Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH CEDERA

Model Domino Heinrich, Model Haddon, Dan Instrumen JSA

(Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Kelas C)

Dosen Pengampu :

Yunus Ariyanto S.KM., M.Kes

Disusun oleh Kelompok 6

Ahmad Ali Mansur 212110101104

Nyuwandari Ardelia W 212110101118

Aditya Nur Kumala Dewi 212110101123

Farah Amiratun Nisa’ F 212110101138

Elshinta Susanthika J 212110101140

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2023
BAB I
TEORI DOMINO HEINRICH

A. Definisi Teori Domino Heinrich


Teori Domino Heinrich merupakan salah satu teori tentang penyebab
kecelakaan kerja. Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi
merupakan rantai sebab-akibat yang saling berhubungan. Sesuai namanya, teori ini
diilustrasikan sebagai kartu domino yang saling berdiri berdekatan dimana ketika
salah satunya jatuh maka akan menjatuhkan kartu domino di depannya (Harsden,
2022). Kartu domino yang berdiri inilah merupakan faktor-faktor penyebab
kecelakaan kerja antara lain ancestry and social environment atau keturuanan
lingkungan sosial, fault of person atau kesalahan manusia (kecerobohan), unsafe act
and condition atau tindakan tidak aman dan kondisi berbahaya, accident atau
kecelakaan, serta injury atau cidera (Othman et al., 2018).

Heinrich kemudian mengkaji sejumlah besar data asuransi kecelakaan kerja


untuk melanjutkan teorinya. Disana dia menemukan bahwa presentase faktor
kecelakaan terbesar yakni sekitar 80% dari total kasus kecelakaan yang terjadi
diakibatkan oleh jatuhnya domino ketiga atau faktor tindakan dan kondisi (Unggul,
2018). Oleh karena itu, Heinrich berasumsi bahwa domino ketiga merupakan prioritas
untuk segera diangkat agar tidak menjatuhkan domino selanjutnya yang berujung
pada kecelakaan dan cidera.
B. Sejarah Teori Domino Heinrich
Herbert W. Heinrich merupakan salah satu orang yang merintis penelitian
terkait keselamatan kerja. Dia merupakan asisten inspektur dari divisi inspeksi dan
teknik Travelers Insurance Co. Hartford dan merupakan seorang dosen Keselamatan
Kerja di Universitas New York. Heinrich melakukan pendekatan ilmiah dengan
menganalisis data kecelakaan dari perusahaan asuransi. Dia kemudian
mengemukakan sebuah teori dengan nama teori Domino yang dipublikasikan melalui
bukunya yang berjudul “Industrial Accident Prevention: A Scientific Approach”.
Dalam perkembangannya, banyak orang yang mengkritik dan menyatakan
kelemahan dari teori ini antara lain terlalu berfokus pada kesalahan atau kecerobohan
manusia, kurang mempertimbangkan kegagalan manejemen, dan merupakan
pendekatan single yang dalam realitanya kecelakaan kerja disebabkan oleh banyak
faktor (Unggul, 2018). Teori ini kemudian dikembangkan oleh Frank E. Bird Peterson
dengan upaya menutupi kelemahan-kelemahan dari teori Heinrich. Salah satu bentuk
perubahan yang dikemukakan oleh Frank adalah dengan menambahkan domino ke-
enam yakni Biaya.
C. Komponen Teori Domino
Teori Domino Heinrich mengemukakan bahwa kecelakaan kerja merupakan
suatu peristiwa yang berasal dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan.
Deretan domino menggambarkan rangkaian penyebab yang mengawali terjadinya
kecelakaan yang menyebabkan cidera atau kerusakan. Apabila satu domino jatuh
maka akan menimpa domino yang lain hingga pada domino akhir yang menandakan
terjadinya kecelakaan. Apabila salah satu domino yang menjadi penyebab kecelakaan
dihilangkan, maka tidak akan terjadi kecelakaan. Adapun faktor penyebab kecelakaan
kerja menurut H. W. Heinrich adalah social environtment and ancestry, fault of
person, Unsafe act mechanical or physical hazard, accident, dan injury (Amelita,
2019).
1. Social Environment and Ancestry
Mengarah pada watak atau kepribadian seseorang. Beberapa sifat sepeti
kecerobohan, keserakahan, dan tempramen buruk berasal dari warisan atau
kebiasaan lingkungan sosial. Kebiasaan tersebut berupa pengendalian managemen
yang kurang, standar kerja yang minim, dan perlengkapan kerja yang gagal atau
tempat kerja yang tidak mencukupi. Dimana hal-hal tersebut dapat berkontribusi
pada kesalahan seseorang. Sebagai contoh orang yang sulit untuk diajak bekerja
sama dan menaati aturan cenderung berasaldari lingkungan yang memiliki
kebiasaan lingkungan sosial yang cukup buruk. Dampaknya, hal tersebut mampu
memicu munculnya kecelakaan kerja yang berakibat pada cidera.
2. Fault of Person
Beberapa perilaku atau sifat yang dapat memicu kecelakaan kerja seperti
ketidaktahuan, kecerobohan, dan tempramen buruk bisa menjadi bawaan.
Kesalahan manusia mampu menjadi penyebab kecelakaan kerja yang fatal. Hal ini
dikarenakan manusia berkontribusi terhadap tindakan tidak aman dan kondisi
tidak aman. Kesalahan manusia biasanya diakibatkan oleh minimnya keterampilan
dan pengetahuan, permasalahan fisik ataupun mental, perhatian yang kurang
terhadap keselamatan diri motivasi yang minim atau salah penempatan
3. Unsafe act mechanical or physical hazard
Perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman merupakan faktor yang paling
signifikan mampu menyebabkan kecelakaan kerja. Perilaku tidak aman dan
kondisi tidak aman dapat memicu terjadinya kecelakaan kerja yang mampu
berakibat pada cidera. Dalam teori domino, mengangkat kartu ini merupakan
langkah paling efisien untuk mencegah kecelakaan kerja yang mengakibatkan
cidera. Perilaku tiak aman meliputi tidak mematuhi metode kerja yang telah
disetujui, mengambil jalan pintas, dan menyingkirkan atau tidak mengenakan
perlengkapan keselamatan kerja. Kondisi tidak aman meliputi tempat kerja yang
licin, alat kerja yang tidak layak pakai, dan alat kerja yang tidak sesuai standar
SNI.
4. Accident
Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak diiginkan yang terjadi dan
menyebabkan cidera. Kecelakaan kerja terjadi akibat adanya perilaku tidak aman
dan kondisi tidak aman. Kecelakaan kerja dapat dicegah atau diminimalisir
dengan memperhatikan kondisi tidak aman dan perilaku tidak aman.
5. Injury
Merupakan bagian akhir dari semua rangkaian kecelakaan yang di hadapi oleh
pekerja lapangan. Cidera dapat berupa kerusakan pada tubuh seseorang baik patah
tulang biasa hingga cacat. Dampak cidera bagi pekerja seperti sakit dan
penderitaan, kehilangan pendapatan, dan kehilangan kualitas hidup. Dampak
cidera bagi majikan seperti kerusakan pabrik,pembayaran kompensasi, kerugian
produksi, kemungkinan proses pengadilan
D. Uraian Kerja Atau Penerapan Domino
Cidera muncul sebagai akibat dari terjadinya suatu kecelakaan kerja yang
muncul karena berbagai faktor. Berdasarkan Teori Domino Heinrich, faktor kelalaian
manusia menjadi faktor utama terjadinya kecelakaan kerja, yaitu sebesar 88%, sebesar
10% kecelakaan kerja diakibatkan oleh faktor ketidaklayakan property (kondisi tidak
aman), serta sisanya yaitu sebesar 2% kecelakaan kerja disebabkan oleh takdir Tuhan
(Fajar Ramadhan & Wiyogo, 2020). Merujuk pada komponen domino, cidera berawal
dari lingkungan sosial yang buruk seperti pengendalian managemen yang kurang,
standar kerja yang minim, dan perlengkapan kerja yang gagal atau tempat kerja yang
tidak mencukupi yang mana hal-hal tersebut mampu menyebabkan kesalahan pada
orang karena sifat ceroboh yang muncul akibat terbiasa di lingkungan sosial yang
buruk. Sifat ceroboh mampu menyebabkan kondisi tidak aman dan juga pengaru
faktor lain seperti kondisi tidak aman yang mana dapat menyebabkan kecelakaan
kerja sehingga berakibat pada cidera.
Berdasarkan teori domino, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan di lapangan
merupakan suatu proses yang saling berkesinambungan. Maknanya, apabila satu
prosedur tidak berjalan semestinya tentunya akan berdampak pada prosedur lainnya.
Teori domino dapat digunakan untuk mengatasi suatu kecelakaan kerja dengan
meniadakan beberapa tindakan yang menyebabkan ketidakamanan yang berpotensi
menjadi faktor-faktor penyebab kecelakaan. Sebagai contoh untuk mengetahui akurasi
penilaian yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan di lapangan,
dibutuhkan tim inspeksi untuk melihat langsung keadaan di lapangan dan melakukan
penilaian terhadap kondisi tersebut. Penilaian yang dilakukan oleh tim inspeksi akan
mengacu pada 5 komponen teori domino. Sehingga, untuk mengatasi agar tidak
terjadi kecelakaan selanjutnya, perlu dilakukan penghapusan pada kartu selanjutnya
(basic cause of accident) sehingga kecelakaan yang mungkin saja terjadi dapat
ditanggulangi.
BAB II
TEORI MODEL HADDON

A. Definisi
Matrik Haddon adalah suatu paradigma/ model/ skema yang umum digunakan
dibidang pencegahan cedera/ kerugian. Matrik ini dikembangkan oleh William
Haddon pada tahun 1970, memperlihatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan
atribut pribadi/ personal dalam masalah kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia,
vektor atau atribut agen/ perantara (yang membawa energi) dalam hal ini adalah
faktor kendaraan dan atribut lingkungan/ tempat dalam hal ini faktor jalan dan
lingkungan, pada tahap/ fase tahap sebelum, tahap saat kejadian (kecelakaan) dan
tahap setelah kejadian yaitu tahap cedera atau kematian
Matrik Haddon menggabungkan epidemiologi/ faktor segitiga host, agent dan
enviroment (tuan rumah, agen, lingkungan) yang berinteraksi saling mempengaruhi
dan tingkat pencegahan pada setiap tahap. Kombinasi/ penggabungan ini dapat
memberi cara untuk merencanakan intervensi dan strategi pencegahan cedera pada
suatu tahapan kejadian dengan mengisi kotak-kotak kosong 12 yang merupakan
potongan antar dua elemen dengan faktor risiko atau potensi strategi intervensi.
Dengan memanfaatkan kerangka keterhubungan di atas dapat dipikirkan, dievaluasi
dan dirancang suatu tindakan intervensi pada faktor-faktor penting penyebab
kecelakaan yang terlibat. Selanjutnya dengan memahami faktor-faktor penyebab
kecelakaan: manusia, kendaraan serta jalan dan lingkungan, Haddon membuat suatu
matrik tentang upaya peningkatan keselamatan jalan dengan melihat fase/ tahapan
waktu proses sebelum, saat kejadian dan sesudah kejadian kecelakaan. Matrik Haddon
digunakan untuk melakukan analisa faktor penyebab, tindakan pencegahan pada fase/
saat tertentu
Haddon dalam Notoatmodjo, S. (2007) menyatakan berbeda dengan teori
sebelumnya, Haddon pada tahun 1967 memperkenalkan Model Perubahan Energi
(Energy Exchange Model) yang menjelaskan bahwa bahaya tidak digambarkan
sebagai objek, melainkan dalam bentuk perubahan energi yang menyebabkan cidera.
Model perubahan energi ini dapat kita lihat dalam contoh cidera berikut:
a. Cidera tingkat 1, disebabkan oleh pengiriman energi yang berlebihan yang
menyebabkan cidera pada sebagian atau seluruh tubuh. Bentuk energi yang
dikirim berupa: mekanik, listrik, panas dan kimia.
b. Cidera tingkat 2, disebabkan oleh gangguan terhadap ambang batas perubahan
energi seluruh tubuh atau normal. Bentuk perubahan energi dapat diganggu oleh
penggunaan oksigen, radiasi ion, dan keseimbangan suhu (Musriady, 2020).
B. Sejarah
Dari 50 tahun pertama motorisasi di Unites States, Australia, dan Eropa.
Upaya penanganan cedera belum busi dilaksanakan secara efektif. Hal ini tertunda
berberapa dekade disebabkan upaya preventif cedera terhambat sebab kurangnya
ilmuwan yang terlatih menyebabkan penanganan cedera tidak berjalan dengan baik
(Bocage et al., 2020). Kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian yang bersifat
jarang, acak/tidak bisa diprediksi dan disebabkan oleh banyak faktor dimana secara
keseluruhan hal tersebut mempengaruhi dan menyebabkan suatu kecerobohan atau
kesalahan dalam mengoperasionalkan kendaraan secara ideal dan faktor manusia
selaku operatornya diatas jalan dan lingkungan. Semua faktor tersebur merefleksikan
bagaimana kemampuan manusia selaku operator untuk bersinergi dengan kendaraan,
jalan dan lingkungannya. Haddon Matrix adalah matrik yang digunakan dalam
melihat faktorfaktor penyebab suatu kecelakaan lalu lintas yang dibagi kedalam
pembagian waktu. Haddon Matrix adalah suatu paradigma umum digunakan dibidang
pencegahan kerugian kecelakaan. Matrix ini dikembangkan oleh William Haddon
pada tahun 1970, memperlihatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan atribut
personal dalam masalah kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia, vector atau
atribut agen yang membawa perubahan dalam hal ini adalah faktor kendaraan dan
atribut lingkungan dalam hal ini faktor jalan dan lingkungan, pada tahap sebelum,
tahap saat kejadian dan tahap setelah kejadian yaitu tahap cedera atau kematian (Doza
et al., 2023).
C. Komponen
Kecelakaan memiliki tiga faktor penyebab utama berdasarkan Haddon’s
Matrix yakni faktor manusia, kendaraan, dan lingkungan yang terbagi dalam tiga
tahap pra, saat, dan pasca-kecelakaan. Faktor dalam tahap pra-kecelakaan guna
mencegah terjadinya kecelakaan, faktor dalam tahap saat kecelakaan guna
pencegahan cedera, dan faktor dalam tahap pasca-kecelakaan guna mempertahankan
hidup. Pengetahuan, penggunaan jalur dan kecepatan berkendara merupakan
komponen faktor perilaku yang tergolong faktor manusia tahap pra-kecelakaan dalam
Haddon’s Matrix (TUASIKAL, 2020)
Dasar teori kecelakaan lalu lintas terdapat pada model Matriks Haddon yang
merupakan suatu model konseptual yang mengaplikasikan prinsip-prinsip kesehatan
masyarakat untuk masalah kecelakaan lalu lintas. Konsep ini dikembangkan oleh Dr
William Haddon Jr lebih dari 35 tahun yang lalu. Model matriks haddon ini membagi
penyebab kecelakaan lalu lintas dalam tiga faktor, yaitu: manusia, kendaraan, dan
lingkungan. William haddon mengembangkan konsep dimana faktor-faktor tersebut
berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu. Penerapan permodelan kecelakaan
lalu lintas dibagi menjadi tiga fase waktu, yaitu sebelum kecelakaan (pre-crash), saat
kecelakaan (crash), dan setelah kecelakaan (post-crash). Konsep inilah yang
digunakan untuk menilai cedera. Matriks ini terbagi atas baris dan kolom, dimana
variabel dari kolom terdiri dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas. Sedangkan variabel baris terdiri dari tahapan-tahapan waktu terjadinya
kecelakaan yang berfungsi untuk menentukan model pencegahan kecelakaan pada
setiap tahapan kejadian.

D. Uraian kerja tiap komponen pada model hingga menghasilkan cedera


Alur pikir yang dipergunakan untuk mengisi sel/ kotak matrik dalam melakukan
analisa adalah sebagai berikut :
Tahap Pra Kecelakaan/ Pre event untuk faktor manusia :
1. Mencegah faktor manusia, kendaraan dan jalan jadi penyebab.
2. Mencegah faktor manusia, kendaraan dan jalan menimbulkan sebab.
3. Memisahkan faktor manusia, kendaraan.
4. Memberikan pencegahan faktor manusia oleh manusia.

Tahap Saat Kecelakaan/ Event untuk faktor kendaraan :

1. Meminimalkan jumlah manusia dan kendaraan yang terpapar kecelakaan.


2. Kendaraan dapat meminimalkan jenis, bentuk dan akibat kerusakan.
3. Kendaraan dapat mengurangi akibat kerusakan pada manusia.
4. Meningkatkan ketahanan manusia saat mengalami kecelakaan

Tahap Setelah Kecelakaan/ Post Event untuk faktor jalan dan lingkungan :

1. Fasilitas pebyelamatan pada jalan.


2. Fasilitas prioritas bagi kendaraan keselamatan (ambulan, pemadam kebakaran)

Dengan matriks Haddon, maka terhadap fokus faktor manusia dapat dianalisa
tindakan dan upaya pencegahan yang efektif untuk menurunkan akibat kecelakaan seperti
contoh sebagai berikut di bawah ini :

1. Tabel Matrik Haddon yang Terkait dengan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
2. Tabel Matrik terkait faktor manusia dengan upaya pencegahan terhadap kecelakaan

3. Tabel matrik terkait faktor kendaraan dan peralatan dengan upaya pencegahan
4. Tabel matrik terkait Faktor jalan dan lingkungan dengan upaya pencegahan (KPUPR,
2016).

BAB III
INSTRUMEN JSA

A. Denifisi
Job Safety Analysis atau JSA merupakan teknik manajemen keselamatan yang
berhubungan pada identifikasi dan pengendalian bahaya terkait rangkaian pekerjaan
yang hendak dilakukan baik antara pekerja, tugas atau pekerjaan, peralatan beserta
lingkungan kerjanya. JSA dapat berbentuk lembaran kertas berisi daftar pekerjaan,
bahaya dan cara pengendaliannya. JSA menjadi sebuah alat penting untuk membantu
pekerja melakukan pekerjaan secara aman dan efisien sehingga pekerja terhindar dari
kecelakaan kerja dan kerusakan alat (Biantoro et al., 2019). Tujuan dari adanya Job
Safety Analysis adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap aktivitas
pekerjaan sehingga pekerja mampu mengenali bahaya tersebut sebelum terjadi
kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Balili & Yuamita, 2022). Selain adanya tujuan,
JSA juga memiliki manfaat antara lain (Rijanto, 2011) :
1. Memberikan pelatihan tentang prosedur yang aman dan tepat guna;
2. Membuat pekerja terikat dengan keselamatan;
3. Menginstruksikan pekerja baru
4. Memberi instruksi pra kerja pada pekerjaan berisiko tinggi;
5. Mempersiapkan pengamatan keselamatan terencana;
6. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan;
7. Memungkinkan pengembangan pada metoda kerja.
B. Sejarah
Awal JSA berkembang dari praktik manajemen ilmiah Job Analysis (JA).
Penulis first safety yang menggunakan istilah Job Safety Analysis menulis tentang JA.
Kaitan keselamatan dengan manajemen ilmiah dinyatakan secara eksplisit dalam
subjudul Heinrich’s Industrial Accident Prevention: A Scientific Approach.
Manajemen ilmiah berawal dari usulan Frederick Taylor untuk meningkatkan
metode penetapan upah. Proses ini terdiri dari “analisis pekerjaan secara keseluruhan
ke dalam gerakan dasar manusia dan mesin”. Lillian Gilbreth pada tahun 1914
mengatakan bahwa standardisasi metode kerja menghasilkan manfaat keselamatan.
Proses JSA mendahului penggunaan istilah Heinrich. Pada tahun 1930 seorang
insinyur keselamatan dari General Electric menulis bahwa “analisis pekerjaan harus
mengeluarkan bahaya operasi” sehingga prosedur standar dapat ditetapkan. Majalah
NSC tahun 1927 menerbitkan “Job Analysis for Safety” yang menjelaskan proses
pengelompokan operasi, membuat daftar bahaya terkait dan mengadopsi metode
standar untuk operator trem. Maka, operator transportasi mungkin menjadi posisi
pertama yang diterapkan JSA. Tanggung jawab dari kecelakaan angkutan massal dan
keyakinan bahwa kecelakaan dikaitkan secara tidak proporsional dengan beberapa
operator, menyebabkan psikolog mencurahkan perhatian luas pada posisi operator di
tahun 1920-an. Seorang sejarawan keselamatan mengamati bahwa “analisis pekerjaan
digunakan untuk memunculkan risiko seperti yang digunakan untuk meningkatkan
hasil” dan “juga digunakan untuk menyesuaikan pekerja dengan tugasnya”.
Selama beberapa dekade setelah Heinrich, terminologi yang digunakan pada
bidang ini membingungkan karena para profesional keselamatan membahas manfaat
keselamatan JA dan proses pengembangan JSA secara bersamaan. Contoh kasus
terakhir datang dari pengawas industri baja dimana analisis pekerjaan, adalah salah
satu yang membutuhkan banyak waktu dan usaha karena harus meneliti dengan
cermat dari setiap bahaya. Kemudian perlu memutuskan cara terbaik untuk
menghilangkannya atau meminimalkan kemungkinan cederanya. JA memiliki arti
sebelumnya untuk JSA karena manfaat keselamatan dari JA seperti menekankan
elemen procedural dalam hal menetapkan “metode yang paling disetujui” dan
“meletakkan praktik yang aman” (Glenn, 2011).

C. Komponen
JSA diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan baik daftar pekerjaan,
jumlah pekerja, lokasi atau lingkungan kerja. Oleh karena perlu mengetahui
komponen-komponen apa saja untuk menganalisa potensi bahaya melalui penilaian
risiko. Komponen-komponen pada JSA yang perlu diperhatikan seperti (Balili &
Yuamita, 2022) :
1. Analisis Potensi Bahaya dan Cedera
Menganalisis potensi cedera dalam JSA diperlukan untuk mengetahui, mengenal,
dan memperkirakan sejauh mana bahaya dan jenis cedera apa yang telah terjadi.
Cedera yang bisa terjadi seperti terjepit, tersengat, bising, melepuh, terbentur,
terbakar, tergelincir dan sebagainya.
2. Konsekuensi
Konsekuensi merupakan akibat dari cedera yang ditimbulkan. Konsekuensi dapat
berupa dari hal terkecil seperti luka gores hingga menimbulkan cacat permanen
dan kematian.
3. Risk Matrix
Matriks dipakai dalam penilaian risiko untuk menentukan tingkatan risiko dengan
memperhitungkan peluang atau kebolehjadian terhadap keparahan atau dampak.
Contoh risk matrix JSA sebagai berikut :

Maksud S, L, RK pada matriks yakni S (Severity = keparahan), L


(Likelihood = Kemungkinan), RK/RR (Risk Rating = Tingkat Risiko). Angka 1,
2, 3, 4, dan 5 menunjukkan tingkat keparahannya dimana angka 1 tidak ada
cedera, angka 2 memerlukan perawatan P2K3, angka 3 memerlukan perawatan
medis, angka 4 cedera yang mengakibatkan cacat/hilang fungsi tubuh secara total,
angka 5 menyebabkan kematian. Abjad ABCDE menunjukkan kemungkinan hal-
hal dapat terjadi dimana huruf A (Almost = Sangat Sering), huruf B (Likely =
Sering), huruf C (Moderate = Sedang), huruf D (Unlikely = Jarang), huruf E (Rate
= Sangat Jarang). Abjad EHML seberapa besar risiko yang ditimbulkan dimana
huruf E (Extremely = Sangat Berisiko), huruf H (High = Berisiko Besar), huruf M
(Medium = Risiko Sedang), huruf L (Low = Rendah).
4. Pengendalian yang Ada dan Saran
Pengendalian merupakan tindakan yang disarankan atau dianjurkan untuk
dilakukan dalam mengendalikan bahaya seperti pemakaian APD.
D. Cara Penggunaan Metode/Instrumen
JSA adalah metode yang sangat penting dalam manajemen risiko karena dapat
membantu pekerja untuk melakukan pekerjaannya secara aman dan efisien serta
melindungi peralatan kerja dari kerusakan. Melalui pelaksanaan JSA yang
komprehensif dapat berdampak juga pada berkurangnya jumlah cedera dan PAK,
berkurangnya absen pekerja, rendahnya biaya kompensasi pekerja dan dapat
meningkatkan produktivitas. Tahapan dalam menggunakan metode Job Safety
Analysis (JSA) adalah (Ardinal, 2020);
1. Pemilihan pekerjaan
2. Penentuan urutan dan langkah-langkah pekerjaan
3. Menganalisa bahaya untuk setiap langkah pekerjaan
4. Menentukan Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian untuk setiap potensi
bahaya yang ada

Langkah 1 – Pemilihan pekerjaan yang akan dianalisis

Hampir semua jenis pekerjaan membutuhkan JSA. Namun, ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam menentukan prioritas pekerjaan yang harus dianalisa
terlebih dahulu (Ardinal, 2020). Pemilihan pekerjaan yang akan dianalisa
keselamatan kerja dapat dilakukan dengan mengunjungi tempat kerja dan melihat
potensi bahaya dan risiko yang mungkin ada terkait dengan pekerjaan tersebut.
Prioritas dalam pemilihan pekerjaan yang akan dilakukan Analisa Keselamatan Kerja
adalah sebagai berikut:

1. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan sering dilakukan.


2. Pekerjaan yang memiliki risiko tinggi dan jarang dilakukan.
3. Pekerjaan yang pernah terjadi beberapa kali kecelakaan.
4. Pekerjaan yang pernah terjadi near miss atau kejadian hampir celaka.
5. Pekerjaan yang memiliki potensi risiko sedang dan sering dilakukan.

Selain faktor diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih pekerjaan
adalah cakupan dan jumlah langkah dalam melakukan pekerjaan. Pekerjaan yang
memiliki cakupan terlalu luas dan langkah-langkah yang terlalu kompleks dapat
dipecah menjadi beberapa pekerjaan dengan langkah dan ruang lingkup yang lebih
sederhana. Sama halnya dengan pekerjaan yang terlalu sederhana dan hanya memiliki
beberapa langkah saja dapat dipertimbangkan untuk digabungkan menjadi satu
pekerjaan yang lebih besar dengan beberapa langkah kerja yang sesuai.

Langkah 2 – Menentukan langkah-langkah pekerjaan

Setelah menemukan pekerjaan yang akan dianalisis, kemudian pekerjaan


tersebut perlu dibagi menjadi beberapa potong langkah-langkah pekerjaan. Biasanya
untuk suatu jenis pekerjaan memiliki langkah pekerjaan sekitar enam hingga sepuluh
langkah saja dan maksimum lima belas langkah. Bila suatu pekerjaan yang akan
dianalisa memiliki lebih dari lima belas langkah, dapat membagi pekerjaan tersebut
menjadi dua pekerjaan yang masing-masing memiliki beberapa langkah kerja saja.
Menentukan langkah-langkah pekerjaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan
lapangan saat pekerja sedang melakukan pekerjaan, selain itu dapat dibantu juga
dengan pengambilan foto dan video agar penentuan langkah Langkah akan lebih tepat
dan akurat, pengamatan dilakukan dari awal pekerja melakukan pekerjaan hingga
menyelesaikan pekerjaan agar tidak ada langkah kerja yang luput dari pengamatan.
Berikut ini pedoman dalam menuliskan angkah-langkah pekerjaan:

1. Tuliskan langkah kerja menggunakan kalimat yang ringkas, jelas dan mudah
dimengerti.
2. Gunakan kata kerja dalam memulai setiap awal langkah kerja seperti; mengambil
peralatan kerja, menurunkan beban, mengangkat beban,…. dan sebagainya
3. Tidak menggabungkan dua atau lebih langkah kerja dalam satu langkah kerja.
4. Pastikan urutan langkah kerja sudah sesuai dari awal sampai akhir.

Langkah 3 – Menganalisa bahaya untuk setiap pekerjaan


Setelah menentukan langkah-langkah, tahapan selanjutnya adalah
mengidentifikasikan kemungkinan bahaya dalam setiap langkah kerja, dalam tahapan
ini ketelitian dan kejelian dari tim Analisis Keselamatan Kerja sangat diperlukan agar
dapat menentukan bahaya yang mungkin timbul dan dampak yang dapat ditimbulkan.
Untuk menganalisa bahaya yang mungkin muncul pada setiap langkah kerja dapat
dilakukan pengamatan lapangan untuk pekerjaan yang dilakukan. Pengamatan dapat
didukung dengan penggunaan kamera foto dan juga video agar dapat dilihat dan
ditayangkan kembali untuk mengidentifikasi hal-hal yang luput dari penglihatan.
Identifikasi bahaya menjadi bagian paling penting dalam pelaksanaan JSA. Berikut
beberapa hal yang dapat pertimbangkan saat mengidentifikasi bahaya:
1. Penyebab kecelakaan kerja sebelumnya (jika ada)
2. Pekerjaan lain yang berada di dekat area kerja
3. Regulasi atau peraturan terkait pekerjaan yang hendak dilakukan
4. Instruksi produsen dalam mengoperasikan peralatan kerja.
Selain itu, Supervisor juga dapat mengajukan sejumlah pertanyaan kepada
pekerja untuk mengidentifikasi bahaya terkait langkah pekerjaan yang dilakukan.
Contoh pertanyaan seperti:
1. Apakah ada potensi bahaya terjepit atau anggota tubuh yang terperangkap saat
bekerja menggunakan mesin atau alat bergerak/ berputar?
2. Apakah peralatan yang digunakan berpotensi menimbulkan bahaya?
3. Apakah ada potensi bahaya terpeleset, tersandung dan terjatuh?

Pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan kondisi dan bahaya yang
berpotensi muncul terkait dengan lingkungan kerja dan langkah-langkah pekerjaan.
Pekerja yang sedang bekerja di tempat tersebut, harus memberikan saran dan
pendapat terkait proses identifikasi bahaya. Terdapat banyak potensi bahaya yang
dapat muncul dari suatu pekerjaan walaupun pekerjaan yang dilakukan sederhana,
bahaya yang mungkin timbul diantaranya adalah;

1. Terpeleset, tersandung dan terjatuh dari ketinggian


2. Terjepit atau terputar oleh mesin atau peralatan yang bekerja atau berputar
3. Kejatuhan atau tertimpa peralatan, mesin atau beban berupa material lainnya.
4. Terbentur atau terpukul peralatan atau benda lainnya
5. Kontak dengan listrik, dapat menyebabkan sengatan listrik, terbakar,
kebakaran atau ledakan, dan sebagainya

Dalam melakukan identifikasi bahaya, penting untuk mengamati dan


menganalisa keadaan-keadaan sebagai berikut:

1. Mesin, peralatan dan perkakas kerja yang digunakan harus memiliki proteksi
kemanan dan harus terpasang dan berfungsi dengan baik.
2. Jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan. Informasi
ini dapat diperoleh dari label dan Safety Data Sheet (SDS) atau Lembar Data
Keselamatan Bahan (LDKB). Informasi seperti ini juga dapat diperoleh dari
Chemical Handbook yang berisi tentang sifat kimia dan fisika dari suatu
bahan kimia (Chemical and physical properties).
3. Lokasi dan lingkungan kerja, termasuk dalam hal ini apakah pekerjaan
dilakukan di ketinggian, keadaan cuaca, sirkulasi udara.

Langkah 4 – Menentukan Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian


untuk setiap potensi bahaya yang ada
Hierarki kontrol atau pengendalian bahaya adalah sebuah alat yang umum
digunakan untuk mengembangkan tindakan pengendalian bahaya yang terkait dengan
pekerjaan. Terdapat lima hierarti pengendalian bahaya di tempat kerja , di antaranya:
(NIOSH, 2018)

1. Eliminasi − menghilangkan atau meminimalkan bahaya


2. Substitusi − mengganti  alat, mesin, atau bahan lain yang berbahaya menjadi
kurang berbahaya
3. Rekayasa teknik − melakukan isolasi, memasang sistem ventilasi tambahan,
modifikasi alat, mesin atau tempat kerja jadi lebih aman
4. Pengendalian administratif – prosedur, aturan, pelatihan, durasi kerja, rambu
K3, poster K3, label, dll.
5. Alat pelindung diri (APD).

E. Contoh Formulir JSA yang Dapat Digunakan dan Petunjuk Pengisian Formulir
Contoh Formulir JSA
Petunjuk Pengisian Formulir

1. Nama Pekerjaan, Tuliskan nama atau judul pekerjaan yang akan dilakukan
Analisa Keselamatan Kerja seperti “Mengganti Pintu Mobil”.
2. Tanggal, Tuliskan tanggal dilakukan Analisa Keselamatan Kerja seperti “05
2320”
3. Baru, Berikan tanda silang pada kotak yang disediakan bila ini merupakan
Analisa Keselamatan Kerja yang pertama kali dilakukan.
4. Revisi, Berikan tanda silang pada kotak yang disediakan bila ini merupakan revisi
terhadap Analisa Keselamatan Kerja yang sudah ada.
5. Jabatan, Tuliskan jabatan orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
dituliskan pada butir 1 seperti “Pengemudi”
6. Tim, Tuliskan nama-nama anggota yang terlibat dalam pembuatan Analisa
Keselamatan Kerja.
7. Diperiksa oleh, Tuliskan nama anggota yang memeriksa dan memastikan hasil
Analisa Keselamatan Kerja ini.
8. Supervisor, Tuliskan nama supervisor dari orang yang melakukan pekerjaan
sebagaimana dituliskan pada butir 1.
9. Departemen, Tuliskan nama departemen/bagian yang membawahi pekerjaan
sebagaimana dituliskan pada butir 1 seperti “Transportasi”
10. Disetujui oleh, Tuliskan nama anggota yang menyetujui hasil Analisa
Keselamatan Kerja setelah diperiksa.
11. Divisi, Tuliskan nama divisi yang membawahi departemen sebagaimana
dituliskan pada butir 7 seperti “Logistic”
12. Unit Bisnis, Tuliskan nama unit bisnis yang membawahi pekerjaan sebagaimana
dituliskan pada butir 8 seperti “Indonesia Business Unit”
13. Alat pelindung diri yang dipersyaratan, Tulis semua alat pelindung diri yang
dipersyaratkan untuk melakukan pekerjaan yang dituliskan pada butir 1.
Pengisian dapat dilakukan setelah menyelesaikan lamgkah kerja, bahaya dan
usulan. Alat pelindung diri yang disarankan pada butir 16 dirangkumkan dalam
butir 13, seperti sepatu keselamatan, sarung tangan keselamatan, dan sebagainya.
14. Langkah kerja, Tuliskan langkah-langkah pekerjaan sebagaimana yang dituliskan
pada butir 1 dengan jelas dan ringkas sesuai dengan urutannya. Jumlah langkah
kerja sesuai dengan ketentuan yaitu antara 6 sampai 10 langkah atau maksimum
15 langkah.
15. Bahaya, Tuliskan semua bahaya dan potensi bahaya yang ada untuk setiap
langkah kerja seperti tangan terkilir, dan sebagainya.
16. Rekomendasi/Solusi, Tuliskan usulan/solusi untuk menghilangkan semua bahaya
atau melakukan pencegahan kecelakaan yang mungkin terjadi sesuai dengan
hirarki dalam pengendalian bahaya dan risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Amelita, R. (2019). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja
Bagian Pengelasan Di Pt. Johan Santosa. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(1), 36.
Ardinal, Y. (2020). JOB SAFETY ANALISIS. Rhuekamp Indonesia.
Balili, S. S. C., & Yuamita, F. (2022). Analisis Pengendalian Risiko Kecelakaan Kerja
Bagian Mekanik Pada Proyek PLTU Ampana (2x3 MW) Menggunakan Metode Job
Safety Analysis (JSA). Jurnal Teknologi Dan Manajemen Industri Terapan, 1(2), 61–
69. https://doi.org/https://doi.org/10.55826/tmit.v1iII.14
Biantoro, A. W., Kholil, M., & Pranoto, H. (2019). Sistem dan Manajemen K3 (I). Mitra
Wacana Media.
Bocage, C., Mashalla, Y., Motshome, P., Fane, O., Masilo-Nkhoma, L., Mathiba, O., Mautle,
E., Kuiperij, B., Mmusi, T., Holmes, J. H., Tam, V., Barg, F. K., & Wiebe, D. J. (2020).
Applying the Haddon matrix conceptual model to guide motor vehicle crash injury
research and prevention in Botswana. African Journal of Emergency Medicine,
10(December 2019), S38–S43. https://doi.org/10.1016/j.afjem.2020.04.006
Doza, S., Bovbjerg, V., Case, S., Vaughan, A., & Kincl, L. (2023). Utilizing Haddon matrix
to assess nonfatal commercial fishing injury factors in Oregon and Washington. Injury
Epidemiology, 10(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s40621-023-00428-7
Fajar Ramadhan, R., & Wiyogo. (2020). Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Pada Praktikum Proses Produksi. Steam Engineering, 1(2), 64–70.
https://doi.org/10.37304/jptm.v1i2.565
Glenn, D. D. (2011). Job Safety Analysis : Its Role Today. Professional Safety, 56(3), 48–57.
Harsden, E. (2022). Model Domino Penyebab Kecelakaan Heinrich. Https://Risk-
Engineering.Org/.
KPUPR. (2016). Pengenalan Rekayasa Keselamatan Jalan. Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia, 2, 1–80.
Musriady. (2020). Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di Kamar Mesin Pada Kapal MT.
Pink Diamond. Celebes Engineering Journal, 2(2), 1–9.
NIOSH. (2018). Current Intelligence Bulletin : NIOSH Practices in Occupational Risk
Assessment External Review Draft. https://doi.org/10.26616/NIOSHPUB2020106re-
vised032020
Othman, I., Majid, R., Mohamad, H., Shafiq, N., & Napiah, M. (2018). Variety of Accident
Causes in Construction Industry. MATEC Web of Conferences, 203.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201820302006
Rijanto, B. B. (2011). Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri (I). Mitra Wacana
Media.
TUASIKAL, H. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Pada
Pengendara Ojek Online Di Kota Ambon. 1–70.
Unggul, U. E. S. A. (2018). Pengertian dan konsep dasar incidents and accidents analysis. 3.

Anda mungkin juga menyukai