Anda di halaman 1dari 58

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sejak pertengahan Maret 2020 seluruh siswa dan mahasiswa belajar dari

rumah secara daring. Hal itu dilakukan untuk mengurangi dampak penyebaran

pandemic covid-19. Hingga saat ini, proses pembelajaran dari rumah secara

daring terus dilakukan sambil menunggu pemberian vaksin virus Covid-19 secara

merata.

Dengan melakukan proses pembelajaran di rumah selama hampir 12

bulan, berdasarkan hasil wawanara dengan menggunakan videocall dengan guru

BK di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya (1/9/2020)

para siswa mengalami kejenuhan, karena mayoritas guru hanya menggunakan

metode penugasan dan siswa mengerjakan tugas secara mandiri di rumah.

Rutinitas seperti itu, akan sangat membosankan, sehingga berdasarkah hasil

diskusi dengan guru Bimbingan dan Konseling perlunya memberikan layanan

menggunakan model layanan bimbingan kelompok dengan behavioral contract.

Hal itu tidak lain diharapkan untuk mengurangi kejenuhan dan meningkatkan

motivasi belajar rumah saat pandemic covid-19. Proses pemberian layanan

bimbingan kelompok dengan behavior contract tersebut akan dilaksanakan

bersama dengan peneliti yang akan disampaikan dengan menggunakan aplikasi

zoom meeting.

Model layanan bimbingan kelompok dengan behavioral contract

merupakan salah satu model konseling inovatif, di mana ada persetujuan antara
2

dua orang atau lebih antara (konselor dan klien) untuk mengubah perilaku tertentu

pada klien. Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan diterima oleh ke

dua belah pihak untuk mengurangi tingkat kebosanan tersebut (Sofa, 2017).

Behavioral contract merupakan teknik membantu peserta didik dalam

melatih diri untuk lebih teratur dalam menjalankan kewajiban belajar, mengatur

waktu luang untuk bermain, meningkatkan motivasi belajar dan mengelola waktu

agar siswa lebih termotivasi dan lebih giat dalam belajar (Busmayari & Havilla,

2018).

Teknik Behavioral Contract yang diberikan kepada subjek dapat

memberikan pengaruh bagi perubahan perilaku pada subjek yaitu dapat

meningkatkan motivasi belajar baik di rumah maupun di sekolah (Busmayari &

Havilla,2018).

Insoo Kim Berg, et.al (1980) yang berasumsi bahwa manusia itu pada

dasarnya sehat, mampu (kompeten), memiliki kapasitas untuk membangun,

merancang, atau mengkonstruksikan yang bisa menghilangkan rasa bosan dan

dapat meningkatkan kehidupan mereka, sehingga individu tersebut tidak perlu

berkutat pada rutinitas yang membosankan (Alesha, 2018).

Dalam setting sekolah, layanan konseling kelompok merupakan proses

komunikasi dengan dinamika kelompok sebagai bantuan yang sangat penting

dalam menanggulangi masalah kebosanan belajar secara daring. Menurut

Wibowo, (2005: 33) “konseling kelompok adalah hubungan antar pribadi yang

menekankan pada proses berfikir secara sadar, perasaan-perasaan dan perilaku

anggota untuk meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan

individu yang sehat”. Dengan adanya permasalahan tersebut, guru BK mempunyai


3

tanggung jawab besar terhadap peserta didik.

Hajar (2016) berpendapat bahwa konselor dalam konseling memiliki peran

penting untuk mengurangi stress individu, kecemasan, kejenuhan, serta mengatasi

ketakutan kegagalan, dan harapan kesuksesan.

Dalam memberikan layanan konseling kelompok dengan teknik behavior

contract, konselor atau pemimpin kelompok membahas tentang perilaku

kebosanan belajar yang dilakukan oleh anggota kelompok secara tuntas.

Selanjutnya konselor dapat memberikan format behavior contract kepada siswa

atau anggota kelompok dan mengadakan kesepakatan antara konselor dan

konseli yang bertujuan untuk mengubah perilaku konseli. Apabila konseli

mampu mengubah perilakunya menjadi lebih baik, yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa menjadi meningkat, maka konseli akan menerima reward

dari pihak yang telah disebutkan konseli dalam behavior contract yang telah

disepakati oleh dua orang atau lebih (konselor dan konseli). Reward yang dapat

diberikan kepada konseli misalnya hadiah nilai, paket data, pulsa, dan lain-lain

(Malichah, 2016).

Berdasarkan hasil kesepakatan dengan guru BK di Madrasah Tsanawiyah

(MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya, untuk mengurangi rasa bosan dan untuk

meningkatkan motivasi belajar, proses bimbingan kelompok akan dilakukan

dengan teknik behavioral contract secara online dengan bantuan aplikasi zoom

meeting yang diikuti oleh seluruh siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2

Kota Palangka Raya. Nantinya, dalam proses Penerapan Layanan Bimbingan

Kelompok dengan Teknik Behavior Contract diberikan dengan aplikasi zoom,

seluruh siswa dapat melakukan praktik membuat berbagai strategi belajar dan
4

jadwal belajar yang disetujui oleh dua belah pihak untuk ditepati dan dilaksanakan

dengan sebaik-baiknya.

Kegiatan layanan konseling kelompok menggunakan teknik Behavioral

Contract dengan bantuan guru BK sebagai kolaborator dapat meningkatkan

disiplin siswa yaitu siswa menjadi lebih menaati peraturan, siswa lebih rajin

dalam mengerjakan tugas-tugas, siswa lebih tepat waktu dalam mengumpulkan

tugas, siswa tidak pernah lagi terlihat bermalas-malasan, siswa terlihat lebih sopan

dalam berpakaian, dan lain- lain (Fandini & Sultani, 2018).

Teknik behaviour contract dapat memotivasi siswa dalam menyelesaikan

PR dengan cukup baik. Hasil dari proses konseling tersebut dapat menghasilkan

berubahan perilaku yang cukup baik, dari perilaku siswa yang kurang baik

menjadi lebih baik (Chalimi, 2017).

Behavioral contract dapat digunakan untuk mengajarkan perilaku baru,

mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, atau meningkatkan perilaku yang

diharapkan (Erford, 2017). Dalam hal ini konseling kelompok dengan teknik

behavioral contract dipandang tepat untuk mengurangi tingkat kebosanan siswa

saat belajar di rumah apalagi di musin pandemic Covid-19.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Tutiona, Munir, & Ratu,

(2016) menyatakan bahwa treatment menggunakan teknik behavioral contract

dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Selain itu, diperkuat lagi

dengan hasil penelitian Dewi & Setiawati (2016) yang memaparkan bahwa

teknik behavioral contract efektif dalam mengurangi perilaku malas belajar

peserta didik. Dengan teknik tersebut peserta didik menjadi aktif belajar dan

selalu tepat waktu dalam mengumpulkan tugas.


5

Hasil penelitian Nalman, Sutardi, Sulusyawati (2018) menyimpulkan

bahwa pelaksanaan layanan konseling kelompok dengan teknik behavioral

contract sangat efektif digunakan untuk mengurangi kebiasaan membolos

sekolah pada siswa kelas XI SMA Negeri 8 Kota Bengkulu.

Hasil penelitian Dewi (2018) juga menyimpulkan bahwa penerapan

konseling kelompok dengan teknik behavioral contract dapat menurunkan

perilaku negatif siswa di SMK Kawung 2 Surabaya, sehingga. konselor atau guru

BK di sekolah dapat menggunakan behavioral contrat sebagai alternatif dalam

membantu siswa yang memiliki masalah khususnya pada siswa yang sering

berperilaku kurang baik.

Hasil penelitian Sofa (2017) menyimpulkan bahwa, penerapan layanan

bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract dapat digunakan untuk

mengurangi perilaku negatif siswa yang kurang perhatian dari orangtua di MA

NU AL-Hidayah Gebog Kudus, sehingga guru pembimbing diharapkan untuk

menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling khususnya layanan

bimbingan kelompok dengan teknik behavioral contract sehingga siswa dapat

mengobtimalkan diri baik dalam bidang pribadi, karir, sosial maupun belajar.

Hasil penelitian Busmayaril & Havilla (2018) menyimpulkan bahwa

teknik behavioral contract berpengaruh lebih baik terhadap perilaku negatif

peserta didik kelas XI di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung. Dengan

teknik behavioral contract, siswa menjadi senang dan giat dalam belajar,

sehingga prestasi mereka bisa meningkat.

Hasil penelitian Damayanti (2013) menyimpulkan bahwa, behavioral

contract dapat digunakan untuk mengajarakan perilaku baru, mengurangi


6

perilaku yang diinginkan atau meningkatkan perilaku yang diharapkan. Dengan

demikian teknik behavioral contract di pandang tepat dalam mengurangi

perilaku yang kurang baik.

Hasil penelitian Malichah (2016) mengemukakan bahwa konseling

kelompok dengan teknik behavioral contract berpengaruh positif terhadap

pengurangan perilaku negatif siswa kelas XII di SMK Negeri 4 Semarang tahun

ajaran 2016/2017 sehingga guru BK diharapkan dapat memanfaatkan layanan

konseling kelompok dengan teknik behavioral contract dalam menangani

masalah siswa. Guru-guru yang mengajar siswa di kelas, hendaknya menciptakan

lingkungan kelas yang kondusif dan nyaman untuk siswa sehingga motivasi

siswa dalam belajar dapat meningkat.

Hasil penelitian Mahmudah (2013) menyimpulkan bahwa layanan

konseling dengan model behavioral contract dapat meningkatkan efektivitas

belajar dan dapat mengurangi perilaku siswa yang kurang baik. Dengan

menggunakan layanan konseling dengan teknik behavioral contract dapat

mengurangi perilaku kurang baik siswa SMP Kesatrian I Semarang.

Selama ini, berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya, proses pemberian layanan

bimbingan dan konseling lebih banyak bersifat satu arah, di mana guru

memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas. Hal itu tentu selain

menyebabkan siswa merasa bosan, juga tidak ada partisipasi aktif dari siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran. Siswa merasa belajar secara mandiri,

karena kehadiran guru sangat minim. Tidak ada umpan balik secara nyata selama

proses pemberian layanan bimbingan dan konseling. Semangat belajar siswa


7

menjadi menurun. Tingkat kompetensi dan penguasaan siswa terhadap

kurikulum menjadi rendah. Peluang terjadinya copy paste antar siswa dalam

mengerjakan tugas sangat besar terjadi.

Menurut guru BK di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota

Palangka Raya, saat ini banyak sekali siswa ‘rebahan’ untuk menggambarkan

siswa yang belajar sambal rebahan di rumah. Mereka mengikuti pembelajaran dari

guru mereka dengan cara berbaring di atas tempat tidur atau di karpet lantai depan

televisi. Mereka menggunakan baju seadanya untuk mengikuti proses

pembelajaran Daring (dalam jaringan). Seandainya mereka menggunakan zoom

meeting pun hanya menggunakan baju sekolah, sementara bagian bawah hanya

menggunakan celana kolor atau sarung. Mereka mengikuti proses pembelajaran

tanpa persiapan, sehingga ketika ditanya, mayoritas siswa hanya ‘heboh’ mencari

jawaban di internet.

Jika masalah tersebut dibiarkan begitu saja, dampak buruk akan semakin

bertambah baik yang berhubungan dengan proses belajar siswa maupun aspek

lainnya seperti kesulitan menerima pelajaran, bahkan dapat menyebabkan siswa

tidak naik kelas (Malichah, 2016).

Saat ini, menurut guru BK Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota

Palangka Raya perlu ada konselor yang berperan sebagai fasilitator atau

penghubung bagi konseli untuk menemukan cara untuk meningkatkan motivasi

dalam menghadapi berbagai kendala menurunnya semangat untuk berprestasi

dalam pendidikan dalam bentuk konseling kelompok dengan teknik behavioural

contract.
8

Berdasarkan fenomena yang terjadi tersebut, maka peneliti ingin meneliti

tentang pengaruh layanan konseling kelompok dengan teknik behavior contract

terhadap peningkatan motivasi belajar siswa saat belajar daring dari rumah,

dengan judul LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK

BEHAVIORAL CONTRACT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI

BELAJAR DI RUMAH SAAT PANDEMI COVID 12 DENGAN

MENGGUNAKAN ZOOM PADA SISWA DI MADRASAH TSANAWIYAH

NEGERI 2 KOTA PALANGKA RAYA.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan penelitian ini

dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1. proses pemberian layanan bimbingan dan konseling lebih banyak bersifat

satu arah, di mana guru memberikan tugas dan siswa mengerjakan tugas.

2. siswa merasa bosan dengan metode pembelajaran daring yang hanya

bersifat satu arah,

3. tidak ada partisipasi aktif dari siswa dalam mengikuti proses pembelajaran.

4. Siswa merasa belajar secara mandiri, karena kehadiran guru sangat minim.

5. Tidak ada umpan balik secara nyata selama proses pemberian layanan

bimbingan dan konseling.

6. Semangat belajar siswa menjadi menurun.

7. Tingkat kompetensi dan penguasaan siswa terhadap kurikulum menjadi

rendah.

8. Peluang terjadinya copy paste antar siswa dalam mengerjakan tugas sangat

besar terjadi.
9

1.3. Pembatasan masalah

Untuk meningkatkan kedalaman penelitian, maka permasalahan penelitian

ini dibatasi pada pemberian layanan bimbingan dan konseling dengan teknik

bahavioral contract dengan menggunakan aplikasi zoom meeting dalam rangka

meningkatkan motivasi belajar siswa selama belajar di rumah khususnya pada saat

pandemic covid-19.

1.4. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah, makan

permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimanakah proses pelaksanaan layanan konseling kelompok dengan

teknik bahavioral contract dengan menggunakan zoom meeting pada

siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya?

2. Bagaimanakan profil tingkat motivasi belajar siswa selama mengikuti

pembelajaran secara daring dengan menggunakan aplikasi zoom meeting

pada siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya?

3. Bagaimanakah pengaruh konseling kelompok dengan teknik bahavioral

contract dengan menggunakan zoom meeting terhadap motivasi belajar

siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya?

1.5. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Proses pelaksanaan layanan konseling kelompok dengan teknik bahavioral

contract dengan menggunakan zoom meeting pada siswa Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.


10

2. Tingkat motivasi belajar siswa selama mengikuti pembelajaran secara

daring dengan menggunakan aplikasi zoom meeting pada siswa Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.

3. Pengaruh konseling kelompok dengan teknik bahavioral contract dengan

menggunakan zoom meeting terhadap tingkat motivasi belajar siswa

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.

1.6. Manfaat penelitian

Manfaatpenelitian ini meliputi manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Pertama, manfaat teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkayan

khasanah ilmu pengetahuan di bidang Bimbingan dan Konseling khususnya pada

metode pemberian konseling kelompok dengan teknik bahavioral contract dengan

menggunakan aplikasi zoom meeting dalam rangka meningkatkan motivasi belajar

siswa selama belajar daring sebagai dampak pandemic covid-19.

Kedua, manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi

sekolah dalam memberikan layanan konseling kelompok dengan teknik

bahavioral contract dengan menggunakan aplikasi zoom meeting dengan harapan

dapat meningkatkan motivasi siswa selama belajar di rumah akibat pandemic

covid-19.

Bagi guru bimbingan dan konseling, hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan tentang metode pemberikan layanan bimbingan dan

konseling kelompok dengan teknik bahavioral contract dengan menggunakan

aplikasi zoom meeting.

Bagi, mahasiswa diharapkan memberikan pengalaman akademik tentang

penelitian di bidang bimbingan dan konseling dengan menggunakan metode


11

penelitian yang ketat dalam rangka mendapat kebenaran ilmiah berbasis data

empiris di lapangan.

Bagi FKIP universitas Palangka Raya, diharapkan dapat memberikan

manfaat dalam memberikan layanan kepada guru BK di sekolah yang mengalami

kesulitan dalam memberikan layanan kepada siswa dengan teknik bahavioral

contract menggunakan aplikasi zoom meeting dalam rangka meningkatkan

motivasi siswa siswa selama mengikuti pendidikan daring aibat pandemic covid-

19.

1.7. Batasan Istilah

Batasan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Konseling kelompok adalah konseling yang diselenggarakan dalam

kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi melalui

interaksi sosial yang dinamis di antara anggota yang bersifat pencegahan

dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam

perkembangan dan pertumbuhan untuk membahas masalah yang dialami

setiap anggota kelompok sehingga ditemukan arah dan cara pemecahan

yang paling tepat dan memuaskan.

b. Teknik bahavioral contract adalah kesepatan dua orang orang atau lebih

untuk mengubah perilaku konseli dan klien dari perilaku malas belajar

menjadi bersemangat belajar sesuai dengan kesepakatan.

c. Motivasi Belajar adalah tingkat semangat belajar siswa, karena guru

mampu menggunakan metode pembelajaran yang inovatif berbasis

teknologi informasi, bukan metode satu arah


12

d. Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya adalah salah

satu MTs Negeri di Kota Palangka Raya yang menyelenggarakan proses

pembelajaran daring karena adanya pandemic covid-19.


13

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1. Model Konseling Kelompok

2.1.1.1 Pengertian Konseling Kelompok

Konseling adalah suatu proses sejumlah (fenomena yang

menunjukkan suatu perubahan terus-menerus sepanjang waktu) konseling

bukanlah suatu kejadian tunggal melainkan melibatkan tindakan-tindakan

beruntun dan berlangsung maju berkelanjutan ke arah satu tujuan.

Sedangkan behavior adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku

manusia (Mahmudah, 2013).

Prayitno (dalam Larasari, 2015:43) menjelaskan bahwa pelayanan

konseling kelompok yaitu layanan Bimbingan dan Konseling yang

memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan

dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika

kelompok.

Nurihsan (dalam Kurnanto, 2013:7) menyatakan bahwa konseling

kelompok adalah suatu bantuan kepada individu dalam situasi kelompok

yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada

pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhan.

Selanjutnya Sukardi & Kusmawati (2008:79) mengemukakan bahwa

konseling kelompok merupakan konseling yang diselenggarakan dalam


14

kelompok, dengan memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi di

dalam kelompok itu.

Prayitno (1995:9) mengemukakan bahwa konseling kelompok

adalah proses kegiatan dalam kelompok melalui interaksi sosial yang

dinamis diantra anggota untuk membahas masalah yang dialami setiap

anggota kelompok sehingga ditemukan arah dan cara pemecahan yang

paling tepat dan memuaskan.

Layanan konseling kelompok merupakan proses komunikasi dengan

dinamika kelompok sebagai bantuan yang sangat penting dalam

menanggulangi masalah siswa. Menurut Wibowo, (2005: 33) “konseling

kelompok adalah hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses

berfikir secara sadar, perasaan-perasaan dan perilaku anggota untuk

meningkatkan kesadaran akan pertumbuhan dan perkembangan individu

yang sehat”.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan

kelompok adalah konseling yang diselenggarakan dalam kelompok, dengan

memanfaatkan dinamika kelompok yang terjadi melalui interaksi sosial

yang dinamis di antara anggota yang bersifat pencegahan dan

penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam

perkembangan dan pertumbuhan untuk membahas masalah yang dialami

setiap anggota kelompok sehingga ditemukan arah dan cara pemecahan

yang paling tepat dan memuaskan.

2.1.1.2 Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan layanan konseling kelompok pada dasarnya dibedakan menjadi


15

dua, yaitu tujuan teoritis dan tujuan operasional. Tujuan teoritis berkaitan

dengan tujuan yang secara umum dicapai melalui proses konseling, yaitu

pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang

dialami oleh masing-masing anggota kelompok agar masalah terselesaikan

dengan cepat. Melalui bantuan anggota kelompok yang lain (fungsi

pemahaman, fungsi pengembangan, fungsi pencegahan dan fungsi

pemecahan masalah). Tujuan operasionalnya, disesuaikan dengan harapan

konseli dan masalah yang dihadapi konseli (Latipun, 2010: 120).

Layanan konseling kelompok diberikan untuk mengurangi

kebosanan siswa saat belajar di ruman. Dengan menggunakan teknik

behavioral contract (kontrak perilaku). Konseling kelompok bertujuan

membantu individu untuk berkembang sesuai dengan perkembangannya

dan masalah yang dihadapi dapat terentaskan. Melalui konseling

kelompok diharapkan mampu mengembangkan kemampuan hidup

bermasyarakat dan mengenalkan berbagai norma sosial (Malichah, 2016).

Layanan konseling kelompok memiliki tujuan utama sebagai

sarana dalam membantu pengembangan dan optimalisasi dari potensi.

Potensi yang ada dalam individu berkaitan dengan bidang sosial dan

belajar. Sedangkan secara khusus konseling kelompok memiliki tujuan

mengentaskan permasalahan kelompok yang dirasakan mengganggu

kehidupan efektif sehari-hari (Malichah, 2016).

Menurut Wibowo (2005: 20) tujuan yang ingin dicapai dalam

konseling kelompok, yaitu pengembangan pribadi, pembahasan dan

pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota


16

kelompok, agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan

cepat melalui bantuan anggota kelompok yang lain.

Menurut Mahler, Dinkmayer, & Munro sebagaimana yang dikutip

Wibowo (2005: 20), tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok,

yaitu (1) pemahaman tentang diri sendiri yang mendorong penerimaan diri

dan perasaan diri berharga, (2) hubungan sosial, khususnya hubungan

antarpribadi serta menjadi efektif untuk situasi-situasi sosial, (3)

pengambilan keputusan dan pengarahan diri, (4) sensitivitas terhadap

kebutuhan orang lain dan empati, dan (5) perumusan komitmen dan upaya

mewujudkannya.

Layanan konseling kelompok memiliki tujuan umum sebagai

sarana dalam membantu pengembangan dan optimalisasi dari potensi.

Potensi yang ada dalam individu berkaitan dengan bidang sosial dan

belajar. Sedangkan secara khusus konseling kelompok memiliki tujuan

mengentaskan permasalahan kelompok yang dirasakan mengganggu

kehidupan efektif sehari-hari. Dengan memanfaatkan layanan konseling

kelompok, maka siswa dapat mengupayakan penyelesaian masalahnya

yang berkaitan dengan pengurangan perilaku siswa yang kurang baik.

Sementara Corey (2012: 4) menjelaskan bahwa, tujuan konseling

kelompok adalah sebagai langkah pencegahan sekaligus pengentasan

masalah anggota kelompok baik dalam bidang belajar/pendidikan, karir,

pribadi, maupun sosial.

Muslichah (2016) konseling kelompok adalah bentuk khusus layanan

konseling dalam membantu konseli mengatasi masalah yang berhubungan


17

dengan kehidupan sehari-hari, yang menekankan pada perasaan, berfikir,

kesadaran dan perkembangan individu yang sehat dalam format kelompok

yang di dalamnya terdapat interaksi dan dinamika kelompok dengan tujuan

untuk menyelesaikan masalah yang sedang dibahas dalam kelompok.

Layanan konseling kelompok dalam penelitian ini dimaksudkan agar

sekelompok siswa melalui dinamika kelompok yang terbentuk

mendapatkan informasi dan manfaat dari partisipasinya dalam konseling

kelompok. Sehingga dengan interaksi yang intensif dari anggota kelompok

dan pemimpin kelompok dalam melakukan sharing (pengalaman) sehingga

akan mendorong siswa dalam memecahkan masalah yang berhubungan

dengan kehidupan sehari-hari.

Konseling kelompok bertujuan membantu individu untuk berkembang

sesuai dengan perkembangannya dan masalah yang dihadapi dapat

terentaskan. Melalui konseling kelompok diharapkan mampu

mengembangkan kemampuan hidup bermasyarakat dan mengenalkan

berbagai norma sosial.

Muslichah, (2016) mengatakan bahwa dalam layanan konseling

kelompok memiliki tujuan utama sebagai sarana dalam upaya membantu

pengembangan dan optimalisasi dari potensi yang ada dalam individu yang

utamanya berkaitan dengan pengembangan diri bidang sosial dan belajar

melalui pembahasan masalah pribadi yang sedang dialami dan dirasakan

mengganggu kehidupan efektif sehari-harinya. Secara khusus konseling

kelompok memiliki tujuan membantu individu untuk berani dalam

berkomunikasi, berbicara, mengemukakan pendapat atau ide-ide, saran


18

dan tanggapan di depan orang banyak, berlatih mengembangkan sikap

positif, seperti bertenggang rasa, empati, kepekaan, kemampuan

menghayati perasaan orang lain dan mengentaskan permasalahan yang

ada dalam kelompok.

2.1.1.3 Komponen Konseling Kelompok

Komponen-komponen yang ada dalam konseling adalah sebagai

berikut.

1) Pimpinan layanan konseling kelompok. Pemimpin kelompak merupakan

komponen yang penting dalam kegiatan konseling kelompok. Dalam hal

ini pemimpin bukan saja mengarahkan perilaku anggota sesuai dengan

kebutuhan melainkan juga harus tanggap terhadap segala perubahan yang

berkembang dalam kelompok tersebut. Dalam hal ini menyangkut adanya

peranan pemimpin konseling kelompok, serta fungsi pemimpin

kelompok. Menurut Wibowo (2005: 105-107) tugas dari pemimpin

kelompok adalah : a) Membuat dan mempertahankan kelompok.

Pemimpin mempunyai tugas untuk membentuk dan mempertahankan

kelompok. Melalui wawancara awal dengan calon anggota dan melalui

seleksi yang baik, pemimpin kelompok membentuk konseling, b)

membentuk budaya. Setelah kelompok terbentuk, pemimpin kelompok

mengupayakan agar kelompok menjadi sistem sosial yang terapeutik

kemudian dicoba menumbuhkan norma- norma yang dipakai sebagai

pedoman interaksi kelompok, c) membentuk norma-norma. Norma-

norma di dalam kelompok dibentuk berdasarkan harapan anggota

kelompok terhadap kelompok dan pengaruh langsung maupun tidak


19

langsung dari pemimpin dan anggota yang lebih pengaruh.

2). Anggota layanan konseling kelompok. Keanggotaan merupakan unsur

pokok dalam proses kehidupan konseling kelompok, dapat dikatakan

bahwa tidak ada anggota yang tidak mungkin ada sebuah kelompok.

Untuk keanggotaan konseling kelompok yang ideal adalah enam orang

meskipun pada umumnya anggota berjumlah antara 4-10 orang

(Wibowo, 2005: 18). Kegiatan atau kehidupan konseling kelompok itu

sebagian besar dirasakan atas peranan anggotanya. Adapun peranan

anggota konseling kelompok menurut Wibowo (2005: 69) antara lain

membantu terbinanya suasana keakraban dalam hubungan antara

anggota konseling kelompok, mencurahkan segenap perasaan dalam

melibatkan diri kegiatan konseling kelompok, berusaha yang dilakukan

itu membantu tercapainya tujuan bersama, membantu tersausunnya

aturan konseling kelompok dan berusaha memenuhinya dengan baik,

benar-benar berusaha secara efektif ikut serta dalam seluruh kegiatan

konseling kelompok.

2.1.1.4 Tahapan - Tahapan Konseling Kelompok

Prosedur dalam memberikan layanan konseling kelompok sama

halnya dengan konseling kelompok pada umumnya, yang terdiri dari

beberapa tahap yaitu; tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran (Malichah, 2016).

Jacobs et al (2012: 44) mengelompokkan tahapan proses konseling ke

dalam tiga tahap, yakni tahap permulaan (beginning stage), tahap

pertengahan atau tahap kerja (middle stage or working stage), dan tahap
20

pengakhiran atau tahap penutupan (ending or closing stage). Gladding

(1994: 75-137) mengelompokkan proses konseling kelompok ke dalam 4

tahap, yakni tahap permulaan kelompok (beginning a group), tahap transisi

dalam kelompok (the transition stage in group), tahap bekerja dalam

kelompok (the working stage in group), dan tahap terminasi kelompok

(termination of a group). Sementara itu, Prayitno (1995: 40-59)

mengatakan bahwa layanan konseling kelompok memiliki 4 tahapan yaitu

tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran.

Dalam pelaksanaan konseling kelompok Wibowo (2005: 85-103)

membagi kegiatan menjadi 4 tahap yaitu:

1. Tahap Permulaan (Beginning Stage)

Tahap ini dilakukan upaya untuk menumbuhkan minat bagi

terbentuknya kelompok yang meliputi penjelasan layanan konseling

kelompok, tujuan dan kegunaan konseling kelompok, ajakan untuk

mengikuti kegiatan. Pada umumnya tahapan ini saling memperkenalkan

diri, pelibatan diri, agenda, menentukan norma, penggalian ide dan perasaan

dan harapan yang ingin dicapai.

2. Tahap Transisi (Transition Stage)

Pada tahap transisi biasanya diwarnai dengan suasana

ketidakseimbangan dalam diri masing-masing anggota kelompok. Tahap ini

merupakan jembatan antara tahap pertama dengan tahap berikutnya. Oleh

karena itu, apabila tahap peralihan dapat dilalui dengan baik, maka

diharapkan tahap-tahap berikutnya akan dapat juga berjalan dengan baik.

3. Tahap Kegiatan (Working Stage)


21

Tahap ini merupakan tahap bekerja, penampilan, tindakan dan tahap

inti kegiatan yang menyangkut kehidupan yang sebenarnya dari kelompok.

Kegiatan kelompok pada tahap ini tergantung pada hasil dari dua tahap

sebelumnya. Jika tahap - tahap sebelumnya berhasil baik, maka tahap

ketiga ini akan berlangsung dengan lancar dan pemimpin kelompok

mungkin sudah bisa lebih santai dan membiarkan anggota kelompok

melakukan kegiatan tanpa banyak campur tangan dari pimpinan kelompok.

Implementasi teknik behavior contract ada dalam tahapan konseling

behavior, yaitu penerapannya pada tahap kegiatan konseling kelompok.

2.1.1.5 Dampak Konseling Kelompok

Littrell & Peterson sebagaimana yang dikutip oleh Crespi (2009: 2)

“layanan konseling kelompok memiliki dampak positif bagi anak, baik

dalam segi perspektif individual dan juga memiliki kebermanfaatan ketika

diterapkan di sekolah”. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas

mengenai konseling kelompok, di bawah ini akan diuraikan definisi

konseling kelompok menurut beberapa ahli.

Layanan konseling kelompok berdampak pada meningkatnya

motivasi siswa saat belajar di sekolah dan di rumah. Konseling

kelompok berdampak pada perkembang siswa sesuai dengan perkembangan

usia dan berat ringannya masalah yang dihadapi. K onseling kelompok

berdampak pada pengembangan kemampuan anak dalam hidup

bermasyarakat (Malichah, 2016).


22

Layanan konseling kelompok berdampak pada optimalisasi potensi

anak. Potensi anak bisa maksimal sehingga akan meningkatkan prestasi

belajar. Konseling kelompok juga berdampak pada siswa dalam mengatasi

berbagai permasalahan yang dirasakan (Malichah, 2016).

Wibowo (2005: 20) mengatakan bahwa konseling kelompok

berdampak pada maksimalnya proses pengembangan pribadi anak dalam

proses pemecahan masalah pribadi. Anak bisa terhindar dari masalah dan

masalah dapat terselesaikan dengan cepat.

Wibowo (2005) mengatakan bahwa dampak konseling kelompok

antara lain dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang diri sendiri

mereka sendiri, dan dapat meningkatkan intensitas hubungan sosial. Siswa

menjadi percaya diri dalam pengambilan keputusan. Siswa menjadi suka

menolong orang lain.

Corey (2012) menjelaskan bahwa  konseling kelompok berdampak

bagi siswa dalam membantu memecahkan masalah baik dalam bidang

belajar maupun lainnya.

2.1.1.6 Keunggulan dan Keterbatasan Layanan Konseling Kelompok

Wibowo (2005: 41-48) sebagai suatu teknik layanan bimbingan dan

konseling, penggunaan konseling kelompok memiliki beberapa keunggulan

dan keterbatasan.

Konseling kelompok sebagai salah satu layanan dalam bimbingan dan

konseling memiliki berbagai keunggulan/kekuatan-kekuatan yang tidak

dimiliki oleh layanan jenis lain, di antaranya: (1) kepraktisan, (2) anggota
23

belajar untuk berlatih tingkah laku yang baru, (3) kesempatan yang luas

untuk berkomunikasi, (4) mempelajari keterampilan sosial, (5) belajar saling

membantu, (6) menumbuhkan motivasi, (7) transfer perilaku, (8) bertindak

sebagai miniatur situasi sosial. (9) membantu individu lebih produktif dan

inovatif, (10) cocok untuk individu yang sedang belajar memahami dan

menghargai orang lain, (11) memiliki interaksi yang khas, dan (12) sebagai

tempat penjajagan awal bagi individu untuk mengikuti konseling individual

(Wibowo, 2005: 41-44).

Di samping kekuatan-kekuatan, konseling kelompok juga memiliki

beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan oleh konselor, di antaranya:

(1) tidak semua siswa cocok berada dalam kelompok,

(2) tidak semua siswa siap atau bersedia untuk bersikap terbuka dan jujur,

(3) terdapat persoalan satu atau dua anggota kelompok yang kurang

mendapat perhatian,

(4) sering siswa mengharapkan terlalu banyak dari kelompok, sehingga

tidak berusaha untuk berubah,

(5) sering kali kelompok bukan dijadikan sebagai sarana untuk berubah,

namun justru dipakai sebagai tujuan,

(6) sering kelompok tidak dapat berkembang dan dapat mengurangi arti

kelompok,

(7) peran konselor menjadi lebih menyebar dan kompleks,

(8) sulit untuk dibina kepercayaan, dan

(9) untuk menjadi konselor kelompok dibutuhkan latihan yang intensif

dan khusus (Wibowo, 2005: 47-48).


24

2.1.2. Behavioral Contract

2.1.2.1 Pengertian Behavioral Contract

Behavior contract atau kontrak perilaku adalah “persetujuan

antara dua orang atau lebih (konselor dan konseli) untuk mengubah

perilaku tertentu pada konseli. Konselor dapat memilih perilaku yang

realistik dan dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku

dimunculkan sesuai dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan

kepada konseli” (Latipun, 2010: 95). Pada penelitian ini, teknik kontrak

perilaku diberikan dalam layanan konseling kelompok yaitu pada tahap

kegiatan layanan konseling kelompok (Malichah, 2016).

Berger (2004: 496) “behavioral contract is written agreement be

tween two parties in wich one or both parties agree to engage in a specified

level of a target behavior or behaviors”. Sedangkan Latipun (2010: 95)

menyatakan bahwa kontrak perilaku (behavior contract) adalah persetujuan

antara dua orang atau lebih (konselor dan konseli) untuk mengubah perilaku

tertentu pada konseli. Konselor dapat memilih perilaku yang realistik dan

dapat diterima oleh kedua belah pihak. Setelah perilaku dimunculkan sesuai

dengan kesepakatan, ganjaran dapat diberikan kepada konseli. Dalam terapi

ini ganjaran positif terhadap perilaku yang dibentuk lebih dipentingkan

dibandingkan dengan pemberian hukuman jika kontrak perilaku tidak

berhasil.

Pengertian konseling behavioural contract adalah proses layanan

yang diberikan oleh konselor kepada klien untuk merubah perilaku secara
25

terus-menerus menuju ke arah positif atau kemajuan. Dengan demikian,

perilaku bermalas-malasan dalam belajar merupakan kajian dari tingkah

laku (behavior) yaitu dapat ditangani dengan menggunakan konseling

pendekatan behavioural contract (Mahmudah, 2013). Prayitno (2008: 311)

menambahkan bahwa “layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah

layanan konseling perorangan yang dilaksanakan di dalam suasana

kelompok”.

Menurut Rosyidan (1994:27) mengungkapkan bahwa behaviour

contract atau kontrak perilaku adalah perjanjian antara dua orang atau lebih

untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dan dan untuk menerima hadiah

bagi tingkah laku itu. Kontrak ini menegaskan harapan dan tanggung jawab

yang harus dipenuhi dan konsekuensinya. Menurut Latipun (2008:145)

kontrak perilaku merupakan persetujuan antara dua orang atau lebih

(konselor-konseli) untuk mengubah perilaku tertentu pada konseli. Kontrak

perilaku didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien untuk

membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran

tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu

mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa

konsekuensi akan muncul.

Menurut Ratna (2013: 66) “kontrak perilaku merupakan persetujuan

dari hasil kesepakatan oleh dua orang atau lebih (konselor dan konseli) yang

bertujuan untuk mengubah perilaku konseli. Bila konseli mampu mengubah

perilakunya, maka konseli akan menerima reward”.

Menurut Komalasari dkk (2011: 172) “kontrak perilaku merupakan


26

kontrak untuk mengatur kondisi sehingga konseli menampilkan tingkah laku

yang diinginkan berdasarkan kontrak antara konseli dan konselor”.

Menurut Ratna (2013: 66) “kontrak perilaku merupakan persetujuan

dari hasil kesepakatan oleh dua orang atau lebih (konselor dan konseli)

yang bertujuan untuk mengubah perilaku konseli dan bila klien mampu

mengubah perilakunya, maka klien akan menerima reward”. Konselor dan

konseli dapat memilih perilaku realistik dan dapat diterima oleh kedua belah

pihak. Setelah perilaku dimunculkan maka pemberian ganjaran lebih

dipentingkan dari pada pemberian hukuman.

Teknik kontrak perilaku merupakan kesepakatan dua orang atau lebih

yang dilakukan oleh konselor bersama konseli untuk mengubah perilaku

yang ‘maladaptif’ dan membentuk perilaku yang diinginkan dan

memperoleh ganjaran tertentu sesuai kontrak yang telah disepakati bersama

(konselor dan konseli). Kontrak perilaku didasarkan atas pandangan bahwa

membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan

memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati.

Dalam hal ini, individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas

dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul (Malichah,

2016).

Mnurut Komalasari (2011 :172) kontrak perilaku didasarkan pada

kontrak disertai dengan penguatan, penguatan diberikan segera, kontrak

harus dinegosiasikan secara terbuka dan bebas serta disepakati antara

konseli dan konselor, kontrak harus fair, kontrak harus jelas (target

tingkah laku, frekuensi, lamanya kontrak), dan kontrak dilaksanakan


27

secara terintegrasi dengan program sekolah.

Behavior contract merupakan kesepatan dua orang orang atau lebih

untuk mengubah perilaku konseli dan bila klien mampu mengubah

perilakunya. Dalam hal ini berupa perilaku malas belajar yang tergolong

dalam perilaku negatif perlu untuk diubah menjadi perilaku positif sesuai

dengan kesepakatan (Malichah, 2016).

2.1.2.2 Tujuan dan Manfaat Behavioral Contract

Tujuan teknik kontrak perilaku (Victorique, 2012) yang

diambil http://animenekoi.com di antaranya: 1) melatih individu untuk

mengubah tingkah lakunya yang maladaptif menjadi adaptif, 2) melatih

kemandirian berperilaku individu, dan 3) Meningkatkan kemampuan dan

keterampilan behavior individu sehingga mampu berperilaku secara tepat.

Menurut Ratna (2013: 67) tujuan dari kontrak perilaku yaitu

mengubah perilaku klien yang tidak adaptif menjadi perilaku yang adaptif.

Untuk memotivasi adanya perubahan perilaku, maka diperlukan kondisi-

kondisi yang mengikat demi tercapainya perilaku yang dikehendaki.

Menurut Ratna (2013: 67) manfaat behavior contract adalah

“membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan

diperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Kontrak

perilaku juga dapat menjadi alat pengatur pertukaran reinforcement positif

antar individu yang terlibat”. Di samping itu, kontrak perilaku dapat

dijadikan sebagai alat untuk mengontrol perilaku konseli dalam keseharian

konseli agar selalu dapat berperilaku yang baik. Dengan demikian tujuan

dari kontrak perilaku dapat diketahui oleh konseli yaitu untuk dapat
28

menyelesaikan masalah yang sedang dialami oleh konseli.

Menurut Malichah (2016) manfaat dari teknik kontrak perilaku

lainnya adalah: 1) membantu individu meningkatkan kedisiplinan dalam

berperilaku, 2) memberi pengetahuan kepada individu tentang perubahan

perilaku dirinya sendiri, dan 3) meningkatkan kepercayaan diri individu.

2.1.2.3 Prosedur Behavior Contract

Wibowo, (2013:26) menyatakan bahwa konseling behavioral

memiliki empat tahap yaitu melakukan asesmen (assessment), menentukan

tujuan (goal setting), mengimplementasikan teknik (technique

implementation), evaluasi dan mengakhiri konseling (evaluation

termination).

Di dalam konseling kelompok terjadi hubungan konseling dalam

suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan, yaitu

hangat, terbuka, permisif, dan penuh keakraban. Dimana juga ada

pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab

timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan

menerapkan metode-metode khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

Teknik behavioural contract dilakukan karena tingkah laku siswa dapat

dipelajari dan dapat diubah dengan memberikan penguatan segera setelah

tingkah laku yang diharapkan muncul. Di sini konselor membantu konseli

dalam mengembangkan rencana untuk memperkuat perilaku adaptif atau

perilaku yang baik dan bermanfaat pada siswa dan mengghilangkan

perilaku maladaptif atau perilaku yang kurang baik.


29

Berger (2004: 498) mengatakan bahwa, terdapat lima komponen

penting dari suatu kontrat perilaku, sebagai berikut: Mengidentifikasi

perilaku sasaran, Menyatakan bagaimana perilaku sasaran akan diukur,

Menentukan kapan perilaku harus dilakukan, Mengidentifikasi kontingensi

penguatan atau hukuman, dan Mengidentifikasi siapa yang akan

melaksanakan kontinjensi.

Menurut Komalasari (2011: 173) “ada beberapa langkah dalam

pembuatan kontrak, yaitu: (1) memilih tingkah laku yang akan diubah

dengan melakukan analisis ABC (Anteseden, Behavior, Conseqeuences),

(2) menentukan data awal (tingkah laku yang akan diubah), (3) menentukan

jenis penguatan yang akan diterapkan (4) memberikan reinforcement setiap

kali tingkah laku yang diinginkan ditampilkan sesuai jadwal kontrak, (5)

memberikan penguatan setiap saat tingkah laku yang ditampilkan menetap”.

Menurut Ratna (2013: 69) langkah-langkah dalam pelaksanaan teknik

kontrak perilaku adalah sebagai berikut: 1) Pilih satu atau dua perilaku yang

dikehendaki, 2) Mendeskripsikan perilaku tersebut (dapat diamati dan

dihitung), 3) Identifikasi ganjaran yang akan mendorong klien untuk

melakukan perilaku yang dikehendaki dengan menyediakan menu

penguatan (reinforcing menu), 4) Tetapkan orang yang dapat memberikan

reward atau membantu konselor menjaga berjalannya perilaku yang

dikehendaki, 5) Tulis kontrak secara sistematis dan jelas sehingga pihak

yang terlibat dapat memahami isi serta tujuannya, 6) Pengumpulan data, 7)

Adanya cara mengatasi ketika data atau perilaku yang dikehendaki tidak

muncul, 8) Tulis kembali kontrak ketika tujuan tidak tercapai, 9) Memonitor


30

perilaku secara continue dan membuat jalan keluar, dan 10) Pilih perilaku

lain yang memungkinkan dapat dilakukan klien mencapai tujuan.

Menurut Malichah (2016) prosedur teknik behavior contract, maka

dapat dimbil intisarinya yaitu memilih tingkah laku yang akan diubah,

menentukan data-data tentang tingkah laku yang akan diubah, menentukan

jenis penguatan yang akan diterapkan, memberikan reinforcement dan

memberikan penguatan.

2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Behavioral Contract

Kelebihan teknik kontrak perilaku adalah: 1) Pelaksanaannya yang

cukup sederhana, 2) Penerapannya dikombinasikan dengan teknik lain, 3) di

samping dapat dilaksanakan secara perorangan, juga dapat dilaksanakan

dalam kelompok.

Menurut Ratna (2013: 70) beberapa kelemahan pelaksanaan teknik

kontrak perilaku adalah:

1) Meskipun pelaksanaan kontrak perilaku sederhana, namun membutuhkan

waktu yang tidak sedikit, tergantung dari kemampuan individu.

2) Bagi konselor yang kurang dapat memberikan reinforcement dengan

baik dan hati-hati, pelatihan ini kurang berjalan dengan baik.

3) Pemilihan reinforcement yang akan diberikan kepada klien cukup sulit

karena berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki oleh klien.


31

2.1.3. Motivasi Belajar

2.1.3.1 Pengertian Motivvasi

Kata motivasi berasal dari kata Mover (Robbins, 2006), mula-mula

dikemukakan oleh Henry Murray pada tahun 1938 (Purwanto, 1993) yang

diartikan sebagai usaha mencapai hasil atau tujuan tertentu berdasarkan

tujuan yang telah ditentukan dengan menggerakkan kemampuan yang ada

pada diri manusia itu sendiri (Purwanto, 1998).

Motivasi juga dapat diartikan sebagai serangkaian sikap dan nilai-

nilai yang ada di dalam diri manusia dalam mendorong segala daya dan

upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga tujuan

tersebut dapat tercapai dengan baik (Rivai, 2004)

Motivasi juga diartikan sebagai dorongan dalam memenuhi

kebutuhan seseorang dalam jumlah yang sangat tidak terbatas, sementara

sumber daya yang ada bersifat sangat terbatas (Uno, 2008),

Menurut Sardiman (2009) adalah tanggapan terhadap adanya tujuan

yang hendak dicapai oleh seseorang, sehingga tujuan itu dapat tercapai

sebagaimana dicita-citakan.

Motivasi juga merupakan tenaga pendorong atau penarik tingkah

laku ke arah suatu tujuan tertentu sehingga tujaun yang menjadi cita-cita

dapat tercapai dengan baik, tanpa ada hambatan yang berarti (Mulyasa,

2003).

Berdasarkan enam definisi di atas dapat disimpulkan bahwa,

motivasi adalah usaha mencapai hasil atau tujuan tertentu atau tanggapan

terhadap adanya tujuan, dan merupakan serangkaian sikap dan nilai-nilai


32

yang dapat memberi dorongan pada seseorang dalam memenuhi

kebutuhanya, dan sebagai tenaga pendorong atau penarik tingkah laku ke

arah suatu tujuan tertentu.

2.1.3.2 Jenis-Jenis Motivasi

Motivasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Prayitno,1989) yaitu:

motivasi intrinsic, motivasi ekstrinsik, dan motivasi sosial.

Pertama, motivasi intrinsik berupa keinginan bertindak yang

disebabkan faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu, tidak perlu

dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan

untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan (Gunarsa, 2008)

Motivasi intrinsik lebih banyak terjadi karena adanya tekad dari

dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan hidup yang sudah dicita-

citakan, dan ia akan berusaha secara terus-menerus untuk mencapai tujuan

tersebut, meskipun banyak sekali hambatan dan rintangan yang terjadi.

Motivasi intrinsic jauh lebih penting dibandingkan motivasi dari orang lain

atau lingkungan, karena dorongan ini jauh lebih bersifat permanen

dibandingkan dorongan dari orang lain yang terkadang telah hilang sebelum

tujuan tercapai.

Kedua, motivasi ekstrinsik berupa segala sesuatu yang diperoleh

melalui pengamatan sendiri, ataupun melalui saran, anjuran atau dorongan

dari orang lain (Gunarsa, 2008). Motivasi ekstrinsik biasanya tumbuh

karena adanya keberhasilan orang lain, yang menurut dirinya, hal itu juga

dapat diperoleh oleh dirinya karena mempunyai kemampuan yang tidak jauh

berbeda.
33

Motivasi ekstrinsik juga muncul karena ada contoh-contoh

keberhasilan orang lain, serta adanya dukungan dari pihak lain seperti orang

tua, keluarga, anak-anak, dan orang terdekat lainnya.

Ketiga, motivasi sosial, yaitu motivasi berprestasi, motivasi untuk

berkuasa, dan motivasi untuk berafiliasi. Dua dari ke-tiga motivasi tersebut

obyeknya adalah berkaitan dengan manusia lain yang ada di lingkungannya,

kecuali motivasi berprestasi yang berpijak pada dirinya sendiri. (Hasibuan,

2007)

2.1.3.3. Tujuan Motivvasi

Tujuan motivasi adalah untuk:

a. menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh

hasil atau mencapai tujuan tertentu, (Purwanto, 1998 ),

b. mendorong manusia untuk berbuat ke arah tujuan yang hendak dicapai

yang dipengaruhi dimensi motivasi (Gunarsa, 2008; Sardiman, 2009;

Hamalik, 2004 ),

c. untuk meningkatkan hasrat dan keinginan untuk berhasil

d. Membangkitkan dorongan dan kebutuhan dalam belajar

e. Memunculkan harapan dan cita-cita masa depan

f. Meningkatkan penghargaan dalam belajar

g. Meningkatkan daya tarik dalam kegiatan belajar,

h. Meningkatkan lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2008).


34

2.1.3.4 Ciri-ciri Orang yang Termotivasi

Orang termotivasi dapat dilihat dari ciri-ciri yang ada pada diri

orang tersebut, yaitu:

a. tekun menghadapi tugas,

b. ulet menghadapi kesulitan,

c. menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah,

d. lebih senang bekerja mandiri,

e. cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin,

f. dapat mempertahankan pendapatnya,

g. tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu, dan

h. senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal (Sardiman, 2009).

Siswa yang mempunyai semangat belajar tinggi akan berbeda dengan

siswa yang tidak mempunyai semangat belajar tinggi. Siswa yang mempunyai

semangat belajar akan merasa rugi dan sangat terganggu apabila lingkungan

belajarnya tidak mendukung. Ia akan berusaha membuat lingkungan belajar yang

kondusif, suasana belajar yang menyenankan, teman belajar yang mampu

memberikan semangat tinggi.

Siswa yang memiliki semangat belajar tinggi akan berbeda dngan siswa

yang mempunyai semangat rendah. Siswa yang mempunyai semangat tinggi

dicirikan sebagai berikut.

1. Tetap belajar meskipun jam istirahat telah tiba,

2. Selalu belajar dengan tekun meskipun teman-temannya sedang bermain,

3. Menggunakan seluruh waktu yang dimilikinya untuk belajar, meskipun

sambal main, sambal makan, dan sambal mengerjakan pekerjaan lainnya.


35

4. Saat di rumah tetap belajar meskipun sudah larut malam,

5. Tidak mudah tergoda oleh berbagai acara televisi yang menarik,

6. Lebih suka belajar dari pada main gadget (HP pintar),

7. Malas berguarau kalau tidak sangat terpaksa,

8. Lebih senang tetap belajar di rumah meskipun hari libur,

9. Lebih senang ke perpustakaan dari pada ke kantin sekolah saat jam

istirahat,

10. Seluruh bukunya telah selesai dibaca dan dikerjakan seluruh tugas-

tugasnya,

11. Tidak pernah membolos, ijin, atau lupa mengerjakan tugas sekolahnya,

12. Selalu tidak pernah puas dengan hasil yang diperoleh,

13. Ingin selalu menjadi juara di kelasnya, dan selalu ingin menjawab seluruh

pertanyaan dari guru,

14. Taat dan patuh kepada guru, orang tua, dan orang yang lebih berilmu,

karena menghormati ilmu yang dimilikinya,

15. Tidak sungkan-sungkan untuk bertanya kepada guru setiap kali

menemukan permasalahan yang belum berhasil dipecahkannya.

2.1.3.5. Beberapa Pertimbangan dalam Meningkatkan Motivasi Belajar

Saat ini menurunnya semangat belajar terjadi karena kejenuhan. Menurut

Hajar (2016), penyebab menurunya motivasi belajar antara lain ketakutan akan

kegagalan, hambatan dalam meraih kesuksesan, ketakutan melakukan kesalahan,

munculnya kecemasan, ego yang berlebihan, dominasi dan tekanan orang tua dan

guru, penguasaan kompetensi diri yang kurang maksimal, ragu-ragu atau


36

ketidaknyamanan dalam mengerjakan tugas, kecaman dari orang lain, dan lain-

lain.

Kompetisi dalam mendapatkan nilai yang baik atau rangking yang baik

merupakan sarana untuk meningkatkan motivasi berprestasi. Kompetisi untuk

mendapatkan nilai terbaik merupakan situasi untuk merangsang munculnya

dorongan dari dalam untuk meraih prestasi belajar yang tinggi. Kompetisi dalam

mendapatkan nilai yang bagus dimulai dari belajar giat, yang dapat dijadikan

tolok ukur dalam pencapaian prestasi belajar (Hajar, 2016)

Penelitian tentang peran motivasi telah dilakukan oleh Kumar & Deepla

(2011) bahwa motivasi sebagai kebutuhan untuk berjuang dan berusaha dengan

baik untuk meraih keberhasilan dan kesuksesan, hal ini diraih dengan ketekunan

dan usaha untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam belajar. Pencapaian motivasi

adalah keinginan untuk unggul dalam belajar, dengan menekankan pada

pencapaian personal bukan hanya sebatas pada imbalan atas kesuksesan belajar,

tetapi prestasi belajar sebagai wujud pencapaian prestasi personal.

Motivasi berprestai di bidang pendidikan sebagai produk dri proses yang

terencana dan berjangka baik jangka pendek maupun panjang secara kontinu.

Dalam hal ini Kuhn (1962) bahwa cara pandang untuk berprestasi merupakan cara

pandang seseorang dalam melihat realitas social dengan proses belajar

memecahkan masalah secara sistematis melalui pendekatan ilmiah, dalam hal ini

melalui peningkatkan motivasi belajarnya.

Cara pandang yang demikian tersebut, menggambarkan betapa penting

dorongan untuk mencapai prestasi belajar yang maksimal dalam bentuk motivasi

menjadi hal yang dinamis dan berkelanjutan berdasarkan kompetensi diri, serta
37

mampu menerapkan dalam pengatasi permasalahan yang dihadapi dalam

membangun karakter untuk selalu berprestasi mengedepankan kejujuran atau

sportivitas dalam bersaing dengan orang lain. (Hajar, 2016)

Conroy & Eliot (2004) menjelaskan beberapa pertimbangan dalam

meningkatkan motivasi belajar yaitu: 1) mengukur kognisi (penguasaan

kompetensidiri) dan penampilan (kometensi berdasarkan keterlibatan atau

kehadiran orang lain berdasarkan norma yang berlaku, 2) motivasi untuk

berprestrasi terlihat dari perilaku indivud dalam mencapai prestasi belajar yang

manksimal, 3) motif dan tujuan untuk mencapai prestasi sebagai kekuatan yang

saling menglengkap, 4) motivasi sebagai daya gerak untuk memenuhi.

Sardiman, (2009) motivasi berprestasi akan mengadopsi tujuan positif

yang berfokus pada iklim dan suasana penguasaan dan meningkatkemangat untuk

berkompetensi untuk meraih harapan kesuksesan sekaligu menhindari diri dari

rasa takut gagal. Motivasi berprestasi pada saat pancemi covod-19 lebih

ditekankan pada usaha untuk mendekati kesuksesan dengan menhindari

kegagalan.

Semangat belajar merupakan suatu kondisi belajar yang penuh dengan

gairah. Bukan belajar secara asal-asalan tanpa target. Semangat belajar

ditunjukkan pada tingkat kefokusan dalam memahami materi pelajaran hingga

tingkat pemahaman yang sempurna, yaitu pemahaman tingkat tinggi, sehingga

mampu menerapkannya dalam setiap menghadapi persoalan yang diberikan guru

dalam bentuk soal.

Siswa yang mempunyai semangat belajar tinggi akan menunjukkan proses

belajar dengan waktu yang lama, intesitas yang sering, tidak mudah lelah, tidak
38

mudah jenuh, tidak mudah mengantuk, dan tidak mudah tergoda oleh permainan

ataupun kegiatan lain yang tidak mendukung kegiatan belajar.

2.1.3. Penggunaan Zoom untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Aplikasi atau platform dari zoom meeting yang bisa digunakan sebagai

media pembelajaran jarak jauh terasa sangat membantu guru termasuk guru

BK dalam memberikan layanan konseling kepada siswa baik konseling

individual maupun kelompok (klasikal). Dengan aplikasi ini, seluruh siswa

dapat berpartisipasi aktif dalam mengikuti proses konseling.

2.1.3.1 Peran Zoom dalam mengurangi Kejenuhan Belajar

Selama ini, guru BK belum menggunakan zoom sehingga siswa

mengalami kejenuhan dalam belajar. Kejenuhan belajar merupakan salah satu

hambatan yang dihadapi siswa selama belajar. Kejenuhan belajar hanya bisa

diatasi dengan rehat atau istirahat dari belajar. Untuk menimbulkan semangat

belajar yang baru, siswa perlu istirahat terlebih dahulu. Pada saat istirahat

itulah, siswa perlu melakukan berbagai kegiatan ringan yang menyenangkan,

apakah bermain, menonton hiburan, game online, makan dan minum

kesukaannya, atau kegiatan senda gurau kecil lainnya.

Kejenuhan belajar bisa bersifat lama dan bisa sebentar untuk beberapa

saat. Kejenuhan belajar yang hanya sesaat dapat diatasi dengan melakukan

kegiatan ringan dalam waktu yang singkat. Kejenuhan yang bersifat lama,

membutuhkan pemulihan seperti berlibur di hari Sabtu dan Minggu.

Guru termasuk guru BK bisa juga menggunakan berbagai metode untuk

mengurangi kejenuhan belajar dengan menyelipkan kata-kata humor kepada


39

siswa, membuat teka-teki/tebakan, bercerita pengalaman hidup, mendongen,

bernyanyi bersama siswa, dan menggunakan metode pembelajaran kooperatif

yang banyak melibatkan siswa untuk melakukan komunikasi dua arah. Semua

itu dilakukan dalam rangka menghilangkan kejenuhan siswa dalam belajar.

Untuk menghindari terjadinya kejenuhan belajar, guru termasuk guru

BK dapat menggunakan metode behavioral contract yang menempatkan

siswa sebagai subyek didik yang harus aktif selama mengikuti proses

pembelajaran, bukan pasif menerima pembelajaran. Siswa harus menjadi

subject centre yang bukan object centre. Siswa menjadi pihak yang paling

menentukan terhadap keberhasilan pendidikan.

Apabila kondisi tersebut dapat terwujud dalam proses pembelajaran,

niscaya siswa akan selalu bersemangat dalam belajar, tidak jenuh, dan selalu

ingin maju, serta selalu ingin mengetahui berbagai hal yang penting dalam

penguasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Mereka akan selalu haus

dengan penguasaan IPTEKS yang tinggi, dan akan selalu mencari berbagai

sumber belajar terkini yang tidak tertinggal zaman (up to date).

Dalam kondisi yang demikian, siswa itu sendirilah yang akan

menghilangkan kejenuhan yang ada pada dirinya dengan berbagai strategi

belajar, terutama mencari berbagai sumber belajar yang menyenangkan.

Sumber belajar tersebut dapat dicari di internet dan berbagai sumber lain yang

diyakini mampu menambah ilmu pengetahuannya, tetapi bersifat tidak

membosankan.

Adapun ciri-ciri siswa yang sudah jenuh belajar adalah:

1. daya tangkap terhadap materi pelajara menjadi rendah,


40

2. semangat untuk menerima materi baru menjadi menurun,

3. bermalas-malasan dalam menanggapi atau menjawab pernyataan dan

pertanyaan guru,

4. inginnya istirahat dan melepaskan diri dari tugas belajar yang harus

dilakukan,

5. menolak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sebelum

tingkat kejenuhannya hilang atau menurun.

6. Ingin sekali melakukan rileksasi dengan berbagai hoby yang dimiliki

(Basrowi, 2020).

2.1.3.2 Peran Zoom dalam Meningkatkan Motivasi Belajar

Guru BK dapat meningkatkan aktivitas siswa saat memberikan

konsling berbasis daring dengan aplikasi zoom, yaitu dengan cara

memberikan kesempatan kepada seluruh siswa yang hadir di dalam zoom

untuk aktif menyampaikan segala sesuai yang dirasakan penting untuk

didengarkan oleh guru dan seluruh teman-temannya.

Penggunaan zoom meeting diyakini dapat mengurangi kejenuhan

siswa yang selama ini hanya menggunakan WhatsApp maupun aplikasi

lain yang sifatnya lebih bersifat satu arah, sehingga siswa dan guru dalam

melakukan umpan balik bersifat sangat terbatas, yaitu guru hanya terbatas

dalam pemberian tugas, dan siswa hanya terbatas pada menerima tugas,

mengerjakan, dan mengumpulkan.

Komunikasi dua arah antara guru dan siswa, siswa dan siswa

lainnya sangat terbatas, hal itulah yang menyebabkan proses pemberian

layanan bimbingan dan konseling bersifat monoton, satu arah, dan kurang
41

memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat dalam proses

konseling yang sedang diikuti. Dengan demikian, penggunaan zoom

meeting akan mampu:

1. Meningkatkan aktivitas siswa dalam proses pemberian layanan

konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack,

2. Meningkatkan kegairahan siswa untuk terlibat aktif dalam proses

konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack,

3. Memberi ruang kepada siswa untuk berlatif mengungkapkan

pendapatnya di hadapan guru dan teman-teman lainnya,

4. Memberi ruang kepada siswa untuk berdebat dengan teman-teman

lainnya, sehingga guru mempunyai kesempatan untuk memberikan

penilaian tentang aktivitas siswa secara riil bukan hanya

berdasarkan tugas yang dikumpulkan,

5. Dalam kaitannya dengan metode konseling kelompok dengan

teknik behavioral contrack, siswa mampu mengidentifikasi

berbagai cara mengatasi rendahnya motivasi belajar yang

ditawarkan oleh teman-temannya, sekaligus mampu memilih

strategi yang paling baik, paling murah, paling cepat, paling sedikit

membutuhkan sumber daya, dan paling kecil resiko yang dihadapi.

6. Melalui zoom meeting, guru BK dalam memberikan metode

konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack mampu

memberikan contoh kepada siswa bagaimana cara mengatasi

permasalah hidup, dengan penuh pertimbangan rasional bukan

emosi, dan bukan karena kepentingan lainnya.


42

7. Guru mempunyai ruang yang tidak jauh berbeda dengan kelas riil,

saat memberikan layanan bimbingan dan konseling, sehingga

output proses konseling yang disampaikan tidak jauh berbeda

dengan kelas riil (Basrowi, 2020).

Dalam perspektif pemanfaat media berbasis teknologi dan

informasi, guru BK dapat mengingatkan kepada siswa akan pentingnya

penguasaan teknologi dan informasi dalam proses layanan bimbingan dan

konseling. Teknologi dan informasi sangat membantu guru BK dan siswa

dalam melakukan proses layanan bimbingan dan konseling dalam

mengatasi seluruh permasalahan yang dihadapi dalam rangka penyelesaian

berbagai permasalahan pendidikan, dan permasalahan kehidupan pada

umumnya.

Bagaimanakan kelebihan zoom dibandingkan aplikasi lain, dalam

proses layanan bimbingan konseling dengan teknik behavioral contract,

aplikasi tersebut tetap saja mempunyai berbagai kelemahan, antara lain:

1. Berbagai isyarat non ferbal yang disampaikan oleh guru BK

tidak sepenuhnya dapat ditangkap oleh siswa karena adanya

hambatan komunikasi,

2. Tingkat stabilitas keseriusan siswa selama mengikuti proses

pembelajaran tidak dapat dikontrol secara maksimal oleh guru

BK selama penerapan konseling kelompok dengan teknik

behavioral contract.

3. Siswa yang bertempat tinggal di daeah yang sulit sinyal akan

mengalami on-off dalam mengikuti seluruh proses


43

pembelajaran, sehingga sangat tergantug pada stabilitas sinyal

yang ada.

4. Bagi siswa yang tidak mempunyai paket data, maka harus

bergabung dengan siswa lainnya yang mempunyai cukup paket

data (Basrowi, 2020).

2.2 Kerangka Berfikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, bahwa

proses layanan konseling dengan menggunakan metode konseling

kelompok dengan teknik behavioral contrack yang dilakukan dengan

menggunakan bantuan aplikasi zoom meeting akan mampu meningkatkan

semangat belajar siswa selama pandemic covid-19.

Sebaliknya, ketika guru BK dalam memberikan layanan bimbingan

dan konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack tidak

menggunakan aplikasi yang menarik seperti zoom meeting, maka

semangat siswa dalam mengikuti layanan konseling tersebut akan

menurun. Siswa akan merasa jenuh, karena metode yang digunakan oleh

guru BK dalam memberikan konseling kelompok tidak menggunakan

teknik yang menarik. Oleh karena itu, perlu layanan konseling dengan

teknik behavioral contrack agat tidak bersifat monoton, sehingga mampu

meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemberian layanan BK

kelompok dengan teknik behavioral contrack akan mampu mengurangi

kejenuhan siswa saat belajar di rumah. Apabila guru BK mampu

menggunakan aplikasi zoom meeting maka seluruh siswa akan tampak


44

hadir dan mereka dapat aktif mengikuti proses layanan dari guru BK. Hal

ini sangat penting dalam melatih keberanian dan kemampuan siswa dalam

mengemukakan pendapat di depan guru dan teman-temannya.

Apabila digambarkan dalam bentuk diagram, maka kerangka

berfikir penelitian ini tampak sebagai berikut.

Pemberian layanan dari Guru BK

Meningkatkan Motivasi
Metode Konseling kelompok Penggunaan
dengan teknik behavioral belajar siswa selama
contrack zoom meeting Pandemi Covid-19

Siswa aktif dalam segala aktivitas yang berkaitan


dengan layanan yang sedang diberikan oleh Guru
BK

Diagram 2.1. Kerangka berfikir penelitian

Dari kerangka berfikir tersebut sangat jelas, bahwa metode konseling

kelompok dengan teknik behavioral contrack yang diberikan oleh guru BK

dengan menggunakan aplikasi zoom meeting akan akan mampu mengurangi


45

tingkat kejenuhan siswa dalam mengikuti layanan bimbingan konseling dari

rumah, akibat pandemic covid-19.

2.3. Asumsi Penelitian

Berbagai asumsi penelitian ini yaitu bahwa,

1. Era pandemic Covid-19 sedang berlangsung, sehingga proses motede

konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack untuk

meningkatkan motivasi siswa dalam belajar di rumah dengan

menggunakan aplikasi zoom meeting dapat dilakukan;

2. Guru BK mampu menerapkan metode konseling kelompok dengan

teknik behavioral contrack dengan menggunakan aplikasi zoom meeting.

3. Siswa mempunyai gadget untuk mengikuti proses pemberian layanan BK

dengan metode konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack

secara online dengan fasilitas aplikasi zoom meeting.

4. Sinyal di tempat tinggal seluruh siswa bagus, sehingga seluruh siswa

dapat mengikuti zoom meeting dengan baik

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berfikir di atas, hipotesis penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut.

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara penggunakan metode

konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack dengan

media zoom meeting dalam meningkatkan motivasi belajar siswa

selama belajar dari rumah akibat pandemic covid-19 siswa

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.


46

Ha : Ada pengaruh yang signifikan penggunakan metode konseling

kelompok dengan teknik behavioral contrack dengan media zoom

meeting dalam dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dari

rumah akibat pandemic covid-19 siswa Madrasah Tsanawiyah

(MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.


47

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat, Subyek, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2

Kota Palangka Raya. Subyek Penelitian, yaitu siswa kelas VII dan VIII Madrasah

Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota. Waktu penelitian yaitu pada bulan Februari-

Maret 2021.

3.2 Populasi dan sampel penelitian

3.2.1. Populasi Penelitian

Populasi menurut Ghozali (2005) adalah seluruh subyek atau

objek penelitian dalam suatu ruang lingkup yang sudah ditentukan

dan wilayah itu yang akan menjadi wilayah generalisasi. Sedangkan

menurut Arikunto (2002), populasi adalah keseluruhan subjek

penelitian. Sementara itu Nazir (2005) menyatakan bahwa populasi

adalah kumpulan individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah

ditetapkan. Sugiyono (2001) adalah wilayah generaslisasi yang

terdiri atas objek.subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut Margono (2004)

populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian dalam suatu

ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Nawawi (2004)

menyebutkan bahwa, populasi adalah keseluruhan subjek dan objek

penelitian yang memiliki karakteristik tertentu yang terdiri dari


48

manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa

sebagai sumber daya yang memiliki dalam suatu penelitian yang

menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang

ditentukan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, populasi adalah

keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda,

hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, atau peristiwa sebagai sumber

daya yang memiliki karakterisitik tertentu yang menjadi perhatian

dalam suatu penelitian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang

ditentukan

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VII dan VIII

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya yang

berjumlah 698 siswa.

3.2.2. Sampel Penelitian

Menurut Ghozali (2005) sampel adalah bagian dari populasi

yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu, yang mempunyai

ciri-ciri sama dengan populasi, sehingga bisa mewakili keberadaan

populasi.

Margono (2004) menjelaskan bahwa sampel adalah sebagai

bagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan cara-cara

tertentu. Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti (Arikunto,

2002). Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Sugiyono (2001)

bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan kerakteristik yang

dimiliki oleh populasi.


49

Jadi sampel adalah bagian populasi yang hendak diteliti yang

diambil dengan mengganakan cara-cara tertentu dan mempunyai

karakteristik sebagai mana dimiliki oleh populasi

Adapun sampel penelitian ini apabila menggunakan pendapat

Suharsimi Arikunto (2002) adalah 10 persen dari populasi. Dalam

penelitian ini, jumlah populasi adalah adalah 609, sehingga jumlah

sampel penelitian 609 x 10% = 60 siswa. Teknik pengambilan

sampel dengan menggunakan proporsional random sampling, di

mana setiap kelas diambil secara proporsif sesuai jumlah siswa yang

ada.

Tabel 3.1 Populasi dan Sampel Penelitian

Kelas Jumlah Populasi Jumlah Sampel


VII 308 30
VIII 301 30
Jumlah 609 60

3.3 Definisi Operasional Variabel

3.3.1 Pengertian Variabel

Variabel yaitu segala sesuatu yang akan menjadi objek

pengamatan penelitian. Kerlinger (1973) mengartikan variabel adalah

konstruk yang beragam yang dipelajari dan diambil dari suatu nilai

yang berbeda. Variable penelitian adalah karakteristik yang ada dalam

suatu yang diteliti yang mempunyai niai beragam (bervariasi) (Babbie,

1973). Sedangkan Effendi, 1989) variable adalah konsep yang

mengandung variasi nilai.


50

Berdasarkan di atas, dapat disimpulkan bahwa, variabel adalah

segala sesuatu yang menjadi objek pengamatan penelitian yang

mempunyai niai beragam (bervariasi).

3.3.2 Jenis-Jenis Variabel Penelitian

Jenis variabel yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini meliputi:

a. Variabel Independen (variabel bebas) yaitu Metode Konseling

kelompok dengan teknik behavioral contrack dengan menggunakan

zoom meeting .

b. Variabel dependen (variabel terikat) yaitu Motivasi Siswa dalam

belajar

3.3.3. Operasional Variabel

a. Metode Konseling kelompok dengan teknik behavioral contrack

dengan menggunakan zoom meeting adalah layanan konseling

kelompok di mana guru BK membuat kesepatan dua orang orang atau

lebih untuk mengubah perilaku konseli dan klien mampu mengubah

perilakunya dari malas belajar menjadi bersemangat belajar. Indkator

metode Konseling kelompok dengan teknik behavioural contract

meliputi: 1) tahap permulaan kelompok (beginning a group), 2) tahap

transisi dalam kelompok (the transition stage in group), 3) tahap

bekerja dalam kelompok (the working stage in group), dan 4) tahap

terminasi kelompok (termination of a group).

b. Motivasi belajar adalah semangat belajar yang ditunjukkan oleh siswa

selama mengikuti proses konseling kelompok dengan teknik


51

behavioural contract dengan keikutsertaan secara aktif selama layanan

konseling dengan menggunakan aplikasi zoom meeting. Indicator

motivasi meliputi: 1) motivasi intrinsik, 2) motivasi ekstrinsik, dan 3)

motivasi sosial

3.4 Metode dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif korelasional karena hendak

mengetahui besarnya pengaruh penggunaan metode konseling kelompok dengan

teknik behavioural contract dengan aplikasi zoom meeting dalam mengurangi

tingkat kejenuhan belajar siswa. Dengan kata lain, untuk mengetahui pengaruh

penggunaan zoom pada saat pemberian konseling kelompok dengan teknik

behavioural contract terhadap semangat belajar siswa.

Penelitian ini juga termasuk penelitian verifikatif karena ingin menguji

hipotesis penelitian yang selanjutnya ingin menguji apakah teori yang digunakan

untuk menyusun hipotesis diterima atau ditolak. Dasar pengujian hipotesis

tersebut adalah data primer yang dimbil dari lapangan dengan menggunakan

instrument yang sudah disiapkan.

Rancangan penelitian merupakan tahapan proses yang diperlukan dalam

merencanakan dan melaksanakan penelitian.

a. Merumuskan Masalah

Untuk menemukan masalah penelitian ini, terlebih dahulu peneliti

mengadakan pengamatan di lapangan yaitu di Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Negeri 2 Kota Palangka Raya dengan melakukan komunikasi secara online

dengan guru-guru BK. Setelah mendapat masukan-masukan serta dengan

pertimbangan yang mantap peneliti merumuskan permasalahan pada penelitian.


52

b. Menyusun proposal dan menyusun instrument penelitian

Penyusunan proposal penelitian yang meliputi bab I s.d. Bab III,

dilanjutkan dengan pemilihan instrument yang dapat digunakan untuk

pengambilan data di lapangan. Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan

adalah instrumen yang telah dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori yang

sudah ada.

c. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian berkaitan dengan kegiatan operasional yaitu

pengumpulan data melalui instrumen yang sesuai dengan variabel penelitian,

dimensi dan indikator variabel. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan

instrument yang berupa angket tertutup dengan pilihan jawaban yang sudah

ditentukan, sementara responden cukup memilih dari jawaban yang telah

disiapkan.

d. Laporan Data Empiris

Setelah semua data yang diperoleh terpenuhi, penulis memasukkan data

tersebut ke dalam tabel yang telah disediakan dan selanjutnya diolah dengan

menggunakan bantuan program komputer seri program statistik sosial (SPSS)

sebagai bahan melakukan analisis dan penarikan kesimpulan dalam pembuat

laporan hasil penelitian.

Adapun rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.


53

Merumuskan Penyusunan Pelaksanaan Laporan Data


masalah penelitian Proposal dan Penelitian Empiris
instrument penelitian

Mengunjungi lokasi Penyusunan proposal Pengumpulan data Data Empiris


penelitian untuk studi dngan menggali primer melalui dimasukkan dalam
awal, melakukan penelitian terdahulu penyebaran instrument tabel, dianalisis
wawancara yang relevan dan dengan bantuan media dengan bantuan
pendahuluan dengan mencari teori-teori social (WA) dan SPSS, digunakan
guru BK MTs yang relevan dan mencari data skunder untuk menguji
Negeri 2 Kota menyusun metodologi dengan metode hipotesis, dan
Palangka Raya untuk penelitian dokumentasi menarik kesimpulan
menentukan masalah
yang relevan

Diagram 3.1. Rancangan Penelitian

3.5 Teknik Pengumpulan data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

yaitu dengan menggunakan dua teknik:

1. Angket. Angket diberikan kepada siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs)

Negeri 2 Kota Palangka Raya secara online yaitu dengan menggunakan

fasilitias WA. Setelah angket diisi angket tersebut dikirimkan kembali ke

peneliti untuk ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif

2. Wawancara secara online melalui video call/WA, baik kepada guru BK

maupun kepada siswa.

3.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini adalah instrument yang dikembangkan oleh

peneliti berdasarkan pada teori yang ada. Berdasarkan teori yang ada dibuat kisi-
54

kisi instrument penelitian, yang kemudian dikembangkan menjadi butir

insttrumen penelitian. Instrumen penelitian secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran satu, sementara itu, kisi-kisi penelitian dapat dilihat pada tebel berikut.

Definisi operasional variable dapat dirumuskan sebagai berikut.

a. Metode Konseling kelompok dengan teknik behavioural contract salah satu

jenis layanan konseling kelompok di mana guru BK membuat kesepatan

dengan para siswa untuk mengubah perilaku konseli dan klien agar mampu

mengubah perilakunya dari malas belajar menjadi bersemangat belajar.

Berdasarkan definisi di atas, dimensi dan indiator metode konseling

kelompok dengan teknik behavioural contract menggunakan aplikasi zoom

meeting meliputi: 1) tahap permulaan kelompok (beginning a group), 2) tahap

transisi dalam kelompok (the transition stage in group), 3) tahap bekerja dalam

kelompok (the working stage in group), dan 4) tahap terminasi kelompok

(termination of a group) (Wibowo, 2005; Gladding,1994).

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen Variabel X (Penerapan Metode Konseling


kelompok dengan teknik behavioral contract dengan menggunakan
Zoom)
Variabel Indikator Pernyataan No
butir
Metode Tahap Penjelasan layanan konseling kelompok 1
Konseling Permulaan dengan teknik behavioural contract
Kelompok Penjelasan tujuan dan kegunaan konseling 2
dengan kelompok dengan teknik behavioural
teknik contract
behavioral Upaya menumbuhkan minat belajar siswa 3
contract Tahap Guru BK membentuk kelompok 4
transisi Siswa tergabung dalam kelompok 5
Suasana ketidak seimbangan dari masing- 6
masing anggota kelompok
Guru Bk memberi strategi menenangkan 7
kelompok
Tahap Masing-masing kelompok membuat 8
Kegiatan kontrak
55

Variabel Indikator Pernyataan No


butir
Guru BK memberi arahan tentang kontrak 9
masing-masing kelompok
Tahap bekerja, penampilan, tindakan 10
tahap Guru BK menilai 11
terminasi Guru BK memberi motivasi 12
kelompok Guru BK memonitor lebih lanjut 13
Sumber: Wibowo (2005); Gladding (1994)

b. Motivasi Belajar Siswa semangat belajar siswa selama mengikuti pendidikan

daring akibat pandemic covid-19 dengan menggunakan zoom sehingga proses

pembelajaran bersifat kooperatif berbasiskan teknologi dan informasi terkini

seperti aplikasi zoom meeting. Motivasi Belajar siswa dapat meningkat karena

guru mampu menggunakan metode pembelajaran yang inovatif berbasis

teknologi informasi, bukan metode satu arah

Berdasarkan definisi di atas, dimensi dan indikator motivasi belajar siswa

meliputi: 1) motivasi intrinsic, 2) motivasi ekstrinsik, dan 3) motivasi sosial

(Sardiman, 2009).

Tabel 3.3. Kisi-Kisi Instrumen Variabel Motivasi belajar saat belajar di rumah
akibat pandemic Covid-19
Variabel Indikator Pernyataan No
butir
Motivasi Instrinsik Dengan zoom meeting semangat untuk 1
Belajar menyampaikan pendapat menjadi
meningkat
Dengan zoom meeting, keberanian untuk 2
bertanya dan menjawab menjadi terasah
Dengan zoom meeting, pelaksanaan 3
konseling kelompok dengan teknik
behavioral contract menjadi semakin
bermakna
Dengan zoom meeting, semangat untuk 4
mengikuti konseling kelompok dengan
teknik behavioral contract menjadi
meningkat
Ekstrinsik Dengan aplikasi zoom meeting, ada 5
56

Variabel Indikator Pernyataan No


butir
dorongan dari luar karena siswa dapat
berdiskusi dengan guru dan siswa lainnya
Dengan aplikasi zoom meeting, ada 6
dorongan dari luar karena siswa dapat
menerima motivasi dari orang lain
Dengan aplikasi zoom meeting, Rasa 7
jenuh belajar menjadi berkurang, karena
ada motivasi dari guru BK untuk terus
belajar dengan giat
Motivasi Lebih nyaman menggunakan zoom 8
Sosial meeting daripada menggunakan WA
group maupun metode daring lainnya.
Dengan zoom meeting, rasa minder untuk 9
menyampaikan pendapat menjadi
terkurangi
Metode konseling kelompok dengan 10
teknik behavioral contract mampu
meningkatkan keterampilan pemecahan
masalah secara bersama-sama
Dengan zoom meeting, rasa rindu belajar 11
di kelas menjadi hilang
Dengan zoom meeting, tingkat 12
persahbatan dengan teman satu kelas
menjadi semakin akrab
Sumber: Sardiman, 2009 dimodifikasi

3.7 Teknik Analisis data

Teknik analisis data penelitian ini yaitu deskriptif persentase berdasarkan

jawaban instrument yang telah diisi oleh responden. Adapun langkah-langkahnya

adalah sebagai berikut.

1. Instrument yang telah diisi oleh responden diteliti dengan cermat apakah ada

respon kosong atau tidak, bila ada yang kosong maka dikembalikan lagi ke

responden, bila sudah lengkap mada dibuat tabulasi dengan bantuan program

aplikasi Excel.

2.
57

Tabel 3.4. Tabel persiapan analisis data

No Jawaban responden butir 1 s.d. 20


Resp 1 2 3 4 5 6 7 s.d. 25
1
2
3
4
s.d 60
Terakhir

3. Uji Validitas dan reliabilitas data.

a. Uji validitas butir instrument merupakan jenis validitas yang sering

digunakan peneliti. Pengujian validitas butir instrumen dilakukan dengan

cara membandingkan atau mengkorelasikan antara nilai (skor) hasil

pengukuran instrument dengan kriteria atau standar tertentu yang dipercaya

dapat digunakan untuk menilai (mengukur) suatu variable (Mustofa, 2009).

b. Uji Reliabilitas/keandalan (derajat konsistensi) adalah ukuran yang

menunjukkan seberapa tinggi suatu instrument dapat dipercaya atau dapat

diandalkan, artinya reliabilitas menyangkut ketetapan (dalam pengertian

konsisten) alat ukur (Mustofa, 2009).

Untuk melihat keajegan instrument penelitian manakala digunakan

pada tempat yang berbeda dan waktu yang berbeda pula, termasuk

responden yang berbeda

3.8 Hipotesis Statistik

Ho1 : β1 ≤ 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signfikan antara penggunaan

metode Konseling kelompok dengan teknik behavioral

contract pada masa Pandemi Covid-19 dengan menggunakan


58

aplikasi zoom meeting terhadap motivasi belajar siswa

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.

Ha1 : β1 > 0 : Terdapat pengaruh yang signfikan antara penggunaan metode

Konseling kelompok dengan teknik behavioral contract pada

masa Pandemi Covid-19 dengan menggunakan aplikasi zoom

meeting terhadap motivasi belajar siswa Madrasah Tsanawiyah

(MTs) Negeri 2 Kota Palangka Raya.

Anda mungkin juga menyukai