Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN MINGGUAN

TRAINING KARYAWAN BARU

Nama Karyawan : Eki Dwiyan Saputra


Tanggal Pelaksanaan : 3 November s/d 8 November 2019
Thema Mingguan : Pre-Treatment Polyester dan Dyeing Polyester
                           

1) Apakah training kali ini mudah dipahami?

Sangat mudah Sulit


✔ Bisa dipahami Tidak bisa dipahami
dipahami dipahami

2) Daftar istilah textile yang dipahami pada training minggu ini.

NO
ISTILAH TEXTILE PENGERTIAN
.
Proses pengurangan massa/berat pada kain dengan tujuan
untuk memperhalus permukaan kain menggunakan NaOH
dengan cara mengikis diameter dari kain. Selain
1 Weight reduction
memperhalus permukaan kain, tujuan dilakukan proses ini
adalah untuk melembutkan dan membuat serat kain selemas
mungkin tanpa mengurangi kekuatan serat terlalu banyak
Proses penghilangan residu residu setelah proses pre-
treatment dilakukan dengan menggunakan chemical chemical
2 Rinsing and Anionizing
tertentu, sedangkan anionizing adalah proses penetralan dari
kain agar pH dari kain kembali normal
Proses pemberian warna pada bahan tekstil dengan cara
3 Dyeing
mencelupkan bahan tekstil kedalam zat warna
4 Dyestuff (Zat pewarna) Merupakan zat pewarna yang berasal baik dari alam maupun
sintetik (buatan) yang berfungsi pada proses dyeing sebagai
agen pewarna untuk bahan tekstil
Proses penyesuaian awal dari kain/bahan tekstil untuk
mendapatkan kestabilan dimensi dari kain yang aknan
5 Pre-setting
diproses dilakukan dengan cara menyesuaikan temperature
dan tipe kain, sehingga kain siap untuk di proses lebih lanjut.
Proses pembenaman bahan teksil/kain dalam cairan atau
pasta, setelah proses pembenaman dilakukan proses
6 Padding dilanjutkan dengan pemerasan dengan cara menjepit/press
kain diantara 2 roll untuk menghilangkan sebagian/sejumlah
cairan/pasta yang sebelumnya telah masuk kedalam kain
Yaitu proses pemanasan pada kain dengan menggunakan
Curing (pemasanan untuk suhu tinggi (150-170oC), yang bertujuan untuk
7
pengawetan) menyempurnakan reaksi polimerisasi resin yang terjadi pada
bahan tekstil
Merupakan proses pengerjaan setelah dyeing (pencelupan)
kain Polyester dilakukan dengan penggunaan zat warna
8 RC soaping disperse. Dilakukan dengan menggunakan natrium hidrosulfit
dan soda kaustik, berfungsi untuk menghilangkan zat warna
yang tidak terdispersi secara sempurna kedalam kain
Serat sintetik yang bersifat elastis dan kopolimer yang
9 Spandex berasal dari poliuretan dan poliurea. Nama dagang dari kain
spandex adalah Lycra, Elastane, Elaspan, dll.

3) Daftar katalog produk yang telah dipelajari.

No NAMA MATERI Optimu


FUNGSI Karakteristik
. PRODUK AL m dosage
1 PITCHRUN L- Scouring PET dan 0.5 - 3 1. Emulsifikasi dan dispersi
4000 agent campuran g/L minyak/lilin serta mencegah redeposisi
PET/ 2. Ramah lingkungan, terbuat dari jeruk
Spandex dan tidak mengandung senyawa yang
terdaftar di ZDHC dan OEKO-TEX
3. Optimal pada proses scouring batch
dalam mesin jet
1. efek kerataan pewarnaan yang baik
Dispersing/ PET dan
SUNSOLT 0.5 - 1.0 2. cocok digunakan pada pewarnaan
2 levelling campuran
RM-340CK g/L rapid
agent nya
3. rendah busa
1. Menyebabkan zat warna terabsorbsi
dengan merata
Dispersing/
SUNSOLT 0.5-1.0 2. Rendah busa
3 leveling PET
RM-340K g/L 3. Pendispersi zat warna yang baik dan
agent
mencegah koagulasi
4. Mencegah dekomposisi zat warna
1. Mempunyai efek reduction clearing
yang bagus pada kondisi asam
Reduction PET dan 2. Tidak ada masalah reduksi alkali
SUNMORL 1.0 – 4.0
4 Cleaner campuran 3. Dapat digunakan untuk pencucian
MC-2000 g/L
agent nya Wol di PET/wol
4. Memiliki sifat fastness to washing
yang baik dengan
1. Memiliki efek reduction clearing
yang bagus pada kondisi asam
2. Lebih efisien dan menghemat
Reduction PET dan
SUNMORL 1.0 – 4.0 penggunaan air karena RC soaping
5 clearing campuran
MC-3000 g/L dapat ditambahkan segera setelah
agent nya
pencelupan
3. Mengurangi degradasi/kerusakan
serat pada soaping polyester/wool
4) Rangkuman hasil test lab (Jelaskan fungsi setiap agent/auxiliaries yang digunakan,
jelaskan efek yang dihasilkan oleh agent tersebut secara teoritis berdasarkan hasil test,
jabarkan bahan kimia yang secara umum dipakai sebagai agent tersebut).  

SCOURING-DYEING TEST

A. Pre-treatment kain Polyester


I. Tujuan
Mengetahui performa dari PITCHRUN L-4000 dalam melakukan proses scouring
(mengemulsi minyak dan membersihkan kotoran) yang ada pada kain Polyester (PET)
II. Prinsip Percobaan
Prinsip dari proses scouring yang dilakukan adalah dengan mengangkat zat-zat pengotor
sekunder dengan cara mengemulsi pengotor yang ada pada kain dan mencegah terjadinya
redeposisi sehingga kotoran tidak jatuh kembali pada kain, sehingga permasalahan yang
kemungkinan muncul pada proses selanjutnya dapat dihindari (dyeing, printing, finishing).
III. Metode

Material/Fabric PET/SPANDEX Knitting


Process Pre-wetting (PAD – water) -- Pre-setting (170oC x 60 sec)
Temp. x time 100oC x 30 minute
Bath Ratio 1:15

RECIPE

g/L Grey Blank 1 2


NaOH (flake) - - - 1
PITCHRUN L-
- - 2 2
4000

Check:
1. Oil residue
2. IR residue
IV. Fungsi Agen
Adapun fungsi agent/auxiliaries yang digunakan pada tes percobaan kali ini adalah:
1. NaOH
NaOH adalah senyawa basa yang berfungsi untuk membuat kondisi alkali selama proses
scouring berlangsung. NaOH sendiri berperan sebagai main agent pada proses scouring
yang berfungsi untuk saponifikasi, pada prosesnya sendiri NaOH akan bereaksi dengan
asam lemak lalu menghasilkan sabun yang berfungsi sebagai zat pembersih pada kain
untuk mengangkat impurities dan zat pengotor primer. Sedangkan hasil proses
saponifikasi yang tidak larut dalam air akan dibersihkan oleh zat scouring
2. PITCHRUN L-4000
Merupakan scouring agent yang biasanya digunakan untuk kain Polyester (PET) dan
campuran PET/Spandex, basis dari scouring agent ini adalah orange oil yang memiliki
fungsi untuk menghilangkan impurities dengan cara mendispersi dan melarutkan
impurities yang tidak dapat hilang oleh NaOH yang terdapat pada kain. Beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh PITCHRUN L-4000 dibandingkan dengan agent lain
diantaranya pengemulsi dan pendispersi oil/wax yang baik pada kain PET atau
PET/Spandex, low foaming, hasil scouring lebih merata sehingga daya kapilaritas kain
meningkat.

V. Hasil
Scouring
g/L Greige Blank 1 2
NaOH - - - 1
PITCHRUN L-
- - 2 2
4000
Result
Oil Residue (%) 0.99 0.92 0.46 0.41
VI. Pembahasan dan Evaluasi
1. Blank
Pada resep blank tidak ditambahkan NaOH dan PITCHRUN L-4000 sama sekali pada
scouring yang dilakukan, dimana pada pot hanya ditambahkan air. Dikarenakan tidak
ditambahkannya agent scouring pada prosesnya menyebabkan proses scouring
berjalan tidak optimum dan menghasilkan kain hasil scouring yang buruk. Baik dan
buruknya kain hasil scouring dapat diketahui dari nilai oil content yang didapat,
dimana jika nilai oil content dibandingkan dengan nilai oil content kain greige
nilainya tidak berbeda jauh. Nilai oil content kain greige adalah 0,99% sedangkan
nilai oil content dari kain blank adalah 0,92%, itu artinya selama proses scouring
kotoran yang hilang hanyalah kotoran yang dapat hilang dan diangkat dengan
menggunakan air saja.
2. Resep 1
Pada resep 1 proses scouring dilakukan dengan menambahkan NaOH yang
merupakan main agent dari proses scouring, proses saponifikasi yang terjadi dapat
mengangkat sejumlah impurities yang ada pada kain, hal tersebut dibuktikan dengan
turunnya nilai oil content dari kain menjadi 0,46% bila dibandingkan dengan kain
greige.
3. Resep 2
Pada resep 2 digunakan agen scouring lengkap yaitu NaOH dan scouring agent yaitu
PITCHRUN L-4000. Dikarenakan adanya agent scouring yang digunakan
menyebabkan proses scouring berjalan lebih optimal. Ketika pengotor utama dapat
dihilangkan oleh NaOH, pengotor sekunder (lubricant, wax, oil machine dll) yang
biasanya tidak dapat larut oleh NaOH akan dilarutkan oleh PITCHRUN L-4000. Hasil
yang didapatkan pun lebih baik bila dibandingkan dengan kain lainnya, hal tersebut
dibuktikan dengan nilai oil content yang paling rendah bila dibandingkan dengan kain
lain yaitu 0,41%. Namun karena kain yang digunakan adalah jenis Polyester nilai
derajat keputihan dari kain secara kasar mata tidak berbeda jauh, karena pada
dasarnya warna kain dari PET sudah putih maka proses scouring tidak terlalu
mempengaruhi whiteness dari kain after scouring.

VII. Kesimpulan
Dengan penggunaan scouring agent PITCHRUN L-4000 dan NaOH kain PET
hasil scouring mendapatkan hasil scouring yang baik, hal tersebut dibuktikan
dengan nilai oil content (%), yang sangat rendah bila dibandingkan dengan kain
lain.

B. Dispersing Test
I. Tujuan
- Mengetahui performa dari masing-masing agen dalam mendispersikan dyestuff
- Membandingkan hasil residu yang terbentuk dari beberapa agen yang sudah
digunakan untuk proses dyeing
II. Prinsip Percobaan
Prinsip yang digunakan pada pengujian kali ini adalah melihat kemampuan dari agen
untuk meningkatkan daya disperse dari zat warna kedalam material (kain), hal ini
diperlukan karena dyestuff sendiri merupakan bahan yang mudah
menggumpal/membentuk koagulan. Jika zat warna dapat terdispersi dengan baik
maka zat warna dapat masuk kedalam serat kain dengan baik dan warna yang
dihasilkan pun akan baik. Nilai residu akan tergantung dari baik atau tidaknya zat
warna terdispersi.

III. Metode
MATERIAL PET KNITTING ex PT. INKALI
DISPERSING PROCESS (FILTRASI)
DIANIX BLUE S-2R C1225 0.3 %owf
Dyestuff DIANIX RUBINE S-2R C1167 0.3 %owf
DIANIX YELLOW G-FS C179 0.3 %owf
DISPERSING AGENT
Dispersing
SUNSOLT RM-340 CK 1 g/L
(Whatman Paper)
SUNSOLT 7000 1 g/L
SUNSOLT 1200 1 g/L
ACETIC ACID 0.3 g/L (pH 4 – 5)
130oC x 30’ (BR 1:30) Volume = 300 mL
SUNSOLT 1200 1 g/L
Residue
ACETIC ACID 0.3 g/L (pH 4 – 5)
(PET White 5g)
130oC x 15’ (BR 1:30) Volume = 300 mL
130°Cx30min. 130°Cx15min.

Dyeing
Cooling 80°C
SUNSOLT 1200 & Acid
Filtration Cooling
Residu
Rinse - Dry

Dyes & Disp.&Lev


Agent & Acid

IV. Fungsi Agen


Adapun fungsi agent dan auxiliaries yang digunakan pada tes kali ini adalah
1. Dyestuff
Dyestuff yang digunakan pada pengujian kali ini terdiri dari tiga jenis warna
yaitu DIANIX BLUE S-2R C1225, DIANIX RUBINE S-2R C1167 dan DIANIX
YELLOW G-FS C179 dengan konsentrasi masing-masing 0,3% o.w.f. Ketiganya
merupakan disperse dyes yang biasanya digunakan untuk kain polyester.
2. SUNSOLT RM-340CK
Merupakan dispersing agent yang tidak hanya berfungsi untuk mendispersikan
zat warna namun juga memiliki efek levelling yang membantu dalam distribusi zat
warna, sehingga kecepatan adsorbsinya merata, dengan tujuan agar pewarnaan
material menjadi rata dan tidak timbul spot-spot diakibatkan adanya laju adsorbs
yang berbeda antar dyestuff. Meski tidak bisa dikatakan sempurna SUNSOLT RM-
340 CK memiliki kemampuan disperse-levelling yang sangat baik.
3. SUNSOLT 7000
Merupakan agen pendispersi yang dirancang untuk digunakan dalam proses
pencelupan kain polyester dan campurannya pada suhu tinggi, dan memberikan efek
disperse yang stabil pada zat warna disperse. Produk ini dapat mencegah penyebab
spot dalam proses pencelupan benang dan menghasilkan efek rata pada waktu
bersamaan.
4. SUNSOLT 1200
Merupakan levelling agent untuk kain polyester yang dapat menghasilkan efek
leveling dan kekuatan migrasi yang bagus terhadap zat warna disperse, selain itu
juga memberikan efek disperse yang baik namun tidak sebaik dispersing agent.
5. Acetic Acid
Merupakan senyawa asam asetat yang berfungsi untuk membuat proses dyeing
yang dilakukan berada pada kondisi asam dengan pH sekitar 4-5, kondisi tersebut
dibutuhkan agar proses dyeing berjalan lebih optimum
V. Hasil

g/L B 1 2 3
DIANIX BLUE S-
2R C1225
0.3 0.3 0.3 0.3
DIANIX RUBINE
DYESTUFF %owf S-2R C1167
0.3 0.3 0.3 0.3
DIANIX
YELLOW G-FS 0.3 0.3 0.3 0.3
C179
SUNSOLT RM-340 CK - 1 - -
DISPATEX G - - 1 -
SUNSOLT 1200 - - - 1
ACETIC ACID pH 4-5
RESULT

FILTRASI
X Δ X XΔ
FILTRATION

RESIDUE

Δ O Δ O

VI. Evaluasi dan Pembahasan


Dispersing test dilakukan dengan menggunakan metode filtrasi dengan cara
memfilter larutan dyeing yang digunakan dalam proses dengan menggunakan kertas
whatmann untuk melihat jumlah dyestuff yang tidak terdispersi dan membentuk
koagulan selama proses dyeing berlangsung. Namun proses dyeing dilakukan tanpa
menggunakan kain, dengan tujuan agar keefektifan dari disperse dye bekerja dapat
diketahui. Proses berlangung selama 30 menit pada suhu 130oC. Dipilih suhu 130oC
karena proses ini merupakan simulasi dari proses dyeing sesungguhnya, maka kondisi
operasi yang dilakukan pun sesuai dengan keadaan kondisi operasi dyeing pada
umumnya. Setelah itu dilakukan uji residu dengan cara memasukan kain pada pot yang
sama, dilakukan uji residu bertujuan untuk melihat seberapa banyak dyestuff yang tidak
terdispersi pada proses sebelumnya, yang nantinya sisa residu pada pot akan masuk
kedalam kain dan mewarnai kain, semakin pekat warna kain maka sisa residu pada pot
semakin banyak
1. Blank
Pada resep blank tidak digunakan agent disperse apapun, hanya ditambahkan dyestuff
kedalam air proses. Setelah dilakukan proses dyeing dengan kondisi operasi yang
sudah ditentukan, kemudian dilakukan filtrasi dengan kertas whattman, diketahui
bahwa selama proses dyestuff tidak terdispersi dengan baik kedalam larutan yang
menyebabkan banyak terbentuk koagulan-koagulan dari dyestuff yang kemudian
tersaring oleh kertas whattman, tidak adanya dispersing agent menyebabkan dyestuff
tidak bisa terpecah menjadi molekul-molekuk yang lebih kecil.
Sedangkan pada uji residual pun menunjukan hal yang sama, ketika kain dimasukan
pada pot blank dan dilakukan proses uji residu didapatkan kain hasil proses adalah
berwarna ungu (sesuai warna dyestuff) dan cukup pekat, yang artinya masih banyak
residu dari dyestuff yang ada pada pot sehingga jika dilakukan proses dyeing, kain
tidak akan terwarnai sempurna dikarenakan dyestuff tidak terdispersi dengan baik.
2. Resep 1
Pada resep 1 selain ditambahkan dyestuff digunakan dispersing dan levelling agent
yaitu SUNSOLT RM-340 CK. Penambahan dispersing dan levelling agent ini sangat
mempengaruhi hasil dari proses dyeing cukup signifikan. Ketika proses selesai
dilakukan, dan dilakukan penyaringan dengan kain whattman bisa dikatakan koagulan
yang terbentuk dan tersaring oleh kertas whattman sangat minim dan tidak berwarna
tidak pekat, hal tersebut menandakan bahwa dengan penambahan SUNSOLT RM-340
CK dyestuff yang ada pada pot dapat terdispersi dengan sangat baik oleh agent,
sehingga koagulan sisa proses dari dyestuff pembentukannya sangat minimal.
Hal tersebut juga dibantu dengan pengujian residu dimana ketika dimasukan kain
kedalam pot dengan resep 1, warna putih asal dari kain PET dapat dipertahankan,
yang artinya residu dari proses dengan resep 1 sangatlah minimal sehingga hampir
tidak terjadi perubahan warna pada kain setelah uji residu
3. Resep 2
Pada resep 2 dispersing agent yang ditambahkan adalah SUNSOLT 7000, meskipun
berstatus sebagai dispersing agent yang dapat memberrikan efek homogen pada
larutan, nyatanya pemberian SUNSOLT 7000 ini tidak terlalu efektif dalam
mendispersikan dyestuff, hal itu dibuktikan dengan banyaknya koagulan-koagulan
yang terbentuk dan tersaring oleh kertas whattman, bahkan hasilnya bisa dikatakan
hampir mendekati blank. Hal itu dikarenakan SUNSOLT 7000 dapat bekerja optimum
jika proses dyeing dilakukan pada suh 90oC yang artinya ketika suhu proses melebihi
suhu optimum yang direkomendasikan dyestuff yang sebelumnya telah terdispersi
akan akan membentuk koagulan kembali ketika suhu proses sudah melebihi 90oC.
Pada uji residu pun didapatkan hasil yang tidak baik apalagi bila dibandingkan dengan
resep 1 dimana kain setelah proses terwarnai oleh residu koagulan yang ada didalam
pot, dan warnanya hampir mendekati kain blank
4. Resep 3
Pada resep 3 dilakukan penambahan dyestuff dan levelling agent yaitu SUNSOLT
1200. Setelah dilakukan pengujian, meskipun berstatus sebagai levelling agent,
nyatanya SUNSOLT 1200 memiliki efek dispersing yang bahkan lebih baik dari
SUNSOLT 7000 yang berstatus sebagai dispersing agent. Hasil disperi dyestuff oleh
SUNSOLT 1200 ini bisa dikatakan baik, meskipun tidak sebaik hasil disperse oleh
SUNSOL RM-340 CK. Hal ini dibuktikan dengan hasil filtrasi oleh kertas whatmann
dimana hasil filter menunjukan bahwa koagulan dyestuff yang terbentuk bisa
dikatakan sedikit bila dibandingkan dengan resep blank dan resep 2.
Pada pengujian sisa residu pun didapatkan bahwa kain polyester setelah pengujian
tidak mengalami perubahan warna yang cukup signifikan, dimana warna putih dari
kain polyester masih sangat dominan dan hanya sedikit memberikan kesan ungu, hal
tersebut membuktikan bahwa dyestuff telah terdispersi dengan baik meskipun belum
maksimal.

VII. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian filtrasi dengan kertas whattman dan pengujian residu dapat
diketahui bahwa dispersing dan levelling agent SUNSOLT RM-340 CK, merupakan
agent yang paling baik untuk digunakan karena dapat mednispersikan dyestuff dengan
optimal.
5). Hal-hal yang telah dipelajari dan diperoleh dari lecture (Jabarkan pengetahuan yang
didapar dari lecture).

1. PRE-TREATMENT POLYESTER
Polyester merupakan salah satu jenis kain sintetis yang dibuat dari bahan minyak
bumi/petroleum, bahan yang digunakan adalah asam tereftalat yang telah melewati
proses pemurnian sehingga menjadi (purified terephthalate acid/PTA) dan ethylene
glycol. Polyester banyak digunakan menjadi bahan pakaian dan biasanya dicampur
dengan bahan kapas/rayon, dasi, kain tirai/gorden, indsutri tekstil (conveyor, isolator),
tali temali, jala, kain layer dan terpal. Proses pre-treatment sangat penting untuk
dilakukan, untuk menunjang proses/treatment lanjutan pada kain polyester seperti
dyeing, printing ataupun finishing. Proses pre-treatment yang dilakukan adalah

Proses pre-
treatment

1.1 Scouring
Scouring adalah suatu proses yang berfungsi untuk menghilangkan pengotor
(impurities) yang biasanya berbentuk minyak yang terdapat pada kain. Minyak ini
biasanya muncul dari proses spinning, penenunan (weaving) ataupun perajutan
(knitting). Pengotor yang biasanya dihilangkan pada proses scouring ini adalah
pengotor sekunder yaitu substansi-substansi pengotor yang biasanya menempel pada
saat pemrosesan seperti spinning oil, knitting oil, needle oil, sizing agent, waxing agent,
rust, dust dll. Impurities yang ada tersebut harus dihilangkan agar tidak mempengaruhi
proses treatment selanjutnya seperti dyeing ataupun finishing. Kain yang masih
memiliki banyak impurities didalamnya akan memiliki daya penetrasi chemical yang
rendah, sehingga chemical-chemical yang nantinya digunakan pada proses baik dyeing
ataupun finishing penetrasinya akan terganggu dan menyebabkan ketidak merataan
proses penetrasi bahan kimia. Performa yang harus dimiliki oleh sebuah scouring agent
adalah
a. Oil removal (dapat menghapus kandungan minyak pada kain)
b. Emulsifikasi (dapat mengangkat kotoran dan minyak juga dapat mencegah
redeposisi impurities terjadi)
c. Penetrasi (dapat melakukan penetrasi dan mengikat kotoran pada kain)
d. Low foaming
Berikut adalah pengotor yang biasanya terdapat pada kain grey

Process Materials Amount (%) Chemical Removal


structure Method
Fiber making Oils 0.5 ~1.0 Mineral oils Surfactants
Ester compound
Knitting Oils 0.5 ~1.0 Mineral oils Surfactants
Ester compound

Warping Sizing wax 5 ~10 Acrylic Alkali


0.1 ~1.0 PVA Hot water
Ester compound Surfactants

Others Machine oils Irregularly Mineral oil Surfactants

1.2 Pre-setting
Pre-setting bertujuan untuk mendapatkan kestabilan dimensi pada kain, dengan cara
menyesuaikan temperatur dan tipe kain. Proses pre-setting dilakukan dengan cara
menetapkan lebar dan density kain dengan menggunakan metode pemanasan, setelah
dilakukan pre-setting kain akan memiliki kestabilan yang baik (bentuk tetap, tidak
mudah menyusut ataupun mengembang), meskipun telah dilakukan proses scouring,
dyeing, ataupun finishing. Selain untuk menjaga kestabilan dimensi dari kain, pre-setting
juga bertujuan untuk menyeragamkan kecepatan kristalisasi yang berpengaruh pada
proses dyeing, dan mencegah terbentuknya crease mark yang nantinya akan berpengaruh
pada proses scouring.
1.3 Weight reduces
Weight reducie adalah proses yang berfungsi untuk mengikis sebagian permukaan
polyester agar memiliki permukaan yang lebih halus dan membuat kain memiliki daya
serap yang lebih baik ketika proses dyeing dilakukan. Metode yang seringkali digunakan
untuk melakukan weight reduce adalah dengan metode exhaust/perendaman pada suhu
dan tekanan tinggi menggunakan mesin HT-dyeing. Selain metode exhaust tersebut
masih ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan weight reduce
yang biasanya disesuaikan dengan jenis mesin yang tersedia
1. Metode exhaust/perendaman pada suhu dan tekanan tinggi.
2. Metode pad-Roll-Batching
3. Metode pad-steam
4. Metode pad-cure
5. Metode pad-radiasi
1.4 Rinsing and Anionizing
Rinsing adalah proses penghilangan sisa-sisa residu yang ada pada kain dengan
menggunakan chemical-chemical tertentu agar kain bebas dari residu kotoran yang ada.
Sedangkan anionizing adalah proses penyesuain pH (penetralan pH) dari kain agar pH
dari kain kembali normal

2. ZAT WARNA
Zat warna (dyestuff) adalah substansi organik dan inorganik yang mengandung gugus
chromophore yang dapat merubah struktur fisik dan kimia dari suatu substansi, bisa
menyerap cahaya dan merefleksikan cahaya tersebut untuk menghasilkan warna.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Azo type; merupakan jenis dyestuff yang memiliki gugus (ikatan) azo (N=N) dalam
strukturnya, pada umumnya dyestuff jenis azo menghasilkan warna dengan
intensitas warna yang baik/tinggi

Gambar 1. Acid orange 7 (Azo type)


2. Anthraquinone type, merupakan tipe dyestuff yang menggunakan AlCl 3 sebagai
katalisator dan memiliki gugus (-OH, -NH2, -NHR) yang berperan sebagai
auxochrome dan berfungsi memberikan efek bathochromic. Tipe ini bersifat high
intensity dan high fastness namun harganya yang sangat mahal menjadi salah satu
kekurangan dari jenis dyestuff ini.

Gambar 2. Acid Blue 40 (Anthraquinone type)


3. Triaryl metan dye

Acid Green 16 (Triaryl Metan Dye)

Jenis-jenis Dyestuff (zat warna diantaranya)


Type Characteristic Structure Bond Aplication
Direct  Larut dalam air (kondisi Cl Direct Red 8 (Congo red) Hydrogen dan Selulosa
alkali) van der waals based,
 Level medium kecerahan (physical) bond katun,
dan fastness rayon, jute,
 Berat molekul tinggi linen

 Resistansi yang buruk


terhadap reduktor
 Proses dyeing langsung
pada metal
menghasilkan fastness
yang baik, tapi tidak bisa
digunakan pada dyeing
dengan menggunakan
chelating/softwater
condition
 Memiliki 4 tipe (A, B, C,
D), dimana MW
membesar dari A ke D
Reactive  Larut dalam air Monochlorotriazine (MCT) Ikatan kovalen Selulosa
 Good fastness terhadap (Sharing (katun,
pencucian dan cahaya, electron) rayon),
kecuali terhadap chlorine poliamide
 Mudah terhidrolisis (nylon),

 Temperature proses protein

tergantung pada
reaktivitas dyestuff
Vat  Tidak larut dalam air Vat Blue 4 Hydrogen dan Selulosa
 Punya range warna yang hydrofobik kualitas
luas, dan intensitas yang tinggi,
tinggi sutera,
 Memiliki fastness dan wool
stabilitas yang baik
 Mahal
 Berat molekul rendah
 Dyestuff harus diubah
menjadi garam leuco
agar larut dalam air
(reaksi reduksi), dan
dioksidasi kembali
ketika sudah di dalam
kain
Sulfur  Murah dan simple Sulfur black 1 Phsycal and Cheap blue
 Tidak larut dalam air, hydrophobic,ha jeans,
tidak memiliki afinitas nya terserap selulosa
terhadap kain selulosa pada tapi bukan
dan harus diubah permukaan wool, dan
menjadi garam leuco kain protein
terlebih dahulu
 Memiliki jembatan
disulfit dalam
chromogen,
menyebabkan resistansi
yang buruk terhadap
reduktor kuat
 Fastness yang baik pada
kondisi basah dan
cahaya
 Bagus pada kondisi
bayangan hitam/coklat
Napthan  Tidak larut dalam air Napthanol yellow s Ikatan Batik,
ol  Hasil dari reaksi antara hydrogen, katun
garam diazonium dan warna yang
napthanol terbentuk
 High fastness, not tergantung
rubbing pada garam

 Agen pewarna dibuat diazonium

bersamaan dengan yang

proses dyeing digunakan

 Suhu rendah pada proses


dyeing untuk
meningkatkan laju
penyerapan dyestuff
Acid  Larut dalam air Acid Blue 159 (1:1 metal complex) Ikatan ion Wool,
 Good fastness dan hasil Acid Violet 78 (2:1 metal complex) sutera, dan
dyeing pakaian yang nylon
baik
 Warna cerah karena WM
yang kecil
 Dibagi menjadi 3 grup
(leveling, milling, dan
supermilling)
 Levelness dan kecerahan
berkurang dari grup
leveling ke milling
Alkali  Tidak larut dalam air, Diphenylmethane (basic yellow 2) Ikatan ion Acrylic,
tapi pada kondisi asam nylon,
dyestuff akan larut wool, dan
dalam air (Bentuk sutera
garam)
 Secara relative memiliki
MW kecil
 Tipe kationik
 Berdasarkan tipe
chromogen
Mordant  Tidak larut dalam air Mordant Red 09 Ikatan ion, Wool dan
 Sifat leveling dan terbentuk dari katun
fastness yang baik pada grup anionic
properties pencucian dan kation NH
 Beberapa warna redup dari kain
 Dyestuff secara umum
digunakan untuk dark
shades
 Mordant dyes masuk
kedalam fiber/kain
dengan bantuan dari
mordant
Disperse  Tidak larut dalam air Ikatan Fiber
 Memiliki rentan warna Hidrogen dan sintetik
yang luas hydrophobic (PET),
 Memiliki 3 tipe, E (small polyamide,
molecule, high affinity), acetate
cocok untuk carrier
dyeing, SE dan S cocok
untuk HT/HP, dan pad-
thermosol dyeing
 Di aplikasikan pada
kondisi asam dan carried
out pada suhu 130oC
 Keluardari dye bath
dalam bentuk suspense
atau partikel
mikroskopis disperse

Pigment  Tidak larut dalam air, Xanthylium pigment (from wine) Memanfaatkan Katun,
campurannya digunakan sifat cross polyester,
dalam cat, tinta print, linking binder dan
keramik dan plastik campurann
 Agent coloring yang ya
tidak berikatan dengan
fiber, tapi pigment akan
tetap diam pada
permukaan kain
 Penggunaan dari
coloring pigment ini
membutuhkan binder
(resin)
 Warna yang cerah tapi
rentan terhadap gosokan
dan mudah luntur
 Tidak membutuhkan
proses pencucian setelah
dyeing

3. DYEING POLYESTER AND REDUCTION CLEARING


A. Dyeing
Dyeing merupakan suatu proses pemberian zat warna/dye stuff secara merata kedalam
serat kain. Sementara dyestuff adalah senyawa organik dan inorganik yang memiliki
gugus chromophore sehingga dapat merubah struktur fisik dan kimia dari suatu substansi
(ikatan) sehingga dapat menyerap cahaya dan kemudian cahaya tersebut dipantulkan
kembali sehingga timbulah warna. Dyestuff biasanya terdiri dari gugus chromophore dan
auxochrome. Chromophore adalah gugus yang berfungsi untuk memberikan warna,
sedangkan auxochrome adalah gugus yang berfungsi untuk meningkatkan intensitas
warna agar warna terlihat lebih pekat. Syarat dyestuff yang baik adalah
1. Memiliki sifat high adsorption (daya serap yang baik)
2. Larut dalam air (soluble in water), atau mudah didispersikan
3. Memiliki intensitas warna yang baik (pekat)
4. Memiliki ketahanan zat warna yang baik, dan tidak mudah luntur
Dalam penggunaan dyestuff, jenis dan macam dyestuff yang digunakan disesuaikan
dengan material dan jenis kain yang digunakan juga. Satu jenis dyestuff biasanya hanya
bisa digunakan untuk satu jenis kain/fiber saja, hal itu dikarenakan tiap kain/fiber
memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Adapun hal yang oerlu diperhatikan
dalam pemilihan dyestuff yang digunakan diantaranya:
1. Jenis fiber dan material kain
2. Tingkat kelunturan
3. Metode yang digunakan saat proses dyeing dilakukan
4. Jenis warna yang diinginkan dalam bentuk %o.w.f (on weight fabric)

B. Reduction Cleaning (RC) pada Polyester


Proses dyeing kain PET biasanya dilakukan pada kondisi asam dengan
menggunakan dispersed dyes dan auxiliaries berupa zat dispersing dan zat leveling.
Serat polyester memiliki kristalinitas dan ketersusunan serat yang tinggi, struktur yang
padat, sehingga menyebabkan suatu zat sulit untuk terabsorbsi kedalam serat kain,
berkaitan dengan hal tersebut diperlukan suatu treatment yaitu pembesaran porous/
celah pori pada serat. Dapat dilakukan 2 cara dalam pembesaran porous dari serat PET
yatu dapat menggunakan carrier agent ataupun proses pada suhu tinggi.
Carrier agent merupakan suatu zat pembantu yang berfungsi untuk meningkatkan
daya celup serat sintetik pada suhu didih air karena mempunyai afinitas terhadap serat
dan berkemampuan untuk mengembangkan celah pada serat, namun penggunaan
carrier agent sangat dihindari dikarenakan sifatnya yang tidak ramah lingkungan.
Selain penggunaan carrier agent, pembesaran dari serat PET ini dapat dilakukan
dengan melakukan proses dyeing pada suhu tinggi, metode pencelupan pada suhu
diatas Tg (temperature glass) Polyester, menyebabkan terjadinya revitalisasi gerakan
termal serat, yang menyebabkan terbentuknya celah/rongga pada serat yang bisa
dimasuki oleh dyestuff. Umumnya, proses tersebut dilakukan pada suhu tinggi
(125~135oC) dan tekanan tinggi. Proses dyeing pada serat Polyester ditunjukan pada
gambar berikut.

C. Dispersing Agent
Dispering agent adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan
kualitas proses dyeing yang dilakukan agar hasil yang didapat lebih optimal. Adapun
fungsi dari dispersing agent adalah
1. Menimbulkan daya disperse dye
Walaupun zat warna disperse memiliki kandungan zat pendispersi sebanyak 60-
80%, agregasi zat warna tetap terjadi ketika suhu proses mencapai 110oC. Pada
proses dyeing dengan menggunakan suhu tinggi, dispersing agent dibutuhkan
untuk menjaga kestabilan dyestuff dalam bath selama proses dyeing dilakukan.
2. Meningkatkan levelness
Penggunaan agen dapat mencegah striking atau memberikan efek retarding agar
disperse dye teradsorbsi secara merata ke permukaan kain. Efek retarding
bertugas untuk memperlambat adsorb dyestuff saja, agar kecepatan adsorbs dari
dyestuff selaras dan sama, hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar tidak
terbentuk spot diakibatkan dyestuff yang memiliki daya adsorbsi lebih cepat.
3. Low foaming
Sifat low foaming dibutuhkan agar tidak terbentuk terlalu banyak busa selama
proses dyeing berlangsung, karena jika foam terbentuk terlalu banyak dapat
mengganggu proses dyeing yang terjadi
4. Scouring effect
Yang dimaksud dengan scouring effect adalah agent dapat melakukan
pembersihan impurities yang ada pada kain.
5. Wash off
Hampir mirip dengan scouring effect, sifat wash off pada agent berfungsi untuk
membersihkan kotoran pada kain ketika dyeing dilakukan.
6. Daya penetrasi
Dispersing-leveling agent harus bisa memberikan efek penetrasi agar dyestuff
dapat masuk kedalam pori-pori atau serat kain dengan lebih mudah.
Warna basic: merah, kuning, biru
Kecepatan warna: merah – kuning – biru
Syarat terlihatnya warna:
1. Cahaya
2. Benda: menyerap warna lain kemudian memantulkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu dan masuk ke mata yang kemudian menjadi warna.
3. Indra penglihatan
Transmittance: pengukuran warna larutan
Reflectance: pengukuran warna pada permukaan benda
Identifikasi Warna: Spektrofotometer
L: lightness, semakin tinggi semakin terang
a: red/green coordinate (+) merah, (-) hijau)
b: yellow/blue coordinate (+) kuning, (-) biru
semakin kecil delta E maka semakin kecil perbedaan warna (color change) yg dihasilkan,
menunjukkan prses dyeing semakin bagus.
H: hue, shading
C: brightness

6. Kesan dan Pesan (Jika ada)


Penyampaian materi dan pengarahan tes disampaikan dengan baik sehingga prosesnya
mudah untuk dipahami.

Anda mungkin juga menyukai