Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD

“MATEMATIKA SEKOLAH 1 STANDAR NCTM


(PROBLEM SOLVING SERTA PROOF AND REASONING)”
Dosen Pengampu: Awal Nur Kholifatur Rosyida, M. Pd dan
Radiusman, M. Pd.

Disusun oleh kelompok 2:

1. M. H. Nazir Maulana E1E019194


2. Ni Putu Wika Yunanda P. E1E019225
3. Nila Ulfiani Saputri E1E019226
4. Nina Yulinda E1E019228

KELAS 3F
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
TP.2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang berjudul “MATEMATIKA SEKOLAH 1 (NCTM)” tepat pada
waktunya. Makalah ini kami kerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran Matematika SD dengan tujuan mengetahui bagaimana teknik
pembelajaran sesuai standar NCTM meliputi pemecahan masalah serta pembuktian
dan prnalarannya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah dasar. Makalah ini
kami susun berdasarkan data-data yang diperoleh penyusun dari beberapa referensi.

Oleh karena itulah kami sangat mengucapkan terima kasih kepada:


1. Dosen pengampu yaitu Ibu Awal Nur Kholifatur Rosyida, M. Pd dan Bapak
Radiusman, M. Pd., yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
2. Pihak yang telah membuat sumber untuk kami agar bisa menggali ilmu
mengenai dasar-dasar anak berkebutuhan khusus lebih banyak lagi.
3. Rekan-rekan yang telah membantu dalam memberi saran dan masukan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 2 September 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4
A. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) ................... 4
B. Pemecahan Masalah (Problem Solving)............................................. 5
1. Tahapan Pemecahan Masalah ..................................................... 7
2. Memecahkan Masalah dalam Pembelajaran Matematika SD ..... 7
3. Tipe Masalah Matematika ........................................................... 8
4. Membelajarkan empat langkah strategi memecahkan masalah
dari Polya di SD .......................................................................... 14
C. Penalaran dan Pembuktian (Proof and Reasoning) ........................... 18
1. Penalaran Matematika (Proof Mathematics) ............................. 18
2. Pembuktian (Reasoning Mathematics) ...................................... 19
3. Implementasi Penalaran & Pembuktian di Sekolah .................... 20
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 24
A. Kesimpulan ........................................................................................ 24
B. Saran................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi
modern dan dapat mengembangkan daya pikir manusia. Merupakan salah satu
mata pelajaran yang mempunyai manfaat bagi kehidupan seseorang.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pun tidak terlepas dari peran
matematika (Muijs & Reynolds, 2005: 212). Salah satu cara untuk dapat
membangun pengetahuan matematika peserta didik yakni dengan cara peserta
didik harus ikut mengalami sendiri prosesnya. Oleh karena itu, perlu
dipertimbangkan alternatif pembelajaran yang mengaktifkan, dan
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta pembuktian dan
penalaran dalam matematika itu sendiri.
Salah satu contoh pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan
mengembangkan hal tersebut bagi peserta didik adalah pembelajaran yang
dianjurkan oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu
pembelajaran berstandar NCTM. NCTM menetapkan standar-standar
kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian,
komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh peserta
didik. Semua kemampuan tersebut yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa
tidak serta merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses
pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah kita, dengan urutan-
urutan langkah seperti, diajarkan teori dan definisi, diberikan contoh-contoh
dan diberikan latihan soal tanpa melibatkan siswa secara aktif di dalam
pembelajaran.
Suatu masalah pasti akan terjadi pada setiap diri individu. Masalah terjadi
ketika ada sesuatu yang menghalangi kita untuk sampai ke posisi yang kita
inginkan. Hambatan seperti itu biasanya juga dialami oleh siswa. Oleh karena
itu perlu adanya suatu proses yang dapat diajarkan dan dipelajari oleh siswa
yang disebut dengan problem solving (pemecahan masalah). Bukan hanya itu,

1
penalaran dan pembuktian juga perlu dipelajari. Kemampuan penalaran juga
merupakan pondasi dalam pembelajaran matematika. Bila kemampuan
penalaran matematis siswa tidak dibangun, maka bagi siswa matematika hanya
akan menjadi materi yang mengikuti serangkaian prosedur dan meniru contoh-
contoh tanpa mengetahui maknanya. Oleh karena itulah, pada makalah ini akan
dibahas mengenai pemecahan masalah (problem solving) serta penalaran dan
pembuktian (Proof and Reasoning) pada pembelajaran matematika SD,
tentunya sesuai standar NCTM.

B. Rumusan Masalah
Sesuai pada latar belakang diatas sehingga pada makalah ini dapat
dirumuskan beberapa masalah antara lain yaitu
1. Apa yang dimaksud dengan National Council of Teachers of Mathematics
(NCTM)?
2. Apa yang dimaksud dengan Pemecahan Masalah (Problem Solving)?
3. Bagaimana tahapan dalam memecahkan masalah dan memecahkan
masalah dalam pembelajaran matematika SD?
4. Apa saja tipe masalah matematika?
5. Bagaimana membelajarkan empat langkah strategi memecahkan masalah
dari Polya di SD?
6. Apa yang dimaksud dengan Penalaran dan Pembuktian (Proof and
Reasoning)?
7. Bagaimana implementasi penalaran dan pembuktian di sekolah?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Sesuai pada rumusan masalah diatas sehingga pada makalah ini dapat
diambil beberapa tujuan antara lain
1. Untuk dapat memahami penjelasan dari National Council of Teachers of
Mathematics (NCTM).
2. Untuk dapat memahami penjelasan mengenai Pemecahan Masalah
(Problem Solving).

2
3. Untuk dapat mengetahui tahapan dalam memecahkan masalah dan
memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika SD?
4. Untuk dapat mengetahui apa saja tipe masalah matematika?
5. Untuk dapat memahami bagaimana membelajarkan empat langkah strategi
memecahkan masalah dari Polya di SD
6. Untuk dapat memahami penjelasan mengenai Penalaran dan Pembuktian
(Proof and Reasoning).
7. Untuk dapat memahami bagaimana implementasi penalaran dan
pembuktian di sekolah.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)


Pada saat ini perkembangan teknologi yang sangat pesat dan canggih,
sehingga membutuhkan tenaga-tenaga ahli yang tangguh dalam mengelola ide-
ide baru, tanggap terhadap perubahan, mampu menangani ketidakpastian,
mampu menangani keteraturan, dan mampu menyelesaikan masalah (The
National Council of Teachers of Mathematics, 2014). Sikap berpikir yang
dibutuhkan tersebut dapat dilihat pada pola pembelajaran matematika.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern yang mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu
yang memajukan daya pikir manusia (Dianna Galante, 2014).
Menurut Maccini & Gagnon (2002) kemampuan menghadapi
permasalahan-permasalahan baik dalam permasalahan matematika maupun
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan Daya Matematis
(mathematical power). National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,
2000) yang merupakan sebuah organisasi guru matematika di Amerika Serikat
mendefinisikan Daya Matematis sebagai “Mathematical power includes the
ability to explore, conjecture, and reason logically; to solve non-routine
problems; to communicate about and through mathematics; and to connect
ideas within mathematics and between mathematics and other intellectual
activity.” Selain itu, daya matematis memiliki kemampuan untuk menggali,
menyusun konjektur, dan membuat alasan-alasan secara logis; memecahkan
masalah non-rutin; berkomunikasi matematika; dan menghubungkan berbagai
ide-ide aktivitas intelektual lainnya dalam matematika (Kosko & Gao, 2017).
Bahkan, daya matematis juga meliputi pengembangan kepercayaan diri dan
disposisi untuk mencari, mengevaluasi, dan menggunakan informasi
kuantitatif dan spasial dalam menyelesaikan masalah dan mengambil
keputusan (Maccini & Gagnon, 2002);(Keller, Hart, & Martin, 2001). Hal ini
juga ditegaskan oleh NCTM (Van de Walle, 2008: 1) bahwa orang yang

4
mampu memahami matematika akan mmempunyai kesempatan dan pilihan
yang banyak untuk masa depan yang lebih produktif.
Standar utama dalam pembelajaran matematika yang termuat dalam
Standar National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu
kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi
(communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran
(reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Kelima standar
tersebut mempunyai peranan penting dalam kurikulum matematika. Menurut
Van de Wale (2003), “mengajar matematika yang mencerminkan kelima
standar proses merupakan pengertian terbaik dari mengajar matematika
menurut standar NCTM”. Oleh karena itu bagi guru mutlak adanya untuk
menguasai keterampilan lima standar proses tersebut dalam mengajar.

B. Pemecahan Masalah (Problem Solving)


Sebelum membahas mengenai pemecahan masalah harus mengetahui
terlebih dulu definisi dari masalah itu sendiri. Masalah terjadi ketika seseorang
memiliki tujuan tapi tidak tahu bagaimana mencapainya, sedangkan
pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses kognitif yang diarahkan pada
mengubah situasi tertentu ke dalam situasi tujuan ketika ada metode yang jelas
dari solusi yang tersedia atau proses individu untuk terlibat dalam kognitifnya
dalam memahami dan mengatasi situasi masalah di mana metode solusi tidak
diketahui secara jelas. Kamaliyah, Zulkardi, & Darmawijoyo (2013)
mengemukakan bahwa suatu soal merupakan soal pemecahan masalah bagi
seseorang bila ia memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
menyelesaikannya, tetapi pada saat ia memperoleh soal itu ia belum tahu cara
menyelesaikannya.
Menurut Ruseffendi (1992: 64), matematika diajarkan di sekolah karena
matematika berguna untuk memecahkan persoalan sehari-hari dan persoalan
lainnya. Hal tersebut sejalan dengan yang dinyatakan oleh NCTM (2000: 52)
bahwa “problem solving is an integral part of all mathematics learning”. Ini
berarti bahwa fokus dari pembelajaran matematika di sekolah adalah

5
terbentuknya kemampuan siswa untuk memecahkan masalah karena
kemampuan tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
pembelajaran matematika. Kemampuan memecahkan masalah yang diperoleh
siswa dalam matematika merupakan kemampuan yang akan digunakan dalam
memecahkan masalah-masalah keseharian siswa dan merupakan sarana
mempelajari ide matematika dan membentuk kemampuan matematis lainnya.
Problem solving is at the heart of mathematics (Adams & Haman, 2010: 30).
Menurut NCTM (2000), ada beberapa alasan mengapa problem solving
sangat penting dalam pembelajaran saat ini yaitu: (1) Problem solving
merupakan bagian dari matematika; (2) Matematika memiliki aplikasi dan
penerapan; (3) Adanya motivasi intrinsik yang melekat dalam persoalan
matematika; (4) Persoalan pemecahan masalah bisa menyenangkan; (5)
Mengajarkan siswa untuk mengembangkan tehnik memecahkan masalah.
Calor, Dekker, Drie, & Zijlstra (2019) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
(1) Pengalaman awal. Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal
cerita atau soal aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap
matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah; (2) Latar belakang matematika. Kemampuan siswa terhadap konsep-
konsep matematika yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. (3) Keinginan dan motivasi.
Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal), seperti menumbuhkan
keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti diberikan soal-soal yang
menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi hasil pemecahan
masalah; serta (4) Struktur masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada
siswa (pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar,
kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema),
bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat
mengganggu kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

6
1. Tahapan Pemecahan Masalah
Cara memecahkan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli, di
antaranya Dewey dan Polya. Dewey (dalam Sari & Rosjanuardi, 2018)
memberikan lima langkah utama dalam memecahkan masalah (1)
mengenali/menyajikan masalah: tidak diperlukan strategi pemecahan
masalah jika bukan merupakan masalah; (2) mendefinisikan masalah:
strategi pemecahan masalah menekankan pentingnya definisi masalah guna
menentukan banyaknya kemungkinan penyelesaian; (3) mengembangkan
beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan
masalah; (4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan dan
kelebihan hipotesis; (5) memilih hipotesis yang terbaik. Sebagaimana
Dewey, Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat dilakukan pada
setiap langkah pemecahan masalah.
Proses tersebut terangkum dalam empat langkah berikut: (1)
memahami masalah (understanding the problem), (2) merencanakan
penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan rencana (carrying out the
plan), (4) memeriksa proses dan hasil (looking back). Langkah-langkah
penuntun yang dikemukakan Polya tersebut, dikenal dengan strategi
heuristik. Strategi yang dikemukakan Polya ini banyak dijadikan acuan oleh
banyak orang dalam penyelesaian masalah matematika. Berangkat dari
pemikiran yang dikemukakan oleh ahli tersebut, maka untuk menyelesaikan
masalah diperlukan kemampuan pemahaman konsep sebagai prasyarat dan
kemampuan melakukan hubungan antar konsep, dan kesiapan secara mental.
2. Memecahkan Masalah dalam Pembelajaran Matematika SD
Lenchner (1983:8) menyatakan bahwa pada intinya setiap penugasan
kepada siswa dalam belajar matematika dapat dikelompokkan ke dalam dua
hal, yaitu sebagai: (1) latihan (drill exercise), dan (2) masalah (problem)
untuk dipecahkan. Latihan merupakan tugas yang cara atau langkah atau
prosedur penyelesaiannya sudah dipelajari atau diketahui siswa. Pada
umumnya latihan dapat diselesaikan dengan menerapkan satu atau lebih
langkah yang sebelumnya sudah dipelajari siswa. Masalah lebih kompleks

7
daripada latihan. Metode untuk menyelesaikan masalah tidak langsung
tampak. Oleh karenanya diperlukan kreativitas dalam menemukannya.
Sebagai contoh, 245 + 368 = … merupakan bahan latihan, karena untuk
menyelesaikannya cukup diterapkan prosedur menjumlah yang sudah
dipelajari siswa.
Perhatikan contoh masalah berikut ini.
1) Gentur dan Bowo kakak beradik. Gentur mempunyai 5 pensil dan
2 pena. Bowo mempunyai 2 pensil dan 5 pena. Bila pena dan
pensil Gentur dan Bowo dikumpulkan, berapa banyak pensil dan
pena keduanya?
2) Ada suatu bilangan. Bila bilangan itu dikalikan 3 dan kemudian
hasilnya dikurangi 5, maka diperoleh bilangan 11. Bilangan
manakah itu?
Walaupun sederhana, contoh 1 merupakan masalah, karena untuk
menyelesaikannya diperlukan penerjemahan kalimat-kalimat tertentu
terlebih dahulu. Contoh 2 juga merupakan masalah. Untuk
menyelesaikannya perlu dipilih metode penyelesaian tertentu. Perlu diingat
bahwa dalam konteks proses belajar matematika, masalah matematika
adalah masalah yang dikaitkan dengan materi belajar atau materi penugasan
matematika, bukan masalah yang dikaitkan dengan kendala belajar atau
hambatan hasil belajar matematika. Lenchner (1983) pada intinya
menyatakan bahwa memecahkan masalah adalah proses menerapkan
pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang
belum dikenal.
3. Tipe Masalah Matematika
Holmes (1995:35) menyatakan bahwa terdapat dua kelompok masalah
dalam pembelajaran matematika yaitu masalah rutin dan masalah nonrutin.

a. Masalah Rutin

8
Masalah rutin dapat dipecahkan dengan metode yang sudah ada. Masalah
rutin sering disebut sebagai masalah penerjemahan karena deskripsi
situasi dapat diterjemahkan dari kata-kata menjadi simbol-simbol.
Masalah rutin dapat membutuhkan satu, dua atau lebih langkah
pemecahan. Charles dalam Holmes (1995:35) pada intinya menyatakan
bahwa masalah rutin memiliki aspek penting dalam kurikulum, karena
hidup ini penuh dengan masalah rutin. Oleh karena itu tujuan
pembelajaran matematika yang diprioritaskan terlebih
dahulu adalah siswa dapat memecahkan masalah rutin.
Contoh soal masalah rutin
1) Haniah memetik beberapa bunga di kebunnya dan menggunakan
semua bunga itu untuk membuat 3 buket dengan 9 bunga pada setiap
buketnya. Berapakah bunga yang telah dipetik Haniah?
2) Bilangan mana yang besarnya 5 kali bilangan 8?
b. Masalah Nonrutin
Kouba et.al dalam Holmes (1995:36) pada intinya menyatakan bahwa
masalah nonrutin kadang mengarah kepada masalah proses. Masalah
nonrutin membutuhkan lebih dari sekadar penerjemahan masalah
menjadi kalimat matematika dan penggunaan prosedur yang sudah
diketahui. Masalah nonrutin mengharuskan pemecah masalah untuk
membuat sendiri metode pemecahannya. Dia harus merencanakan
dengan seksama bagaimana memecahkan masalah tersebut. Strategis
seperti menggambar, menebak dan melakukan cek, membuat tabel atau
urutan kadang perlu dilakukan. Holmes (1995:36) menyatakan yang
intinya bahwa, masalah nonrutin dapat berbentuk petanyaan open ended
sehingga memiliki lebih dari satu solusi atau pemecahan. Namun,
Holmes (1995: 36), menyatakan yang intinya bahwa apapun jenis
masalahnya, rutin atau nonrutin, tetap bergantung pada si pemecah
masalah.
Contoh soal masalah nonrutin

9
1) Banyaknya penduduk di kecamatan Tentrem Rahardjo adalah
19.000 orang pada tahun 1980, 21.000 orang pada tahun 1990 dan
24.000 orang pada tahun 2000. Jika pertumbuhan tetap berlangsung
dengan tingkat yang sama, berapa jumlah penduduk di kecamatan
itu pada tahun 2010?
2) Bilangan ganjil mana yang kurang dari 60 dan jumlah dari angka-
angkanya sama dengan 8?
Masalah rutin dan masalah nonrutin dapat diuraikan ke dalam beberapa tipe
masalah. Charles R (1982: 6 -10) menyatakan bahwa ada sedikitnya lima
tipe masalah di luar bahan latihan (drill exercise) yang sering digunakan
dalam penugasan matematika berbentuk pemecahan masalah. Lima tipe
masalah tersebut pada intinya sebagai berikut.
a. Masalah penerjemahan sederhana (simple translation problem)
Penggunaan masalah dalam pembelajaran dimaksudkan untuk memberi
pengalaman kepada siswa menerjemahkan situasi dunia nyata ke dalam
pengalaman matematis.
Contoh soal:
Rinda mempunyai 20 ayam ras di dalam kandangnya. Di kandang
yang berbeda, Aria mempunyai 25 ayam ras. Berapa lebihnya ayam
ras yang dipunyai Aria dari yang dipunyai Rinda?
Penyelesaian:
Masalah pada contoh 1 ini merupakan masalah penerjemahan
sederhana yang penyelesaiannya cukup dengan menerjemahkan
dalam satu kalimat matematika saja, yaitu: 25 – 20 = atau 20
+ = 25. Penyelesaian masalah seperti ini sangat terkait dengan
mental siswa. Bagi siswa yang telah memiliki mental problem
solving mungkin secara cepat dapat menyimpulkan bahwa ini
hanyalah masalah pengurangan biasa.
b. Masalah penerjemahan kompleks (complex translation problem)

10
Sebenarnya masalah ini mirip dengan masalah penerjemahan yang
sederhana, namun di dalamnya menuntut lebih dari satu kali
penerjemahan dan ada lebih dari satu operasi hitung yang terlibat.
Contoh soal:
Suatu perusahaan produsen lampu sepeda motor mengemas 12
lampu dalam satu paket. Setiap 36 paket dimasukkan dalam satu
kardus. Toko Murah adalah penjual suku cadang sepeda motor. Toko
Murah memesan 5184 lampu kepada perusahaan tersebut. Berapa
kardus lampu yang akan diterima oleh toko tersebut?
Penyelesaian:
Memerlukan paling tidak dua langkah penerjemahan ke dalam
kalimat matematika. Oleh karena itu masalah tersebut dikatakan
sebagai masalah penerjemahan kompleks. Penyelesaian masalah
pada contoh 2 memerlukan dua langkah penerjemahan, yaitu:
1. 12 × 36 = 432 432 lampu dalam satu kardus
2. 5184 : 432 = 12 12 kardus
c. Masalah proses (process problem)
Memberi kesempatan kepada siswa mengungkapkan proses yang
terjadi dalam pikirannya. Siswa dilatih untuk mengembangkan strategi
umum dalam memahami, merencanakan, dan memecahkan masalah,
sekaligus mengevaluasi hasilnya.
Contoh soal:
Kelompok penggemar catur beranggota 15 orang akan mengadakan
pertandingan. Jika setiap anggota harus bertanding dengan anggota
lain dalam sekali pertandingan, berapa banyak pertandingan yang
mereka mainkan?
Penyelesaian:
Sangat berbeda dengan dua masalah pada contoh 1 dan 2. Siswa
yang belum pernah menemui masalah ini akan sangat sulit untuk
menuangkan pikirannya dalam kalimat matematika. Sebenarnya

11
masalah dapat disederhanakan, misalnya untuk kelompok dengan 2
anggota, 3 anggota, 4 anggota dan seterusnya kemudian dilihat
polanya. Cara penyelesaian lain dengan membuat diagram tabel
seperti berikut ini.
Penyelesaian dengan tabel: Tabel antar anggota, tanda √ berarti
bertanding
Anggota 1 Anggota 2 Anggota 3 ... Anggota 15
Anggota 1 √ √ √
Anggota 2 √ √
Anggota 3 √
... √
Anggota
15

Penyelesaian dengan diagram:


1 – 2 , 1 – 3 , 1 – 4 , … . , 1 – 15
2 – 3 , 2 – 4 , … ., 2 – 15
3 – 4 , … , 3 – 15
…. dst
Masalah ini jelas sangat berbeda dari dua masalah sebelumnya,
karena banyak cara untuk menuju penyelesaiannya. Sebagai catatan
bahwa untuk meyelesaikan masalah tipe seperti ini memerlukan
proses menduga, coba-coba, mendaftar, memperkirakan dan lain-
lain proses berfikir (thinking process). Namun cukup disayangkan
sangat sedikit masalah seperti ini muncul dalam mata pelajaran
matematika sekolah.
d. Masalah penerapan (applied problem)
Memberi kesempatan kepada siswa mengeluarkan berbagai
keterampilan, proses, konsep dan fakta untuk memecahkan masalah
nyata (kontekstual). Masalah ini akan menyadarkan siswa pada nilai
dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Disini
matematika menjadi alat (tool) untuk mengorganisasi, menyimpulkan,
menyajikan data dan menyediakan bahan untuk
membuat keputusan.

12
Contoh soal:
Fakta menunjukkan bahwa 250 kg kertas memerlukan kira-kira satu
pohon sebagai bahan bakunya.
Berapa banyak kertas yang digunakan di sekolah Anda dalam satu
tahun? Berapa banyak pohon yang ditebang untuk membuat kertas-
kertas yang digunakan di sekolah Anda?
Penyelesaian:
Fakta menunjukkan bahwa 250 kg kertas memerlukan kira-kira satu
pohon sebagai bahan bakunya. Berapa banyak kertas yang
digunakan sekolah Anda setiap hari? Jika satu hari menggunakan
100 lembar kertas maka dalam satu tahun ada 100 × 365 = 36.500
lembar. Satu lembar kertas beratnya 5 g, berarti dalam satu tahun
menggunakan kertas sebanyak 36.500 × 5 = 182.500g = 182,5kg.
Jika ada 1.000 sekolah maka dalam setahun menghabiskan 1.000 ×
182,5 = 182.500 kg. Mengingat 250 kg diperlukan satu pohon maka
untuk 182.500 kg kertas diperlukan 730 pohon. Bayangkan jika
keadaan ini berlangsung dalam puluhan tahun di seluruh dunia.
e. Masalah puzzle (puzzle problem)
Memberi kesempatan kepada siswa mendapatkan pengayaan
matematika yang bersifat rekreasi (recreational mathematics). Mereka
menemukan suatu penyelesaian yang terkadang fleksibel namun di luar
perkiraan (memandang suatu masalah dari berbagai sudut pandang).
Perlu diperhatikan di sini bahwa masalah puzzle tidak mesti berujud
tekateki, namun dapat pula dalam bentuk aljabar yang penyelesaiannya
diluar perkiraan.
Contoh soal:

Gambarlah 4 garis atau ruas garis yang melalui


9 titik tanpa mengangkat alat tulis!

Penjelasan:

13
Masalah pada contoh ini merupakan kumpulan masalah (collection of
problem). Masalah ini terkadang dapat diselesaikan dengan “luck”
(keberuntungan) atau dengan menggunakan cara yang tidak biasa
(unusual way). Masalah puzzle berbeda dengan masalah lain.
Terkadang prosedur umum tidak mampu menemukan jawaban yang
benar. Jawaban yang benar seringkali diperoleh dari sedikit “trick”.
Siswa terkadang termotivasi (senang) dengan masalah ini bilamana
siswa lain tidak mampu menyelesaikan atau bahkan menyerah. Selain
itu tipe masalah ini sebenarnya sangat membantu guru dalam membuka
wawasan berpikir divergen dan kreatif. Namun demikian banyak orang
yang tidak suka masalah tipe ini karena seringkali hanya
merupakan permasalahan “teka-teki” yang dibuat oleh seseorang.

Untuk contoh 5 tersebut penyelesaiannya


sebagai berikut. Jelas bahwa penyelesaian ini
terlihat di luar prosedur umum dan memuat
sedikit “trick” untuk menyelesaikannya.

4. Membelajarkan empat langkah strategi memecahkan masalah dari


Polya di SD
Holmes (1995:38) pada intinya menyatakan bahwa tujuan dari
pembelajaran memecahkan masalah di kelas awal (Kelas I–III) adalah agar:
(1) siswa mengerti pentingnya memahami masalah, dapat menggunakan
sedikit metode pemecahan masalah, dan (3) mempunyai kepekaan terhadap
solusi terbaik dari suatu masalah. Sedang untuk siswa di kelas tinggi (Kelas
IV–VI), pembelajaran memecahkan masalah harus mempunyai tujuan yang
lebih spesifik. Di kelas-kelas tersebut siswa mempelajari nama-nama dari
urutan langkah pemecahan masalah dan belajar cara menerapkannya. Siswa
secara berkala melakukan evaluasi terhadap langkah-langkah yang mereka
kerjakan. Evaluasi dapat dilakukan secara klasikal atau dalam kelompok
kecil. Berikut ini alternatif cara membelajarkan empat langkah strategi

14
umum memecahkan masalah yang uraiannya dipetik dan dimodifikasi dari
Solving Mathematical Problems in the Elementary School dalam Holmes
(1995:38-42).
a. Memahami masalah (understanding the problem)
Langkah ini sangat menentukan kesuksesan memperoleh solusi
masalah yang melibatkan pendalaman situasi masalah, melakukan
pemilahan fakta-fakta, menentukan hubungan diantara fakta-fakta dan
membuat formulasi pertanyaan masalah. Setiap masalah yang tertulis,
bahkan yang paling mudah sekali pun harus dibaca berulang kali dan
informasi yang terdapat dalam masalah dipelajari dengan seksama.
Biasanya siswa harus menyatakan kembali masalah dalam bahasanya
sendiri. Membayangkan situasi masalah dalam pikiran juga sangat
membantu untuk memahami struktur masalah. Memahami masalah ini
dapat mendorong siswa agar selalu membaca dengan cermat,
memahami terlebih dahulu dalam permasalahan yang dihadapinya, apa
yang diminta oleh permasalahan yang ada, memilih huruf untuk
menyatakan sebagai variabel (unknown, yang tidak diketahui) dan
menetapkan notasi.
Contoh masalah:
Ketika melihat Pak Sastro berolahraga lari pagi, Ismail membuat
teka-teki untuk teman-temannya. “Jika bilangan umur Pak Sastro
dibagi dengan 2, maka akan diperoleh sisa 1”, katanya. “Kemudian,
jika bilangan umur Pak Sastro dibagi dengan 3, 4, atau 5, juga akan
diperoleh sisa 1, berapakah umur Pak Sastro”?
Fakta-fakta yang ada pada masalah tersebut sebagai berikut.
Pertama, ketika umur Pak Sastro dibagi 2, 3, 4, atau 5, semuanya sisa 1.
Itu artinya jika umur Pak Sastro dikurangi satu, maka ada persekutuan
kelipatan 2, 3, 4, dan 5. Kedua, Pak Sastro dapat berlari, artinya beliau
belum terlalu tua. Lazimnya umur Pak Sastro tidak lebih dari 80 tahun.
Pertanyaan yang dapat diformulasikan antara lain adalah berapa
kelipatan 2, 3, 4, dan 5 yang hasilnya tidak lebih dari 80?

15
b. Membuat rencana pemecahan masalah (devising plan)
Langkah ini perlu dilakukan dengan percaya diri ketika masalah
sudah dapat dipahami. Rencana solusi dibangun dengan
mempertimbangkan struktur masalah dan pertanyaan yang harus
dijawab. Jika masalah tersebut adalah masalah rutin dengan tugas
menulis kalimat matematika terbuka, maka perlu dilakukan
penerjemahan masalah menjadi bahasa matematika. Membuat rencana
pemecahan masalah ini agar siswa dapat menganalisis hubungan antara
inforamsi yang tersedia dan yang tidak diketahui, mencari sifat yang
terkait, mengembangkan cara penyelesaian pemecahan masalah,
mempelajari dan menetapkan cara penyelesaian untuk menyelesaikan
masalah yang ada, serta mendorong siswa untuk menyusun langkah-
langkah apa yang digunakannya dalam menyelesaikan soal yang
dihadapinya.
Sebagai contoh mari kita cermati masalah teka-teki dari Ismail
tentang umur Pak Sastro. Langkah pemecahan masalah yang dapat
dilakukan berdasarkan fakta-fakta tersebut adalah mencari bilangan
kelipatan persekutuan dari 2, 3, 4, dan 5. Hasil pencarian tersebut
kemudian ditambah dengan 1. Terakhir, pilih satu atau lebih yang
paling mungkin, dalam arti yang sesuai dengan fakta masalah, yaitu
yang nilainya kurang dari 80.
c. Melaksanakan rencana pemecahan masalah (carrying out the plan)
Untuk mencari solusi yang tepat, rencana yang sudah dibuat
dalam langkah 2 harus dilaksanakan dengan hati-hati. Untuk memulai,
kadang kita perlu membuat estimasi solusi. Diagram, tabel atau urutan
dibangun secara seksama sehingga si pemecah masalah tidak akan
bingung. Label dipakai jika perlu. Jika solusi memerlukan komputasi,
kebanyakan individu akan menggunakan kalkulator untuk menghitung
daripada menghitung dengan kertas dan pensil dan mengurangi
kekhawatiran yang sering terjadi dalam pemecahan masalah. Jika
muncul ketidakkonsistenan ketika melaksanakan rencana, proses harus

16
ditelaah ulang untuk mencari sumber kesulitannya. Melaksanakan
rencana pemecahan masalah ini agar siswa dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dengan bantuan langkah-langkah yang telah
ditentukan sebelumnya
Sebagai contoh, pada teka-teki Ismail tentang umur Pak Sastro,
kelipatan persekutuan dari 2, 3, 4, dan 5 adalah 60, 120, 180, dst. Jika
kelipatan-kelipatan persekutuan tersebut masing-masing ditambah 1
maka menjadi 61, 121, 181, dst. Di antara bilangan-bilangan tersebut,
yang nilainya kurang dari 80 adalah 61. Berarti umur Pak Sastro adalah
61 tahun.
d. Melihat (mengecek) ke belakang/yang diperoleh (looking back)
Selama langkah ini berlangsung, solusi masalah harus
dipertimbangkan. Perhitungan harus dicek kembali. Melakukan
pengecekan ke belakang akan melibatkan penentuan ketepatan
perhitungan dengan cara menghitung ulang. Jika kita membuat estimasi
atau perkiraan, maka bandingkan dengan hasilnya. Hasil pemecahan
harus tetap cocok dengan akar masalah meskipun kelihatan tidak
beralasan. Bagian penting dari langkah ini adalah membuat perluasan
masalah yang melibatkan pencarian alternatif pemecahan masalah.
Sebagai contoh, pada teka-teki Ismail tentang umur Pak Sastro,
untuk meyakinkan kebenaran jawabannya, perlu dilakukan
pengecekkan terhadap nilai 61. Bilangan 61, jika dibagi 2 akan sisa 1,
jika dibagi 3 juga akan sisa 1, jika dibagi 4 juga akan sisa 1, jika dibagi
5 juga akan sisa 1. Berarti solusinya sudah benar.

C. Pembuktian dan Penalaran (Proof and Reasoning)


Materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang
tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan
penalaran dipahami dan dilatih melalui belajar materi matematika.

17
1. Penalaran Matematika (Reasoning Mathematics)
Penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang
berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau
diasumsikan sebelumnya. Mengutip Wilkinson, Bailey, & Maher (2018),
merumuskan bahwa penalaran matematik adalah bagian dari berpikir
matematik yang meliputi membuat perumuman dan menarik simpulan sahih
tentang gagasan-gagasan dan bagaimana gagasan tersebut saling terkait.
Jika pemecahan masalah memainkan peran sentral dalam matematika, maka
penalaran tampaknya memainkan peran serupa dalam pemecahan masalah.
Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics (NCTM,
2000) memberikan tanda-tanda proses penalaran sedang berlangsung, yaitu
bila: (a) menggunakan coba-ralat dan bekerja mundur untuk menyelesaikan
masalah, (b) membuat dan menguji dugaan, (c) menciptakan argumen
induktif dan deduktif, (d) mencari pola untuk membuat perumuman, dan (e)
menggunakan penalaran ruang dan logik. Dari standar pemecahan masalah
oleh NCTM dan penjelasan ini tampak penalaran matematik merupakan
bagian utuh dari pemecahan masalah. Penalaran mendasari semua aspek
atau komponen tingkat tinggi dari pemecahan masalah. Menurut standar
proses NCTM (2000), beberapa kemampuan yang tergolong dalam
penalaran matematik di antaranya adalah (a) menarik kesimpulan logis, (b)
memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola, (c)
memperkirakan jawaban dan proses solusi, (d) menggunakan pola
hubungan untuk menganalisis situasi, atau membuat analogi, generalisasi,
dan menyusun konjektur, (e) mengajukan lawan contoh, (f) mengikuti
aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan
menyusun argumen yang valid, dan (g) menyusun pembuktian langsung,
pembuktian tak langsung, dan pembuktian dengan induksi matematika.
Danişman & Erginer (2017) mengatakan penalaran matematik adalah
pusat belajar matematika. Ia berargumen, matematika adalah suatu disiplin
berkenaan dengan obyek abstrak dan penalaranlah alat untuk memahami
abstraksi. Ia tambahkan penalaranlah yang digunakan untuk berpikir tentang

18
sifat-sifat sekumpulan obyek matematik dan mengembangkan perumuman
yang dikenakan padanya. Kita melihat pernyataan Danişman & Erginer
(2017) sejalan dengan pengertian penalaran matematik dari O’Daffler dan
Thornquist (dalam Gürbüz & Erdem, 2016) di atas, bahwa penalaran
melibatkan beberapa keterampilan penting seperti menyelidiki pola,
membuat dan menguji dugaan (conjecture), dan menggunakan penalaran
deduktif dan induktif formal untuk memformulasikan argumen matematik.
Syamsuri et al (2017) menyatakan penalaran adalah jenis khusus dari
pemecahan masalah. Dengan kata lain, penalaran adalah bagian tertentu dari
pekerjaan memecahkan masalah yang dengan demikian merupakan bagian
dari bermatematika (doing mathematics). Semuanya sejalan. Intinya,
penalaran adalah alat untuk memahami matematika dan pemahaman
matematik itu digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Membiasakan bernalar sejak hari-hari pertamanya di sekolah akan
membuat anak sadar kalau tiap pernyataan yang dibuatnya memerlukan
alasan pembenaran. Pertanyaan guru atau teman seperti, “mengapa bisa
begitu”, “bagaimana kita tahu itu benar”, “adakah yang punya jawaban
berbeda”, atau “adakah cara lain mengerjakannya”, dapat membantu anak
melakukan penalaran untuk mengajukan argumentasi pendukung atau fakta
yang berlawanan atau berpikir alternatif (divergen) (Hendriana et al., 2018);
(Schalk, Saalbach, Grabner, & Stern, 2016).
2. Pembuktian Matematika (Proof Mathematics)
Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian argumen logis yang
menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Argumen-argumen ini dapat
berasal dari premis pernyataan itu sendiri, teorema-teorema lainnya, definisi,
dan akhirnya dapat berasal dari postulat dimana sistem matematika tersebut
berasal. Yang dimaksud logis di sini, adalah semua langkah pada setiap
argumen harus dijustfikasi oleh langkah sebelumnya (Fairman et al., 2018).
Jadi kebenaran semua premis pada setiap deduksi sudah dibuktikan atau
diberikan sebagai asumsi.

19
Terkadang, beberapa orang mempunyai pendirian sangat kuat bahwa
suatu konjektur adalah benar. Keyakinan ini mungkin berasal dari
penjelasan informal atau dari beberapa kasus yang ditemuinya. Bagi mereka
tidak ada keraguan terhadap keyakinan itu, tapi belum tentu berlaku untuk
orang dari kelompok lain (Abouzeid & Ermentrout, 2013). Disinilah bukti
dapat dijadikan sarana untuk meyakinkan orang lain akan kebenaran suatu
idea. Tidak dapat dipungkiri selama ini banyak kebenaran fakta di dalam
matematika hanya dipercaya begitu saja tanpa adanya kecurigaan terhadap
kebenaran tersebut, tidak berusaha membuktikan sendiri, termasuk fakta-
fakta yang sangat sederhana. Kita hanya menggunakan fakta tersebut karena
sudah ada dalam buku (it was in the text) Banyak pembuktian yang tidak
hanya membuktikan suatu fakta tetapi juga memberikan penjelasan tentang
fakta tersebut. Disinilah, pembuktian teorema berfungsi untuk mendapatkan
pemahaman (to gain understanding).
3. Implementasi Penalaran & Pembuktian di Sekolah
Matematika dibangun atas dasar logika matematika yang
merangkaikan antar kata dan kalimat dalam berbagai bentuk dan jenis:
simbol, definisi, lemma, teorema, algoritma, dan lain sebagainya, yang
hampir sebagian besar merupakan pernyataan. Rangkaian pernyataan itu
baru diakui jika telah dibuktikan kebenarannya. Pembuktian matematis
dalam pembelajaran matematika merupakan salah satu penanda tentang
pemahaman seseorang terhadap suatu prinsip di dalam matematika. Jika
seseorang dapat memberikan bukti yang valid terhadap suatu prinsip dalam
matematika, maka hal itu mengindikasikan pemahaman yang jauh lebih baik
dari sekedar mengetahui pengertian dan aplikasi prinsip tersebut.
Selain itu, pembuktian matematis memerlukan logika matematika.
Dengan belajar menyusun bukti, maka seseorang juga belajar melakukan
penalaran yang valid menggunakan logika matematika. Dengan demikian,
belajar pembuktian matematis penting untuk meningkatkan penalaran
seseorang, yang juga menjadi salah satu tujuan penting pembelajaran
matematika.

20
Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam
menyimpulkan dan membuktikan suatu pernyataan, membangun gagasan
baru, sampai pada menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika.
Oleh karena itu, kemampuan penalaran matematis harus selalu dibiasakan
dan dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika. Pembiasaan
tersebut harus dimulai dari kekonsistenan guru dalam mengajar terutama
dalam pemberian soal-soal yang non rutin. Turmudi (2008) menyatakan
bahwa penalaran matematis merupakan suatu kebiasaan otak seperti halnya
kebiasaan yang lain yang harus dikembangkan secara konsisten dengan
menggunakan berbagai macam konteks. Secara garis besar penalaran
terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran induktif.
a. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang
umum menuju hal yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada.
Menurut Sumarmo dan Hendriana (2014) penalaran deduktif adalah
penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai
kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah
dan tidak kedua-duanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat
tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Adapun indikator
kemampuan penalaran matematis menurut Sumarmo (2006) dalam
pembelajaran matematika adalah sebagai berikut:
1) Menarik kesimpulan logis
2) Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan
hubungan
3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi
4) Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi
matematis
5) Menyusun dan mengkaji konjektur
6) Merumuskan lawan Mengikuti aturan inferensi, memeriksa
vaiditas argumen
7) Menyusun argumen yang valid

21
8) Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan
induksi matematis.
Penalaran deduktif menjamin kesimpulan yang benar jika premis dari
argumennya benar,dan argumennya valid (logis). Adapun jenis-jenis
penalaran deduktif yaitu modus ponens, modus tollens, dan silogisme.
b. Penalaran infuktif
Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil
suatu kesimpulan yang bersifat umum atau membuat suatu pernyataan
baru dari kasus-kasus yang khusus. Sumarmo dan Hendriana (2014)
mengemukakan beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif
yaitu sebagai berikut
1) Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau sifat
khusus yang satu diterapkan pada kasus yang khusus lainnya
2) Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data
atau proses
3) Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan
sejumlah data yang teramati.
4) Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan, interpolasi,
dan ekstrapolasi.
5) Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau
pola yang ada.
6) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan
menyusun konjektur
Penalaran induktif terdiri dari tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan
sebab–akibat. Penalaran induktif yang penulis kaji dalam penelitian ini
adalah generalisasi, analogi dan kausal.
1) Generalisasi. Penalaran ini meliputi pengamatan terhadap contoh-
contoh khusus dan menemukan pola atau aturan yang melandasinya.
2) Analogi. Analogi adalah membandingkan dua hal (situasi atau
kondisi) yang berlainan berdasarkan keserupaannya, kemudian
menarik kesimpulan atas dasar keserupaan tersebut. Ada dua analogi,

22
yaitu analogi induktif dan analogi deklaratif atau analogi penjelas.
Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan
persamaan prinsipil yang berbeda antara dua fenomena. Sedangkan
analogi deklaratif atau analogi penjelas merupakan suatu metode
untuk menjelaskan belum dikenal atau masih samar, dengan
menggunakan hal yang sudah dikenal.
3) Kausal. Hubungan sebab akibat dimulai dari beberapa fakta yang
kita ketahui. Dengan menghubungkan fakta yang satu dengan fakta
yang lain, dapatlah kita sampai kepada kesimpulan yang menjadi
sebab dari fakta itu atau dapat juga kita sampai kepada akibat fakta
itu.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu
kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan
komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection),
kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi
(representation). Pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses kognitif
yang diarahkan pada mengubah situasi tertentu ke dalam situasi tujuan
ketika ada metode yang jelas dari solusi yang tersedia atau proses individu
untuk terlibat dalam kognitifnya dalam memahami dan mengatasi situasi
masalah di mana metode solusi tidak diketahui secara jelas. Adapun tahapan
pemecahan masalah dikemukakan oleh beberapa ahli,salah satunya Dewey,
Polya (1985) pun menguraikan proses yang dapat dilakukan pada setiap
langkah pemecahan masalah. Proses tersebut terangkum dalam empat
langkah berikut: (1) memahami masalah (understanding the problem), (2)
merencanakan penyelesaian (devising a plan), (3) melaksanakan rencana
(carrying out the plan), (4) memeriksa proses dan hasil (looking back). Ada
5 tipe masalah matematika: Masalah penerjemahan sederhana, masalah
penerjemahan kompleks, masalah proses, masalah penerapan, masalah
puzzle. Empat langkah strategi memecahkan masalah yaitu memahami
masalah, membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana
pemecahan masalah, melihat (mengecek) ke belakang/yang diperoleh.
Penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang
berdasarkan beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau
diasumsikan sebelumnya. Di dalam matematika, bukti adalah serangkaian
argumen logis yang menjelaskan kebenaran suatu pernyataan. Dengan
belajar menyusun bukti, maka seseorang juga belajar melakukan penalaran
yang valid menggunakan logika matematika. Dengan demikian, belajar

24
pembuktian matematis penting untuk meningkatkan penalaran seseorang,
yang juga menjadi salah satu tujuan penting pembelajaran matematika.

B. Saran
Pada kesempatan ini kami mengajak pembaca untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman mengenai materi “Problem Solving serta Proof
and Reasoning ” bisa digunakan saat proses belajar mengajar baik di sekolah
maupun di perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan siswa.

25
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Matematika SD/MI. Jakarta:


Depdiknas
Holmes, Emma E.1995. New Directions in Elementary School Mathematics-
Interactive Teaching and Learning. New Yersey: A simon and Schuster
Company.
Lenchner, George. 1983. Creative Problem Solving in School Mathematics. New
York: Glenwood Publication Inc.
Lorensia, Marselina. 2019. Analisis Kemampuan Memecahkan Masalah dan
Komunikasi Matematis Siswa SD di Kabupaten Manggarai NTT. Jurnal
Taman Cendekia. Vol. 01, No. 01, Hal. 16-26.
Maulyda, Mohammad Archi. 2019. Paradigma Pembelajaran Matematika
Berbasis NCTM. Purwokerto: CV IRDH
Muijs, D. dan Reynolds, D. 2005. Effective Teaching Evidence and Practice.
London: SAGE Publications.
NCTM [National Council of Teachers of Mathematics]. 2000. Principles and
Standards for School Mathematics. Reston. Virginia : NCTM.
Nurmanita, dan Edy Surya. 2017. Membangun Kemampuan Penalaran Matematis
(Reasoning Mathematics Ability) Dalam Pembelajaran Matematika.
Artikel. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/321825158.
Dikutip pada 8 September 2020
Randall, Charles. 1982. Teaching Problem Solving: What, Why & How. Dale
Seymour Publicatiopns.
Siagian, Muhammad Daud. 2016. Kemampuan Koneksi Matematik Dalam
Pembelajaran Matematika. Juarnal Pendidikan Matematikan dan IPA
(MES). Vol. 2, No. 1, Hal. 58-67.
Sumarmo, U. 2012. Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik serta
Pembelajarannya. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

26
Wardhani, Sri, dkk. 2010. Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Di SD. Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

27

Anda mungkin juga menyukai