Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KERJA

KONSTRUKSI PROYEK PEMERINTAH


MELALUI NON LITIGASI

Oleh:
Wilhelmus Renyaan
willyrenyaan25@gmail.com
Dosen STIH Umel Mandiri

Junaidi Abdullah Ingratubun


j.a_ingratubun@yahoo.com
Dosen Universitas Doktor Husni Ingratubun Tual

Kliwon
Mahasiswa STIH Umel Mandiri

Abstrak

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan


perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan
arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta
kelengkapan nya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Salah satu
masalah utama dalam pelaksanaan konstruksi di Indonesia adalah adanya sengketa
konstruksi yang terjadi antara pengguna jasa dengan pihak kontraktor selaku penyedia
jasa. Kecenderungan terjadinya sengketa ini mengingat kontrak konstruksi bersifat
dinamis dan berbeda dengan kontrak-kontrak yang lain. Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data yang diperoleh dari peraturan perundang-
undangan dan literatur yang berkaitan dengan jasa konstruksi dan hukum kontrak
konstruksi kemudian dihubungkan dengan data yang diperoleh dari lapangan berupa
pendapat responden. Putusan Arbitrase Nasional Pelaksanaan putusan arbitrase
nasional diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999. Pada dasarnya para pihak harus melaksanakan putusan secara sukarela.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, pasal 56 ayat (1) menegaskan, Arbiter atau majelis
arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan
dan kepatutan.

Kata Kunci: Konstruksi, Arbitrase, Alternatif Penyelesaian Sengketa.

82
A. PENDAHULUAN Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun dilaksanakan berlandaskan pada asas
2017 Tentang Jasa Konstruksi kejujuran dan keadilan, manfaat,
(selanjutnya disebut UUJK) menyatakan kesetaraan, keserasian, keseimbangan,
bahwa sektor jasa konstruksi profesionalitas, kemandirian,
merupakan kegiatan masyarakat dalam keterbukaan, kemitraan, keamanan dan
mewujudkan bangunan yang berfungsi keselamatan, kebebasan,
sebagai pendukung atau prasarana pembangunan berkelanjutan, serta
aktivitas sosial ekonomi berwawasan lingkungan.1
kemasyarakatan dan menunjang Salah satu masalah utama dalam
terwujudnya tujuan pembangunan pelaksanaan konstruksi di Indonesia
nasional. adalah adanya sengketa konstruksi
Pekerjaan konstruksi adalah yang terjadi antara pengguna jasa
keseluruhan atau sebagian rangkaian dengan pihak kontraktor selaku
kegiatan perencanaan dan/atau penyedia jasa. Kecenderungan
pelaksanaan beserta pengawasan yang terjadinya sengketa ini mengingat
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, kontrak konstruksi bersifat dinamis dan
mekanikal, elektrikal, dan tata berbeda dengan kontrak-kontrak yang
lingkungan masing-masing beserta lain. Sengketa yang terjadi pada proyek
kelengkapan nya, untuk mewujudkan konstruksi merupakan hal yang
suatu bangunan atau bentuk fisik lain. merugikan bagi pihak-pihak yang
Jasa konstruksi merupakan kegiatan bersengketa. Maka dari itu, upaya untuk
masyarakat mewujudkan bangunan mencegah terjadinya sengketa
yang berfungsi sebagai pendukung merupakan tantangan bagi pelaku
prasarana aktivitas sosial ekonomi industri jasa kontruksi.
kemasyarakatan guna menunjang Salah satu metode alternatif
terwujudnya tujuan pembangunan penyelesaian sengketa kontrak
nasional. Jasa Konstruksi diatur dengan konstruksi dilakukan dengan arbitrase.
Undang-Undang tersendiri dan harus 1
Adrian Sutedi, 2012, Aspek Hukum Pengadaan
menyesuaikan dengan perkembangan Barang & Jasa dan Berbagai Permasalahannya,
Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta. hlm 20
zaman.

83
Arbitrase adalah metode penyelesaian penelitian empiris adalah adalah
masalah yang dibentuk melalui kontrak penelitian yang berfokus meneliti suatu
dan melibatkan para ahli dibidang fenomena atau keadaan dari objek
konstruksi. Para ahli tersebut bergabung penelitian secara detail dengan
dalam badan arbitrase. Badan ini akan meghimpun kenyataan yang terjadi
mengatur pihak-pihak yang telah serta mengembangkan konsep yang
menandatangani kontrak dengan klausul ada.3
arbitrasi didalamnya untuk melakukan 1. Jenis dan Sumber Data
arbitrasi dan menegakkan keputusan Adapun jenis data yang
arbitrator. digunakan sebagai dasar untuk
Banyak cara untuk menyelesaikan menunjang hasil penelitian adalah:
perselisihan dalam suatu proyek. a) Bahan-bahan hukum primer, yaitu
Diperlukan sikap terbuka (open minded) bahan hukum primer terdiri dari:
dan keinginan yang kuat dalam 1) Kitab Undang-Undang Hukum
menyelesaikan masalah dari pihak Perdata.
terlibat. Adanya kesadaran bahwa 2) Undang-Undang Nomor 2
dalam menyelesaikan proyek tepat Tahun 2017 tentang Jasa
waku, cost dan standar mutu dan Konstruksi.
spesifikasi sesuai dengan perjanjian 3) Undang-Undang Nomor 30
sebelumnya adalah tujuan utamanya Tahun 1999 tentang Arbitrase
Bila salah satu pihak tidak memenuhi dan Alternatif Penyelesaian
syarat yang sudah dipenuhi, maka Sengketa.
perselisihan tersebut tidak akan b) Bahan-bahan hukum sekunder,
selesai.2 yang digunakan dalam penelitian
B. METODE PENELITIAN ini adalah hasil karya ilmiah para
Jenis penelitian yang digunakan sarjana dan hasil-hasil penelitian
dalam penelitian ini adalah penelitian yang ada kaitannya dengan objek
hukum empiris dan normative penelitian.
(normative legal research). Metode
3 Syahruddin Nawi, 2014, Penelitian Hukum
2
Bambang Sutiyoso, 2019, Hukum Kontrak Normatif versus Penelitian Hukum Empiris, PT.
Interprestasi Dan Penyelesaian Sengketa di Umitoha Ukhuwah Grafika, Makassar. hlm 15
Indonesia. UII Press, Jakarta. hlm 30

84
c) Bahan-bahan hukum tersier, yaitu Wawancara dilakukan
bahan-bahan yang memberikan terhadap narasumber atau
informasi tentang bahan hukum informan mengajukan
primer dan bahan hukum pertanyaan untuk kepentingan
sekunder. penelitian. Narasumber atau
2. Lokasi Penelitian informan merupakan orang
Penelitian dilakukan di kantor yang memberi informasi
Pekerjaan Umum dan Perumahan dianggap mengetahui,
Rakyat (PUPR) Provinsi Papua, mengalami sendiri
dipilihnya lokasi penelitian ini permasalahan sehubungan
karena proyek-proyek besar dengan penelitian ini serta
dengan anggaran biaya yang pakar dari akademisi.
besar berpotensi terjadi 4. Teknik Analisis Data
pelanggaran kontrak yang Metode analisis data
mengakibatkan timbulnya yang digunakan dalam
sengketa kontrak penelitian ini adalah metode
3. Teknik Pengumpulan Data analisis deskriptif kualitatif,
a) Studi kepustakaan (library yaitu yang dilakukan dengan
research), Studi pustaka ini cara mengumpulkan data yang
dilakukan untuk diperoleh dari peraturan
mengumpulkan data sekunder. perundang- undangan dan
Data sekunder adalah suatu literatur yang berkaitan dengan
data yang bersumber dari jasa konstruksi dan hukum
penelitian kepustakaan. Data kontrak konstruksi kemudian
yang diperoleh tidak secara dihubungkan dengan data
langsung dari sumber yang diperoleh dari lapangan
pertamanya, melainkan berupa pendapat responden.
bersumber dari data-data yang Dengan demikian, akan
sudah terdokumenkan dalam diketahui masalah dan
bentuk bahan-bahan hukum. pemecahan masalah tersebut,
b) Wawancara (interview), serta hasil dari penelitian dan

85
hasil akhir dari penelitian yang salah satunya disebabkan oleh
berupa kesimpulan. keberadaan “klaim”.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengertian klaim di sektor
1. Tata Cara Penyelesaian Sengketa konstruksi berbeda dengan
Kontrak Kerja Konstruksi Proyek pengertian klaim dalam pengertian
Pemerintah Antara Pengguna masyarakat umum. Di sektor
Jasa Dan Penyedia Jasa Melalui konstruksi, sengketa bisa timbul
Arbitrase. apabila “klaim” tidak difasilitasi
Untuk mengantisipasi timbulnya dengan baik. Selain itu, sengketa
sengketa dan/atau menyelesaikan konstruksi juga dapat ditimbulkan
sengketa yang timbul, manusia oleh hal-hal berikut:
menempuh berbagai cara. Salah a. Alokasi resiko yang tidak
satunya adalah dengan cara seimbang (unfair risk
memfungsikan “hukum” ke tataran allocation)
hidup praktis. Hukum dijadikan b. Alokasi resiko yang tidak jelas
sebagai salah satu sarana untuk (unclear risk allocation)
mengantisipasi kemungkinan c. Sasaran biaya, waktu dan
timbulnya sengketa dan/atau kualitas yang tidak realistis
menyelesaikan sengketa. Wujud (unclear risk time/cost/quality
hukum itu dapat dilihat antara lain by client)
dalam perjanjian tertulis (kontrak), d. Pengaruh eksternal yag tidak
lembaga kekuasaan kehakiman, terkendali (uncontrollable
atau mekanisme alternatif external events)
penyelesaian sengketa. Sengketa e. Persaingan dikarenakan
adalah istilah yang lazim digunakan budaya (adversarialindustry
di ranah keperdataan. Masing- culture)
masing sengketa keperdataan f. Harga tender yang tidak
memiliki karakteristik dan kekhasan. realistis (unrealistic tender
Sengketa konstruksi pun memiliki pricing)
kekhasan tersendiri. Kekhasan itu

86
g. Kontrak yang tidak tepat 3. Sengketa berkaitan dengan
dan tidak sempurna standar pekerjaan (desain dan
(inappropriate contract type) hasil pekerjaan);
h. Ketidakmampuan/Ketidak 4. Konflik hubungan dengan
terampilan para peserta orang-orang di dalam industri
proyek (lack of competence konstruksi.
of project participans) Pada dasarnya kontrak kerja
i. Tidak adanya konstruksi merupakan kontrak
profesionalisme (lack of yang bersifat khusus yang mana
professionalism of project memuat banyak aspek teknis.
participans) Sebagai contoh, sengketa
j. Klien tidak memperoleh berkaitan dengan pembayaran
informasi yang benar dengan sistem presentase
sehingga bersikap ragu progress pekerjaan sebagai syarat
(client’s lack of information pembayaran, tentunya
or decisiveness) memerlukan aspek teknik terkait
k. Memberikan harapan yang dengan
tidak realistis (unrealistic penentuan progress pekerjaan
information expectation by yang dapat diklaim. Dengan
contractors). demikian, dalam penyelesaian
Menurut Hellard, sengketa sengketa konstruksi, tidak saja
konstruksi dapat dibagi menjadi 4 dibutuhkan ahli hukum, namun
(empat) kategori, yaitu: diperlukan ahli pada disiplin ilmu
1. Sengketa berkaitan dengan lain, terutama aspek teknis, untuk
waktu memahami akar permasalahan.
(keterlambatan progress); Secara garis besar, langkah-
2. Sengketa berkaitan dengan langkah yang dilakukan dalam
finansial (klaim dan penyelesaian sengketa dapat
pembayaran); ditempuh melalui lembaga
pengadilan (Litigasi) dan lembaga
diluar pengadilan (non-Litigasi)

87
yaitu melalui Arbitrase, tergantung perkara di luar pengadilan dalam
dari pilihan para pihak yang hal adanya sengketa konstruksi.4
bersengketa. Hal yang perlu Ada beberapa tahapan yang
digaris bawahi sebelum diatur dalam Undang-Undang Jasa
penyelesaian sengketa melalui Konstruksi bila terjadi sengketa,
pengadilan dan arbitrase, yaitu:
diusahakan untuk dapat Pertama, musyawarah untuk
menyelesaikan dengan prinsip mencapai kemufakatan. Hal ini
dasar musyawarah mufakat. diatur dalam Pasal 88 Ayat (1) UU
Klausul terkait dengan hal ini tentu Nomor 2 Tahun 2017 yang
saja dicantumkan dalam kontrak menentukan bahwa sengketa yang
kerja konstruksi. terjadi dalam Kontrak Kerja
Dalam prakteknya, Konstruksi diselesaikan dengan
mekanisme penyelesaian sengketa prinsip dasar musyawarah untuk
diluar pengadilan diatur lebih rinci mencapai kemufakatan.
dalam Undang-Undang Nomor 2 Kedua, menyelesaikan sesuai
Tahun 2017 tentang Jasa dengan isi kontrak jasa konstruksi.
Konstruksi. Kontrak akan menjadi Dalam hal musyawarah tidak
pedoman (standart of conduct) mencapai kesepakatan, langkah
bagi pihak-pihak yang terlibat. selanjutnya adalah menyelesaikan
Apapun yang terjadi harus sesuai dengan mekanisme yang
mengacu kepada kontrak yang diatur dalam kontrak jasa
telah disepakati bersama, konstruksi sebagaimana yang
termasuk pola penyelesaian jika ditegaskan dalam Pasal 88 Ayat
terjadinya wanprestasi pada masa (2) yang menentukan bahwa
yang akan datang. Undang- dalam hal musyawarah para pihak
Undang Nomor 2 Tahun 2017 sebagaimana dimaksud pada ayat
tentang Jasa Konstruksi (1) tidak dapat mencapai suatu
memprioritaskan penyelesaian kemufakatan, para pihak

4Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017, tentang


Jasa Konstruksi.

88
menempuh tahapan upaya (2) Sengketa yang tidak dapat
penyelesaian sengketa yang diselesaikan melalui arbitrase
tercantum dalam Kontrak Kerja adalah sengketa yang menurut
Konstruksi. peraturan perundang-undangan
Ketiga, membuat perjanjian tidak dapat diadakan
tertulis. Pasal 88 Ayat (3) UU perdamaian.
Nomor 2 Tahun 2017 menyatakan
bahwa dalam hal upaya Berikut hasil penelitian
penyelesaian sengketa tidak kasus sengketa kontrak yang
tercantum dalam Kontrak Kerja terjadi di Papua antara PT.
Konstruksi sebagaimana dimaksud Kusman Jaya Papua dengan
pada ayat (2), para pihak yang Dinas Pekerjaan Umum
bersengketa membuat suatu Kabupaten Mamberamo Raya
persetujuan tertulis mengenai dengan Surat Perjanjian Kontrak
tatacara penyelesaian sengketa Nomor 641.03/KONT/PGDO-
yang akan dipilih. TIII/DPUP2E/VI/2010, tanggal 10
Kualifikasi penyelesaian Juni 2010, dengan nilai kontrak
sengketa pada lembaga arbitrase sebesar Rp. 7.992.500.000,- (tujuh
ditegaskan dalam ketentuan Pasal milyar sembilan ratus sembilan
5 Undang-Undang Nomor 30 puluh dua juta lima ratus ribu
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan rupiah).
Alternatif Penyelesaian Sengketa Penyelesaian sengketa
yang menyatakan : melalui arbitrase harus disetujui
(1) Sengketa yang dapat dua belah pihak. Sebelum berkas
diselesaikan melalui arbitrase dimasukkan oleh PT. Kusman
hanya sengketa di bidang Jaya Papua, Pemohon harus lebih
perdagangan dan mengenai dulu memberitahukan kepada
hak yang menurut hukum dan Dinas Pekerjaan Umum
peraturan perundang-undangan Kabupaten Mamberamo Raya
dikuasai sepenuhnya oleh bahwa sengketa akan diselesaikan
pihak yang bersengketa. melalui jalur arbitrase. Surat

89
pemberitahuan dari PT. Kusman masing menunjuk seorang arbiter.
Jaya Papua diberikan secara Karena jumlah arbiter harus ganjil,
tertulis dan memuat lengkap arbiter yang ditunjuk oleh dua belah
informasi seperti yang tertuang pihak harus menunjuk seorang arbiter
pada Undang-Undang Nomor 30 untuk menjadi arbiter ketiga yang akan
Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 menjadi Ketua Majelis.
dan 2, yakni: Dengan demikian, penulis
a. Nama dan alamat lengkap berpendapat bahwa penyelesaian
Pemohon dan Termohon; sengketa di Undang-Undang Jasa
b. Penunjukan klausula Konstruksi 2017 masih berada di jalur
arbitrase yang berlaku; yang tepat. Penyelesaian sengketa
c. Perjanjian yang menjadi konstruksi diarahkan di luar pengadilan
sengketa; (non-Litigasi) dengan tujuan mencapai
d. Dasar tuntutan; “win win solution”. UU Jasa Konstruksi
e. Jumlah yang dituntut 2017 memuat pasal yang memberi
Merujuk pada Undang-Undang kewenangan bagi Pemerintah untuk
Arbitrase Pasal 8 ayat 1 dan 2, PT. mendorong digunakannya Alternatif
Kusman Jaya Papua dan Dinas Penyelesaian Sengketa (alternative
Pekerjaan Umum Kabupaten dispute resolution) penyelenggaraan
Mamberamo Raya sepakat untuk jasa konstruksi di luar pengadilan (non-
penunjukan arbiter diserahkan kepada Litigasi).
lembaga Badan Advokasi Nasional 2. Kekuatan Hukum Putusan
Indonesia. Kesepakatan ini disampaikan Arbitrase Terhadap Sengketa
secara tertulis pada permohonan Dalam Kontrak Konstruksi.
arbitrase yang disampaikan Pemohon a. Putusan Arbitrase Bersifat
dan dalam jawaban Termohon. Mandiri, Final dan Mengikat
Penyelesaaikan sengketa Putusan Arbitrase bersifat
pembangunan Gedung Kantor Dinas mandiri, final dan mengikat (seperti
Otonom Tahap III diselesaikan melalui putusan yang mempunyai
Majelis, dalam penyelesaaian masalah kekekuatan hukum tetap) sehingga
ini, Pemohon dan Termohon masing- Ketua Pengadilan Negeri tidak

90
diperkenankan memeriksa alasan diakui palsu atau dinyatakan
atau pertimbangan dari putusan palsu;
arbitrase nasional tersebut. 2) setelah putusan diambil
Kewenangan memeriksa yang ditemukan dokumen yang
dimiliki Ketua Pengadilan Negeri, bersifat menentukan, yang
terbatas pada pemeriksaan secara disembunyikan oleh pihak
formal terhadap putusan arbitrase lawan ; atau
nasional yang dijatuhkan oleh 3) putusan diambil dari hasil tipu
arbiter atau majelis arbitrase.5 muslihat yang dilakukan oleh
Terhadap putusan arbitrase, salah satu pihak dalam
hanya ada satu upaya hukum yang pemeriksaan sengketa.
dapat dilakukan oleh pihak yang
tidak puas dengan putusan b. Putusan Arbitrase Bersifat
arbitrase, yaitu melakukan Mutlak
pembatalan sebagaimana diatur Lembaga arbitrase
dalam Pasal 70 Undang-Undang berkedudukan sebagai suatu
Nomor 30 Tahun 1999 Tentang badan untuk penyelesaian suatu
Arbitrase dan Alternatif sengketa perdata di luar peradilan
Penyelesaian Sengketa yang umum yang didasarkan pada
menyatakan bahwa Terhadap perjanjian arbitrase yang dibuat
putusan arbitrase para pihak dapat secara tertulis oleh para pihak
mengajukan permohonan yang bersengketa.
pembatalan apabila putusan Berdasarkan kedudukan
tersebut diduga mengandung tersebut di atas, maka lembaga
unsur-unsur sebagai berikut : arbitrase memiliki kewenangan
1) surat atau dokumen yang untuk menyelesaikan suatu
diajukan dalam pemeriksaan, sengketa perdata di luar peradilan
setelah putusan dijatuhkan, umum yang didasarkan pada

5
perjanjian arbitrase yang dibuat
Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum Kontrak
Memahami Kontrak dalam Perspektif Filsafat, secara tertulis oleh para pihak
Teori, Dogmatik dan Praktik Hukum (Seri
Pengayaan Hukum Perikatan), CV. Mandar yang bersengketa. Kewenangan
Maju, Bandung. hlm 25

91
dalam khasanah teori, menurut HD Kewenangan lembaga arbitrase
Scoud adalah keseluruhan aturan- ini, meskipun bersifat absolut tetapi
aturan yang berkenaan dengan tetap terbatas, artinya kewenangan
perolehan dan penggunaan tersebut hanya untuk perkara-
wewenang pemerintahan oleh perkara yang penyelesaiannya
subjek hukum publik di dalam berdasarkan perjanjian arbitrase
hukum publik. dan hanya melingkupi perkara-
Kewenangan lembaga perkara di bidang perdagangan
arbitrase dalam penyelesaian dan mengenai hak yang menurut
sengketa melalui arbitrase ini hukum dan peraturan perundang-
bersifat absolut, sehingga lembaga undangan dikuasai sepenuhnya
lain termasuk juga lembaga oleh pihak yang bersengketa.
peradilan tidak berwenang untuk c. Pelaksanaan Putusan Arbitrase
menyelesaikan sengketa ini. Hal dan Hubungan Pengadilan
tersebut ditegaskan dalam Putusan Arbitrase Nasional
ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Pelaksanaan putusan arbitrase
Nomor 30 Tahun 1999 tentang nasional diatur dalam Pasal 59
Arbitrase dan Alternatif sampai dengan Pasal 64 Undang-
Penyelesaian Sengketa yang Undang Nomor 30 Tahun 1999.
menyatakan bahwa: “Pengadilan Pada dasarnya para pihak harus
Negeri tidak berwenang untuk melaksanakan putusan secara
mengadili sengketa para pihak sukarela. Agar putusan arbitrase
yang telah terikat dalam perjanjian dapat dipaksakan
arbitrase”. pelaksanaannya, putusan tersebut
Kewenangan absolut harus diserahkan dan didaftarkan
lembaga arbitrase ini telah pada kepaniteraan pengadilan
menempatkan lembaga arbitrase negeri, dengan mendaftarkan dan
tersebut dalam kapasitas hukum menyerahkan lembar asli atau
dan kedudukan hukum untuk salinan autentik putusan arbitrase
menyelesaikan sengketa yang nasional oleh arbiter atau
timbul dari perjanjian. kuasanya ke panitera pengadilan

92
negeri, dalam waktu 30 (tiga puluh) lembar asli pengangkatan sebagai
hari setelah putusan arbitase arbiter atau salinan autetiknya
diucapkan. kepada Panitera Pengadilan
Peranan pengadilan dalam Negeri.
penyelenggaraan arbitrase 3. Azas Ex Aequo Et Bono Unsur
berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Keadilan Dalam Putusan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun Arbitrase
1999, antara lain mengenai Putusan Arbiter berdasarkan
penunjukkan arbiter atau majelis Ex Aequo Et Bono merupakan
arbiter dalam hal para pihak tidak putusan yang mempertimbangkan
ada kesepakatan dan dalam hal prinsip-prinsip keadilan dan
pelaksanaan putusan arbitrase kepatutan. 6Pada dasarnya, pihak
nasional maupun internasional yang bersengketa dapat mengadakan
yang harus dilakukan melalui perjanjian dalam menentukan perkara
mekanisme sistem peradilan yaitu akan diputus berdasarkan ketentuan
pendaftaran putusan tersebut hukum atau berdasarkan keadilan
dengan menyerahkan salinan dan kepatutan (Ex Aequo Et Bono).
autentik putusan. Dalam hal memperoleh kewenangan,
Berdasarkan Pasal 59 para arbiter dapat memberikan
Undang-Undang Arbitrase putusan Ex Aequo Et Bono yang
menentukan batas waktu dapat mengesampingkan peraturan
penyerahan dan pendaftaran perundangan, kecuali pada ketentuan
putusan arbitrase nasional tersebut hukum bersifat memaksa.
yakni dilakukan dalam waktu Putusan Ex Aequo Et Bono
selambat-lambatnya 30 (tiga tertera dalam Pasal 56 ayat (1)
puluh) hari setelah putusan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
arbitrase diucapkan oleh arbiter 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
atau majelis arbitrase. Selain itu Penyelesaian Sengketa, yaitu arbiter
Undang-Undang Arbitrase juga atau majelis arbitrase dapat
mewajibkan arbiter atau kuasanya
6 Munir Faudy, 2003, Alternatif Penyelesaian
untuk menyerahkan putusan dan Sengketa Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung. hlm 35

93
mengambil putusan berdasarkan menegaskan bahwa apabila para
ketentuan hukum, atau berdasarkan pihak memberi kebebasan kepada
keadilan dan kepatutan”. “Pilihan arbiter untuk memberi putusan
pengambilan putusan arbitrase berdasarkan keadilan dan kepatutan,
menurut Ex Aequo Et Bono harus maka peraturan perundangan dapat
diperhatikan oleh para arbiter dan dikesampingkan kecuali dalam
para pihak yang bersengketa dalam beberapa kasus tertentu, hukum
menyelesaikan sengketanya melaui yang memaksa harus diterapkan dan
Lembaga arbitrase. tidak dapat disimpangi.
Secara umum konsep tersebut D. PENUTUP
menggambarkan arbitrase berdasar 1. Kesimpulan
keadilan sebagai suatu proses Kekuatan Hukum Putusan
pemutusan kasus di mana arbiter Arbitrase Terhadap Sengketa
dalam membuat keputusan mengenai Dalam Kontrak Konstruksi antara
kasus tersebut berusaha menemukan PT Kusman Jaya Papua dengan
solusi yang adil dan patut. Pencarian Dinas Pekerjaaan Umum adalah :
solusi yang adil tersebut bisa a. Putusan Arbitrase Bersifat
dilakukan di luar ketentuan hukum, Mandiri, Final dan Mengikat.
seperti di dalam prinsip moral, sosial Putusan arbitrase tidak dapat
atau dengan melihat kondisi riil diajukan banding atau kasasi
permasalahan dalam konteksnya di Untuk memberikan rasa
lapangan. keadilan, maka bagi pihak yang
Undang-Undang Republik tidak puas dengan putusan
Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 arbitrase dapat melakukan
Tentang Arbitrase dan Alternatif upaya peninjauan kembali.
Penyelesaian Sengketa, pasal 56 b. Ketua Pengadilan Negeri tidak
ayat (1) menegaskan, “Arbiter atau diperkenankan memeriksa
majelis arbitrase mengambil putusan alasan atau pertimbangan dari
berdasarkan ketentuan hukum atau putusan arbitrase tersebut.
berdasarkan keadilan dan Kewenangan memeriksa yang
kepatutan.” Penjelasan ayat ini dimiliki Ketua Pengadilan

94
Negeri, terbatas pada nyata karena keindependenan
pemeriksaan secara formal pelaksanaan putusan
terhadap putusan arbitrase arbitrase yang tanpa
yang dijatuhkan oleh arbiter memerlukan bantuan
atau majelis arbitrase. pengadilan tersebut akan
2. Saran dapat menghilangkan
a. Perlu adanya kesadaran bagi kemungkinan tidak dapat
pelaku usaha/pelaku bisnis terlaksananya suatu putusan
jika terjadi sengketa untuk akibat keikutcampuran
menyelesaikan sengketa pengadilan.
melalui arbitrase karena
dapat menghasilkan win-win DAFTAR PUSTAKA
solution, penyelesaian cepat,
Buku:
bersifat tertutup, kerahasiaan
Adrian Sutedi, 2012, Aspek Hukum
sengketa terjaga, pemutus
Pengadaan Barang & Jasa dan
sengketa, jangka waktu
Berbagai Permasalahannya, Edisi
penyelesaian yang telah
Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.
ditentukan.
Bambang Sutiyoso, 2019, Hukum
b. Perlu adanya aturan
Kontrak Interprestasi Dan
mengenai suatu pelaksanaan
Penyelesaian Sengketa di
putusan arbitrase agar dapat
Indonesia. UII Press, Jakarta.
dilaksanakan secara langsung
Muhammad Syaifuddin, 2012, Hukum
tanpa adanya pendaftaran
Kontrak Memahami Kontrak dalam
putusan arbitrase terlebih
Perspektif Filsafat, Teori, Dogmatik
dahulu ke Panitera
dan Praktik Hukum (Seri
Pengadilan Negeri. Sehinggga
Pengayaan Hukum Perikatan), CV.
dapat menjadikan putusan
Mandar Maju, Bandung.
yang dihasilkan dari lembaga
Munir Faudy, 2003, Alternatif
arbitrase yang bersifat final,
Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT.
mengikat dan berkuatan Citra Aditya Bakti, Bandung.
hukum tetap menjadi lebih

95
Syahruddin Nawi, 2014, Penelitian
Undang-Undang:
Hukum Normatif versus Penelitian
Hukum Empiris, PT. Umitoha
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017,
Ukhuwah Grafika, Makassar. tentang Jasa Konstruksi.

96

Anda mungkin juga menyukai