Anda di halaman 1dari 11

HUKUM DAN KAJIAN KEILMUAN

1. Kajian Ilmu Hukum


Keberadaan ilmu hukum atau jurisprudence, sebagaimana pendapat Satjipta Rahardja 1,
adalah suatu kajian keilmuan yang mempelajari hukum sebagai obyeknya untuk memeproleh
sesuatu secara keseluruhan daripada hukum sebagai tujuannya dengan berbagai cara yang
diterapkan sebagai metodenya serta memiliki hakekat interdisipliner serta multidisipliner dengan
ilmu pengetahuan lainnya.
Keberadaan dimensi kajian keilmuan hukum 2, jika hukum sebagai perangkat kaidah yang
abstrak serta dalam dunia nilai, maka keberadaan kajian ilmu hukum tersebut dalam lingkup ilmu
hukum normative, yang dikualifikasikan kedalam ilmu ilmu kemanusiaan atau ilmu ilmu
humaniora. Berlainan halnya, jika hukum sebagai lembaga atau institusi sosial secara riel dalam
kehidupan masyarakat, maka keberadaan kajian ilmu hukum tersebut dalam lingkup ilmu hukum
empiris., yang dikualifikasikan sebagai ilmu ilmu sosial.

2. Karakteristik, Tujuan, dan Fungsi Hukum


Keberadaan istilah “hukum”, sebagaimana pendapat Immanuel Kant 3
, bahwa tidak ada
satupun batasan tentang hukum yang tepat dan dapat memusakan para ahli (Noch suchen die
yuristen eine Definition zu Begriffe von Recht). Walaupun demikian, keberadaan karaktersitik
hukum 4, yang nmeliputi :
a. peraturan tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;
b. peraturan diadakan oleh badan resmi yang berwenang;
c. peraturan bersifat memaksa;
d. sanksi pelanggaran peraturan tegas.

1
Satjipta Rahardja (1), Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 3-7.
2
Aburrahman, H, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Ilmu Perundang undangan, Citra Adtya Bakti,
Bandung, 1995, hlm. 156
3?
CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 1979, hlm. 33
4
Ibid., hlm. 37
Keberadaan tujuan hukum, sebagaimana pendapat Gustaf Radbruch 5, yang meliputi
berbagai nilai dasar terkait dengan keadilan, kepastian hukum, dan manfaat. Hal ini, keberadaan cita
hukum terkait dengan nilai dasar keadilan 6, selain keadilan komutatif, sebagaimana setiap orang
memiliki hak yang sama dengan tidak memperhatikan jasa jasa dari setiap orang tersebut; juga
keadilan distributif, sebagaimana setiap orang memiliki hak sesuai dengan jasa jasa dari setiap orang
tersebut. Oleh karena itu, keberadaan nilai keadilan tidak menuntut adanya persamaan akan tetapi
adanya kesebandingan.
Keberadaan cita hukum terkait dengan nilai dasar kepastian hukum melalui hukum positif,
sebagaimana pendapat Hans Kelsen 7, bahwa ketentuan hukum harus dilepaskan atau dibersihkan
dari berbagai unsur non yuridis (unsur etis, sosiologis, dan politis). Demikian pula, nilai dasar
kepastian hukum melalui hukum positif analitis, sebagaimana pendapat John Austin 8, bahwa
ketentuan hukum sebagai perintah dari penguasa serta hukum sebagai suatu sistem logis, tetap, dan
bersifat tertutup, sehingga ketentuan hukum secara tegas dipisahkan dari nilai keadilan serta tidak
berdasarkan pada nilai baik atau buruk.
Keberadaan cita hukum terkait dengan nilai dasar manfaat bagi masyarakat, sebagaimana
pendspst Jeremy Bentham 9, bahwa ketentuan hukum bertujuan untuk mewujudkan sesuatu yang
bermanfaat bagi orang banyak atau ketentuan hukum sesuai dengan kepentingan masyarakat,
melalui penerapan asas manfaat dari peraturan perundang undangan dalam kehidupan masyarakat.
Demikian pula, nilai dasar manfaat bagi masyarakat, sebagaimana pendapat John Stuart Mill 10
,
bahwa ketentuan hukum terkait dengan faktor keadilan, kegunaan, dan kepentingan individu serta
masyarakat umum.
Keberadaan fungsi hukum dalam upaya perwujuan cita hukum sebagai tujuan hukum yang
bersangkutan, antara lain :
a. fungsi hukum sebagai sarana kebijakan dalam kehidupan masyarakat 11, bahwa hukum sebagai
sarana untuk mencapai tujuan bermasyarakat, karena hukum bersifat rasional, integratif, dan
legitimasi, yang ditunjang dengan mekanisme penerapan serta sanksi;

5
Satjipta Rahardja (1), Op.cit, , hlm. 19-21
6
LJV Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramitha, Jakarta, 2001, hlm. 11
7
Ibid, hlm. 12
8
Ibid, hlm. 56-57
9
Ibid, hlm. 60-61
10
Ibid, hlm. 61
11
Bambang Sunggono, 1994, Hukum dan Kebijakan Publik, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 76-78;
b. fungsi hukum sebagai sarana pembaharu masyarakat atau law as a tool of social engineering 12,
bahwa hukum sebagai sarana untuk mengubah perilaku masyarakat, yang sejalan dengan
perilaku yang dihendaki oleh hukum yang bersangkutan,
c. fungsi hukum sebagai sarana pengendali perilaku masyarakat atau law as a tool of social
control , bahwa hukum sebagai sarana untuk mengendalikan perilaku masyarakat yang
13

melanggar berbagai ketentuan hukum yang berlaku.

3. Keberlakuan, Sistem, dan Efektifitas hukum


Keberadaan keberlakuan hukum dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana pendapat
Soerjono Soekanto 14, bahwa :
a. hukum yang berlaku secara filosofis, jika norma / kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita
hukum sebagai nilai positif yang tertinggi;
b. hukum yang berlaku secara yuridis, jika norma / kaidah hukm tersebut penentuannya di
dasarkan pada norma / kaidah yang lebih tinggi tingkatannya serta terbentuk menurut cara yang
telah ditetapkannya;
c. hukum yang berlaku secara sosiologis, jika norma / kaidah hukum dipaksakan berlakunya oleh
penguasa, walaupun norma / kaidah hukum tersebut tidak diterima oleh masyarakat serta norma
/ kaidah hukum diterima dan diakui oleh masyarakat.
Keberlakuan norma / kaidah hukum dalam kehidupan masyarakat tersebut senantiasa terkait
dengan keberadaan suatu sistem, sebagaimana pendapat Soerjono Soekanto 15, yang meliputi :
a. komponen substansi, sebagaimana hasil aktual yang berbentuk produk hukum dalam peraturan
perundang undangan serta putusan hakim melalui pengadilan;
b. komponen struktur, sebagaimana mekanisme sistem hukum melalui lembaga pembentuk
undang undang serta lembaga peradilan;
c. komponen manajerial, sebagaimana fasilitas yang menunjang keberadaan hukum (perundang
undangan);
d. komponen kultur, sebagaimana sikap publik serta berbagai nilai yang muncul terhadap produk
hukum dari suatu sistem hukum dalam kehidupan masyarakat.
12
Satjipta Rahardja, 1979, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, hlm. ….
13
Ibid., hlm. ....
14
Soerjono Soekanto, 1979, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, Alumni, Bandung,
hlm.46-47
15
Ibid., hlm. ….
4. Politik dan Kebijakan Hukum
Keberadaan politik hukum nasional dengan ruang lingkupnya, sebagaimana pendapat
Benard L Tanya 16, yang meliputi :
a. tujuan atau ide hukum yang hendak dicapai.
b. cara atau metode yang tepat untuk pencapaian tujuan atau ide hukum
c. konfigurasi hukum yang efektif untuk pencapaian tujuan atau ide hukum
Kemudisn, keberadaan tujuan atau ide hukum, sebagaimana pendsapst Gustaf Radbruch 17, bahwa
cita hukum terkait dengan nilai nilai keadilan, kepastian hukum, dan manfaat bagi masyarakat;
yang diikuti dengan keberadaan cara atau metode yang tepat untuk pencapaian tujuan atau ide
hukum 18
, bahwa hukum sebagai sarana untuk mencapai tujuan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, karena hukum tersebut bersifat rasional, integratif, dan legitimasi, yang ditunjang
dengan mekanisme penerapan serta sanksi; yang diikuti pula dengan keberadaan konfigurasi
hukum yang efektif untuk pencapaian tujuan atau ide hukum senantiasa sejalan dengan
pembentukan peraturan perundang undangan sebagai suatu produk hukum, sebagaimana pendapat
Mahfud MD 19
, bahwa produk hukum lahir dari konfigurasi politik yang menyertai, antara lain
produk hukum bersifat responsif atau otonom terkait dengan konfigurasi politik bersifat
demokratis.
Keberadaan berbagai bentuk kebijakan sebagai perwujudan politik hukum, yang meliputi :
a. kebijakan dalam pembentukan peraturan perundang undangan
b. kebijakan dalam pemasyarakatan serta penerapan hukum (peraturan perundang undangan)
c. kebijakan melalui kegiatan penegakan hukum (peraturan perundang undangan) melalui
penyelesaian hukum administrasi, pidana, dan perdata.

16
Benard L Tanya, 2011, Politik Hukum, Gernta Publishing, Yogyakarta, hlm. 6-7;
17
Satjipta Rahardja, Loc.cit.
18
Bambang Sunggono, Loc. Cit
19
MD Mahfud, 1999, Pergulatan Politik dan Hukum Di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta, hlm. 7-9
ASPEK HUKUM
TEKONOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

1. Keterkaitan Hukum dan Teknologi Konsertvasi Sumber Daya Lahan


Keberadaan hukum yang berfungsi sebagai mekanisme pengintegrasi, sebagaimana yang
dikemukakan Talcot Parsons, yang dikembangkan Bredemeier 20
bahwa keberadaan hukum dalam
sistem adaptif sebagai salah satu komponen yang terlibat dalam proses timbal balik yang fungsional
di antara sistem hukum dalam masyarakat. melalui peran sistem pengetahuan dan teknologi,
termasuk di dalamnya aspek ekonomi, yang akan memberikan masukan untuk dimungkinkan
adanya verifikasi kebenaran, sehingga tertib hukum memperoleh keputusan yang berwibawa dalam
dalam lingkup penyesuaian. Kemudian, keberadaan sistem adaptif tersebut dengan struktur
adaptifnya, sebagaimana yang dikemukakan Harry C Bredemeier dalam ‘Law as an Integrative
Mechanism” 21
, bahwa fungsi penyesuaian senantiasa diarahkan pada fasilitas instrument untuk
mengatasi hambatan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk di dalamnya aspek
ekonomi. Hal ini, keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagaimana ilmu humaniora, ilmu
sosial, dan ilmu pengetahuan alam (biologi, kimia, dan fisika serta terapannya), termasuk di
dalamnya ilmu ilmu terkait dengan teknologi konservasi sumberdaya lahan.

2. Keberadaan sumberdaya lahan


Keberadaan sumberdaya alam dengan keanekaragamanya, sebagaimana ketentuan pasal 33
ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau UUD NRI Tahun
1945, bahwa :
‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat’.
Kemudian, ketentuan pasal 1 Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Peraturan
Dasar Pokok Pokok Agraria atau UU tentang Peraturan peraturan Dasar Pokok pokok Agraria,
antara lain :
a. Seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air,
dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional;
20
Edwin M Schur, ………………………..
21
Aubert, Vihelm, ………………………..
b. Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta
yang berada di bawah air;
c. Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia;
d. Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air tersebut.
Keberadaan sumber daya lahan (tanah dan air) sebagai salah satu bentuk dari keberadaan
sumberdaya alam, sebagaimana ketentuan hukum dalam UUD NRI Tahun 1945 serta UU
tentang Peraturan peraturan Dasar Pokok pokok Agraria.

3. Keberadaan Penataan Ruang serta Pemerintahan Daerah


Keberadaan tata ruang, yang diikuti dengan penataan ruang serta penyelenggaraan penataan
ruang, sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 2, angka 5, dan angka 6 Undang Undang Nomor 26
Tahun 1927 tentang Penataan Ruang atau UU Penataan Ruang, bahwa :
“Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang”.
“Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang”
“Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang”
Kemudian, keberadaan asas asas dalam penyelenggaraan penataan ruang, sebagaimana ketentuan
Pasal 2 UU Penataan Ruang, yang meliputi :
a. keterpaduan:
b. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
c. keberlanjutan;
d. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan dan kemitraan;
g. perlindungan kepentingan umum;
h. kepastian hukum dan keadilan;
i. akuntabilitas
sedangkan keberadaan tujuan dalam penyelenggaraan penataan ruang, sebagaimana ketentuan
Pasal 3 UU Penataan Ruang, bahwa :
“penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional dengan :
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan
memperhatikan sumber daya manusia;
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negative terhadap lingkungan
akibat pemanfaatan ruang” :
Keberadaan Pemerintah Daerah, yang diikuti dengan Pemerintahan Daerah, sebagaimana
ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah atau UU Pemerintahan Daerah, bahwa :
“Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom”
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945”
Oleh karena itu, keberadaan peran Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten
dan / atau Kota) terkait dengan penataan ruang, sebagaimana ketentuan hukum dalam UU Penataan
Ruang serta ketentuan hukum dalam UU Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan pula
berbagai ketentuan hukum dalam perundang undangan terkait lainnya (ketentuan hukum agraria,
pengairan, perlindungan dan pengelolaan lingkungn hidup, konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, yang diikuti dengan pertanian, perkebunan, dan kehutanan; pemukiman dan
perumahan; pertambangan dan perindustrian; dan lain lainnya).
Keberadaan Pemerintah Daerah, yang diikuti dengan Pemerintahan Daerah, sebagaimana
ketentuan Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah atau UU Pemerintahan Daerah, bahwa :
“Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
otonom”
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945”
Oleh karena itu, keberadaan peran Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten
dan / atau Kota) terkait dengan penataan ruang, sebagaimana ketentuan hukum dalam UU Penataan
Ruang serta ketentuan hukum dalam UU Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan pula
berbagai ketentuan hukum dalam perundang undangan terkait lainnya (ketentuan hukum agraria,
pengairan, perlindungan dan pengelolaan lingkungn hidup, konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya, yang diikuti dengan pertanian, perkebunan, dan kehutanan; pemukiman dan
perumahan; pertambangan dan perindustrian; dan lain lainnya).
Dengan demikian, keberadaan peran Pemerintah Pusat serta Pemerintah Daerah (Provinsi,
Kabupaten dan / atau Kota) dalam kerangka penataan ruang terkait dengan kegiatan manusia dalam
kehidupan masyarakat terkait dengan pemanfaatan lahan, termasuk di dalamnya tanah, dan air,
antara lain :
a. kegiatan pertanian (pertanian rakyat, perkebunan, dan kehutanan);
b. industri dan pertambangan (pertambangan mineral dan batubara serta pertambangan minyak
dan gas bumi);
c. perumahan dan pemukiman;
d. perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistemnya.

4. Keberadaan konservasi sumber daya lahan (konservasi tanah dan air)


Konservasi sumberdaya lahan, termasuk di dalamnya kosnervasi tanah dan air. Hal ini,
keberadaan konservasi tanah 22
dalam arti sempit, adalah upaya mencegah kerusakan tanah oleh
erosi serta memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi; sedangkan dalam arti luas, adalah penempatan

22
Arsyad, Sitanala, 1989, Konservasi Tanah dan Air, Institut Pertanian Bogor Press, Bogor, hlm. 41-60
setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah.
sedangkan, konservasi air 23, yang pada prinsipnya penggunaan air hujan yang jatuh ke tanah untuk
pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir yang merusak serta
tersedianya cukup air pada waktu musim kemarau. Hal ini, keberadaan konservasi tanah senantiasa
terkait dengan konservasi air, sebagaimana setiap bentuk perlakuan yang diberikan sebidang tanah
akan mempengaruhi tata air pada tempat tersebut serta berbagai tempat pada bagian hilir.
Keberadaan konservasi tanah dan air, sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 2
UU tentang Konservasi Tanah dan Air, adalah upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan, dan
pemeliharaan Fungsi Tanah pada Lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan Lahan untuk
mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari.
Kemudian, keberadaan asas asas dalam penyelenggaraan konservasi tanah dan air,
sebagaimana ketentuan Pasal 2 UU tentang Konservasi Tanah dan Air, yang meliputi :
a. keterpaduan;
b. keseimbangan;
c. keadilan;
d. kemanfaatan;
e. kearifan lokal;
f. kelestarian.
sedangkan keberadaan tujuan dalam penyelenggaraan konservasi tanah dan air, sebagaimana
ketentuan Pasal 3 UU tentang Konservasi Tanah dan Air, yang meliputi :
a. melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konsentrasi aliran permukaan;
b. menjamin Fungsi Tanah pada Lahan agar mendukung kehidupan masyarakat;
c. mengoptimalkan Fungsi Tanah pada Lahan untuk mewujudkan manfaat ekonomi, sosial, dan
lingkungan hidup secara seimbang dan lestari;
d. meningkatkan daya dukung DAS;
e. meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan memberdayakan keikutsertaan
masyarakat secara partisipatif;

23
Ibid. Hlm. 51-52.
f. menjamin kemanfaatan Konservasi Tanah dan Air secara adil dan merata untuk kepentingan
masyarakat.

5. Keberadaan teknologi konservasi sumber daya lahan dalam upaya penanggulangan


bencana alam (erosi dan longsor)
Keberadaan manusia dalam kehidupan masyarakat melalui kegiatan budidaya pertanian pada
lahan pegunungan dengan topografinya yang berbukit serta lembah di antara perbukitan, yang
diikuti pula daerah aliran sungai yang membelah perbukitan serta lembah tersebut. Oleh karena itu,
dimungkinkan terjadinya berbagai kerusakan dan / atau perusakan lahan, baik faktor alam ataupun
faktor manusia.
Keberadaan berbagai bentuk kerusakan dan perusakan lahan (tanah dan air), yang
dimungkinkan dapat muncul pada lahan tertentu, antara lain :
a. Kegiatan manusia pada lahan kering dan kritis.
b. kegiatan manusia untuk pertanian pada lahan pegunungan yang kurang dan / atau tidak
memperhatikan ketentuan Menteri Pertanian Nomor 47 / PERMENTAN / OT.140 / 10 / 2006
tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan atau PERMENTAN 2006
tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan, yang meliputi :
i. kepekaan tanah terhadap erosi dan longsor (iklim, tanah, elevasi, dan lereng);
ii. pengendalian longsor (identifikasi dan delineasi daerah rawan longsor serta teknik
pengendalian longsor);
iii. teknologi budidaya pada sistem usaha tani (prinsip usaha tani konservasi, teknik
pengendalian erosi, dan komponen teknik sistem usaha tani konservasi);
iv. pengelompokan jenis tanaman pada sistem usaha tani konservas i(persyaratan fisiologis
dan agronomis);
Keberadaan berbagai upaya dalam konservasi sumberdaya lahan melalui metode dalam
teknologi konservasi sumberdaya lahan 24, yang meliputi :
a. Metode yang dipergunakan untuk konservasi tanah :
i. konservasi secara agronomis,
ii. konservasi secara mekanis,
iii. konservasi secara kimia,

24
Suripin, 2004, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, Andi, Yogyakarta, hlm. 101-164
b. Metode yang dipergunakan untuk konservasi air :
i. pengelolaan air permukaan melalui pengendalian air permukaan, pemanenan air hujan, dan
meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah;
ii. pengelolaan air tanah melalui pengisian air tanah secara buatan dan pengendalian
pengambilan air tanah;
iii. pengendalian polusi air melalui bentuk penanggulangan secara teknis dan non teknis;
iv. upaya konservasi secara holistik.

=============bs==============

Anda mungkin juga menyukai