Anda di halaman 1dari 70

Novias JM

Rabu, 08 Februari 2017


Askep Gerontik Dengan DM (nanda nic noc)
LAPORAN PRAKTIK
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MELLTIUS

Hari &Tanggal pengkajian : Senin, 23 Januari 2017


A.    IDENTITAS UMUM
Identitas Klien
Nama                                                   : Tn. S
Umur                                                   : 70 tahun
Jenis kelamin                                 : Laki-laki
Status                                            : Menikah
Agama                                           : Islam
Suku                                              : Jawa
Pendidikan                                          : SD
Alamat                                                            : RT 03 RW 02 Candirejo
Pekerjaan/Riwayat pekerjaan           : Pedagang                       
Diagnosa Medis/masalah KDM        : Diabetes Mellitus
           Identitas Penanggungjawab
Nama                                                   : Ny. T
Umur                                                   : 53 tahun
Jenis kelamin                                       : Perempuan
Alamat                                                            : RT 03 RW 02 Candirejo
Hub dengan klien                                : Anak kandung

B.     KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh kedua kakinya terasa kesemutan namun tidak mati rasa.

C.    RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG


Klien mengatakan sudah lama mengalami keluhan seperti yang dirasakan saat ini yaitusejak 3
bulan yang lalu. Klien mengatakan sudah minum obat untuk DM dan kolesterol namun tidak
rutin. Klien rutin datang ke Posbindu setiap satu bulan sekali. Kontrol terakhir hasil GDS = 251
mg/dl, kolesterol = 386 mg/dl. Obat yang diminum Metformin 500 mg 3x1, Simvastatin 10 mg
1x1. Klien mengatakan masih suka makan gorengan dan makanan bersantan dan minum yang
manis. Klien mengatakan sejak 3 bulan yang lalu mempunyai keluhan cepat merasa lelah saat
beraktivitas.

D.    RIWAYAT KESEHATAN DAHULU


Klien mengatakan mengetahui menderita penyakit DM dan kolesterol tinggi sejak 5 tahun yang
lalu. Selama 5 tahun klien tidak rutin minum obat untuk DM dan kolesterol, klien juga tidak
mengatur pola makannya, klien masih mengkonsumsi banyak gula dan makanan berminyak.
Klien pernah menjalani operasi hernia pada tahun 2011.

E.     RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Anak klien mengatakan tidak mengetahui riwayat kesehatan anggota keluarga terdahulu,
namun anak-anak klien belum ada yang menderita penyakit DM maupun kolesterol tinggi.

F.     RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP


Tn. S tinggal dirumah bersama dengan istrinya. Rumah anak-anak Tn. S bersebelahan dengan
rumah Tn. S. Lingkungan tempat tinggal Tn. S bersih, jalan rata namun agak licin karena
berlumut, tidak ada sampah berserakan, kamar tidur klien tampak rapi, lantai rumahdari
keramik, lantai kamar mandi agak licin dan tidak ada pegangan dinding, penerangan di rumah
Tn. S cukup terang pada siang karena terdapat jendela dan ventilasi yang dibuka setiap pagi
dan pada malam hari lampu penerangan cukup terang namun penerangan di kamar mandi agak
redup.

G.    RIWAYAT REKREASI
Klien mengatakan tidak pernah berpergian jauh. Sehari-hari klien menghabiskan waktu di
dalam rumah, klien mengisi waktu luang dengan membaca majalah.

H.  SUMBER/SISTEM PENDUKUNG YANG DIGUNAKAN


1.         Sumber Pendapatan :
Selama ini, biaya kehidupan Tn. S tercukupi oleh anak-anak Tn. S, makan dan keperluan
sehari-hari Tn. S disediakan oleh anak-anak Tn.S.
2.         Sumber Support Sosial :
Ny. S mendapat dukungan sosial dari istri, anak, menantu, cucu dan cicit yang tinggal saling
berdekatan dengan rumah Tn. S. Tn. S juga mendapat dukungan dari teman-teman lansia di
lingkungannya yang rutin bertemu saat datang di Posbindu.

I.       DESKRIPSI HARI KHUSUS


Tn. S mengatakan hari khusus bagi dirinya adalah hari Idul Fitri karena pada hari itu semua
keluarganya berkumpul dan merayakan hari itu bersama-sama.

J.      TINJAUAN PER SISTEM


1 Keadaan Umum : Baik
a Tekanan darah : 130/80 mmHg
b Nadi : 82 x/menit
c RR : 23 x/menit
d Suhu : 36,5 C
2 Kulit dan kuku
Inspeksi
a Warna kulit : Coklat
Warna kuku tampak kecoklatan, tampak
menebal dan mengeras
b Lesi : tidak ada lesi
c Pigmentasi berlebih : tidak ada pigmentasi berlebih
d Jaringan parut : tidak ada jaringan parut
e Distribusi rambut : rambut tipis, beruban
f Kebersihan kuku : kuku terpotong pendek, rapi
dan bersih
g Kelainan pada kuku : tidak ada kelainan pada kuku
h Bulla (lepuh) : tidak terdapat bulla (lepuh)
i Ulkus : tidak terdapat ulkus
Palpasi
a Tekstur : tekstur kulit keriput
b Turgor : turgor kulit kering, akral
dingin
c Pitting edema : tidak terdapat pitting edema
d Capilarry refill time : 4 detik
3 Kepala
Inspeksi
a Bentuk kepala : Bentuk kepala mesocepal
b Kebersihan : Bersih, tidak ada ketombe dan
kotoran
c Warna rambut : Putih beruban
d Kulit kepala : Bersih, tidak terdapat ketombe,
tidak terdapat lesi.
e Distribusi rambut : Merata
f Kerontokan rambut : Tidak ada
g Benjolan di kepala : Tidak ada benjolan di kepala
h Temuan/keluhan lain : Tidak ada
Palpasi
a Nyeri kepala : Tidak ada nyeri kepala
b Temuan/keluhan lain : Tidak ada
4 Mata
Inspeksi
a Ptosis : Ya, ada penurunan kelopak
mata bagian atas.
b Iris : Warna kecoklatan
c Konjungtiva : Konjungtiva tidak anemis
d Sklera : Sklera tidak ikterik
e Kornea : Kornea jernih
f Pupil : Isokor
g Peradangan : Tidak ada peradangan
h Katarak : Tidak ada katarak
j Gerak bola mata : Gerakan bola mata simetris
k Alat bantu penglihatan : Klien menggunakan kaca mata
baca
Palpasi
a Kelopak mata : Tidak terdapat nyeri tekan
pada kelopak mata, tidak
terdapat kantung mata
5 Telinga
Inspeksi
a Bentuk telinga : Bentuk telinga simetris
b Lesi : Tidak terdapat lesi
c Peradangan : Tidak tampak adanya
peradangan pada telinga
d Kebersihan telinga luar : Telinga luar tampak bersih
e Kebersihan lubang telinga : Tampak adanya sedikit
serumen pada kedua telinga
f Membran timpani : Membran timpani utuh
g Fungsi pendengaran : Fungsi pendengaran mulai
menurun, klien sudah tidak
mampu mendengar suara yang
pelan
Palpasi
a Daun telinga : Tidak terdapat benjolan dan
tidak ada nyeri tekan pada
daun telinga
6 Hidung dan sinus
Inspeksi
a Bentuk : Bentuk hidung simetris
b Peradangan : Tidak tampak adanya
peradangan pada hidung
c Penciuman : Fungsi penciuman baik, klien
dapat membedakan bau
Palpasi
a Sinusitis : Tidak tampak adanya sinusitis
b Temuan / keluhan lainnya : Tidak terdapat nyeri tekan
pada hidung

7 Mulut dan tenggorokan


Inspeksi
b Mukosa : Mukosa bibir lembab
c Bibir pecah-pecah : Tidak ada
d Kebersihan gigi : Gigi tampak bersih
e Gigi berlubang : Tidak ada
f Gusi berdarah : Tidak ada perdarahan pada
gusi
g Kebersihan lidah : Lidah tampak kotor
h Pembesaran tonsil : Tidak tampak adanya
pembesaran tonsil
i Temuan yang lain : Tidak ada stomatitis, tidak ada
kesulitan menelan makanan,
namun klien mempunyai
kesulitan untuk mengunyah
makanan karena sudah banyak
gigi yang tanggal
8 Leher
Inspeksi kesimetrisan leher : Leher tampak simetris
Palpasi
a Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran kelenjar
limfe
b Pembesaran  kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid
9 Dada  dan tulang belakang
Inspeksi
a Bentuk dada : Bentuk dada simetris
b Kelainan bentuk dada : Tidak ada kelainan bentuk
dada
c Kelainan tulang belakang : Tidak terdapat kelainan tulang
belakang
10 Pernafasan
Inspeksi
a Pengembangan dada : Pengembangan dada simetris
b Pernafasan : Irama nafas teratur
c Retraksi interkosta : Tidak ada retraksi interkosta
d Nafas cuping hidung : Tidak ada pernafasan cuping
hidung
Palpasi
a Taktil fremitus : Taktil fremitus kanan = taktil
fremitus kiri
b Pengembangan dada : Pengembangan dada simetris
Perkusi : Perkusi sonor
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler
a Suara tambahan : Tidak ada suara nafas
tambahan seperti wheezing,
ronchi  dan krekles    
b Temuan / keluhan lainnya : Tidak teraba massa dan nyeri
tekan pada area dada
11 Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICV
midclavicula sinistra
a Iktus kordis : Tidak tampak
b Nadi radialis : 82 x/menit teraba teratur
Perkusi : Redup
Auskultasi
a Bunyi jantung : Bunyi jantung I, dan II murni.
Tidak terdengar suara
tambahan
12 Gastrointestinal
Inspeksi : Bentuk abdomen datar
Auskultasi : Peristaltik usus 10 x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : Tidak teraba massa, tidak
terdapat nyeri tekan pada
abdomen.
14 Perkemihan
a Warna urin :
Warna urin kuning
b Jumlah urin :
± 1500 cc/hari
c Nyeri saat BAK :
Tidak nyeri saat BAK
d Hematuria :
Tidak ada hematuria
e Rasa terbakar saat BAK :
Tidak ada rasa terbakar saat
BAK
f Perasaan tidak lampias : Tidak ada
(anyang-anyangan)
g Mengompol : Tidak ada
h Tidak bisa BAK : Tidak ada
15 Muskuloskeletal
Inspeksi
a Lesi kulit : Tidak ada
b Tremor : Ada
Klien jarang memakai alas
kaki
Palpasi
a Tonus otot ekstremitas atas : Baik
b Tonus otot ekstremitas : Baik
bawah
c Kekuatan ekstremitas atas : Kuat (skor 5)
d Kekuatan ekstremitas : Kuat (skor 5)
bawah
e Rentang gerak : Klien mampu bergerak dengan
bebas
f Edema kaki : Tidak terdapat edema
g Refleks Bisep : Kanan (+) Kiri (+)
h Refleks Trisep : Kanan (+) Kiri (+)
j Refleks patella : Kanan (+) Kiri (+)
j Refleks Achilles : Kanan (+) Kiri (+)
k Deformitas sendi : Tidak ada
l Nyeri ekstremitas : Kesemutan pada kedua kaki
16 SSP (N I – XII)
a Olfaktori : Fungsi penciuman baik. Klien
masih dapat membedakan bau
b Optikus : Fungsi penglihatan sudah
berkurang. Klien tidak mampu
lagi melihat jarak jauh dengan
jelas, klien menggunakan alat
bantu kaca mata untuk
membaca
c Okulomotorius : Gerakan bola mata simetris
d Throklear : Klien mampu menggerakan
bola mata ke atas dan ke
bawah
e Trigeminus : Klien mampu mengunyah
f Abdusen : Baik
g Facialis : Bentuk bibir simetris
h Auditori : Fungsi pendengaran sudah
mulai menurun
i Glosofaringeal : Klien mampu merasakan
sensasi rasa pada lidah
j Vagus : Klien mampu menelan
makanan
k Aksesorius : Klien mampu menoleh ke kiri
dan ke kanan, klien mampu
mengangkat kedua bahu
dengan simetris
l Hipoglosus : Pengucapan kata masih jelas,
tidak ada pelo
17 Sistem Endokrin
a Pembesaran tiroid : Tidak ada pembesaran tiroid
b Riwayat penyakit metabolik : Terdapat riwayat penyakit
metabolik seperti DM
18 Genetalia dan anal
a Kebersihan : Bersih
b Haemoroid : Tidak ada haemoroid
c Kesan (bau) : Tidak ada bau pesing atau bau
tidak enak

K.    PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL


1 Psikososial
Hubungan dengan orang lain : Klien mampu berinteraksi
dengan baik
dengan istri, anak, menantu ,cu
cu, cicitdan orang-orang lain di
sekitarnya.
Kebiasaan lansia berinteraksi  : Tn. S berinteraksi dengan
dengan teman teman lansia saat datang di
Posbindu.
Stabilitas emosi : Tn. S selalu tenang dan tidak
pernah marah-marah.
Harapan klien : Klien mengatakan ingin
tubuhnya sehat.
Frekuensi kunjungan keluarga : Keempat anak Tn. S tinggal
berdekatan dengan rumah
Tn.S, hanya 1 anak Tn. S yang
tinggal di luar kota dan
mengunjungi Tn. S 3 bulan
sekali.
Pertengkaran dengan  teman : Klien mengatakan tidak ada
pertengkaran dengan teman-
temannya
Curiga dengan teman : Tidak ada
2 Sosial Ekonomi
Pekerjaan : Klien Tn. S sudah tidak bekerja
lagi, dulu Tn. S bekerja sebagai
pedagang.
Penghasilan : Saat ini biaya kehidupan Tn. S
dipenuhi oleh anak-anak Tn.S
Asuransi  kesehatan/jaminan : Klien Tn. S memiliki jaminan
pelayanan kesehatan kesehatan (BPJS).
Jumlah keluarga : Klien memiliki 5 orang
anak,5 orang menantu, 12 cucu
dan 3 cicit
3 Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1 :
Mengalami kesulitan tidur? : Klien tidak mengatakan
mengalami kesulitan
tidur.Klien dapat tidur pada
siang hari dan pada malam hari
tidak sering terbangun.
Merasa gelisah? : Klien mengatakan tidak
mempunyai perasaan gelisah.
Sering murung dan menangis : Klien mengatakan tidak pernah
sendiri? merasa murung dan menangis.
Klien mengatakan selalu
bahagia dan bersyukut.
Sering khawatir? : Klien mengatakan kawatir bila
badan tidak sehat.

L.     PENGKAJIAN FUNGSIONAL KLIEN


Indeks KATZ
Klien Tn. S termasuk dalam kategori mandiri dalam makan, kontinensia (BAB dan BAK),
menggunakan pakaian, mandi, pergi ke toilet dan berpindah.
Barthel Indeks
No Kriteria Skor Keterangan
1. Makan 10 Frekuensi 3 x sehari
5   : bantuan Jumlah 1 piring/sekali
10 : mandiri makan
Jenis nasi, sayur, lauk
2. Minum 10 Frekuensi 5 x sehari
5   : bantuan Jumlah ± 1000 cc
10 : mandiri Jenis air putih
3. Berpindah dari kursi roda 15
ke tempat tidur/sebaliknya
10   : bantuan
15   : mandiri
4. Personal toilet (cuci muka, 5 Frekuensi 1 x
menyisir rambut, gosok gigi) sehari pada sore hari
0   : bantuan
5   : mandiri
5. Keluar masuk toilet 10
(mencuci pakaian, menyeka
tubuh dan menyiram)
5   : bantuan
10 : mandiri
6. Mandi 15
5   : bantuan
15 : mandiri
7. Jalan di permukaan datar 5
0   : bantuan
5   : mandiri
8. Naik turun tangga 10
5   : bantuan
10 : mandiri
9. Mengenakan pakaian 10
5   : bantuan
10 : mandiri
10. Kontrol Bowel (BAB) 10 Frekuensi 2 hari sekali
5   : bantuan Konsistensi lunak
10 : mandiri
11. Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi 5-7 x/hari
5   : bantuan Warna kuning
10 : mandiri
12. Olahraga/latihan 10 Klien berolahraga jalan
5   : bantuan kaki setiap pagi hari.
10 : mandiri
13. Rekreasi/pemanfaatan 10 Frekuensi setiap hari
No Kriteria Skor Keterangan
waktu luang dengan membaca
5   : bantuan majalah.
10 : mandiri
Keterangan :   
130       : Mandiri
                        65-125  : Ketergantungan sebagian
                        60        : Ketergantungan total

Interpretasi hasil pemeriksaan : Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan Barthel


Indeks (instrument untuk mengukur kemandirian dalam hal perawatan diri dan
mobilitas), Tn. S memperoleh total skor 130 yang berarti Tn. S dalam kategorimandiri.

SKOR NORTON
Aspek yang Dikaji Score
Kondisi fisik umum :
Baik 4
Kesadaran
Komposmentis 4

Akivitas
Ambulan 4
Mobilitas
Bergerak bebas 4
Inkontinensia
Tidak ada 4
Total Score 20
            Kategori skor :
            16-20   : Kecil sekali/tak terjadi
            12-15   :Kemungkinan kecil terjadi
            <12      : Kemungkinan besar terjadi

Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan Skala Norton, Tn. S memperoleh total
skor 20 yang berarti Tn. S dalam kategori resiko dekubitus kecil sekali/tak terjadi.

M.   PENGKAJIAN STATUS MENTAL KLIEN


1.      Identifikasi tingkat intelektual dengan SPMSQ (Short Portable Mental Status Quesioner)
No Pertanyaan Benar Salah Ket.
.
1. Tanggal berapa hari ini? √ Klien
menjawabtanggal
23
2. Hari apa sekarang? √ Klien menjawab
hari ini hari Senin
3. Apa nama tempat ini? √ Klien menjawab ini
adalah rumahnya
4. Dimana alamat anda? √ Klien menjawab di
RT 3 RW 2
Candirejo
5. Berapa umur anda? √ Klien
menjawab87 tahun
6. Kapan anda lahir (minimal √ Klien
tahun lahir)? menjawab1930
7. Siapa presiden Indonesia √ Klien
sekarang? menjawabtidak
8. Siapa presiden Indonesia √ Klien
sebelumnya? menjawabtidak tahu
9. Siapa nama ibu anda? √ Klien
menjawabNasti
10. Berapa 20-3? Tetap √ Klien menjawab 20-
pengurangan 3 dari setiap 3 = 17
angka baru, semua secara 17 -3 = 13
menurun berurutan.
Jumlah

Interpretasi Hasil :
Salah 0-2         : Fungsi intelektual utuh
Salah 3-4         : Kerusakan intelektual ringan
Salah 5-7         : Kerusakan intelektual sedang
Salah 8-10       : Kerusakan intelektual berat

Interpretasi/kesimpulan :
Klien  Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner SPMSQ, Tn. S
menjawab 7 pertanyaan dengan benar dan menjawab 3 pertanyaan dengan salah. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, Tn. S termasuk dalam kategorikerusakan intelektual ringan.

2.      Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam)
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
□   Tahun : 2017 (benar)
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
□   Musim : Hujan (benar)
□   Tanggal : 23 (benar)
□   Hari: Senin (benar)
□   Bulan : Januari(benar)
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
□   Kabupaten Semarang(benar)
□   Kecamatan Ungaran(benar)
□   Kelurahan Candi (benar)
□   Dusun Siroto (benar)
□   RW 02 (benar)
2 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 obyek (oleh pemeriksa)
1 detik untuk mengatakan masing-
masing obyek. Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek tadi
(untuk disebutkan)
□   Obyek 1 : Rumah Sakit(benar)
□   Obyek 2 : Kantor (benar)
□   Obyek 3 : Puskesmas (benar)
3 Perhatian dan 5 1 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali
100 - 7 = 93
93 - 7 = 87

4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi


ketiga obyek pada no 2 tadi, bila
benar 1 point untuk masing-masing
obyek
□   Obyek 1 : Rumah Sakit(benar)
□   Obyek 2 : Kantor (benar)
□   Obyek 3 : Puskesmas (benar)
5 Bahasa 9 5 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
□   Mengetahui nama : kertas(benar)
Minta pada klien untuk mengulang
kata berikut “tak ada jika, dan,
atau, tetapi”. Bila benar, nilai 1
poin.
□   Tak ada jika (salah)
□   Dan (salah)
□   Atau (salah)
□   Tetapi (salah)
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari 3
langkah : “Ambil kertas di tangan
anda. Lipat dua dan taruh di lantai”
□   Ambil kertas (benar)
□   Lipat dua (benar)
□   Taruh di lantai (benar)

Perintahkan pada klien untuk hal


berikut  Tutup mata anda
□   Aktifitas sesuai perintahTutup mata
anda (benar)
Total nilai 22

>23           : Aspek kognitif dari fungsi mental baik


18-22        : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
≤ 17          : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat

Interpretasi hasil :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner MMSE, Tn.S memperoleh total skor
sebanyak 22, Tn. S termasuk dalam kategori kerusakan aspek fungsi mental ringan

3.      Skala depresi
Jawaban yang
No Pertanyaan
sesuai
Apakah anda sebenarnya puas dengan
1 TIDAK ya
kehidupan anda
Apakah anda telah meninggalkan banyak
2 tidak YA
kegiatan dan minat/kesenangan anda?
Apakah anda merasa kehidupan anda
3 tidak YA
kosong?
4 Apakah anda merasa sering bosan? tidak YA
Apakah anda mempunyai semangat yang
5 TIDAK -
baik setiap saat?
Apakah anda merasa takut sesuatu yang
6 - YA
buruk akan terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk
7 TIDAK ya
sebagian besar hidup anda?
8 Apakah anda merasa sering tidak berdaya? tidak YA
Apakah anda lebih sering di rumah
9 daripada pergi keluar dan mengerjakan - YA
sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak tidak YA
Jawaban yang
No Pertanyaan
sesuai
masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda
11 TIDAK ya
sekarang menyenangkan?
Apakah anda merasa tidak berharga seperti
12 tidak YA
perasaan anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? TIDAK -
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda
14 tidak YA
tidak ada harapan?
Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih
15 - YA
baik keadaannya dari pada anda?
Total score 5
*) Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1
Keterangan :
Score  5 -9                   : Kemungkinan depresi
Score 10  atau lebih     : Depresi

Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner Skala Depresi,Tn.S memperoleh
total skor sejumlah 5 sehingga Tn. S dapat dikategorikan dalam kategori kemungkinan depresi.

N.    PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN


Kebiasaan merokok : Tn. S pernah merokok,
nemun sejak 3 tahun yang
lalu Tn. S sudah berhenti
merokok
Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
1 Kebutuhan nutrisi
Frekuensi makan : 3 x sehari, teratur
Jumlah makanan yang : 1 porsi habis
dihabiskan
Snack : Kadang-kadang
2 Pemenuhan cairan
Frekuensi minum : 6 gelas
Jenis minuman : Air putih, susu, kopi
3 Pola kebiasaan tidur
Jumlah waktu tidur : 8 jam
Gangguan tidur : Tidak ada. Tn.S dapat tidur
nyenyak pada malam hari dan
dapat tidur siang
Penggunaan waktu luang : Membaca majalah
4 Pola eliminasi BAB
Frekuensi BAB : 1 hari sekali
Konsistensi : Lembek
Gangguan BAB : Tidak ada gangguan dalam BAB
5 Pola eliminasi BAK
Frekuensi : 6-7 kali/hari
Warna urin : Kuning jernih
Gangguan BAK : Tidak ada gangguan dalam BAK
6 Pola aktifitas
Kegiatan produktif  yg : Tidak ada. Tn. S hanya
dilakukan menghabiskan waktu dirumah
7 Pola pemenuhan personal
hygiene
Mandi : 1x sehari pada oagi hari
Memakai sabun : Ya
Sikat gigi : 2x sehari pagi dan sore
Menggunakan pasta gigi : Ya
Berganti pakaian bersih 1x sehari pagi setelah mandi

O.  PROGRAM TERAPI
No Nama obat Dosis
1 Metformin 500 mg 3 x 1
2 Simvastatin 10 mg 1x1

P.     ANALISA DATA
Hari/ Tgl/ Data Etiologi Problem
Jam
Senin DS : Hiperglikemi (DM) Ketidak-
23/01/17           Klien   efektifan
13.00 mengeluhkedua perfusi
kakinya terasa jaringan
kesemutan namun tidak perifer
mati rasa. (00204)
Komplikasi
          Klien mengatakan
vaskuler
sudah lamamengalami
keluhankesemutan sepe
rti yang dirasakan saat
ini yaitu sejak 3 Mikro vaskuler
bulan yang lalu.
DO :
          CRT 4 detik. Neuropati
          Turgor kulitkering,
akral dingin  

Parestesia
Senin DS : Hiperglikemi (DM) Keletihan
23/01/17           Klien mengatakan   (00090)
13.05 sejak 3 bulan yang lalu
mempunyai keluhan
cepat merasa lelah saat
beraktivitas.
Glukosa
DO :
intrasel menurun
          Indeks
KATZKlien Tn.
Proses pembentukan
Stermasuk dalam
ATP/energi
kategori mandiri dalam
terganggu
makan, kontinensia
 
(BAB dan BAK),
menggunakan pakaian,
mandi,pergi ke toilet
dan berpindah.
Kelesuan
          TD : 130/80 mmHg
fisiologis
          Nadi : 82 x/menit
          RR : 23 x/menit
Keletihan
Senin DS: Hiperglikemi (DM) Resiko
23/01/17 -       Klien   Cedera
13.10 mengatakanfungsi (00035)
penglihatannyasudah
berkurang, sudah tidak
mampu lagi melihat
Komplikasi
jarak jauh dengan jelas,
vaskuler
dan menggunakan alat
bantu kaca mata untuk
membaca.
-       Klien mengeluh Mikro vaskuler
kakinya kesemutan tapi
tidak mati rasa.
-       Klien mengatakan Retinopati
jarang memakai alas
kaki. Penglihatan
DO : tidak jelas
-       Lingkungan tempat
tinggal Tn. S bersih, Gangguan sensasi
jalan rata namun agak
licin karena berlumut,
tidak adasampah
berserakan, kamar tidur
klien tampak rapi, lantai
rumah dari keramik,
lantai kamar mandi
agak licin dan tidak ada
pegangan dinding,
penerangan di rumah
Tn. S cukup terang
pada siang karena
terdapat jendela dan
ventilasi yang dibuka
setiap pagi dan pada
malam hari lampu
penerangan cukup
terang namun
penerangan di kamar
mandi agak redup.
-       Klien mampu
bergerak dengan bebas.
-       Ada tremor.
-       Barthel Indeks Tn.S
memperoleh total skor
130 yang berarti Tn. S
dalam kategori mandiri.
Senin DS : Ketidak-
23/01/17 -       Klien mengatakan Kurangnya efektifan
13.10 masih suka informasi tentang manajemen
makangorengan dan penyakit kesehatan
makanan bersantan dan (00078)
minum yang manis.
-       Klien mengatakan Kurang pengetahuan
mengetahui menderita tentang program
penyakit DM dan terapeutik
kolesterol tinggi sejak 5
tahun yang lalu. Selama
5 tahun klien tidak rutin
minum obat untuk DM
dan kolesterol, klien
juga tidak mengatur
pola makannya, klien
masih mengkonsumsi
banyak gula dan
makanan berminyak.
DO :
-       GDS = 251 mg/dl,
kolesterol = 386 mg/dl.
-       Terdapat parestesia
dan retinopati diabetik.
-       SPMSQ : Tn. S
termasuk dalam
kategori kerusakan
intelektual ringan.
-       MMSE : Tn. S
termasuk dalam
kategori kerusakan
aspek fungsi mental
ringan.
-       Skala Depresi : Tn. S
dapat dikategorikan
dalam
kategorikemungkinan
depresi.

Q.    PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN


1.      Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan diabetes melitus (00204).
2.      Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (00090).
3.      Resiko cedera berhubungan dengan gangguan sensasi (00035).

4.      Ketidakefektifan manajemen kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang


program terapeutik (00078).

S.        INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Hari/Tgl/Jam Diagnosa Tujuan/Kriteria Rencana Ttd
Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Senin Ketidakefektifan Domain II : Domain II : Novias
23/01/17 perfusi jaringan Kesehatan Fisiologi Fisiologis
13.15 berhubungan Kelas : Jantung Kompleks
dengan diabetes Paru Kelas :
melitus (00204). Outcomes : Perfusi Manajemen
Jaringan Perifer Perfusi
(0407) Jaringan
Indikator : Intervensi :
          Pengisian kapiler Pencegahan
jari (4 - 5) Sirkulasi (4070)
          Suhu kulit ujung a.       Lakukan
kaki dan tangan penilaian
(3 - 4) sirkulasi perifer
          Parestesia (3 - 4) (nadi perifer)
secara
komprehensif.
b.      Monitor panas,
kemerahan,
nyeri, parestesia
pada
ekstremitas.
c.       Ajarkan klien
cara perawatan
kaki dan kuku.
d.      Ajarkan senam
kaki diabetik.
e.       Anjurkan
klien
menggunakan
pelembab pada
kulit kaki yang
kering.
2. Senin Keletihan Domain I : Fungsi Domain I : Novias
23/01/17 berhubungan Kesehatan Fisiologis Dasar
13.20 dengan kelesuan Kelas : Kelas :
fisiologis Pemeliharaan Manajemen
(00090). Energi Aktivitas dan
Outcomes : Tingkat Latihan
Kelelahan (0007) Outcomes :
Indikator : Manajemen
          Kelelahan (3 - 4) Energi (0180)
          Kelesuan (3 - 4)          Diskusikan
          Tingkat stres (3 - dengan klien
4) jenis dan
banyaknya
aktivitas yang
bisa dilakukan.
b.         Anjurkan
klien menjaga
asupan nutrisi
adekuat.
         Monitor
sistem
kardiorespirasi
klien (TD, nadi,
RR).
d.        Lakukan
ROM aktif/pasif
untuk
mengurangi
ketegangan otot.
         Anjurkan
tidur siang.
3. Senin Resiko cedera Domain IV : Domain IV : Novias
23/01/17 berhubungan Pengetahuan Keamanan
13.25 dengan gangguan tentang Kesehatan Kelas :
sensasi (00035). & Perilaku Manajemen
Kelas : Risiko
Pengetahuan Outcomes :
tentang Kesehatan Pencegahan
Outcomes : Jatuh (6490)
Pengetahuan a.       Anjurkan
Pencegahan Jatuh keluarga klien
(1828) menyediakan
Indikator : pencahayaan
         Alas kaki yang yang cukup
tepat (2 - 4) terang.
b.         Penggunaan b.      Anjurkan klien
pencahayaan menggunakan
lingkungan yang alas kaki yang
benar (2 - 4) aman.
         Strategi untuk c.       Anjurkan
menjaga permukaan klien
lantai tetap aman (2 menghindari
- 4) permukaan
d.        Kondisi kronis lantai yang licin.
yang meningkatkan d.      Ajarkan klien
risiko jatuh (2 - 4) untuk
memodifikasi
gaya berjalan
(terutama
kecepatan dan
pergerakan).
4. Senin Ketidakefektifan Domain IV : Domain III : Novias
23/01/17 manajemen Pengetahuan Perilaku
13.25 kesehatan tentang Kesehatan Kelas :
berhubungan & Perilaku Pendidikan
dengan kurang Kelas : Manajemen Pasien
pengetahuan Kesehatan Outcomes :
tentang program Outcomes : Pengajaran :
terapeutik Manajemen Diri : Proses Penyakit
(00078). Diabetes (1619) (5602)
Indikator :          Kaji tingkat
a.       Melakukan pengetahuan
tindakan klien tentang
pencegahan dengan proses penyakit.
perawatan kaki (1b.         Berikan
-
4) penyuluhan
b.         Menjalani aturan tentang penyakit
pengobatan sesuai klien (Diabetes
resep (2 - 4) Mellitus).
         Memantau          Jelaskan
glukosa darah (3 - tentang program
5) terapi.
d.        Mengikuti diet
d.        Diskusikan
yang tentang
direkomendasikan perubahan gaya
(2 - 4) hidup.
         Berpartisipasi          Ajarkan
dalam olahraga teknik relaksasi
yang otot progresif.
direkomendasikan
(1 – 4)
          Melakukan
kebiasaan hidup
secara rutin (2 - 4)

T.       IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Tanggal Implementasi Respon TTD
DX
1. Selasa 1.         Mengajarkan senamS : Tn. S mengatakan sudah Novias
24/01/17 kaki diabetik. memahami langkah-langkah
09.30 senam kaki diabetik dan akan
rutin mempraktekkan senam.
O : Tn. S mampu mempraktekkan
senam kaki diabetik.
1. Selasa 2.      Mengajarkan klien caraS : Tn. S mengatakan sudah Novias
24/01/17 perawatan kaki dan kuku. memahami cara merawat kaki
10.00 dan kuku, dan akan
mempraktekkannya.
O : Tn. S mampu menyebutkan
kembali cara merawat kaki dan
kuku.

1. Selasa 3.      Menganjurkan klienS : Tn. S mengatakan akan Novias


24/01/17 menggunakan pelembab menggunakan lotion pada kulit
10.30 pada kulit kaki yang kakinya.
kering. O : Tn. S mengoleskan lotion
pada kulit kaki dan kulit yang
kering.
2. Rabu 4.      Berdiskusi dengan klienS : Tn. S mengatakan aktivitas Novias
25/01/17 jenis dan banyaknya yang bisa dilakukan hanya
09.00 aktivitas yang bisa kebutuhan dasar seperti ke
dilakukan. kamar mandi dan makan, dan
mengisi waktu luang dengan
membaca majalah.
O : Tn. S mampu memilih dan
membatasi aktivitas fisiknya.
2. Rabu 5.      Melatih ROM aktifS : Tn. S mengatakan otot-ototnya Novias
25/01/17 untuk mengurangi terasa lemas setelah dilatih.
09.15 ketegangan otot. O : Tn. S mampu mengikuti
gerakan dengan benar.
2. Rabu 6.      Menganjurkan klienS : Tn. S mengatakan akan tetap Novias
25/01/17 menjaga asupan nutrisi makan 3 kali sehari dan tidur
09.45 adekuat dan menganjurkan siang jika bisa.
untuk tidur siang. O : Tn. S tampak segar.
1. Rabu 7.      Monitoring panas,S : Tn. S mengatakan kesemutan Novias
25/01/17 kemerahan, nyeri, sudah berkurang dan sudah
10.00 parestesia pada berlatih senam kaki.
ekstremitas, pengisianO : Tidak ada kemerahan pada
kapiler perifer. ekstremitas. CRT 3 detik.
2. Rabu 8.      Monitoring sistemS : Tn. S mengatakan sudah Novias
25/01/17 kardiorespirasi klien (TD, membatasi aktivitasnya.
10.00 nadi, RR). O : TD = 130/80 mmHg, Nadi =
85 x/menit, RR = 22 x/menit.
3. Kamis 9.      Menganjurkan klienS : Tn. S mengatakan akan Novias
26/01/17 menyediakan pencahayaan mengganti lampu dirumahnya
13.00 yang cukup terang. dengan lampi yang lebih
terang.
O : Penerangan rumah Tn. S
redup.

3. Kamis 10.  Menganjurkan klienS : Tn. S mengatakan akan Novias


26/01/17 menggunakan alas kaki memakai alas kaki yang aman.
13.10 yang aman. O : Tn. S memakai alas kaki yang
aman.
3. Kamis 11.  Menganjurkan klienS : Tn. S mengatakan akan Novias
26/01/17 menghindari permukaan berhati-hati bila berjalan di
13.15 lantai yang licin. permukaan lantai yang licin.
O : Lantai dikamar mandi Tn. S
licin.
3. Kamis 12.  Mengajarkan klien untukS : Tn. S mengatakan akan Novias
26/01/17 memodifikasi gaya berjalan pelan-pelan.
13.20 berjalan. O : Tn. S tampak mempraktekkan
gaya berjalan yang pelan-
pelan.
4. Kamis 13.  Memberikan penyuluhanS : Tn. S mengatakan sudah Novias
26/01/17 tentang lima pilar Diabetes memahami tentang lima pilar
13.20 Mellitus. Diabetes Mellitus.
O : Tn. S mampu menyebutkan
lima pilar DM : obat, diet,
edukasi, latihan fisik dan
monitor kadar gula darah.
2,3. Kamis 14.  Monitoring sistemS : Tn. S mengatakan sudah rutin Novias
26/01/17 kardiorespirasi klien (TD, senam kaki sehingga
13.30 nadi, RR), parestesia, kesemutan sudah mulai
kemerahan ekstremitas. berkurang.
O : TD = 120/80 mmHg, Nadi =
80 x/menit, RR = 20 x/menit,
tidak tampak adanya
kemerahan pada ekstremitas.
4. Jumat 15.  Mengajarkan teknikS : Tn. S mengatakan otot Novias
27/01/17 relaksasi otot progresif. tubuhnya terasa rileks.
09.00 O : Tn. S mampu mengikuti
teknik relaksasi otot progresif
seperti yang diajarkan.

U.      EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Evaluasi TTD
Keperawatan
Rabu Ketidakefektifan S: Novias
25/01/17 perfusi jaringan          Tn. S mengatakan sudah memahami
12.00 berhubungan dengan langkah-langkah senam kaki diabetik
diabetes melitus dan sudah rutin mempraktekkan senam.
(00204).           Tn. S mengatakan sudah memahami
cara merawat kaki dan kuku, dan sudah
mempraktekkannya.
          Tn. S mengatakan akan
menggunakan lotion pada kulit kakinya.
          Tn. S mengatakan kesemutan sudah
berkurang dan sudah berlatih senam
kaki.
O:
          Tn. S mampu mempraktekkan senam
kaki diabetik.
          Tn. S mampu menyebutkan kembali
cara merawat kaki dan kuku.
          Tn. S mengoleskan lotion pada kulit
kaki dan kulit yang kering.
          Tidak ada kemerahan pada
ekstremitas.
          CRT 3 detik.
A : Masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi.
P:
          Motivasi klien untuk
mempertahankan senam kaki secara
rutin.
          Motivasi klien untuk rutin
melakukan perawatan kaki dan kuku
secara rutin.
Rabu Keletihan berhubungan S : Novias
25/01/17 dengan kelesuan          Tn. S mengatakan aktivitas yang bisa
12.15 fisiologis (00090). dilakukan hanya kebutuhan dasar seperti
ke kamar mandi dan makan, dan
mengisi waktu luang dengan membaca
majalah.
          Tn. S mengatakan otot-ototnya terasa
lemas setelah dilatih ROM.
          Tn. S mengatakan mempertahankan
asupan nutrisi dan tidur siang jika bisa.
O:
          Tn. S mampu memilih dan
membatasi aktivitas fisiknya
          Tn. S mampu mengikuti gerakan
ROM dengan benar.
          Tn. S tampak segar.
          TD = 130/80 mmHg, Nadi = 85
x/menit, RR = 22 x/menit
A : Masalah keletihan teratasi.
P:
          Motivasi klien untuk
mempertahankan jenis aktivitas yang
bisa dilakukan.
          Monitor sistem kardiorespirasi klien.
Jumat Resiko cedera S : Novias
27/01/17 berhubungan dengan          Tn. S mengatakan sudah mengganti
11.15 gangguan sensasi lampu rumah dengan yang lebih terang
(00035). dan sudah berhati-hati saat berjalan.
O:
          Penerangan rumah Tn. S sudah
cukup terang.
          Gaya berjalan Tn. S pelan dan
berhati-hati.
          Tn. S memakai alas kaki yang
nyaman dan aman.
          TD = 120/80 mmHg, Nadi = 80
x/menit, RR = 20 x/menit, tidak tampak
adanya kemerahan pada ekstremitas.
A : Masalah resiko cedera teratasi.
P:
          Motivasi klien untuk
mempertahankan gaya berjalan yang
pelan dan berhati-hati.
Jumat Ketidakefektifan S: Novias
27/01/17 manajemen kesehatan          Tn. S mengatakan sudah memahami
11.15 berhubungan dengan tentang lima pilar Diabetes Mellitus dan
kurang pengetahuan akan mempraktekkan kelima pilar
tentang program tersebut.
terapeutik (00078).           Tn. S mengatakan otot tubuhnya
terasa rileks setelah diajarkan teknik
relaksasi.
O:
          Tn. S mampu menyebutkan lima
pilar DM : obat, diet, edukasi, latihan
fisik dan monitor kadar gula darah.
          Tn. S mampu mengikuti teknik
relaksasi otot progresif seperti yang
diajarkan.
A : Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan teratasi.
P:
          Monitor perubahan gaya hidup klien.
MONDAY, 23 APRIL 2012

LAPORAN PENDAHULUAN DM PADA LANSIA


Pendahuluan
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya
semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan
kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang
sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi
hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat
dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari
tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau
perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.

A.     Konsep Dasar Penyakit


1.      Definisi
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin
atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan
glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan
dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi
insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan
dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2.      Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada
panti lansia.
  
3.      Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang
lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik
yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping
karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia
diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut
terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal.
Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a.       Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas,
dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b.      Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala
diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang
mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

4.      Klasifikasi
a.       Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1)      Mudah terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan harus dengan insulin
3)      Onset akut
4)      Biasanya kurus
5)      Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6)      Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7)      Didapatkan antibodi sel islet
8)      10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b.      Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM
tipe II :
1)      Sukar terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan tidak harus dengan insulin
3)      Onset lambat
4)      Gemuk atau tidak gemuk
5)      Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6)      Tidak berhubungan dengan HLA
7)      Tidak ada antibodi sel islet
8)      30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9)      ± 100% kembar identik terkena

5.      Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a.       Katarak
b.      Glaukoma
c.       Retinopati
d.      Gatal seluruh badan
e.       Pruritus Vulvae
f.       Infeksi bakteri kulit
g.       Infeksi jamur di kulit
h.      Dermatopati
i.        Neuropati perifer
j.        Neuropati viseral
k.      Amiotropi
l.        Ulkus Neurotropik
m.    Penyakit ginjal
n.      Penyakit pembuluh darah perifer
o.      Penyakit koroner
p.      Penyakit pembuluh darah otak
q.      Hipertensi
6.      Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon
yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk
sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal  tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat

7.      Pathway

8.      Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a.       Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini
tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b.      Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti
program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya
hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk
para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c.       Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya
obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d.      Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar
glukosa darah dalam parameter yang  telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
e.       Pendidikan
1)      Diet yang harus dikomsumsi
2)      Latihan
3)      Penggunaan insulin

9.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Glukosa darah sewaktu
b.      Kadar glukosa darah puasa
c.       Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a.       Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.       Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10.  Prognosis
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien  tua
dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan baik prognosisnya baik. Pada pasien DM yang
jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang baik.

11.  Komplikasi Diabetes Melitus


Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk
dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic
hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah
retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a.       Komplikasi akut
1)      Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada
jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap
kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b.      Komplikasi kronis
1)      Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula
bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik
retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat
rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa
mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2)      Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang
tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular
dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson
ditemukan hanya pada DM.
3)      Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling
sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4)      Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5)      Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal,
mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi
hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa
memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6)      Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis.
Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan
potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan
iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan
amputasi.
7)      Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang
merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab
hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

B.     Konsep Asuhan Keperawatan


1.      Pengkajian
a.       Data Subyektif
1)      Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya adalah DM tipe
II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
2)      Keluhan utama
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik ( contohnya ;
kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).
3)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
4)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
5)      Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
6)      Pola pemenuhan kebutuhan sehari – hari
a)      Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
b)      Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki
yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c)      Integritas Ego
Stress, ansietas
d)      Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
e)      Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan
diuretik.
f)       Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan.
g)      Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
h)      Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
i)        Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
b.      Data obyektif
Pemeriksaan fisik pada Lansia
1)      Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah
cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
2)      Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat bintik –
bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel – sel yang
memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal  dan rapuh. Pada orang
berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
3)      Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena menurunnya
serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
4)      Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi altrofi
menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras karena meningkatnya
keratin.
5)      Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar,
lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap kegegelapan
lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang
karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru
pada skala.
6)      Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas sillia, paru
kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri
menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk
berkurang.
7)      Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 %
pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
8)      Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung
menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati
makin mengecil.
9)      Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, laju filtrasi
glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu
memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat, kapasitas kandung kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah,
frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi
peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75 % usia diatas 60 tahun).
10)  Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payu darah testis
masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek
menetap  sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
11)  Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya
ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh
( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad,
progesteron, estrogen, testosteron.
12)  Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan   (berat otak menurun sekitar 10 – 20 %
)

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukasa kering.
c.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
d.      Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e.       Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f.       Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.

3.      Intervensi Keperawatan
a.       Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
-          Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
-          Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1)      Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2)      Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3)      Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik).
4)      Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya memberikan
makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5)      Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6)      Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7)      Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin, denyut
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan tetap
diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
8)      Kolaborasi :
a)      Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam urine.
b)      Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c)      Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
d)      Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
e)      Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

b.      Kekurangan volume cairan berhubungan dengan  osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara
individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1)      Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti muntah dan
pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan
demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2)      Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau
berdiri.
3)      Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan
asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
4)      Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya periode apnea
dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis
5)      Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
6)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7)      Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
8)      Ukur berat badan setiap hari.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9)      Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
10)  Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan
kehilangan cairan.
11)  Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit abnormal,
asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan
kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12)  Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
13)  Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi
tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan
gagal jantung kronis.
14)  Kolaborasi :
a)      Berikan terapi cairan sesuai indikasi :
(1)   Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.
(2)   Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15)  Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.

c.       Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)


ditandai dengan gangren pada extremitas.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidakterjadi komplikasi.
Kriteria Hasil :
-          menunjukan peningkatan integritas kulit
-          Menghindari cidera kulit
Intervensi :
1)      Inspeksi kulit terhadap perubahan warna,turgor,vaskuler,perhatikan kemerahan.
R/ Menandakan aliran sirkulasi buruk yang dapat menimbulkan infeksi
2)      Ubah posisi setiap 2 jam beri bantalan pada tonjolan tulang
R/ Menurunkan tekanan pada edema dan menurunkan iskemia
3)      Pertahankan alas kering dan bebas lipatan
R/ Menurunkan iritasi dermal
4)      Beri perawatan kulit seperti penggunaan  lotion
R/ Menghilangkan kekeringan pada kulit dan robekan pada kulit
5)      Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
R/ Mencegah terjadinya infeksi
6)      Anjurkan pasien untuk menjaga agar kuku tetap pendek
R/ Menurunkan resiko cedera pada kulit oleh karena garukan
7)      Motivasi klien untuk makan makanan TKTP
R/ Makanan TKTP dapat membantu penyembuhan jaringan kulit  yang rusak

d.      Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kelelahan dapat teratasi.
Kriteria hasil :
-          klien dapat mengidentifikasikan pola keletihan setiap hari.
-          klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala peningkatan aktivitas penyakit yang
mempengaruhi toleransi aktivitas.
-          klien dapat mengungkapkan peningkatan tingkat energi.
-          klien dapat menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan.
Intervensi :
1)      Diskusikan kebutuhan akan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dan identifikasi aktivitas yang
menimbulkan kelelahan.
R/ Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun klien
sangat lemah.
2)      Diskusikan penyebab keletihan seperti nyeri sendi, penurunan efisiensi tidur, peningkatan
upaya yang diperlukan untuk ADL.
R/ Dengan mengetahui penyebab keletihan, dapat menyusun jadwal aktivitas.
3)      Bantu mengidentivikasi pola energi dan buat rentang keletihan. Skala 0-10 (0 =tidak lelah,
10 = sangat kelelahan)
R/ Mengidentifikasi waktu puncak energi dan kelelahan membantu dalam merencanakan akivitas
untuk memaksimalkan konserfasi energi dan produktivitas.
4)      Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/ tanpa diganggu.
R/ Mencegah kelelahan yang berlebih.
5)      Pantau nadi , frekuensi nafas, serta tekanan darah sebelum dan seudah melakukan aktivitas.
R/ Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
6)      Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan.
R/ Memungkinkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat
ditoleransi.
7)      Ajarkan untuk mengidentifikasi tanda dan gejala yang menunjukkan peningkatan aktivitas
penyakit dan mengurangi aktivitas, seperti demam, penurunan berat badan, keletihan makin
memburuk.
R/ Membantu dalam mengantisipasi terjadinya keletihan yang berlebihan.

e.       Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.


Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
-          Tidak ada rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolesia.
-          Terjadi perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Intervensi :
1)      Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan sperti demam, kemerahan, adanya pus pada
luka, sputum purulen, urine warna keruh atau berkabut.
R/ Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis
atau dapat mengalami infeksi nosokomial.
2)      Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.
R/ Mencegah timbulnya infeksi nosokomial.
3)      Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.
R/ Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi meddia terbaik dalam pertumbuhan
kuman.
4)      Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh, masase daerah tulang yang
tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dan tetap kencang.
R/ Sirkulasi perifer bisa terganggu dan menempatkan pasien pada peningkatan risiko terjadinya
kerusakan pada kulit.
5)      Berikan tisue dan tempat sputum pada tempat yang mudah dijangkau untuk penampungan
sputum atau secret yang lainnya.
R/ Mengurangi penyebaran infeksi.
6)      Kolaborasi
a)      Lakukan pemeriksaan kultur dan sensitifitas sesuai dengan indikasi.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya organisme sehingga dapat memilih atau memberikan terapi
antibiotik yang terbaik.
b)      Berikan obat antibiotik yang sesuai
R/ Penanganan awal dapat mambantu mencegah timbulnya sepsis.

f.       Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan tidak terjadi injuri
Kriteria hasil :
-          Dapat menunjukkan terjadinya perubahan perilaku untuk menurunkan factor risiko dan untuk
melindungi diri dari cidera.
-          Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
Intervensi :
1)      Hindarkan lantai yang licin.
R/ Lantai licin dapat menyebabkan risiko jatuh pada pasien
2)      Gunakan bed yang rendah
R/ Mempermudah pasien untuk naik dan turun dari tempat tidur.
3)      Orientasikan klien dengan ruangan.
R/ Lansia daya ingatnya sudah menurun, sehingga diperlukan orientasi ruangan agar lansia bisa
menyesuaikan diri terhadap ruangan.
4)      Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
R/ Lansia sudah mengalami penurunan dalam fisik, sehingga dalam melakukan aktivitas sehari
diperlukan bantuan dari orang lainsesuai dengan yang dapat ditoleransi
5)      Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi
R/ Keterbatasan aktivitas tergantung pada kondisi lansia
DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati,
Jakarta : EGC, 1999.
2.      Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia.Jakarta : Salemba Medika
3.      Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani,
Jakarta:EGC, 1997.
4.      Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
5.      www.google.com/file:///E:/ASKEP%20GERONTIK/DIABETES%20MELITUS/askep-
gerontik-diabetes-melitus.html

runner N !uddarth. (2002) .


Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3
. JG, >akarta.Gor#in, J>. (200").
Buku Saku
$atofisiologi, edisi re'isi. JG, >akarta.ushariyadi. (2030) .
Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia
. !alemba Medika, >akarta.Mansjoer, 6 dkk. 2008.
Kapita Selekta Kedokteran
, >ilid 3 edisi 4. Media 6esculapius, >akarta.!melt<erH !u<anne GH dkk. (2002).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth disi 8 !ol " alih bahasa

#$ %$ Kunara, Andr' #artono, Monia ster, %asminasih$


JG, >akarta.

DEC
20

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS NANDA NIC NOC TERBARU


Halo perawat Kece Indonesia,
kali ini aldy akan memposting sebuah Laporan Pendahuluan Kasus KMB (Dalam) tentang sistem
hormonal, Yakni Diabetes Mellitus (DM). Kasus DM adalah kasus sistem hormonal yang paling
familiar dan sering sekali kita jumpai di lapangan. So Aldy coba untuk buat Laporan
Pendahuluan yang memenuhi kriteria diagnosis NANDA dan Intervensi NOC dan NIC. Semoga
membantu.

LAPORAN PENDAHULUAN 
DIABETES MELLITUS

A.           Konsep Penyakit
1.             Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,
2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

2.             Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu: (Corwin, 2009)
a.             Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia
30 tahun.
b.             Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c.             DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
d.            Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

3.             Etiologi
a.             Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1)             Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
2)             Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3)             Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b.             Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1)             Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2)             Obesitas.
3)             Riwayat keluarga
4)             Kelompok etnik

4.             Patofisiologi
a.             Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan 
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
b.             Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).

Pathway
6.             Manifestasi Klinik
a.             Diabetes Tipe I
1)             hiperglikemia berpuasa.
2)             glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia.
3)             keletihan dan kelemahan.
4)             ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian).

b.             Diabetes Tipe II
1)             lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif.
2)             gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur.
3)             komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)

7.             Data Penunjang
a.             Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
b.             Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c.             Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.            Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I.
e.              Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu
selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f.              Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3.
g.             Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
h.             Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
i.               Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II).
j.               Urine: gula dan aseton positif.
k.             Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.

8.             Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
a.             Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa
darah.

1)             HIPOGLIKEMIA/ KOMA HIPOGLIKEMIA


Hipoglikemik adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang normal 60-100
mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salah satu bentuk dari kegawatan hipoglikemik
adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yang tidak diketahui sebabnya maka
harus dicurigai sebagai suatu hipoglikemik dan merupakan alasan untuk pembarian glukosa.
Koma hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula disebabkan
oleh karana terlambat makan atau olahraga yang berlebih.
Diagnosa dibuat dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemik terjadi bila kadar gula darah
dibawah 50 mg% atau 40 mg% pada pemeriksaaan darah jari.
Penatalaksanaan kegawat daruratan:
a)             Pengatasan hipoglikemi dapat diberikan bolus glukosa 40% dan biasa nya kembali
sadar pada pasien dengan tipe 1.
b)             Tiap keadaan hipoglikemia harus diberikan 50 cc D50 W dalam waktu 3-5 menit dan nilai
status pasien dilanjutkan dengan D5 W atau D10 W bergantung pada tingkat hipoglikemia.
c)             Pada hipoglikemik yang disebabkan oleh pemberian long-acting insulin dan pemberian
diabetic oral maka diperlukan infuse yang berkelanjutan.
d)            Hipoglikemi yang disebabkan oleh kegagalan glikoneogenesis yang terjadi pada penyakit
hati, ginjal, dan jantung maka harus diatasi factor penyebab kegagalan ketiga organ ini.
2)             SINDROM HIPERGLIKEMIK HIPEROSMOLAR NON KETOTIK (HHNC/ HONK).
HONK adalah keadaan hiperglikemi dan hiperosmoliti tanpa terdapatnya ketosis.
Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak terdapat aseton, osmolitas
darah tinggi melewati 350 mOsm perkilogram, tidak terdapat asidosis dan fungsi ginjal pada
umumnya terganggu dimana BUN banding kreatinin lebih dari 30 : 1, elektrolit natrium berkisar
antara 100 – 150 mEq per liter kalium bervariasi.

Penatalaksanan kegawat daruratan:


Terapi sama dengan KAD (Ketoasidosis Diabetic) dengan skema:
IV Cairan NaCl 0,9% bila natrium 130 mEq/liter atau
1 sampai 12 osmolitas plasma 330 mOsm/liter
jam NaCl 0.45% bila diatas 145 mEq/liter

Dibutuhkan 8 sampai 12 liter dari cairan selama


24 jam menggantikan air yang hilang selama 12
jam

Bila gula darah 250 sampai 300 mg/dl berikan


5% dekstrose
Insulin IV bolus 0.15 unit/kg RI
Permulaan 5 sampai 7 unit/jam RI
Jam
berikutnya
Elektrolit Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
Permulaan mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara secara
intravena untuk mempertahankan kadar cairan
setengahdari KCl dan setengah dari KPO4

Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
berikutnya mEq/liter K+

3)             KETOASIDOSIS DIABETIC (KAD)


a)             Pengertian
DM Ketoasidosis adalah komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.

b)             Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya  jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh :
                                                               i.               Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi.
                                                             ii.               Keadaan sakit atau infeksi.
                                                           iii.               Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
c)             Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selam periode waktu 24 jam.
d)            Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata
mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata
disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosis dan asidosis  yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala
gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-
gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses
intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton
(bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna
melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar,
mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma
(konsentrasi partikel aktif-osmosis).
e)             Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki
kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
f)              Penatalaksanaan
Rehidrasi
·                Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada tingkat
dehidrasi.
·                Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat
dehidrasi.
·                12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc,
ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
·                Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma
normal.
Elektrolit Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
Permulaan mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara
secara intravena untuk mempertahankan
kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4
Jam kedua
dan jam Bila jumlah urin cukup dan serum
berikutnya kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter,
berikan 20-30 mEq/liter K+

Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
a.             Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1)             Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular
perifer dan vaskular serebral.
2)             Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untukmemperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3)             Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah
seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4)             Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih.
5)             Ulkus/ gangren/ kaki diabetik

B.           Asuhan Keperawatan
1.             Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a.             PENGKAJIAN  PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1)             Airway                              
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut
2)             Breathing       : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
KAD             : Pernafasan kussmaul
HONK          : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
3)             Oxygenation : Kanula, tube, mask
4)             Circulation    :
5)             Tanda dan gejala schok
6)             Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
7)             Hemorrhage control : -
8)             Disability : pemeriksaan neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus.
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara.
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri.
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri.

b.             PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada
pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1)      AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2)      Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3)      Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
4)      Pemeriksaan Diagnostik
a)      Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b)      Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c)      Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d)     Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e)      Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol
glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
5)      Anamnese
a)      Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit
kepala.
b)      Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c)      Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.

d)     Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat
pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e)      Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan
dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot.
Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan
perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

2.             Diagnosa yang Mungkin Muncul


a.       Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer).
b.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. ketidakmampuan menggunakan
glukose (tipe 1).
c.       Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d. kelebihan intake nutrisi (tipe 2).
d.      Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif, Kegagalan mekanisme
pengaturan.
e.       Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.

Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut berhubungan NOC: Manajemen nyeri :
dengan agen injuri 1.      Tingkat nyeri 1.      Lakukan pegkajian
biologis (penurunan2.      Nyeri terkontrol termasuk lokasi, kara
perfusi jaringan perifer)3.      Tingkat kenyamanan kualitas dan ontro presipi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2.      Observasi 
3 reaksi nonv
x 24 jam, klien dapat : 3.      Gunakan teknik ko
1.   Mengontrol nyeri, dengan indikator : mengetahui pengalaman
1. Mengenal faktor-faktor penyebab 4.      Kontrol ontro lingkung
2. Mengenal onset nyeri seperti suhu ruangan, pen
3. Tindakan pertolongan non farmakologi 5.      Kurangi ontro presipita
4. Menggunakan analgetik 6.      Pilih dan lakuk
5. Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim (farmakologis/non farma
kesehatan. 7.      Ajarkan teknik non far
6. Nyeri terkontrol dll) untuk mengetasi nye
2.   Menunjukkan tingkat nyeri, dengan
8.      Berikan analgetik untuk
indikator: 9.      Evaluasi tindakan peng
1. Melaporkan nyeri 10.  Kolaborasi dengan dokt
2. Frekuensi nyeri pemberian analgetik tida
3. Lamanya episode nyeri 11.  Monitor penerimaan klie
4. Ekspresi nyeri; wajah
5. Perubahan respirasi rate Administrasi analgetik :.
6. Perubahan tekanan darah 1.      Cek program pemberia
7. Kehilangan nafsu makan frekuensi.
. 2.      Cek riwayat alergi..
3.      Tentukan analgetik pili
optimal.
4.      Monitor TTV sebelu
analgetik.
5.      Berikan analgetik tepa
muncul.
6.      Evaluasi efektifitas an
samping.
2 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
nutrisi kurang dari 1. Intake makanan peroral yang adekuat           Monitor intake ma
kebutuhan tubuh b.d.
2. Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap h
ketidakmampuan 3. Intake cairan peroral adekuat           Tentukan berapa jum
menggunakan glukose
4. Intake cairan yang adekuat yang dibutuhkan denga
(tipe 1) 5. Intake TPN adekuat gizi
          Dorong peningkatan
dan vitamin C
          Beri makanan lewat o
          Kaji kebutuhan klien
          Lepas NGT bila klien
3 Ketidakseimbangan Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
nutrisi lebih dari
1. Kalori 1.      Diskusikan dengan p
kebutuhan tubuh b.d. 2. Protein budaya serta faktor he
kelebihan intake nutrisi
3. Lemak berat badan.
(tipe 2) 4. Karbohidrat 2.      Diskusikan resiko keleb
5. vitamin 3.      Kaji berat badan ideal k
6. Mineral 4.      Kaji persentase normal
7.  Zat besi 5.      Beri motivasi kepada k
8. Kalsium badan.
6.      Timbang berat badan s
7.      Buat rencana untuk me
8.      Buat rencana olahraga
9.      Ajari klien untuk di
nutrisinya.
4 Defisit Volume Cairan NOC: NIC :
b.d Kehilangan volume 1.      ü Fluid balance Fluid management
cairan secara aktif, 2.      ü Hydration 1.      Timbang popok/pemba
Kegagalan mekanisme 3.      ü Nutritional Status : Food and Fluid Intake 2.      Pertahankan catatan int
pengaturan Kriteria Hasil : 3.      Monitor status hidra
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan mukosa, nadi adekuat, te
usia dan BB, BJ urine normal, HT normal diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas 4.      Monitor vital sign
normal 5.      Monitor masukan maka
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas kalori harian
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 6.      Kolaborasikan pemberi
tidak ada rasa haus yang berlebihan 7.      Monitor status nutrisi
8.      Berikan cairan IV pada
9.      Dorong masukan oral
10.  Berikan penggantian nes
11.  Dorong keluarga untuk m
12.  Tawarkan snack ( jus bu
13.  Kolaborasi dokter jika
meburuk
14.  Atur kemungkinan tranf
15.  Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan Managemen Hipoglikem
PK: Hiperglikemi perawat akan menangani dan meminimalkan 1.      Monitor tingkat gula da
episode hipo/ hiperglikemia. 2.      Monitor tanda dan ge
darah < 70 mg/dl, k
tachikardi, peka rangs
bingung, ngantuk.
3.      Jika klien dapat menel
jahe setiap 15 menit sa
mg/dl
4.      Berikan glukosa 50 % d
5.      K/P kolaborasi dengan

Managemen Hiperglikem
1.      Monitor GDR sesuai in
2.      Monitor tanda dan geja
darah > 300 mg/dl, p
kepala, pernafasan kus
muntah, tachikardi,
polidypsia,poliphagia, ke
kadar Na,K,Po4 menurun
3.      Monitor v/s :TD dan na
4.      Berikan insulin sesuai o
5.      Pertahankan akses IV
6.      Berikan IV fluids sesua
7.      Konsultasi dengan do
Hiperglikemia menetap a
8.      Dampingi/ Bantu ambu
9.      Batasi latihan ketika
khususnya adanya keton
10.  Pantau jantung dan sir
warna kulit, waktu peng
kalium
11.  Anjurkan banyak minum
12.  Monitor status cairan I/O
6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b.d hipoksemia
1. Circulation status Peripheral Sensation Man
jaringan. 2. Tissue Prefusion : cerebral perifer)
Kriteria Hasil : 1.      Monitor adanya daera
1.      mendemonstrasikan status sirkulasi terhadap panas/dingin/taj
1. Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang
2.      Monitor adanya paretes
diharapkan 3.      Instruksikan keluarga u
2. Tidak ada ortostatikhipertensi ada lsi atau laserasi
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 4.       Gunakan sarun tangan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 5.       Batasi gerakan pada ke
2.      mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
6.      Monitor kemampuan B
ditandai dengan: 7.       Kolaborasi pemberian
1. berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan 8.      Monitor adanya trombo
kemampuan 9.      Diskusikan menganai p
2. menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
3. memproses informasi
4. membuat keputusan dengan benar

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20015. Jakarta: Prima Medika

LAPORAN PENDAHULUAN
STASE GERONTIK DI PSTW “BUDI SEJAHTERA”

A.     TEORI TENTANG PROSES PENUAAN 


1.      Pengertian lanjut Usia
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap orang.
Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13  tahun 1998 adalah 60 tahun.
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah dimulai saat masa
konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses berkelanjutan, belum tentu seseorang
meninggal hanya karena usia tua.  Sebab individu memiliki perbedaan yang unik terhadap
genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor ekonomi yang saling terjalin dalam kehidupannya
menyebabkan peristiwa menua berbeda pada setiap orang.  Dalam sepanjang kehidupannya,
seseorang mengalami pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang  bisa
melemahkan kemampuan seseorang untuk memperbaiki atau mempertahankan
dirinya.  Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat organisme
biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengrusakan dan Perbaikan”.
2.      Teori tentang Proses menua
a.      Teori Biologik
Menurut Mary Ann Christ et al. (1993), penuaan merupakan proses yang secara
berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan perubahan di dalam
yang berakhir dengan kematian. Penuaan juga menyangkut perubahan sel, akibat interaksi sel
dengan lingkungannya, yang pada akhirnya menimbulkan perubahan degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi menjadi teori intrinsik dan
ekstrinsik.  Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia, timbul akibat penyebab di
dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa perubahan yang  terjadi
diakibatkan oleh pengaruh lingkungan.
Faktor intrinsik, peranan enzym seperti DNA polymerase yang berperan besar pada
penggandaan dan perbaikan DNA, serta enzym proteolytik yang dapat menemukan sel yang
mengalami degradasi protein sangat penting. Sedangkan pada faktor ekstrinsik yang penting
dikemukakan adalah radikal bebas,  fungsi kekebalan seluler dan humoral, oksidasi stress,
cross link serta mekanisme “dipakai dan aus” sangat menentukan dalam proses penuaan yang
terjadi .
Adanya  faktor pengaruh intrinsik dan  ekstrinsik tadi pada akhirnya akan mempengaruhi
tingkat perubahan pada sel , sel otak dan saraf, gangguan otak , serta jaringan tubuh lainnya.
1)      Teori Genetik dan Mutasi, Genetic Clock
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram  oleh molekul
/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat  adanya program jam genetik
didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka  waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis
putarannya maka, akan menyebabkan  berhentinya proses mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh
hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan
adanya hubungan antara kemampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies
Mutasisomatik (teori error catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam
menganalisis faktor-aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan
zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada
DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel
tersebut.
2)      Teori ERROR
Salah satu hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah hipotesis
"Error Castastrophe" (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut menua diakibatkan
oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan  sepanjang kehidupan manusia. Akibat
kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.
3)      Pemakaian dan Rusak, wear and tear theory
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
4)      Autoimune
Pada proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Saat jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan  terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah
dan mati.
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self
recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka
hal ini akan mengakibatkan  sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan
tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal
ini dibuktikan dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem  imun tubuh
sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,  daya serangnya
terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat sesuai dengan
menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati, 1994)
5)      Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan. Regenerasi jaringan tidak
dapat mempertahankan kestabilan  lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh
lelah  dipakai.
6)      Teori Radikal Bebas
Tidak stabilnya redikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan bahan organik
seperti karbohidrat dan protein . radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat  berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH) dan
Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat reaktif , sehingga
dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh. Menurut Oen (1993) yang
dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan bahwa makin tua umur makin banyak
terbentuk  radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel
makin banyak akhirnya sel mati.
7)      Teori Kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan
jaringan dan melambatnya perbaikan sel  jaringan.

b.      Teori Sosial
1)      Teori Aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial
2)      Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
a)      Kehilangan peran
b)      Hambatan kontrol sosial
c)      Berkurangnya komitmen
3)      Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a)      lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan
tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan 
b)      Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c)      Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.
4)      Teori Interaksi Sosial (Social  Exchange Theory).
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu,
yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss   (1954), Homans (1961) dan Blau
(1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum pertukaran barang dan
jasa, sedangkan pakar lain Simmons (1945) mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya untuk
melakukan tukar menukar.
Pokok-pokok Social Exchanger Theory sebagai berikut :
a)      Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.
b)      Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.
c)      Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor akan mengeluarkan biaya.
d)      Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
e)      Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
5)      Teori Penarikan Diri (Disengagament Theory)
Cumming  dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia
dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang lansia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga
mempersiapkan  kondisi agar para lansia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lansia menurun baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
            Pokok-pokok disenggagement theory adalah :
a)      Pada pria, kehilangan peran utama hidup terjadi pada masa  pensiun. Pada wanita terjadi pada
masa peran dalam keluarga berkurang misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untukbelajar dan menikah.
b)      Lansia danmasyarakat menarik manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa
tekanan sosial berkurang sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas.
c)      Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :
1)      Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
2)      Proses tak dapat dihindari
3)      Hal ini diterima lansia dan masyarakat.
6)      Teori Aktivitas (Activity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972) yang mengatakan
bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
a)      Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia
di masyarakat.
b)      Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
7)      Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada
saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud, Buhler, Jung dan
Erikson.
Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan psikososial anak dan balita
. Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan lansia perlu menemukan integritas diri
melawan keputusasaan (ego integrity versus despair)..
Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (development
tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lansia yaitu ;
a)      Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis
b)      Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
c)      Menemukan makna kehidupan
d)      Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
e)      Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
f)       Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
g)      Menerima dirinya sebagai calon lansia
Joan Birchenall  RN, Med dan Mary E Streight RN (1973) menekankan perlunya
mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti perubahan emosi dan sosial seseorang
selama fase kehidupannya.
Pokok-pokok dalam development theory adalah :
a)      Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya.
b)      Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru yaitu
pensiun dan atau menduda atau menjanda.
c)      Lansia harus menyesuaaikan diri akibat perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan
identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun, ditinggal mati oleh pasangan hidup dan
teman-temannya.
8)      Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia kronologis yang
menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas peran, kewajiban, serta hak
mereka berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah
struktur dan prosesnya.
Pokok-pokok dari teori ini adalah :
a)      Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
b)      Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
c)      Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran di antara penduduk.
c.      Teori Psikologi
1)      Teori Kebutuhan Manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas
yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
terbsebut tercapai. Semua kebutuhan ini sering digambarkan seperti sebuah segitiga dimana
kebutuhan dasar terletak paling bawah/di dasar.
2)      Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seseorang
dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan/diorientasikan
terhadap dunia luar (ekstroverted) atau ke arah subyektif, pengalaman-pengalaman dari dalam
diri  (introvert).  Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan
merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3)      Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) menyusun sebuah teori yang menggambarkan perkembangan
manusia yang didasarkan pada penelitian ektensif dengan menggunakan biografi dan melalui
wawancara. Fokus dari teori ini adalah mengidentifikasi dan mencapai tujuan hidup manusia
yang melewati klima fase proses perkembangan. Menurutnya, pemenuhan kebutuhan diri
sendiri merupakan kunci perkembangan yang sehat dan itu membahagiakan, dengan kata lain
orang yang tidak dapat menyesuaikan diri berarti dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya
dengan beberapa cara.
Pada tahun 1968 Buhler mengembangkan awal pemikirannya yang secara jelas
mengidentifikasi lima fase yang terpisah dalam pencapaian tujuan kehidupan yang dilewati
manusia. Pada masa kanak-kanak belum terbentuk tujuan hudup yang spesifik dan pada masa
depan pengakhiran kehidupan juga tidak jelas. Masa remaja dan masa dewasa muda dicapai
hanya sekali dalam kehidupan. Seseorang mulai mengkonsep tujuan-tujuan hidup yang spesifik
dan memperokleh pengertian terhadap kemampuan individu. Saat berumur 25 tahun seseorang
menjadi lebih konkrit mengenai tujuan hidupnya dan secara aktif diterapkan dalam diri mereka.
Buhler melihat fase akhir dari lansia (usia 65 atau 70 tahun) sebagai usia untuk mengakhiri cita-
citanya yang muluk untuk mencapai tujuan hidup.

B.     TUGAS-TUGAS PERAWAT DALAM SETIAP TEORI PENUAAN


1.      Tugas Perawat dalam Teori Biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang
dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan
yang masih bisa dicapai dikembangkan, penyakit yang dapat dicegah atau ditekan
progresifitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi atas 2 bagian yakni :
a.      Klien lansia yang masih aktif, dimana keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan
orang lain sehingga untuk kebutuhannnya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b.      Klien lansia yang pasif atau tidak dapat bangun, dimana keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutama hal-hal yang
berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya penyakit/peradangan
mengingat sumber infeksi dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran  kondisi fidik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan
gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan rambut, kebersihan temopat tidur serta
posisinya, hal makan, cara memakan obat, dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau
sebaliknya.
Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan dan
membantu para klien lansia untuk bernafas dengan lancar, makan (termasuk memilih dan
menentukan makanan), minum melakukan eliminasi, tidur, menjaga sikap tutbuh waktu
berjalan, duduk, merubah posisitiduran, beristrahat, kebersihan tubuh, memakai dan menukar
pakaian, mempertahankan suhu badan, melindungi kulit dari kecelakaan. 
Dari hasil rangkuman Pertemuan Kesehatan persiapan Usia Lanjut oleh Depkes (1995)
ditetapkan Penjaringan Kesehatan Lansia dengan cara sebagai berikut :
GIZI
a.       Pengamatan
D = disease
E  = eating poorly
T  = tooth loss
E  = economic hardship
R  = reduced social contact
M = Multiple medicine
I  = involuntary weight loss and gains
N = need assistance in self care
E  = elder years
b.      Pendidikan gizi dan konseling diet
c.       Prinsip gizi yang harus diikuti oleh lansia :
1)      Kecukupan kalori 5 – 10 % kurang dari usia 20 – 25 tahun
2)      Kecukupan lemak maksimak 25 % diutamakan lemak tak jenuh
3)      Protein normal 10 – 12 % dari kecukupan energi, 10 % berasal dari hewani
4)      Hidrat arang,  gula murni dikurangi
5)      Vitamin dan mineral harus cukup terutama vitamin B, Vitamin C, asam folat, kalsium dan Fe

PRINSIP :
Sayur dan buah > protein, ikan, ayam, kacang-kacangan dan telur > nasi, jagung, kentang >
lemak > gula, garam

   

OLAHRAGA
            Latihan olahraga yang baik dan benar serta teratur harus memenuhi komponan
sebagai berikut:
1.      Peregangan dan pemanasan 10 – 15 menit
2.      Latihan initi 15 – 60 menit
3.      Pendinginan 10 – 15 menit
Faktor yang diperhatikan :
            1. Intensitas latihan ………………pra usia lanjut 60 % - 80 %  DNM
                DNM (Denyut Nadi Maksimal ) : 220 – usia x menit
                Contoh : Bila usia 40 tahun DNM  = 220 – 40  = 180 x / mnt
                               Batas atas 85 % = 85 % -x 180 x/mnt   = 153 x/mnt
                               Batas bawah 60 % = 60 % x 180 x/mnt = 108 x/mnt
            2. Frekuensi latihan --------------------3 – 5 x seminggu
            3. Lamanya latihan -------------------- 30 – 45 menit, tidak termasuk waktu
                pemanasan dan pendinginan.
            Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lansia, untuk itu
kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan cara posisi bersandar pada beberapa
bantal, jangan makan terlalu banyak, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan dan
sebagainya.
            Seorang perawat harus dapat memotivasi para klien lansia agar mau dan
menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menghidangkan makanan lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu
bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi, serta suasana yang menyenangkan dapat
menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan sesuai
diet yang dianjurkan.
            Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan terutama pada klien lansia
yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala dilakukan bila terdapat kelainan
tertentu misalnya batuk-batuk, pilek, (terutama klien lansia yang tinggal di panti Werda ).
            Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, mengkaji
penyebab keluhan, kemudian mengkomunikasikan dengan klien tentang cara pemecahannya.
            Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lansia, membimbing dengan sabar
dan ramah, sambil bertanya apa yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat
sudah diminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dan sebagainya. Sentuhan
( misalnya genggaman tangan ) terkadang sangat berarti bagi mereka.
2.      Tugas Perawat Dalam Teori Sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan mengadakan diskusi
dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama berarti menciptakan sosialisasi antar manusia, yang
menjadi pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah mahluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara werda
dengan werda maupun werda dengan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para werda untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi, menonton film atau hiburan-
hiburan lain karena mereka perlu diransang untuk mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa
pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan
medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lansia.
Menurut Drs H. Mannan dalam bukunya Komunikasi dalam Perawatan mengatakan :
tidak sedikit klien tidak bisa tidur karena stres. Stres memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah, sehingga menimbulkan kekecewaan, rasa ketakutan atau
kekhawatiran, rasa kecemasan dan sebagainya. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberikan kesempatan kepada mereka
untuk antara lain ikut menikmati keadaan diluar, agar mereka merasa masih ada hubungan
dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara mereka (terutama bagi yang
tinggal di panti werda ), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu
mengadakan kontak sesama mereka, makan dan duduk nbersama, menanamkan rasa
kesatuan dan persatuan, senasib dan sepenanggungan, mengenai hak dan kewajiban
bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien
lansia di panti werda.
3.      Tugas Perawat dalam Teori Psikologi
            Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka merasa puas.
            Pada dasarnya klien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungannya termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus
menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam
batas kemampuan dan hobby yang dimilikinya.
            Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam
memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan, sebagai
akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya, hal ini perlu dilakukan karena :
perubahan psikologi terjadi bersama dengan makin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini
meliputi gejala-gejala seperti menurunnya dayaingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang dan pergeseran libido.
            Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita yang membosankan, jangan
mentertawakan atau memarahi bila klien lansia lupa atau bila melakukan kesalahan. Harus
diingat, kemunduran ingatan akan mewarnai tingkah laku mereka  dan kemunduran ingatan
jangan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
            Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawatbisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus
dapat mendukung mental mereka ke arah pemuasan pribadi sehingga pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan  agar di masa lansia ini mereka tetap
merasa puas dan bahagia.

C.     Perubahan Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


1.      Perubahan fisik
a.      Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan intra dan extra
seluler
b.      Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon waktu untuk
meraksi, mengecilnya saraf panca indra  sistem pendengaran, presbiakusis, atrofi
membran  timpani, terjadinya pengumpulan serum karena meningkatnya keratin
c.      Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis  dan hlangnya respon terhadap sinaps,
kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh, meningkatnya ambang pengamatan sinar,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang.
d.      Sistem Kardivaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung
memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah berumur 20 tahun sehingga
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah,
tekanan darah meninggi.
e.      Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan menurunnya
aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas residu meingkat, nafas berat.
Kedalaman pernafasan menurun.
f.       Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk, indera pengecap
menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi indera pengecap sampai 80 %, kemudian
hilangnya sensitifitas saraf pengecap untuk rasa manis dan asin
g.      Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %. Nilai ambang ginjal terhadap glukosa
menjadi meningkat. Vesika urinaria, otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 cc sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan berakibat
retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas 55 tahun. Pada vulva terjadi
atropi sedang vagina terjadi selaput lendir kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi
berkurang  dan menjadi alkali.
h.      Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon menurun, sedangkan
fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas tiroid menurun sehingga menurunkan
basal metabolisme rate (BMR). Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen
dan testosteron.
i.        Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan  jaringan lemak, kulit kepala
dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut dalam telinga dan hidung menebal.
Kuku menjadi keras dan rapuh.
j.        Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh menjadi kiposis,
tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine vertebralis menipis, tendon mengkerut
dan atropi serabut erabit otot , sehingga lansia menjadi lamban  bergerak. otot kam dan tremor.
2.      Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a.      Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b.      Kehatan umum
c.      Tingkat pendidikan
d.      Keturunan
e.      Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
a.      kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari  yang lalu
b.      kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a.      Tidak berubah dengan informasi  matematika dan perkataan verbal
b.      Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor waktu.
3.      Perubahan Perubahan Psikososial
a.      Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan
b.      Merasakan atau sadar akan kematian
c.      Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.
4.      Perubahan Perubahan Psikososial
a.      Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan dengan peranan dalam
pekerjaan
b.      Merasakan atau sadar akan kematian
c.      Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.

D.     Masalah  keperawatan yang mungkin timbul.


1. Fisik / biologis
a.      Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
b.      Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan pendengaran / penglihatan.
c.      Kurang perawatan diri berhubungan dengan menurunnya minat dalam merawat diri.
d.      Resiko cedera fisik (jatuh) berhubungan dengan penyesuaian penurunan fungsi tubuh tidak
adekuat.
e.      Perubahan pola elemenasi berhubungan dengan pola makan yang tidak efektif, peristaltik
lemah.
f.       Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
g.      Gangguan pola napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas / adanya skrit pada jalan
napas.
h.      Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kekakuan sendi, atropis serabut otot.

2. Psikologis-sosial
a.      Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
b.      Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
c.      Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
d.      Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
e.      Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan menghilangkan perasaan
secara tepat.
f.       Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.

3. Spiritual
a.      Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
b.      Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan kematian.
c.      Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
d.      Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah secara tepat.
E.     Rencana Keperawatan
1. Tujuan perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan kondisi
fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain.
2. Tujuan tindakan keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
-          Pemenuhan kebutuhan keselamatan
-          Peningkatan keamanan dan keselamatan
-          Memelihara kebersihan diri
-          Memelihara keseimbangan istirahat tidur
-          Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif
3. Rencana dan Rasional
a.      Pemenuhan kebutuhan nutrisi
1)      Makanan porsi kecil tapi sering, lunak.
R    Menyesuaikan fungsi lambung dan melemahnya otot lambung dan usus.
2)      Banyak minum dan kurangi makanan asin.
R.   Mencegah kekeringan kulit dan kendor.
3)      Makan mengandung serat.
R.   Membantu pencernaan karena peristaltik menurun.
4)      Batasi makan yang mengandung gula tinggi, minyak tinggi, tinggi lemak kecukupan kalori : laki-
laki 2100 kal, perempuan 1800 kal yang terdiri dari :
-          KH 60% dari jumlah kal.
-          Lemak 15-20%.
-          Protein 20-25%.
-          Vitamin dan mineral air 6-8 gelas / hari.
-          Hindari kopi / teh.
-          Insulin  pemecahan glukosa dan lemah menurun.
b.      Meningkatkan keamanan dan keselamatan lansia
-          Biarkan lansia menggunakan alat bantu / tongkat.
-          Latih untuk pindah / mobilisasi.
-          Menggunakan pengaman tempat tidur.
-          Membantu ke kamar mandi.
-          Menggunakan kacamata.
-          Menemani bila bepergian.
-          Ruangan dekat kantor.
-          Meletakkan bel di bawah bantal.
-          Tempat tidur tidak terlalu tinggi.
-          Menyediakan meja kecil dekat tempat tidur.
-          Lantai bersih, rata, tidak licin / basah.
-          Peralatan menggunakan roda dikunci.
-          Pasang pengaman di kamar mandi.
-          Hindari lampu redup dan menyilaukan.
-          Gunakan sepatu dan sandal yang beralas karet.
c.      Memelihara kebersihan diri
-          Mengingatkan / membantu waktu mandi, gosok gigi.
-          Menganjurkan untuk menggunakan sabun lunak dan gunakan skin lotion.
d.      Memelihara keseimbangan istirahat
-          Sediakan tempat tidur nyaman.
-          Atur lingkungan cukup ventilasi, bebas bau.
-          Melatih melakukan latihan fisik yang ringan.
e.      Meningkatkan hubungan interpersonal
-          Berkomunikasi dengan kontak mata.
-          Memberi stimulus / mengingatkan terhadap kegiatan.
-          Menyediakan waktu untuk berbincang.
-          Menghargai pendapat lansia.
-          Melibatkan kegiatan harian.

 MASALAH  NUTRISI
1.      Pengertian
Gizi kurang adalah kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro
2.      Penyebab
a.       Penurunan atau kehilangan sensitifitas indra pengecap &penciuman
b.      Penyakit periodental ( terjadi pada 80% lansia) atau kehilangan gigi
c.       Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan
d.      Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan
e.       Penggunaan obat-obatan jangka panjang
f.       Gangguan kemampuan motorik
g.       Kurang bersosialisasi, kesepian
h.      Pendapatan yang menurun (pensiun)
i.         Penyakit infeksi kronis
j.        Penyakit keganasan

Pengkajian
Fisiologis/fisik
1.      Stratus gizi
     IMT = Kg BB           normal laki laki = 18 -25
                 (TB)2                        wanita = 17 – 23
2.      Intake cairan dalam 24 jam
3.      Kondisi kulit
4.      Kondisi bibir , mukosamulut, gigi
5.      Riwayat pengobatan, alkhohol, zat adiktif lainnya
6.      Evaluasi kemampuan penglihatan , pendengaran  dan mobilitas
7.      Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : gangguan sistem digestif, nafsu makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, rasa dan aroma
8.      Kebiasaan waktu makan ( 2 –3 X sehari, snak dlll).

Psikososial/afektif
1.         Kebiasaan saat makan (makan sendiri, sambil nonton TV,dll)
2.         situasi lingkungan (kapasitas penyediaan makanan, pengolahan dan penyimpanan makanan)
3.         sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan eleminasi
4.         Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi.

Pemeriksaan tambahan/laborat
         Analisa darah : 
Kreatinin  : indekz massa otot
Serum protein khususnya untuk sintesa antibodi dan limfosit, dalam kekebalan seluler, enzym,
hormon, struktur sel yang luas, struktur jaringan
 Diagnosa Keperawatan
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang
tidak  adekuat akibat anoreksia
2.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleletal,, nyeri, intoleransi aktifitas
4.      Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi sendi
5.      Resiko cedera (dislokasi sendi) berhubungan dengan otot hilang kekuatannya, rasa nyeri sendi

Rencana Asuhan Keperawatan


1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutris kurang adekuat
akibat anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria :  - Meningkatkan masukan  oral
-                                        Menunjukkan peningkatan BB
Intervensi :
a.       Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian  yang adekuat
R/  Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
b.      Timbang setiap hari , pantau hasil pemeriksaan laborat
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
c.       Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk masukan nutrinya
d.      Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
e.       Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/  Dengan makan bersama sama secara psikologis meningkatakan selera makan
f.       Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah mengunyah
makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan .
g.       Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung

h.      Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan untuk :


3)     Makan-makan kering saat bangun tidur
4)     Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak
5)     Minum sedikit-sedikit melalui sedotan
6)     Makan kapan saja bila dapat toleransi
7)     Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan sering
R/  Meningkatkan asupan makanan.

2.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari tanda-tanda infeksi
Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak, nyeri, merah,gangguan fungsi
Intervensi :
a.       Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b.      Ajarkan tentang perlunya  menjaga kebersihan diri dan lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan diri yang kurang sehat
c.       Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP
R/ meningkatkan kadar protein dalam dalam tubuh sehingga meningkatkan kemampuan
kekbalan dalam tubuh
d.      Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.

3.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri


Tujuan : klien dapat mobilisasi dengan adekuat
Kriteria : Mendemontrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktifitas
Intervensi :
a. Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit
R/ tingkat aktifitas tergantung dari perkembangan /resolusi dari proses inflamasi
b. bantu dengan rentang gerak aktif/pasif
R/ mempertahankan fungsi sendi, kekuatan otot
c. ubah posisi dengan sering dengan personal cukup
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi
d. Berikan lingkungan yang nyaman misaal alat bantu
R/ menghindari cedera.

4.      Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan   proses inflamasi, destruksi sendi


Tujuan : Menunjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria : terlihat rileks , dapat tidur dan berpartisipasi dala aktifitas
Intervensi :
kaji keluhan nyeri, catat lokasi nyeri dan intensitas. Catat faktor yang mempercepat tanda tanda
neri
R/ membantu dalam menentukan managemen nyeri
Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman  pada waktu istirahat ataupun tidur
R/ Pada penyakit berat tirah baring sangat diperlukan untuk membatasi nyeri
Anjurkan klien mandi air hangat , sediakan waslap untuk kompres sendi
R/ panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan kekakuan
sendi.
berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen, naproksin, piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan.

5.      Resiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri


Tujuan : klien terhindar dari cedera
Kriteria : klien berada pada perilaku yang aman dan lingkungan yang nyaman
Intervensi :
a. kaji tingkat kekuatan otot
R / mengatur tindakan selanjutnyab
b. Kaji tingkat pergerakan pasif
c. Beri alat bantu sesuai kebutuhan
d. Ciptakan lingkungan yang aman (lantai tidak licin)
e. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara mandiri

Konsep gangguan interaksi diri


Gangguan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau berisiko
mengalami respon negatif, ketidakadekuatan danketidakpuasan dari interaksi  (Carpenito,
1999).
Batasan karakteristik ganguan interaksi sosial (Carpenitto) :
mayor (harus terdapat)
-          melaporkan kektidakmampuan untuk menetapkan dan /atau mempertahankan hubungan
supportif yang stabil, dan ketidak puasan dengan jaringansosial
minor :
-          isolasi sosial
-          hubungan superfisial
-          menyalahi oranglain untuk masalah-masalah interpersonal
-          menghindari orang lain
-          kesulitan interpersonal ditempat kerja
-          orang lain melaporkan tentang pola interaksi yang bermasalah
-          perasaan tentang tidak dimengerti perasaan
-          perasaan tentang penolakan

Faktor-faktor yang berhubungan


kerusakan interaksi sosial dapat diakibatkan dariberbagai situasi danmasalah kesehatan yang
dihubungakan dengan ketidakmampuan menentukan dan mempertahankan hubungan umpan
balik.

INTERVENSI
RASIONALISASI
1.      Tetapkan hubungan saling percaya perawat 1.  Dengan adanya saling percaya klien akan
klien dengan cara: mau mengungkapkan perasaan yang
         Dorong individu meng-ungkapkan terpendam yang beresiko menimbulkan
perasaan. stress sehingga dengan proses katarsis
         Dorong individu bertanya tentang masalah beban hidup klien akan berkurang
dan penanganan serta akibat jika masalah sehingga harga diri klien akan menjadi
stress tidak diatasi semakin baik.
         Berikan informasi yang terpercaya dan
perkuat informasi yang telah diberikan
         Perjelas mengenai konsep harga diri,
perawatan dan pemberi pelayanan
perawatan.
         Hindari kritik negatif
         Berikan privasi atau lingkungan aman.
1.  Tingkatkan interaksi sosial
2). Untuk meningkatkan intensitas hubungan
         Hindari perlindungan ber-lebihan
sehingga semakin banyak proses katarsis
         Dorong gerakan/latihan yang dapat dilakukan dengan klien.
2.  Gali kekuatan dan sumber - sumber pada 3). Sebagai koping yang dapat meningkatkan
individu konsep diri klien.
3.  Diskusikan tentang realitas harapan dan 4). Agar klien dapat menjalani hidup secara
alternatif. rasional sesuai dengan kondisinya saat
4.  Rujuk ke sumber-sumber koping yang lain ini.
5) Untuk membantu memecahkan masalah
dengan mencari berbagai dukungan
koping.
5.  Beri dorongan terhadap aktivitas posistif  dan 6) Untuk mempertinggi rasa percaya diri
kontak dengan teman yang telah dilakukan. klien sehingga mampu meningkatkan
harga diri klien menciptakan situasi
hubungan yang saling membantu.
7). Untuk mengurangi beban psikologis
6.  Bantu kien mengepresikan pikiran dan
sehingga dapat merduksi stress.
perasaannya.
8). Agar aktivitas klien lebih terarah dan
7.  Libatkan dalam aktivitas sosial, ketrampilan secara langsung dapat mengurangi
dan kejujuran serta berikan bimbingan
kesempatan klien menyendiri yang dapat
prilaku sesuai norma.
memunculkan timbulnya stress.

DAFTAR PUSTAKA

Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa  Keperawatan  Edisi 6 , Alih Bahasa Yasmin Asih
EGC jakarta

C. Long barbara ( 1996) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses) Unit IV, V, VI Alih
bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, IAPK Bandung

Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa, EGC
Jakarta

Wahyudi Nugroho ( 2000), Keperawatan Gerontik Edisi 2 , EGC Jakarta

Gunawan  S, Nardho, Dr, MPH, 1995, Upaya Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Dep Kes R.I

Lueckennotte,  Annette  G,  1996, Gerontologic Nursing, St. Louis : Mosby Year Incorporation

Nugroho, Wahyudi, SKM, 1995, Perawatan Lanjut Usia, Jakarta : EGC

Anonym, Panduan Gerontologi, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai