Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH FIQH/USHUL FIQIH

MUAMALAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh/Ushul Fiqih
Dosen Pengampuh:
H.Ali Akbar , M.Ag

Disusun oleh:
Nama : Riskon Ali Guru Harahap ( 0104201064)
Sapriyani Hasibuan ( 0104201006)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehinga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Muamalat ” ini
tepat waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas “H.Ali Akbar , M.Ag” pada mata kuliah “Fiqh/ Ushul Fiqih”.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan keilmuan kita
tentang Pengertian Muamalat beserta hal hal yang berkaitan dengan muamalat bagi
para pembaca dan penulis. kami mengucapkan terima kasih kepada “H.Ali Akbar
, M.Ag” selaku dosen mata kuliah “Fiqh/Ushul Fiqih” yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................i

BAB 1 .......................................................................................................................ii
PENDAHULUAN ...................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang...............................................................................................iii
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................iv
1.3 Tujuan Pembahasan .......................................................................................1

BAB 2 .......................................................................................................................1
PEMBAHASAN........................................................................................................1
2.1 Pengertian Muamalat …………………………………………………………..1
2.2 Ruang Lingkup Muamalat dalam islam…………………………………...……2
2.3 Tujuan atau fungsi Muamalat …………………………………………………..3
2.4 Jenis jenis Muamalat dalam syariat Islam……………………………………...4
BAB III……………………………………………………………………………. 5
PENUTUP………………………………………………………………….………5
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………...……..6
3.2 Saran…………………………………………………………………...…...6
Daftar Pustaka……………………………………………………………...............7
BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalah,
karena bidang tersebut amat dinamis mengalami perkembangan.Meskipun
demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang muamalah
tersebut tidak menimbulkan kerugian salah satu pihak. Bidang muamalah
berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam prakteknya tidak dapat
dipisahkan dengan ukhrawi, sehingga dalam ketentuannya mengadung aspek
halal, haram, sah, rusak dan batal.

Sebagian besar kehidupan manusia diisi dengan aktivitas muamalah


(ibadah dalam arti luas), dan selebihnya sebagian kecil waktunya diisi dengan
aktivitas ibadah (ibadah dalam arti sempit yaitu ibadah ritual, seperti : shalat,
puasa, zakat, haji). Tidaklah mungkin Allah SWT Yang Maha Tahu melepaskan
kendali aspek muamalah begitu saja tanpa ada aturan dari-Nya. Dengan demikian
ajaran Islam yang lengkap dan menyeluruh ini sebagian besar mengatur tentang
muamalah. Para Sahabat dan para Ulama menegaskan pentingnya memahami
muamalah atau mempelajari muamalah tersebut .

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian daripada muamalat tersebut

2. Jelaskan ruang lingkup dalam muamalat itu

3. Apa sajakah tujuan beserta Fungsi muamalat dalam syariat islam

4. Jelaskan Jenis jenis Muamalat dalam islam


1.3 Tujuan Pembahasan

a. Dapat memahami dan menjelaskan makna atau pengertian dari


muamalat

b. Mengetahui ruang lingkup dalam muamalat ,dan pembahasannya

c. Bisa menjelaskan tujuan muamalat beserta fungsinya dalam syariat


islam

d. Dapat memberikan penjelasan tentang pembagian Jenis jenis dalam


Muamalat

BAB 2

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Muamalat
pengertian muamalah dalam Islam adalah suatu kegiatan yang mengatur
hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup hidup sesama umat manusia
untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Sedangkan, yang termasuk dalam
kegiatan muamalah di antaranya ialah jual beli, sewa menyewa, utang piutang,
dan lain sebagainya. Sederhananya, muamalah diartikan sebagai hubungan antar
manusia dengan manusia untuk saling membantu agar tercipta masyarakat yang
harmonis. Hal ini sebagaimana yang tercantum dalam Alquran surah Al-Maidah
ayat 2, yang berbunyi:
‫ش ِد ْيد ا ْل ِعقَاب‬
َ َ‫ّللا‬
ٰ ‫ّللاَ ۗاِن‬ ِ ‫اْلثْ ِم َوا ْلعد َْو‬
ٰ ‫ان َۖواتقوا‬ ِ ْ ‫علَى‬ َ َ‫علَى ا ْلبِ ِر َوالت ْق ٰو ۖى َو َْل تَع‬
َ ‫اون ْوا‬ َ َ‫َوتَع‬
َ ‫اون ْوا‬

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS Al-Maidah:
2)
Muamalat berasal dari kata amala, yu’amilu, mu’amalatan, yang artinya
Melakukan interaksi dengan orang lain dalam jual beli dan semacaamnya.

Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dirumuskan pengertian menurut


istilah bahwa muamalat adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang mengatur
hubungan atau interaksi antara manusia dengan manusia yang lain dalam bidang
kegiatan ekonomi. Dalam arti umum, muamalah mencakup semua jenis
hubungan antara manusia dengan manusia dalam segala bidang. Dengan
demikian, perkawinan juga masuk dalam muamalat, karena di dalamnya diatur
hubungan antara manusia dengan manusia, yaitu suami dan istri. Dalam arti
khusus, muamalat hanya mencakup hubungan antar manusia dengan manusia
dalam, dalam hubungan dengan harta benda. Dengan demikian, perkawinan tidak
termasuk muamalat dalam arti khusus, karena sasarannya bukan harta benda,
melainkan mengenai hubungan suami istri tersebut, di samping keluarga. Oleh
karena itu, perkawinan diatur dalam bidang hukum sendiri yaitu fiqh muamalah.
Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (diperbolehkan) Ulama fiqih
sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah diperbolehkan
(mubah) kecuali terdapat nash yang melarangnya.
‫االصل في المعا ملة االباحة اال ان يدل دليل علي تحريمها‬
“hukum asal semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada hal
yang mengharamkannya”

2.2 Ruang Lingkup Muamalat dalam islam


Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup Syariah Islam dalam
bidang muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf, meliputi:
Pertama, Ahkam al-Ahwal al-Syakhiyyah (Hukum Keluarga), yaitu hukum-
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini
dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unit
terkecil.

Kedua, al-Ahkam al-Maliyah (Hukum Perdata), yaitu hukum tentang


perbuatan usaha perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian
(rahn), perserikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud ).
Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan
kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.

Ketiga, Al-Ahkam al-Jinaiyyah (Hukum Pidana), yaitu hukum yang bertalian


dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini
untuk memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku
tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
Keempat, al-Ahkam al-Murafa’at (Hukum Acara), yaitu hukum yang
berhubungan dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan
sumpah (al- yamin), hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan
guna meralisasikan keadilan antar manusia.

Kelima, Al-Ahkam al-Dusturiyyah (Hukum Perundang-undangan), yaitu


hukum yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi
hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangan dan
kelompok.

Kenam, al-Ahkam al-Duwaliyyah (Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang


berkaitan dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar
negara. Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam
masa damai, dan masa perang, serta membatasi hubungan antar umat Islam
dengan yang lain di dalam negara.

Ketujuh, al-Ahkam al-Iqtishadiyyah wa al-Maliyyah (Hukum Ekonomi dan


Keuangan), yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam
harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan masalah
pembelanjaan negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan ekonomi
antar orang kaya (agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak
keuangan negara dengan perseorangan.
Itulah pembagian hukum muamalah yang meliputi tujuh bagian hukum yang
objek kajiannya berbeda-beda. Pembagian seperti itu tentunya bisa saja
berbeda antara ahli hukum yang satu dengan yang lainnya. Yang pasti hukum
Islam tidak dapat dipisahkan secara tegas antara hukum publik dan hukum
privat. Hampir semua ketentuan hukum Islam bisa terkait dengan masalah
umum (publik) dan juga terkait dengan masalah individu (privat).

2.3 Tujuan dan Konsep Muamalat


Tujuan muamalah adalah terciptanya hubungan yang harmonis antara
sesama manusia, sehingga terciptanya masyarakat yang rukun dan tentram.
Adapun hubungan ini berupa jalinan pergaulan, saling membantu dalam upaya
menjalankan ketaatan kepada Allah SWT.
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Allah memerintahkan hamba-Nya
untuk saling membantu dalam perbuatan baik dan saling mendukung dalam
kejahatan, kebathilan, dan kedholiman. Oleh karena itu, setiap manusia
dianjurkan untuk selalu menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya.
Konsep Muamalat diantaranya Ialah
a. muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
b. Menetapkan harga yang kompetitif
c. . Meninggalkan intervensi yang dilarang
d. . Menghindari eksploitasi
e. Memberikan kelenturan dan toleransi serta Jujur dan Amanah

2.4 Jenis jenis Muamalat dalam syariat Islam

a. Jual Beli
Dalam hukum Islam, kegiatan ekonomi memiliki arti suatu kegiatan atau
kesepakatan dalam menukar barang dengan tujuan untuk dimiliki selamanya.
Adapun beberapa syarat saat proses jual beli di antaranya berakal sehat,
transaksi dilakukan atas dasar kehendak sendiri, dan penjual maupun pembeli
harus punya akal, baligh, dan lain sebagainya.

b. Hutang Piutang
Hutang piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada orang
dengan catatan suatu saat nanti akan dikembalikan sesuai perjanjian.
Beberapa rukun hutang piutang di antaranya harus ada barang atau
harta, adanya ijab qabul, dan adanya pemberi hutang atau penghutang.
Salah satu hal yang harus dihindari ialah menjahui riba.

c. Riba adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat


pengembalian berdasarkan presentase dari jumlah pinjaman pokok
yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa memiliki arti
ziyadah atau tambahan. Adapun pengertian riba menurut Syekh Abu
Yahya Al-Anshary didefinisikan sebagai berikut, yang artinya: "Riba
adalah suatu akad pertukaran barang tertentu yang tidak diketahui
padanannya menurut timbangan syara’ yang terjadi saat akad
berlangsung atau akibat adanya penundaan serah terima barang baik
terhadap kedua barang yang dipertukarkan atau salah satunya saja."
(Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi
Manhaji al-Thullâb).
d. Mudharabah Adalah akad untuk mengikat kerjasama antara dua pihak
yaitu pemodal (shahib al-mal) dan pelaksana usaha (mudharib), akad
mudharabah juga disebut bagi hasil bagi sebagian orang. Caranya
dengan menentukan berapa persen bagian keuntungan yang akan
diterima oleh kedua pihak. Mudharib wajib mengembalikan modal
yang dipinjamkan dan membayarkan bagian keuntungan yang telah
ditentukan dengan tenggat waktu atau masa kontrak yang disetujui atau
tanpa masa kontrak. Mudharib wajib mengikuti aturan yang telah di
sepakati kedua belah pihak, semisal apabila pemodal menghendaki
mudharib untuk tidak menjual komoditas tertentu misalnya, akan tetapi
tetap menjualnya maka mudharib menanggung resiko penuh atas modal
yang dipinjamnya. Bagi pemodal atau shahib al-mal, ia menanggung
resiko kehilangan modal yang ditanamnya, aset yang dibeli
menggunakan uangnya merupakan milik pemodal. Apabila mudharib
melanggar kontrak maka mudharib wajib menanggung resiko penuh
untuk mengganti modal yang ia pinjam. Dalam akad mudharabah
besaran nominal keuntungan tidak ditentukan di awal perjanjian, akan
tetapi porsi keuntungan atau persentase yang didapat yang di tentukan
di awal.

e. Murabahah adalah transaksi atau pembayaran angsuran yang diketahui


oleh kedua pihak. Baik dari ketentuan margin keuntungan atau harga
pokok pembelian.
f. Musyarakah adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam
sebuah usaha untuk menggabungkan modal dan menjalankan usaha
bersama dalam suatu kemitraan dengan pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan dan kerugian berdasarkan porsi kontribusi modal. Secara
etimologis, musyarakah berarti penggabungan, pencampuran, atau
serikat. Dalam musyarakah, dua pihak atau lebih (termasuk bank dan
lembaga keuangan beserta nasabahnya) dapat mengumpulkan modal
lalu kemudian membentuk suatu perusahaan sebagai badan hukum.
Setiap pihak yang terlibat memiliki bagian secara proporsional sesuai
kontribusi modal yang mereka berikan dan memiliki hak mengawasi
(voting right) perusahaan sesuai proporsinya masing-masing. Dalam
dunia perbankan, musyarakah merupakan akad kerja sama antara bank
dan nasabahnya dalam pembiayaan usaha dengan ketentuan pembagian
keuntungan dan risiko sesuai kesepakatan.
g. Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas
suatu barang bergerak atau tidak bergerak ( motor,mobil,tanah sawah,
rumah ) yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau
oleh seorang lain atas namanya, dan memberikan kekuasaan kepada
orang yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang
lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut.
Dimana seseorang itu harus menggadaikan barangnya untuk
mendapatkan uang. Secara umum pengertian usaha gadai adalah
kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu,
guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan
ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga gadai. Definisi gadai dalam Islam disebut dengan Rahn, yaitu
suatu perjanjian untuk menahan suatu barang yang digunakan sebagai
jaminan atau tanggungan utang. Rahn juga merupakan suatu akad utang
piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai ekonomis
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, shingga pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh
atau sebagian piutangnya.

h. Sewa menyewa atau dalam Islam disebut akad ijarah merupakan suatu
imbalan yang diberikan kepada seseorang atas jasa yang telah
diberikan, seperti kendaraan, tenaga, tempat tinggal, dan pikiran.
Adapun beberapa syaratnya ialah barang yang disewakan menjadi hak
sepenuhnya dari pihak pemberi sewa, kedua belah pihak harus berakal
sehat, dan manfaat barang yang disewakan harus diketahui jelas oleh
penyewa.
i. Ijarah berasal dari bahasa Arab yang memiliki makna imbalan, atau
upah sewa/jasa. Istilah “Ijarah” pada umumnya digunakan
dalam perbankan syariah. Secara makna dan konteksnya dalam
perbankan, Ijarah adalah pemindahan hak guna suatu barang dengan
pembayaran biaya sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas
barang tersebut. Singkat kata Ijarah berarti menyewa suatu tanpa
maksud memilikinya. Lebih lanjut, yang berperan sebagai penyewa
adalah nasabah dengan objek yang akan disewakan dan bank adalah
pihak yang menyewakan. Transaksi dengan akad Ijarah diatur dalam
Fatwa MUI tentang Pembiayaan Ijarah Nomor 09/DSN-
MUI/VI/2000. Oleh sebab itu, pembiayaan dengan akad Ijarah diatur
sesuai syariat Islam. Baik proses maupun Imbalan dari transaksi Ijarah
ini sendiri juga berdasarkan hasil kesepakatan kedua belah pihak.
Bukan hanya itu saja, tujuan dari penyewaan barang atau asset tersebut
haruslah jelas dan telah diketahui sebelumnya. Akad Ijarah berfokus
kepada manfaat barang dan tidak boleh dilakukan atas suatu benda.
Misalkan saja apabila ada seekor sapi yang diIjarahkan untuk diambil
susunya, hal ini tidak diperbolehkan karena susu dapat menjadi benda
yang dapat diperjual-belikan. Contoh Transaksi Ijarah Dalam
perbankan syariah, salah satu contoh transaksi Ijarah bisa dilihat dalam
pinjaman multiguna. Contohnya, seseorang menjaminkan sepeda
motornya ke bank untuk mendapatkan pinjaman. Hak guna sepeda
motor tersebut berpindah ke bank, namun tidak atas kepemilikannya.
Setelah nasabah melunaskan pinjamannya, maka hak guna sepeda
motor tersebut kembali ke nasabah.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Muamalah atau Mu’amalāt adalah hukum-hukum Allah yang mengatur


tentang hubungan, tindakan, dan pergaulan antar manusia. Dalam agama Islam,
hukum yang mengatur tentang muamalah dibagi menjadi empat jenis,
diantaranya :

• Muamalah yang berhubungan dengan jihad.


• Muamalah yang berhubungan dengan hukum keluarga. Contohnya
pernikahan, perceraian, mawaris, wasiat, dsb.
• Muamalah yang berhubungan dengan hukum privat/perdata
sipil. Contohnya jual-beli, sewa-menyewa, perburuhan, perserikatan,
pinjam-meminjam, dsb. (Jenis muamalah ini dalam artian sempit juga
disebut muamalah/muamalat)
• Muamalah yang berhubungan dengan hukum pidana. Contohnya
qisas, hudud, rajam, sirqah, dsb. (Jenis muamalah ini disebut jinayat.

3.2 Saran
Kami sangat berharap sekali dengan adanya makalah ini dapat menambah
wawasan keilmuan kita dan bisa bermanfaat bagi semuanya . Dan juga
kami mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar
makalah ini lebih baik ke depan nya karena dengan masukan masukan yang
bersifat mendukung tersebut dapat merevisi kekurangan kekurangan dalam
makalah ini.
3.3 Daftar Pustaka

Abdul Wahab Khallaf, Ushul Fiqih

https://islam.nu.or.id/post/read/124885/penjelasan-boleh-tidaknya-jual-beli-
utang-dengan-utang

Djuwaini Dimyauddin, Pengantar Fiqih Muamalah, Yogyakarta, pustaka pelajar,


2010.

Anda mungkin juga menyukai