Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODE ANALISA LAMUN

Disusun Oleh:

Ahmad Alwi Siregar 2104113707


Alif Sigit Nugraha 2104134535
Daffa Jamhari Arkhan 2104113715
Fadli Ripai Nasution 2104110813
Farhat Ofirma 2104110919
Jonathan Ramadhanu G. 2104111625
Leonardo Batara H. 2104126061
M. Hafis Habci Amran 2104113711
M. Dandi Arsio Zikri 2104124862
Maizatul Akma 2104110811
M. Fhito Al Farisy 2104114047
Nikita Camelia 2104124863
Rechinta Lovya Junakea 2104113941
Sabina Dwi Yuhanda 2104112821
Tiar Anggraini 2104111021
Togi Ulla Dermawan 2104110815
Valen Aurora 2104112823
Winda Fadilla Syafitri 2104110537

KELAS A
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN S1
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa makalah yang mengambil
judul “Metoda Analisa Lamun” dapat penulis selesaikan dengan baik. Dalam
proses pembuatan makalah ini penulis menghadapi berbagai tantangan dan
hambatan. Namun, berkat pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa dan dorongan
untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas mata kuliah Metode Analisa
Kualitas Perairan Laut dengan Bapak Dr. Ir. Afrizal Tanjung, M.Sc selaku dosen
Metode Analisa Kualitas Perairan Laut di Universitas Riau segala rintangan dapat
dilewati dengan baik.
Makalah ini disusun berdasarkan kapasitas ilmu dan buku-buku bacaan
serta berbagai informasi yang didapatkan oleh penulis. Adanya makalah ini
diharapkan berguna bagi penulis dan pembaca dalam mengambil materi dan
memahaminya untuk menambah wawasan. Penulis menerima kritik dan saran
agar makalah ini menjadi lebih baik serta berdaya guna di masa mendatang.

Pekanbaru, November 2022

Penulis,

i
DAFTAR ISI

Isi Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………….. i
DAFTAR ISI……………………………………………………………. ii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….. 1
1.3 Tujuan………….....…………………………………………... 2
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian lamun………………………………………......…… 3
2.2 Sebaran lamun ………………………………………………… 3
2.3 Manfaat lamun……………………………………………... … 4
2.4 Ciri-ciri spesies lamun………………………………………… 5
2.5 Taksonomi lamun……………………………………………... 6
2.6 Faktor yang mempengaruhi padang lamun……………………. 7
2.7 Hukum rehabilitasi lamun..……………………………...……. 8
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………. 9
3.2 Saran…………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat
tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang
(rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh
yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun
tumbuh berkerumunan dan biasanya menempati perairan laut hangat yang dangkal
dan menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang. Wilayah
perairan laut yang ditumbuhi lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi
suatu ekosistem tersendiri yang khas.
Karena pola hidup lamun sering kali berupa hamparan, maka muncul lah
istilah padang lamun (Seagrass bed). Padang lamun dapat diartikan sebagai
hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area laut dangkal atau pesisir dan
terbentuk dengan kerapatan karang yang jarang.
Dilihat dari sistem organisasi ekologi, padang lamun yang terdiri atas
komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem).
Habitat lamun umumnya berada di perairan dangkal yang agak berpasir, serta
seringkali di habitat tersebut juga dijumpai terumbu karang.
Sebaran tumbuhan lamun cukup luas, mulai dari benua Artik sampai ke
kawasan Afrika dan Selandia Baru. Terdapat 58 jenis tumbuhan lamun di seluruh
dunia dengan konsentrasi utama di perairan Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut, 16
jenis dari 7 marga diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara.

2.1 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apa pengertian dari lamun?
2. Bagaimana sebaran dari lamun?
3. Apa manfaat dari lamun?
4. Bagaimana ciri-ciri spesies lamun?
5. Bagaimana taksonomi dari lamun?
6. Apa saja faktor yang mempengaruhi padang lamun?
7. Apa dasar hukum rehabilitasi lamun?

1
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari lamun
2. Untuk memahami sebaran lamun
3. Untuk mengetahui manfaat dari lamun.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri spesies lamun.
5. Untuk menhgetahui taksonomi dari lamun.
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi padang lamun.
7. Untuk mengetahui hukum rehabilitasi lamun

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Lamun


Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat
tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang
(rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh
yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun
tumbuh berkerumunan dan biasanya menempati perairan laut hangat yang dangkal
dan menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang. Wilayah
perairan laut yang ditumbuhi lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi
suatu ekosistem tersendiri yang khas.
Istilah lamun untuk seagrass, pertama-tama diperkenalkan oleh Hutomo
kepada para ilmuwan dan masyarakat umum pada era tahun 1980-an dalam
disertasinya yang berjudul “Telaah Ekologik Komunitas Ikan pada Padang Lamun
di Teluk Banten”, lamun merupakan kelompok tumbuhan hidup di perairan laut
dangkal. Lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki
kemampuan beradaptasi secara penuh di perairan yang memiliki fluktuasi salinitas
tinggi, hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati.
Berbeda dengan rumput laut (seaweed), lamun memiliki akar, batang dan daun
sejati sehingga dikategorikan sebagai tumbuhan tingkat tinggi. Lamun juga
berbunga, berbuah dan menghasilkan biji. Selain itu lamun dikenal sebagai
tumbuhan berrumah dua, yaitu dalam satu tumbuhan hanya ada bunga jantan saja
atau bunga betina saja Sistem pembiakan generatifnya cukup khas karena mampu
melakukan penyerbukan di dalam air dan buahnya terendam di dalam air.

2.2 Sebaran Lamun


Sebaran tumbuhan lamun cukup luas, mulai dari benua Artik sampai ke
kawasan Afrika dan Selandia Baru. Terdapat 58 jenis tumbuhan lamun di seluruh
dunia dengan konsentrasi utama di perairan Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut, 16
jenis dari 7 marga diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara.
Jumlah jenis terbesar dapat dijumpai di perairan Filiphina. Namun ada dua
hipotesis yang saling bertolak belakang untuk menjelaskan penyebaran tanaman
lamun. Dua hipotesis tersebut adalah:
1. Hipotesis Vikarians
Hipotesis ini dikemukakan oleh McCoy dan Heck pada tahun 1976.
Hipotesis tersebut didasarkan pada lempeng tektonik, pertimbangan ekologi
seperti kepunahan, hubungan spesies, hingga perubahan iklim. McCoy dan Heck
menyimpulkan bahwa biogeography lebih baik dijelaskan oleh keberadaan
penyebaran biota secara luas.

3
2. Hipotesis Pusat Asal Usul
Hipotesis asal usul berpendapat bahwa penyebaran radiasi lokasi merupakan
pola sebaran lamun. Radiasi lokasi tersebut memiliki keanekaragaman hayati
paling tinggi (den Hartog, 1970).
Hipotesis tersebut menyatakan bahwa Malinesia termasuk Kalimantan-
Malaysia, Papua-Papua Nugini, serta Utara Australia merupakan pusat asal-usul
penyebaran lamun. Mukai (1993) menjelaskan bahwa pola penyebaran modern
dari lamun di Pasifik Barat merupakan fungsi dari arus laut dan jarak dari pusat
asal usul.
Di Indonesia, ditemukan jenis lamun dengan jumlah relatif lebih rendah
dibandingkan Filiphina. Namun di Indonesia juga terdapat dua jenis lamun yang
diduga belum teridentifikasi secara jelas, yakni Halophila beccari serta Rupia
maritime. Dari beberapa jenis yang ada di Indonesia, terdapat
jenis Thalassodendron ciliatum atau lamun kayu yang penyebarannya sangat
terbatas dan berada di wilayah timur perairan Indonesia.

2.3 Manfaat Lamun


1. Sumber makanan. Lamun dapat dimakan oleh beberapa organisme.
Avertebrata hanya bulu babi yang memakan langsung lamun, sedangkan
dari vertebrata yaitu beberapa ikan (Scaridae, Acanthuridae), penyu dan
duyung, sedangkan bebek dan angsa memakan lamun jika lamun tersebut
muncul pada surut terendah
2. Stabilisator dasar perairan. Sebagai akibat dari pertumbuhan daun yang
lebat dan sistem perakaran yang padat, maka vegetasi lamun dapat
memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak serta
menyebabkan perairan di sekitarnya tenang, oleh karena itu komunitas
lamun dapat bertindak sebagai pencegah erosi dan penangkap sedimen.
Rimpang dan akar lamun dapat menangkap dan menggabungkan sedimen
sehingga meningkatkan stabilitas permukaan di bawahnya dan pada saat
yang sama menjadikan air lebih jernih
3. Padang lamun merupakan daerah asuhan untuk beberapa organisme.
Sejumlah jenis fauna tergantung pada padang lamun, walaupun mereka
tidak mempunyai hubungan dengan lamun itu sendiri. Banyak dari
organisme tersebut mempunyai kontribusi terhadap keragaman pada
komunitas lamun, tetapi tidak berhubungan langsung dengan nilai
ekonomi. Beberapa organisme hanya menghabiskan sebagian dari siklus
hidupnya di padang lamun dan beberapa dari mereka adalah ikan dan
udang yang mempunyai nilai ekonomi penting. Telah diketahui bahwa
pengerukan terhadap padang lamun di Florida mengakibatkan hilangnya
udang komersial, Penaeus duorarum
4. Suatu komoditas yang sudah banyak digunakan oleh masyarakat baik
secara tradisional maupun modern. Secara tradisional, lamun telah

4
dimanfaatkan antara lain untuk, pembuatan keranjang, dibakar untuk
diambil garamnya, soda atau penghangat, untuk pengisi kasur, sebagai
atap rumbia, untuk kompos dan pupuk, digunakan untuk isolasi suara dan
suhu, dapat sebagai pengganti benang dalam membuat nitrosellulosa, dan
sebagainya. Sedangkan pemanfaatan secara modern adalah sebagai
penyaring limbah, penstabilitasi pantai, bahan untuk kertas, pupuk dan
makanan ternak, serta sebagai bahan obat-obatan.

2.4 Ciri-ciri Spesies Lamun


1. Cymodocea serrulata Memiliki daun yang berbentuk seperti pita yang
lurus atau sedikit melengkung. Setiap tegakkan terdiri dari 2-3 helai daun.
Dengan panjang daun 5,9-14,1 cm dan lebar 0,2-0,8 cm. Mempunyai
ukuran batang yang pendek dan akar yang bercabang menempel pada
rhizoma. Secara umum terlihat rhizoma berwarna kuning sampai
kecoklatan. Cymodocea rotundata memiliki tepi daun halus atau licin,
tidak bergerigi, tulang daun sejajar, akar tidak bercabang, tidak
mempunyai rambut akar, dan akar pada nodusnya terdiri dari 2-3 helai.
Selain itu tiap nodusnya hanya terdapat satu tegakan.
2. Thalassia hemprichii memiliki daun spesies ini berbentuk seperti pita dan
tumbuh agak melengkung berbentuk seperti sabit yang tebal. Setiap
tegakkan rata-rata memiliki 3 helai daun. Mempunyai batang dengan
pelepah daun yang menyelimuti dan akar serta rhizoma berbentuk seperti
saluran yang berbuku-buku. Thalassodendron ciliatum memiliki rhizoma
yang sangat keras dan berkayu, terdapat ligule, akar berjumlah 1-5, ujung
daun membentuk seperti gigi, dan helaian daunnya lebar serta pipih. Daun-
daunnya berbentuk sabit, dimana agak menyempit pada bagian
pangkalnya.
3. Enhalus acoroides memiliki akar berbentuk seperti tali, berjumlah banyak
dan tidak bercabang. Panjangnya antara 18,50 – 157,65 mm dan
diameternya antara 3,00 – 5,00 mm. Bentuk daun seperti pita, tepinya rata
dan ujungnya tumpul, panjangnya antara 65,0 – 160,0 cm dan lebar antara
1,2 – 2,0 cm. Tumbuhnya berpencar dalam kelompok-kelompok kecil
terdiri dari beberapa individu atau kumpulan individu yang rapat. Enhalus
acoroides merupakan jenis lamun yang mempunyai ukuran paling besar,
helaian daunnya dapat mencapai ukuran lebih dari 1 meter. Jenis ini
tumbuh di perairan dangkal sampai kedalaman 4 meter, pada dasar pasir,
pasir lumpur atau lumpur.
4. Halodule uninervis memiliki ujung daun yang berbentuk gelombang
menyerupai huruf W, jarak antara nodus + 2 cm, dan rimpangnya berbuku-
buku. Setiap nodusnya berakar tunggal, banyak dan tidak bercabang.
Selain itu juga setiap nodusnya hanya terdiri dari satu tegakan, dan tiap
tangkai daun terdiri dari 1 sampai 2 helaian daun. Halodule

5
pinifolia memiliki daun yang sangat panjang sekitar 6,9-15,2 cm dan
sangat sempit dengan lebar sekitar 0,1-0,2 cm. Dan setiap tegakan terdapat
1-2 helai daun. Ukuran batang yang pendek dengan akar yang tumbuh dari
rhizoma yang memiliki warna coklat kehitaman.
5. Halophila decipiens memiliki helai-helai daun yang berbulu, tembus
cahaya, tipis menyolok, dan berbentuk oval atau elips. Selain itu
mempunyai tepi daun yang bergerigi seperti gergaji, daun yang berpasang-
pasangan, rhizomanya berbulu dan sering tampak kotor karena sedimen
menempel pada bulu-bulu tersebut. Halophila spinulosa memiliki daun
berbentuk bulat panjang, tepi daun tajam, rhizoma tipis dan kadang-
kadang berkayu, dan setiap kumpulan daun terdiri dari 10-20 pasang helai
daun yang saling berpasangan. Halophila minor memiliki 4-7 pasang
tulang daun, daun berbentuk bulat panjang seperti telur, pasangan daun
dengan tegakan pendek, dan panjang daun 0,5-1,5 cm. Halophila
ovalis adalah spesies yang hidup pada substrat berlumpur, memiliki daun
yang berbentuk bulat telur (oval) berpasangan, ujung daun agak bulat dan
akar tidak berambut. Serta memiliki rhizoma yang mudah patah. Halophila
sulawesii adalah spesies rumput laut baru yang diberinama tahun 2007.
spesies ini memiliki ciri hampir mirip dengan Halophila ovalis yang hidup
di perairan dalam. Perbedaan keduanya terletak pada posisi bunganya
yaitu Halophila ovalis bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah
pada dua individu yang berbeda (berumah dua/dioecious). Sedangkan
pada Halophila sulawesii, bunga jantan dan betina berada dalam satu
individu (berumah satu/monoecious), namun terletak pada ruas yang
berbeda.
6. Syringodium isoetifolium memiliki akar tiap nodus majemuk dan
bercabang, daun berbentuk silindris dan panjang, rimpangan yang tidak
berbuku-buku, dan tiap tangkai daun terdiri dari 2-3 helaian daun. Selain
itu juga mempunyai tangkai daun berbuku-buku.

2.5 Taksonomi Lamun


Salah satu cabang ilmu biologi yang khusus membahas dan mempelajari
tentang pengklasifikasian atau penggolongan sistematika makhluk hidup adalah
taksonomi. Berikut adalah taksonomi dari tumbuhan lamun, yaitu:
Kingdom Plantae

Divisi Magnoliophyta (Angiosperms)

Kelas Liliopsida

6
Ordo Helobieae

Famili Hydrocharitaceae

Genus Enhalus

Spesies Enhalus acoroides

2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Padang Lamun


Kestabilan ekosistem padang lamun dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut sebagian besar berasal dari suhu, cuaca, hingga kondisi
cahaya matahari.
1. Kecerahan
Penetrasi cahaya matahari yang masuk ke perairan akan mempengaruhi
proses fotosintesis tanaman lamun. Intensitas cahaya yang tinggi sangat
diperlukan bagi lamun. Jika suatu perairan mendapatkan intensitas cahaya
yang cukup, maka produktivitas lamun juga akan berbanding lurus.
2. Suhu
Ekosistem padang lamun secara umum ditemukan secara luas di area
bersuhu dingin hingga tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa toleransi lamun
cukup luas terhadap perubahan suhu. Kondisi ini juga tidak selamanya benar,
sebab lamun di daerah tropis lebih dapat tumbuh optimal.
3. Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditoleransi oleh lamun mencapai 10-40%.
Nilai optimumnya sekitar 35%. Tentunya penurunan salinitas akan
menurunkan pula kemampuan lamun untuk berfotosintesis. Salinitas lamun
memiliki toleransi yang bervariasi. Salinitas juga dapat berpengaruh
pada biomassa, kerapatan, lebar daun, hingga kecepatannya dalam
memulihkan diri.
4. Substrat
Padang lamun dapat hidup pada berbagai tipe sedimen, mulai dari area
berlumpur sampai karang. Substrat merupakan kebutuhan utama bagi
pengembangan padang lamun. Peranan kedalaman substrat mencakup dua
hal, yakni pelindung tanaman dari arus laut serta tempat pemasok dan
pengolahan nutrien.
5. Kecepatan Arus
Produktivitas padang lamun begitu dipengaruhi oleh kecepatan arus
sebuah perairan. Ketika kecepatan arus 0,5 per detik, Thallassia
testudium yang merupakan salah satu jenis tanaman lamun dapat memiliki

7
kemampuan maksimal untuk tumbuh. Begitu menakjubkannya penampangan
serta manfaat padang lamun tentu menjadikan kita untuk semakin giat
menjaga lingkungan agar ekosistem laut tersebut tetap terjaga.

2.7 DASAR HUKUM REHABILITASI LAMUN


Dalam Merehabilitasi Lamun telah diatur dalam peraturan perundangan
sebagai berikut:
1. Perpres No 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi di Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, yang mengatur tetang proses rehabilitasi ekosistem
pesisir dan pulau-pulau kecil yang terdiri dari ruang lingkup kegiatan
rehabilitasi ekosistem dan populasi ikan, kriteria kerusakan ekosistem,
tahapan rehabilitasi (identifikasi penyebab kerusakan, identifikasi tingkat
kerusakan, perencanaan rehabilitasi), monitoring dan evaluasi.
2. Pemen KP No. 24 Tahun 2016 tentang Tata Cara Rehabilitasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang mengatur tata cara rehabilitasi untuk
masing-masing ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat
tumbuh dengan baik dalam lingkungan laut dangkal. Semua lamun adalah
tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang
(rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh
yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun
tumbuh berkerumunan dan biasanya menempati perairan laut hangat yang dangkal
dan menghubungkan ekosistem mangrove dengan terumbu karang. Wilayah
perairan laut yang ditumbuhi lamun disebut padang lamun, dan dapat menjadi
suatu ekosistem tersendiri yang khas.
Sebaran tumbuhan lamun cukup luas, mulai dari benua Artik sampai ke
kawasan Afrika dan Selandia Baru. Terdapat 58 jenis tumbuhan lamun di seluruh
dunia dengan konsentrasi utama di perairan Indo-Pasifik. Dari jumlah tersebut, 16
jenis dari 7 marga diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara.
Manfaat Lamun yaitu sebagai Sumber makanan dan stabilisator dasar
perairan. Faktor yang mempengaruhi padang lamun antara lain kecerahan, suhu,
salinitas, substrat, dan kecepatan arus.
Dalam Merehabilitasi Lamun telah diatur dalam peraturan perundangan
Perpres No 121 Tahun 2012 tentang Rehabilitasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil, yang mengatur tetang proses rehabilitasi ekosistem pesisir dan pulau-
pulau kecil yang terdiri dari ruang lingkup kegiatan rehabilitasi ekosistem dan
populasi ikan, kriteria kerusakan ekosistem, tahapan rehabilitasi (identifikasi
penyebab kerusakan

3.2 Saran
Untuk menyempurnakan makalah ini agar menjadi lebih rinci dan lengkap,
makalah selanjutnya akan membahas mengenai :
1. Rumput laut

9
DAFTAR PUSTAKA

Arber, B.J.1985. Effects of elevated temperature on seasonal in situ


leafproductivity of Thalassia testudinum banks ex konig andSyringodium
fliforme kutzing. Aquatic Botany 22:61-69.
Den Hartog, C. (1970). "Sea grasses of the world" North HollandPublishing co . ,
Amsterdam, London pp. 272.
Ginsburg, R. and H.A. Lowestan 1958. The influence of marine
bottomcommunities on the depositional environments of sediment. J.
Geol.66 (3): 310-318.
Hartman, R.T. and D.L. Brown 1967. Changes in internal atmosphere
ofsubmersed vascular hydrophytes in relation to photosynthesis.Ecology 48:
252-258.
McRoy, C.P. and C. McMILLAN 1977. Production ecology and physiologyof
seagrasses. In: Seagrass Ecosystems: A scientific perspective(C.P.McRoy
and C. Helfferich, eds.). Marcel Dekker,Newyork.Ch.2:53-88.
McRoy, C.P. 1973. Seagrass ecosystems: recommendations for
researchprograms.In :Proc. Intl. Seagrass Workshop, Leiden. C.P.
McROY(ed.).
Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines.Smithsonian
Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.

10

Anda mungkin juga menyukai