Anda di halaman 1dari 44

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kebiasaan Membaca

a. Hakikat Kebiasaan

Kebiasaan merupakan norma yag keberadaannya dalam masyarakat

diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh

pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang

dilakukan berulang ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap

sebagai aturan hidup.

Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi

dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga

senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Misalnya interaksi sosial di dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan masyarakat dan lain sebagainya.

Masyarakat yang menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa

gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu “tata”. Tata itu

berwujud aturan-aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku

manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing

dapat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat mengetahui hak

dan kewajiban masing-masing. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari

bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran.

14

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


15

b. Hakikat Membaca

Kridalaksana (1982:105) mengemukakan bahwa dalam kegiatan

membaca melibatkan dua hal, yaitu (1) pembaca yang berimplikasi adanya

pemahaman dan (2) teks yang berimplikasi adanya penulis.

Syafi‟ie (1994:6-7) menyebutkan hakikat membaca adalah:

1) Pengembangan keterampilan, mulai dari keterampilan memahami

kata-kata, kalimat-kalimat, paragraf-paragraf dalam bacaan sampai

dengan memahami secara kritis dan evaluatif keseluruhan isi bacaan.

2) Kegiatan visual, berupa serangkaian gerakan mata dalam mengikuti

baris-baris tulisan, pemusatan penglihatan pada kata dan kelompok

kata, melihat ulang kata dan kelompok kata untuk memperoleh

pemahaman terhadap bacaan.

3) Kegiatan mengamati dan memahami kata-kata yang tertulis dan

memberikan makna terhadap kata-kata tersebut berdasarkan

pengetahuan dan pengalaman yang telah dipunyai.

4) Suatu proses berpikir yang terjadi melalui proses mempersepsi dan

memahami informasi serta memberikan makna terhadap bacaan.

5) Proses mengolah informasi oleh pembaca dengan menggunakan

informasi dalam bacaan dan pengetahuan serta pengalaman yang telah

dipunyai sebelumnya yang relevan dengan informasi tersebut.

6) Proses menghubungkan tulisan dengan bunyinya sesuai dengan sistem

tulisan yang digunakan.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


16

7) Kemampuan mengantisipasi makna terhadap baris-baris dalam tulisan.

Kegatan membaca bukan hanya kegiatan mekanis saja, melainkan

merupakan kegiatan menangkap maksud dari kelompok-kelompok

kata yang membawa makna.

Dari beberapa butir hakikat membaca tersebut, dapat dikemukakan

bahwa membaca pada hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan

psikologis. Proses yang berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara

visual dan merupakan proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis

tersebut berlanjut dengan proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir

dalam mengolah informasi. Proses pskologis itu dimulai ketika indera visual

mengirimkan hasil pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui

sistem syaraf. Melalui proses decoding gambar-gambar bunyi dan

kombinasinya itu kemudian diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. Proses

decoding berlangsung dengan melibatkan Knowledge of The World dalam

skemata yang berupa kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang

tersimpan dalam gudang ingatan.

Dari segi linguistik, membaca adalah suatu proses penyandian kembali

dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan

berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah

aspek pembacaan sandi (decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis

(written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang

mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna

(Anderson 1972: 209-210). Membaca adalah merupakan kegiatan intelektual

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


17

yang positif dalam rangka mencari dan mendapatkan informasi yang

dibutuhkan. Membaca pada dasarnya mengoptimalkan daya nalar kita,

sehingga pikiran kita berjalan sesuai alurnya.

Pengertian membaca menurut Pratiwi (2008: 10-12) adalah kegiatan

berbahasa yang aktif menyerap informasi atau pesan yang disampaikan melalui

media tulis. Melalui membaca, pembaca dapat memperoleh banyak informasi,

gagasan, pendapat, pesan, dan lain-lainnya yang disampaikan penulis melalui

lambang-lambang grafis yang sudah dikenal. Membaca dibagi menjadi dua,

yaitu membaca ekstensif dan intensif.

Membaca pemahaman menurut Somadayo (2011: 10) adalah proses

pemerolehan makna yang secara aktif melibatkan pengetahuan dan pengalaman

yang telah dimiliki oleh pembaca serta dihubungkan dengan isi bacaan.

Sedangkan menurut Abidin (2012: 60) membaca pemahaman diartikan sebagai

proses sungguh-sungguh yang dilakukan pembaca untuk memperoleh

informasi, pesan, dan makna yang terkandung dalam sebuah bacaan.

Membaca merupakan kemampuan mutlak harus dimiliki oleh setiap

individu dalam rangka pengembangan diri secara berkelanjutan. Dalam

pembelajaran formal di SD, membaca dibagi menjadi dua bagian, yaitu

membaca permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan dilaksanakan

pada SD kelas rendah (I dan II). Dalam membaca permulaan, siswa diharapkan

dapat mengenali jenis-jenis huruf, suku kata, kata dan kalimat serta mampu

membaca dalam berbagai konteks. Membaca lanjut mulai diterapkan pada SD

kelas III. Terdapat berbagai jenis membaca lanjut, yaitu: Membaca Teknik,

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


18

Membaca dalam Hati, Membaca Pemahaman, Membaca Indah, Membaca

Cepat, Membaca Pustaka, Membaca Bahasa.

Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca

antara lain yaitu pembaca harus:Mengenal sistem tulisan yang digunakan;

Mengenal kosakata; Menentukan kata-kata yang mengidentifikasikan topik dan

gagasan utama; Menentukan makna kata-kata, termasuk kosakata sulit dari

konteks tertulis; Mengenal kelas kata gramatikal, yaitu kata benda, kata sifat,

dan sebagainya; Menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat seperti

subjek, predikat, objek, preposisi, dsb; Mengenal bentuk-bentuk dasar

sintaksis; Merekonstruksi dan menyimpulkan situasi, tujuan-tujuan, dan

partisipan; Menggunakan perangkat kohesif leksikal dan gramatikal guna

menarik kesimpulan-kesimpulan; Menggunakan pengetahuan dan perangkat-

perangkat kohesif leksikal dan gramatikal untuk memahami topik utama atau

informasi utama; Membedakan ide utama dari detail-detail yang

disajikan;Menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan

membaca yang berbeda, seperti skimming untuk mencari ide-ide utama atau

melakukan studi secara mendalam.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca pada

hakikatnya adalah suatu proses yang bersifat fisik dan psikologis. Proses yang

berupa fisik berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual dan merupakan

proses mekanis dalam membaca. Proses mekanis tersebut berlanjut dengan

proses psikologis yang berupa kegiatan berpikir dalam mengolah informasi.

Proses psikologis itu dimulai ketika indera visual mengirimkan hasil

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


19

pengamatan terhadap tulisan ke pusat kesadaran melalui sistem syaraf. Melalui

proses decoding gambar-gambar bunyi dan kombinasinya itu kemudian

diidentifikasi, diuraikan, dan diberi makna. Proses decoding berlangsung

dengan melibatkan Knowledge of The World dalam skemata yang berupa

kategorisasi sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dalam

gudang ingatan. Jadi pada hakikatnya aktivitas membaca terdiri atas dua

bagian, yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca

sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental, sedangkan membaca

sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada

saat membaca.

Terdapat dua jenis membaca, yaitu membaca bersuara dan membaca

tidak bersuara. Membaca bersuara meliputi: membaca nyaring, membaca

teknik, dan membaca indah. Membaca membaca tidak bersuara (membaca

dalam hati) meliputi: membaca teliti, membaca pemahaman, membaca ide,

membaca kritis, membaca telaah bahasa, membaca skimming (sekilas), dan

membaca cepat. Menurut Nurhadi (2010: 126) membaca memiliki beberapa

manfaat, diantaranya yaitu sebagai berikut: Menambah kosakata, tatabahasa,

dan sintaksis; Mengalami perasaan dan pemikiran yang paling dalam; Memicu

imajinasi; Memaksa nalar, pengurutan keteraturan dan pemikiran logis untuk

dapat mengikuti jalan cerita atau memecahkan suatu misteri. Tujuan membaca

mempunyai kedudukan yng sangat penting dalam membaca karena akan

berpengaruh pada proses membaca dan pemahaman membaca (Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan, 2012). Tarigan (2008: 9-10) menyebutkan tujuan

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


20

utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi,

mencakup isi, memahami makna bacaan. Berikut ini merupakan beberapa

rincian tujuan membaca menurut Anderson (1972: 214) yaitu: Membaca untuk

memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts);

Membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading for main ideas);

Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita

(reading for sequence or organization); Membaca untuk menyimpulkan,

membaca inferensi (reading for inference); Membaca untuk mengelompokkan,

membaca untuk mengklasifikasikan (reading to classify); Membaca menilai,

membaca mengevaluasi (reading to evaluate); Membaca untuk

membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Kemampuan literasi secara sederhana diartikan sebagai kemampuan membaca

dan menulis secara formal, anak mulai diperkenalkan dengan pembelajaran

literasi pada saat mereka memasuki sekolah dasar. Sasaran pertamanya adalah

“melek huruf” Yakni kemampuan mengenali lambang-lambang cetak dan dapat

membunyikan dengan benar. Pengalaman pertama dalam pemerdehan literasi

merupakan hal yang sangat penting dan menarik untuk dikaji dan

diperbincangkan karena hal ini akan berpengaruh terhadap berbagai aspek

kehidupan seseorang di kelak kemudian hari. Mengapa disebut permulaan, dan

apa sasarannya? Peralihan dari masa bermain di TK ke dunia sekolah

merupakan hal baru bagi anak. Hal pertama yang diajarkan kepada anak pada

awal-awal masa sekolah adalah kemampuan membaca dan menulis, kedua

kemampuan ini akan mejadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-bidang

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


21

ilmu lainnya di sekolah. Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan

pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf

maksudnya anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang

tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan

anak-anak dapat melafalkan lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa

diikuti oleh pemahaman terhadap lambang-lambang bunyi tersebut.

Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan ditingkatkan menuju

pemilikan memampuan membaca tingkat lanjut yakni melek wacana. Yang

dimaksud melek wacana adalah kemampuan membaca yang sesungguhnya,

yakni kemampuan mengubah lambang-lambang huruf menjadi bunyi-bunyi

bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan bekal

kemampuan melek wacana inilah anak diajarkan dengan berbagai informasi

dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri.

Mengapa anak tidak suka membaca? Malas membaca dan tidak mampu

membaca banyak terjadi pada anak-anak mulai tingkat sekolah dasar sampai

perguruan tinggi. Fenomena ini menjadi kekhawatiran orang tua dan para

pendidik yang tidak ingin anak-anaknya bodoh dan tidak memiliki wawasan.

Namun meningkatkan dan menumbuhkan kegemaran membaca pada anak

bukanlah persoalan yang mudah. Banyak faktor yang menyebabkan anak tidak

suka membaca. Rendahnya minat dan kemampuan membaca dapat disebabkan

oleh faktor internal maupun external. Faktor internal misalnya intelegensi,

sikap kepentingan, psikologis dan kemampuan membaca. Adapun faktor

external misalnya ketersediaan bahan bacaan yang sesuai, status sosial

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


22

ekonomi, latar belakang pendidikan orang tua, kebiasaan keluarga, pengaruh

teman sebaya dan pengaruh media. Akan tetapi faktor yang diduga banyak

menghambat anak dalam membaca adalah persoalan pemenuhan prasyarat

membaca misalnya kematangan dan kesiapan membaca.

Bila mana anak belajar membaca? Mengarahkan anak agar mampu dan

gemar membaca bukanlah persoalan mudah. Menumbuhkan kesadaran

membaca tidak bisa langsung diterima begitu saja oleh anak ketika mereka

sudah bersekolah. Masa pranatal sampai prasekolah merupakan saat anak

miliki rasa ingin tahu yang sangat besar,jauh lebih besar dibandingkan dengan

orang dewasa. Otak manusia memang unik semakin banyak diisi semakin

banyak pula yang dapat ditampungnya. Pada sekitar usia 9 bulan sampai 4

tahun kemampuan otak manusia untuk menyerap informasi tidak terbatas dan

keingintahuan terhadap sesuatu soal berada pada puncaknya (Wicaksana

G.2011) selanjutnya Beek (1998) mengatakan bahwa usia 3-6 tahun adalah

usia anak paling optimal untuk belajar membaca. Adapun Santrock (2007)

menyatakan anak-anak pada masa kini jauh lebih cepat dalam kesiapan

membacanya. Pada anak usia pranatal sampai usia prasekolah sudah dapat

diartikan persiapan materi prasyarat membaca, misalnya penyadaran simbol

dan makna. Soenjono Dardjo Widjojo (2010: 300) menyebut tahap

pramembaca dan pra menulis sebagai tahap pemula, pada tahap ini anak perlu

disadarkan akan dua hal, yakni.

1) Keteraturan bentuk dan

2) Pola gabungan huruf

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


23

Pada tahap pemula ini secara psikologis pembelajaran literasi menuntut

beberapa prasyarat kognitif berikut.

1) Kemampuan membedakan satu bentuk dengan bentuk lainnya

2) Memiliki atensi dan motifasi

3) Memiliki kemampuan asosiatif, yakni kemampuan mengaitkan

sesuatu dengan sesuatu yang lain

4) Kesadaran akan adanya simbolisasi.

Apa yang ada didalam benak/otak bukan saja bisa dibunyikan dalam

bahasa lesan (diajarkan), namun juga bisa dituliskan (disimbolkan). Dijelaskan

lebih lanjut oleh Soenjono (2010) bahwa kesiapan anak untuk belajar membaca

hanya dapat dilakuakan jika neuro biologisnya sudah memungkinkan untuk itu.

Kemampuan mengidentifikasi bisa dilakukan jika otaknya sudah berkembang.

Hemister kiri akan mengendalikan memori serial sementara hemister kanan

menangani informasi ruang. Hal ini mengimplikasikan makna bahwa anak

harus sudah menguasai sistem tehnologi dari bahasa yang sudah dikenal.

Menurut Thomkins (2011) pembelajaran literasi, termasuk literasi awal harus

didukung oleh guru yang mampu mendukung siswanya dengan isyarat-isyarat

khaidah linguistik, seperti syarat kaidah fonologi, sintaksis, semantik dan

pragmatik. Dalam literasi bahasa Indonesia sistem linguistik yang juga

memgang peranan penting adalah kaidah morfologi. Pengenalan dan

penguasaan kaidah-kaidah linguistik tersebut dalam pembelajaran literasi

terimersikan dalam strategi pembelajaran dan stimulus bahan ajarnya.

Pemilihan strategi pembelajaran dan bahan ajar yang tepat dapat mendorong

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


24

percepatan dan kualitas pemerolehan bahasa dan pemerolehan literasi siswa di

Sekolah dasar. Untuk siswa yang baru memasuki dunia sekolah, pemerolehan

bahasa dan pemerolehan literasi dikemas melalui pembelajaran membaca-

menulis permulaan.

Kemampuan membaca pada anak usia sekolah merupakan kegiatan yang

menggembirakan dan mendapatkan hasil yang memuaskan. Banyak cara yang

dapat dilakukan orang tua atau pengajar agar anak-anaknya mampu membaca

sejak awal. Anak harus mempunyai kesiapan dalam membaca. Tanpa persiapan

maka akan timbul banyak kegagalan pada proses berikutnya. Dechent (1970)

mengungkapkan tentang adanya kaitan antara kesiapan dan kemampuan

membaca. Banyak fakta yang menunjukan buruknya hasil membaca, berawal

dari masalah kesiapan membaca. Berdasarkan beberapa penelitian,diperoleh

hasil bahwa persepsi visual memiliki pengaruh kuat dalam kesiapan membaca.

FARK dan BURKI menyimpulkan bahwa pembaca yang baik memiliki

kemampuan persepsi visual yang lebih berpengaruh dari pada usia kronologis

dan mental age (MA) Selanjutnya Space dan Filliam (dalam Damaianti, 2003)

mengatakan terdapat hubungan antara ketidakmampuan membaca dengan

kelemahan visula.Bila kita ingin mengembangkan minat membaca, anak sejak

dini bukanlah tehnik atau metode yang dilakukan melainkan merangsang

penglihatan anak atau dikenal dengan visual stimulation (Meier D, 2002).

Penglihatan (visual) berisi lebih banyak informasi dan lebih banyak detail

dari pada indra lainnya. Menurut EEG (elektro encethalographic) 80% area

otak kita telibat dalam respon visual dari pada indra lainnya (Wenger,W.2001).

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


25

Sebuah reset mengungkapkan anak-anak lebih mempertahankan pesan 40%

lebih baik jika tampilan berwarna (Olivia,F.2007).

Anak susah memahami bacaan karena tidak terpatri diotaknya.Salah satu

penyebabnya otak anak kesulitan menggambar tanya atau memfisualisasikan

apa yang telah dipelajarinya. Anak dapat diasah kemampuan visualisasinya.

Di sisi lain ada pendapat yang ditunjukan oleh Rochyadi, E (2011) bahwa

kemampuan membaca tidak hanya dipengaruhi oleh persepsi visual tetapi juga

pada kesadaran linguisrik. Seperti yang dikatakan Bryant.P dan Bradle, L

(1981) Bahwa kesadaran linguistik pada anak sekolah dasar merupakan salah

satu perolehan peningkatan ketrampilan membaca yang dapat menjadi

prasyarat bagi ketrampilan membaca. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa

pelatrihan kesadaran fonologis yan di berikan selama pengajaran membaca

dapat mengembangkan ketrampilan membaca anak.

Berkenaan dengan masalah sensori visual sebagai faktor prasyarat dalam

membaca lenner (dalam Mulyono, 1998) mengemukakan 5 jenis presepsi

visual yang berperan kuat dalam membaca yaitu :

1) Spacial relation;

Hubungan keruangan berkaitan dengan persepsi tentang posisi

berbagai objek dalam ruang. Implikasinya setiap kata-kata yang

disodorkan kepada anak harus secara keseluruhan yang dikelilingi oleh

ruang.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


26

2) Visual Discrimination;

Diskriminasi visual yaitu kemampuan membedakan suatu objek

dari objek lainya baik bentuk, urutan maupun posisinya.Implikasinya

kegiatan membaca terkait dengan membedakan bentuk, posisi huruf atau

kata dan membedakan lambang atau ilustrasi.

3) Figure and Ground;

Latar dan objek menunjuk pada kemampuan membedakan suatu

objek dari latar. Implikasinya anak akan dapat memusatkan perhatian

pada objek yang ditujunya.

4) Visual Closure;

Pelepasan visual menunjukan kepada kemampuan mengidentifikasi

objek, walaupun objek tersebut tidak di perlihatkan.Implikasinya anak

akan dapat memprediksi keutuhan kalimat atau kata atau illustrasi

walaupun ada kata penghilangan.

5) Visual Memory;

Mengingat terhadap imajinasi menunjuk kepada kemampuan

mengingat sesuati. Implikasinya anak dapat mengingat huruf, kata atau

simbol/illustrasi.

Adapun Lyster (2002) membagi kesadaran linguistik dalam 6 aspek,

yaitu.

1) Identifikasi panjang kata

2) Identifikasi suku kata

3) Pembentuikan kata

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


27

4) Peleburan bunyi

5) Pemisahan Fonem

6) Penghapusan bunyi.

Masalah kesadaran persepsi visual menjadi penting untuk dijadikan

dasar pertimbangan dalam masalah membaca, sama halnya dengan masalah

kesadaran linguistik sebagai sansibilitas terhadap bunyi ritme, arti kata-kata

dan fungsi bahasa (Gardner, 1998)

Kesadaran akan bunyi dengan kemampuan membaca memiliki

hubungan yang signifikan (Thomson, 1963). Proses membaca diawali

melalui proses sensori auditori, ketika bunyi diproses di otak untuk

kemudian setiap bunyi dibedakan menurut irama dan frekuensinya. Oleh

karena itu anak harus diberi kesadaran linguistik dengan penyadaran

terhadap perbedaan bunyi. Setiap bunyi memiliki lambang yang berbeda

Lyster, (2002) mengungkapkan bahwa kesadaran linguistik merupakan

kemampuan untuk merefleksikan atau menggambarkan bahwa ucapan

sebagaimana yang didengar.

Jika dikaitkan dengan fase-fase perkembangan kognitif, anak menrut

Piaget anak usia Sekolah Dasar itu berada pada fase Pra operasional (2-7)

dan fase operasional konkret (7-11). Fase praoperasional ditandai

karakteristik berikut .

1) Kemampuan bahasa mulai berkembang;

2) Mampu membedakan simbol

3) Berpikir logis satu arah

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


28

4) Masih menunjukan kesulitan dalam memahami pemikiran orang

lain

Fase operasional konkrit ditandai oleh karakteristik (1) mulai ada

kegiatan mengekplorasi; (2) Kegiatan mengelompokan; (3) Memahami

kebalikan atau lawan kata.

Karakteristik-karakteristik umum pada fase perkembangan anak itu

akan menjadi pedoman para guru profesional dalam melaksanakan

pembelajaran literasi, khususnya pembelajaran literasi awal. Bagi anak yang

belum melek huruf. terutama dalam mengimplementasikan kurikulum 2013

yang sedang kita laksanakan yaitu dengan Kriteria Ketuntasan Minimal

berdasarkan pada karakteristik peserta didik.

c. Hakikat Kebiasaan Membaca

1) Pengertian Kebiasaan Membaca

Apabila suatu kegiatan atau sikap, baik yang bersifat fisik maupun

mental, telah mendarah daging pada diri seseorang, maka dikatakan

bahwa kegiatan atau sikap itu telah menjadi kebiasaan. Terbentuknya

suatu kebiasaan tidak dapat terjadi dalam waktu singkat, tetapi

pembentukan itu adalah proses perkembangan yang memakan waktu

relatif lama.

Gerakan literasi membaca di Sekolah Dasar melalui beberapa

tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan. Pertama adalah penumbuhan

minat baca, yaitu melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud

No. 23 tahun 2015). Kedua Meningkatkan kemampuan literasi melalui

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


29

kegiatan menanggapi buku pengayaan. Ketiga meningkatkan kemampuan

literasi di semua mata pelajaran yaitu menggunakan buku pengayaan dan

strategi membaca di semua mata pelajaran (Kemendikbud, 2016: 3).

Menurut DP. Tampubolon, kebiasaan membaca adalah kegiatan

membaca yang telah mendarah daging pada diri seseorang (dari segi

kemasyarakatan, kebiasaan adalah kegiatan membaca yang telah

membudaya dalam suatu masyarakat).

Sedangkan Dewa Ketut Sukardi berpendapat bahwa “apabila

membaca buku itu diwajibkan untuk mengulang berkali-kali maka akan

terbentuklah kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca akhirnya akan

menimbulkan kegemaran membaca”.

2) Kebiasaan Sejak Kecil

Pada waktu anak belajar membaca, ia belajar mengenal kata demi

kata, mengejanya, dan membedakannya dengan kata-kata lain. Anak

harus membaca dengan bersuara, mengucapkan setiap kata secara penuh

agar diketahui apakah benar atau salah ia membaca. Selagi belajar anak

diajari membaca secara struktural, yaitu dari kiri ke kanan dan

mengamati tiap kata dengan seksama pada susunan yang ada. Oleh

karena itu, pada waktu membaca anak melakukan kebiasaan berikut:

a) Menggerakkan bibir untuk melafalkan kata yang dibaca.

b) Menggerakkan kepala dari kiri ke kanan.

c) Menggunakan jari atau benda lain untuk menunjuk kata demi

kata.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


30

Secara tidak disadari, cara membaca yang dilakukan waktu kecil itu

tetap diteruskan hingga dewasa.

3) Membentuk Kebiasaan membaca Efisien

Membentuk kebiasaan membaca yang efisien memakan waktu

yang relatif lama. Selain waktu, faktor keinginan dan kemauan serta

motivasi perlu ada. Tetapi keinginan dan kemauan harus diperkuat oleh

motivasi. Selain itu faktor lingkungan juga berperan. Jika lingkungan

tidak mendorong, dan bahkan menghambat, maka kebiasaan sukar, atau

bahkan tidak akan terbentuk.

Oleh karena itu, usaha-usaha pembentukan hendaklah dimulai

sedini mungkin dalam kehidupan, yaitu sejak masa anak-anak. Pada masa

anak-anak, usaha pembentukan dalam arti peletakkan pondasi minat yang

baik dapat dimulai sejak kira-kira umur dua tahun, yaitu sesudah anak

mulai dapat mempergunakan bahasa lisan (memahami yang dikatakan

dan berbicara).

4) Usaha-usaha Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca pada

Anak

Banyak usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

minat dan kebiasaan membaca pada anak. Namun usaha-usaha itu

memiliki sasaran yang berbeda. Bagi anak-anak yang belum dapat

membaca, bertujuan utama untuk menumbuhkan minat membaca, yang

sendirinya juga untuk mencapai kesiapan membaca. Akan tetapi, bagi

anak-anak yang sudah dapat membaca, usaha-usaha itu mempunyai

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


31

tujuan bukan hanya menumbuhkan, melainkan juga mengembangkan

minat dan kebiasaan membaca.

Adapun usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Pengaruh dan Peranan Orang tua

Komisi Plowden (1964) mengadakan survei nasional atas Sekolah-

sekolah Dasar menyimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi

kemajuan anak di sekolah adalah tingkat perhatian orang tua pada anak di

rumah.

Begitu pula Komisi Bullock (1975) menyimpulkan penelitiannya

bahwa peranan orang tua sangat menentukan dalam pendidikan anak,

terutama pada tingkat prasekolah dan SD, khususnya dalam membaca

dan perkembangan bahasa. Pengaruh dan peranan orang tua dapat

dilakukan dengan:

a) Mendorong perkembangan bahasa anak.

b) Menjadi teladan dalam membaca.

c) Membaca dan bercerita.

d) Bermain dengan bacaan dan tulisan.

e) Memanfaatkan sarana-sarana lingkungan

Mendorong perkembangan bahasa anak dapat dilakukan terutama

melalui percakapan-percakapan dengan anak. Cara mendorong

perkembangan bahasa anak yaitu melalui peniruan, penyempurnaan,

pengomentaran, dan responsi dorongan.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


32

Orang tua harus menjadi teladan bukan hanya dalam kehidupan

keluarga dan masyarakat umumnya, tetapi juga dalam membaca.

Bercerita kepada anak memainkan peranan penting bukan saja dalam

menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam

mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Bermain-main dengan bacaan

dan tulisan menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca dan menulis

dalam diri anak-anak.

Selain dari kegiatan-kegiatan di rumah dengan memanfaatkan

sarana-sarana yang ada, orang tua juga perlu memanfaatkan berbagai

sarana yang terdapat dalam lingkungan seperti toko buku, perpustakaan,

kantor pos, televisi (TV), plaza, dan toko swalayan, dan lain-lain.

2) Membaca Dini

Membaca dini ialah membaca yang diajarkan secara terprogram

(secara formal) kepada anak prasekolah. DP. Tampubolon

mengemukakan ada empat keuntungan mengajar anak membaca dini

dilihat dari segi proses belajar mengajar:

a) Belajar membaca dini memenuhi rasa ingin tahu anak.

b) Situasi akrab dan informal di rumah dan di kelompok bermain

(KB) atau taman kanak-kanak (TK) merupakan faktor yang

kondusif bagi anak untuk belajar.

c) Anak-anak yang berusia dini pada umumnya perasa dan mudah

terkesan, serta dapat diatur.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


33

d) Anak-anak yang berusia dini dapat mempelajari sesuatu dengan

mudah dan cepat.

e) Bertitik tolak dari pengertian bahwa membaca adalah kegiatan fisik

dan mental untuk menemukan makna dari tulisan, dan membaca

dini merupakan usaha mempersiapkan anak memasuki pendidikan

dasar.

Dari penjelasan di atas kiranya dapat dilihat bahwa pengajaran

membaca adalah bersifat individual. Program dan metode harus

disesuaikan dengan perkembangan setiap anak. Dengan demikian, pada

dasarnya orang tua atau guru KB atau TK dapat juga menyusun dan

mengembangkan program (bahan-bahan pelajaran) nya sendiri dan juga

metode mengajar sesuai dengan perkembangan anak atau anak-anak yang

bersangkutan.

2. Media Pembelajaran dalam Bentuk Buku Besar

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa dari kata medium Latin dan

merupakan bentuk jamak “Medium” yang secara harfiah berarti perantara

atau pengantar. Dengan demikian media merupakan wahana penyalur

informasi belajar atau penyalur pesan.

Bila media adalah sumber belajar, maka secara luas media dapat

diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang memungkinkan

anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


34

Dalam proses belajar mengajar kehadiran media mempunyai arti yang

cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang

disampaikan dapat dibantu degnan menghadirkan media sebagai perantara.

Namun perlu diingat, bahwa peranan media tidak akan terlihat bila

penggunaannya tidak sejalan dengan isi dari tujuan pengajaran yang telah

dirumuskan. Karena itu tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal

acuan untuk menggunakan media. Manakala diabaikan, maka media bukan

lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam

pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.

Media sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar adalah suatu

kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Karena memang gurulah yang

menghendakinya untuk membantu tugas guru dalam menyampaikan pesan-

pesan dari bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada anak didik.

Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang

bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat

bantu, tetapi di lain pihak ada ada bahan pelajaran yang sangat memerlukan

alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, grafik, gambar dan

sebagainya.

Media yang telah dikenal dewasa ini tidak hanya terdiri dari dua jenis,

tetapi sudah lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat dari jenisnya, daya

inputnya, dan dari bahan serta cara pembuatannya. Semua ini akan

dijelaskan pada pembahasan berikut.

Dilihat dari jenisnya, media dibagi ke dalam:

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


35

1) Media Auditif

Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan

suara saja, seperti radio, cassette recorder, piringan hitam. Media ini

tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam

pendengaran.

2) Media Visual

Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra

penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam

seperti film strip (film rangkai), slides (film bingkai) foto, gambar atau

lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar

atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.

3) Media Audiovisual

Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan

unsur gambar.

b. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan

pendidikan/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan implementasi

pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk

membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar

di kelas. Bahan yang dimaksud bisa tertulis ataupun tidak tertulis. ( National

Center for vocational Education Research Ltd/National Center for

Competency Based Training dalam Prastowo, 2007). Sedangkan pengertian

bahan ajar menurut Prastowo (2013: 17) seperangkat materi yang disusun

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


36

secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta

lingkungan atau suasana yang memungkinkan peserta didik untuk belajar.

Panen (2001) dalam Prastowo, (2013. 17) mengungkapkan bahwa bahan

ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara

sistematis, yang digunakan guru dan peserta didik dalam proses

pembelajaran.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

bahan ajar adalah segala bentuk baik cetak maupun non-cetak yang

digunakan oleh guru untuk membantu peserta didik sewaktu pembelajaran

berlangsung, dengan tujuan pembelajaran sesuai kurikulum.

1) Jenis Bahan Ajar

Menurut Prastowo (2013: 39-43) beberapa kriteria yang menjadi

acuan dalam membuat klasifikasi jenis bahan ajar tersebut adalah

berdasarkan bentuknya, cara kerjanya dan sifatnya.

2) Bahan Ajar Menurut Bentuknya

Pengembangan bahan ajar menurut bentuknya ada empat macam

yaitu :

a) Bahan cetak (Printed) adalah sejumlah bahan ajar yang disiapkan

dalam bentuk kertas, yang dapat berfungsi untuk keperluan

pembelajaran atau penyampaian informasi misalnya hand out,

buku, modul, diktat, poster, lembar kerja siswa, foto, gambar.

b) Bahan ajar dengar (audio) yaitu semua sistem yang menggunakan

sinyal radio secara langsung, yang dapat dimainkan atau

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


37

didengarkan oleh seseorang atau sekelompok orang, contoh kaset,

radio, piringan hitam, dan compak disk.

c) Bahan ajar pandang dengar (audiovisual), yakni segala sesuatu

yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan

gambar bergerak sekuensial. Contohnya, compect disk vidio, dan

film.

d) Bahan ajar interaktif (interaktive teaching materials) yakni,

kombinasi dua atau lebih media yang oleh penggunanya

dimanipulasi atau diberi perlakuan untuk mengendalikan suatu

perintah dan/atau perilaku alami dari suatu presentasi. Contohnya

compact disk interactive.

3) Bahan Ajar Menurut Cara Kerjanya

a) Bahan ajar yang tidak diproyeksikan, yakni bahan ajar yang tidak

memerlukan perangkat proyektor untuk memproyeksikan isi di

dalamnya, sehingga peserta didik bisa langsung menggunakan

(membaca, melihat, dan mengamati) bahan ajar tersebut.

Contohnya foto, diagram, disply, model dan sebagainya.

b) Bahan ajar yang diproyeksikan yaitu, bahan ajar yang memerlukan

proyektor agar bisa dimanfaatkan dan/atau dipelajari siswa

contohnya, slide, filmstip, overbead tranparancies, dan proyeksi

komputer.

c) Bahan ajar audio, yakni bahan ajar yang berupa sinyal audio yang

direkam dalam suatu media rekam. Untuk menggunakan, kita perlu

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


38

media rekam contoh tipe compo, CD pleyer, VCD pleyer dan lain-

lain.

d) Bahan ajar vidio, bahan ajar ini mirip dengan audio, hanya saja

bahan ajar ini dilengkapi dengan gambar. Dalam tampilannya

diperoleh gambar dan suara.

e) Bahan ajar (media) komputer, yakni berbagai jenis bahan ajar

noncetak yang membutuhkan komputer untuk menayangkan suatu

untuk belajar. Contohnya, komputer based multimedia.

4) Bahan Ajar Menurut Sifatnya

Bahan ajar ini dapat dibagi menjadi 4 macam, sebagaimana

disebutkan berikut ini.

a) Bahan ajar yang berbasiskan cetak, misalnya buku, pamflet,

panduan belajar peserta didik, bahan tutorial, buku kerja peserta

didik, peta, chart, foto bahan dari majalah serta koran dan lain

sebagainya.

b) Bahan ajar berbasis tekhnologi, misalnya siaran radio, slide film,

audio cassette, siaran televisi, video interaktif multmedia.

c) Bahan ajar yang digunakan untuk praktik atau proyek, misalnya

lembar obserfasi, lembar wawancara.

d) Bahan ajar yang digunakan untuk keperluan interaksi manusia

(terutama untuk keperluan pendidikan jarak jauh), misalnya

telepon, handphone.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


39

3. Bahan Ajar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia bahan ajar atau

sumber belajar memegang peran penting. Suryaman, (2013) mengatakan

bahwa bahan ajar atau materi ajar merupakan seperangkat materi pembelajaran

(teaching materials) yang secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari

kompetensi yang dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran bahasa

Indonesia. Bahan ajar atau sumber belajar yang berupa buku teks, buku

referensi, buku pengayaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan

dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia yang keberadaannya sangat

penting bagi peserta didik maupun guru. Salah satu tugas utama pendidik

adalah merencanakan pembelajaran. Di dalam tugas perencanaan pembelajaran

itu terdapat bagian berupa bahan ajar. Oleh karena itu, guru dituntut untuk

dapat menyiapkan dan membuat bahan ajar. Hal tersebut disebutkan dalam PP

Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 20 (dalam Suryaman:2013) dinyatakan bahwa

pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran. Hal itu dipertegas

melalui Pemendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses yang

berbunyi perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan pendidik untuk

mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu

komponen RPP adalah materi ajar. Guru hendaknya di dalam menyusun bahan

ajar secara runtut, logis, kontekstual dan mutakhir, artinya bahan ajar disusun

dari yang sederhana ke yang kompleks, mudah ke yang sulit, keluasaan dan

kedalamaan bahan ajar disesuaikan dengan potensi peserta didik. Bahan ajar

juga dirancang dengan menggunakan sumber yang bervariasi. Ketersediaanya

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


40

sumber belajar berupa media cetak seperti bahan ajar, lembar kerja peserta

didik, buku teks yang ideal, buku referensi, dan buku pengayaan serta buku-

buku penunjang yang lain perlu mendapat penanganaan yang serius dari

berbagai pihak.dengan menyusun bahan ajar buku besar untuk mata pelajaran

bahasa Indonesia berdasarkan kurikulum KTSP dan uji produk pada tim ahli

pengguna diharapkan, 1) bahan ajar dapat digunakan dan dipahami peserta

didik, 2) penggunaan bahan ajar dapat memberi hasil belajar sesuai yang

diharapkan, 3) dapat menjadi salah satu alternatif memenuhi kebutuhan guru

dan siswa terhadap kebutuhan pengembangan bahan ajar yang sesuai

kurikulum.

a. Pengertian Buku Besar

Secara harfiah big book dapat dipadankan dalam bahasa Indonesia

dengan buku besar. Makna harfiah ini mendekati makna dan fakta yang

sesungguhnya. Menurut hasil-hasil riset sebagaimana disadur oleh The

Minirstry Of Education’s Website (tersedia pada: http//www.edu.gov.on.co)

pengetahuan dan ketrampilan yang perlu dimiliki anak agar mereka dapat

membaca dengan lancar dan pemahaman bacaan yang baik di perlukan hal-

hal berikut.

1) Kemampuan bahasa lisan;

2) Pengalaman dan pengetahuian siap;

3) Konsep tentang lambang cetak;

4) Kesadaran fonemik;

5) Hubungan huruf dan bunyi;

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


41

6) Kosa kata;

7) Seamntik destruktur;

8) Metakognisi;

9) Ketrampilan berpikir tingkat tinggi.

Konsep-konsep yang dimaksud saling berkaitan, saling mendukung

antara satu dengan lainya. Untuk mendukung dan meletakan aspek tersebut,

diperlukan stimulus yang berfungsi ganda, selain sebagai bahan ajar juga

sekaligus berfungsi sebagai media ajar. Kedua fungsi tersebut tercermin

dalam buku besar. Gambar-gambar dan ilustrasi dalam big bookdapat

dijadikan stimulus untuk merangsang ketrampilan berbahasa lisan siswa.

Melalui kegiatan tanya jawab, guru dapat menggali dan mendorong

siswanya untuk mau berkomunikasi. Dengan demikian guru dapat

mengekplorasi dan mengelaborasi ketrampilan berbahasa lisan. Siswa

melalui rangsang-rangsang gambar dan ilustrasi yang terdapat dalam Big

Book. Bagi siswa pemula yang belum dapat melek huruf, kegiatan ini juga

dapat dijadikan untuk penanaman. Pemerolehan literasi awal yang berkaitan

dengan kesadaran akan adanya hubungan antara lambang-lambang cetak

dengan bunyi-bunyi bahasa bermakna. Ketika guru membacakan judul teks

pada halaman pertama melalui permodelan baca yang harus diikuti dan

ditirukan anak, secara tidak langsung guru tengah menyadarkan anak akan

adanya hubungan antara lambang cetak dengan pembunyiannya. Disamping

itu anak juga diperkenalkan dengan bentuk-bentuk lambang cetak yang

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


42

berbentuk huruf, kumpulan huruf yang membentuk kata dan kumpulan kata

yang membentuk kalimat.

Hal lain yang dapat kita petik dari buku besar adalah tersedianya

sarana untuk mengekplorasi pengetahuan tiap anak. Kekayaan skemata

siswa dapat digali melalui kegiatan tanya jawab yang dipandu guru. Hal ini

sesuai dengan teori skemata sebagaimana yang dianut oleh para penyokong

model membaca top down (model atas-bawah). Menurut teori skemata

,proses pembaca permulaan itu tidak saja bergantung pada informasi yang

dibaca dari teks, melainkan juga bergantung pada struktur mental (kognisi)

yang relevan yang telah dimiliki pembaca sebelumnya (Widdowson dalam

Grabe 1988-56) Struktur mental yang telah dimiliki pembaca sebelum dia

melakukan kegiatan membaca merupakan baik pengetahuan tentang

berbagai hal. Pengetahuan siap inilah yang akan dimanfaatkan pembaca

pada saat dia membaca untuk membantunya dalam memahami informasi

baru yang tersaji dalam teks.

Secara harfiah buku besar dapat dipadankan dalam bahasa Indonesia

dengan buku besar. Makna harfiah ini mendekati makna dan fakta yang

sesungguhnya. Buku ini memang berukuran besar. Bisa berukuran 45x60

cm atau 35x50 cm.

Buku besar dibuat dan dirancang dengan proyeksi kelas klasikal.

Idealnya jumlah siswa dalam satu kelas tidak melebihi 25 orang. Dengan

buku besar itu seluruh siswa dapat melihat buku itu dari jarak pandang

tempat duduknya di kelas itu. Jika jarak pandang menjadi kendala, guru

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


43

dapat mengatur dan menata kelas sesuai dengan keperluan intinya, buku

besar harus dapat dilihat oleh seluruh siswa dengan nyaman.

Buku besar pada umumnya dibuat sendiri oleh guru dengan tulisan

tangannya sendiri. Buku besar berisi teks sederhana yang dinyatakan dalam

kalima-kalimat sederhana dengan dukungan ilustrasi. Proporsi ilustrasi dan

lambang cetak, (kata-kata atau kalimat sederhana) lebih banyak

gambar/ilustrasinya dari pada lambang cetaknya. Buku besar terdiri atas 7

sampai dengan 8 halaman. Setiap halaman hanya mengandung satu kalimat

sederhana. Halaman pertama berisi judul. Misal : “Si Lucu Kucingku“ atau

“Bermain Bola“ atau judul lainya.Dalam beragam tema dan beragam cerita.

Halaman-halaman berikutnya berisi kalimat-kalimat sederhana yang secara

keseluruhan akan membangun teks yang utuh, kohesif dan koherensif.

Bentuk huruf (vokal, konsonan, diftong) mengikuti sistem tulisan

yang secara teknis mudah ditiru, sederhana, dan menjadi landasan bagi

bentuk-bentuk tulisan berikutnya. Misalnya, untuk fonem /a/ dikenal

bermacam-macam bentuk /A/ (Kapital), /a/ (huruf biasa /kecil dengan dua

tarikan dan /a/ (huruf biasa/kecil dengan satu tarikan). Huruf kapital

digunakan sebagaimana keharusanya menurut kaidah seperti huruf diawal

kalimat, nama orang, nama tempat dan lain-lain. Dari dua bentuk huruf kecil

dan /@/ dan /a/, untuk buku besar disarankan menggunakan bentuk kedua

/a/. Bentuk kedua lebih disarankan,karena secara praktis lebih sederhana,

hanya membutuhkan satu tarikan tangan dan bentuk itu akan membekali

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


44

anak untuk berkemampuan menulis rangkai. Misalnya ada, bola, mama dan

seterusnya.

b. Cara Pembuatan Buku Besar

1) Alat dan Bahan

a) Kertas karton (2 lembar);

b) Gunting, cutter, lem, spidol warna-warni;

c) Majalah bekas: majalah anak-anak/bobo;

d) Gambar-gambar edukatif yang full color yang berisi:

pemandangan, orang, binatang, tumbuhan, peristiwa dan lain-lain.

2) Cara Membuat Buku Besar

a) Potonglah kertas karton dengan ukuran 45 cm x 60 cm atau 35 cm

x 60 cm menjadi 8 lembar.

b) Tentukan tema yang akan diambil pada buku besar tersebut dan

berilah judul

c) Tempelilah kertas karton dengan gambar-gambar yang menarik,

berwarna-warni yang diambilkan dari majalah bekas dan gambar-

gambar edukatif yang telah tersedia.

d) Rangkailah gambar-gambar itu menjadi sebuah cerita yang menarik

sesuai tema yang diambil.

e) Buatlah satu atau dua kalimat dirangkai menjadi cerita yang padu

sesuai urutan gambar dan tema yang diambil

f) Jilidlah secara sederhana, kertas karton yang telah ditempeli

gambar-gambar dan kalimat-kalimat yang telah dibuat cerita, agar

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


45

menarik tempelkanlah jilidan dengan kertas warna warni, agar

siswa tertarik untuk membacanya.

g) Jadilah sebuah buku besar yang siap digunakan sebagai media

pembelajaran.

c. Buku Besar dalam Pembelajaran

Pada saat guru membuka halaman demi halaman bacaan dalam Buku

Besar secara tidak langsung si anak juga akan diajarkan akan cara membuka

buku. Cara membuka buku itu dilakukan itu juga penting,meskipun tidak

diajarkan secara ekplisit, melalui permodelan yang diperagakan guru dengan

sendirinya secara inkuiri mereka akan mengetahui cara-cara tersebut dengan

sendirinya. Di samping itu konvensi cara membaca tulisan latin juga akan

diperoleh anak dengan sendirinya. Melalui contoh ynag diperagakan guru

melalui permodelan, siswa akan menyadari jika konvensi membaca tulisan

latin itu dilakukan dari kiri ke kanan. Hal ini berbeda dengan konvensi

membaca tulisan bahasa Arab, Misalnya Bahasa Arab dibaca dengan

konvensi dari kanan ke kiri. Pengetahuan tentang inipun menjadi sesuatau

yang penting dalam pengalaman pertama anak sekolah dan pengalaman

anak dalam permodelan literasi awal.

Sebagaimana buku besar dapat mengembangkan kosa kata anak.

Pengembangan bahasa lisan anak yang digali melalui rangsang gambar dan

ilustrasi yang terdapat dalam Buku Besar akan seiring dan sejalan dengan

pengembangan kosa kata anak. Satu kata dalam buku besar bisa

berkembang menjadi banyak kosa kata pada anak, jika guru pandai

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


46

menggalinya. Kekayaan kosa kata merupakan salah satu modal dasar dalam

memahami bacaan. Kosa kata lisan mengacu pada kosa kata yang biasa

digunakan dalam berbicara atau yang biasa didengar. Kosa kata bacaan

mengacu pada kosa kata yang biasa digunakan dalam materi cetak.

Pengembangan kosa kata itu meliputi pula pengenalan kosa kata yang tidak

dikenali anak (Un familiar). Tentu saja ini merupakan tantangan bagi anak

untuk mengembangkan kosa kata siswa, terutama yang tidak dikenalinya,

guru harus memodelkanya melalui berbagai cerita variasi pemakaianya

dalam konteks kalimat. Pemakaian suatu kosakata bisa melalui pengenalan

sinonimnya, antonim, definisi, konteks kalimat dan lain-lain. Apalagi dalam

kurikulum 2013 kosakata adalah sangat penting, karena disetiap materi yang

ada tergabung dalam tema-tema selalu muncul kosakata dan selalu

bertambah, sehingga diperlukan keaktifan dari guru dan siswa untuk bs

memperkaya kosakata dalam bahasa Bahasa Indonesia agar pembelajaran

yang dilaksanakan sessuai dengan tujuan yang diharapkan.

Masih banyak yang bisa digali dari buku besar dalam sumbangsihnya

untuk pembelajaran literasi awal, baik untuk pemula di kelas rendah yang

belum melek huruf maupun untuk pembaca yang sudah melek huruf.

Meskipun demikian penggunaanya untuk bahan ajar dan media ajar dalam

pembelajaran literasi memerlukan kepiawaian guru, terutama yang berkaitan

dengan metode dan strategi pembelajaranya. Membaca cerita dengan

nyaring melalui Buku Besar adalah penyadaran aspek linguistik dan

presepsi visual.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


47

Salah satu yang dapat ditempuh dalam mengembangkan kesadaran

linguistik dalam kegiatan membaca adalah membaca cerita dalam buku

dengan nyaring. Melaui isi cerita di dalam buku besar anak-anak akan

tertarik mendengarkan cerita yang dibacakan, apalagi dengan melihat

bentuk buku yang besar dan berwarna warni akan menambah daya tarik

anak untuk mendengarkan cerita itu. Seorang guru membacakan cerita

dengan nyaring akan membantu anak mengembangkan kemampuan

berbahasanya. Banyak anak yang memiliki masalah dalam membacanya

karena tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam menginterprestasikan

bahasa lisan (Jennings, dkk.2006).

Membacakan cerita adalah pengalaman yang sangat penting yang

dapat kita atasi pengajar berikan kepada ana-anak. Pada dasarnya dengan

membacakan sebuah cerita yang menyenangkan, anak belajar

menyelaraskan perolehan bahasa untuk pemenuhan kesenanganya.

Adapun cerita yang akan disampaikan dalam pembuatan buku besar

memenuhi syarat-syarat, yaitu.

1) Isi cerita fiksi hendaknya kisah yang disukai anak-anak;

2) Alur cerita mudah diikuti oleh anak-anak;

3) Bahasa yang digunakan dalam teks mudah untuk dituturkan secara

lisan;

4) Terdapat kosakata baru yang diulang penyampaianya;

5) Bahasa yang digunakan kaya dengan diksi;

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


48

6) Cerita berisi nilai-nilai kebaikan (memuat kompetensi inti 1,2,3,dan

4);

7) Isi cerita membuat anak senang dan menikmatinya;

8) Waktu yang digunakan membaca tidak terlalu lama (Klein ML, 1991).

Membaca cerita baik dibacakan oleh guru dan dibaca sendiri oleh

siswa merupakan cara pembelajaran natural dan menyenangkan. Dengan

cerita anak-anak dapat mengembangkan imajinasinya dan tantasinya. Pada

saat guru menbacakan cerita kepada anak-anak akan terjadi suasana intim

dan interaksi yang baik secara alamiah. Pembelajaran membaca yang

natural akan membuat anak belajar meniru,mengadaptasi dan mengkreasi

dari amteri bacaan.

Dari wujudnya, Klain. ML (1991) menyarankan beberapa syarat

tekhnis buku besar yaitu sebagai berikut:

1) Buku tidak terlalu besar, anak dapat mudah memegang dan anak bisa

membalikan halaman dengan mudah;

2) Letak cetakan huruf dibedakan dari ilustrasi;

3) Tulisan/arahan diletakan pada bagian bawah ilustrasi;

4) Tulisan dengan ilustrasi harus memiliki keterkaitan yang erat;

5) Tulisan cukup besar untuk dilihat oleh anak yang berada di belakang

kelompoknya sekalipun;

6) Tulisan mengandung isi yang bernilai;

7) Perekat lembaran buku (binding) cukup kuat untuk menahan

kerekatan halaman walaupuin dibaca berulang ulang;

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


49

8) Perekat lembaran buku (binding) dapat membuat anak mudah

membaca berulang-ulang.

4. Sikap Sosial

Salah satu perubahan elemen di Kurikulum 2013 adalah Standar

Penilaian. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian AUTENTIK. Penilaian

yang bersifat nyata dan berkesinambungan. Penilaian yang bisa menilai dari

tiga aspek ; religi, sosial, pengetahuan, dan keterampilan. Ketika kita pelajari

ternyata Kurikulum 2013 membuat kebanyakan guru-guru kita kewalahaan

pada proses penilaianannya. Mudah-mudahan tulisan kami kali ini memberikan

solusi bagi kita semua.

Pada tulisan kali ini kita akan fokus keproses penilaian sikap sosial atau

sering disebut KI 2 pada kurikulum 2013. Banyak indikator sikap sosial yang

harus kita nilai agar siswa bisa memiliki sikap-sikap yang baik. Namun jika

kita kaji dan analisis di buku guru pada tiap tema, sub tema, dan pembelajaran

sudah dinampakkan indikator sikap apa yang harus dicapai di pada kelas dan

semester tertentu. Semisal Kelas 2, Jika kita analisis ternyata untuk sikap sosial

yang ditekankan pada semester satu adalah percaya diri, dan di semester dua

adalah sikap tangung jawab.

5. Kemampuan Daya Kritis

a. Pengertian Kemampuan Daya Kritis

Menurut Iskandar (2009: 86-87) Kemampaun berpikir merupakan

kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi pada

suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


50

(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul

(sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi,

komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan

tindakan.

Ennis (dalam Kuswana, 2013: 21) berpikir kritis pada dasarnya

tergantung pada dua disposisi, pertama perhatian untuk “bisa melakukan

dengan benar” sejauh mungkin dan kepedulian untuk menyajikan posisi

jujur dan kejelasan, dan kedua tergantung pada proses evaluasi (menerapkan

kriteria untuk menilai kemungkinan jawaban), baik secara proses implisit

maupun eksplisit.

Lebih lanjut Ennis (dalam Kuswana, 2013: 21) menyatakan bahwa

berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang berfokus pada memutuskan

apa yang harus dipercaya dan dilakukan.

Paul (dalam kuswana, 2013: 21) menyatakan bahwa tujuan berpikir

kritis adalah untuk mengembangkan perspektif peserta didik , dan

berpendapat bahwa dialog atau “pengalaman dialektis” penting sebagai

bahan dalam membantumengembangkan penilaian, tentang bagaimana dan

di mana keterampilan khusus terbaik dapat digunakan.

McPeck (dalam Kuswana, 2013: 21) mendefinisikan berpikir kritis

sebagai “ketepatan pnggunaan skeptis reflektif dari suatu masalah, yang

dipertimbangkan sebagai wilayah permasalahan sesuai dengan disiplin

materi. Smith (dalam Kuswana, 2013: 21) menyatakan bahawa berpikir

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


51

kritis terkait dnegan beberapa hal yang dipikirkan tentang isi dan materi

tertentu.

Sekolah harus mengajarkan cara berpikir yang benar pada anak-anak.

Berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi membidik baik berpikir kritis

maupun berpikir kreatif. Salah satu bentuk berpikir adalah berpikir kritis

(critical thinking). Dalam penelitian ini menekankan kemampuan dalam hal

berpikir kritis. Elaine Johnson (2002: 183) berpikir kritis merupakan sebuah

proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti

memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis

asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah.

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpendapat dengan cara

yang terorganisasi. Berpikir kritis merupakan kemampuan untuk

mengevaluasi secara sistematis bobot pendapat pribadi dan pendapat orang

lain. Selanjutnya berpikir kritis adalah kegiatan menganalisis ide atau

gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam,

memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang

lebih sempurna (Cece Wijaya, 1996: 72).

Cece Wijaya (1996) mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah

suatu kegiatan atau suatu proses menganalisis, menjelaskan,

mengembangkan atau menyeleksi ide, mencakup mengkategorisasikan,

membandingkan dan melawankan (contrasting), menguji argumentasi dan

asumsi, menyelesaikan dan mengevaluasi kesimpulan induksi dan deduksi,

menentukan prioritas dan membuat pilihan. Dede Rosyada (2004: 170),

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


52

kemampuan berpikir kritis tiada lain adalah kemampuan siswa dalam

menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif

dari berbagai informasi tersebut. Selanjutnya Alec Fisher (2009: 10)

mendefinisikan berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil

dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.

Sapriya (2011: 87) mengemukakan bahwa tujuan berpikir kritis ialah

untuk menguji suatu pendapat atau ide, termasuk dalam proses ini adalah

melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pada pendapat

yang diajukan. Tujuan berpikir kritis untuk menilai suatu pemikiran,

menafsir nilai bahkan mengevaluasi pelaksanaan atau praktik suatu

pemikiran dan nilai tersebut. Bahkan berpikir kritis meliputi aktivitas

mempertimbangkan berdasarkan pada pendapat yang diketahui. Menurut

Lipman dalam Elaine Johnson (2002: 144) menyatakan bahwa layaknya

pertimbangan-pertimbangan ini hendaknya didukung oleh kriteria yang

dapat dipertanggungjawabkan. Elaine Johnson (2002: 185) juga menyatakan

bahwa tujan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang

mendalam.

Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang

mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir

untuk menemukan pemahaman yang kita kehendaki. Sumadi Suryabrata

(2002: 55) proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga langkah,

yaitu:

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


53

1) Pembentukan pengertian yaitu menganalisis ciri-ciri dari sejumlah

objek yang sejenis, contohnya kita ambil manusia dari berbagai

bangsa lalu kita analisis ciri-cirinya. Salah satu contohnya adalah

menganalisis manusia dari Eropa, Indonesia, dan Cina. Tahap

selanjutnya yaitu membandingkan ciri-ciri tersebut untuk diketemukan

ciri-ciri mana yang sama dan yang tidak sama. Langkah berikutnya,

mengabstraksikan yaitu menyisihkan, membuang ciri-ciri yang tidak

hakiki dan menangkap ciri-ciri yang hakiki.

2) Pembentukan pendapat yaitu meletakkan hubungan antara dua buah

pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalan bentuk kalimat,

yang terdiri dari subyek dan predikat. Misalnya rumah itu baru, rumah

adalah subyek, dan baru adalah predikat. Pendapat itu sendiri

dibedakan tiga macam yaitu pendapat positif, negatif, dan

kebarangkalian.

3) Pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan yaitu hasil

perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan

pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu

keputusan induktif, keputusan deduktif, dan keputusan analogis.

Misalkan contoh dari keputusan deduktif ditarik dari hal yang umum

ke hal yang khusus, semua logam kalau dipanaskan memuai, tembaga

adalah logam. Jadi (kesimpulan), tembaga kalau dipanaskan memuai.

Menurut Iskandar (2009: 86-87) Kemampaun berpikir merupakan

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


54

kegiatan penalaran yang reflektif, kritis, dan kreatif, yang berorientasi

pada suatu proses intelektual yang melibatkan pembentukan konsep

(conceptualizing), aplikasi, analisis, menilai informasi yang terkumpul

(sintesis) atau dihasilkan melalui pengamatan, pengalaman, refleksi,

komunikasi sebagai landasan kepada suatu keyakinan (kepercayaan) dan

tindakan. Berpikir adalah satu keaktifan pribadi manusia yang

mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan. Kita berpikir

untuk menemukan pemahaman yang kita kehendaki.

B. Penelitian Yang Relevan

1. Pengaruh Penggunaan Media Buku Besar Terhadap Kemampuan membaca

Permulaan Pada Kelompok B3kekhawatiran sebagai orang tua dan para

guru TK, karenamereka takut jika anak didiknya ditempatkan

dalamkelompok yang belum pandai membaca dan menulis.Kenyataan ini

mengakibatkan tumbuhnya kecenderungan baru yaitu mengajarkan baca-

tulis di TK sebagai persiapan memasuki kelas satu sekolah dasar.

2. Penelitian yang relevan dilakukan oleh Hastuti (2014) tentang “Pengaruh

Media big book Terhadap Kemampuan Membaca permulaan pada siswa

sekolah dasar kelas III SD N I Galuh Kecamatan Bojongsari. Peneletian

tersebut menunjukkan hasil adanya peningkatan minat membaca pada siswa

kelas III SDN I Galuh setelah mengikuti pembelajaran membaca dengan

media buku besar adanya hasil t hitung yang signifikan pada kemampuan

membaca permulaan.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


55

3. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh tahun 2013 tentang “Efektifitas

Media teks cerita Dibandingkan Media buku besar Dalam Meningkatkan

Kemampuan Memabaca permulaan Pada Siswa Kelas III Kesugihan

Kabupaten Cilacap juga memberikan dampak yang signifikan artinya media

buku besar dapat meningkatkan membaca permulaan pada siswa kelas II

SD N II Kesugihan Kabupaten Cilacap.

4. Hasil penelitian Sulasmiati pada siswa kelas IIMIM N Purwokerto Selatan

tahun 2012, menyimpulkan media big book memberikan kesempatan

kepada siswa untuk membaca dengan menggunakan media yang

menarikdengan gambar warna warni. Di samping itu siswa juga menyukai

pembelajaran membaca, lebih kreatif, aktif dan senang, serta berani untuk

mengemukakan pendapat atau bertanya. Dengan demikian pembelajaran

membaca dengan menggunakan media buku besar cerita dapat

meningkatkan kemampuan membaca, ini terlihat dari persentase ketuntasan.

C. Kerangka Berpikir

Motivasi membaca peserta didik di SD pada umumnya masih rendah, hal

tersebut memengaruhi hasil belajar peserta didik. Bahan ajar yang digunakan guru

kebanyakan merupakan terbitan ataupun edaran dari pemerintah. Tentu saja bahan

ajar haruslah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, untuk itu dalam

penelitian ini penulis hendak mengembangkan bahan ajar untuk memotivasi siswa

gemar membaca dikemas lain dengan bahan ajar yang di buat oleh guru.

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


56

Kerangka pikir dalam penelitian ini berawal dari observasi lapangan.

Berdasarkan observasi tersebut, terkumpul beberapa informasi yakni, (1)

berdasarkan identifikasi kebutuhan guru dan siswa tentang bahan ajar, bahwa

bahan ajar yang ada masih kurang memadai sehingga hanya mengena sedikit

materi saja. (2) kurang tersedianya buku referensi di perpustakaan, (3)

kemampuan finansial siswa rendah. Sehingga dalam kondisi seperti itu peneliti

mengharapkan buku bahan ajar baru dapat membantu tercapainya kompetensi

sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir di atas, maka dirumuskan

hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:

1. Ho : Kebiasaan Membaca Cerita dengan Media Buku Besar tidak

berpengaruh terhadap sikap sosial siswa kelas V SD N I

Bakulan Kecamatan Kemangkon

Hi : Kebiasaan Membaca Cerita dengan Media Buku Besar

berpengaruh terhadap sikap sosial siswa kelas V SD N I

Bakulan Kecamatan Kemangkon

2. Ho : Kebiasaan Membaca Cerita dengan Media Buku Besar tidak

berpengaruh terhadap daya kritis siswa kelas V SD N I

Bakulan Kecamatan Kemangkon

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017


57

3. Hi : Kebiasaan Membaca Cerita dengan Media Buku Besar

berpengaruh terhadap daya kritis siswa kelas V SD N I

Bakulan Kecamatan Kemangkon

Pengaruh Kebiasaan Membaca..., Pariem, Program Pascasarjana UMP, 2017

Anda mungkin juga menyukai