Anda di halaman 1dari 8

Pengendalian Penyakit Gumboro (Infectius Bursal Disease) Melalui Vaksinasi

Gumboro Pada Ayam Petelur Oleh PT. Medion Ardhika Bhakti Cab. Sidrap

Muhamad Dimas Eko Wicaksono


dimaseko97@gmail.com

Abstrak
Dalam esai ini,penulis mengemukakan pengendalian penyakit

gumboro (Infectius Bursal Disease) melalui vaksinasi gumboro pada

ayam petelur oleh PT. Medion Ardhika Bhakti di Sidrap. Pada daerah

endemik penyakit unggas berbahaya, menjadi faktor penghambat,

pembatas dan penghancur industri unggas. Pencegahan penyakit pada

ternak unggas lebih di utamakan di banding pengobatan, karena biaya

pencegahan relatif lebih murah dari pada biaya pengobatan. Walaupun

pencegahan penyakit ini di Indonesia telah dilakukan, namun masih ada

beberapa wilayah yang masih belum bebas dari penyakit hewan

menular. Upaya pencegahan penyakit- penyakit ini perlu ditingkatkan

dengan cara melakukan vaksinasi serta upaya pengobatan pada hewan

secara tepat (Suprijatna dkk, 2005).

Gumboro atau Infectious Bursal Disease (IBD) adalah penyakit

viral pada ayam yang selama puluhan tahun memberikan kerugian yang

cukup serius bagi industri perunggasan. Mencegahnya, berarti berupaya

1
menjaga keberhasilan usaha budidaya unggas. Penyakit Gumboro atau

yang disebut juga Infectious Bursal Disease (IBD), disebabkan oleh

kelompok virus RNA rantai ganda dari familia Birnaviridae. Gumboro

berasal dari nama daerah tempat penyakit ini pertama kali ditemukan

yakni di desa Gumboro, Delaware, Amerika Serikat yang dilaporkan oleh

Cosgrove tahun 1962.

Selain manajemen bio security yang baik, vaksinasi yang tepat

menjadi poin penting selanjutnya yang ikut menentukan keberhasilan

pengendalian kasus Gumboro. Vaksinasi sangat penting dilakukan

mengingat penyakit yang disebabkan oleh virus sampai saat ini belum

ada obatnya.

Kegiatan dalam magang ini antara lain proses persiapan yaitu

memastikan vaksinasi gumboro tepat sesuai jadwal dan tidak telat.

Umumnya vaksinasi gumboro pada ayam layer dilakukan pada fase

starter (ayam umur 0-8 Minggu) mengingat serangan penyakit biasanya

di bawah umur 8 Minggu (R&D Medion). Sementara ayam petelur

dewasa jarang yang terserang IBD.

Selanjutnya setelah memastikan vaksinasi IBD tepat jadwal yaitu

mengambil vaksin di kantor atau poultry shop mitra sesuai ayam yang

akan divaksin dan larutan dapar untuk melarutkan vaksin jika diberikan

2
melalui tetes mulut/hidung. Sediaan vaksin yang tersedia ada 1000 dosis

untuk ayam 1000 ekor dan 500 dosis untuk ayam 500 ekor.

Penanganan dan penyimpanan vaksin menjadi langkah yang tak

kalah penting dalam proses vaksinasi. Dalam penanganan dan

penyimpanannya harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur

mengingat jenis vaksin yang aktif dan berbentuk kering beku, yaitu

vaksin harus disimpan pada suhu 2-8°C dan dibawa ke kandang dengan

marina cooler atau termos es berisi es batu. Saat vaksin akan

digunakan, suhu larutan vaksin harus mendekati suhu tubuh ayam 41°C.

Sehingga dengan dilarutkan dengan larutan dapar, suhu larutan vaksin

telah mendekati suhu tubuh ayam dan bisa digunakan.

Perlu diingat kembali bahwa vaksinasi hanya dapat dilakukan pada

ayam yang sehat. Apabila vaksinasi dilakukan pada ayam sakit,

terutama penyakit Gumboro yang menyerang organ kekebalan penghasil

antibodi, maka akan menyebabkan respon kekebalan hasil vaksinasi

tidak akan optimal dan tingkat stres juga makin tinggi.

Pada dasarnya ada beberapa teknik vaksinasi yang dapat

dilakukan,tergantung jenis vaksin apa yang digunakan dan umur ayam

yang divaksin. Untuk vaksin yang berjenis aktif/sediaan kering beku

dapat diberikan via air minum(umur ayam yang divaksin >10 hari) dan

3
tetes mulut/hidung(semua umur). Untuk vaksin inaktif yang biasanya

berbentuk emulsi dapat diberikan dengan suntik subcutan/suntik

dibawah kulit leher untuk anak ayam.

Pemberian melalui air minum dilakukan jika ayam sudah berumur

10 hari. Selain itu, pemberian vaksin bisa diberikan paling lambat 2

minggu sebelum umur serangan sesuai sejarah kasus Gumboro. Namun

untuk memperoleh tingkat kekebalan yang optimal sebaiknya masing-

masing ayam mendapatkan 1 dosis penuh sehingga lebih baik diberikan

melalui tetes mulut.

Sebelum melakukan vaksinasi,pertama yang dilakukan yaitu

melarutkan vaksin kedalam larutan dapar. Isi larutan dapar dalam vial

vaksin sekitar separuh dan kocok vaksin perlahan membentuk angka 8

sebanyak 10 kali. Usahakan agar larutan tidak berbusa. Setelah itu

vaksin siap dimasukkan ke dalam botol larutan dapar dan kocok lagi

untuk mendapatkan vaksin yang homogen.

Saat pemakaian vaksin aktif seperti vaksin Gumboro, hal yang

perlu diperhatikan adalah virus vaksin harus segera menemukan sel

inang (masuk ke dalam tubuh ayam) terutama setelah dilarutkan, karena

mikroorganisme di dalam vaksin hanya dilemahkan. Oleh karena itu,

vaksin harus habis terkonsumsi dalam waktu 2 jam.

4
Setelah vaksin sudah siap ,maka langkah selanjutnya menyekat.

Menyekat adalah membagi 2 tempat atau mengosongi salah satu

berguna untuk memisahkan ayam yang telah divaksin dan yang belum

divaksin.

Metode vaksinasi yang digunakan yaitu tetes mulut/cekok. Hal ini

disebabkan karena pemberian vaksin melalui cekok terbukti dapat

memperoleh tingkat kekebalan yang optimal dan lebih akurat karena kita

sendiri yang memberikan vaksin daripada vaksin air minum yang tidak

dapat terkontrol masuknya vaksin ke dalam tubuh ternak. Ambil 3

sampai 4 ekor ayam, lalu sedikit cekik leher ayam agar mulut ayam

dapat terbuka dan masukkan satu dosis/satu tetes per ekor. Usahakan

vaksin masuk semua kedalam mulut ternak.

Setelah semua ayam tervaksin, maka hal yang perlu dilakukan

selanjutnya penanganan pasca vaksinasi. Penanganan post vaksinasi

dapat dimulai dengan tidak membuang bekas botol vaksin

sembarangan. Semprot botol bekas vaksin dengan desinfektan dan

bakar agar tidak ada virus yang tersebar. Ayam yang telah divaksin

diberikan multivitamin dan immunostimulan untuk menjaga kekebalan

tubuh dan meminimalir gejala stress akibat perlakuan vaksinasi.

5
Pengendalian penyakit terutama dalam hal ini gumboro/IBD tidak

bisa hanya mengandalkan vaksin saja. Faktanya ada beberapa kasus di

peternakan yang sudah vaksin gumboro tetapi bibit penyakit tetap

menyerang dan menimbulkan kerugian materiil yang besar,mengingat

tingkat kematian karena infeksi ini pada kasus yang parah bisa

mencapai 60%.

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa untuk mengendalikan penyakit

gumboro harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

keberhasilan vaksinasi terhadap peternak.

Keberhasilan vaksinasi dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu Materi,

Metode, Manusia, Mileu yang disingkat dengan 4M :

• Materi

Materi terdiri dari dua aspek yaitu: vaksin dan ayam. Kualitas

vaksin yang dipakai harus baik serta ayam harus dalam kondisi

sehat dan tidak stres. Vaksinasi yang dilakukan pada ayam sakit

akan menghasilkan titer yang kurang optimal.

• Metode

Dalam penyusunan program vaksinasi, hal hal yang perlu

dipertimbangkan antara lain jenis penyakit yang menyerang, umur

6
serangan penyakit dan vaksin yang akan digunakan agar

terciptanya kekebalan/antibodi selalu berada di level protektif pada

tubuh ayam. Selain itu, teknik vaksinasi meliputi penanganan

vaksin dari suhu penyimpanan, cara pemberian vaksin dan

penanganan setelah vaksinasi dilakukan merupakan salah satu

titik kritis penentu keberhasilan vaksinasi. Vaksin harus diberikan

sesuai dengan anjuran pemakaian yang tertera pada kemasan,

tiap ayam harus mendapatkan dosis yang sama untuk mendapat

hasil vaksinasi yang optimal.

• Manusia

Keterampilan dan pengetahuan sumber daya manusia akan

berdampak pada keberhasilan vaksinasi.

• Mileu

Mileu atau lingkungan, terutama biosecurity dan kualitas air sangat

berpengaruh terhadap kondisi kesehatan ayam. Biosecurity

berperan mengurangi populasi bibit penyakit yang ada di lapangan.

Kualitas air berperan penting terutama saat pemberian vaksinasi

dilakukan via air minum.

7
Referensi

Lilis, C.(2019).Strategi Efektif Cegah Gumboro Sejak Dini.


Sumber rujukan https://medion.co.id/id/strategi-efektif-cegah-
gumboro-sejak-dini/ ,diakses pada 24 Maret 2021
Jahja dan Retno. (1993). Petunjuk Mendiagnosa Penyakit Ayam.
Medion. Bandung Rasyaf. M. 1994. Beternak Ayam Petelur.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Ditjennak, (2014). Manual Penyakit Unggas. Direktorat Kesehatan
Hewan Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan
Kementrian Pertanian. Hal 56
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, R. Kartasudjana. (2005). Ilmu Dasar
Tenak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai