Paper Cedera FIXX PRINT
Paper Cedera FIXX PRINT
(Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular Kelas C)
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS JEMBER
2023
BAB 1
TEORI DOMINO HEINRICH
A. Definisi Teori Domino Heinrich
Teori Domino Heinrich merupakan salah satu teori tentang penyebab
kecelakaan kerja. Teori ini menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi merupakan
rantai sebab-akibat yang saling berhubungan. Sesuai namanya, teori ini diilustrasikan
sebagai kartu domino yang saling berdiri berdekatan dimana ketika salah satunya jatuh
maka akan menjatuhkan kartu domino di depannya (Harsden, 2022). Kartu domino
yang berdiri inilah merupakan faktor-faktor penyebab kecelakaan kerja antara lain
ancestry and social environment atau keturuanan lingkungan sosial, fault of person atau
kesalahan manusia (kecerobohan), unsafe act and condition atau tindakan tidak aman
dan kondisi berbahaya, accident atau kecelakaan, serta injury atau cidera (Othman et
al., 2018).
A. Definisi
Matrik Haddon adalah suatu paradigma/ model/ skema yang umum digunakan
dibidang pencegahan cedera/ kerugian. Matrik ini dikembangkan oleh William Haddon
pada tahun 1970, memperlihatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan atribut
pribadi/ personal dalam masalah kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia, vektor
atau atribut agen/ perantara (yang membawa energi) dalam hal ini adalah faktor
kendaraan dan atribut lingkungan/ tempat dalam hal ini faktor jalan dan lingkungan,
pada tahap/ fase tahap sebelum, tahap saat kejadian (kecelakaan) dan tahap setelah
kejadian yaitu tahap cedera atau kematian
Matrik Haddon menggabungkan epidemiologi/ faktor segitiga host, agent dan
enviroment (tuan rumah, agen, lingkungan) yang berinteraksi saling mempengaruhi dan
tingkat pencegahan pada setiap tahap. Kombinasi/ penggabungan ini dapat memberi
cara untuk merencanakan intervensi dan strategi pencegahan cedera pada suatu tahapan
kejadian dengan mengisi kotak-kotak kosong 12 yang merupakan potongan antar dua
elemen dengan faktor risiko atau potensi strategi intervensi. Dengan memanfaatkan
kerangka keterhubungan di atas dapat dipikirkan, dievaluasi dan dirancang suatu
tindakan intervensi pada faktor-faktor penting penyebab kecelakaan yang terlibat.
Selanjutnya dengan memahami faktor-faktor penyebab kecelakaan: manusia,
kendaraan serta jalan dan lingkungan, Haddon membuat suatu matrik tentang upaya
peningkatan keselamatan jalan dengan melihat fase/ tahapan waktu proses sebelum,
saat kejadian dan sesudah kejadian kecelakaan. Matrik Haddon digunakan untuk
melakukan analisa faktor penyebab, tindakan pencegahan pada fase/ saat tertentu
Haddon dalam Notoatmodjo, S. (2007) menyatakan berbeda dengan teori
sebelumnya, Haddon pada tahun 1967 memperkenalkan Model Perubahan Energi
(Energy Exchange Model) yang menjelaskan bahwa bahaya tidak digambarkan sebagai
objek, melainkan dalam bentuk perubahan energi yang menyebabkan cidera. Model
perubahan energi ini dapat kita lihat dalam contoh cidera berikut:
a. Cidera tingkat 1, disebabkan oleh pengiriman energi yang berlebihan yang
menyebabkan cidera pada sebagian atau seluruh tubuh. Bentuk energi yang dikirim
berupa: mekanik, listrik, panas dan kimia.
b. Cidera tingkat 2, disebabkan oleh gangguan terhadap ambang batas perubahan
energi seluruh tubuh atau normal. Bentuk perubahan energi dapat diganggu oleh
penggunaan oksigen, radiasi ion, dan keseimbangan suhu (Musriady, 2020).
B. Sejarah
Dari 50 tahun pertama motorisasi di Unites States, Australia, dan Eropa. Upaya
penanganan cedera belum busi dilaksanakan secara efektif. Hal ini tertunda berberapa
dekade disebabkan upaya preventif cedera terhambat sebab kurangnya ilmuwan yang
terlatih menyebabkan penanganan cedera tidak berjalan dengan baik (Bocage et al.,
2020). Kecelakaan lalu lintas adalah suatu kejadian yang bersifat jarang, acak/tidak bisa
diprediksi dan disebabkan oleh banyak faktor dimana secara keseluruhan hal tersebut
mempengaruhi dan menyebabkan suatu kecerobohan atau kesalahan dalam
mengoperasionalkan kendaraan secara ideal dan faktor manusia selaku operatornya
diatas jalan dan lingkungan. Semua faktor tersebur merefleksikan bagaimana
kemampuan manusia selaku operator untuk bersinergi dengan kendaraan, jalan dan
lingkungannya. Haddon Matrix adalah matrik yang digunakan dalam melihat
faktorfaktor penyebab suatu kecelakaan lalu lintas yang dibagi kedalam pembagian
waktu. Haddon Matrix adalah suatu paradigma umum digunakan dibidang pencegahan
kerugian kecelakaan. Matrix ini dikembangkan oleh William Haddon pada tahun 1970,
memperlihatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan atribut personal dalam
masalah kecelakaan lalu lintas adalah faktor manusia, vector atau atribut agen yang
membawa perubahan dalam hal ini adalah faktor kendaraan dan atribut lingkungan
dalam hal ini faktor jalan dan lingkungan, pada tahap sebelum, tahap saat kejadian dan
tahap setelah kejadian yaitu tahap cedera atau kematian (Doza et al., 2023).
C. Komponen
Kecelakaan memiliki tiga faktor penyebab utama berdasarkan Haddon’s Matrix
yakni faktor manusia, kendaraan, dan lingkungan yang terbagi dalam tiga tahap pra,
saat, dan pasca-kecelakaan. Faktor dalam tahap pra-kecelakaan guna mencegah
terjadinya kecelakaan, faktor dalam tahap saat kecelakaan guna pencegahan cedera, dan
faktor dalam tahap pasca-kecelakaan guna mempertahankan hidup. Pengetahuan,
penggunaan jalur dan kecepatan berkendara merupakan komponen faktor perilaku yang
tergolong faktor manusia tahap pra-kecelakaan dalam Haddon’s Matrix (TUASIKAL,
2020)
Dasar teori kecelakaan lalu lintas terdapat pada model Matriks Haddon yang
merupakan suatu model konseptual yang mengaplikasikan prinsip-prinsip kesehatan
masyarakat untuk masalah kecelakaan lalu lintas. Konsep ini dikembangkan oleh Dr
William Haddon Jr lebih dari 35 tahun yang lalu. Model matriks haddon ini membagi
penyebab kecelakaan lalu lintas dalam tiga faktor, yaitu: manusia, kendaraan, dan
lingkungan. William haddon mengembangkan konsep dimana faktor-faktor tersebut
berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu. Penerapan permodelan kecelakaan lalu
lintas dibagi menjadi tiga fase waktu, yaitu sebelum kecelakaan (pre-crash), saat
kecelakaan (crash), dan setelah kecelakaan (post-crash). Konsep inilah yang digunakan
untuk menilai cedera. Matriks ini terbagi atas baris dan kolom, dimana variabel dari
kolom terdiri dari faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sedangkan
variabel baris terdiri dari tahapan-tahapan waktu terjadinya kecelakaan yang berfungsi
untuk menentukan model pencegahan kecelakaan pada setiap tahapan kejadian.
Tahap Setelah Kecelakaan/ Post Event untuk faktor jalan dan lingkungan :
Dengan matriks Haddon, maka terhadap fokus faktor manusia dapat dianalisa tindakan
dan upaya pencegahan yang efektif untuk menurunkan akibat kecelakaan seperti contoh
sebagai berikut di bawah ini :
1. Tabel Matrik Haddon yang Terkait dengan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas
2. Tabel Matrik terkait faktor manusia dengan upaya pencegahan terhadap kecelakaan
3. Tabel matrik terkait faktor kendaraan dan peralatan dengan upaya pencegahan
4. Tabel matrik terkait Faktor jalan dan lingkungan dengan upaya pencegahan (KPUPR,
2016).
BAB III
INSTRUMEN JSA
A. Denifisi
Job Safety Analysis atau JSA merupakan teknik manajemen keselamatan yang
berhubungan pada identifikasi dan pengendalian bahaya terkait rangkaian pekerjaan
yang hendak dilakukan baik antara pekerja, tugas atau pekerjaan, peralatan beserta
lingkungan kerjanya. JSA dapat berbentuk lembaran kertas berisi daftar pekerjaan,
bahaya dan cara pengendaliannya. JSA menjadi sebuah alat penting untuk membantu
pekerja melakukan pekerjaan secara aman dan efisien sehingga pekerja terhindar dari
kecelakaan kerja dan kerusakan alat (Biantoro et al., 2019). Tujuan dari adanya Job
Safety Analysis adalah untuk mengidentifikasi potensi bahaya pada setiap aktivitas
pekerjaan sehingga pekerja mampu mengenali bahaya tersebut sebelum terjadi
kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Balili & Yuamita, 2022). Selain adanya tujuan,
JSA juga memiliki manfaat antara lain (Rijanto, 2011) :
1. Memberikan pelatihan tentang prosedur yang aman dan tepat guna;
2. Membuat pekerja terikat dengan keselamatan;
3. Menginstruksikan pekerja baru
4. Memberi instruksi pra kerja pada pekerjaan berisiko tinggi;
5. Mempersiapkan pengamatan keselamatan terencana;
6. Meninjau prosedur kerja setelah terjadi kecelakaan;
7. Memungkinkan pengembangan pada metoda kerja.
B. Sejarah
Awal JSA berkembang dari praktik manajemen ilmiah Job Analysis (JA).
Penulis first safety yang menggunakan istilah Job Safety Analysis menulis tentang JA.
Kaitan keselamatan dengan manajemen ilmiah dinyatakan secara eksplisit dalam
subjudul Heinrich’s Industrial Accident Prevention: A Scientific Approach.
Manajemen ilmiah berawal dari usulan Frederick Taylor untuk meningkatkan
metode penetapan upah. Proses ini terdiri dari “analisis pekerjaan secara keseluruhan
ke dalam gerakan dasar manusia dan mesin”. Lillian Gilbreth pada tahun 1914
mengatakan bahwa standardisasi metode kerja menghasilkan manfaat keselamatan.
Proses JSA mendahului penggunaan istilah Heinrich. Pada tahun 1930 seorang
insinyur keselamatan dari General Electric menulis bahwa “analisis pekerjaan harus
mengeluarkan bahaya operasi” sehingga prosedur standar dapat ditetapkan. Majalah
NSC tahun 1927 menerbitkan “Job Analysis for Safety” yang menjelaskan proses
pengelompokan operasi, membuat daftar bahaya terkait dan mengadopsi metode
standar untuk operator trem. Maka, operator transportasi mungkin menjadi posisi
pertama yang diterapkan JSA. Tanggung jawab dari kecelakaan angkutan massal dan
keyakinan bahwa kecelakaan dikaitkan secara tidak proporsional dengan beberapa
operator, menyebabkan psikolog mencurahkan perhatian luas pada posisi operator di
tahun 1920-an. Seorang sejarawan keselamatan mengamati bahwa “analisis pekerjaan
digunakan untuk memunculkan risiko seperti yang digunakan untuk meningkatkan
hasil” dan “juga digunakan untuk menyesuaikan pekerja dengan tugasnya”.
Selama beberapa dekade setelah Heinrich, terminologi yang digunakan pada
bidang ini membingungkan karena para profesional keselamatan membahas manfaat
keselamatan JA dan proses pengembangan JSA secara bersamaan. Contoh kasus
terakhir datang dari pengawas industri baja dimana analisis pekerjaan, adalah salah satu
yang membutuhkan banyak waktu dan usaha karena harus meneliti dengan cermat dari
setiap bahaya. Kemudian perlu memutuskan cara terbaik untuk menghilangkannya atau
meminimalkan kemungkinan cederanya. JA memiliki arti sebelumnya untuk JSA
karena manfaat keselamatan dari JA seperti menekankan elemen procedural dalam hal
menetapkan “metode yang paling disetujui” dan “meletakkan praktik yang aman”
(Glenn, 2011).
C. Komponen
JSA diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan baik daftar pekerjaan,
jumlah pekerja, lokasi atau lingkungan kerja. Oleh karena perlu mengetahui komponen-
komponen apa saja untuk menganalisa potensi bahaya melalui penilaian risiko.
Komponen-komponen pada JSA yang perlu diperhatikan seperti (Balili & Yuamita,
2022) :
1. Analisis Potensi Bahaya dan Cedera
Menganalisis potensi cedera dalam JSA diperlukan untuk mengetahui, mengenal,
dan memperkirakan sejauh mana bahaya dan jenis cedera apa yang telah terjadi.
Cedera yang bisa terjadi seperti terjepit, tersengat, bising, melepuh, terbentur,
terbakar, tergelincir dan sebagainya.
2. Konsekuensi
Konsekuensi merupakan akibat dari cedera yang ditimbulkan. Konsekuensi dapat
berupa dari hal terkecil seperti luka gores hingga menimbulkan cacat permanen dan
kematian.
3. Risk Matrix
Matriks dipakai dalam penilaian risiko untuk menentukan tingkatan risiko dengan
memperhitungkan peluang atau kebolehjadian terhadap keparahan atau dampak.
Contoh risk matrix JSA sebagai berikut :
Hampir semua jenis pekerjaan membutuhkan JSA. Namun, ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam menentukan prioritas pekerjaan yang harus dianalisa
terlebih dahulu (Ardinal, 2020). Pemilihan pekerjaan yang akan dianalisa keselamatan
kerja dapat dilakukan dengan mengunjungi tempat kerja dan melihat potensi bahaya
dan risiko yang mungkin ada terkait dengan pekerjaan tersebut. Prioritas dalam
pemilihan pekerjaan yang akan dilakukan Analisa Keselamatan Kerja adalah sebagai
berikut:
Selain faktor diatas, hal lain yang perlu diperhatikan dalam memilih pekerjaan
adalah cakupan dan jumlah langkah dalam melakukan pekerjaan. Pekerjaan yang
memiliki cakupan terlalu luas dan langkah-langkah yang terlalu kompleks dapat
dipecah menjadi beberapa pekerjaan dengan langkah dan ruang lingkup yang lebih
sederhana. Sama halnya dengan pekerjaan yang terlalu sederhana dan hanya memiliki
beberapa langkah saja dapat dipertimbangkan untuk digabungkan menjadi satu
pekerjaan yang lebih besar dengan beberapa langkah kerja yang sesuai.
1. Tuliskan langkah kerja menggunakan kalimat yang ringkas, jelas dan mudah
dimengerti.
2. Gunakan kata kerja dalam memulai setiap awal langkah kerja seperti; mengambil
peralatan kerja, menurunkan beban, mengangkat beban,…. dan sebagainya
3. Tidak menggabungkan dua atau lebih langkah kerja dalam satu langkah kerja.
4. Pastikan urutan langkah kerja sudah sesuai dari awal sampai akhir.
1. Apakah ada potensi bahaya terjepit atau anggota tubuh yang terperangkap saat
bekerja menggunakan mesin atau alat bergerak/ berputar?
2. Apakah peralatan yang digunakan berpotensi menimbulkan bahaya?
3. Apakah ada potensi bahaya terpeleset, tersandung dan terjatuh?
Pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan kondisi dan bahaya yang
berpotensi muncul terkait dengan lingkungan kerja dan langkah-langkah pekerjaan.
Pekerja yang sedang bekerja di tempat tersebut, harus memberikan saran dan pendapat
terkait proses identifikasi bahaya. Terdapat banyak potensi bahaya yang dapat muncul
dari suatu pekerjaan walaupun pekerjaan yang dilakukan sederhana, bahaya yang
mungkin timbul diantaranya adalah;
1. Mesin, peralatan dan perkakas kerja yang digunakan harus memiliki proteksi
kemanan dan harus terpasang dan berfungsi dengan baik.
2. Jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk melakukan pekerjaan. Informasi
ini dapat diperoleh dari label dan Safety Data Sheet (SDS) atau Lembar Data
Keselamatan Bahan (LDKB). Informasi seperti ini juga dapat diperoleh dari
Chemical Handbook yang berisi tentang sifat kimia dan fisika dari suatu bahan
kimia (Chemical and physical properties).
3. Lokasi dan lingkungan kerja, termasuk dalam hal ini apakah pekerjaan
dilakukan di ketinggian, keadaan cuaca, sirkulasi udara.
Langkah 4 – Menentukan Langkah-langkah pencegahan dan pengendalian untuk
setiap potensi bahaya yang ada
Hierarki kontrol atau pengendalian bahaya adalah sebuah alat yang umum
digunakan untuk mengembangkan tindakan pengendalian bahaya yang terkait dengan
pekerjaan. Terdapat lima hierarti pengendalian bahaya di tempat kerja , di antaranya:
(NIOSH, 2018)
E. Contoh Formulir JSA yang Dapat Digunakan dan Petunjuk Pengisian Formulir
Contoh Formulir JSA
1. Nama Pekerjaan, Tuliskan nama atau judul pekerjaan yang akan dilakukan Analisa
Keselamatan Kerja seperti “Mengganti Pintu Mobil”.
2. Tanggal, Tuliskan tanggal dilakukan Analisa Keselamatan Kerja seperti “05 2320”
3. Baru, Berikan tanda silang pada kotak yang disediakan bila ini merupakan Analisa
Keselamatan Kerja yang pertama kali dilakukan.
4. Revisi, Berikan tanda silang pada kotak yang disediakan bila ini merupakan revisi
terhadap Analisa Keselamatan Kerja yang sudah ada.
5. Jabatan, Tuliskan jabatan orang yang melakukan pekerjaan sesuai dengan yang
dituliskan pada butir 1 seperti “Pengemudi”
6. Tim, Tuliskan nama-nama anggota yang terlibat dalam pembuatan Analisa
Keselamatan Kerja.
7. Diperiksa oleh, Tuliskan nama anggota yang memeriksa dan memastikan hasil
Analisa Keselamatan Kerja ini.
8. Supervisor, Tuliskan nama supervisor dari orang yang melakukan pekerjaan
sebagaimana dituliskan pada butir 1.
9. Departemen, Tuliskan nama departemen/bagian yang membawahi pekerjaan
sebagaimana dituliskan pada butir 1 seperti “Transportasi”
10. Disetujui oleh, Tuliskan nama anggota yang menyetujui hasil Analisa Keselamatan
Kerja setelah diperiksa.
11. Divisi, Tuliskan nama divisi yang membawahi departemen sebagaimana dituliskan
pada butir 7 seperti “Logistic”
12. Unit Bisnis, Tuliskan nama unit bisnis yang membawahi pekerjaan sebagaimana
dituliskan pada butir 8 seperti “Indonesia Business Unit”
13. Alat pelindung diri yang dipersyaratan, Tulis semua alat pelindung diri yang
dipersyaratkan untuk melakukan pekerjaan yang dituliskan pada butir 1. Pengisian
dapat dilakukan setelah menyelesaikan lamgkah kerja, bahaya dan usulan. Alat
pelindung diri yang disarankan pada butir 16 dirangkumkan dalam butir 13, seperti
sepatu keselamatan, sarung tangan keselamatan, dan sebagainya.
14. Langkah kerja, Tuliskan langkah-langkah pekerjaan sebagaimana yang dituliskan
pada butir 1 dengan jelas dan ringkas sesuai dengan urutannya. Jumlah langkah
kerja sesuai dengan ketentuan yaitu antara 6 sampai 10 langkah atau maksimum 15
langkah.
15. Bahaya, Tuliskan semua bahaya dan potensi bahaya yang ada untuk setiap langkah
kerja seperti tangan terkilir, dan sebagainya.
16. Rekomendasi/Solusi, Tuliskan usulan/solusi untuk menghilangkan semua bahaya
atau melakukan pencegahan kecelakaan yang mungkin terjadi sesuai dengan
hirarki dalam pengendalian bahaya dan risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Amelita, R. (2019). Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kecelakaan Kerja Pada Pekerja
Bagian Pengelasan Di Pt. Johan Santosa. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat,
3(1), 36.
Ardinal, Y. (2020). JOB SAFETY ANALISIS. Rhuekamp Indonesia.
Balili, S. S. C., & Yuamita, F. (2022). Analisis Pengendalian Risiko Kecelakaan Kerja
Bagian Mekanik Pada Proyek PLTU Ampana (2x3 MW) Menggunakan Metode Job
Safety Analysis (JSA). Jurnal Teknologi Dan Manajemen Industri Terapan, 1(2), 61–
69. https://doi.org/https://doi.org/10.55826/tmit.v1iII.14
Biantoro, A. W., Kholil, M., & Pranoto, H. (2019). Sistem dan Manajemen K3 (I). Mitra
Wacana Media.
Bocage, C., Mashalla, Y., Motshome, P., Fane, O., Masilo-Nkhoma, L., Mathiba, O., Mautle,
E., Kuiperij, B., Mmusi, T., Holmes, J. H., Tam, V., Barg, F. K., & Wiebe, D. J. (2020).
Applying the Haddon matrix conceptual model to guide motor vehicle crash injury
research and prevention in Botswana. African Journal of Emergency Medicine,
10(December 2019), S38–S43. https://doi.org/10.1016/j.afjem.2020.04.006
Doza, S., Bovbjerg, V., Case, S., Vaughan, A., & Kincl, L. (2023). Utilizing Haddon matrix
to assess nonfatal commercial fishing injury factors in Oregon and Washington. Injury
Epidemiology, 10(1), 1–11. https://doi.org/10.1186/s40621-023-00428-7
Fajar Ramadhan, R., & Wiyogo. (2020). Pemanfaatan Peralatan Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja (K3) Pada Praktikum Proses Produksi. Steam Engineering, 1(2), 64–70.
https://doi.org/10.37304/jptm.v1i2.565
Glenn, D. D. (2011). Job Safety Analysis : Its Role Today. Professional Safety, 56(3), 48–57.
Harsden, E. (2022). Model Domino Penyebab Kecelakaan Heinrich. Https://Risk-
Engineering.Org/.
KPUPR. (2016). Pengenalan Rekayasa Keselamatan Jalan. Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia, 2, 1–80.
Musriady. (2020). Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja Di Kamar Mesin Pada Kapal MT.
Pink Diamond. Celebes Engineering Journal, 2(2), 1–9.
NIOSH. (2018). Current Intelligence Bulletin : NIOSH Practices in Occupational Risk
Assessment External Review Draft. https://doi.org/10.26616/NIOSHPUB2020106re-
vised032020
Othman, I., Majid, R., Mohamad, H., Shafiq, N., & Napiah, M. (2018). Variety of Accident
Causes in Construction Industry. MATEC Web of Conferences, 203.
https://doi.org/10.1051/matecconf/201820302006
Rijanto, B. B. (2011). Pedoman Pencegahan Kecelakaan di Industri (I). Mitra Wacana
Media.
TUASIKAL, H. (2020). Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Kecelakaan Lalu Lintas Pada
Pengendara Ojek Online Di Kota Ambon. 1–70.
Unggul, U. E. S. A. (2018). Pengertian dan konsep dasar incidents and accidents analysis. 3.