NO
ISTILAH TEXTILE PENGERTIAN
.
Proses pengurangan massa/berat pada kain dengan tujuan
untuk memperhalus permukaan kain menggunakan NaOH
dengan cara mengikis diameter dari kain. Selain
1 Weight reduction
memperhalus permukaan kain, tujuan dilakukan proses ini
adalah untuk melembutkan dan membuat serat kain selemas
mungkin tanpa mengurangi kekuatan serat terlalu banyak
Proses penghilangan residu residu setelah proses pre-
treatment dilakukan dengan menggunakan chemical chemical
2 Rinsing and Anionizing
tertentu, sedangkan anionizing adalah proses penetralan dari
kain agar pH dari kain kembali normal
Proses pemberian warna pada bahan tekstil dengan cara
3 Dyeing
mencelupkan bahan tekstil kedalam zat warna
4 Dyestuff (Zat pewarna) Merupakan zat pewarna yang berasal baik dari alam maupun
sintetik (buatan) yang berfungsi pada proses dyeing sebagai
agen pewarna untuk bahan tekstil
Proses penyesuaian awal dari kain/bahan tekstil untuk
mendapatkan kestabilan dimensi dari kain yang aknan
5 Pre-setting
diproses dilakukan dengan cara menyesuaikan temperature
dan tipe kain, sehingga kain siap untuk di proses lebih lanjut.
Proses pembenaman bahan teksil/kain dalam cairan atau
pasta, setelah proses pembenaman dilakukan proses
6 Padding dilanjutkan dengan pemerasan dengan cara menjepit/press
kain diantara 2 roll untuk menghilangkan sebagian/sejumlah
cairan/pasta yang sebelumnya telah masuk kedalam kain
Yaitu proses pemanasan pada kain dengan menggunakan
Curing (pemasanan untuk suhu tinggi (150-170oC), yang bertujuan untuk
7
pengawetan) menyempurnakan reaksi polimerisasi resin yang terjadi pada
bahan tekstil
Merupakan proses pengerjaan setelah dyeing (pencelupan)
kain Polyester dilakukan dengan penggunaan zat warna
8 RC soaping disperse. Dilakukan dengan menggunakan natrium hidrosulfit
dan soda kaustik, berfungsi untuk menghilangkan zat warna
yang tidak terdispersi secara sempurna kedalam kain
Serat sintetik yang bersifat elastis dan kopolimer yang
9 Spandex berasal dari poliuretan dan poliurea. Nama dagang dari kain
spandex adalah Lycra, Elastane, Elaspan, dll.
SCOURING-DYEING TEST
RECIPE
Check:
1. Oil residue
2. IR residue
IV. Fungsi Agen
Adapun fungsi agent/auxiliaries yang digunakan pada tes percobaan kali ini adalah:
1. NaOH
NaOH adalah senyawa basa yang berfungsi untuk membuat kondisi alkali selama proses
scouring berlangsung. NaOH sendiri berperan sebagai main agent pada proses scouring
yang berfungsi untuk saponifikasi, pada prosesnya sendiri NaOH akan bereaksi dengan
asam lemak lalu menghasilkan sabun yang berfungsi sebagai zat pembersih pada kain
untuk mengangkat impurities dan zat pengotor primer. Sedangkan hasil proses
saponifikasi yang tidak larut dalam air akan dibersihkan oleh zat scouring
2. PITCHRUN L-4000
Merupakan scouring agent yang biasanya digunakan untuk kain Polyester (PET) dan
campuran PET/Spandex, basis dari scouring agent ini adalah orange oil yang memiliki
fungsi untuk menghilangkan impurities dengan cara mendispersi dan melarutkan
impurities yang tidak dapat hilang oleh NaOH yang terdapat pada kain. Beberapa
keunggulan yang dimiliki oleh PITCHRUN L-4000 dibandingkan dengan agent lain
diantaranya pengemulsi dan pendispersi oil/wax yang baik pada kain PET atau
PET/Spandex, low foaming, hasil scouring lebih merata sehingga daya kapilaritas kain
meningkat.
V. Hasil
Scouring
g/L Greige Blank 1 2
NaOH - - - 1
PITCHRUN L-
- - 2 2
4000
Result
Oil Residue (%) 0.99 0.92 0.46 0.41
VI. Pembahasan dan Evaluasi
1. Blank
Pada resep blank tidak ditambahkan NaOH dan PITCHRUN L-4000 sama sekali pada
scouring yang dilakukan, dimana pada pot hanya ditambahkan air. Dikarenakan tidak
ditambahkannya agent scouring pada prosesnya menyebabkan proses scouring
berjalan tidak optimum dan menghasilkan kain hasil scouring yang buruk. Baik dan
buruknya kain hasil scouring dapat diketahui dari nilai oil content yang didapat,
dimana jika nilai oil content dibandingkan dengan nilai oil content kain greige
nilainya tidak berbeda jauh. Nilai oil content kain greige adalah 0,99% sedangkan
nilai oil content dari kain blank adalah 0,92%, itu artinya selama proses scouring
kotoran yang hilang hanyalah kotoran yang dapat hilang dan diangkat dengan
menggunakan air saja.
2. Resep 1
Pada resep 1 proses scouring dilakukan dengan menambahkan NaOH yang
merupakan main agent dari proses scouring, proses saponifikasi yang terjadi dapat
mengangkat sejumlah impurities yang ada pada kain, hal tersebut dibuktikan dengan
turunnya nilai oil content dari kain menjadi 0,46% bila dibandingkan dengan kain
greige.
3. Resep 2
Pada resep 2 digunakan agen scouring lengkap yaitu NaOH dan scouring agent yaitu
PITCHRUN L-4000. Dikarenakan adanya agent scouring yang digunakan
menyebabkan proses scouring berjalan lebih optimal. Ketika pengotor utama dapat
dihilangkan oleh NaOH, pengotor sekunder (lubricant, wax, oil machine dll) yang
biasanya tidak dapat larut oleh NaOH akan dilarutkan oleh PITCHRUN L-4000. Hasil
yang didapatkan pun lebih baik bila dibandingkan dengan kain lainnya, hal tersebut
dibuktikan dengan nilai oil content yang paling rendah bila dibandingkan dengan kain
lain yaitu 0,41%. Namun karena kain yang digunakan adalah jenis Polyester nilai
derajat keputihan dari kain secara kasar mata tidak berbeda jauh, karena pada
dasarnya warna kain dari PET sudah putih maka proses scouring tidak terlalu
mempengaruhi whiteness dari kain after scouring.
VII. Kesimpulan
Dengan penggunaan scouring agent PITCHRUN L-4000 dan NaOH kain PET
hasil scouring mendapatkan hasil scouring yang baik, hal tersebut dibuktikan
dengan nilai oil content (%), yang sangat rendah bila dibandingkan dengan kain
lain.
B. Dispersing Test
I. Tujuan
- Mengetahui performa dari masing-masing agen dalam mendispersikan dyestuff
- Membandingkan hasil residu yang terbentuk dari beberapa agen yang sudah
digunakan untuk proses dyeing
II. Prinsip Percobaan
Prinsip yang digunakan pada pengujian kali ini adalah melihat kemampuan dari agen
untuk meningkatkan daya disperse dari zat warna kedalam material (kain), hal ini
diperlukan karena dyestuff sendiri merupakan bahan yang mudah
menggumpal/membentuk koagulan. Jika zat warna dapat terdispersi dengan baik
maka zat warna dapat masuk kedalam serat kain dengan baik dan warna yang
dihasilkan pun akan baik. Nilai residu akan tergantung dari baik atau tidaknya zat
warna terdispersi.
III. Metode
MATERIAL PET KNITTING ex PT. INKALI
DISPERSING PROCESS (FILTRASI)
DIANIX BLUE S-2R C1225 0.3 %owf
Dyestuff DIANIX RUBINE S-2R C1167 0.3 %owf
DIANIX YELLOW G-FS C179 0.3 %owf
DISPERSING AGENT
Dispersing
SUNSOLT RM-340 CK 1 g/L
(Whatman Paper)
SUNSOLT 7000 1 g/L
SUNSOLT 1200 1 g/L
ACETIC ACID 0.3 g/L (pH 4 – 5)
130oC x 30’ (BR 1:30) Volume = 300 mL
SUNSOLT 1200 1 g/L
Residue
ACETIC ACID 0.3 g/L (pH 4 – 5)
(PET White 5g)
130oC x 15’ (BR 1:30) Volume = 300 mL
130°Cx30min. 130°Cx15min.
Dyeing
Cooling 80°C
SUNSOLT 1200 & Acid
Filtration Cooling
Residu
Rinse - Dry
g/L B 1 2 3
DIANIX BLUE S-
2R C1225
0.3 0.3 0.3 0.3
DIANIX RUBINE
DYESTUFF %owf S-2R C1167
0.3 0.3 0.3 0.3
DIANIX
YELLOW G-FS 0.3 0.3 0.3 0.3
C179
SUNSOLT RM-340 CK - 1 - -
DISPATEX G - - 1 -
SUNSOLT 1200 - - - 1
ACETIC ACID pH 4-5
RESULT
FILTRASI
X Δ X XΔ
FILTRATION
RESIDUE
Δ O Δ O
VII. Kesimpulan
Setelah dilakukan pengujian filtrasi dengan kertas whattman dan pengujian residu dapat
diketahui bahwa dispersing dan levelling agent SUNSOLT RM-340 CK, merupakan
agent yang paling baik untuk digunakan karena dapat mednispersikan dyestuff dengan
optimal.
5). Hal-hal yang telah dipelajari dan diperoleh dari lecture (Jabarkan pengetahuan yang
didapar dari lecture).
1. PRE-TREATMENT POLYESTER
Polyester merupakan salah satu jenis kain sintetis yang dibuat dari bahan minyak
bumi/petroleum, bahan yang digunakan adalah asam tereftalat yang telah melewati
proses pemurnian sehingga menjadi (purified terephthalate acid/PTA) dan ethylene
glycol. Polyester banyak digunakan menjadi bahan pakaian dan biasanya dicampur
dengan bahan kapas/rayon, dasi, kain tirai/gorden, indsutri tekstil (conveyor, isolator),
tali temali, jala, kain layer dan terpal. Proses pre-treatment sangat penting untuk
dilakukan, untuk menunjang proses/treatment lanjutan pada kain polyester seperti
dyeing, printing ataupun finishing. Proses pre-treatment yang dilakukan adalah
Proses pre-
treatment
1.1 Scouring
Scouring adalah suatu proses yang berfungsi untuk menghilangkan pengotor
(impurities) yang biasanya berbentuk minyak yang terdapat pada kain. Minyak ini
biasanya muncul dari proses spinning, penenunan (weaving) ataupun perajutan
(knitting). Pengotor yang biasanya dihilangkan pada proses scouring ini adalah
pengotor sekunder yaitu substansi-substansi pengotor yang biasanya menempel pada
saat pemrosesan seperti spinning oil, knitting oil, needle oil, sizing agent, waxing agent,
rust, dust dll. Impurities yang ada tersebut harus dihilangkan agar tidak mempengaruhi
proses treatment selanjutnya seperti dyeing ataupun finishing. Kain yang masih
memiliki banyak impurities didalamnya akan memiliki daya penetrasi chemical yang
rendah, sehingga chemical-chemical yang nantinya digunakan pada proses baik dyeing
ataupun finishing penetrasinya akan terganggu dan menyebabkan ketidak merataan
proses penetrasi bahan kimia. Performa yang harus dimiliki oleh sebuah scouring agent
adalah
a. Oil removal (dapat menghapus kandungan minyak pada kain)
b. Emulsifikasi (dapat mengangkat kotoran dan minyak juga dapat mencegah
redeposisi impurities terjadi)
c. Penetrasi (dapat melakukan penetrasi dan mengikat kotoran pada kain)
d. Low foaming
Berikut adalah pengotor yang biasanya terdapat pada kain grey
1.2 Pre-setting
Pre-setting bertujuan untuk mendapatkan kestabilan dimensi pada kain, dengan cara
menyesuaikan temperatur dan tipe kain. Proses pre-setting dilakukan dengan cara
menetapkan lebar dan density kain dengan menggunakan metode pemanasan, setelah
dilakukan pre-setting kain akan memiliki kestabilan yang baik (bentuk tetap, tidak
mudah menyusut ataupun mengembang), meskipun telah dilakukan proses scouring,
dyeing, ataupun finishing. Selain untuk menjaga kestabilan dimensi dari kain, pre-setting
juga bertujuan untuk menyeragamkan kecepatan kristalisasi yang berpengaruh pada
proses dyeing, dan mencegah terbentuknya crease mark yang nantinya akan berpengaruh
pada proses scouring.
1.3 Weight reduces
Weight reducie adalah proses yang berfungsi untuk mengikis sebagian permukaan
polyester agar memiliki permukaan yang lebih halus dan membuat kain memiliki daya
serap yang lebih baik ketika proses dyeing dilakukan. Metode yang seringkali digunakan
untuk melakukan weight reduce adalah dengan metode exhaust/perendaman pada suhu
dan tekanan tinggi menggunakan mesin HT-dyeing. Selain metode exhaust tersebut
masih ada beberapa metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan weight reduce
yang biasanya disesuaikan dengan jenis mesin yang tersedia
1. Metode exhaust/perendaman pada suhu dan tekanan tinggi.
2. Metode pad-Roll-Batching
3. Metode pad-steam
4. Metode pad-cure
5. Metode pad-radiasi
1.4 Rinsing and Anionizing
Rinsing adalah proses penghilangan sisa-sisa residu yang ada pada kain dengan
menggunakan chemical-chemical tertentu agar kain bebas dari residu kotoran yang ada.
Sedangkan anionizing adalah proses penyesuain pH (penetralan pH) dari kain agar pH
dari kain kembali normal
2. ZAT WARNA
Zat warna (dyestuff) adalah substansi organik dan inorganik yang mengandung gugus
chromophore yang dapat merubah struktur fisik dan kimia dari suatu substansi, bisa
menyerap cahaya dan merefleksikan cahaya tersebut untuk menghasilkan warna.
Berdasarkan struktur kimianya, zat warna diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Azo type; merupakan jenis dyestuff yang memiliki gugus (ikatan) azo (N=N) dalam
strukturnya, pada umumnya dyestuff jenis azo menghasilkan warna dengan
intensitas warna yang baik/tinggi
tergantung pada
reaktivitas dyestuff
Vat Tidak larut dalam air Vat Blue 4 Hydrogen dan Selulosa
Punya range warna yang hydrofobik kualitas
luas, dan intensitas yang tinggi,
tinggi sutera,
Memiliki fastness dan wool
stabilitas yang baik
Mahal
Berat molekul rendah
Dyestuff harus diubah
menjadi garam leuco
agar larut dalam air
(reaksi reduksi), dan
dioksidasi kembali
ketika sudah di dalam
kain
Sulfur Murah dan simple Sulfur black 1 Phsycal and Cheap blue
Tidak larut dalam air, hydrophobic,ha jeans,
tidak memiliki afinitas nya terserap selulosa
terhadap kain selulosa pada tapi bukan
dan harus diubah permukaan wool, dan
menjadi garam leuco kain protein
terlebih dahulu
Memiliki jembatan
disulfit dalam
chromogen,
menyebabkan resistansi
yang buruk terhadap
reduktor kuat
Fastness yang baik pada
kondisi basah dan
cahaya
Bagus pada kondisi
bayangan hitam/coklat
Napthan Tidak larut dalam air Napthanol yellow s Ikatan Batik,
ol Hasil dari reaksi antara hydrogen, katun
garam diazonium dan warna yang
napthanol terbentuk
High fastness, not tergantung
rubbing pada garam
Pigment Tidak larut dalam air, Xanthylium pigment (from wine) Memanfaatkan Katun,
campurannya digunakan sifat cross polyester,
dalam cat, tinta print, linking binder dan
keramik dan plastik campurann
Agent coloring yang ya
tidak berikatan dengan
fiber, tapi pigment akan
tetap diam pada
permukaan kain
Penggunaan dari
coloring pigment ini
membutuhkan binder
(resin)
Warna yang cerah tapi
rentan terhadap gosokan
dan mudah luntur
Tidak membutuhkan
proses pencucian setelah
dyeing
C. Dispersing Agent
Dispering agent adalah suatu senyawa yang berfungsi untuk meningkatkan
kualitas proses dyeing yang dilakukan agar hasil yang didapat lebih optimal. Adapun
fungsi dari dispersing agent adalah
1. Menimbulkan daya disperse dye
Walaupun zat warna disperse memiliki kandungan zat pendispersi sebanyak 60-
80%, agregasi zat warna tetap terjadi ketika suhu proses mencapai 110oC. Pada
proses dyeing dengan menggunakan suhu tinggi, dispersing agent dibutuhkan
untuk menjaga kestabilan dyestuff dalam bath selama proses dyeing dilakukan.
2. Meningkatkan levelness
Penggunaan agen dapat mencegah striking atau memberikan efek retarding agar
disperse dye teradsorbsi secara merata ke permukaan kain. Efek retarding
bertugas untuk memperlambat adsorb dyestuff saja, agar kecepatan adsorbs dari
dyestuff selaras dan sama, hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar tidak
terbentuk spot diakibatkan dyestuff yang memiliki daya adsorbsi lebih cepat.
3. Low foaming
Sifat low foaming dibutuhkan agar tidak terbentuk terlalu banyak busa selama
proses dyeing berlangsung, karena jika foam terbentuk terlalu banyak dapat
mengganggu proses dyeing yang terjadi
4. Scouring effect
Yang dimaksud dengan scouring effect adalah agent dapat melakukan
pembersihan impurities yang ada pada kain.
5. Wash off
Hampir mirip dengan scouring effect, sifat wash off pada agent berfungsi untuk
membersihkan kotoran pada kain ketika dyeing dilakukan.
6. Daya penetrasi
Dispersing-leveling agent harus bisa memberikan efek penetrasi agar dyestuff
dapat masuk kedalam pori-pori atau serat kain dengan lebih mudah.
Warna basic: merah, kuning, biru
Kecepatan warna: merah – kuning – biru
Syarat terlihatnya warna:
1. Cahaya
2. Benda: menyerap warna lain kemudian memantulkan cahaya dengan panjang
gelombang tertentu dan masuk ke mata yang kemudian menjadi warna.
3. Indra penglihatan
Transmittance: pengukuran warna larutan
Reflectance: pengukuran warna pada permukaan benda
Identifikasi Warna: Spektrofotometer
L: lightness, semakin tinggi semakin terang
a: red/green coordinate (+) merah, (-) hijau)
b: yellow/blue coordinate (+) kuning, (-) biru
semakin kecil delta E maka semakin kecil perbedaan warna (color change) yg dihasilkan,
menunjukkan prses dyeing semakin bagus.
H: hue, shading
C: brightness