Laporan Kasus Myelitis Transversa - Shelin Amanda P
Laporan Kasus Myelitis Transversa - Shelin Amanda P
Myelitis Transversa
Oleh:
NIM. 2130912320079
Pembimbing:
dr. Steven, M.Si, Med, Sp.S
DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
November, 2022
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 3
BAB IV PEMBAHASAN 42
BAB V PENUTUP 46
DAFTAR PUSTAKA 47
ii
3
BAB I
PENDAHULUAN
proses inflamasi. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau
antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Istilah transverse menunjukan
Penyebab pasti dari myelitis transversa belum ditemukan akan tetapi dapat
terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri,
jamur, maupun parasit. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non-infeksi
atau melalui jalur inflamasi. Myelitis trasnversa sering terjadi setelah infeksi atau
setelah vaksinasi dan dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak,
penyakit lyme. Faktor etiologi lain yang dikaitkan dengan kejadian myelitis
Myelitis transversa lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi pada
anak-anak didapatkan 20% dari kasus. Meskipun laki-laki lebih cenderung untuk
terkena myelitis transversa (rasio pria: wanita 1,1-1,6: 1), dominan perempuan
terlihat di antara remaja di daerah seperti di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan
4
data yang diperoleh dari rekam medik RSUD A Wahab Sjahranie Samarinda
dengan diagnosis suspek myelitis transversa yang dirawat di ruang Seruni pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
proses inflamasi. Serangan inflamasi pada medulla spinalis dapat merusak atau
antara saraf pada medulla spinalis dan tubuh. Istilah transverse menunjukan
B. Epidemiologi
Myelitis transversa lebih sering terjadi pada orang dewasa, tetapi pada anak-
anak didapatkan 20% dari kasus. Meskipun laki-laki lebih cenderung untuk
terkena myelitis transversa (rasio pria: wanita 1,1-1,6: 1), dominan perempuan
terlihat di antara remaja di daerah seperti di Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan
mielitis transversa idiopatik berkisar dari 1,3 hingga 8 kasus per sejuta penduduk
setiap tahun. Walaupun penyakit ini dapat muncul pada semua usia, namun
puncaknya terjadi pada usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Insidensi meningkat
antara lain:5,6
1. Idiopatik
6
a) Infeksi primer:
virus, HIV
schistosomiasis
b) Post-infeksi: influenza
3. Pasca traumatik
2. Menurut onset:
D. Faktor resiko
Saat ini tidak ada risiko keturunan atau faktor genetik yang telah
E. Patofisiologi
Hingga saat ini, para peneliti belum bisa menentukan secara pasti
mekanisme sistem imun baik pada viral atau bakteri tampaknya berperan penting
dalam menyebabkan kerusakan saraf spinal. Molekuler mimikri dari viral dapat
serum dan CSF yang sangat tinggi. Antibodi yang bersirkulasi dapat membentuk
kompleks imun yang mengendap di area fokus sumsum tulang belakang. Suatu
mekanisme diusulkan pada pasien dengan MT berulang dan titer HbSAg tinggi,
dalam serum dan CSF selama fase akut dan hilangnya kompleks ini setelah
Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi tubuh
sendiri yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin
medulla spinalis.
spinalis (kelainan yang merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti
sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan nutrisi ke
darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke
oksigen atau iskemik. sel dan serabut saraf mulai mengalami perburukan secara
F. Manifestasi Klinis
1. Gejala sensorik:
2. Gejala motorik:
dan kaki sedangkan myelitis transversa setingkat torakal dan lumbar tidak
3. Gejala otonom:
perjalanan penyakit terjadi retensi urin serta gangguan pasase usus dan
yang terlibat.
G. Diagnosis
medis, tinjauan sistem medis, sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan
fisik secara umum dapat memberikan petunjuk saat itu terhadap kemungkinan
10
riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan pada tubuh seperti paresis pada
kedua tungkai yang terjadi secara progesif dalam beberapa minggu. Kelainan
fungsi sensorik berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang, lalu perasaan
kebas atau seperti terbakar yang terjadi secara mendadak pada tangan maupun
kaki. Lalu kelainan fungsi otonom seperti retensi urin, urinary urgency maupun
defisit motorik berupa kelemahan pada kaki dan tangan serta adanya perubahan
M,dkk:11
1. Terdapat defisit sensorik dan motorik bilateral (tidak harus simetris) dan
didiagnosis. Kombinasi kelemahan pada kaki dan gangguan sensasi yang tidak
biasa adalah gejala umum dari masalah di sumsum tulang belakang apapun
pembuluh darah yang tidak normal, stroke, atau tumor. Diagnosis myelitis
transversa tergantung pada riwayat medis pasien, pemeriksaan fisik, MRI, pungsi
kuat dan gelombang radio. Ini berbeda dengan X-ray karena menghasilkan
2. Pungsi Lumbar
dipertimbangkan.13
3. Tes serologi
Selain neuroimaging dari spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes
seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan mikoplasma, dan
karena infeksi atau imunisasi juga dapat memicu serangan myelitis. Jika
indikasi
indikasi
14
NMO-IgG
penyebab lain.
H. Tatalaksana
1. Kortikosteroid
selama 3 - 5 hari secara intravena. Adapun untuk dosis anak yaitu 20-30
dengan pemberian prednison oral mulai dari 1-2 mg/kg/hari dan tappering
2. Plasma Exchange
15
Perawatan ini tidak cocok untuk semua pasien. Beberapa zat yang
ditemukan dalam plasma (cairan tak berwarna dalam darah kita). Tujuan
pertukaran plasma ini adalah untuk menghilangkan zat-zat ini dari darah.
mesin yang memisahkan sel-sel darah dari plasma. Sel-sel darah kemudian
dikembalikan ke dalam tubuh dengan plasma baru atau cairan yang setara.
Sangat mungkin bahwa pertukaran plasma akan terjadi lebih dari tiga
3. Immunoglobulin
dibuat oleh sistem kekebalan tubuh dan diambil dari donor yang sehat
I. Komplikasi
pada medula spinalis servikalis atas. Evaluasi respirasi secara regular harus
dilakukan selama masa observasi. Imobilisasi yang terjadi akibat adanya defisit
Umumnya, manifestasi klinis dari trombosis vena dalam adalah edema pada
J. Prognosis
sebagian yang terjadi dalam 3 bulan pertama setelah serangan. Bagi sebagian
orang, pemulihan dapat berlanjut hingga 2 tahun. Namun jika tidak ada perbaikan
dapat ditemukan.15
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Umur : 35 tahun
Agama : Kristen
Pekerjaan : Guru TK
No. RM : 01-51-66-71
B. Anmnesis
namun keluhan bertambah berat hingga tidak dapat digerakkan. Keluhan ini
disertai mati rasa dari umbilicus-ujung jari kaki. Sebelum pasien mengeluhkan
mati rasa, tidak ada keluhan kesemutan maupun kebas yang dirasakan pasien. Saat
berada di RSUD Ulin, pasien mengeluhkan rasa panas yang seperti berada di
dalam kedua kaki pasien.
pasien
• TBC (-)
Pasien makan semua makanan, tidak dibatasi. Sering makan gorengan dan
1. Keadaan Umum
TD : 100/60 mmHg
Respirasi : 18 x/menit
Suhu : 36.4oC
2. Kepala/Leher
3. Thorax
4. Ekstremitas
Penyerapan : Baik
Kemauan : Baik
Psikomotor : Aktif
21
E. Neurologis
1. Kesan Umum
GCS : E4V5M6
Pembicaraan :
Afasia :
Kepala :
Besar : normal
Muka :
2. Pemeriksaan Khusus
Kernig : (-/-)
Laseque : (-/-)
Bruzinski I : (-/-)
Bruzinski II : (-/-)
Bruzinski IV : (-/-)
Tengah Tengah
Eksopthalmus : - -
Ptosis : - -
Pupil
Lebar 2 mm 2 mm
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
I. N. OftalmicusNormal Normal
5) N. Facialis
Kanan Kiri
Waktu Diam
Waktu Gerak
5) N. Vestibulokoklearis
Vestibuler
Nistagmus : (-)
Cochlearis
25
Bagian Motorik :
Suara :+
Menelan :+
Bagian Sensorik:
7) N. Accesorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu + +
8) N. Hypoglossus
Artikulasi : Jelas
c. Sistem Motorik
Kekuatan Otot
Istirahat : normal
Lengan (Kanan/Kiri)
M. Deltoid : 5/5
M. Biceps : 5/5
M. Triceps : 5/5
Tungkai (Kanan/Kiri)
Besar Otot :
Atrofi : -/-
Pseudohipertrofi :-
Palpasi Otot :
Nyeri :-
Kontraktur :-
Konsistensi : Normal
Tonus Otot :
Lengan Tungkai
Hipotoni - - - -
Spastik - - - -
Rigid - - - -
Rebound - - - -
Gerakan Involunter
Chorea : -/-
28
Athetose : -/-
Balismus : -/-
Fasikulasi : -/-
Myokimia : -/-
Koordinasi :
d. Sistem Sensorik
Kanan/kiri
Rasa Eksteroseptik
bawah)
Rasa Proprioseptik
bawah)
bawah)
29
bawah)
Rasa Enteroseptik
e. Fungsi luhur
f. Refleks-refleks
Refleks kulit
perut
Refleks Patologis :
Tungkai
Gordon : -/-
Lengan
Hoffmann-Tromner : -/-
Salivasi : normal
g. Columna Vertebralis
Kelainan Lokal
2. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
31
Banjarmasin)
HEMATOLOGI
MCV,MCH,MCHC
HITUNG JENIS
KIMIA
DIABETES
32
GINJAL
ELEKTROLIT
IMUNO-SEROLOGI
INFEKSI LAIN
LIMPHOCYT SUBSET
hipokalsemia, HIV/AIDS
Interpretasi:
34
3. DIAGNOSIS
4. TATALAKSANA
November 2022)
• PO Fluconazole 2x50mg
• PO Gabapentin 3x100mg
5. PROGNOSIS
6. FOLLOW-UP
S O A P
- Paraplegi Kesadaran:Compos mentis Diagnosis Klinis: - IVFD NS 0,9% 20
inferior GCS: E4-V5-M6 Paraplegi inferior tpm
- Stomatitis TD: 110/60 mmHg - Inj.
HR: 120 x/menit Diagnosis Topis: Methylprednisolone
RR: 20 x/menit Segmen myelum 3x125mg
Suhu: 36,4 oC Th 5-10
- Inj. Ranitidin 2x50mg
SpO2: 99% room air
Diagnosis - Inj. Ceftriaxone 2x1
Pemeriksaan fisik Etiologi: gr
Susp. Myelitis - PO. Fluconazole
- - 2x50mg
Rh - - transversa dd
- - spondilitis tb - PO. Gabapentin
3x100mg
Wh - -
- Daftar MRI
- - - Transfusi PRC 2 kolf
- -
Suara jantung S1 S2
tunggal
Rangsang meningeal : (-)
- N.I : Penghidu +
- N.II : Reflek pupil (+/+)
- N.III : (+/+)
- N.IV : (+/+)
- N.V : Refleks kornea
( +/+)
- N.VI : (+/+)
- N.VII : Parese wajah (-)
- N.VIII : Pendengaran (+)
- N.IX, X: Refleks
muntah (+), refleks
menelan (+)
- N.XI : Tpz (+/+), scm
(+/+)
- N.XII : Deviasi lidah
(-)
RCL: + | +
RCTL: +|+
36
Isokor: 2 mm | 2 mm
Reflex Fisiologis
BPR +2 | +2 KPR +2 | +2
TPR +2 | +2 APR +2 | +2
Refleks patologis
Babinski: - / -
Chaddock: -/ -
Hofman: - / -
Tromner: - / -
Gordon: -/-
Schaeffer: -/-
M = 5/5
0/0
G = B/B
T/T
S + +
- -
T Eu Eu
Eu Eu
A
- -
- -
S O A P
- Paraplegi Kesadaran:Compos mentis Diagnosis Klinis: - IVFD NS 0,9% 20
inferior GCS: E4-V5-M6 Paraplegi inferior tpm
- Sariawan TD: 120/90 mmHg - Inj.
HR: 82 x/menit Diagnosis Topis: Methylprednisolone
RR: 20 x/menit Segmen myelum 3x125mg
Suhu: 36,9 oC Th 5-10
- Inj. Ranitidin 2x50mg
SpO2: 99% room air
Diagnosis - Inj. Ceftriaxone 2x1
Pemeriksaan fisik Etiologi: gr
Susp. Myelitis - PO. Fluconazole
- - 2x50mg
Rh - - transversa
- - - PO. Gabapentin
3x100mg
37
Wh - - - PO Pyridoxine
- - 1x10mg
- - - Dulcolac tab 1x1
Suara jantung S1 S2
tunggal
Rangsang meningeal : (-)
- N.I : Penghidu +
- N.II : Reflek pupil (+/+)
- N.III : (+/+)
- N.IV : (+/+)
- N.V : Refleks kornea
( +/+)
- N.VI : (+/+)
- N.VII : Parese wajah (-)
- N.VIII : Pendengaran (+)
- N.IX, X: Refleks
muntah (+), refleks
menelan (+)
- N.XI : Tpz (+/+), scm
(+/+)
- N.XII : Deviasi lidah
(-)
RCL: + | +
RCTL: +|+
Isokor: 2 mm | 2 mm
Reflex Fisiologis
BPR +2 | +2 KPR +2 | +2
TPR +2 | +2 APR +2 | +2
Refleks patologis
Babinski: - / -
Chaddock: -/ -
Hofman: - / -
Tromner: - / -
Gordon: -/-
Schaeffer: -/-
M = 5/5
0/0
G = B/B
T/T
S + +
38
- -
T Eu Eu
Eu Eu
A
- -
- -
S O A P
- Paraplegi Kesadaran:Compos mentis Diagnosis Klinis: - IVFD NS 0,9% 20
inferior GCS: E4-V5-M6 Paraplegi inferior tpm
- Sariawan TD: 110/70 mmHg - Inj.
HR: 89 x/menit Diagnosis Topis: Methylprednisolone
RR: 22 x/menit Segmen myelum 3x125mg
Suhu: 36,8 oC Th 5-10
- Inj. Ranitidin 2x50mg
SpO2: 98% room air
Diagnosis - Inj. Ceftriaxone 2x1
Pemeriksaan fisik Etiologi: gr
Susp. Myelitis - PO. Fluconazole
- - 2x50mg
Rh - - transversa
- - - PO. Gabapentin
3x100mg
Wh - -
- PO Pyridoxine
- - 1x10mg
- - - Dulcolac tab 1x1
Suara jantung S1 S2
tunggal
Rangsang meningeal : (-)
- N.I : Penghidu +
- N.II : Reflek pupil (+/+)
- N.III : (+/+)
- N.IV : (+/+)
- N.V : Refleks kornea
( +/+)
- N.VI : (+/+)
- N.VII : Parese wajah (-)
- N.VIII : Pendengaran (+)
- N.IX, X: Refleks
muntah (+), refleks
menelan (+)
- N.XI : Tpz (+/+), scm
(+/+)
- N.XII : Deviasi lidah
39
(-)
RCL: + | +
RCTL: +|+
Isokor: 2 mm | 2 mm
Reflex Fisiologis
BPR +2 | +2 KPR +2 | +2
TPR +2 | +2 APR +2 | +2
Refleks patologis
Babinski: - / -
Chaddock: -/ -
Hofman: - / -
Tromner: - / -
Gordon: -/-
Schaeffer: -/-
M = 5/5
0/0
G = B/B
T/T
S + +
- -
T Eu Eu
Eu Eu
A
- -
- -
S O A P
- Paraplegi Kesadaran:Compos mentis Diagnosis Klinis: - IVFD NS 0,9% 20
inferior GCS: E4-V5-M6 Paraplegi inferior tpm
- Sariawan TD: 110/70 mmHg - Inj.
HR: 89 x/menit Diagnosis Topis: Methylprednisolone
RR: 20 x/menit Segmen myelum 3x125mg
Suhu: 36,8 oC Th 5-7
- Inj. Ranitidin 2x50mg
SpO2: 99% room air
40
RCL: + | +
RCTL: +|+
Isokor: 2 mm | 2 mm
Reflex Fisiologis
BPR +2 | +2 KPR +2 | +2
TPR +2 | +2 APR +2 | +2
Refleks patologis
Babinski: - / -
Chaddock: -/ -
Hofman: - / -
Tromner: - / -
Gordon: -/-
Schaeffer: -/-
M = 5/5
0/0
41
G = B/B
T/T
S + +
- -
T Eu Eu
Eu Eu
A
- -
- -
42
BAB IV
PEMBAHASAN
utama kelemahan kedua ekstremitas bawah serta mati rasa. Awalnya pasien
merasakan BAK yang keluar terus-menerus tanpa bisa ditahan, saat hendak ke
kamar mandi pasien merasakan kelemahan hingga terjatuh 2 kali. Setelah itu
kemudian keluhan bertambah hingga kedua kaki pasien tidak dapat digerakkan
sama sekali dan menjadi mati rasa. Berdasarkan teori, gejala myelitis transversa
paraparesis yang berkembang pesat, yang dapat melibatkan ekstremitas atas yang
berbentuk flaksid pada awalnya dan diikuti oleh spastisitas. Umumnya, ada
keterlibatan sensorik dengan gejala berupa nyeri, disestesia, dan parestesia pada
segmen yang terlibat. Disfungsi saraf otonom pada myelitis transversa termasuk
aktif berhubungan seksual serta riwayat suntik putih di klinik abal-abal sekitar 10
pemeriksaan HIV kembali pada pasien dan didapatkan hasil reaktif. Berdasarkan
teori, HIV menyebabkan cedera tulang belakang secara tidak langsung melalui
43
modulasi imun, degenerasi, dan atau terkait dengan infeksi serta neoplasma.
Seperti halnya ensefalitis, karakteristik myelitis yang berkaitan dengan HIV yaitu
adanya multinucleated giant cells, astrosit reaktif, dan deteksi dari antigen HIV
jelas, hal ini disebabkan dari adanya disregulasi sistem imun dan proinflamatori
pada sistem saraf pusat. Virus HIV diketahui masuk ke SSP pertama kali dengan
co-reseptor.17
adanya deformitas di vertebra thorakalis 5 berupa fraktur kompresi. Hal ini tidak
otonom terjadi mendadak dan kelemahan itulah yang membuat pasien terjatuh.
Sehingga kemungkinan fraktur kompresi yang terjadi adalah sebagai hasil dari
kelemahan yang dialami pasien. Selain itu, CT Scan thorakal yang dilakukan tidak
dapat menilai medulla spinalis sehingga harus dilakukan MRI untuk memastikan
normal salin bertujuan untuk menjaga euvolemi. Standar perawatan dan terapi lini
Seharusnya tidak ada penundaan pengobatan sambil menunggu hasil tes lebih
lebih lanjut pada sumsum tulang belakang akibat pembengkakan. Selama fase
44
akut, ini dapat menyebabkan pemulihan lebih cepat dan lebih sedikit kecacatan,
deksametason selama 3 sampai 5 hari. Durasi terapi lebih lanjut harus diarahkan
seiring dengan perkembangan kasus klinis.16,17 Seperti pada pasien ini diberikan
lambung. Efek penurun asam ranitidin lebih menonjol untuk sekresi asam basal
dan nokturnal daripada sekresi asam yang distimulasi oleh makanan. Efek tidak
mengobati infeksi oportunistik dan infeksi yang sudah ada. Antibotik kadang
bersamaan dengan produk obat lain dapat mengakibatkan interaksi obat yang
Vitamin B6 atau piridoksin adalah vitamin yang larut dalam air yang
suplemen. Pyridoxal 5 'phosphate (PLP) adalah bentuk koenzim aktif dan ukuran
45
paling umum dari kadar darah B6 dalam tubuh. PLP adalah koenzim yang
membantu lebih dari 100 enzim untuk melakukan berbagai fungsi, termasuk
spastisitas, dan telah terbukti memiliki efek antikonvulsan yang kuat. Awalnya
disetujui hanya untuk digunakan pada kejang parsial, namun saat ini menunjukkan
nosisepsi yang diinduksi oleh formalin dan karagenan, dan memberikan efek
penghambatan yang kuat pada model nyeri neuropatik dari hiperalgesia mekanis
untuk mengobati gejala simtomatik berupa sariawan dan sembelit yang diderita
pasien. Flukonazol juga berfungsi sebagai obat anti jamur yang terkait dengan
penggunaan kortikosteroid dan antibakteri spektrum luas serta pada infeksi HIV.22
BAB V
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus dengan nama Nn. A usia 35 tahun dengan
keluhan utama kelemahan pada kedua ekstremitas bawah yang progresif, disertai
adanya penurunan sensoris berupa mati rasa dan disertai gangguan otonom berupa
Tatalaksana pada pasien yang telah diberikan adalah IVFD NS 0,9% 20 tpm,
Inj. ranitidin 2x50mg, Inj. Metilprednisolon 3x125mg, Inj. Ceftriaxone 2x1 gr,
Dulcolac tab 1x1. Pasien dirawat selama 6 hari sejak tanggal 7-12 November 2022
di Ruang Seruni. Pasien BLPL tanggal 12 November 2022 dan telah mendapatkan
46
DAFTAR PUSTAKA
46
11. Frohman EM, Wingerchuk DM. Transverse Myelitis. The new england
journal of medicine. 2010; 363:564-72.
12. Simon RP, Aminoff MJ, Greenberg DA. Clinical Neurology. Ed 10. USA:
McGraw-Hill Education;2018. p. 241-2
13. Young V, Quaghebeur G. Transverse MyelitisandNeuromyelitis Optica
Spectrum Disorders. Seminars in Ultrasound CT and MRI. 2017:384-95.
14. Theroux LM, Brenton JN. Acute Transverse and Flaccid Myelitis in Children.
Curr Treat Options Neural. 2019; 21:64.
15. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Transverse Myelitis
Fact Sheet. Available from: https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-
Caregiver-Education/Fact-Sheets/Transverse-Myelitis-Fact-Sheet
16. Simone CG, Emmady PD. Transverse Myelitis. [Updated 2022 Aug 8]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559302/
17. Levin NS, Lyons LJ. HIV and Spinal Cord Disease. Handbook of Clinical
Neurology. 2018;213-15.
18. Morgan KA, Ahlawat R. Ranitidine. [Updated 2021 Dec 16]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532989/
19. Faiela C, Sevene E. Antibiotic prescription for HIV-positive patients in
primary health care in Mozambique: A cross-sectional study. S Afr J Infect
Dis. 2022 Feb 28;37(1):340. doi: 10.4102/sajid.v37i1.340. PMID: 35284563;
PMCID: PMC8905412.
20. Vitamin B6. The Nutrition Source. 2019. Available from:
https://www.hsph.harvard.edu/nutritionsource/vitamin-b6/
21. Rose, M.A. and Kam, P.C.A. (2002), Gabapentin: pharmacology and its use in
pain management. Anaesthesia, 57: 451-462. https://doi.org/10.1046/j.0003-
2409.2001.02399.
22. Infeksi Jamur: Pio Nas. Depan. Available from:
https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-12-telinga-hidung-dan-tenggorok/123-obat-
yang-bekerja-pada-tenggorok/1232-antiinfeksi-0
46
46