakukan

penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi bahwa pembelajaran dengan model guided discovery

learning berbantuan geogebra memberikan pengaruh positif untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

G. Spesifikasi Produk yang Diharapkan


Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah RPP dan LKPD

berbasis guided discovery untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah


17

peserta didik kelas XI SMA. Karakteristik dari RPP dan LKPD yang

dikembangkan sebagai berikut:

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

a. RPP disusun berdasarkan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD),

indikator, tujuan pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, serta

instrumen penilaian yang disesuaikan dengan penyusunan RPP kurikulum

2013.

b. Langkah-langkah pembelajaran pada RPP disesuaikan dengan tahapan

pembelajaran pada model guided discovery berbantuan Geogebra dan

memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah.

2. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

a. LKPD disusun sesuai dengan kurikulum 2013.

b. LKPD dibuat menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik

serta sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.

c. Langkah-langkah pembelajaran di LKPD disesuaikan dengan tahapan model

pembelajaran guided discovery

d. Kegiatan LKPD memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematisnya.

e. Bagian terakhir LKPD berupa tes akhir yang akan dijawab secara berkelompok

untuk mengetahui pemahaman materi oleh peserta didik.


18

H. Pentingnya Pengembangan
Pentingnya penelitian pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1. Pentingnya penelitian pengembangan perangkat pembelajaran matematika

untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada peserta

didik dengan menggunakan LKPD yang telah dibuat sedemikian rupa agar

peserta didik tidak bosan dalam mempelajarinya.

2. Pengembangan perangkat pembelajaran berbasis guided discovery

berbantuan geogebra dapat membantu pendidik dalam proses

pembelajaran serta sebagai salah satu bahan ajar bagi guru.

3. Sebagai wujud dari peningkatan profesionalisme guru dalam membuat dan

penerapkan perangkat pembelajaran yang mendukung pencapaian hasil

belajar yang maksimal.

I. Definisi Operasional
Istilah-istilah yang digunakan dalam pengembangan ini didefinisikan

sebagai berikut:

1. Penelitian pengembangan

Penelitian pengembangan merupakan salah satu penelitian dimana

langkah-langkah dalam penelitian tersebut adalah mengembangkan suatu

produk yang dipergunakan di dalam kehidupan.

2. Perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran adalah suatu alat atau bahan yang disusun dan

digunakan oleh guru untuk melaksanakan proses pembelajaran agar

pelaksanaan serta evaluasi di dalam pembelajaran terlaksana dengan baik.


19

Perangkat yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah RPP dan LKPD

berbasis guided discovery.

3. Model guided discovery (penemuan terbimbing)

Guided Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang tidak

langsung (indirect instruction) dan peserta didik memiliki porsi besar dalam

kegiatan pembelajaran untuk menemukan sesuatu dengan bimbingan pendidik.

Penelitian ini untuk mengembangkan LKPD menggunakan model guided

discovery.

4. Pemecahan masalah Matematika

Pemecahan Masalah Matematika merupakan suatu proses pembelajaran yang

berguna untuk memahami pengetahuan baru dengan mengaitkannya ke

pengetahuan matematika yang telah diperoleh sebelumnya. Melalui kegiatan

ini aspek-aspek kemampuan matematika penting seperti penerapan aturan

pada masalah rutin, peneluan pola, penggeneralisasian, komunikasi

matematika, dan lalin-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

5. Geogebra

Geogebra ialah program yang bisa memberikan gambaran secara visual yang

berkaitan dengan materi pembelajaran matematika. Pemanfaatan software

geogebra relevan digunakan dalam pembelajaran Kurikulum 2013 yang

menitikberatkan pada pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintific

dimana terdiri dari 5M


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia adalah proses, cara

dan perbuatan yang dilakukan untuk membuat peserta didik belajar. Hal ini

sejalan dengan definisi pembelajaran menurut beberapa ahli. Permendikbud

(2013: 5) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan cara bagaimana apa yang

diajarkan bisa dikuasai oleh peserta didik yang pada hakikatnya merupakan

suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik, baik interaksi secara

langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung.

Pembelajaran menurut Prastowo (2013 : 65) adalah kegiatan mengajar yang

berpusat pada peserta didik. Pendidik berperan sebagai fasilitator, bukan diktator

dan sumber belajar satu-satunya. Salah satu cara interaksi secara langsung yaitu

dengan menggunakan berbagai media pembelajaran seperti lembar kerja peserta

didik (LKPD).

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih

mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Teori kognitif pada awalnya

dikemukakan oleh Dewey, dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon,

Mosher, Perry dan lain-lain, yang membicarakan tentang perkembangan kognitif

dalam kaitannya dengan belajar (Sjarkawi : 2006). Kemudian dilanjutkan oleh

Jerome Bruner, David Ausubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka,Kohler, Wertheimer

dan sebagainya. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan

hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan

20
21

proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar

psikologi, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman

sendiri (Abdurahman : 2003).

Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana

untuk berpikir kritis, sistematis, logis, kreatif, terstruktur, dan memiliki

keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya. Pernyataan ini sesuai dengan

yang dikemukakan Suherman (2003: 15) matematika adalah sarana untuk

berpikir; matematika adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah

ratunya ilmu dan sekaligus pelayannya; matematika adalah sains mengenai

kuantitas dan besaran; matematika adalah sains formal yang murni; matematika

sains yang memanipulasi simbol; dan matematika adalah ilmu yang mempelajari

hubungan pola bentuk dan struktur.

Berdasarkan teori belajar kognitif yang dikemukakan sebelumnya, ini

akan diwujudkan dalam sebuah perangkat pembelajaran dimana penilaian

kemampuan peserta didik dilihat dari proses belajar bukan hasil belajar.

Kemampuan peserta didik dinilai berdasarkan hasil setiap tahapan pembelajaran

mulai dari kegiatan pendahuluan hingga kegiatan penutup. Selanjutnya terdapat

tes akhir kemampuan pemecahan masalah yang akan dibandingkan dengan hasil

tes awal kemampuan pemecahan masalah sebelum dilaksanakan pembelajaran.

2. Kurikulum Pembelajaran Matematika

Penyusunan kurikulum 2013 dilandasi dengan pemikiran tentang masa depan

yaitu tantangan abad ke-21 yang ditandai dengan abad ilmu pengetahuan,

masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society), dan kompetensi


22

masa depan (Kusnadi, D., Tahmir, S., dan Minggu, 2014 : 123). Implementasi

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan kompetensi inti dan kompetensi

dasar sesuai satuan pendidikan. Kurikulum 2013 menganut pandangan dasar

bahwa pengetahuan tidak dipindahkan begitu saja dari pendidik ke peserta didik.

Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan aktif untuk

mengkonstruksi pengetahuannya, memecahkan suatu masalah, menemukan segala

sesuatu yang berguna bagi dirinya, serta berusaha keras mewujudkan ide-idenya

(Nurdiansyah, dan Fahyuni, 2016 : 8). Kurikulum 2013 menuntut peserta didik

dibimbing untuk menjadi lebih kreatif, inovatif dan produktif dalam kegiatan

pembelajaran (Nurdiansyah, dan Fahyuni, 2016 : 11).

Salah satu mata pelajaran utama dalam penerapan Kurikulum 2013

adalah Matematika. Dengan menerapkan Kurikulum 2013 diharapkan dapat

meningkatkan kreativitas pendidik untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran matematika. Kegiatan

pembelajaran matematika yang dilaksanakan dengan penerapan kurikulum 2013

meningkatkan pada keaktifan peserta didik untuk meningkatkan hasil belajar

peserta didik dan mengembangkan potensinya secara maksimal (Kusnadi, D.,

Tahmir, S., dan Minggu, 2014 : 124). Dalam kegiatan pembelajaran matematika,

kurikulum 2013 dijadikan sebagai acuan dan rujukan yang jelas, operasional dan

sistematis bagi para pendidik.

Perangkat pembelajaran dibuat sesuai dengan tahapan pembelajaran pada

kurikulum 2013 yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,

mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.


23

3. Model Guided Discovery (Penemuan Terbimbing)

Jerome Bruner (1967) sebagai orang yang pertama kali menjelaskan prinsip-

prinsip belajar penemuan (discovery learning). Ia menjelaskan bagaimana seorang

pembelajar membangun pengetahuan berdasarkan pengetahuan atau pengalaman

awal. Hampir serupa, para ahli teori belajar kognitif yang lain seperti John Dewey,

Jean Piaget, dan Lev Vygotsky juga sangat menyarankan penggunaan discovery

learning karena dapat memacu pembelajaran menjadi aktif pada kegiatan ataupun

proses pembelajaran dengan mengeksplorasi konsep-konsep dan menjawab

pertanyaan-pertanyaan melalui pengalaman belajar yang mereka lalui

Arends (2012:402) menjelaskan bahwa model Discovery Learning

menekankan pada proses pembelajaran yang mana berpusat pada peserta didik

dan pengalaman belajar secara aktif yang kemudian peserta didik menemukan dan

mengemukakan gagasannya terkait topik yang dipelajari. Menurut Popper

(2005:3) pembelajaran discovery learning dapat melatih peserta didik untuk

berpikir kritis, analisis serta menumbuhkan bagaimana cara mereka memperoleh

pengetahuan. Model discovery learning membantu peserta didik untuk berpikir

analisis terhadap masalah yang sedang dihadapi serta belajar untuk memecahkan

masalahnya sendiri. Melalui arahan dan bimbingan guru peserta didik belajar

secara aktif sesuai dengan tujuan pembelajaran dan berperan sebagai penanggung

jawab saat kegiatan penyelidikan sehingga kemampuan berpikir kritis peserta

didik dapat dibiasakan.

Berdasarkan pengertian model discovery learning yang telah dikemukakan

oleh beberapa ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa model discovery learning
24

adalah model dimana peserta didik dapat menemukkan pengetahuannya sendiri

karena tidak dihadapkan langsung pada hasil akhir dari suatu pembelajaran yang

kemudian dapat mengemukakan gagasannya sendiri.

Pengaplikasian discovery learning dalam pembelajaran dapat dilakukan

dengan dua cara. Menurut Carin & Sund (1989), discovery dapat diaplikasikan

secara bebas (Free discovery learning) atau secara terbimbing(Guided discovery

learning). Free discovery learning (model penemuan bebas) adalah model yang

memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk

memanipulasi dan memproses informasi dari berbagai sumber akademik, sosial,

dan eksperimental (Carin & Sund, 1989: 92). Pada free discovery learning peserta

didik akan mengidentifikasi masalah yang berasal dari apa yang ingin mereka

pelajari (Carin & Sund, 1989: 102). Peserta didik lebih bebas saat proses

pembelajaran. Sedangkan pada guided discovery learning pendidik akan

memberikan banyak panduan dan arahan, seperti memberikan masalah, materi dan

peralatan namun, pendidik akan mendorong peserta didik untuk mengerjakan

prosedur untuk menyelesaikan masalah nya sendiri (Carin & Sund, 1989: 104).

Menurut wenning (2011:9) model discovery learning berada pada urutan

paling rendah pada level of inquiry. Discovery menurut wenning dapat membuat

peserta didik mengembangkan konsep dasar pada pengalaman pertama dimana

peserta didik fokus pada keterlibatan aktif untuk membangun pengetahuannya.

Model discovery yang diaplikasikan atau digunakan dalam penelitian ini

adalah model guided discovery learning, karena proses yang terdapat pada

model guided discovery akan membuat peserta didik aktif dalam proses
25

pembelajaran namun masih terkontrol oleh bimbingan guru (Carin & Sund,

1989:93). Peserta didik yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah peserta

didik tingkat sekolah menengah atas yang masih membutuhkan bimbingan guru

dalam memahami permasalahan yang ada karena peserta didik masih berada

pada masa transisi. Selama proses pembelajaran peserta didik belum dapat

dilepas secara bebas. Guru berfungsi sebagai pemberi arahan atau pembimbing

yang memberi kesempatan pada peserta didik agar belajar secara aktif,

sebagaimana guru sebagai pembimbing harus mampu mengarahkan peserta

didik untuk melakukan proses belajar yang sesuai dengan tujuan. Guru berperan

aktif dalam proses penentuan masalah dan cara pemecahannya, dengan hal ini

proses belajar peserta didik akan berorientasi pada bimbingan guru yang

menyebabkan peserta didik mampu untuk memahami konsep-konsep dan dapat

untuk memecahkan suatu permasalahan dan menarik kesimpulan secara mandiri.

Model Guided Discovery Learning (temuan terbimbing) adalah satu

pendekatan mengajar dimana guru memberi peserta didik contoh contoh topik

spesifik dan memandu siswa untuk memahami topik tersebut (Eggen &

Khaucak, 2012: 177). Penemuan terbimbing mendukung peserta didik untuk

mendapatkan pengetahuan yang unik bagi dirinya sendiri karena mereka

menemukannya sendiri. Penemuan terbimbing tidak terbatas pada menemukan

sesuatu yang sepenuhnya baru bagi dunia seperti penemuan atau teori (Carin &

Sund, 1989:94).

Carin & Sund (1989:95) berpendapat bahwa penemuan terbimbing

membantu peserta didik menjadi pribadi yang mandiri serta bertanggung jawab
26

terhadap pembelajaran yang mereka lakukan sendiri. Peserta didik menjadi lebih

memotivasi diri saat belajar dengan menemukan sesuatu sendiri, daripada hanya

dengan mendengar saja. Mereka belajar untuk melakukan kegiatan mereka

dengan memanipulasi lingkungan mereka secara lebih aktif hingga meraih

kepuasan dari mengatasi permasalahan. Pada guided discovery learning guru

bertindak sebagai fasilitator dan memberikan peserta didik lingkungan yang

responsif terhadap kebutuhan mereka. Guru memberikan peserta didik

kesempatan untuk mencoba berbagai hal tanpa takut akan hukuman (Carin &

Sund, 1989:96).

Dari beberapa pendapat ahli peneliti melakukan sintesis dan membuat

kesimpulan bahwa model Guided Discovery learning adalah model

pembelajaran yang menciptakan situasi belajar yang melibatkan peserta didik

untuk belajar secara aktif untuk menemukan konsep, pemahaman, dan

memecahkan permasalahan, dimana guru berperan sebagai fasilitator atau

pembimbing.

Menurut Syah (2014 : 243) berikut ini dipaparkan tahap-tahap dalam

mengaplikasikan model guided discovery :

a) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Tahap ini berfungsi untuk menciptakan kondisi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi materi

pelajaran. Tahap ini diawali dengan menghadapkan peserta didik pada sesuatu

yang baru bagi peserta didik dan menimbulkan sedikit kebingungan, agar

nantinya muncul keinginan untuk menyelidiki sendiri bagi peserta didik.Menurut


27

Yusman (2010) pada tahap stimulasi guru membimbing siswa untuk

mengidentifikasi masalah, yang dilakukan secara berkelompok. Stimulasi adalah

upaya untuk mengajak peserta didik untuk merangsang seluruh sistem indera,

melatih kemampuan motorik halus dan kasar, kemampuan berkomunkasi serta

perasaan pikiran peserta didik. Stimulasi adalah salah satu faktor eksternal yang

sangat penting dalam menentukan kecerdasan peserta didik. Selain stimulasi ada

faktor eksternal lain yang ikut mempengaruhi kecerdasan seorang peserta didik

(dr. Kusnandi Rusmi,Sp.A(k) MM, 2010),

Menurut Bruner (2011) memberikan stimulation dengan menggunakan

teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat

menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi. Teacher

can provide the condition in which discovery learning is nourished and will

grow. One way they can do this is to guess at answers and let the class know

they are guessing. (Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248). Dengan

demikian seorang Guru harus menguasai teknik-teknik dalam memberi stimulus

kepada siswa agar tujuan mengaktifkan siswa untuk mengeksplorasi dapat

tercapai.

b) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Tahap kedua ini berfungsi pemberian kesempatan kepada peserta didik

untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan materi

pelajaran. Kemudian dipilih salah satu dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis

(jawaban sementara atas pertanyaan masalah) yang disebut pernyataan


28

(statement).Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk ikut serta

merumuskan masalah, membimbing siswa menentukan hipotesis (Yusman :

2010). Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa

permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna membangun

siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. Sebagaimana

pendapat Bruner bahwa: The students can then analyze the teacher’s answer.

This help prove to them that exploration can be both rewarding and safe. And it

is thus a valuable technique for building lifelong discovery habits in the student

(Norman dan Richard Sprinthall, 1990:248).

c) Data collection (pengumpulan data)

Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan

benar atau tidaknya hipotesis yang sudah dirumuskan sebelumnya. Peserta didik

diberi kesempatan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan identifikasi

masalah dari berbagai informasi dan sumber yang relevan, dilanjutkan dengan

membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber,

melakukan uji coba sendiri dan hal lainnya.

Guru membimbing peserta didik untuk mendapatkan informasi melalui

eksperimen (Yusman : 2010). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab

pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis, dengan demikian anak didik

diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang

relevan, membaca literature, mengamati objek, wawancara dengan narasumber,

melakukan uji coba sendiri dan sebagainya (Djamarah, 2002:22).


29

Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk

menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi,

dengan demikian secara tidak sengaja siswa menghubungkan masalah dengan

pengetahuan yang telah dimiliki.

d) Data processing (pengolahan data)

Pada tahap ini, peserta didik mengolah data dan informasi yang telah

diperoleh baik melalui referensi yang relevan, wawancara, observasi, dan

lainnya. Selanjutnya peserta didik diberikan arahan untuk memilih dan

menggunakan prosedur yang tepat untuk mendapatkan solusi dari permasalahan.

Menurut Kristatnto (2018) pengolahan data menrupakan proses yang

digunakan utuk menggambarkan perubahan bentuk data menjadi informasi yang

memiliki kegunaan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan

sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, tabulasi, bahkan bila

perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan

tertentu (Djamarah, 2002:22).

Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategorisasi

yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi

tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/

penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis

e) Verification (pembuktian)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan kembali secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah dirumuskan dengan

temuan hipotesis dihubungkan dengan hasil pengolahan data.


30

Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan

dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh

yang ia jumpai dalam kehidupannya, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran,

atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan

terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau

tidak (Budiningsih, 2005:41).

f) Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Pada tahap terakhir ini, yang dimaksud dengan generalisasi atau menarik

kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan

prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,

dengan memperhatikan hasil verifikasi. Menurut Yusman (2010) pada tahap

menarik kesimpulan model guided discovery guru membimbing peserta didik

untuk menemukan kesimpulan yang diinginkan sesuai dengan tujuan

pembelajaran. Tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar

menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002:22). Akhirnya

dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi

(Junimar Affan, 1990:198).

Perlu diperhatikan siswa setelah menarik kesimpulan adalah proses

generalisasi menekankan pentingnya penguasaan pelajar atas makna dan kaidah

atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta

pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu

(Slameto, 2003:119). Yaitu dengan menangkap ciri-ciri atau sifat sifat umum
31

yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus (Djamarah, 2002:191)Selama

kegiatan belajar mengajar berlangsung dengan mengaplikasikan metode

discovery learning.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas. Terlihat bahwa

langkah-langkah model guided discovery menurut Syah (2014) lebih sistematis,

mudah diterapkan pada perangkat pembelajaran dan dalam aktivitas

pembelajaran bisa meningkatkan karakter kerja keras dan rasa ingin tahu. Maka

langkah-langkah model guided discovery yang digunakan dalam penelitian ini

adalah langkah-langkah model guided discovery menurut Syah (2014) yaitu

stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data, verifikasi,

dan menarik kesimpulan.

Kelebihan dalam pembelajaran dengan guided discovery menurut Siadari

dalam Aqib, Z., dan Murtadlo (2016 : 336) yaitu:

a. Pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran dengan model guided


discovery dapat bertahan lama, mudah diingat, dan mudah diterapkan pada
situasi baru.
b. Meningkatkan kemampuan penalaran, analisis, dan keterampilan peserta
didik dalam memecahkan masalah.
c. Meningkatkan kreativitas peserta didik untuk terus belajar dan tidak hanya
menerima saja.
d. Terampil dalam menemukan konsep atau memecahkan masalah.

Pembelajaran guided discovery juga memiliki beberapa kelemahan.

Kelemahan model guided discovery menurut Marzono dalam Markaban 2006 :

16-17) yaitu :

a. Memerlukan waktu yang cukup lama untuk materi tertentu.


b. Tidak semua peserta didik dapat mengikuti pelajaran dengan model ini
karena kenyataan di lapangan masih banyak peserta didik yang terbiasa
dengan pembelajaran ceramah.
32

c. Tidak semua topik sesuai dengan model ini. Topik-topik yang berhubungan
dengan prinsip dapat dikembangkan menggunakan model ini.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis


Polya (1973) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha

mencari jalan keluar dari suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat

dicapai. Menurut Bahm mengatakan “The problem solving ability is one of the

main principles of science and technology and also teaching crucial to the

progress mathematics education itself”. Artinya “Kemampuan pemecahan

masalah adalah salah satu prinsip utama sains dan teknologi dan juga pengajaran

yang penting bagi kemajuan pendidikan matematika itu sendiri”. Sejalan dengan

itu NCTM (2000) “The problem solving ability itself is not just a goal in

mathematics learning, but also something that is very meaningful in everyday

life, and in the world of work, being a problem solver can provide benefits or

benefits”. Artinya “Kemampuan pemecahan masalah itu sendiri bukan sekedar

tujuan dalam pembelajaran matematika, tapi juga sesuatu yang sangat berarti

dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam dunia kerja, menjadi pemecah masalah

bisa memberi manfaat atau keuntungan”. Disimpulkan kemampuan pemecahan

masalah merupakan prinsip utama dalam dunia sains dan teknologi yang

memberikan manfaat dan keuntungan dalam kehidupan sehari-hari dalam

menyelesaikan suatu permasalahan yang ada.

Conney dalam Hudojo (2005:130) menyatakan bahwa mengajarkan

penyelesaian masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu

menjadi lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Dengan

perkataan lain, bila peserta didik dilatih menyelesaikan masalah, maka peserta
33

didik itu akan mampu mengambil keputusan, sebab peserta didik telah menjadi

terampil tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis

informasi, dan menyadari betapa perlu untuk meneliti kembali hasil yang telah

diperolehnya. Dalam memperoleh kemampuan untuk memecahkan masalah,

seseorang semestinya memiliki banyak pengalaman dalam memecahkan berbagai

masalah.

Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dapat dilihat

melalui beberapa indikator. Menurut Polya (1973) terdapat empat langkah dalam

pemecahan masalah, yaitu: 1) Memahami masalah (understanding the problem);

2) Menyusun rencana pemecahan (devising a plan); 3) Melaksanakan rencana

(carriying out the plan); 4) Memeriksa kembali (looking back). Kemudian

Sumarmo (2013) mengemukakan beberapa indikator kemampuan pemecahan

masalah, yaitu: 1) mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah;

2) membuat model matematik dari suatu masalah dan menyelesaikannya; 3)

memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan

atau di luar matematika; 4) menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai

permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; dan 5)

menerapkan matematika secara bermakna.

Permendikbud No. 58 Tahun 2014 menyatakan indikator-indikator

pencapaian kemampuan pemecahan masalah meliputi: 1) Memahami masalah; 2)

Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam mengidentifikasi

masalah; 3) Menyajikan suatu rumusan masalah secara matematis dalam berbagai

bentuk; 4) Memilih pendekatan dan strategi yang tepat untuk memecahkan


34

masalah; 5) Menggunakan atau mengembangkan strategi pemecahan masalah; 6)

Menafsirkan hasil jawaban yang diperoleh untuk memecahkan masalah; dan 7)

Menyelesaikan masalah.

Gambar 2. 1 Tahapan Penyelesaian Masalah Menurut Polya


Pembuatan soal kemampuan pemecahan masalah dapat dilakukan dengan

cara satu soal memuat semua karakteristik pemecahan masalah atau tiap item

indikator dibuat dalam satu soal terpisah. Penelitian ini akan menggunakan

indikator kemampuan pemecahan masalah berdasarkan Polya. Dimana untuk soal

tes kemampuan pemecahan masalahnya akan menggunakan soal tes yang dibuat

berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah dan akan dinilai

berdasarkan rubrik yang ada pada tabel berikut :


35

Table 2.1 Rubrik Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah

Indikator Skor Aktivitas peserta didik


Memahami 0 Peserta didik tidak menuliskan apa saja
masalah yang diketahui dan apa yang ditanyakan
dari soal
1 Peserta didik hanya menuliskan/
menyebutkan apa yang diketahui saja
2 Peserta didik menuliskan dan
menyebutkan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan dari soal namun
kurang lengkap
3 Peserta didik menuliskan dan
menyebutkan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan secara lengkap dan
benar
Merencanakan 0 Peserta didik tidak membuat rencana
Penyelesaian penyelesaian
1 Peserta didik membuat rencana
penyelesaian tetapi mengarah pada
jawaban yang salah
2 Peserta didik membuat rencana
penyelesaian tetapi mengarah pada
jawaban yang benar tetapi tidak lengkap
3 Peserta didik membuat rencana
penyelesaian secara lengkap dan
mengarah pada jawaban yang benar
Melaksanakan 0 Peserta didik tidak menuliskan
rencana penyelesaian
1 Peserta didik menulis penyelesaian
tetapi prosedur tidak jelas

2 Peserta didik menulis prosedur


penyelesaian yang mengarah pada
jawaban benar tetapi salah dalam
penyelesaian
3 Peserta didik menulis prosedur yang
benar dan memperoleh hasil benar
Memeriksa Kembali 0 Peserta didik tidak melakukan
pengecekan terhadap proses dan
jawaban serta tidak memberikan
kesimpulan
1 Peserta didik melakukan pengecekan
terhadap proses dan jawaban dan hanya
menuliskan jawaban tanpa memberikan
36

kesimpulan
2 Peserta didik melakukan pengecekan
terhadap proses dan jawaban dengan
benar namun memberikan kesimpulan
yang belum lengkap
3 Peserta didik melakukan pengecekan
terhadap proses dan jawaban dengan
tepat serta membuat kesimpulan dengan
benar
Skor Maksimal 12

(Modifikasi dari Iryanti, 2004)

Berdasarkan indikator pemecahan masalah yang telah diuraikan maka

indikator pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1)

Memahami masalah dengan cara mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui,

ditanyakan, dan kecukupan data yang diperlukan; 2) Menyusun rencana

pemecahan masalah; 3) Melaksanakan rencana pemecahan masalah; 4)

Memeriksa kembali kebenaran hasil yang didapat

5. Kaitan Kemampuan Pemecahan Masalah dengan Model Guided Discovery

dalam Matematika

Dalam membuat perangkat pembelajaran pada penelitian ini,

menggunakan model Guided discovery learning untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik. Penggunaan model Guided discovery learning

karena sesuai digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,

dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 1.2 Indikator kemampuan pemecahan masalah dengan langkah-


langkah guided discovery
37

Indikator Kemampuan Pemecahan


No Masalah Matematis (Menurut Polya) Langkah
1. Stimulasi
Memahami masalah
Identifikasi Masalah

2. Merencanakan penyelesaian Pengumpulan Data

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana Pengolahan Data


4. Verifikasi
Periksa kembali
Memberi Kesimpulan

Dari tabel 2.2 di atas dapat dilihat hubungan guided discovery learning dan

kemampuan pemecahan masalah dimana:

a. Sintak guided discovery learning pertama Stimulation (stimulasi/pemberian

rangsangan) peserta didik diberikan sebuah masalah, lalu diminta untuk

memahami masalah tersebut secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan indikator

kemampuan pemecahan yang pertama yaitu Memahami Masalah (Understanding

the problem).

b. Sintak guided discovery learning kedua Problem Statement

(Pernyataan/identifikasi masalah) dimana tahapan ini pendidik memberikan

kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak-banyaknya

permasalahan yang relevan dalam bahasa pembelajaran, kemudian dipilih salah

satunya dan dirumuskan kedalam jawaban sementara dari pertanyaan masalah

yang ada, hal ini sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah yang

pertama yaitu yaitu Memahami Masalah (Understanding the problem).

c. Sintak guided discovery learning ketiga Data Collection (pengumpulan data)

peserta didik diberikan kesempatan untuk mencari berbagai informasi yang


38

relevan dengan banyak membaca, mengamati suatu objek, melakukan wawancara

langsung dengan narasumber, atau melakukan uji coba sendiri dan menggunakan

cara-cara lainnya. Pada sintak ini berhubungan dengan indikator kemampuan

pemecahan masalah kedua yaitu Merencanakan Penyelesaian (Devising a Plan),

dimana dalam merencanakan penyelesaian peserta didik/ peserta didik haruslah

melakukan pengumpulan informasi yang relevan sebelum peserta didik dapat

menentukan atau merencanakan penyelesaian dari suatu masalah.

d. Sintak guided discovery learning keempat Data processing (pengelolaan data)

tahapan ini semua informasi hasil bacaan, baik wawancara, observasi dan

sebagainya yang didapatkan, semuanya perlu diolah, diacak, diskasifikan, bila

perlu melakukan perhitungan dengan cara tertentu serta melakukan penafsiran

pada tingkat kepercayaan tertentu. Pada sintak atau tahapan ini sesuai dengan

indikator kemampuan pemecahan masalah ketiga Melaksanakan Rencana

(Carrying out the Plan), dimana pada tahapan ini data yang sudah didapatkan

pada tahapan sebelumnya di olah/proses untuk melaksanakan proses penyelesaian

masalah.

e. Sintak guided discovery learning kelima dan keenam Verification (pembuktian)

dan Generalizations (menarik kesimpulan) ini berhubungan dengan indikator

kemampuan pemecahan masalah keempat yaitu Memeriksa Kembali (Looking

Back). Dimana tahapan verification peserta didik melakukan pemeriksaan

kembali atas proses penyelesaian masalah yang telah mereka buat secara

cermat untuk membuktikan benar atau tidak jawaban yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternative yang dihubungkan dengan hasil data processing, kemudian


39

pada tahapan generalizations peserta didik menyimpulkan hasil dari proses

pembuktian tersebut.

6. Validitas, Kepraktisan, dan Efektivitas

Validitas, praktikalitas dan efektivitas diperlukan untuk melihat kualitas suatu

produk seperti pada Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Table Kriteria Validitas, Kepraktisan, dan Efektivitas Bahan Ajar
No Kriteria Aspek Kualitas yang Diamati
a. Relevansi (Validitas Perangkat pembelajaran dikembangkan
isi) sesuai dengan prinsip pengetahuan ilmiah
1
b. Konsistensi Perangkat pembelajaran dikembangkan
(Validitas Konstruk) secara logis
Perangkat pembelajaran dapat digunakan
2 Praktikalitas sesuai dengan langkah-langkah yang telah
dirancang dan dikembangkan
Perangkat pembelajaran yang
3 Efektivitas dikembangkan dapat mencapai hasil
sesuai dengan diinginkan
Dimodifikasi dan diterjemahkan dari Plomp dan Nieveen (2013:26)

Adapun rincian mengenai validitas, praktikalitas dan efektivitas suatu produk

adalah sebagai berikut:

a. Validitas

Menurut KBBI (2008: 1814) validitas yaitu sifat valid; sifat benar menurut

bahan bukti yang ada, logika berpikir, atau kekuatan hukum; kesahihan. Plomp

(2013) mengatakan “memvalidasi pengembangan desain pembelajaran yaitu

merancang, mengevaluasi perangkat pembelajaran sesuai dengan teori-teori

belajar serta prinsip-prinsip desain”. Disimpulkan suatu perangkat


40

pembelajaran yang dikembangkan dikatakan valid apabila perangkat tersebut

telah memiliki kesesuaian dengan aturan atau prosedur-prosedur yang berlaku.

Validitas dalam penelitian pengembangan dilihat dari dua bagian yaitu

pada validitas isi (relevancy) dan validitas konstruk (consistency). Validitas isi

(relevancy) menurut Nieveen (dalam Plomp, 2013: 160) adalah ada sebuah

kebutuhan untuk intervensi (perangkat yang dibuat), dan rancangan didasari

pada pengetahuan ilmiah yang ada. Sedangkan validitas konstruk (consistency)

masih menurut Nieveen (dalam Plomp, 2013: 160) adalah perancangan

intervensi (perangkat pembelajaran) sesuai dengan logika/alasan-alasan yang

tepat.

Secara metodologis, validitas perangkat yang disusun harus memenuhi

kriteria valid dari segi isi dan konstruk. Validitas isi artinya kesesuaian antara

produk yang dihasilkan dengan beberapa kriteria yang ditentukan. Sedangkan

validitas konstruk artinya kesesuaian antara produk yang dihasilkan dengan

unsur pengembangan yang telah ditetapkan.

Penelitian ini, aspek yang divalidasi meliputi aspek isi, bahasa, dan

penyajian.

b. Praktikalitas

Menurut Kamus umum Bahasa Indonesia (1994: 1085) praktis artinya

mudah dan senang dalam memakainya, dan cocok karena pelaksanaannya

mudah. Praktikalitas berkaitan dengan keterpakaian perangkat pembelajaran

oleh peserta didik dan guru. Perangkat dapat dikatakan praktis, jika guru dan
41

peserta didik dapat menggunakan perangkat tersebut untuk melaksanakan

pembelajaran secara logis dan berkesinambungan, tanpa banyak masalah.

Ada beberapa pertimbangan praktikalitas dapat dilihat dalam aspek-aspek

berikut menurut Sukardi (2008: 52) sebagai berikut:

a. Kemudahan dalam penggunaan, meliputi: mudah diatur, disimpan,


dan dapat digunakan sewaktu-waktu.
b. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan sebaiknya sangat singkat,
cepat, dan tepat.
c. Daya tarik produk terhadap peserta didik.
d. Mudah diinterpretasikan oleh pendidik ahli maupun pendidik lain.
e. Memiliki ekivalensi yang sama sehingga bisa digunakan sebagai
pengganti atau variasi.

Berdasarkan pertimbangan di atas, praktikalitas perangkat pembelajaran

matematika pembelajaran matematika berbasis penemuan terbimbing ini

dilihat dari penggunaan, daya tarik, dan waktu. Tingkat kepraktisan didapat

dari respon guru dan peserta didik melalui angket yang disebarkan.

c. Efektivitas

Efektivitas artinya ada dampak, pengaruh, dan hasil yang ditimbulkan

(KBBI, 2002: 219). Maka efektivitas adalah seberapa jauh tingkat

keberhasilan yang diperoleh dari tujuan yang hendak dicapai. Jadi efektivitas

merupakan pengujian yang harus dilakukan terhadap perangkat pembelajaran

matematika yang dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah peserta didik. Menurut Akker (1999: 10)

menyatakan :“Effectiveness refer to the extent that the experiences and

outcomes with the intervention are consistent with the intended aims”.

Keefektifan suatu bahan ajar biasanya dilihat dari potensial efek berupa

kualitas hasil belajar sikap peserta didik.


42

Nieven (2007: 98) menyatakan ada dua aspek keefektifan yang harus

dipenuhi oleh suatu bahan ajar, yaitu:

1) Ahli dan praktisi berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa


bahan ajar tersebut efektif.
2) Secara operasional bahan ajar tersebut memberikan hasil sesuai yang
diharapkan.

Efektifitas dalam pengembangan ini dilihat dari cara peserta didik

setelah belajar menggunakan bantuan LKPD yang dikembangkan dengan

melihat kemampuan pemecahan masalah matematis. Jadi penggunaan LKPD

dapat dikatakan efektif jika berdampak terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik.

B. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian yang relevan menunjukan hasil yang baik dalam

penerapan perangkat pembelajaran menggunakan model guided discovery untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada proses pembelajaran

matematika yakni: .

1. Sinambela, L (2018) dengan judul “The Enhancement Difference of Student

Mathematical Problem Solving Ability between Guided Discovery Learning

Model and Direct Learning Model”. Penelitian ini mendapatkan kesimpulan

bahwa “there is enhancement difference of student MPSA taught by GDLM

and taught by DLM. N-gain of student taught by GDLM is higher than student

taught by DLM”.

2. Nur, Fitriani dkk (2020) dengan judul “Effectiveness Of Discovery Learning

Model On Students' Mathematical Problem Solving Ability”. Hasil penelitian

mendapatkan kesimpulan bahwa pengaplikasian model discovery learning


43

efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik”.

3. Rustam E. Simamora (2019) dengan judul “Improving Students’ Mathematical

Problem Solving Ability and Self-Efficacy through Guided Discovery Learning

in Local Culture Context”. Penelitian ini menghasilkan perangkat pembelajaran

berbasis penemuan terbimbing dengan konteks budaya batak toba untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan efikasi diri

peserta didik secara signifikan.

4. Padrul Jana, Amirul Anisa dan Nur Fahmawati (2020) melakukan penelitian

dengan judul “Model Discovery Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah”. Hasil penelitiannya adalah model Discovery Learning

dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

5. Siwi Khomsiatun dan Heri Retnawati (2015) melakukan penelitian dengan

judul “Pengembangan Perangkat Pembelajaran dengan Penemuan Terbimbing

untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah”. Penelitian ini

bertujuan untuk menghasilkan perangkat pembelajaran pada materi bangun

segitiga dan segi empat dengan penemuan terbimbing untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah pada Kompetensi Dasar “Menghitung keliling

dan luas bangun segitiga dan segi empat serta menggunakannya dalam

pemecahan masalah” yang layak digunakan dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sinambela L (2018), Fitriani Nur, dkk

(2020), Rustam E. Simamora (2019), Padrul Jana, Siwi Khomsiatun dan Heri

Retnawati (2015) memiliki hubungan dengan penelitan ini yaitu variabel yang
44

digunakan sama yaitu model guided discovery dan kemampuan pemecahan

masalah.Perbedaan penelitian yang dilakukan peneliti adalah peneliti

menambahkan penggunaan geogebra pada perangkat pembelajaran kemudian

peneliti juga melakukan uji coba pada materi persamaan lingkaran.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Nuzlia, Rachmat Sahputra dan A.Irfriany

Harun (2015) “Pengaruh Model Guided Discovery Learning Dengan

Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Ilmiah”. Hasil dari

penelitian ini menunjukkan model guided discovery learning memberikan

pengaruh terhadap hasil belajar sebesar 28,32% dan sikap ilmiah sebesar

25,90%, yang keduanya berkategori sedang.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Omiko Akani (2017) “Effect of Guided

Discovery Method of Instruction And Students’ Achievement in Chemistry at

Secondary School Level in Nigeria”. Hasil penelitian ini menunjukkan

Guided Discovery Method lebih baik dari pembelajaran konvensional di

sekolah.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Jesy Diah Rokhmawati, Ery Tri Djatmika dan

Ludiwishnu Wardana (2016) “Implementation of Problem Based Learning

Model to Improve Students’ Problem Solving Skill and Self-Efficacy (A

Study on 1x Class Students of SMP Muhammadiyah)”. Hasil penelitian ini

menunjukkan persentase kemampuan memecahkan masalah siswa meningkat

sebesar 4% menjadi 73%, menunjukkan bahwa siswa lebih terlatih dalam

menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa akan

berusaha mencari solusi terbaik.


45

9. Penelitian yang dilakukan oleh Kiki Yuliani dan Sahat Saragih (2014) “The

Development of Learning Devices based Guided Discovery Model to

Improve Understanding Concept and Critical Thingking Mathematically

Ability of Students at Islamic Junior High School of Medan”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran berbasis model penemuan

terbimbing telah memenuhi kriteria efektivitas.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Jide John Olorode dan Abiodun Ganiu Jimoh

(2016) “Effectiveness of Guided Discovery Learning Strategy and Gender

Sensitivity on Students’ Academic Achievement In Financial Accounting In

Colleges of Education

11. Penelitian oleh Peng, Cao & Yu (2020) yang berjudul “Reciprocal Learning

in Mathematics Problem Posing and Problem Solving: An Interactive Study

between Canadian and Chinese Elementary School Students“.

Penelitian yang dilakukan oleh Nuzlia dkk, Jesy Diah Rokhmawati dkk,

Kristin Yulianti dkk, Omiko Akani dan seterusnya yang mana penelitian dengan

model yang sama dengan penelitian ini yaitu dengan menggunakan model guided

discovery, tapi terdapat perbedaan dalam penelitian ini. Pada penelitian Peng ,Cau

& Yu (2020) adalah sebagai bahan literatur pengertian pemecahan masalah agar

pengembangan perangkat pembelajaran dapat mendukung esensial dari

pemecahan masalah matematis tersebut. Pemecahan masalah adalah suatu proses

mulai dari saat peserta didik dihadapkan pada masalah sampai ketika masalah

tersebut diselesaikan.
46

Pada penelitian menggunakan model guided discovery yang sudah pernah

dilakukan oleh banyak peneliti memberikan hasil secara kualitatif yakni terdapat

pengaruh dalam peningkatan hasil belajar peserta didik dengan menggunakan

model penemuan terbimbing. Oleh karena itu, akan diteliti ulang kembali dengan

model guided discovery, tetapi dalam penelitian ini menggunakanmateri yang

berbeda dari penelitian sebelumnya. Adapun beberapa penelitian yang mendukung

salah satu variabel yang digunakan yaitu model guided discovery sebagai variabel

bebas atau kemampuan pemecahan masalah sebagai variabel terikat.

12. Penelitian Cai, Jinfai & Frank Lester (2016) dengan judul “why is teaching

with problem solving important to student learning?” dan mendapatkan

kesimpulan bahwa “problem solving must be taught as an integral part of

mathematics learning, and it requires a significant commitment in the

curriculum at every grade level and in every mathematical topic”.

13. Yuliana (2017) dengan judul “The Effectiveness Of Guided Discovery

Learning To Teach Integral Calculus For The Mathematics Students Of

Mathematics Education Widya Dharma University”. Penelitian ini bertujuan

untuk mengembangkan model pembelajaran penemuan terbimbing pada

materi kuliah kalkulus integral dan mengetahui efektivitas model

pembelajaran penemuan terbimbing dalam meningkatkan kemampuan

pemahaman mahasiswa. Hasil penelitiannya menunjukkan pembelajaran

penemuan terbimbing mendapatkan respon positif.

14. Rosidi (2016) yang berjudul “Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa

Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing (Guided Discovery


47

Learning) . Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Sains. Didapatkan hasil

Lembar Kegiatan Siswa Berorientasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing

(Guided Discovery Learning) layak digunakan dalam pembelajaran dan

menunjukkan siswa telah mampu menggunakan termometer dan respon siswa

menunjukkan respon positif terhadap pembelajaran. Persamaan dengan

penulis adalah jenis penelitian, menghasilkan produk pembelajaran,

pembelajaran guided discovery. sedangkan perbedaannya adalah karakter

yang ditingkatkan, subjek uji coba, hasil belajar.

Terdapat hubungan dan sedikit perbedaan penelitian yang akan dilakukan

dengan penelitian relevan, hubungannya adalah penelitian ini melanjutkan

penelitian sebelumnya dan sedikit perbedaan tersebut adalah produk yang

dihasilkan dan kemampuan yang dikembangkan dalam sebuah perangkat

pembelajaran. Pada penelitian yang akan dilakukan produk yang akan dihasilkan

berupa RPP & LKPD serta instrumen tes kemampuan pemecahan masalah

matematis untuk materi polinomial berbantuan geogebra. Sedangkan pada

penelitian relevan produk yang dihasilkan berupa RPP, LKPD. Selain itu,

penelitian yang akan dilakukan berfokus pada pengembangan perangkat berbasis

guided discovery dengan memanfaatkan Geogebra yang bisa meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

C. Kerangka Konseptual

Tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah supaya peserta didik

memiliki kemampuan matematika yang memadai, sehingga berbagai kompetensi

yang diharapkan dapat tercapai dengan baik dan optimal. Pembelajaran


48

matematika di sekolah perlu diarahkan untuk membantu peserta didik

menggunakan daya intelektualnya dalam proses pembelajaran. Namun, proses

pembelajaran yang dilaksanakan di kelas belum dapat mencapai tujuan

pembelajaran secara optimal. Belum optimalnya kemampuan matematis peserta

didik, mengakibatkan kurangnya pemahaman konsep peserta didik terhadap

pembelajaran matematika. Salah satu kemampuan matematis peserta didik yang

belum optimal adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.

Proses pembelajaran diharapkan seluruh peserta didik berpartisipasi agar

pembelajaran lebih bermakna, akan tetapi peserta didik yang mampu

mengungkapkan pendapat dan aktif hanya peserta didik yang percaya diri,

sebagian lainnya peserta didik pasif. Kemudian, peserta didik belum bisa

menganalisa permasalahan yang ada dengan baik, akibatnya peserta didik kurang

menggunakan pola pikir yang dimilikinya.

Penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis peserta

didik adalah karena proses pembelajaran yang dilakukan belum maksimal.

Peserta didik belum melakukan proses memecahkan masalah dengan baik karena

masih cenderung menghafal dan mengikuti langkah-langkah yang dilakukan

pendidik saat menyelesaikan soal sehingga konsep yang dimiliki peserta didik

belum tertanam dalam diri. Hal ini disebabkan karena perangkat pembelajaran

yang dimiliki pendidik belum efektif untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik. Selain itu, peserta didik belum

diberi kesempatan untuk menemukan sendiri prinsip matematika beserta dilatih

untuk menyelesaikan soal-soal non rutin yang mengembangkan kemampuan


49

pemecahan masalah matematis peserta didik. Cara yang dilakukan agar bisa

membantu peserta didik meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai adalah

dengan mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis model guided

discovery. Guided discovery merupakan model pembelajaran kognitif yang

menuntut pendidik untuk lebih kreatif membuat peserta didik belajar aktif

menemukan pengetahuan sendiri. Selain itu juga membimbing dan memotivasi

peserta didik untuk mengeksplorasi informasi-informasi dan konsep sehingga

mengkonstruksi ide-ide baru, mengidentifikasi suatu hubungan baru dan

menciptakan cara berpikir dan berperilaku melalui tahapan berperilaku melalui

tahapan stimulasi, identifikasi masalah, pengumpulan data, pengolahan data,

pembuktian dan menarik kesimpulan (Osin, 2019).

Perangkat pembelajaran yang ditemui di lapangan belum membantu guru

dalam memfasilitasi peserta didik untuk menunjang proses belajar matematika

dalam mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar yang dapat memperkaya

pengetahuan dan sumber belajar peserta didik salah satunya adalah Lembar Kerja

Peserta Didik (LKPD). LKPD merupakan bahan ajar tambahan yang dapat

dijadikan guru sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan matematis

peserta didik. LKPD bertujuan untuk memudahkan peserta didik dalam

melakukan proses belajar, sudah seharusnya guru menggunakan bahan ajar yang

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan peserta didik serta mengembangkan

kemampuan matematis peserta didik khususnya kemampuan pemecahan masalah

matematis.
50

Salah satu alternatif yang dapat dilakukan agar dapat mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik adalah dengan

menyediakan LKPD yang menggunakan model pembelajaran guided discovery.

Perangkat ini dikembangkan dengan tujuan peserta didik dapat menemukan

sendiri konsep dengan bimbingan guru dan menyelesaikan permasalahan

matematika secara tepat. Oleh karena itu, model pembelajaran ini cocok

digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik yang disajikan dalam LKPD. Selain itu untuk mendukung

pengembangan LKPD dibutuhkan perangkat pembelajaran lain seperti RPP.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka akan dikembangkan perangkat

pembelajaran matematika berbasis model guided discovery berbantuan geogebra.

Melalui perangkat pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik.


51

Gambar 2. 2 Kerangka Konseptual


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan. Penelitian

pengambangan adalah studi sistematis merancang, mengembangkan dan

mengevaluasi intervensi pendidikan (seperti program, strategi, dan bahan belajar

mengajar , produk dan sistem) sebagai solusi untuk masalah komplek dalam

praktik pendidikan (Akker Bannan, Kelly, Nieveen, & Ploom, 2010)

Penelitian pengembangan (developmental research) adalah penelitian yang

digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan menguji kevalidan,

kepraktisan dan keefektivan produk tersebut. Penelitian pengembangan digunakan

untuk mengatasi masalah, bukan untuk menguji teori. Pada penelitian ini, produk

yang dihasilkan adalah perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKPD

menggunakan Model guided discovery pada materi pembelajaran matematika

SMA kelas XI semester II.

B. Prosedur Penelitan dan Pengembangan

Pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini mengadopsi

model pengembangan yang digagas oleh Tjeerd Plomp. Model Plomp terdiri dari

tiga tahap, yaitu Fase investigasi awal (preliminary research), merupakan tahap

persiapan yang terdiri dari analisis kebutuhan, analisis kurikulum, dan analisis

konsep. Fase pengembangan atau pembuatan prototype (development or

prototyping phase), yaitu proses perancangan dan pengembangan perangkat

pembelajaran secara bertahap dengan menggunakan evaluasi formatif untuk

52
53

meningkatkan dan memperbaiki prototype yang dikembangkan. Kemudian, fase

penilaian (assessment phase) berupa evaluasi semi sumatif untuk menyimpulkan

apakah prototype akhir atau produk sudah sesuai dengan yang diinginkan serta

mengajukan rekomendasi untuk pengembangan produk.

Peneliti menggunakan model ini karena lebih fleksibel dan terstruktur

dibangdingkan model lainnya, karena pada setiap langkah memuat kegiatan

pengembangan yang disesuaikan dengan karakteristik penelitian. Pada setiap fase

yang dilalui, dilakukan evaluasi terhadap rancangan produk.

Table 3.1 Kriteria Evaluasi terkait tahapan dalam Design Research


Fase Kriteria Deskripsi singkat kegiatan
Preliminary Penekanan pada terutama Tinjauan literatur dan proyek
research menjawab pertanyaan serupa
dengan yang ada dalam
penelitian ini. Ini
menghasilkan pedoman untuk
kerangka kerja
Development/ Fokus pada konsistensi Pengembangan prototype yang
prototyping (validitas konstruk) dan akan diujicoba dan direvisi
phase praktikalitas. Selanjutnya, berdasarkan evaluasi formatif.
mengutamakan praktikalitas
dan secara bertahap menuju
efektivitas.
Assessment Praktikalitas dan efektivitas Menilai apakah pengguna
phase dapat menggunakan produk
dengan praktis (praktikalitas)
dan berkeinginan untuk
mengaplikasikannya dan
apakah produk tersebut efektif.
Sumber: Akker, Bannan, Kelly,Nieveen dan Plomp (2010)
54

Rincian prosedur pengembangan meliputi langkah-langkah berikut ini.

1. Fase Investigasi Awal (Preliminary Research)

Fase investigasi awal dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai

kemampuan dan karakteristik peserta didik, serta kebutuhan peserta didik. Fase ini

terdapat beberapa kegiatan sebagai berikut:

a. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan dilaksanakan untuk melihat kebutuhan apa yang

dibutuhkan oleh guru dan peserta didik. Untuk mengetahui kebutuhan guru dan

peserta didik dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Sedangkan untuk

mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dilakukan

tes awal. Tes awal yang diberikan sesuai dengan indikator kemampuan

pemecahan masalah matematis. Informasi yang diperoleh terkait dengan proses

pembelajaran yang berlangsung, kegiatan peserta didik di kelas, dan ketersediaan

perangkat pembelajaran yang digunakan.

b. Analisis Kurikulum

Pada tahap analisis kurikulum bertujuan untuk menganalisis kurikulum yang

digunakan di SMAN 1 Sipora yaitu kurikulum 2013 untuk mata pelajaran kelas

XI. Analisis ini diperlukan untuk mempelajari Kompetensi Inti (KI), Kompetensi

Dasar (KD), indikator, materi pelajaran dan tujuan pembelajaran. Analisis ini

berupa penentuan indikator dari materi kelas XI SMA semester II yang akan

dikembangkan perangkatnya. Indikator inilah yang menjadi dasar untuk

menyusun perangkat pembelajaran matematika menggunakan model guided

discovery.
55

c. Analisis Peserta Didik

Analisis peserta didik dilakukan untuk menelaah karakteristik dari peserta

didik di kelas XI SMA. Analisis ini menjadi pertimbangan yang sesuai dengan

rancangan dan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis Guided discovery

yang akan dilakukan.

d. Analisis Konsep

Analisis konsep merupakan identifikasi materi-materi yang dibutuhkan pada

pengembangan perangkat pembelajaran. Materi-materi ini disusun secara

sistematis dengan mengaitkan suatu konsep dengan konsep lain yang relevan

sehingga membentuk suatu konsep.

Berikut ringkasan kegiatan penelitian pada tahap investigasi awal

(preliminary research) dapat dilihat pada Tabel 3.2 :

Tabel 3.2. Ringkasan Kegiatan Penelitian Pada Tahap Investigasi Awal


Metode
Kegiatan Hasil Yang
Pengumpula Instrumen Tujuan
Penelitian Diperoleh
n Data
Analisis Dokumentasi Dokumentasi Untuk Dapat mengetahui
konsep konsep mengidentifikasi fakta, konsep,
fakta, konsep, prinsip, dan
prinsip, dan prosedur sehingga
prosedur yang disusun perangkat
harus dikuasai pembelajaran
peserta didik yang sesuai
Analisis Wawancara, Lembar Untuk Dapat mengetahui
peserta dan observasi observasi, dan mengidentifikasi karakteristik
didik pedoman karakteristik peserta didik,
wawancara peserta didik, pembelajaran
untuk mengetahui yang diinginkan
pembelajaran peserta didik.
seperti apa yang
sesuai dengan
peserta didik
56

2. Fase Pengembangan atau Pembuatan Prototipe (Development or

Prototyping Phase)

Berdasarkan hasil analisis pada tahap preliminary research dilakukan penyusunan

rancangan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis guided discovery

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah berupa RPP, LKPD, dan

instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis. RPP disusun

berdasarkan Permendikbud nomor 22 tahun 2016. LKPD disusun dengan

berpedoman pada panduan pengembangan bahan ajar yang dikeluarkan kurikulum

2013 revisi tahun 2017 dengan memperhatikan aspek kelayakan isi, kebahasaan,

dan penyajian. Fase pengembangan prototype, bahwa prototype dievaluasi dengan

mengacu pada evaluasi formatif. Evaluasi formatif memliki beberapa tahapan

seperti terlihat pada gambar

Gambar 3. 1 Sumber Tessmer,1993 dalam Plomp 2013: 36


Lapisan evaluasi formatif model pengembangan
Pada gambar 3.1 menggambarkan bahwa terdapat beberapa metode

evaluasi formatif yang mungkin digunakan. Pada penelitian ini evaluasi formatif

yang digunakan adalah sebagai berikut:


57

1. Evaluasi sendiri (self evaluation): menggunakan daftar cek karakteristik

penting berupa pedoman evaluasi diri.

2. Tinjauan ahli (expert review) : kelompok ahli (ahli bidang studi matematika,

ahli bahasa dan ahli media pembelajaran).

3. Evaluasi satu-satu (one-to-one) : terdiri dari pendidik dan peserta didik yang

sudah menggunakan LKPD yang akan dikembangkan.

4. Kelompok kecil (small group) : Kelompok kecil ini terdiri dari beberapa

orang peserta didik yang menggunakan LKPD dengan proses pembelajaran

berdasarkan RPP

Hasil rancangan pada tahap ini menghasilkan prototype 1 perangkat

pembelajaran. Selanjutnya dilaksanakan evaluasi formatif pada prototype 1

perangkat pembelajaran. Selanjutnya, dalam mendesain produk harus

memperhatikan tiga karakteristik produk yaitu kelayakan isi/materi,

konstruksi/penyajian dan kebahasaan. Development or Prototyping Phase terdiri

atas beberapa prototype yaitu sebagai berikut:

a. Prototype 1 (Uji Validitas)

Pada prototype 1 dilakukan evaluasi sendiri (self evaluation) dan penilaian

ahli (expert review) untuk menguji validitas dari materi ajar yang sudah

dirancang.

1.) Evaluasi Sendiri (Self Evaluation)

Self evaluation adalah evaluasi yang dilakukan oleh peneliti sendiri.

Evaluasi ini dilakukan dengan cara peneliti melihat kembali perangkat

pembelajaran dan memperbaiki sendiri kesalahan-kesalahan yang diperoleh.


58

Setelah prototype diyakini bagus dan sesuai dengan harapan, selanjutnya

perangkat pembelajaran tersebut dilakukan tahap penilaian ahli (expert review).

Aspek-aspek yang diamati pada self evaluation pada perangkat pembelajaran yang

dikembangkan dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Aspek-aspek yang diamati pada self evaluation


No Aspek yang Dinilai Metode Instrumen Tujuan
Pengumpulan
Data
1 Penulisan dan Ukuran Mendiskusikan Pedoman Untuk
font yang digunakan dan melihat Evaluasi mengetahui
2 Penggunaan tanda baca kesalahan Sendiri perangkat
3 Ketetapan langkah- dengan teman berbasis guided
langkah model sejawat discovery
pembelajaran guided berbantuan
discovery dengan geogebra yang
kemampuan dikembangkan
pemecahan masalah dengan
peserta didik melakukan
4 Relevansi pengecekan
permasalahan dengan sendiri
ilustrasi gambar

Setelah perangkat pembelajaran telah direvisi oleh peneliti, selanjutnya

dilakukan tinjauan dengan para ahli (Expert Review)

2.) Penilaian Ahli (Expert Review)

Uji validitas dilakukan oleh para ahli (validator). Validator adalah orang

yang berkompeten dalam penyusunan LKPD dan mampu memberi masukan

untuk menyempurnakan LKPD yang telah disusun. Saran-saran dari validator

tersebut akan dijadikan bahan untuk merevisi LKPD yang telah dirancang.

Berikut ini dijelaskan kegiatan yang dilaksanakan pada uji validitas

perangkat pembelajaran. 1) Meminta kesediaan pakar atau ahli untuk menjadi


59

validator dari prototype 1 perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. 2)

Meminta pertimbangan validator tentang kelayakan prototype 1 perangkat

pembelajaran yang telah dirancang. Untuk kegiatan ini diperlukan instrumen

berupa lembar validasi yang diserahkan kepada validator. 3) Melakukan analisis

terhadap hasil validasi. 4) Tindak lanjut setelah kegiatan meminta pertimbangan

validator tentang kelayakan prototype 1 perangkat pembelajaran tergantung dari

hasil validasi dari validator. Tahap ini menghasilkan LKPD dan RPP yang valid.

Revisi dilakukan hingga RPP dan LKPD dinilai valid. Jika LKPD sudah valid,

maka dilanjutkan pada prototype 2.

b. Prototype 2 (Uji Praktikalitas dengan one-to-one evaluation)

Prototype 2 dilakukan untuk menguji praktikalitas LKPD. Uji praktikalitas

adalah kegiatan menguji cobakan LKPD setelah hasil uji validitas dinyatakan

valid pada prototype 1. Tahap ini juga dikatakan tahap uji coba produk yaitu

kegiatan mengoperasionalkan LKPD. Pada prototype 2 dilakukan one-to-one

evaluation dengan melakukan pengamatan terhadap peserta didik dalam

pembelajaran menggunakan LKPD dan melakukan wawancara yang bertujuan

mendapatkan penilaian atau masukan dari peserta didik dan pendidik sebagai

pengguna LKPD secara individu yang kemudian direvisi. one-to-one evaluation

diuji cobakan kepada 3 orang peserta didik yang berkemampuan rendah, sedang,

dan tinggi serta 1 orang pendidik yang mengajar matematika di SMA Negeri 1

Sipora.

Dalam menentukan ketiga orang peserta didik, penulis meminta bantuan

dan pertimbangan pendidik karena pada umumnya pendidik mengetahui


60

kemampuan peserta didik tersebut. Peserta didik yang dipilih adalah peserta didik

yang tidak termasuk ke dalam kelompok Small Group Evaluation dan field test.

Pada one-to-one evaluation, LKPD diberikan masing-masing kepada peserta didik

secara bergantian, dan meminta peserta didik untuk mengerjakan LKPD sesuai

dengan petunjuk yang ada. Ketika peserta didik mengerjakan LKPD, peneliti

mengobservasi pelaksanaan pengerjaan LKPD dan mencatat semua kejadian

khusus yang terjadi selama peserta didik mengerjakan LKPD. Selain

pengumpulan data melalui observasi, juga akan dilakukan wawancara kepada

peserta didik untuk memberikan tanggapan dan komentarnya terhadap rancangan

LKPD. Berdasarkan hasil evaluasi satu-satu, maka dilakukan perbaikan untuk

memperoleh perangkat pembelajaran yang lebih baik lagi. Hasil perbaikan LKPD

berbasis guided discovery dinamakan dengan prototype 3.

c. Prototype 3 (Uji Praktikalitas dengan small group evaluation)

Setelah direvisi berdasarkan masukan one-to-one evaluation, maka akan

dilakukan evaluasi kelompok kecil (small group evaluation). one-to-one

evaluation dan small group evaluation dilakukan untuk melihat tingkat

praktikalitas LKPD yang telah dirancang. Perangkat pembelajaran yang sudah

dibuat diberikan kepada 6 orang peserta didik dengan tingkat kemampuan tinggi,

sedang, dan rendah. Tujuan evaluasi kelompok kecil ini adalah untuk

mengidentifikasi kekurangan prototype 3 perangkat pembelajaran dan untuk

melihat praktikalitas penggunaan perangkat pembelajaran yang dikembangkan

meliputi respon peserta didik, keterlaksanaan, kesesuaian alokasi waktu, dan

kemudahan penggunaan perangkat pembelajaran. Instrumen yang digunakan pada


61

evaluasi kelompok kecil berupa lembar observasi keterlaksanaan, angket

praktikalitas respon peserta didik untuk melihat kepraktisan perangkat

pembelajaran berbasis guided discovery yang dikembangkan. Berdasarkan hasil

evaluasi kelompok kecil, maka dilakukan perbaikan perangkat pembelajaran

berbasis guided discovery learning. Uji praktikalitas pada prototype 2 dan

prototype 3 dilakukan untuk mengetahui pendapat pendidik dan peserta didik

mengenai kemudahan dan kepraktisan menggunakan LKPD. Tahap ini

menghasilkan LKPD yang praktis. Perangkat pembelajaran berbasis Guided

Discovery yang telah direvisi disebut sebagai prototype 4. Selanjutnya prototype 4

perlu akan diuji cobakan lagi pada tahap field test.

3. Assessment Phase (Fase Penilaian)

Field Test atau uji lapangan dilaksanakan dalam fase penilaian bertujuan

mengetahui apakah produk telah sesuai dengan harapan dalam meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik. Pada tahap ini

prototype IV yang merupakan hasil revisi prototype III diujicobakan pada

kelompok besar (field test). Pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru

matematika kelas XI dengan menggunakan produk berupa RPP dan LKPD

berbasis guided discovery yang dikembangkan. Untuk memantau pelaksanaan

pembelajaran tersebut diperlukan satu orang observer dengan menggunakan

lembar observasi yaitu pendidik matematika yang berbeda.

Penilaian pada tahap ini dilakukan dengan melalui uji praktikalitas dan uji

efektivitas perangkat pembelajaran yang dikembangkan.


62

a. Uji Praktikalitas

Uji praktikalitas bertujuan untuk mengetahui praktikalitas perangkat

pembelajaran yang sebenarnya yang meliputi keterlaksanaan pembelajaran,

kemudahan penggunaan, efisiensi waktu, penerimaan pengguna, keterbacaan,

kejelasan petunjuk dan kemenarikan perangkat pembelajaran. Data diperoleh dari

lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, angket respon guru dan angket

respon peserta didik. Langkah-langkah uji praktikalitas adalah sebagai berikut: 1)

Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP berbasis guided discovery

disertai dengan penggunaan LKPD berbasis guided discovery berbantuan

geogebra. 2) Peneliti dibantu dengan seorang observer mengamati keterlaksanaan

pembelajaran dan mencatat kendala serta kejadian khusus yang terjadi selama

proses pembelajaran berlangsung. 3) Setelah proses pembelajaran selesai, peneliti

memberikan angket yang telah disusun kepada pendidik dan peserta didik untuk

mengetahui respon guru dan peserta didik terhadap penggunaan perangkat

pembelajaran berbasis guided discovery. 4) Peneliti menganalisis lembar

observasi, angket respon pendidik dan peserta didik. Kemudian menentukan

praktikalitas perangkat pembelajaran sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

b. Uji Efektivitas

Uji efektivitas bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan

perangkat pembelajaran yang dikembangkan terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis peserta didik setelah belajar dengan menggunakan perangkat

pembelajaran berbasis guided discovery yang telah dirancang. Aspek efektivitas


63

yang diamati adalah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

yang diperoleh dari pemberian tes hasil belajar. Instrumen yang digunakan adalah

soal tes berbentuk essay yang sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi dan

indikator kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang

sebelumnya telah divalidasi oleh ahli. Sebelum melakukan tes, peneliti terlebih

dahulu menyusun item tes untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik, membuat kunci jawaban, membuat rubrik penilaian dan

memvalidasi item tes.

Setelah proses item tes valid maka akan dilakukan uji efektivitas perangkat

pembelajaran dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Melaksanakan kegiatan

pembelajaran. 2) Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah matematis 3)

Memberikan skor terhadap lembar jawaban peserta didik berdasarkan rubrik

penilaian yang telah disusun. 4) Menganalisis hasil tes untuk menentukan

efektivitas perangkat pembelajaran terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis peserta didik. Secara keseluruhan, prosedur pengembangan perangkat

pembelajaran matematika berbasis guided discovery learning dapat dilihat pada

Gambar 3.2 berikut


64

Analisis kebutuhan, tinjauan kurikulum, analisis peserta didik, dan analisis konsep Fase investigasi
awal

Prototipe I

Salah
Self Evaluation
Revisi
Benar

Prototipe II

Expert Review Tidak Valid

Revisi
Valid

Tidak Praktis
One to one
Fase
Praktis Revisi Pengembangan

Prototipe III

Tidak Praktis
Small Group

Revisi
Praktis

Prototipe IV

Field Test Fase


Penilaian

Praktis Efektif

Perangkat pembelajaran matematika berbasis model guided discovery


berbantuan geogebra yang valid, praktis dan efisien
65

Gambar 3. 2 Rancangan dan Prosedur Pengembangan perangkat

C. Subjek Penelitian

Subjek uji coba perangkat pembelajaran berbasis guided discovery

learning adalah peserta didik XI SMAN 1 Sipora Tahun Pelajaran 2022/2023.

Data Hasil uji coba dianalisis melihat praktikalitas dan efektivitas produk

yang dihasilkan. Dimana uji coba satu-satu terdiri dari 3 peserta didik kelas

XI. Kemudian untuk uji coba kelompok kecil terdiri dari 6 orang peserta

didik kelas XI yang berbeda dengan pesetta didik pada saat uji satu-satu.

Sedangkan untuk uji lapangan terdiri dari pesetta didik satu kelas yang juga

subjeknya berbeda dengan pesetta didik pada uji satu-satu dan uji kelompok

kecil.

D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini

antara lain sebagai berikut:

1. Instrumen Tahap Pendahuluan

Instrumen yang digunakan dalam tahap ini adalah:

a. Lembar daftar checklist

Lembar daftar cekhlist digunakan oleh peneliti sebagai ringkasan mengenai hasil

analisis kebutuhan, analisis kurikulum, analisis konsep, analisis karakteristik

peserta didik.

b. Pedoman Wawancara
66

Wawancara yang dilakukan pada tahap ini menggunakan jenis wawancara

terstruktur. Data hasil wawancara pada tahap pendahuluan digunakan untuk

mengumpulkan informasi awal.

c. Angket Peserta Didik

Angket ini berguna sebagai pedoman pengembangan perangkat yang akan

dikembangkan. Angket diisi oleh peserta didik.

2. Instrumen Validitas

Instrumen validitas digunakan untuk mengetahui apakah perangkat pembelajaan

yang telah dirancang valid atau tidak. Seluruh instrumen yang telah dirancang

divalidasi terlebih dahulu oleh validator untuk mengetahui tingkat kevalidan

instrumen tersebut.

a. Lembar Self Evaluation

Lembar self evaluation digunakan sebagai tahap awal untuk memperoleh

perangkat pembelajaran yang valid. Dengan menggunakan instrumen ini,

dilakukan evaluasi terhadap perangkat pembelajaran yang telah dirancang.

Lembar self evaluation terdiri dari lembar self evaluation RPP dan self evaluation

LKPD. Sebelum digunakan lembar self evaluation divalidasi oleh beberapa ahli.

b.Lembar Validasi RPP dan LKPD

Lembar validasi digunakan untuk mengetahui apakah perangkat

pembelajaran dan instrumen yang telah dirancang valid atau tidak. Lembar

validasi perangkat pembelajaran dinilai dengan skala penilaian dengan skala

Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban sebagai berikut: 4 dikatakan sangat
67

valid, 3 dikatakan valid, 2 dikatakan cukup valid, 1 dikatakan kurang valid, dan 0

dikatakan tidak valid.

Lembar validasi sebelum digunkan divalidasi oleh beberapa orang ahli.

Validasi ini dilakukan agar lembar validasi yang digunakan dapat memberi data

yang valid tentang tingkat kevalidan perangkat pembelajaran matematika berbasis

model penemuan terbimbing.

3. Instrumen Praktikalitas

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kepraktisan

diantaranya adalah:

a. Lembar Observasi Keterlaksanaan RPP

Lembar observasi keterlaksanaan RPP dalam pembelajaran digunakan

untuk merekam perilaku guru dalam mengimplementasikan langkah-langkah

kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan. Lembar ini diisi oleh seorang

observer berdasarkan indikator yang ada pada lembar observasi

keterlaksanaan RPP. Aspek-aspek yang diamati pada lembar keterlaksanaan

RPP ini adalah aspek prapembelajaran, membuka pelajaran, penguasan materi

pelajaran, strategi/metode pembelajaran, pemanfaatan sumber belajar/media

pembelajaran, penggunaan bahasa, penilaian dan penutup. Sebelum

digunakan, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran divalidasi oleh

beberapa orang validator.

b. Angket Prediksi Praktikalitas Menurut Para Ahli

Angket prediksi praktikalitas menurut para ahli diberikan kepada

beberapa pakar untuk memperkirakan dan mempertimbangkan apakah


68

perangkat pembelajaran berbasis model penemuan terbimbing layak untuk

digunakan pada pembelajaran matematika di kelas XI SMA. Ada dua aspek

yang dinilai pada angket ini yaitu kepraktisan penyajian LKPD dan

kemudahan penggunaan LKPD. Sebelum digunakan, angket prediksi

praktikalitas divalidasi oleh beberapa orang validator.

c. Angket Respon Peserta Didik terhadap Perangkat Pembelajaran

Angket respon peserta didik digunakan untuk mendapatkan respon

peserta didik terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan.

Instrumen ini diisi oleh peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran.

Sebelum digunakan, angket respon peserta didik ini divalidasi oleh beberapa

orang validator.

d. Angket Respon Guru terhadap Perangkat Pembelajaran

Angket respon guru digunakan untuk mendapatkan respon guru

terhadap perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Instrumen ini diisi

oleh guru setelah proses pembelajaran. Sebelum digunakan, angket respon

guru ini divalidasi oleh beberapa orang validator.

4. Instrumen Efektivitas

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kefektifan

diantaranya sebagai berikut:

a. Angket Prediksi Efektivitas Menurut Para Ahli (Expert)

Angket prediksi efektivitas menurut para ahli diberikan kepada

beberapa pakar untuk memperkirakan dan mempertimbangkan apakah

perangkat pembelajaran berbasis Model Guided Discovery Learning efektif


69

dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Sebelum digunakan, angket

prediksi efektivitas divalidasi oleh beberapa orang validator.

b. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Tes yang dilaksanakan berbentuk tes essay. Tes essay untuk melihat

seberapa jauh peserta didik mampu menggunakan pengetahuan yang telah

dibangun untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Soal-soal yang

diberikan berupa soal-soal kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik. Mendapatkan tes yang baik dilakukan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Membuat kisi-kisi tes berdasarkan indikator.

2) Menyusun tes sesuai dengan kisi-kisi.

3) Memvalidasi tes.

Validitas tes yang digunakan adalah validasi expert. Soal yang akan

diberikan pada kelas sampel telah divalidasi oleh beberapa orang dosen.

E. Teknik Analisis Data


Jenis data yang diambil pada penelitian ini adalah data primer, yaitu

data hasil validasi oleh validator terhadap perangkat pembelajaran yang

dikembangkan (RPP dan LKPD) dan alat evaluasi, data yang diambil dari

pelaksanaan ujicoba terbatas kepada subjek uji coba berupa hasil observasi

selama proses pembelajaran, angket respon guru dan peserta didik serta

lembar tes kemampuan pemecahan masalah. Data yang didapat melalui

instrumen pengumpul data kemudian dianalisis dengan analisis statistik


70

deskriptif untuk data kuantitatif dan analisis kualitatif (non statistik) untuk

data kualitatif.

1. Analisis Data Validitas

Analisis dilakukan dengan menggunakan skala Likert, yang

dikembangkan berdasarkan Riduwan (2015) terdapat pada tabel 3.4

Tabel 3.4 Skala Perhitungan Angket Kevalidan


Peringkat Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1

Dari penilaian skala 1-4 tersebut, kemudian diolah dengan menghitung

rerata skor dengan rumus berikut


n

∑ xi
i=1
x=
n

Keterangan:
x = Rerata skor
n = Banyak butir penilaian
x i = Skor pada butir penilaian

rerata skor yang diperoleℎ


Persentase kevalidan= x 100 %
skor yang diℎarapkan
Peneliti menentukan bahwa untuk data kevalidan, diperlukan kualifikasi yaitu

seperti pada tabel 3.5. Kriteria kevalidan dikembangkan berdasarkan Akbar

(2013).

Tabel 3.5 Kualifikasi kevalidan


Jumlah skor Klasifikasi Nilai
pemilaian
71

85,01%-100% Sangat Valid, atau dapat digunakan tanpa revisi


70,01%-85,00% Cukup valid, atau dapat digunakan namun perlu
revisi kecil
50,01%-70,00% Kurang valid, disarankan tidak dipergunakan
karena perlu direvisi besar
1,00 % − 50,00% Tidak valid, atau tidak boleh dipergunakan

2. Analisis Data Praktikalitas

a. Analisis Data Hasil Wawancara

Teknik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data hasil

wawancara. Ada tiga tahapan dalam menganalisis data kualitatif, yaitu

mereduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Mereduksi data

merupakan proses menyeleksi, memfokuskan dan mentransformasi data

mentah yang diperoleh melalui hasil wawancara.

b. Analisis Angket

Perangkat pembelajaran dikatakan praktis berdasarkan data hasil penilaian

oleh validator. Lembar ini nantinya berisi pernyataan yang ditanggapi oleh

pendidik dan peserta didik dengan tanggapan sangat setuju, setuju, tidak

setuju, sangat tidak setuju.

Skala perhitungan Likert dikembangkan berdasarkan Riduwan (2015)

terdapat pada tabel 3.6

Tabel 3.6 Skala Perhitungan Angket kepraktisan


Peringkat Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Dari penilaian skala 1-4 tersebut, kemudian diolah dengan menghitung rerata skor

dengan rumus berikut


72

∑ xi
x= i=1
n

Keterangan:
x = Rerata skor
n = Banyak butir penilaian
x i = Skor pada butir penilaian

rerata skor yang diperoleℎ


Persentase kevalidan= x 100 %
skor yang diℎarapkan
Peneliti menentukan bahwa untuk data kepraktisan, diperlukan kulifikasi

yaitu seperti pada tabel 3.7. Kriteria kepraktisan dikembangkan

berdasarkan Akbar (2013)

Tabel 3.7 Kualifikasi kepraktisan


Jumlah skor pemilaian Klasifikasi Nilai
85,01%-100% Sangat Praktis, atau dapat digunakan tanpa
revisi
70,01%-85,00% Cukup Praktis, atau dapat digunakan
namun perlu revisi kecil
50,01%-70,00% Kurang Praktis, disarankan tidak
dipergunakan karena perlu direvisi besar
1,00 % − 50,00% Tidak Praktis, atau tidak boleh
dipergunakan

Perangkat pembelajaran dikatakan praktis ketika untuk hasil uji coba

kepraktisan oleh pendidik menyatakan cukup praktis/ sangat praktis dan oleh

peserta didik juga menyatakan cukup praktis/ sangat praktis

3. Analisis Data Efektivitas

a. Analsis Data Hasil Tes Kemampuan pemecahan masalah peserta didik

Keefektifan menunjukkan ketercapaian tujuan pembelajaran yang akan

dicapai dalam suatu pembelajaran apakah sudah sesuai dengan indikator yang

telah dijabrkan. Dalam penelitian ini aspek yang dinilai adalah aspek kognitif. Tes
73

ini nantinya berisi beberapa butir soal mengenai kemampuan pemecahan masalah

peserta didik berbentuk essai berdasarkan indikator soal dengan skor tertentu.

skor peserta didik


ketercapaian skor= × 100 %
skor maksimal

Dari nilai yang diperoleh kemudian dicari persentase peserta didik yang

mampu menyelesaikan masalah tiap soalnya.

Rata-rata persentase kemampuan pemecahan masalah

jumlaℎnilai seluruℎ peserta didik


¿ x 100 %
banyak peserta didik yang tes
DAFTAR PUSTAKA

Achera, L. J., Belecina, R. R., & Garvida, M. D. (2015). The Effect Of Group
Guided Discovery Approach On The Performance Of Students In
Geometry. International Journal of Multidisciplinary Research and
Modern Education (IJMRME), 331-342

Aini, Nurul, Tukiran dan Ahmad Qosyim. 2013. Model Penemuan Terbimbing
(Guided Discovery) Pada Pembelajaran IPA Terpadu Tipe Webbed dengan
Tema Biopestisida. Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa. Vol. 01, Nomor 02.

Akani, Omiko. 2017. Effect of Guided Discovery Method of Instruction And Stud
ents’ Achievement in Chemistry at Secondary School Level in Nigeria.
International Journal Of Scientific Research and Education. Volume 5. Issue
2. February 2017.

Akanmu, M. Alex dan M. Olubuyusi Fajemidagba. 2013. Guided-Discovery


Learning Strategy and Senior School Students Performance in Mathematics
in Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice. Vol. 4, No. 12. IISTE.

Akker, J.V. 1999. Principles and Methods of Development Research. In J. vam


den Akker,R Branch,K Gustafson, N Nieveen and Tj.Plomp (Eds). Design
Approaches and Tools in Education and Training (hlm. 1-14). Dodrecht :
Kluwer Academic Publisher.

Akuma, N. 2008. Effects of Guided Discovery Method on Senior Secondary


Students, Interest in Map Work. African Journal of Educational Research ,
12(2), 111 – 116

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arniati. 2011.“Pengembangan Lembar Kegiatan Peserta didik Berbasis


Penemuan Terbimbing Untuk Topik Trigonometri di SMK Jurusan Usaha
Perjalanan Wisata”.

Bell, F. H. (1981). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School).


United States of America: Wm C Brown Company.

Branca. N.A (1980). Problem Solving as a Goal, Process and Basic Skill. Dalam
Krulik, S dan Reys, R.E (ed). Problem Solving in School Mathematics.
NCTM: Reston. Virginia

Cai, Jinfai. Frank Lester. (2016). Why Is Teaching With Problem Solving
Important to Student Learning?. NCTM – National Council of Teachers of
Mathematics. 26 Agustus 2016.

74
75

Doorman, M., Drijvers, P., Dekker, T., Panhuizen, M. d., Lange, J. d., & Wijers,
M. (2007). Problem Solving As a Challenge for Mathematics Education in
The Netherlands. Springer ZDM Mathematics Education, 405-418

Fitri, Sherly Adrila. 2015. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika


Berbasis Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Peserta Didik

Fung, M. G., & Roland, L. (2004). Writing, Reading and assessing in an


Elementary Problem Solving Class. In Problems, Resources and Issue in
Mathematics Undergraduate Studies. Proquest Education Journals

Hsiao, H. S., Lin, C. Y., Chen, J. C., & Peng, Y. F. (2018). The Influence of a
Mathematics Problem-Solving Training System on First-Year Middle
School Students. EURASIA Journal of Mathematics, Science and
Technology Education

Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika


SMK. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Matematika.

Muliyardi. 2006. “Pengembangan Pendekatan Pembelajaran matematika


Berbasis Komik di Kelas 1 Sekolah Dasar”. Disertasi tidak diterbitkan.
Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.

NCTM. 2000. Principle and Standards for School Mathematics. Reston: VA

Nurcholis. 2013. Implementasi Metode Penemuan Terbimbing untuk


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Penarikan Kesimpulan Logika
Matematika. JurnalElektronik Pendidikan Matematika Tadulako, Volume 01
Nomor 01 September 2013.

Nuzlia, Rahmat Sahputra dan A.Ifriany Harun. 2015. Pengaruh Model Guided
Discovery Learning Dengan Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar
dan Sikap Ilmiah. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol. 4 Nomor 9.
Jurnal Untan.

Olorode, Jide John dan Abiodun Ganiu Jimoh. 2016. Effectiveness of Guided
Discovery Learning Strategy and Gender Sensitivity on Students’ Academic
Achievement In Financial Accounting In Colleges of Education.
International Journal of Academic Research in Education and Review. Vol
4(6), pp (162 – 189).

Ozrecberoglu, N., & Caganaga, C. K. (2018). Making It Count: Strategies for


Improving Problem-Solving Skills in Mathematics for Students and
76

Teachers’ Classroom Management. MODESTUM EURASIA Journal of


Mathematics, Science and Technology Education, 1253-1261.

Peng, A., Cao, L., & Yu, B. (2020). Reciprocal Learning in Mathematics Problem
Posing and Problem Solving: AnInteractive Study between Canadian and
Chinese Elementary School Students. MOSDESTUM EURASIA Journal of
Mathematics, Science and Technology Education.

Permendikbud. 2013. Nomor 81 A tentang Implementasi Kurikulum mengenai


komponen RPP. Jakarta: Kemdikbud.

Permendikbud. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58


tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs. Jakarta: Kemdikbud.

Plomp, Tjeerd. 2013. An Introduction to Educational Design Research :SLO –


Netherlands Institute for Curriculum Development.

Plomp, T dan N. Nieveen. 2013. Education Design Research. Enshede:


Netherlands Institute For Curriculum Development (SLO).

Polya, G. 1973. How To Solve It. A New Aspect Of Mathematical Method. Second
Edition. New Jersey: Princeton University Press.

Purnomo, Yoppy Wahyu. 2011. Keefektifan Model Penemuan Terbimbing dan


Cooperative Learning Pada Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan.
Volume 41. Nomor 1. Halaman 37 – 54.

Purwanto, N. 2004. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Prabawanto, Sufyani. 2017. The Enchancement of Students’ Mathematical


Problem Solving Ability through Teaching with Metacognitive Scaffolding
Approach. AIP Conference Proceedings. Amerika: American Institute
Physics.

Prastowo, Andi. 2011. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif.


Yogjakarta: DIVA Press.

Prusak, N., Hershkowitz, R., & Schwarz, B. B. (2013). Conceptual learning in a


principled design problem solving environment. Research in Mathematics
Education, 266-285

Revita, Rena. 2015. “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika


Berbasis Penemuan Terbimbing Untuk Peserta Didik Kelas VIII SMP”.
77

Rohisah, Verial, Sunardi dan Didik Sugeng P. 2014. Pengembangan Perangkat


Pembelajaran Matematika Berbasis Karakter Pada Model Pembelajaran
Penemuan Terbimbing (Guided Discovery) Pokok Bahasan Teorema
Pythagoras Untuk SMP Kelas VIII. Kadikma Vol.5 No. 2 hal 101-110,
Agustus 2014.

Rokhmawati, JesyDiah, Ery Tri Djatmika dan Ludiwishnu Wardana. 2016.


Implementation of Problem Based Learning Model to Improve Students’
Problem Solving Skill and Self-Efficacy ( A Study on 1x Class Students of
SMP Muhammadiyah). Journal of Research & Method in education (IOSR-
JRME) Volume6, Issue 3 Ver.IV (May – Jun. 2016), PP 51-55.

Rustam E. Simamora, Sahat Saragih, Hasratuddin. (2019). Improving Students‟


Mathematical Problem Solving Ability and Self-Efficacy through Guided
Discovery Learning in Local Culture Context. INTERNATIONAL
ELECTRONIC JOURNAL OF MATHEMATICS EDUCATION e-ISSN:
13063030, 14.

Simamora, Rustam E., Dewi Rotua Sidabutar dan Edy Surya. 2017. Improving
Learning Activity and Students’ Problem Solving Skill Through Problem
Based Learning (PBL) in Junior High School. International Journal of
Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). Vol. 33, No. 2.

Sumarmo, Utari. 2013. Berpikir Matematis: Apa, Mengapa dan Bagaimana


Dikembangkan Pada Peserta Didik. Jurnal. Halaman. 1-27.

______________. 2005. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung


Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Makalah pada
Seminar Pendidikan Matematika di FMIPA Universitas Negeri Gorontalo.

Suherman, E. 2001. Startegi Pembelajaran Matematika Komtemporer. JICA. UPI


Bandung.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Jakarta: Bumi


Aksara.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka: Jakarta.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif. Jakarta :
Kencana Prenada Media Kelompok.

Udo, Mfon Effiong. (2011). Effect of GuidedDiscovery Student


CentreDemonstration and the Expository Instructional Strategies
onStudent’s Performance inChemistry.An International Multi-Disciplinary
Journal, Ethiopia, 4(4)
78

Veermans, Koen. 2013. Intelligent Support For Discovery Learning. Netherlands:


Twente University Prees.

Yuliani, Kiki dan Sahat Saragih. 2015. The Development of Learning Devices
Based Guided Discovery Model to Improve Understanding Concept and
Critical Thingking Mathematically Ability of Students at Islamic Junior
High school of Medan. Journal of Education and Practice. Vol. 6 No. 24.

Yulianti, Kristin, Mardiyana, dan Dewi Retno Sari Saputro. 2014. Eksperimentasi
Model Penemuan Terbimbing dan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Pada Pokok Bahasan Trigonometri Ditinjau dari Kreativitas Siswa SMA
Se-Kota Salatiga Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika. Vol. 2. No.1
Zakirova, V. G., Zelenina, N. A., Smirnova, L. M., & Kalugina, O. A. (2019).
Methodology of Teaching Graphic Methods for Solving Problems with
Parameters as a Means to Achieve High Mathematics LearningOutcomes
at School. EURASIA Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, 1-12.

Anda mungkin juga menyukai