Anda di halaman 1dari 21

Marketplace Guru Model Bisnis Tenaga Pengajar Masa Depan

Oleh: James Faot


(Ketua Koperasi Media Rakat Flobamorata)

02/07/2023

Pengantar

Baru-baru ini, Mendikbudristek RI, Nadeim Makarim, telah menjadi pusat perhatian
karena gagasannya tentang penerapan platfrom Markeplace Guru atau Pasar Guru.
Gagasan itu, oleh Nadiem disebut-sebut sebagai langkah terobosan untuk mengatasi
problematika menahun tenaga guru honorer di Indonesia. Sebuah sistim rekrutmen
tenaga guru yang hadir dalam platfrom marketplace.

Gagasan marketplace guru muncul pertama kali dalam sebuah Rapat Kerja (raker)
Komisi X DPR RI dengan Kemendikbudristek, Kemenkeu, MenpanRB dan Kemendagri,
pada 26 Mei 2023. Melalui youtube channel dprriofficial, dikatakan bahwa tujuan
utama raker itu adalah Komisi X mendalami adanya mekanisme baru dalam
pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), sehingga
penyerapan tenaga pendidik yang telah lolos passing grade dapat memenuhi semua
formasi yang tersedia.

Seperti yang diinformasikan bahwa raker itu terjadi karena turut dipicu oleh
perbedaan pandangan banyak kalangan mengenai definisi lolos passing grade.
Mereka yang telah dinyatakan lolos ujian PPPK, justru tidak memiliki kepastian

1
pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN)? Dan, bagaimana strategi
Kemendikbudristek menyelesaikan problem guru honorer di Indonesia?

Pasca dikemukakannya gagasan tersebut, muncul tanggapan beragam dari berbagai


kalangan. Baik praktisi, pakar dan pengambil kebijakan, mayoritas meresonansi nada
negatif terhadap marketplace guru, selain sedikit dukungan. Praktisi nampaknya
sangat tersinggung karena merasa dipelakukan sebagai barang dagangan dalam
ekositim belaja online. Selain mengkritisi nuansa komersilnya, pakar masih pesimis
karena kedangkalan dan ketidakjelasan tujuan marketplce guru untuk mengatasi
masalah rendahnya kompetensi dan kesejahteraan guru di Indonesia.

Sementara itu, DPR juga telah memberikan penilaian yang utuh bahwa strategi ini
tidak menyentuh akar problematik tenaga pengajar honorer di Indonesia. Itu terkait
ketimpangan kuantiti, kualitas serta kesejahteraan.

Tetapi, cukup penting untuk membaca gagasan Mendikbudristek, yang juga pendiri
dan mantan CEO gojek itu, dalam konteks pendidikan nasional yang telah
terindustrialisasi. Menjawab pertanyaan, mengapa pemilihan istilah marketplace
guru digunakan tanpa memperhitungkan penghormatan terhadap harkat dan
martabat guru sebagai pahlawan memanusiakan manusia? Apakah gagasan ini
terkait dengan pangsa pasar guru sebagai subsektor perdangangan jasa pendidikan?
Artikel ini berargumen bahwa marketplace guru adalah bagian dari wacana
hegemoni neoliberal dalam industri ekspor jasa pendidikan regional dan global.
Marketplace guru adalah model bisnis masa depan tenaga pengajar dalam subsektor
pendidikan di Indonesia. Pasar guru yang dihadirkan Kemendikbudristek, hanyalah
prototype yang pasti akan berkembang seiring dengan perluasan legitimasi
memperdagangkan guru, selain oleh negara.

Apa itu Marketplace Guru?

Dalam raker dengan Komisi X DPR, Mendikbudristek menjelaskan bahwa platform


marketplace guru merupakan database dengan dukungan teknologi agar semua
sekolah bisa mengakses calon guru. Marketplace guru adalah wadah perekrutan
guru berbasis teknologi. Ketika sekolah membutuhkan guru, sekolah dapat mencari
guru yang sesuai kebutuhannya dan mengudang mereka sebagai pengajar. Dengan
kata lain, marketplace guru akan berfungsi sebagai media yang memudahkan pihak
sekolah dalam mencari pengajar dengan berorientasi pada kebutuhan riil sekolah.

Perubahan mekanisme perektutan guru melalui makerplace guru nampaknya


mempromosikan fleksibilitas bagi calon guru dan sekolah. Calon guru dapat memilih
lokasi mengajar, demikian sekolah dapat memilih guru yang diminatinya, tanpa
menunggu proses rektutmen terpusat. Apa yang berbeda dari metode rekturmen
tradisional ialah di marketplace guru, proses ‘jual-beli’ tenaga guru dapat secara riil
time, mengikuti kebutuhan konsumen, yakni sekolah-sekolah.

Siapa yang boleh masuk marketplace guru? Pertama adalah guru-guru honorer yang
sudah lulus seleksi untuk menjadi calon guru ASN. Jadi, marketplace guru akan di

2
peruntukkan bagi mereka yang telah lolos passing grade dalam seleksi ASN melalui
jalur PPPK. Kedua adalah mereka yang disebut full talent yakni lulusan Pendidikan
Profesi Guru (PPG) prajabatan. Menurut Mendikbudristek, para calon guru yang
masuk ke dalam marketplace guru telah dinilai berhak untuk mengajar.

Bagaimana marketplace guru berkerja? Dalam raker bersama DPR, Mendikbudristek


setidaknya menyampaikan enam langkah yang dapat mengambarkan cara kerja
marketplace ini. Pertama, seluruh guru honorer yang telah lulus seleksi atau lolos
passing grade dan lulusan PPG prajabatan akan dimasukkan ke database
marketplace guru. Kedua, berdasarkan dapodik dan database marketplace guru,
pemerintah pusat akan menentukan formasi, tetapi bersifat dinamis setiap tahun
bergantung jumlah siswa. Ketiga, setiap sekolah bisa langsung mengakses
marketplace untuk mencari dan merekrut guru sesuai dengan kebutuhan atau
formasi mereka. Keempat, setelah mencari di database marketplace, sekolah bisa
langsung melakukan wawancara dan tes kepada calon guru yang hendak mereka
pekerjakan. Kelima, apabila melalui wawancara dan tes tersebut sekolah merasa
cocok, mereka dapat mengangkat calon guru dari marketplace guru tadi untuk
dipekerjakan sebagai guru, baik bersifat tetap atau kontrak sesuai dengan
kesepakatan. Keenam, guru-guru yang telah dipekerjakan oleh sekolah, akan
diberikan insentif sesuai dengan kinerja dan prestasi mereka.

Sejumlah perubahan akan terjadi sebagai konsekuensi penerapan program


marketplace guru. Pertama, pola pendanaan marketplace guru akan menggunakan
dana alokasi umum (DAU). Anggaran gaji dan tunjangan guru ASN yang saat ini
berada di Pemerintah Daerah (Pemda), akan dialihkan atau ditransfer langsung ke
sekolah. Hal ini persis sama seperti mekanisme anggaran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS). Kedua, penerapan mekanisme kunci anggaran sebagai langkah
proteksi. Hal ini bertujuan agar sekolah tidak menggunakannya di luar kepentingan
pengadaan guru ASN. Ketiga, formasi guru akan ditentukan berdasarkan Data Pokok
Pendidikan (Dapodik) dan basis data pendukung lain. Keempat, sekolah dilarang
merekrut guru honorer, selain dari marketplace guru. Poin ini kiranya mendapatkan
penekanan khusus karena terkait dengan metode untuk menghilangkan secara
permanen status guru honorer di Indonesia. Langkah itu bukan melalui metode
perekrutan massal atau bertahap terhadap guru-guru honorer yang ada saat ini,
melainkan dengan menutup pintu-pintu perekrutan honorer guru yang berasal dari
berbagai sekolah di Indonesia. Jadi, satu-satunya pintu guru honorer beralih status
menjadi calon ASN guru hanyalah melalui seleksi calon guru ASN PPPK. Kelima,
marketplace guru sebagai mekanisme baru rekturmen ASN guru membawa
perubahan pemahaman terkait kepastian status mereka yang lolos passing grade
melalui seleksi. Lolos passing grade hanya memberikan satu kesempatan menjadi
ASN PPPK. Kesempatan kedua dapat diperoleh, jika tersedia formasi. Dan,
kesempatan ketiga, jika ada sekolah yang berminat ‘membeli’ mereka sebagai guru,
ketika mereka dipajang di etalase marketplace. Dengan kata lain, proses perubahan
status dari colon menjadi ASN PPPK menjadi lebih menantang, jika kurang positif
untuk mengatakan semakin sulit.

Tanggapan yang Beragam

3
Gagasan marketplace guru telah mendapatkan tanggapan yang beragam dari
berbagai kalangan. Mulai dari kalangan praktisi pendidikan, pakar kebijakan dan
teknologi pendidikan, warganet dan pengambil kebijakan. Beberapa memberikan
dukungan dengan catatan-catatan kritis. Namun, mayoritas memberikan kritikan
keras dan menolak gagasan ini karena dinilai tidak menjawab substansi persoalan
guru honorer di Indonesia.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), melalui koordinatornya Satriwan Salim,


mengatakan bahwa sementara ini, P2G mencoba untuk berbaik sangka terhadap
gagasan tersebut. Dengan catatan, apabila itu bertujuan untuk mensimplifikasi sistim
rekrutmen guru, yang selama ini birokratis dan kacau. Tetapi, mereka sangat
menyayangkan penggunaan istilah marketplace guru karena tidak menunjukkan
penghormatan terhadap profesi guru. Istilah itu, dipandang oleh P2G telah
menyamakan guru dengan barang jualan di dalam konteks ‘dunia belanja online’.
Tetapi, terlepas dari ketidaklayakan penggunaan istilah itu, P2G nampaknya
bersepakat dengan rencana Mendikbudristek untuk mengubah sistem rekrutmen
guru di Indonesia. Asalkan itu, lebih memudahkan.

Pengamat teknologi dan informatika seperti Heru Sutadi, menilai bahwa rencana
Mendikbudristek merancang marketplace guru perlu diapresiasi. Sebab,menurutnya
marketplace guru merupakan sebuah langkah inovatif dalam bidang pendidikan.
Tetapi, dia juga mendorong agar Kemndikbudristek mempertimbangkan rencana
tersebut dengan mengelaborasi lebih jauh. Terutama, bagaimana memperhitungkan
tingkat kepastian berhasil atau gagalnya rencana tersebut di tengah jalan.

Walaupun mendukung program marketplace guru, dia juga mengkritisi fungsi


marketplace sebagai platform jual-beli jasa tenaga guru. Dia telah membuat
pertimbangan penting, di mana profesi guru tidak dapat disamakan dengan sebuah
jasa, seperti service atau jasa lainnya yang beroperasi melalui mekanisme transaksi
jual-beli. Karena itu, dia mengusulkan agar diganti nama marketlace guru dengan
talent pool, yakni wadah talenta para guru dengan sertifikasi tententu. Tetapi,
nampaknya dia tidak memiliki alternatif bagaimana talent pool harus dioperasikan
secara bebeda dari marketplace guru.

Senada dengan pandangan di atas, pengamat pendidikan Doni Koesoema, menilai


bahwa gagasan Mendikbudristek soal marketplace guru masih perlu dikaji secara
mendalam. Dia berargumen bahwa banyak hal yang masih perlu diperhatikan dalam
proses seleksi atau rekrutmen guru. Diantaranya, soal kualitas guru dan pemerataan
di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Dalam hal kualitas, dia menekankan
agar diperjelas bagaimana mekanisme seleksi guru berbasis kualitas di marketplace,
agar tidak disamakan dengan rekrutmen profesi yang lainnya. Apalagi, jika itu seperti
Gojek. Siapapun bisa jadi sopir, asal punya Surat Izin Mengemudi (SIM).

Sementara itu, tanggapan lain yang cukup berbeda datang dari kalangan pakar, baik
pengamat kebijakan publik dan pengamat kebijakan pendidikan. Misalnya, pengamat
kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, telah memberikan

4
penilaiannya bahwa marketplace guru akan mempersulit dunia pendidikan di
Indonesia. Namun, penekannanya lebih fokus pada masih rendahnya melek
teknologi di kalangan guru, terbatasnya sarana dan prasarana teknologi pendukung
serta minimnya aksesibilitas untuk guru di daerah 3T. Kritiknya yang lain bahwa
wacana marketplace guru merendahkan profesi guru karena murni bisnis. Oleh
karena itu, dia juga memberikan sebuah peringatan kepada Kemendikbudristek
bahwa penting untuk memahami profesi guru yang tidak boleh hanya diukur secara
logika, tetapi juga harus bermakna. Baginya, guru, selain menyimpan pesan keilmuan,
juga budi pekerti. Pada pesan terakhir ini, mengandung nilai-nilai luhur seperti
pancasila, kebangsaan dan toleransi. Dalam pembuatan kebijakan pendidikan,
seharusnya mempertimbangkan juga apa yang disebutnya sebagai ‘metode
verstehen' yakni memahami makna tindakan sosial, bukan teori belaka.

Demikian pula, pengamat kebijakan pendidikan dari Center for Education Regulation
and Developments Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji. Ia menilai bahwa gagasan
marketplace guru tidak memiliki tujuan dan konsep yang jelas. Charismiadji
merupakan salah satu pakar yang cukup aktif mengkritisi Kemendibudristek dalam
merancang kebijakan karena tidak berbasis kajian ilmiah yang mendalam. Bukan
hanya gagasan marketplace guru yang tidak berbasis kajian, tetapi juga merdeka
belajar dan Rancangan Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas),
yang dinilai olehnya sebagai ‘gagasan suka-suka’ dari seorang menteri yang suka
bikin aplikasi. Dia menunjukkan ketidakjelasan marketplace guru dengan
membandingkan banyaknya kasus guru honorer hanya dibayar Rp.100.000,- per tiga
bulan, tetapi solusinya justru marketplace.

Nampaknya, penting untuk mendengar penilaian publik yang jauh lebih terang
seperti diwakili oleh warganet +62. Pada 28 Mei 2023, sebuah video telah diunggah
akun TikTok @motivasiguru untuk menjelaskan program marketplace guru. Video itu
telah dilanda hujan cubiran warganet. Dua di antaranya, memberikan komentar
negatif dengan penekanan berbeda. Komentar akun @akusiapa, “Berharap banget
menteri pendidikan berasal dari lulusan pendidikan”. Sangat mungkin ini sebuah
sarkas terhadap pilihan politik Jokowi yang mempercayakan seorang CEO start up
sebagai menteri pendidikan. Sementara itu, akun @hepija1 berkomentar, "Kami
bukan barang. Biarlah kami mengajar dan mendidik anak bangsa yang cerdas dan
berakhlak mulia. Marketplace, kami manusia bukan barang." Jelas bahwa pemilihan
sadar Mendikbudristek terhadap istilah marketplace guru mengkonotasikan profesi
guru sebagai barang dagangan.

DPR yang paling berkepentingan dengan agenda raket itu, telah memberikan
keputusan utuh untuk tidak menerima gagasan marketplace guru. Komisi X DPR,
melalui Ketuanya Syaiful Huda, telah membuat penilaian mendalam berdasarkan
rapat itu bahwa marketplace guru tidak menyelesaikan akar problematik tenaga
pendidikan di Indonesia. Bagi mereka, gagasan itu hanya menjawab persoalan
distribusi guru. Padahal, Komisi X DPR mengingikan Kemendikbudristek dapat
mempersiapkan sebuah strategi untuk menjawab kebutuhan penting, bagaimana
tenaga guru honorer bisa secepatnya diangkat menjadi ASN, yang dikaitkan dengan
kesejahteraan guru.

5
Komisi X DPR nampaknya menagih komitmen Kemendikbudristek dalam
menuntaskan program rekrutmen 1 juta honorer menjadi ASN PPPK. Justru, dalam
raker itu, pemaparan Kemendikbudristek jauh dari ekspektasi mereka. Bagaimana
proses rekruitmen, proses penerbitan surat pengangkatan dan penempatan guru
yang lolos seleksi, sama sekali tidak terjawab. Mereka menilai bahwa strategi
Kemendikbudristek tidak ada yang menyentuh kebutuhan substantif dan konkrit
serta dapat dijalanakan. Bagi mereka, marketplace guru hanya dapat berjalan efektif
ketika problem substantif tadi diselesaikan.

Dalam penilaian DPR, tidak terealisasinya pengangkatan 1 juta guru honorer menjadi
ASN PPPK dalam dua tahun terakhir, terletak pada hambatan politik. Yakni,
kurangnya niat pemerintah daerah mengusulkan formasi, jika berbadingkan dengan
tingginya kebutuhan guru di daerah-daerah. Dengan demikian, sudah seharunya
peran Kemendikbudristek selaku pemerintah adalah membuat terobosan politis.
Maksud mereka adalah mendorong Kemendikbudristek meminta Presiden membuka
ruang untuk mengatasi hambatan regulatif maupun personal di lintas kementerian
dan lembaga. Bukan malah membuat aplikasi.

Namun, penilaian Komisi X nampaknya adalah sebuah ironi. Justru, otoritas politik
ada di tangan mereka untuk memaksa pemerintah mengambil kebijakan konkrit
yang berorentasi pada penuntasan masalah paling pokok. Jika saja, mereka memiliki
komitmetmen yang kuat dalam masalah ini, mereka dapat langsung menginisiasi
sebuah terobosan untuk menghilangkan hambatan-hambatan di atas.

Kondisi Guru Honorer di Indonesia

Indonesia menghadapi tantangan berat terkait isu guru. Tidak hanya persoalan
status seperti PNS dan non-PNS yang dihubungakan dengan kersejahteraan. Tetapi
juga, menyangkut persoalan kesenjangan antara kebutuhan guru di sekolah dan
rombongan besar guru non-PNS dengan terbatasnya formasi untuk pengangkatan
guru baru. Persoalan terakhir ini telah dihubungkan dengan rendahnya komitmen
pendanaan pemerintah dan ketidaktepatan dalam merancang mekanisme
perekturtan guru.

Tetapi, siapa sesungguhnya guru honorer ini? Menurut PP Nomor 56 Tahun 2012,
guru atau tenaga honorer adalah mereka yang diangkat oleh pejabat pembina
kepegawaian ataupun pejabat lainnya di dalam pemerintahan agar bisa melakukan
tugas tertentu di dalam instansi pemerintahan. Pada dasarnya, mereka adalah
tenaga pengajar (pagawai) lepas. Mereka belum atau tidak diangkat sebagai tenaga
pengajar tetap. Karena status demikian, jasa mereka hanya diganjar dengan
honorarium sebagai upah mengajar yang akan dibayarkan setiap bulan, bahkan tiga
sampai enam bulan.

Pada 2022, Indonesia memiliki hampir setengah dari total gurunya berstatus non-
PNS. Dari total 2.906.185 guru, sebesar 1.385.831 (48%) yang berstatus non-PNS itu,
terdiri dari beragam sebutan, seperti guru honorer sekolah hingga guru bantu pusat.

6
Sementara, sisanya yang lebih dari setengah jumlah total atau sebesar 1.520.354
(52%) berstatus PNS.

Chart 1: Guru di Indonesia berstatus PNS

Sumber: https://databoks.katadata.co.id

Penting untuk diketahui bahwa perbedaan status guru memiliki dampak terhadap
kesejahteraan ekonomi dan nilai sosial. Tetapi, tidak terdapat bukti positif ketika
status PNS dikaitkan dengan kinerja guru dalam pembelajaran. Terbukti secara
faktual bahwa guru PNS dibayar jauh lebih besar dari guru non-PNS, terutama guru
sertifikasi, sebagaimana ditampilkan nanti pada Tabel 1 dan 2. Ganjaran ekonomi
yang berbeda itu, juga memunculkan prestise sosial yang lebih menguntungkan guru
PNS dari pada guru non-PNS.

Namun, apakah guru PNS yang dibayar lebih tinggi dari guru non-PNS, berdampak
pada kinerja pembelajaran yang lebih baik? Pertanyaan ini telah menimbulkan
perbedaan bahkan pertentangan pendapat. Tetapi, menurut laporan McKinsey &
Company, dalam sebuah hasil penelitian berjudul “The Archipelago Economy:
Unleashing Indonesia's Potential” bahwa dalam satu dekade, dari 2003 hingga 2013,
telah terjadi penurunan signifikan dalam tingkat ketidakhadiran guru-guru sekolah.
Pada hari tertentu, ditemukan 10 persen guru tidak hadir di sekolah pada saat
mereka memiliki jadwal untuk bekerja. Dalam kaitan dengan bayaran guru sertifikasi,
dalam sebuh laporan berjudul “Indonesia: Teacher Certification and Beyond” oleh
Cheng et al dan Word Bank, disampaikan bahwa sertifikasi guru hanya memiliki
sedikit, jika ada, dampak positif pada pengetahuan mata pelajaran guru atau
keterampilan pedagogis mereka. Demikian pula, tidak berdampak positif terhadap
pembelajaran siswa.

Walaupun temuan terakhir di atas sangat penting, tetapi ia telah banyak digunakan
sebagai landasan untuk merekomendasi penghapusan tunjangan profesi guru di
Indonesia. Itu berarti akan ada penurunan kesejahteraan guru. Sebagai penegasan,
rekomendasi penghapusan tunjangan profesi guru, telah dimasukkan ke dalam

7
Rancangan Undang-Undang Sisdiknas pada tahun 2022 oleh Kemendikbudristek.
Jelas, hal ini memberikan wawasan bahwa semakin berkurangnya komitmen
pemerintah terhadap upaya mempertahankan dan melindungi guru dari ancaman
merosotnya tingkat kesejahteraan. Walaupun, mungkin benar sebagian besar guru
ASN dan honorer di Indonesia berkinerja buruk.

Isu guru di Indonesia terus berkembang dan menjadi semakin kompleks. Tidak hanya
mencakup kesejahteraan, perbedaan nilai sosial dan rendahnya kinerja dalam
pembelajaran. Tetapi juga, kesenjangan antara kebutuhan, ketersediaan dan
mekanisme rekturmen guru. Sejak 2020, telah muncul prediksi bahwa Indonesia
akan menghadapi krisis tenaga guru. Puncak krisis ini terjadi pada 2024, di mana
Indonesia akan mengalami kekurangan lebih dari 1,3 juta guru.

Chart 2: Proyeksi kekurangan guru dari tahun 2020-2024

Sumber data: https://pustakaguru.id

Namun, purlu untuk memberikan perhatian khusus terhadap pentingnya


menyelesaikan masalah kesejahteraan ekonomi guru honorer dan menemukan
mekanisme rekturtmen agar status mereka segera beralih menjadi guru ASN. Seiring
dengan usaha menemukan mekanisme rekturmen, penekanan penting lain yang
harus diberikan adalah usaha untuk meningkatkan kualitas kompetesi guru, baik
non-ASN maupun ASN. Hal itu harus dilakukan agar tidak terjadi ketidakseimbangan
yang berujung pada dirugikanya pelajar selaku subjek pembelajaran. Jangan hanya
menuntut kesejahteraan, tetapi juga kualitas dalam menjalankan tugas profesi.

Oleh karena itu, strategi perekrutan guru ASN yang hendak dirancang haruslah
didasarkan pada standar keterujian kompetensi, baik kepribadian, pedagogik, sosial
dan profesional. Sebagaimana penekanan ini, memang secara garis besar telah
nampak dalam strategi rekrutmen melalui gagasan marketplace guru. Walaupun
demikian, gagasan itu masih perlu dipilah dan pilih, terutama untuk menemukan dan
membuang unsur hegemonik dari ekonomi pasar yang mungkin sangat kuat
mengkonstruksinya.

8
Upah rendah

Di Indonesia, kondisi kesejahteraan guru honorer sangat memprihatinakan. Upah


mereka jauh dari kesejahteraan. Padahal penghasilan guru telah diatur dalam UU
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 14 UU ini, dikatakan
bahwa "guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum
dan jaminan kesejahteraan sosial.” Namun, ia tidak berlaku sama terhadap guru
honorer. Sebab, kebijakan terkait besaran gaji guru honorer dipengaruhi oleh
variabel-variabel seperti anggaran pemerintah daerah, alokasi dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), lembaga sekolah tempat guru mengajar dan jumlah jam
mengajar dalam sepekan. Hal itu telah menyebabkan variasi penghasilan di antara
guru honorer, selain variabel khusus seperti wilayah kota dan desa, apalagi di daerah
3T.

Ambil contoh gaji guru honorer di jejang Sekolah Dasar (SD) pada 2022. Dalam tiga
kategori seperti umum, kota besar dan daerah dengan anggaran terbatas,
sebagaimana terlihat pada daftar gaji guru SD honorer di bawah:

Tabel 1: Daftar gaji guru honorer per bulan di jejang SD pada 2022

Guru SD Honorer Besaran Gaji Per Bulan (Rp)

Secara umum 300.000 – 1.000.000

Di kota-kota besar 1.500.000 – 2.000.000

Di daerah dengan anggaran terbatas 300.000

Sumber: CNBCIndonesia.com

Jika dibadingkan dengan besaran gaji pokok guru ASN pada jejang pendidikan yang
sama, maka keadaanya sangat jauh berbeda. Perbedaan itu, termasuk karena
ketiadaan tunjangan pada guru honorer.

Sebagai informasi, gaji guru ASN pada jejang SD diatur dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ketentuan gaji guru PNS ini berlaku setara untuk semua instansi pemerintah, baik di
pusat maupun daerah. Besaran gaji guru ASN pada jenjang SD disesuaikan dengan
golongan dan Masa Kerja Golongan (MKG) mulai dari 1-27 tahun, sebagaimana
terlihat pada Tabel 2 di bawah:

Tabel 2: Daftar gaji guru ASN per bulan di jejang SD pada 2022

Guru SD ASN Besaran Gaji Per Bulan (Rp)

Golongan I (Juru)

IA 1.560.800 - 2.335.800

IB 1.704.500 - 2.472.900

9
IC 1.776.600 - 2.577.500

ID 1.851.800 - 2.686.500

Golongan II (Pengatur)

IIA 2.022.200 - 3.373.600

IIB 2.208.400 - 3.516.300

IIC 2.301.800 - 3.665.000

IID 2.399.200 - 3.820.000

Golongan III (Penata)

IIIA 2.579.400 - 4.236.400

IIIB 2.688.500 - 4.415.600

IIIC 2.802.300 - 4.602.400

IIID 2.920.800 - 4.797.000

Golongan IV (Penata)

IVA 3.044.300 - 5.000.000

IVB 3.173.100 - 5.211.500

IVC 3.307.300 - 5.431.900

IVD 3.447.200 - 5.661.700

IVE 3.593.100 - 5.901.200

Sumber: CNBCIndonesia.com

Selain keistimewaan besaran gaji pokok guru ASN, mereka juga memperoleh
Tunjangan Kinerja Daerah (TKD), yang jumlahnya bervariasi di setiap daerah.
Misalnya, guru SD ASN di Jakarta, seperti terlihat di bawah:

Tabel 3: Daftar tunjangan guru ASN di jejang SD pada 2022

Golongan Besaran Tunjangan (Rp)

IVC-IVE 6.521.250

IVA-IVB 6.174.375

IIIC-IIID 5.827.500

IIIA-IIIB 5.480.625

IIA-IID 4.370.625

Calon PNS (CPNS) 3.100.000

Sumber: CNBCIndonesia.com

Tidak hanya itu, guru ASN SD juga menerima tiga tunjangan lain, sebagaimana diatur
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 1997 tentang Peraturan Gaji

10
Pegawai Negeri Sipil. Mereka diberikan tunjangan suami/istri sebesar 5% dari gaji
pokok dan tunjangan anak sebesar 2% dari gaji pokok. Sedangkan, untuk tunjangan
makan, guru ASN Golongan I dan II mendapat uang makan Rp35.000 per hari.
Sementara, Golongan III mendapat Rp37.000 per hari dan Golongan IV sebesar
Rp41.000 per hari. Terkait tunjangan makan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.02/2018 tentang Standar Biaya Masukan Tahun
Anggaran 2019.

Karena alasan ketidaksejahteraan, guru honorer terdorong untuk mencari pekerjaan


tambahan untuk menghidupi diri dan keluarga. Seringkali, pekerjaan-pekerjaan ini
tidak berhubungan dengan peningkatan kapasitas profesional mereka. Banyak kasus
telah menarik keprihatinan publik. Dua diantaranya telah mengakibatkan lilitan
rantai hutang, baik pada guru maupun pelajar.

Pertama, seperti pada kasus di salah satu Sekolah Dasar di Kota Kupang. Di mana,
guru berdagang makanan (cemilan) di sekolah dengan target pasar pelajar-pelajar
mereka. Karena tingkat persaingan yang tinggi di antara guru-guru ini, beberapa
memberikan kebijakan hutang pada pelajar yakni ‘ambil dulu, besok baru bayar’.
Akibatnya, beberapa pelajar mengalami gagal bayar karena terlalu sering didorong
untuk mengonsumsi berdasarkan hutang. Pelajar-pelajar tidak memiliki sumber
ekonomi dari diri mereka. Sehingga, jatah jajanan harian dari orang tuapun habis
dipakai untuk menyicil hutang makanan. Sedikit dari pelajar yang berhutang, tidak
ingin hadir di sekolah untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh
timbulnya rasa malu dan takut pada guru, yang mungkin akan menagih hutangnya.
Kasus ini terkuak setelah ada desakkan Kepala Sekolah untuk bertemu dengan
pelajar dan orang tuanya. Singkat cerita, dalam pertemuan tersebut, si pelajar
membuat pengakuan yang menyedihkan ini. Namun, baik guru honorer dan si
pelajar sama berstatus korban kebijakan.

Kedua, guru-guru honorer terlilit rantai hutang rentenir melalui aplikasi pinjaman
online (pinjol). Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) telah menduga bahwa
rendahnya kesejahteraan guru honorer membuat mereka terpaksa terjebak pinjol.
Mereka telah melansir data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bahwa sebanyak 42%
masyarakat yang terjerat pinjol ilegal adalah guru. Walaupun, ada penilian bahwa
angka ini tidak hanya melibatakan guru berstatus honorer, tetapi mungkin juga guru
tetap swasta dan guru ASN.

Sayangnya, kedua kasus di atas sangat mungkin mengorbankan kualitas


pembelajaran di sekolah. Di mana, pelajar adalah kelompok yang paling dirugikan.

Langkah pemerintah

Rendahnya upah guru honorer telah berdampak pada krisis kesejahteraan.


Menyikapi kondisi memprihatinkan ini, Kemendikbudristek telah mengambil langkah
mengangkat martabat guru (termasuk honorer) melalui program PPPK. Ada penilaian
bahwa PPPK adalah langkah besar untuk menerobos kebuntuan mengatasi masalah
guru honorer di sepanjang sejarah Indonesia.

11
Tetapi, penting untuk dicatat bahwa program ini telah dikaitkan dengan upaya
efisiensi anggaran negara, sekaligus mencerminkan kuatnya dorongan liberalisasi
birokrasi pemerintah. Di mana, ada keenganan pemerintah untuk mengangkat guru
ASN tanpa embel-embel kontrak kerja. Dalam konteks liberalisasi ini pula, format
pengelolaan tenaga guru sedang berstransisi menuju tata kelola korporasi dan oleh
korporasi.

Pada 2021, Kemendikbudristek meluncurkan program PPPK untuk merekrut 1 juta


guru. Namun, realisasi jumlah pengangkatan pada 2021-2022 hanya mencapai
544.180 guru, termasuk dalam angka ini adalah guru honorer. Pemerintah pusat
melemparkan kegagalan pencapaian penyerapan dari target semula pada Pemda
yang mereka nilai kurang memiliki komitmen dalam mengusulkan formasi guru.
Namun, ada penilaian bahwa kurangnya komitmen Pemda lebih merupakan alasan,
sebab inti persoalan mereka adalah kurangnya pendanaan.

Chart 3: Kebutuhan guru dan pemenuhan guru melalui pengangkatan guru ASN PPPK
tahun 2021-2022

Sumber: Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) Kemendikbudristek RI

Meskipun guru-guru PPPK telah dimaksukkan ke dalam kategori ASN (PPPK), mereka
tetap saja berbeda dari ASN. Perbedaan itu terletak pada tiga hal, yakni komponen
gaji, tunjangan dan terutama status kerja. Karena guru PPPK diangkat berdasarkan
perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu sebagai pelaksana tugas dan jabatan
pemerintahan, maka mereka tetap bertatus pegawai kontrak. Dengan status ini,
masa kerja mereka paling singkat satu tahun dan dapat diperpanjang sesuai
kebutuhan serta berdasarkan penilaian kerja.

Jika dilihat dari gaji dan tunjangan guru PPPK, setidaknya telah ada peningkatan dari
besaran gaji guru honorer seperti telah ditampilkan pada Table 1. Besarkan gaji dan
tunjangan guru PPPK, ditentukan berdasarkan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor
98 tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Namun, angka tersebut belum
dipotong pajak penghasilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Daftar gaji guru PPPK tahun 2022 seperti ditampilkan pada Tabel 3.

12
Tabel 3: Daftar gaji guru PPPK tahun 2022

Golongan Besaran Gaji (Rp)

I 1.794.900 - 2.686.200

II 1.960.200 - 2.843.900

III 2.043.200 - 2.964.200

IV 2.129.500 - 3.089.600

V 2.325.600 - 3.879.700

VI 2.539.700 - 4.043.800

VII 2.647.200 - 4.214.900

VIII 2.759.100 - 4.393.100

IX 2.966.500 - 4.872.000

X 3.091.900 - 5.078.000

XI 3.222.700 - 5.292.800

XII 3.359.000 - 5.516.800

XIII 3.501.100 - 5.750.100

XIV 3.649.200 - 5.993.300

XV 3.803.500 - 6.246.900

XVI 3.964.500 - 6.511.100

XVII 4.132.200 - 6.786.500

Sementara itu, tunjangan guru PPPK pada 2022 sebagaimana diatur dalam Perpres
98 Tahun 2020 pasal 4 ayat 1, mencakup: 1) Tunjangan keluarga; 2) Tunjangan
pangan; 3) Tunjangan jabatan struktural; 4) Tunjangan jabatan fungsional, dan; 5)
Tunjangan lainnya.

Namun, karena PPPK dan outsourcing honorer pemerintah adalah model masa
depan mekanisme rekrutmen pegawai pemerintahan—tidak hanya mencakup
guru—maka hilanglah kesempatan untuk menjadi ASN tetap. Inilah bukti nyata
penerapan liberalisasi birokrasi. Di mana, pemerintah mengadaptasi model
pengelolaan tenaga kerja ala korporasi untuk mendorong efisiensi anggaran,
sekaligus memperluas segmen bisnis tenaga kerja untuk pemain swasta.

Sepanjang periode 2021/2022, perekrutan guru PPPK meninggalkan tiga catatan


masalah dalam sudut pandangan DPR. Pertama, kurangnya formasi. Kedua, guru-
guru honorer di sekolah negeri yang seharusnya mendapakan prioritas, justru
digantikan oleh guru-guru dari sekolah swasta. Dalam penilaian DPR, hal ini terjadi
karena telah dipicu oleh rendahnya afirmasi yang diberikan pemerintah pada guru-
guru honorer sekolah negeri. Terutama, kepada mereka yang telah lama mengabdi.

13
Mereka ini terkandas pencapaian ambang batas kelulusan atau passing grade. Ketiga,
terkait nasib guru honorer yang telah dinyatakan lulus passing grade, namun hingga
kini belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari kepala daerah atau Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK).

Berdasarkan catatan ini, DPR secara keras menolak rencanan perekrutan guru PPPK
tahap 3 pada 2023, sebelum masalah di tahap 1 dan tahap 2 diselesaikan. Seperti
telah ditampilakan pada chart 3, sisa kebutuhan perekrutan pada tahun 2023
mencapai 601.286 guru PPPK.

Walaupun demikian sikap DPR, Kemdikbudristek telah mempersiapkan rekrutmen


tahap 3 dengan hanya menyediakan 68.709 formasi untuk 20 jabatan/mata
pelajaran. Seperti yang disampaikan oleh Ditjen GTK Kemendikbudristek, Nunuk
Suryani, bahwa kouta ini didominasi oleh guru kelas. Kemudian, diikuti oleh guru
pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan (penjasorkes), guru teknologi informasi
dan komunikasi, guru agama Islam, guru seni budaya, guru agama Kristen, guru
agama Katolik, dan terakhir guru Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Kemendikbudristek nampaknya menjajikan bahwa tahun 2023, mereka akan
menuntaskan 62.645 guru Prioritas 1 (P1).

Menantikan terobosan menuntaskan problem guru honorer, termasuk masalah


rekrutmen, justru Kemendikbutristek datang dengan sebuah resolusi berupa aplikasi
marketplace guru. Itulah mengapa, Kemendikbudristek menuai kritikan tajam kerena
dianggap tidak mampu mengenali akar problematik guru honorer di Indonesia.

Hegemoni Neoliberal

Tetapi, apakah Kemendikbudristek tidak mampu mengenali akar problematik guru


honorer seperti penilaian DPR? Nampaknya tidak demikian! Sebab, bukan sebuah
kebetulan apabila Kemendikbudristek mengusung gagasan marketplace guru sebagai
mekanisme rekrutmen guru PPPK.

Perlu diketahui bahwa gagasan marketplace guru sama sekali bukan merupakan hal
baru. Ia adalah bagian dari model edubusiness yang telah lama berkembang seiring
dengan pemanfaatan teknologi internet sebagai salah satu media berkomunikasi dan
transaksi. Tetapi, penting untuk dicatat bahwa marketplace guru harus dibedakan
dari model bisnis EdTech seperti pada platform umumnya. Walaupun, sama-sama
memanfaatkan teknologi internet untuk bisnis pendidikan (EdTech), tetapi berbeda
dalam hal produk bisnis. Pada EdTech umumnya, produk utama yang
diperdagangkan adalah konten pembelajaran, bukan tenaga guru. Sedangkan, pada
marketplace guru, produk utama yang diperdagangkan adalah tenaga guru, bukan
konten pembelajaran. Dengan kata lain, jika yang pertama, penekanan bisnisnya
pada materi dan teknologi pembelajaran, maka yang kedua, penekanan bisnisnya
pada manusia yakni tenaga guru itu sendiri. Jadi, marketplace guru adalah ekplorasi
bisnis yang lebih jauh atau lebih maju dalam konteks perdagangan pendidikan.

14
Marketplace guru mengalami tumbuh dan berkembang pesat, baik di Amerika
Serikat, Eropa, Australia dan Asia. Platfrom ini didominasi oleh pemain industri
bahasa dalam konteks ekspor jasa pendidikan global. Platform-platfrom marketplace
guru menawarkan layanan tenaga guru yang beragam berdasarkan niche market
yang dituju. Platfrom ini jarang menyaring guru dengan kualifikasi akademik, kecuali
beberapa. Puluhan marketplace guru yang dapat didaftarkan di sini, seperti: eTalk,
FindTutors, TutorOecan, Languange Master, Verbalplanet, Spires Tutoring, Flalingo,
Totoroo, Learnmate, LiveXP, Classgap, First Tutors, Allschool, Tutor Hunt, Superprof,
Apprentus, Fluentify, Tutorfull, Wyzant, HeyTutor, Cafetalk, italki, Preply, Outschool,
Verbling, AmazingTalker, SkimaTalk dan Hello. Tentu saja, masih banyak bisnis
serupa yang bisa didaftarkan di sini.
Mempertimbangkan terbatasnya ruang dalam artikel ini, telah dipilih secara acak
tiga profil di antara marketplace guru yang telah disebutkan sebelumnya.
Selengkapnya seperti terbaca di bawah ini:

Tebel 4: Teacher Marketplaces Review

Marketplace Guru Fokus Ketentuan Mempekerjakan Guru


eTalk. Secara resmi dikenal eTalk adalah sekolah bahasa eTalk mempekerjakan guru
sebagai eTalk Global Ltd. Inggris online internasional. bersertifikat.
Berdiri di London pada 23 Fokus utamanya adalah  Bayaran per jam USD$12 atau €9.
September 2021. Kantor penyediaan pengajaran  Persyaratan bahasa: guru lancar
utama berlokasi di London bahasa Inggris dengan bahasa Inggris (Native dan Near-
dan Vancouver. bimbingan langsung 1v1 Native).
Mempekerjakan lebih dari untuk orang dewasa, remaja  Sertifikat mengajar
50 guru dari jarak jauh dari dan akan-anak di atas usia 4 TEFL/TESOL/CELTA/TKT dan
berbagai Negara. tahun. Mereka juga Sertifikat Guru Lokal.
Legitimasi eTalk telah menyediakan pelajaran  Pengalaman +1 tahun.
diperkuat dalam tambahan seperti bahasa  Jenis kelas untuk diisi 25 dan 50
pendanaan awal mencapai Perancis dan Spanyol serta menit 1v1 online
$100.000 dari perusahaan matematika untuk pendidikan  Jam kerja: Penuh waktu, Paruh
ekuitas swasta Digital dasar dan menengah. waktu dan Kotrak
Leaves.
FindTutors. Merupakan FindTutors adalah database  FindTutors tidak memerlukan
pasar online guru legal. Ia online yang menghubungkan kualifikasi/gelar, sertifikat dan
adalah bagian dari Tus dan calon siswa. Tidak ada pengalaman.
Media Group bersama batasan mata pelajaran,  Persyaratan lokasi di 17 negara
Classgap, salah satu bahasa dan level selama guru Eropa dan Amerika Serikat.
marketplace guru lainnya. yang mengiklankan dirinya  Pendaftaran cepat.
Didirikan pada 2011 dan merasa mahir/ahli. Di sini,  Guru menentukan gaji, jam, materi
berbasis di Barcelona. Pada guru membuat profil dan dan metode belajar. Namun, biaya
2022, Tus Group diakuisisi memasng iklan layanan kompetitif untuk tarif per jam
oleh GoStudent yang bimbingan online/tatap muka. antara €9 - €17.
beroperasi di di beberapa Mereka mencantumkan biaya  FindTutor tidak mengambil komisi
Negara Eropa dan Amerika. sendiri, level dan target dari les. Keuntungan diperoleh dari
Mereka melayani jutaan audiens mereka. layanan tambahan kepada guru,
siswa secara kolektif. tutor dan siswa seperti “Pengajar
Terverifikasi”.
italki. Merupakan salah italk merekrut dua tipe itaki menerapkan ketentuan
satu pasar guru terbesar di pendidik, Tutor Komunitas berdasarkan pilihan pengajar, totor
dunia dengan 5 juta siswa dan Guru Professional. atau professional.
dewasa dan anak anak Totor Komunitas  Pengajar dapat memperoleh per
lebih dari 150 negara. italki  Berusia 18 tahun atau jam antara US$5 – US$80. Namun,

15
memiliki lebih dari 5.000 lebih. rata-rata kisaran bayaran untuk
guru dan tutor.  Native atau Near-Native guru professional US$15,73 per jam
Perusahaan ini berdiri pada Spekar dan US$9,79 per jam.
2007 dan berkator pusat di  Senang mengajar secara  Pengajar dapat menarik
Hong Kong. informal pembayarannya apabila saldo
mereka telah mencapai US$30.
Guru Profesional  Namun, Tutor dan Guru harus
 Berlaku sama dua membayar komisi kepada italki
ketentuan awal tutor sebesar 15%.
komunitas.  Kebijakan waktu panarikan
 Bersertifikat professional pembayaran berlangsung dua kali
atau berpengalaman dalam sebulan dengan
dalam mengajar bahasa penjadwalan tanggal 1-15 dan 16-
dengan pembuktian. 31.
Sumber: https://onlineteachingreview.com/category/teacher-marketplaces/

Sementara itu, di Indonesia dapat ditemukan model yang lebih tradisoinal pada
EdTech, di mana korporasi baru pada tahapan menjual konten pembelajaran (materi
pelajaran) dengan memanfaatkan tenaga guru sebagai pengajar dan tutor. Bukan
menjual gurunya secara sebagai produk utama dalam bisnis mereka. Kecuali,
Gurukite, sebuah jasa penyedia guru privat berbasis online pertama di Pontianak.
Muncul sejak 2016 atau mungkin lebih awal, yang buat oleh tiga alumni FKIP
Matematika, dari Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak, yakni Randa Reynaldi,
Syarifah Wardatul Fitri dan Muhammad. Model bisnis Gurukite ialah konsumen (para
pelajar) membayar langsung uang kursus ke para guru. Baru setelah itu, guru
memberi komisi ke penyedia platform. Gurukite menerapkan fee dengan kisaran
antara Rp 25.000 – Rp 60.000 untuk satu kali pertemuan. Pembagian fee, 85% untuk
guru, 10% untuk biaya administrasi dan 5% disumbangkan ke program sosial.

Marketplace adalah model bisnis di mana perusahaan menciptakan platform bagi


pembeli dan penjual untuk bertransaksi barang atau jasa. Sebagai platform teknologi
pemasaran guru, marketplace guru seperti eTalk, FindTutor dan lainnya, berfungsi
memasarkan guru dan tutor kepada pelajar—biasanya melalui orang tua—untuk
pemesanan les privat dan virtual. Persis seperti tujuan dan fungsi itu,
Kemendikbudristek merancang platform bagi guru untuk menjual kompetensi
mereka kepada sekolah. Marketplace guru menjadi media memasaran guru atau
tenaga pengajar kepada sekolah-sekolah. Dengan demikian, sangat tidak mungkin
untuk menilai gagasan yang diusung Kemendikbudristek hanya sekadar penamaan
belaka.

Marketplace guru awalnya tumbuh sebagai tren bisnis industri bahasa mengikuti
legalisasi ekspor jasa pendidikan global. Negara-negara berbahasa Inggris seperti
Inggris, Amerika, Australia, New Zealand dan Canada telah memainkan peran utama
dalam bisnis ini. Menjamurnya industri bahasa Inggris, terutama di Asia, dibungkus
dengan layanan program persiapan pelajar dan mahasiswa dari negara non-bahasa
Inggris. Upaya ini mempunyai tujuan lanjutan yanki untuk menarik pelajar dan
mahasiswa berbiaya mandiri. Dengan pengusaan bahasa Inggris pada level tertentu,
konsumen ini dapat belajar di sekolah dan perguruan tinggi negara-negara tadi.
Kelompok masyarakat menengah ke atas adalah sasaran empuk dari industri bahasa
tersebut.

16
Industri bahasa mengalami trasformasi ketika berhadapan dengan tingginya minat
masyarakat terhadap bahasa Inggris, penggunaan internet secara massal serta
meningkatnya jumlah sarjana pencari kerja. Transformasi dalam bentuk EdTech yang
lebih maju dari aspek teknologi dan variasi layanan produk. Termasuk di sini, produk
jasa tenaga guru dalam bentuk marketplace.

Transformasi ini menghadirkan fenomena baru yakni pasar guru daring. Di mana,
guru-guru mulai dipajang di etalase toko online. Mereka dapat mengiklankan diri
semenarik dan semeyakinkan mungkin agar dapat mendapatkan kesepakatan
konsumen. Kompetisi memperebutkan konsumen di pasar membuat calon-calon
guru saling menyingkirkan satu dengan lainnya, seperti pada eTalk. Marketplace
guru ini menerapkan kebijakan seleksi paling ketat. Dalam sebuah reviewnya
terhadap eTalk, Dr. Daniel Spence, yang merupakan pendiri Online Teaching Review,
melaporkan bahwa hanya 1 dari 20 pelamar di eTalk yang akan dipilih. Tidak hanya
itu, pelamar yang telah dinyatakan berhasil, harus pula lulus wawancara, tes
pengajaran online dan kelas demo. Menurut Spence, sekalipun eTalk secara selektif
merekrut guru bersertifikat dan berpengalaman, tetapi tingkat pembayarannya tidak
luar biasa. Kurangnya ulasan dari guru-guru yang pernah bekerja di sana, menurut
Spence, menunjukkan ada resiko bagi pelamar, meskipun perusahaan tersebut
tampaknya legal. Seringkali, perusahaan-perusahaan seperti ini, mengeksploitasi
guru-guru dengan kebijakan komisi dan layanan verifikasi berbayar, agar guru-guru
memperoleh rangking atau reputasi baik di mata konsumen. Padahal itu hanya
merupakan strategi bisnis perusahaan untuk meningkatkan laba mereka.

Gambar 1: Contoh tampilan etalase marketplace guru

Sumber gambar: https://etalkschool.com/teachers/

Nampaknya, Kemendikbudristek mengadaptasi model marketplace guru yang telah


ada sebagai resolusi mengatasi problem guru honorer di Indonesia. Sebagai pendiri

17
dan mantan SEO perusahaan teknologi trasportasi berstatus unicorn pertama di
Indonesia, bukan perkara sulit bagi Mendikbudristek untuk membangun marketplace
guru. Lagi pula, gagasan ini juga mendapatkan tanggapan positif dari kalangan
tertentu. Misalnya, melalui marketplace, guru tidak perlu menunggu pengangkatan
dari pemerintah pusat. Atau, marketplace memberi kesempatan luas dan merata
bagi guru-guru untuk mendapatkan pekerjaan di sekolah-sekolah yang
membutuhkan. Demikian pula, marketplace akan memotivasi guru meningkatkan
kualitas dan kompetensi karena sekolah pasti akan akan mencari guru-guru terbaik.
Lalu, apa buruknya gagasan ini?

Penting untuk dipahami bahwa marketplace guru menghadirkan ancaman ideologis


dan ekomonis. Di mana, pemerintah mengimplementasikan logika kerja pasar
neoliberal dalam sistim atau tata kelola guru pemerintah (negeri). Jadi, ini bukan
hanya soal menindahkan database guru pada sebuah platform digital agar dapat
memberikan sekian banyak manfaat teknis seperti mekanisme rekrutmen guru.
Pertayaaan penting yang harus diajukkan adalah apa agenda di gagasan marketplace
guru dan dampaknya terhadap tata kelola guru pemerintah?

Marketplace guru adalah bagian dari upaya restrukturisasi neoliberal untuk


mengkomodifikasi profesi guru. Upaya ini berlangsung dengan cara mengkooptasi
logika pasar pada konsepsi guru sebagai komoditas. Sistim tata kelola guru melalui
platform marketplace tidak hanya berfungsi sebagai media pemasaran, tetapi juga
sebagai media hegemoni. Jika media pertama menjalankan misi ekonomi dengan
tujuan akumulasi, maka media kedua menjalankan misi ideologis dengan tujuan
membentuk kesadaran dan sikap penerimaan terhadap pasar neoliberal.

Pemilihan nama marketplace guru sebagai mekanisme rekrutmen guru, dengan


sengaja memasukkan terminologi bisnis sebagai alternatif menyelesaikan problem
guru di Indonesia. Logika ini bermaksud mengiring opini masyarakat untuk percaya
bahwa pasar guru adalah solusi yang lebih baik dan permanen.

Pauline Lipman, seorang aktivis pendidikan dan profesor studi kebijakan pendidikan
di University of Illinois di Chicago, menyebut upaya seperti ini sebagai “menanamkan
ideologi pasar dalam kehidupan sehari-hari”. Baginya, penanaman ideologi pasar
dalam perpektif politik memiliki signifikasi melampaui legitimasi komersialisasi
sektor pendidikan. Think tank neoliberal berupaya memberikan artikulasi baru pada
guru sebagai barang dagang. Lambat atau cepat, ketika ideologisasi neoliberal
berjalan, maka akan ada kelompok masyarakat yang mengakuinya bahkan membela
arti guru yang baru tersebut.

Model Bisnis Tenaga Guru Masa Depan

Lalu apa dampaknya? Dalam perspektif kritis, ketika tata kelola guru berada di
bawah kendali pasar, seperti marketplace guru, setidaknya empat dampak buruk
akan terjadi. Pertama, ia akan menjadi model bisnis tenaga guru di masa depan.
Kedua, tumbuhnya persaingan yang saling menyingkirkan. Ketiga, guru kehilangan

18
posisi politik di bawah kontrol pasar. Keempat, guru teralienasi dari pengabdian
kemanusiaan kerana dituntut mengejar target ekonomi perusahaan.

Namun, bagian akhir dari pembahasan ini hanya akan fokus pada dampak pertama
yakni marketplace guru akan menjadi model bisnis tenaga guru di masa depan. Hal
ini dilakukan agar ulasan ini konsisten untuk menjawab atau membuktikan
argumentasi utama artikel yang telah dikemukan pada bagian awal artikel.
Sementara itu, dampak lain akan disisakan untuk dibahas dalam artikel lain.

Sejak 2005 hingga 2022, model bisnis ini telah mendorong pertumbuhan edtech
mancanegara dengan konsentrasi pasar guru. Mereka didominasi oleh perusahaan-
perusahaan privat berbentuk start up capital ventura. Beberapa marketplace guru
beroperasi dalam cakupan pasar nasional, namun sebagaian besar adalah pemain di
pasar global. Berdasarkan penelusuran riwayat di online teaching review,
marketplace guru seperti italki telah mempekerjakan sekitar 5.000 guru dengan
5.000.000 pelajar dari lebih 100 negara. Demikian juga, AmazingTalker,
mempekerjakan 7.790 guru dengan 1.143.640 pelajar. Prepy yang berdiri sejak 2012,
mempekerjakan 140.000 guru dengan lebih dari 1 juta konsumen. Sementara itu,
Classgap, yang baru hadir setahun lalu (2022), telah mempekerjakan 12.000 guru
dengan 600 ribu hingga 3 juta konsumen. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Start Up Marketplace Guru dan Cakupan Pasar

Marketplace Tahun Guru Pelajar Negara Cakupan Pasar


Guru
First Tutors 2005 UK UK
Whyzant 2005 80.000 Chicago, AS
TutorHunt 2005 Ribuan Inggris
Verbalplanet 2006 Ribuan Ribuan Chester, UK Global
Heytutor 2006 30.000 LA, AS AS
Cafetalk 2010 46.000 Tokyo, Jepang Global
Verbling 2011 San Francisco, AS Global
SkimaTalk 2012 Tokyo, Jepang Jepang dan Korea
Selatan
Preply 2012 140.000 +1 Juta Ukraina Global
Superpfrof 2013
Fluentfy 2013 180+ +200 Inggris Global
perusahaan
Apprentus 2014 80.000 Perancis Global
Languange 2015 240.000 Tiongkok Tiongkok
Master
Totoroo 2015 Ribuah Ribuan Singapura Global
Learnmate 2015 1.000 +8.000 Melbourne Australia
OutSchool 1015 +1 Juta AS AS
Tutorful 2015 10.000 Inggris
TutorOecan 2018 Univ. Mc Ottawa, Canada Global
Master, UN
Georgia, Univ.
Maryville
LiveXP 2019 2.000 Cyprus

19
Flolingo 2021 1.180 Ribuah California, AS Global
Hello 2021 75-175 25.000 Utah, AS Global
Classgap 2022 12.000 600 – 3 juta Barcelona Global
Allschool 2022 7.000 11.000 Singapura Global

Seperti yang telah dikatakan bahwa langkah Kemendikbudristek untuk


mengimplementasikan marketplace guru sebagai sistim tata kelola guru nasional
adalah upaya restrukturisasi neoliberal. Restrukturisasi ini akan dijalankan dengan
upaya menderegulasi peraturan-peraturan terkait guru. Regulasi nasional yang
menghabat pasarisasi guru akan digantikan dengan regulasi yang mendukungnya.

Sangat mungkin, upaya meregulasi perangkat peraturan baru terkait kewenangan


memperdagangkan guru di marketplace bisa diperluas. Tidak hanya oleh Negara,
tetapi juga oleh pengelola swasta. Dengan kata lain, marketplace guru
Kemendikbudristek hanya prototype. Ketika ia disetujui oleh pengambil kebijakan,
maka dengan senang hati, pemain swasta mengambil alih pengelolaan pasar guru
dan colon guru di Indonesia, yang berjumlah jutaan orang. Sebuah pasar besar
dengan potensi ekonomi yang sangat menjanjikan keuntungan. Demikian pula, para
guru honorer atau calon guru, mungkin akan dengan senang hati mendaftarkan diri
sebagai pengajar. Dari pada mereka tertekan oleh rasa frustasi akibat ketidakpastian
masa depan mereka di tangan negara.

Walaupun, di tangan korporasi-korporasi marketplace guru, masa depan akan jauh


lebih rumit. Sebab, mereka akan bekerja tanpa jenjang karier yang jelas. Tanpa
perlindungan kerja, tanpa tunjangan profesi dan kesejahteraan. Demikian pula,
tanpa membayar lembur dan tanpa libur. Selanjutnya, bagian penting lain yang
hilang dari guru-guru di marketplace adalah mereka berkerja tanpa posisi politik
untuk menentukan kebijakan perusahaan yang pro terhadap kepentingan mereka. Di
bawah kendali korporasi marketplace guru, guru-guru akan ditaklukkan!

Deregulasi peraturan guru di Indonesia yang mengarah pada dukungan pasar guru
nampak pada program PPPK dan pekerja alih daya (outsourcing). Jika saat ini, guru
dengan perjanjian kerja masih di kelola oleh pemerintah, maka guru honorer yang
yang tidak lolos seleksi CPNS PPPK akan beralih menjadi tenaga outsourcing di
tangan pengelola swasta.

Untuk mencapai tujuan di atas, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan


Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo, telah mengimbau para Pejabat
Pembina Kepegawaian (PPK) instansi pemerintah untuk menentukan status
kepegawaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan eks-Tenaga Honorer
Kategori II). Himbauan itu didasarkan pada surat Menteri PANRB No.
B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Rencananya, langkah penuntasan itu
harus selesai paling lambat 28 Sepetember 2023.

Langkah deregulasi yang kemudian melahirkan outsourcing tenaga guru honorer itu,
telah cukup untuk menegaskan sesuatu yang penting. Bahwa mandat pengelolaan

20
tenaga guru lambat atau cepat akan bergeser ke tangan pengelola swasta. Biasanya,
para pengelola ini berbentuk korporasi pendidikan bahkan sama-sekali tidak
berhubungan dengan pendidikan. Dengan cara ini, pemerintah menyerahkan
sebagian pekerjaannya kepada perusahaan swasta sebagai subkontraktor. Di sini,
sekali lagi ditegaskan bahwa pemerintah jelas-jelas telah kurang berkomitmen
melindungi tenaga guru honor dan membuka pasar bagi pemain bisnis swasta.

Seringkali, dalam regulasi baru berbasis pasar, pengelola swasta akan diberikan
kewenangan merangking guru-guru dengan reputasi tertentu. Rekomendasi
korporat umumnyadipercaya sebagai ukuran untuk menentukan kelayakan mengajar,
kelanjutan kontrak, kenaikan pangkat dan kenaikan upah guru.
Ciri regulasi berbasis pasar di atas, bisa ditemukan pada kasus deregulasi sektor guru
di AS untuk pengembangan program persiapan guru swasta. Wayne Au, seorang
profesor di School of Educational Studies University of Washington dan juga editor
majalah Rethinking Schools, menunjukkan bukti di mana perusahaan seperti Relay
Graduate School of Education atau Teach for America, telah mendapatkan
wewenang memberikan lisensi guru untuk memenuhi persyaratan sertifikasi.

Marketplace guru hanyalah salah satu tanda ancaman nyata neoliberalisme di sektor
guru. Tanda mengenai kekuatan pasar yang hendak mengambil alih seluruh kendali
atas guru-guru pemerintah dan swasta berdasarkan legitimasi hukum. Pengelola
swasta jelas mengincar posisi dominan dalam pasar guru di Indonesia. Entah itu,
akan melalui pengelolaan pasar secara luring atau daring, sebagaimana pada
marketplace guru.

Semoga saja, upaya para pelaksana mandat neoliberal di Kemendikbudristek untuk


melegitimasi marketplace guru tetap gagal. Tetapi, apabila ia harus digunakan, maka
seperti yang telah dikatakan sebelumnya bahwa perlu dibersihkan motif ideologi
pasar yang dikandungnya. Sebab, sebagai sebuah platform rekrutmen guru, harus
diakui terdapat cukup banyak manfaat teknisnya. Walaupun, ia tidak dapat
diandalkan untuk menyelesaikan problem pengangkatan dan kesejahteraan guru
honorer. Sebuah tagihan utama yang dituntut oleh DPR.

Lagi pula, adalah sebuah hukum bahwa umat manusia akan terus bergerak ke arah
pengembangan dan pemanfaatan pengetahuan dan teknologi untuk memudahkan
usahanya. Tidak ada salahnya atau sebaiknya memanfaatkan kemajuan pengetahuan
dan teknologi itu untuk mengatasi masalah guru di Indonesia. Dengan demikian,
upaya membangun platform seperti ini, hendaknya tidak berbasis pada kepentingan
pasar. Melainkan, didasarkan pada solidaritas (kemanusia) terhadap nasib guru
Indonesia yang sangat memprihatinkan.

21

Anda mungkin juga menyukai