B. KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh kedua kakinya terasa kesemutan namun tidak mati rasa.
G. RIWAYAT REKREASI
Klien mengatakan tidak pernah berpergian jauh. Sehari-hari klien menghabiskan waktu di
dalam rumah, klien mengisi waktu luang dengan membaca majalah.
SKOR NORTON
Aspek yang Dikaji Score
Kondisi fisik umum :
Baik 4
Kesadaran
Komposmentis 4
Akivitas
Ambulan 4
Mobilitas
Bergerak bebas 4
Inkontinensia
Tidak ada 4
Total Score 20
Kategori skor :
16-20 : Kecil sekali/tak terjadi
12-15 :Kemungkinan kecil terjadi
<12 : Kemungkinan besar terjadi
Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan Skala Norton, Tn. S memperoleh total
skor 20 yang berarti Tn. S dalam kategori resiko dekubitus kecil sekali/tak terjadi.
Interpretasi Hasil :
Salah 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Salah 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 8-10 : Kerusakan intelektual berat
Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner SPMSQ, Tn. S
menjawab 7 pertanyaan dengan benar dan menjawab 3 pertanyaan dengan salah. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, Tn. S termasuk dalam kategorikerusakan intelektual ringan.
2. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam)
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
1 Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
□ Tahun : 2017 (benar)
Nilai Nilai
No Aspek kognitif Kriteria
maks klien
□ Musim : Hujan (benar)
□ Tanggal : 23 (benar)
□ Hari: Senin (benar)
□ Bulan : Januari(benar)
Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang
□ Kabupaten Semarang(benar)
□ Kecamatan Ungaran(benar)
□ Kelurahan Candi (benar)
□ Dusun Siroto (benar)
□ RW 02 (benar)
2 Registrasi 3 3 Sebutkan 3 obyek (oleh pemeriksa)
1 detik untuk mengatakan masing-
masing obyek. Kemudian tanyakan
kepada klien ketiga obyek tadi
(untuk disebutkan)
□ Obyek 1 : Rumah Sakit(benar)
□ Obyek 2 : Kantor (benar)
□ Obyek 3 : Puskesmas (benar)
3 Perhatian dan 5 1 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali
100 - 7 = 93
93 - 7 = 87
Interpretasi hasil :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner MMSE, Tn.S memperoleh total skor
sebanyak 22, Tn. S termasuk dalam kategori kerusakan aspek fungsi mental ringan
3. Skala depresi
Jawaban yang
No Pertanyaan
sesuai
Apakah anda sebenarnya puas dengan
1 TIDAK ya
kehidupan anda
Apakah anda telah meninggalkan banyak
2 tidak YA
kegiatan dan minat/kesenangan anda?
Apakah anda merasa kehidupan anda
3 tidak YA
kosong?
4 Apakah anda merasa sering bosan? tidak YA
Apakah anda mempunyai semangat yang
5 TIDAK -
baik setiap saat?
Apakah anda merasa takut sesuatu yang
6 - YA
buruk akan terjadi pada anda?
Apakah anda merasa bahagia untuk
7 TIDAK ya
sebagian besar hidup anda?
8 Apakah anda merasa sering tidak berdaya? tidak YA
Apakah anda lebih sering di rumah
9 daripada pergi keluar dan mengerjakan - YA
sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak tidak YA
Jawaban yang
No Pertanyaan
sesuai
masalah dengan daya ingat anda
dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda
11 TIDAK ya
sekarang menyenangkan?
Apakah anda merasa tidak berharga seperti
12 tidak YA
perasaan anda saat ini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? TIDAK -
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda
14 tidak YA
tidak ada harapan?
Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih
15 - YA
baik keadaannya dari pada anda?
Total score 5
*) Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1
Keterangan :
Score 5 -9 : Kemungkinan depresi
Score 10 atau lebih : Depresi
Interpretasi/kesimpulan :
Klien Tn. S saat dilakukan pemeriksaan dengan kuesioner Skala Depresi,Tn.S memperoleh
total skor sejumlah 5 sehingga Tn. S dapat dikategorikan dalam kategori kemungkinan depresi.
O. PROGRAM TERAPI
No Nama obat Dosis
1 Metformin 500 mg 3 x 1
2 Simvastatin 10 mg 1x1
P. ANALISA DATA
Hari/ Tgl/ Data Etiologi Problem
Jam
Senin DS : Hiperglikemi (DM) Ketidak-
23/01/17 Klien efektifan
13.00 mengeluhkedua perfusi
kakinya terasa jaringan
kesemutan namun tidak perifer
mati rasa. (00204)
Komplikasi
Klien mengatakan
vaskuler
sudah lamamengalami
keluhankesemutan sepe
rti yang dirasakan saat
ini yaitu sejak 3 Mikro vaskuler
bulan yang lalu.
DO :
CRT 4 detik. Neuropati
Turgor kulitkering,
akral dingin
Parestesia
Senin DS : Hiperglikemi (DM) Keletihan
23/01/17 Klien mengatakan (00090)
13.05 sejak 3 bulan yang lalu
mempunyai keluhan
cepat merasa lelah saat
beraktivitas.
Glukosa
DO :
intrasel menurun
Indeks
KATZKlien Tn.
Proses pembentukan
Stermasuk dalam
ATP/energi
kategori mandiri dalam
terganggu
makan, kontinensia
(BAB dan BAK),
menggunakan pakaian,
mandi,pergi ke toilet
dan berpindah.
Kelesuan
TD : 130/80 mmHg
fisiologis
Nadi : 82 x/menit
RR : 23 x/menit
Keletihan
Senin DS: Hiperglikemi (DM) Resiko
23/01/17 - Klien Cedera
13.10 mengatakanfungsi (00035)
penglihatannyasudah
berkurang, sudah tidak
mampu lagi melihat
Komplikasi
jarak jauh dengan jelas,
vaskuler
dan menggunakan alat
bantu kaca mata untuk
membaca.
- Klien mengeluh Mikro vaskuler
kakinya kesemutan tapi
tidak mati rasa.
- Klien mengatakan Retinopati
jarang memakai alas
kaki. Penglihatan
DO : tidak jelas
- Lingkungan tempat
tinggal Tn. S bersih, Gangguan sensasi
jalan rata namun agak
licin karena berlumut,
tidak adasampah
berserakan, kamar tidur
klien tampak rapi, lantai
rumah dari keramik,
lantai kamar mandi
agak licin dan tidak ada
pegangan dinding,
penerangan di rumah
Tn. S cukup terang
pada siang karena
terdapat jendela dan
ventilasi yang dibuka
setiap pagi dan pada
malam hari lampu
penerangan cukup
terang namun
penerangan di kamar
mandi agak redup.
- Klien mampu
bergerak dengan bebas.
- Ada tremor.
- Barthel Indeks Tn.S
memperoleh total skor
130 yang berarti Tn. S
dalam kategori mandiri.
Senin DS : Ketidak-
23/01/17 - Klien mengatakan Kurangnya efektifan
13.10 masih suka informasi tentang manajemen
makangorengan dan penyakit kesehatan
makanan bersantan dan (00078)
minum yang manis.
- Klien mengatakan Kurang pengetahuan
mengetahui menderita tentang program
penyakit DM dan terapeutik
kolesterol tinggi sejak 5
tahun yang lalu. Selama
5 tahun klien tidak rutin
minum obat untuk DM
dan kolesterol, klien
juga tidak mengatur
pola makannya, klien
masih mengkonsumsi
banyak gula dan
makanan berminyak.
DO :
- GDS = 251 mg/dl,
kolesterol = 386 mg/dl.
- Terdapat parestesia
dan retinopati diabetik.
- SPMSQ : Tn. S
termasuk dalam
kategori kerusakan
intelektual ringan.
- MMSE : Tn. S
termasuk dalam
kategori kerusakan
aspek fungsi mental
ringan.
- Skala Depresi : Tn. S
dapat dikategorikan
dalam
kategorikemungkinan
depresi.
S. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Hari/Tgl/Jam Diagnosa Tujuan/Kriteria Rencana Ttd
Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Senin Ketidakefektifan Domain II : Domain II : Novias
23/01/17 perfusi jaringan Kesehatan Fisiologi Fisiologis
13.15 berhubungan Kelas : Jantung Kompleks
dengan diabetes Paru Kelas :
melitus (00204). Outcomes : Perfusi Manajemen
Jaringan Perifer Perfusi
(0407) Jaringan
Indikator : Intervensi :
Pengisian kapiler Pencegahan
jari (4 - 5) Sirkulasi (4070)
Suhu kulit ujung a. Lakukan
kaki dan tangan penilaian
(3 - 4) sirkulasi perifer
Parestesia (3 - 4) (nadi perifer)
secara
komprehensif.
b. Monitor panas,
kemerahan,
nyeri, parestesia
pada
ekstremitas.
c. Ajarkan klien
cara perawatan
kaki dan kuku.
d. Ajarkan senam
kaki diabetik.
e. Anjurkan
klien
menggunakan
pelembab pada
kulit kaki yang
kering.
2. Senin Keletihan Domain I : Fungsi Domain I : Novias
23/01/17 berhubungan Kesehatan Fisiologis Dasar
13.20 dengan kelesuan Kelas : Kelas :
fisiologis Pemeliharaan Manajemen
(00090). Energi Aktivitas dan
Outcomes : Tingkat Latihan
Kelelahan (0007) Outcomes :
Indikator : Manajemen
Kelelahan (3 - 4) Energi (0180)
Kelesuan (3 - 4) Diskusikan
Tingkat stres (3 - dengan klien
4) jenis dan
banyaknya
aktivitas yang
bisa dilakukan.
b. Anjurkan
klien menjaga
asupan nutrisi
adekuat.
Monitor
sistem
kardiorespirasi
klien (TD, nadi,
RR).
d. Lakukan
ROM aktif/pasif
untuk
mengurangi
ketegangan otot.
Anjurkan
tidur siang.
3. Senin Resiko cedera Domain IV : Domain IV : Novias
23/01/17 berhubungan Pengetahuan Keamanan
13.25 dengan gangguan tentang Kesehatan Kelas :
sensasi (00035). & Perilaku Manajemen
Kelas : Risiko
Pengetahuan Outcomes :
tentang Kesehatan Pencegahan
Outcomes : Jatuh (6490)
Pengetahuan a. Anjurkan
Pencegahan Jatuh keluarga klien
(1828) menyediakan
Indikator : pencahayaan
Alas kaki yang yang cukup
tepat (2 - 4) terang.
b. Penggunaan b. Anjurkan klien
pencahayaan menggunakan
lingkungan yang alas kaki yang
benar (2 - 4) aman.
Strategi untuk c. Anjurkan
menjaga permukaan klien
lantai tetap aman (2 menghindari
- 4) permukaan
d. Kondisi kronis lantai yang licin.
yang meningkatkan d. Ajarkan klien
risiko jatuh (2 - 4) untuk
memodifikasi
gaya berjalan
(terutama
kecepatan dan
pergerakan).
4. Senin Ketidakefektifan Domain IV : Domain III : Novias
23/01/17 manajemen Pengetahuan Perilaku
13.25 kesehatan tentang Kesehatan Kelas :
berhubungan & Perilaku Pendidikan
dengan kurang Kelas : Manajemen Pasien
pengetahuan Kesehatan Outcomes :
tentang program Outcomes : Pengajaran :
terapeutik Manajemen Diri : Proses Penyakit
(00078). Diabetes (1619) (5602)
Indikator : Kaji tingkat
a. Melakukan pengetahuan
tindakan klien tentang
pencegahan dengan proses penyakit.
perawatan kaki (1b. Berikan
-
4) penyuluhan
b. Menjalani aturan tentang penyakit
pengobatan sesuai klien (Diabetes
resep (2 - 4) Mellitus).
Memantau Jelaskan
glukosa darah (3 - tentang program
5) terapi.
d. Mengikuti diet
d. Diskusikan
yang tentang
direkomendasikan perubahan gaya
(2 - 4) hidup.
Berpartisipasi Ajarkan
dalam olahraga teknik relaksasi
yang otot progresif.
direkomendasikan
(1 – 4)
Melakukan
kebiasaan hidup
secara rutin (2 - 4)
T. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No. Tanggal Implementasi Respon TTD
DX
1. Selasa 1. Mengajarkan senamS : Tn. S mengatakan sudah Novias
24/01/17 kaki diabetik. memahami langkah-langkah
09.30 senam kaki diabetik dan akan
rutin mempraktekkan senam.
O : Tn. S mampu mempraktekkan
senam kaki diabetik.
1. Selasa 2. Mengajarkan klien caraS : Tn. S mengatakan sudah Novias
24/01/17 perawatan kaki dan kuku. memahami cara merawat kaki
10.00 dan kuku, dan akan
mempraktekkannya.
O : Tn. S mampu menyebutkan
kembali cara merawat kaki dan
kuku.
U. EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa Evaluasi TTD
Keperawatan
Rabu Ketidakefektifan S: Novias
25/01/17 perfusi jaringan Tn. S mengatakan sudah memahami
12.00 berhubungan dengan langkah-langkah senam kaki diabetik
diabetes melitus dan sudah rutin mempraktekkan senam.
(00204). Tn. S mengatakan sudah memahami
cara merawat kaki dan kuku, dan sudah
mempraktekkannya.
Tn. S mengatakan akan
menggunakan lotion pada kulit kakinya.
Tn. S mengatakan kesemutan sudah
berkurang dan sudah berlatih senam
kaki.
O:
Tn. S mampu mempraktekkan senam
kaki diabetik.
Tn. S mampu menyebutkan kembali
cara merawat kaki dan kuku.
Tn. S mengoleskan lotion pada kulit
kaki dan kulit yang kering.
Tidak ada kemerahan pada
ekstremitas.
CRT 3 detik.
A : Masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan teratasi.
P:
Motivasi klien untuk
mempertahankan senam kaki secara
rutin.
Motivasi klien untuk rutin
melakukan perawatan kaki dan kuku
secara rutin.
Rabu Keletihan berhubungan S : Novias
25/01/17 dengan kelesuan Tn. S mengatakan aktivitas yang bisa
12.15 fisiologis (00090). dilakukan hanya kebutuhan dasar seperti
ke kamar mandi dan makan, dan
mengisi waktu luang dengan membaca
majalah.
Tn. S mengatakan otot-ototnya terasa
lemas setelah dilatih ROM.
Tn. S mengatakan mempertahankan
asupan nutrisi dan tidur siang jika bisa.
O:
Tn. S mampu memilih dan
membatasi aktivitas fisiknya
Tn. S mampu mengikuti gerakan
ROM dengan benar.
Tn. S tampak segar.
TD = 130/80 mmHg, Nadi = 85
x/menit, RR = 22 x/menit
A : Masalah keletihan teratasi.
P:
Motivasi klien untuk
mempertahankan jenis aktivitas yang
bisa dilakukan.
Monitor sistem kardiorespirasi klien.
Jumat Resiko cedera S : Novias
27/01/17 berhubungan dengan Tn. S mengatakan sudah mengganti
11.15 gangguan sensasi lampu rumah dengan yang lebih terang
(00035). dan sudah berhati-hati saat berjalan.
O:
Penerangan rumah Tn. S sudah
cukup terang.
Gaya berjalan Tn. S pelan dan
berhati-hati.
Tn. S memakai alas kaki yang
nyaman dan aman.
TD = 120/80 mmHg, Nadi = 80
x/menit, RR = 20 x/menit, tidak tampak
adanya kemerahan pada ekstremitas.
A : Masalah resiko cedera teratasi.
P:
Motivasi klien untuk
mempertahankan gaya berjalan yang
pelan dan berhati-hati.
Jumat Ketidakefektifan S: Novias
27/01/17 manajemen kesehatan Tn. S mengatakan sudah memahami
11.15 berhubungan dengan tentang lima pilar Diabetes Mellitus dan
kurang pengetahuan akan mempraktekkan kelima pilar
tentang program tersebut.
terapeutik (00078). Tn. S mengatakan otot tubuhnya
terasa rileks setelah diajarkan teknik
relaksasi.
O:
Tn. S mampu menyebutkan lima
pilar DM : obat, diet, edukasi, latihan
fisik dan monitor kadar gula darah.
Tn. S mampu mengikuti teknik
relaksasi otot progresif seperti yang
diajarkan.
A : Masalah ketidakefektifan
manajemen kesehatan teratasi.
P:
Monitor perubahan gaya hidup klien.
MONDAY, 23 APRIL 2012
2. Epidemiologi
Diabetes terutama prevalen diantara kaum lanjut usia. Diantara individu yang berusia
lebih dari 65 tahun, 8,6% menderita diabetes tipe II. Angka ini mencakup 15% populasi pada
panti lansia.
3. Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap
glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang
lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik
yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping
karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia
diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang
abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut
terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi
kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal.
Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus
pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a. Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas,
dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b. Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya
diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala
diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada
malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang
mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa
hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.
4. Klasifikasi
a. Diabetes melitus tipe I :
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses
imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1) Mudah terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan harus dengan insulin
3) Onset akut
4) Biasanya kurus
5) Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6) Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7) Didapatkan antibodi sel islet
8) 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b. Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM
tipe II :
1) Sukar terjadi ketoasidosis
2) Pengobatan tidak harus dengan insulin
3) Onset lambat
4) Gemuk atau tidak gemuk
5) Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6) Tidak berhubungan dengan HLA
7) Tidak ada antibodi sel islet
8) 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9) ± 100% kembar identik terkena
5. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya
tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi,
dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin.
Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang
sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan
adalah :
a. Katarak
b. Glaukoma
c. Retinopati
d. Gatal seluruh badan
e. Pruritus Vulvae
f. Infeksi bakteri kulit
g. Infeksi jamur di kulit
h. Dermatopati
i. Neuropati perifer
j. Neuropati viseral
k. Amiotropi
l. Ulkus Neurotropik
m. Penyakit ginjal
n. Penyakit pembuluh darah perifer
o. Penyakit koroner
p. Penyakit pembuluh darah otak
q. Hipertensi
6. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan
glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon
yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk
sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di
dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien
diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan
autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap
sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang
masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat
7. Pathway
8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75% Karbohidrat
kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini
tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
b. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan sebelum
latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti
program latihan kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya
hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk
para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung meningkatkan fungsi
fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan
emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa secara rutin.
Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk mengetahui terjadinya
obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada lansia.
d. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif hanya untuk
penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar
glukosa darah dalam parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit
yang membahayakan.
e. Pendidikan
1) Diet yang harus dikomsumsi
2) Latihan
3) Penggunaan insulin
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr
karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl
10. Prognosis
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien tua
dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan baik prognosisnya baik. Pada pasien DM yang
jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang baik.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukasa kering.
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer)
ditandai dengan gangren pada extremitas.
d. Kelelahan berhubungan dengan kondisi fisik yang kurang.
e. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan glukosa darah yang tinggi.
f. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan penglihatan.
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi pasien dapat
terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
1) Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2) Tentukan program diet, pola makan, dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan
klien.
R/ Mengidentifikasikan kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
3) Auskultrasi bising usus, catat nyeri abdomen atau perut kembung, mual, muntah dan
pertahankan keadaan puasa sesuai inndikasi.
R/ Hiperglikemi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menurunkan motilitas atau fungsi
lambung (distensi atau ileus paralitik).
4) Berikan makanan cair yang mengandung nutrisi dan elektrolit. Selanjutnya memberikan
makanan yang lebih padat.
R/ Pemberian makanan melalui oral lebih baik diberikan pada klien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik.
5) Identifikasi makanan yang disukai.
R/ Kerja sama dalam perencanaan makanan.
6) Libatkan keluarga dalam perencanaan makan.
R/ Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberi informasi pada keluarga untuk memahami
kebutuhan nutrisi klien.
7) Observasi tanda hipoglikemia (perubahan tingkat kesadaran, kulit lembap atau dingin, denyut
nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala, pusing).
R/ Pada metabolism kaborhidrat (gula darah akan berkurang dan sementara tetap diberikan tetap
diberikan insulin, maka terjadi hipoglikemia terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat
kesadaran.
8) Kolaborasi :
a) Lakukan pemeriksaan gula darah dengan finger stick
R/ Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih akurat daripada memantau gula dalam urine.
b) Pantau pemeriksaan laboratorium (glukosa darah, aseton, pH, HCO3)
R/ Gula darah menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin terkontrol
sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Saat ini, kadaar
aseton menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
c) Berikan pengobatan insulin secara teratur melalui iv
R/ Insulin regular memiliki awitan cepat dan dengan cepat pula membantu memindahkan
glukosa ke dalam sel. Pemberian melalui IV karena absorpsi dari jaringan subkutan sangat
lambat.
d) Berikan larutan glukosa ( destroksa, setengah salin normal).
R/ Larutan glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah sekitar 250
mg /dl. Dengan metabolism karbohidrat mendekati normal, perawatan diberikan untuk
menghindari hipoglikemia.
e) Konsultasi dengan ahli gizi
R/ Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik diuresis ditandai dengan tugor kulit
menurun dan membran mukosa kering.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan atau hidrasi pasien
terpenuhi
Kriteria Hasil : Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil,
nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara
individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji riwayat klien sehubungan dengan lamanya atau intensitas dari gejala seperti muntah dan
pengeluaran urine yang berlebihan.
R/ Membantu memperkirakan kekurangan volume total. Adanya proses infeksi mengakibatkan
demam dan keadaan hipermetabolik yang meningkatkan kehilangan air.
2) Pantau tanda – tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortostatik.
R/ Hipovolemi dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipovolemi saat tekanan darah sistolik turun ≥ 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau
berdiri.
3) Pantau pola napas seperti adanya pernapasan Kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
R/ Perlu mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis. Napas bau aseton disebabkan pemecahan
asam asetoasetat dan harus berkurang bila ketosis terkoreksi.
4) Pantau frekuensi dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, adanya periode apnea
dan sianosi.
R/ Hiperglikemia dan asidosis menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan normal. Akan tetapi
peningkatan kerja pernapasan, pernapasan dangkal dan cepat serta sianosis merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan atau kehilangan kemampuan melalui kompensasi pada asidosis
5) Pantau suhu, warna kulit, atau kelembapannya.
R/ Demam, menggigil, dan diaphoresis adalah hal umum terjadi pada proses infeksi, demam
dengan kulit kemerahan, kering merupakan tanda dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
R/ Merupakan indicator tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Pantau masukan dan pengeluaran
R/ Memperkirakan kebutuhan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan terapi yang
diberikan.
8) Ukur berat badan setiap hari.
R/ Memberikan hasil pengkajian terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
9) Pertahankan pemberian cairan minimal 2500 ml/hari
R/ Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
10) Tingkatkan lingkungan yang menimbulkan rasa nyaman. Selimuti klien dengan kain yang tipis.
R/ Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut dapat menimbulkan
kehilangan cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental atau sensori.
R/ Perubahan mental berhubungan dengan hiperglikemi atau hipoglikemi, elektrolit abnormal,
asidosis, penurunan perfusi serebral, dan hipoksia. Penyebab yang tidak tertangani, gangguan
kesadaran menjadi predisposisi aspirasi pada klien.
12) Observasi mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
R/ Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung sehinnga sering menimbulkan
muntah dan secara potensial menimbulkan kekurangan cairan dan elektrolit.
13) Observasi adanya perasaan kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan berat badan, nadi
tidak teratur, dan distensi vaskuler.
R/ Pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan cairan dan
gagal jantung kronis.
14) Kolaborasi :
a) Berikan terapi cairan sesuai indikasi :
(1) Normal salin atau setengah normal salin dengan atau tanpa dekstrosa.
R/ Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon klien secara
individual.
(2) Albumin, plasma, atau dekstran.
R/ Plasma ekspander (pengganti) dibutuhkan jika mengancam jiwa atau tekanan darah sudah
tidak dapat kembali normal dengan usaha rehidrasi yang telah dilakukan.
15) Pasang kateter urine.
R/ Memberikan pengukuran yang tepat terhadap pengeluaran urine terutama jika neuropati
otonom menimbulkan retensi atau inkontinensia.
DEC
20
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar
glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin,
2009).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu
kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang
tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).
2. Klasifikasi
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee
on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes,
yaitu: (Corwin, 2009)
a. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung insulin
(DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-sel beta dari pankreas
yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan
insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia
30 tahun.
b. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan
oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan,
jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang
berusia lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi, antibodi,
sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan endokrin.
d. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
3. Etiologi
a. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini
ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu.
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar
yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan
DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya
terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan
meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-
bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat
timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2) Obesitas.
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
4. Patofisiologi
a. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat
produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
(glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa
yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan
cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan
latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
b. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun)
dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).
Pathway
6. Manifestasi Klinik
a. Diabetes Tipe I
1) hiperglikemia berpuasa.
2) glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia.
3) keletihan dan kelemahan.
4) ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian).
b. Diabetes Tipe II
1) lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif.
2) gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur.
3) komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
7. Data Penunjang
a. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2 jam
setelah pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I.
e. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau peningkatan semu
selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3.
g. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal.
i. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi (Tipe II).
j. Urine: gula dan aseton positif.
k. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan dan infeksi luka.
8. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai
akut dan kronik (Mansjoer dkk, 2007).
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa
darah.
Jam kedua dan Bila jumlah urin cukup dan serum kalsium
jam kurang dari 5.5 mEq/liter, berikan 20-30
berikutnya mEq/liter K+
b) Etiologi
Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan
oleh :
i. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi.
ii. Keadaan sakit atau infeksi.
iii. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak
terdiagnosis dan tidak diobati.
c) Patofisiologi
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang
juga. disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari
dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti
natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri) akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis diabetik yang berat
dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium serta
klorida selam periode waktu 24 jam.
d) Tanda dan Gejala
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan poliuri dan polidipsi
(peningktan rasa haus). Disamping itu pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala. Pasien dengan penurunann volume intravaskuler yang nyata
mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20
mmHg atau lebih pada saat berdiri). Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata
disertai denyut nadi lemah dan cepat.
Ketosis dan asidosis yang merupakan ciri khas diabetes ketoasidosis menimbulkan gejala
gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen. Nyeri abdomen dan gejala-
gejala fisik pada pemeriksaan dapat begitu berat sehingga tampaknya terjadi sesuatu proses
intrabdominal yang memerlukan tindakan pembedahan. Nafas pasien mungkin berbau aseton
(bau manis seperti buah) sebagai akibat dari meningkatnya kadar badan keton. Selain itu
hiperventilasi (didertai pernapasan yang sangat dalam tetapi tidak berat/sulit) dapat terjadi.
Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna
melawan efek dari pembentukan badan keton.
Perubahan status mental bervariasi antara pasien yang satu dan lainnya. Pasien dapat sadar,
mengantuk (letargik) atau koma, hal ini biasanya tergantung pada osmolaritas plasma
(konsentrasi partikel aktif-osmosis).
e) Pemeriksaan Penunjang
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian pasien mungkin
memperlihatkan kadar guka darah yang lebih rendah dan sebagian lainnya mungkin memeliki
kadar sdampai setinggi 1000 mg/dl atau lebih (yang biasanya bernagtung pada derajat dehidrasi)
Sebagian pasien dapat mengalami asidosi berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 – 200 mg/dl, sementara sebagia lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis
diabetikum sekalipun kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
f) Penatalaksanaan
Rehidrasi
· Jam pertamaberi infuse 200 – 1000 cc/ jam dengan NaCl 0,9 % bergantung pada tingkat
dehidrasi.
· Jam kedua dan jam berikutnya 200 – 1000 cc NaCl 0,45 % bergantung pada tingkat
dehidrasi.
· 12 jam pertama berikan dekstrosa 5 % bila kadar gula darah antara 200 – 300 mg/ 100 cc,
ganti dengan dextrose 10 % bila kadar gula darah sampai 150 mg/ 100 cc.
· Kehilangan elektrolit
Pemberian Kalium lewat infus harus dilakukan meskipun konsentrasi kalium dalam plasma
normal.
Elektrolit Bila serum K+ lebih besar dari 3.5
Permulaan mEq/liter berikan 40 mEq/liter secara
secara intravena untuk mempertahankan
kadar cairan setengahdari KCl dan
setengah dari KPO4
Jam kedua
dan jam Bila jumlah urin cukup dan serum
berikutnya kalsium kurang dari 5.5 mEq/liter,
berikan 20-30 mEq/liter K+
Insulin
Skema pemberian insulin adalah sebagai berikut:
a. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular
perifer dan vaskular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untukmemperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah
seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru dan infeksi saluran kemih.
5) Ulkus/ gangren/ kaki diabetik
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pengkajian
dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri.
Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut
a. PENGKAJIAN PRIMER
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
1) Airway
Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/ darah pada rongga mulut
2) Breathing : Ekspos dada, Evaluasi pernafasan
KAD : Pernafasan kussmaul
HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)
3) Oxygenation : Kanula, tube, mask
4) Circulation :
5) Tanda dan gejala schok
6) Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.
7) Hemorrhage control : -
8) Disability : pemeriksaan neurologis GCS
A : Allert : sadar penuh, respon bagus.
V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara.
P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, berespon thd rangsangan nyeri.
U : Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd suara, tdk bersespon thd nyeri.
b. PENGKAJIAN SEKUNDER
Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan pertolongan atau penenganan pada
pemeriksaan primer.
Pemeriksaan sekunder meliputi :
1) AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event
2) Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe
3) Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang
4) Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200mg/dl). Biasanya, tes ini
dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol
glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
5) Anamnese
a) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin berbau
aseton pernapasan kussmaul, poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit
kepala.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK), penyebab
terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
Rencana Keperawatan
Managemen Hiperglikem
1. Monitor GDR sesuai in
2. Monitor tanda dan geja
darah > 300 mg/dl, p
kepala, pernafasan kus
muntah, tachikardi,
polidypsia,poliphagia, ke
kadar Na,K,Po4 menurun
3. Monitor v/s :TD dan na
4. Berikan insulin sesuai o
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesua
7. Konsultasi dengan do
Hiperglikemia menetap a
8. Dampingi/ Bantu ambu
9. Batasi latihan ketika
khususnya adanya keton
10. Pantau jantung dan sir
warna kulit, waktu peng
kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O
6 Perfusi jaringan tidak NOC : NIC :
efektif b.d hipoksemia
1. Circulation status Peripheral Sensation Man
jaringan. 2. Tissue Prefusion : cerebral perifer)
Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya daera
1. mendemonstrasikan status sirkulasi terhadap panas/dingin/taj
1. Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang
2. Monitor adanya paretes
diharapkan 3. Instruksikan keluarga u
2. Tidak ada ortostatikhipertensi ada lsi atau laserasi
3. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 4. Gunakan sarun tangan
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 5. Batasi gerakan pada ke
2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang
6. Monitor kemampuan B
ditandai dengan: 7. Kolaborasi pemberian
1. berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan 8. Monitor adanya trombo
kemampuan 9. Diskusikan menganai p
2. menunjukkan perhatian, konsentrasi dan
orientasi
3. memproses informasi
4. membuat keputusan dengan benar
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper
Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 20015. Jakarta: Prima Medika
2
LAPORAN PENDAHULUAN
STASE GERONTIK DI PSTW “BUDI SEJAHTERA”
b. Teori Sosial
1) Teori Aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan
sosial
2) Teori Pembebasan
Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur angsur mulai melepaskan diri
dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kwalitas maupun kwantitas. Sehingga terjadi kehilangan ganda yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontrol sosial
c) Berkurangnya komitmen
3) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Dengan demikian pengalaman hidup seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah :
a) lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan
tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi.
4) Teori Interaksi Sosial (Social Exchange Theory).
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu,
yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss (1954), Homans (1961) dan Blau
(1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum pertukaran barang dan
jasa, sedangkan pakar lain Simmons (1945) mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status sosialnya untuk
melakukan tukar menukar.
Pokok-pokok Social Exchanger Theory sebagai berikut :
a) Masyarakat terdiri atas aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.
b) Dalam upaya tersebut terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.
c) Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai seorang aktor akan mengeluarkan biaya.
d) Aktor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
e) Hanya interaksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya.
5) Teori Penarikan Diri (Disengagament Theory)
Cumming dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia
dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seseorang lansia secara perlahan-lahan
menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga
mempersiapkan kondisi agar para lansia menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi
sosial lansia menurun baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
Pokok-pokok disenggagement theory adalah :
a) Pada pria, kehilangan peran utama hidup terjadi pada masa pensiun. Pada wanita terjadi pada
masa peran dalam keluarga berkurang misalnya saat anak menginjak dewasa dan
meninggalkan rumah untukbelajar dan menikah.
b) Lansia danmasyarakat menarik manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa
tekanan sosial berkurang sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas.
c) Tiga aspek utama dalam teori ini adalah :
1) Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup
2) Proses tak dapat dihindari
3) Hal ini diterima lansia dan masyarakat.
6) Teori Aktivitas (Activity theory)
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972) yang mengatakan
bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
a) Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia
di masyarakat.
b) Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
7) Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada
saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami teori Freud, Buhler, Jung dan
Erikson.
Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan perubahan psikososial anak dan balita
. Erikson (1930) membagi kehidupan menjadi 8 fase dan lansia perlu menemukan integritas diri
melawan keputusasaan (ego integrity versus despair)..
Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas perkembangan (development
tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh lansia yaitu ;
a) Penyesuaian terhadap penurunan fisik dan psikis
b) Penyesuaian terhadap pensiun dan penurunan pendapatan
c) Menemukan makna kehidupan
d) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
e) Menemukan kepuasan dalam hidup berkeluarga
f) Penyesuaian diri terhadap kenyataan akan meninggal dunia
g) Menerima dirinya sebagai calon lansia
Joan Birchenall RN, Med dan Mary E Streight RN (1973) menekankan perlunya
mempelajari psikologi perkembangan guna mengerti perubahan emosi dan sosial seseorang
selama fase kehidupannya.
Pokok-pokok dalam development theory adalah :
a) Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupannya.
b) Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru yaitu
pensiun dan atau menduda atau menjanda.
c) Lansia harus menyesuaaikan diri akibat perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan
identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun, ditinggal mati oleh pasangan hidup dan
teman-temannya.
8) Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia kronologis yang
menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas peran, kewajiban, serta hak
mereka berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah
struktur dan prosesnya.
Pokok-pokok dari teori ini adalah :
a) Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
b) Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
c) Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran di antara penduduk.
c. Teori Psikologi
1) Teori Kebutuhan Manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang
memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas
yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi, mereka berusaha
menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan
terbsebut tercapai. Semua kebutuhan ini sering digambarkan seperti sebuah segitiga dimana
kebutuhan dasar terletak paling bawah/di dasar.
2) Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan masa dewasa muda, usia
pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri dari Ego, ketidaksadaran seseorang
dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian digambarkan/diorientasikan
terhadap dunia luar (ekstroverted) atau ke arah subyektif, pengalaman-pengalaman dari dalam
diri (introvert). Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan
merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
3) Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) menyusun sebuah teori yang menggambarkan perkembangan
manusia yang didasarkan pada penelitian ektensif dengan menggunakan biografi dan melalui
wawancara. Fokus dari teori ini adalah mengidentifikasi dan mencapai tujuan hidup manusia
yang melewati klima fase proses perkembangan. Menurutnya, pemenuhan kebutuhan diri
sendiri merupakan kunci perkembangan yang sehat dan itu membahagiakan, dengan kata lain
orang yang tidak dapat menyesuaikan diri berarti dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya
dengan beberapa cara.
Pada tahun 1968 Buhler mengembangkan awal pemikirannya yang secara jelas
mengidentifikasi lima fase yang terpisah dalam pencapaian tujuan kehidupan yang dilewati
manusia. Pada masa kanak-kanak belum terbentuk tujuan hudup yang spesifik dan pada masa
depan pengakhiran kehidupan juga tidak jelas. Masa remaja dan masa dewasa muda dicapai
hanya sekali dalam kehidupan. Seseorang mulai mengkonsep tujuan-tujuan hidup yang spesifik
dan memperokleh pengertian terhadap kemampuan individu. Saat berumur 25 tahun seseorang
menjadi lebih konkrit mengenai tujuan hidupnya dan secara aktif diterapkan dalam diri mereka.
Buhler melihat fase akhir dari lansia (usia 65 atau 70 tahun) sebagai usia untuk mengakhiri cita-
citanya yang muluk untuk mencapai tujuan hidup.
PRINSIP :
Sayur dan buah > protein, ikan, ayam, kacang-kacangan dan telur > nasi, jagung, kentang >
lemak > gula, garam
OLAHRAGA
Latihan olahraga yang baik dan benar serta teratur harus memenuhi komponan
sebagai berikut:
1. Peregangan dan pemanasan 10 – 15 menit
2. Latihan initi 15 – 60 menit
3. Pendinginan 10 – 15 menit
Faktor yang diperhatikan :
1. Intensitas latihan ………………pra usia lanjut 60 % - 80 % DNM
DNM (Denyut Nadi Maksimal ) : 220 – usia x menit
Contoh : Bila usia 40 tahun DNM = 220 – 40 = 180 x / mnt
Batas atas 85 % = 85 % -x 180 x/mnt = 153 x/mnt
Batas bawah 60 % = 60 % x 180 x/mnt = 108 x/mnt
2. Frekuensi latihan --------------------3 – 5 x seminggu
3. Lamanya latihan -------------------- 30 – 45 menit, tidak termasuk waktu
pemanasan dan pendinginan.
Toleransi terhadap kekurangan O2 sangat menurun pada klien lansia, untuk itu
kekurangan O2 yang mendadak harus dicegah dengan cara posisi bersandar pada beberapa
bantal, jangan makan terlalu banyak, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan dan
sebagainya.
Seorang perawat harus dapat memotivasi para klien lansia agar mau dan
menerima makanan yang disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat
menyebabkan hilangnya nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menghidangkan makanan lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu
bervariasi dan bergizi, makanan yang serasi, serta suasana yang menyenangkan dapat
menambah selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan sesuai
diet yang dianjurkan.
Perawat perlu mengadakan pemeriksaan kesehatan terutama pada klien lansia
yang diduga menderita penyakit tertentu atau secara berkala dilakukan bila terdapat kelainan
tertentu misalnya batuk-batuk, pilek, (terutama klien lansia yang tinggal di panti Werda ).
Perawat perlu memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, mengkaji
penyebab keluhan, kemudian mengkomunikasikan dengan klien tentang cara pemecahannya.
Perawat harus mendekatkan diri dengan klien lansia, membimbing dengan sabar
dan ramah, sambil bertanya apa yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat
sudah diminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dan sebagainya. Sentuhan
( misalnya genggaman tangan ) terkadang sangat berarti bagi mereka.
2. Tugas Perawat Dalam Teori Sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia dengan mengadakan diskusi
dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu upaya pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama berarti menciptakan sosialisasi antar manusia, yang
menjadi pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah mahluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara werda
dengan werda maupun werda dengan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para werda untuk
mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi, menonton film atau hiburan-
hiburan lain karena mereka perlu diransang untuk mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa
pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan
medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para klien lansia.
Menurut Drs H. Mannan dalam bukunya Komunikasi dalam Perawatan mengatakan :
tidak sedikit klien tidak bisa tidur karena stres. Stres memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah, sehingga menimbulkan kekecewaan, rasa ketakutan atau
kekhawatiran, rasa kecemasan dan sebagainya. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberikan kesempatan kepada mereka
untuk antara lain ikut menikmati keadaan diluar, agar mereka merasa masih ada hubungan
dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian di antara mereka (terutama bagi yang
tinggal di panti werda ), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha, antara lain selalu
mengadakan kontak sesama mereka, makan dan duduk nbersama, menanamkan rasa
kesatuan dan persatuan, senasib dan sepenanggungan, mengenai hak dan kewajiban
bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama
mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien
lansia di panti werda.
3. Tugas Perawat dalam Teori Psikologi
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif
pada klien lansia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan
waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka merasa puas.
Pada dasarnya klien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari
lingkungannya termasuk perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus
menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam
batas kemampuan dan hobby yang dimilikinya.
Perawat harus dapat membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam
memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan, sebagai
akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya, hal ini perlu dilakukan karena :
perubahan psikologi terjadi bersama dengan makin lanjutnya usia. Perubahan-perubahan ini
meliputi gejala-gejala seperti menurunnya dayaingat untuk peristiwa yang baru terjadi,
berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur
dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita-cerita yang membosankan, jangan
mentertawakan atau memarahi bila klien lansia lupa atau bila melakukan kesalahan. Harus
diingat, kemunduran ingatan akan mewarnai tingkah laku mereka dan kemunduran ingatan
jangan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap
kesehatan, perawatbisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus
dapat mendukung mental mereka ke arah pemuasan pribadi sehingga pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lansia ini mereka tetap
merasa puas dan bahagia.
2. Psikologis-sosial
a. Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak mampu.
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
c. Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
e. Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan menghilangkan perasaan
secara tepat.
f. Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
3. Spiritual
a. Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
b. Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap dengan kematian.
c. Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
d. Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidak mampuan ibadah secara tepat.
E. Rencana Keperawatan
1. Tujuan perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan kondisi
fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain.
2. Tujuan tindakan keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
- Pemenuhan kebutuhan keselamatan
- Peningkatan keamanan dan keselamatan
- Memelihara kebersihan diri
- Memelihara keseimbangan istirahat tidur
- Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif
3. Rencana dan Rasional
a. Pemenuhan kebutuhan nutrisi
1) Makanan porsi kecil tapi sering, lunak.
R Menyesuaikan fungsi lambung dan melemahnya otot lambung dan usus.
2) Banyak minum dan kurangi makanan asin.
R. Mencegah kekeringan kulit dan kendor.
3) Makan mengandung serat.
R. Membantu pencernaan karena peristaltik menurun.
4) Batasi makan yang mengandung gula tinggi, minyak tinggi, tinggi lemak kecukupan kalori : laki-
laki 2100 kal, perempuan 1800 kal yang terdiri dari :
- KH 60% dari jumlah kal.
- Lemak 15-20%.
- Protein 20-25%.
- Vitamin dan mineral air 6-8 gelas / hari.
- Hindari kopi / teh.
- Insulin pemecahan glukosa dan lemah menurun.
b. Meningkatkan keamanan dan keselamatan lansia
- Biarkan lansia menggunakan alat bantu / tongkat.
- Latih untuk pindah / mobilisasi.
- Menggunakan pengaman tempat tidur.
- Membantu ke kamar mandi.
- Menggunakan kacamata.
- Menemani bila bepergian.
- Ruangan dekat kantor.
- Meletakkan bel di bawah bantal.
- Tempat tidur tidak terlalu tinggi.
- Menyediakan meja kecil dekat tempat tidur.
- Lantai bersih, rata, tidak licin / basah.
- Peralatan menggunakan roda dikunci.
- Pasang pengaman di kamar mandi.
- Hindari lampu redup dan menyilaukan.
- Gunakan sepatu dan sandal yang beralas karet.
c. Memelihara kebersihan diri
- Mengingatkan / membantu waktu mandi, gosok gigi.
- Menganjurkan untuk menggunakan sabun lunak dan gunakan skin lotion.
d. Memelihara keseimbangan istirahat
- Sediakan tempat tidur nyaman.
- Atur lingkungan cukup ventilasi, bebas bau.
- Melatih melakukan latihan fisik yang ringan.
e. Meningkatkan hubungan interpersonal
- Berkomunikasi dengan kontak mata.
- Memberi stimulus / mengingatkan terhadap kegiatan.
- Menyediakan waktu untuk berbincang.
- Menghargai pendapat lansia.
- Melibatkan kegiatan harian.
MASALAH NUTRISI
1. Pengertian
Gizi kurang adalah kekurangan zat gizi baik mikro maupun makro
2. Penyebab
a. Penurunan atau kehilangan sensitifitas indra pengecap &penciuman
b. Penyakit periodental ( terjadi pada 80% lansia) atau kehilangan gigi
c. Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencernaan
d. Penurunan mobilitas saluran pencernaan makanan
e. Penggunaan obat-obatan jangka panjang
f. Gangguan kemampuan motorik
g. Kurang bersosialisasi, kesepian
h. Pendapatan yang menurun (pensiun)
i. Penyakit infeksi kronis
j. Penyakit keganasan
Pengkajian
Fisiologis/fisik
1. Stratus gizi
IMT = Kg BB normal laki laki = 18 -25
(TB)2 wanita = 17 – 23
2. Intake cairan dalam 24 jam
3. Kondisi kulit
4. Kondisi bibir , mukosamulut, gigi
5. Riwayat pengobatan, alkhohol, zat adiktif lainnya
6. Evaluasi kemampuan penglihatan , pendengaran dan mobilitas
7. Keluhan yang berhubungan dengan nutrisi : gangguan sistem digestif, nafsu makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, rasa dan aroma
8. Kebiasaan waktu makan ( 2 –3 X sehari, snak dlll).
Psikososial/afektif
1. Kebiasaan saat makan (makan sendiri, sambil nonton TV,dll)
2. situasi lingkungan (kapasitas penyediaan makanan, pengolahan dan penyimpanan makanan)
3. sosiokultural yang berlaku yang mempengaruhi pola nutrisi dan eleminasi
4. Kondisi depresi yang dapat mengganggu pemenuhan nutrisi.
Pemeriksaan tambahan/laborat
Analisa darah :
Kreatinin : indekz massa otot
Serum protein khususnya untuk sintesa antibodi dan limfosit, dalam kekebalan seluler, enzym,
hormon, struktur sel yang luas, struktur jaringan
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang
tidak adekuat akibat anoreksia
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skleletal,, nyeri, intoleransi aktifitas
4. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, destruksi sendi
5. Resiko cedera (dislokasi sendi) berhubungan dengan otot hilang kekuatannya, rasa nyeri sendi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan asupan kalori dan protein
Tujuan : Klien akan memperlihatkan kemampuan terhindar dari tanda-tanda infeksi
Kriteria : tanda-tanda peradangan tidak ditemukan : panas, bengkak, nyeri, merah,gangguan fungsi
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda radang umum secara teratur
R/ Mendeteksi dini untuk mencegah terjadinya radang
b. Ajarkan tentang perlunya menjaga kebersihan diri dan lingkungan
R/ Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dan kebersihan diri yang kurang sehat
c. Tingkatkan kemampuan asupan nutris TKTP
R/ meningkatkan kadar protein dalam dalam tubuh sehingga meningkatkan kemampuan
kekbalan dalam tubuh
d. Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.
INTERVENSI
RASIONALISASI
1. Tetapkan hubungan saling percaya perawat 1. Dengan adanya saling percaya klien akan
klien dengan cara: mau mengungkapkan perasaan yang
Dorong individu meng-ungkapkan terpendam yang beresiko menimbulkan
perasaan. stress sehingga dengan proses katarsis
Dorong individu bertanya tentang masalah beban hidup klien akan berkurang
dan penanganan serta akibat jika masalah sehingga harga diri klien akan menjadi
stress tidak diatasi semakin baik.
Berikan informasi yang terpercaya dan
perkuat informasi yang telah diberikan
Perjelas mengenai konsep harga diri,
perawatan dan pemberi pelayanan
perawatan.
Hindari kritik negatif
Berikan privasi atau lingkungan aman.
1. Tingkatkan interaksi sosial
2). Untuk meningkatkan intensitas hubungan
Hindari perlindungan ber-lebihan
sehingga semakin banyak proses katarsis
Dorong gerakan/latihan yang dapat dilakukan dengan klien.
2. Gali kekuatan dan sumber - sumber pada 3). Sebagai koping yang dapat meningkatkan
individu konsep diri klien.
3. Diskusikan tentang realitas harapan dan 4). Agar klien dapat menjalani hidup secara
alternatif. rasional sesuai dengan kondisinya saat
4. Rujuk ke sumber-sumber koping yang lain ini.
5) Untuk membantu memecahkan masalah
dengan mencari berbagai dukungan
koping.
5. Beri dorongan terhadap aktivitas posistif dan 6) Untuk mempertinggi rasa percaya diri
kontak dengan teman yang telah dilakukan. klien sehingga mampu meningkatkan
harga diri klien menciptakan situasi
hubungan yang saling membantu.
7). Untuk mengurangi beban psikologis
6. Bantu kien mengepresikan pikiran dan
sehingga dapat merduksi stress.
perasaannya.
8). Agar aktivitas klien lebih terarah dan
7. Libatkan dalam aktivitas sosial, ketrampilan secara langsung dapat mengurangi
dan kejujuran serta berikan bimbingan
kesempatan klien menyendiri yang dapat
prilaku sesuai norma.
memunculkan timbulnya stress.
DAFTAR PUSTAKA
Capernito Lynda juall ( 1998), Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6 , Alih Bahasa Yasmin Asih
EGC jakarta
C. Long barbara ( 1996) Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses) Unit IV, V, VI Alih
bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, IAPK Bandung
Donges Marilyn E (2000), Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, Alih bahasa I Made Kariasa, EGC
Jakarta
Gunawan S, Nardho, Dr, MPH, 1995, Upaya Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Dep Kes R.I