SKRIPSI
diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana
Teknik Sipil
OLEH
MIFTAKHUL AS’HRIYANTI EKA PRATIWI
NIM 160523610803
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
intensitas pencahayaan alami dengan menggunakan DIALux evo 9.1 pada Gedung
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.
Kenyamanan Pengertian
Visual Faktor-Faktor Kondisi Cuaca
Pencahayaan Alami Keuntungan
dan Kelemahan
Pengaruh
Pencahyaaan Buatan
Pencahayaan Keuntungan
Persyaratan dan Kelemahan
Pengaruh
Tujuan Apa bedanya?
dengan Software DIALux evo
Analisis Kenyamanan Visual
Standar
Orientasi Bangunan
Strategi
Selubung Bangunan
Bangunan
Efektif Material Kaca Kaca Stopsol
Peneduh
Letak Pengaruh Letak
Geografis dan Geografis dan
Astronomis Astronomis
Tujuan
Simulasi Parameter
Pencahayaan Input dan Output
Alami
Jenis-Jenis
Software Software Simulasi
DIALux evo Parameter Input
Penelitian
Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Topik Pembahasan
Sumber: Dokumen Peneliti (2020)
6
7
aktivitas dengan ketelitian yang tingi seperti membaca atau melihat obyek kecil
(ruang kelas, laboratorium, perpustakaan) maka diperlukan level penerangan yang
lebih tinggi dibanding ruang lain yang digunakan untuk melihat obyek yang lebih
besar dengan tingkat ketelitian yang lebih rendah. Dalam kaitan ini, sebagai
perencana perlu melakukan tindakan guna mencapai kenyamanan visual (Karyono,
2010). Untuk mendapatkan kenyamanan visual pengguna bangunan khususnya dalam
ruangan, maka diperlukan perancangan pencahayaan yang optimal pada bangunan
dengan menghindari intensitas pencahayaan dan silau yang berlebih.
2.3 Pencahayaan
Pencahayaan memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pada hakikatnya manusia membutuhkan cahaya untuk mendapatkan
informasi visual mengenai kondisi disekitarnya. Secara fungsional, cahaya
dibutuhkan agar manusia dapat melakukan berbagai aktivitas. Selain berperan dalam
tujuan fungsional, pencahayaan juga memiliki peran meningkatkan kualitas visual.
Pencahayaan sangat berperan dalam menciptakan suatu perasaan tertentu.
Pencahayaan yang mampu menciptakan suasana nyaman dan memuaskan perasaan
merupakan pencahayaan yang berkualitas baik (Manurung, 2009).
Menurut Kepmenkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002, pencahayaan
merupakan banyaknya penyinaran yang diperlukan pada suatu tempat agar dapat
melaksanakan kegiatan secara efektif. Faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas
dan efektivitas manusia untuk mendapatkan keadaan lingkungan yang aman dan
nyaman adalah pencahayaan.
Sinar adalah berkas cahaya yang mengarah ke suatu tujuan, sedangkan cahaya
adalah arus gelombang pendek sempit dari radiasi elektromagnetik. Cahaya semua
gelombang akan terlihat sebagai warna putih (Latifah, 2015). Sumber cahaya dapat
setelah ini masuk ke jenis - jenis pencahayaan
berasal dari matahari, bintang, lampu, api, dan lainnya. alami - buatan
Gambar 2.2 menunjukkan bahwa cahaya mempunyai panjang antara 380
hingga 700 nm (nanometer, 1 nm = 10-9 m), dengan urutan warna: (ungu-ultra), ungu,
nila, biru, hijau, kuning, jingga, merah, (merah-infra). Ungu-infra dan merah-infa
hanya dapat dilihat dengan bantuan alat optik khusus. Kecepatan cahaya adalah 3x108
m/dtk. Panjang gelombang cahaya matahari (sunlight, daylight) antara 290 hingga
2300 dan mempunyai spektrum lengkap dari ungu-ultra hingga merah-infra (Satwiko,
2009). Mata manusia sangat responsif pada wilayah kuning-hijau (yellow-green
region) dengan panjang gelombang 550-560 nm (Putri, 2015). Meijs (1983)
menyebutkan terdapat 4 sifat-sifat yang dimiliki oleh cahaya, yaitu memantul
(refleksi), menembus (transmisi), membias, dan dapat menyerap.
10
misalnya pada malam hari atau di ruang yang tak terjangkau oleh cahaya alami.
Dengan demikian, sudah semestinya pencahayaan buatan bersifat saling mendukung
dengan pencahayaan alami (Satwiko, 2009).
alami dalam suatu ruangan. Widarwati (2016), menyebutkan akibat dari perputaran
bumi mengelilingi matahari (revolusi), maka akan mengakibatkan terjadinya
pergeseran semu letak terbit dan tenggelamnya matahari.
peneduh atau shading device merupakan strategi bangunan yang efektif dalam
masuknya pencahayaan alami.
cahaya alami yang cukup tanpa adanya terlalu banyak radiasi matahari langsung dan
tidak memberikan panas berlebihan.
Karakteristik Cahaya
Ketebalan Posisi
Tipe Kaca Nilai Transmisi Nilai Refleksi
(mm) Pelapisan
(%) (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
#1 34
5 31
#2 20
Stopsol Classic #1 19
6 29
Green (CGN) #2 34
#1 34
8 27
#2 16
#1 16
Stopsol Classic 5 28
#2 32
Dark Blue (CDH)
6 #1 26 32
24
bangunan semirip mungkin dengan kondisi nyata. Model tersebut harus dapat
menunjukkan interaksi dengan berbagai komponen sehingga dapat menggambarkan
perilaku dari suatu lingkungan yang terjadi. Dengan pembuatan model maka
diharapkan dapat lebih mudah untuk melakukan analisis. Hal ini merupakan prinsip
pemodelan, yaitu bahwa pemodelan bertujuan untuk mempermudah analisis dan
pengembangannya (Veriawan, 2010). Metode simulasi atau modelling dapat dipakai
untuk membuktikan kebenaran pengaruh aspek disain terhadap kinerja bangunan
(building performance) (Mahaputri, 2010).
energi konsumsi, denah hasil renderasi pencahayaan dan denah hasil false colour.
Amin (2016) dalam penelitiannya parameter input yang dibutuhkan adalah denah
bangunan, tampak bangunan, dan data iklim. Parameter output yaitu, kuat terang
ruangan dan gambar 3D hasil simulasi. Parameter input yang umum dibutuhkan
dalam simulasi yaitu denah bangunan, orientasi bangunan, kondisi langit, tanggal dan
waktu. Parameter output yang umum dihasilkan dalam simulasi yaitu tingkat
pencahayaan dan denah hasil renderasi.
terletak pada kecepatan hasil rendering dan kemudahan dalam mengedit model 3D.
Selain itu analisa yang dapat dilakukan oleh software ini sangat beragam dan lebih
mendetail (Avesta 2017).
memenuhi standar agar bisa terpenuhi dengan memodifikasi ruangan atau bukaan
pada bangunan.
Dalam bangunan dengan luasan yang besar tentunya terdapat kelebihan dan
kekurangan, untuk mengantisipasi kekurangan yang terjadi dalam bangunan dapat
dilakukan rekomendasi desain. Rahmadiina (2017) dan Nuha (2018) dalam
penelitiannya melakukan alternatif desain pada beberapa bagian 1) Dimensi bukaan,
2) Jenis material pendukung ruangan, 3) Sun shadding atau peneduh bangunan, dan
4) Lightshelf atau reflektor cahaya. Dengan melakukan desain pada bagian tersebut
dapat mengurangi silau atau tingginya intensitas cahaya yang masuk dalam bangunan.
BAB III
METODE PENELITIAN
31
32
Mulai
Studi Literatur
Memasukkan
Data Input
A
34
Simulasi
Hasil
(Output)
Analisis
Data
Selesai
Gambar 3.3 merupakan diagram alir variabel input dan variabel output software
DIALux evo 9.1.
Mulai
Memasukkan
Data Input
Pemodelan
Bangunan
Simulasi
Pencahayaan Alami
Hasil
(Output)
A
36
False Colors
(lx)
Analisis
Data
Selesai
Simulasi dengan software DIALux evo 9.1 membutuhkan data input berupa
denah bangunan dalam format DWG atau dari hasil Autocad, lokasi bangunan,
longitude (garis bujur) dan latitude (garis lintang) yang merupakan koordinat
geografis suatu lokasi, dan zona waktu. Untuk melakukan simulasi pencahayaan
alami data input yang dibutuhkan yaitu kondisi langit (langit cerah, berawan, dan
mendung), serta tanggal dan waktu.
Simulasi pencahayaan alami dilakukan di semua jenis kondisi langit. Tanggal
simulasi dimasukkan saat posisi matahari berada tepat digaris gerak semu tahunan
matahari. Waktu simulasi dilakukan pada waktu yang paling efektif yaitu di 3 (tiga)
waktu. Tabel 3.1 penentuan variabel input simulasi pencahayaan alami.
37
Input data simulasi pencahayaan alami menggunakan DIALux evo 9.1 adalah
sebagai berikut:
1. Proses memasukkan data denah bangunan dari DED (Detail Engineering Design)
yang terdapat di AutoCAD dalam format DWG. Dilakukan dengan cara membuka
software DIALux evo 9.1 kemudian pilih import plan or IFC >> pilih format files
(DWG files) yang akan di import
2. Setelah file diimport, menentukan koordinat lokasi penelitian. Pada bagian toolbar
pilih Construction >> pilih Plans >> pilih Positioning dan menentukan posisi
serta ketinggian elevasi bangunan.
1
2
3. Input data lokasi, longitude, latitude, dan zona waktu pada bagian toolbar pilih
Construction >> pilih Site >> pilih Site Alignment
1
2
2 1
3
b. Merancang dinding ruangan pilih Storey and Building Construction >> Draw
New Room serta input ketinggian ruangan dan ketebalan lantai
1
3
2
3
2
d. Merancang plafon pilih Ceilings >> Draw New Ceiling serta input ketinggian
dan ketebalan plafon
e. Merancang elemen bangunan berupa pintu dan jendela pilih Apertures >> pilih
jenis pintu dan jendela Select >> Draw New Building Opening
42
3
2
f. Material pilih Materials >> pilih jenis material Select >> Apply material pilih
material yang sesuai untuk lantai, dinding, plafon, pintu, dan jendela.
2 3
g. Untuk membuat peneduh (shadding device) pilih Furniture and Object >>
pilih jenis material Select >> Draw Arrangement membuat peneduh sesuai
ukuran dan posisi
43
2
3
5. Input data kondisi langit, tanggal dan waktu simulasi pencahayaan alami pilih
toolbar Light >> pilih Light Scenes >> Luminaire Groups of the Light Scene >>
pilih jenis kondisi langit pada Reference Sky Type >> input tanggal dan waktu
pilih Date and Time
3
4
5
garis berwarna dengan bentuk pola persebaran rasio gelap terang dengan
pengelompokan warna yang menyatakan nilai tingkat pencahayaan sehingga dapat
menunjukkan tingkat pencahayaan pada suatu area. False colors akan memberikan
gradasi warna dengan penjelasan nilai tingkat pencahayaan yang disajikan dalam
skala warna. Skala warna yang ditampilkan dimulai dari warna hitam (tingkat
pencahayaan sangat rendah) sampai dengan warna merah (tingkat pencahayaan
tinggi) dengan penjelasan nilai tingkat pencahayaan dalam satuan lux.
Hasil simulasi berupa false colors yang dapat menunjukkan tinggi rendahnya
intensitas pencahayaan yang terjadi. Dengan adanya data output tersebut dapat
diketahui lokasi-lokasi pada ruangan yang kurang nyaman. Ketika diketahui lokasi
yang kurang nyaman secara visual, maka dapat dilakukan analisis dan pengendalian
visual sehingga lokasi yang kurang nyaman dapat dilakukan alternatif lain.
Mengingat pernyataan Karyono (2010), agar pengguna ruang dapat melihat dengan
jelas maka harus dipikirkan level penerangan yang diperlukan di dalam ruangan.
Sehingga dengan adanya data output tersebut dapat menjadi acuan dasar penilaian
tingkat kenyamanan visual pada ruangan.
perbandingan menurut tanggal dan waktu simulasi untuk melihat kesamaan dan
perbedaannya serta hasil intensitas pencahayaan alami rata-rata akan dilakukan
perbandingan dengan standar yang terkait. Kesamaan dan perbedaan yang didapatkan
pola-pola tersebut yang akan menjadi landasan dalam membuat kesimpulan.
Selanjutnya, hasil simulasi yang telah dilakukan pengelompokan akan
disajikan dengan mendeskripsikan untuk memberi gambaran intensitas pencahayaan
alami yang terjadi serta menunjukkan kuat terang paling rendah sampai kuat terang
paling tinggi pada gedung Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Malang.
Untuk mendapatkan kenyamanan visual dalam pencahayaan, data hasil simulasi titik
kuat terang dapat menunjukkan lokasi pencahayaan yang baik untuk memberikan
kenyamanan dan lokasi ekstrim yang menyebabkan ketidaknyamanan dalam
bangunan dapat diketahui.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
46
47
13
1
2
1
4 5
Sumber: Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Universitas Negeri Malang
48
Gambar 4.3 merupakan denah ruang kelas lantai 3 yang menjadi objek penelitian.
61 61
8 8
1 1 1 1
7 7 9 10 9 7 7
Sumber: Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Universitas Negeri Malang
Gambar 4.4 merupakan denah ruang kelas lantai 4 yang menjadi objek penelitian.
11
1 1
11
13 13
1 1 1 1
12 12 14 15 14 12 12
Sumber: Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Universitas Negeri Malang
49
Gambar 4.5 merupakan denah ruang kelas lantai yang menjadi objek penelitian.
1 1
16 17 18 19 18 17
Pemodelan ruang kelas dilakukan dengan pengelompokan tiap tipe ruang kelas
berdasarkan posisi lantai yang memiliki elevasi tiap lantai berbeda, ukuran ruang
kelas (panjang dan lebar), tipe jendela, dan orientasi bangunan yaitu arah hadap
jendela yang memperoleh pencahayaan alami. Pengelompokan tiap tipe ruang kelas
ditunjukkan pada tabel 4.1.
5 2 5,5 4 12 8 J4 Selatan
6 Utara
8 8 J4A
7 Selatan
9 10,5 8 J5 Selatan
11 Utara
8 8 J4B
12 Selatan
CW4A Barat
16 12 8 CW3,
Selatan
J4B
5 17,5 4
17 8 8 J4B Selatan
Pemilihan tipe ruang kelas dengan berdasarkan tipe jendela yang terdapat
pada tiap ruang kelas. Tipe jendela yang digunakan sesuai ukuran yaitu dengan lebar
dan tinggi masing-masing jendela. Tabel 4.2 merupakan klasifikasi tipe jendela
dengan penjelasan gambar dan ukuran jendela dalam lebar dan tinggi.
51
J4 2 2,95
J5 6 2,95
J5A 6 3,85
2,075
Lt.3
1,075
0,875
Lt.4 2,05
CW1 7,1
1,075
0,875
Lt.5 2,05
1,075
53
0,875
1,075
0,875
1,075
a) Pembuatan model ruang yaitu dengan membuat dimensi dan bentuk tiap ruang,
penempatan elemen bangunan (jendela, peneduh/shading device) yang sesuai
dengan data beserta material dinding, lantai, dan plafon.
b) Pemilihan lokasi objek penelitian, koordinat objek yaitu garis lintang (latitude) dan
garis bujur (longitude), serta zona waktu dalam Software DIALux evo 9.1.
Pemilihan lokasi dalam Software DIALux evo 9.1 dapat dilakukan dengan memilih
lokasi langsung dari daftar. Setting lokasi yang tersedia dari daftar, pada negara
Indonesia hanya terdapat kota Jakarta. Jika dalam daftar pemilihan lokasi tidak
terdapat kota yang di simulasikan, untuk mendapatkan hasil yang akurat
dimasukkan data koordinat lokasi yaitu garis lintang dan garis bujur.
c) Perhitungan tingkat pencahayaan dihitung pada bidang kerja dengan ketinggian
0,75 m dari atas lantai.
d) Simulasi pencahayaan alami dari bukaan dengan kondisi langit yang sudah
terdapat dalam Software DIALux evo 9.1 yaitu, clear sky (langit cerah), average
sky (langit berawan), dan overcast sky (langit mendung).
e) Parameter lain yang dibutuhkan dalam simulasi pencahayaan alami adalah tanggal
simulasi. Tanggal simulasi dilakukan pada 21 Maret, 21 Juni, 23 September, dan
22 Desember. Pemilihan tanggal simulasi tersebut karena tepat berada di garis
gerak semu tahunan matahari. Pada tanggal 21 Maret dan 23 September matahari
tepat berada di garis khatulistiwa yang berarti posisi matahari tepat berada di atas
kepala. Tanggal 21 Juni matahari berada di titik balik utara, yang berarti posisi
matahari berada di sebelah utara dan menyebabkan bagian utara mengalami panas
dan bagian selatan dingin. Begitu sebaliknya dengan tanggal 22 Desember
matahari berada di titik balik selatan, yang berarti posisi matahari berada di
sebelah selatan dan menyebabkan bagian selatan mengalami panas dan bagian
utara dingin.
f) Pemilihan waktu simulasi dilakukan pada 09.00 AM, 12.00 PM, dan 3.00 PM.
Pemilihan waktu tersebut karena merupakan waktu yang paling efektif dalam
melakukan pengamatan sinar matahari.
55
Data yang diperoleh dari Rencana Kerja dan Syarat (RKS) digunakan sebagai acuan
pemilihan material dalam pemodelan bangunan. Material yang digunakan dalam
elemen interior dapat mempengaruhi perolehan intensitas pencahayaan dalam ruang
kelas. Elemen interior berupa dinding, lantai, plafon, dan jendela yang dibutuhkan
dalam pemodelan DIALux evo. Nilai faktor refleksi untuk elemen interior berupa
dinding, lantai, dan plafon telah terdapat dalam software DIALux evo. Nilai faktor
refleksi dan transmisi cahaya pada kaca didapatkan dari PT. Asahimas Flat Glass
Tbk. Tabel 4.3 merupakan material yang digunakan dalam pemodelan ruangan.
ruang kelas 1 dan 3 ditunjukkan pada kondisi cuaca clear sky, average sky, dan
overcast sky.
09.00
1 21 Maret
12.00
2020
15.00
57
09.00
21 Maret
3 12.00
2020
15.00
09.00
21 Juni
1
2020
12.00
58
1 15.00
09.00
21 Juni
2020
3 12.00
15.00
23
1 September 09.00
2020
59
12.00
15.00
23
September
2020 09.00
3 12.00
15.00
60
09.00
1 12.00
22
Desember
2020
15.00
3 09.00
61
12.00
22
3 Desember
2020
15.00
Skala warna hasil simulasi false color untuk menunjukkan nilai intensitas
pencahayaan alami dalam satuan lux ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Untuk selengkapnya, hasil simulasi berupa false color di tipe ruang kelas
lainnya pada kondisi cuaca clear sky, average sky, dan overcast sky dapat dilihat pada
lampiran 8. Rekapitulasi hasil simulasi intensitas pencahayaan minimum, rata-rata,
dan maksimum dengan satuan (lux) pada seluruh tipe ruang kelas dengan orientasi
bangunan, kondisi cuaca, tanggal, bulan, tahun, dan waktu ditampilkan pada tabel
4.5.
Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Simulasi Kenyamanan Visual dengan DIALux evo
Tipe Intensitas
Orientasi Kondisi SNI
Ruang Ket. Tanggal Waktu Cahaya Ket.
Bangunan Cuaca (lux)
Kelas (lux)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
min Overcast Sky 21 Juni 15.00 66,7
1 Utara Rata-rata 177,94 250 Dibawah Standar
max Clear Sky 21 Juni 12.00 832
min Overcast Sky 21 Juni 15.00 82,7
2 Selatan Rata-rata 166,94 250 Dibawah Standar
max Clear Sky 22 Desember 12.00 466
min Overcast Sky 21 Juni 15.00 98,8
3 Utara Rata-rata 282,36 250 Diatas Standar
max Clear Sky 21 Juni 12.00 1440
min Overcast Sky 21 Juni 15.00 83,2
4 Selatan Rata-rata 152,70 250 Dibawah Standar
max Average Sky 22 Desember 09.00 326
62
63
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa ruang kelas di Gedung Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Malang, tidak memenuhi standar SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada sistem pencahayaan, karena hasil intensitas
pencahayaan berbeda-beda yaitu dibawah standar dan diatas standar. Menurut SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi
pada sistem pencahayaan, bahwa standar intensitas pencahayaan adalah 250 lux. Ruang kelas tipe 1, 2, 4, dan 5 memiliki
intensitas pencahayaan rata-rata dibawah standar. Tipe ruang kelas lainnya mempunyai nilai intensitas pencahayaan yang tinggi.
BAB V
PEMBAHASAN
66
67
09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
Gambar 5.1 Grafik Intensitas Pencahayaan Rata-Rata Cuaca Cerah (Clear Sky)
Orientasi Bangunan Utara
1500
Intensitas Pencahayaan (lux)
1250
1000
750
500
250
09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00 09.00 12.00 15.00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
Gambar 5.2 Grafik Intensitas Pencahayaan Rata-Rata Cuaca Cerah (Clear Sky)
Orientasi Bangunan Selatan
70
1000
Intensitas Pencahayaan (lux)
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
utara berada pada tipe ruang kelas 1, 3, 6, 8, 11, dan 13. Intensitas pencahayaan rata-
rata tergolong dalam kategori memenuhi standar SNI 03-6197-2000 pada tanggal 21
Maret pukul 12.00, 23 September pukul 12.00 dan 15.00, dan 22 Desember pukul
09.00 dan 15.00 yaitu mendekati nilai sebesar 250 lux.
Intensitas pencahayaan maksimum terjadi pada tanggal 21 Juni pukul 12.00
tergolong dalam kategori diatas standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 900 lux. Hal
tersebut terjadi karena pada tanggal 21 Juni matahari berada di titik balik utara, yang
berarti posisi matahari berada di sebelah utara dan menyebabkan bagian utara
mendapatkan intensitas pencahayaan alami yang tinggi sehingga mengalami panas.
Intensitas pencahayaan maksimum terjadi pada tipe ruang kelas 11 sebesar 1200 lux.
Tipe ruang kelas 11 dengan luas lantai 8m x 8m dengan tipe jendela J4B memiliki
luas jendela yang besar.
Intensitas pencahayaan minimum terjadi pada tanggal 22 Desember pukul
12.00 tergolong dalam kategori dibawah standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 150
lux. Tipe ruang kelas 1 dengan luas lantai 10,5m x 8m dengan tipe jendela J4
memiliki luas jendela yang kecil. Intensitas pencahayaan alami minimum terjadi pada
tipe ruang kelas 1 sebesar 100 lux.
Pada tanggal dan waktu tertentu intensitas pencahayaan menghasilkan nilai
yang baik untuk digunakan dalam melakukan aktivitas. Saat kondisi cuaca berawan
(average sky) dengan orientasi bangunan utara, intensitas pencahayaan alami yang
baik terjadi pada bulan selain 21 Juni. Intensitas pencahayaan alami yang bisa efektif
memberikan kenyamanan visual terjadi pada 21 Maret pukul 12.00, 23 September
pukul 12.00, dan 22 Desember pukul 09.00, karena pada tanggal tersebut intensitas
pencahayaan yang terjadi mendekati dengan standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar
250 lux.
73
09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
Waktu dan Tanggal Simulasi
pada tipe ruang kelas 16 terdapat jendela dengan orientasi barat. Pada saat sore hari
matahari tenggelam dan bergerak menuju ke arah barat sehingga tipe ruang kelas 16
memperoleh intensitas pencahayaan yang tinggi pada pukul 15.00.
Intensitas pencahayaan minimum terjadi pada tanggal 21 Maret pukul 12.00
dan 23 September pukul 12.00 namun tergolong dalam kategori memenuhi standar
SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 250 lux. Tipe ruang kelas 2 dengan luas lantai 10,5m
x 8m dengan tipe jendela J4 memiliki luas jendela yang kecil. Intensitas pencahayaan
alami minimum terjadi pada tipe ruang kelas 2 sebesar 100 lux.
Pada tanggal dan waktu tertentu intensitas pencahayaan menghasilkan nilai
yang baik untuk digunakan dalam melakukan aktivitas. Saat kondisi cuaca berawan
(average sky) dengan orientasi bangunan selatan, intensitas pencahayaan alami yang
efektif dapat memberikan kenyamanan visual terjadi pada 21 Maret pukul 12.00 dan
23 September pukul 12.00. Pada tanggal tersebut intensitas pencahayaan yang terjadi
mendekati dengan standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 250 lux.
250
200
150
100
50
0
09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
Waktu dan Tanggal Simulasi
luas jendela yang kecil. Intensitas pencahayaan alami minimum terjadi pada tipe
ruang kelas 1 sebesar 100 lux.
Pada tanggal dan waktu tertentu intensitas pencahayaan menghasilkan nilai
yang baik untuk digunakan dalam melakukan aktivitas. Saat kondisi cuaca mendung
(overcast sky) dengan orientasi bangunan utara intensitas pencahayaan alami yang
bisa efektif memberikan kenyamanan visual terjadi pada 21 Maret pukul 12.00, 23
September pukul 12.00, dan 22 Desember pukul 12.00, karena pada tanggal tersebut
intensitas pencahayaan yang terjadi mendekati dengan standar SNI 03-6197-2000
yaitu sebesar 250 lux.
350
300
250
200
150
100
50
0
09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00 09,00 12,00 15,00
21 Maret 21 Juni 23 September 22 Desember
Waktu dan Tanggal Simulasi
Intensitas pencahayaan rata-rata tergolong dalam kategori diatas standar SNI 03-
6197-2000 yaitu diatas nilai 250 lux.
Intensitas pencahayaan maksimum terjadi pada tanggal 21 Maret pukul 12.00
tergolong dalam kategori diatas standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 375 lux.
Pada saat cuaca mendung (overcast sky) intensitas pencahayaan alami yang terjadi
sedikit sehingga ruang kelas cenderung lebih gelap. Intensitas pencahayaan
maksimum terjadi pada tipe ruang kelas 16 sebesar 800 lux. Tipe ruang kelas 16
dengan luas lantai 12m x 8m terdapat tipe jendela CW4A dengan orientasi barat.
Tingginya intensitas pencahayaan alami yang terjapada pukul 15.00 karena pada tipe
ruang kelas 16 terdapat jendela dengan orientasi barat. Pada saat sore hari matahari
tenggelam dan bergerak menuju ke arah barat sehingga tipe ruang kelas 16
memperoleh intensitas pencahayaan yang tinggi pada pukul 15.00.
Intensitas pencahayaan minimum terjadi pada tanggal 21 Juni pukul 15.00
tergolong dalam kategori dibawah standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 200 lux.
Tipe ruang kelas 2 dengan luas lantai 10,5m x 8m dengan tipe jendela J4 memiliki
luas jendela yang kecil. Intensitas pencahayaan alami minimum terjadi pada tipe
ruang kelas 2 sebesar 100 lux.
Pada tanggal dan waktu tertentu intensitas pencahayaan menghasilkan nilai
yang baik untuk digunakan dalam melakukan aktivitas. Saat kondisi cuaca mendung
(overcast sky) dengan orientasi bangunan selatan, intensitas pencahayaan alami yang
efektif dapat memberikan kenyamanan visual terjadi pada 21 Maret pukul 15.00 dan
21 Juni pukul 09.00. Pada tanggal tersebut intensitas pencahayaan yang terjadi
mendekati dengan standar SNI 03-6197-2000 yaitu sebesar 250 lux.
Hasil simulasi yang telah dikelompokkan dalam grafik menurut kondisi cuaca
dan orientasi bangunan jendela. Semakin cerah kondisi cuaca yang terjadi maka
intensitas pencahayaan yang diterima oleh bangunan semakin tinggi, namun jika
semakin gelap kondisi cuaca maka intensitas pencahayaan yang diterima bangunan
semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wika (2017), bahwa kondisi langit cerah (clear sky) memiliki intensitas pencahayaan
alami lebih tinggi dari kondisi langit berawan (average sky). Tetapi kondisi langit
78
berawan (average sky) memiliki intensitas pencahayaan alami lebih tinggi dari
kondisi langit mendung (overcast sky).
Intensitas pencahayaan maksimum terjadi pada tipe ruang kelas 16 berada di
lantai 5 yang memiliki luas lantai 12m x 8m dengan orientasi jendela menghadap
barat yaitu sebesar 4300 lux. Intensitas pencahayaan alami tersebut tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan tipe ruang kelas lainnya dengan orientasi utara dan selatan.
Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Eddy (2004), arah bukaan barat-timur
akan memperoleh radiasi yang luas dan cahaya alami langsung menimbulkan panas
dan silau. Peraturan Gubernur Tahun 2012 No. 38 Tentang Panduan Pengguna
Bangunan Gedung Hijau Jakarta Vol. 3 Sistem Pencahayaan, bahwa jendela yang
baik menghadap selatan dan utara untuk memberikan penyebaran cahaya alami yang
cukup tanpa adanya terlalu banyak radiasi matahari langsung dan tidak memberikan
panas berlebihan.
Ruang kelas dengan orientasi bangunan utara dan selatan yang menerima
cahaya langsung dari matahari akan memberikan hasil simulasi yang berbeda.
Intensitas pencahayaan maksimum pada semua kondisi cuaca dengan orientasi
bangunan utara terjadi pada tanggal 21 Juni pukul 12.00. Milaningrum (2015), bahwa
diagram matahari memberikan informasi mengenai azimuth dan tinggi matahari pada
segala waktu di sepanjang tahun, karena pada tanggal 21 Juni kutub bagian utara
bumi berada paling dekat dengan matahari. Hal tersebut sesuai dengan hasil simulasi
bahwa jendela pada bagian utara mendapatkan sinar matahari yang tinggi sehingga
panas yang diterima oleh ruangan lebih banyak. Orientasi bangunan selatan terjadi
pada 22 Desember pukul 12.00. Milaningrum (2015), pada tanggal 22 Desember
kutub bagian selatan bumi berada paling dekat dengan matahari. Hal tersebut sesuai
dengan hasil simulasi bahwa jendela pada bagian selatan mendapatkan sinar matahari
yang tinggi sehingga panas yang diterima oleh ruangan lebih banyak.
Intensitas pencahayaan alami yang bisa efektif memberikan kenyamanan
visual dengan orientasi bangunan utara dan selatan pada kondisi cuaca cerah (clear
sky) terjadi pada 21 Maret , kondisi cuaca berawan (average sky) terjadi pada 21
Maret pukul 12.00 dan 23 September pukul 12.00, kondisi cuaca mendung (overcast
79
sky) terjadi pada 21 Maret. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Noorhayati (2015)
bahwa pada tanggal 21 Maret adalah tanggal yang paling optimal dalam pembentukan
berkas cahaya, karena berkas cahaya yang masuk kedalam ruang paling sedikit
dibandingkan dengan tanggal 21 Juni dan 22 Desember.
Tabel 5.1 Kondisi Kenyamanan Visual pada Tiap Tipe Ruang Kelas
Kondisi Cuaca
Tipe
Cerah Berawan Mendung Kesimpulan
Ruang Kelas
(Clear Sky) (Average Sky) (Overcast Sky)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 213,61 202,86 99,63 172,03
2 173,31 189,65 123,58 162,18
3 360,15 309,5 147,65 272,43
4 141,92 180,39 124,28 148,87
5 144,69 183,57 126,82 151,69
6 501,15 427,08 199,58 375,94
7 332,08 380 251,5 321,19
8 388,85 332 155,83 292,23
9 422,77 441,08 280,25 381,37
80
Agar dapat melakukan aktivitas dalam ruang kelas dengan baik maka
dibutuhkan kenyamanan visual yang dapat mendukung proses belajar mengajar.
Perbandingan nilai intensitas pencahayaan alami dengan SNI 03-6197-2000 yang
terjadi pada tipe ruang kelas 1, 2, 4, dan 5 dibawah standar yang berlaku, nilai yang
didapatkan dibawah 250 lux. Tipe ruang kelas 3, 6 hingga 19, intensitas pencahayaan
alami yang terjadi diatas standar, nilai yang didapatkan diatas 250 lux.
Perbedaan hasil simulasi pada tiap ruang kelas dipengaruhi oleh perbedaan
ukuran ruangan, elevasi lantai tiap ruangan, orientasi bangunan, dan tipe jendela.
Ukuran ruang kelas yang semakin besar akan memperoleh pencahayaan alami
semakin sedikit, pada lokasi yang jauh dari jendela akan semakin gelap. Ukuran
jendela yang besar akan memberikan perolehan intensitas pencahayaan alami
semakin banyak. Tipe jendela dengan ukuran yang beragam serta jenis kaca dengan
berbagai nilai reflektifitas dan transmisi, berpengaruh terhadap perolehan
pencahayaan pada tiap ruangan. Semakin besar nilai reflektifitas dan semakin kecil
nilai trasmisi, pencahayaan yang diperoleh ruangan akan semakin kecil, begitupula
sebaliknya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil dan pembahasan sebelumnya akan
disajikan sebagai berikut:
1) Simulasi dilakukan dengan 19 tipe ruang kelas dengan masing-masing posisi
lantai yang memiliki elevasi tiap lantai berbeda, ukuran ruang kelas (panjang
dan lebar), tipe jendela, orientasi bangunan yaitu arah hadap jendela yang
memperoleh pencahayaan alami.
2) Kondisi langit dalam simulasi dilakukan pada kondisi cuaca cerah (clear sky),
cuaca berawan (average sky), dan cuaca mendung (overcast sky). Tanggal 21
Maret, 21 Juni, 23 September, dan 22 Desember. Waktu pukul 09.00, 12.00,
dan 15.00.
3) Hasil simulasi yang telah dikelompokkan dalam grafik menurut kondisi cuaca
dan orientasi bangunan jendela. Semakin cerah kondisi cuaca yang terjadi maka
intensitas pencahayaan yang diterima oleh bangunan semakin tinggi, namun
jika semakin gelap kondisi cuaca maka intensitas pencahayaan yang diterima
bangunan semakin rendah. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Wika (2017), bahwa kondisi langit cerah (clear sky) memiliki
intensitas pencahayaan alami lebih tinggi dari kondisi langit berawan (average
sky). Tetapi kondisi langit berawan (average sky) memiliki intensitas
pencahayaan alami lebih tinggi dari kondisi langit mendung (overcast sky).
4) Intensitas pencahayaan maksimum terjadi pada tipe ruang kelas 16 berada di
lantai 5 yang memiliki luas lantai 12m x 8m dengan orientasi jendela
menghadap barat yaitu sebesar 4300 lux. Intensitas pencahayaan alami tersebut
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan tipe ruang kelas lainnya dengan
orientasi utara dan selatan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Eddy
(2004), arah bukaan barat-timur akan memperoleh radiasi yang luas dan cahaya
alami langsung menimbulkan panas dan silau. Peraturan Gubernur Tahun 2012
81
82
intensitas pencahayaan alami yang terjadi diatas standar, nilai yang dihasilkan
diatas 250 lux.
6.2 Saran
Berikut beberapa saran yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya,
yaitu sebagai berikut:
1) Sebaiknya mencoba menambahkan pemodelan simulasi dengan pencahayaan
buatan (lampu) untuk digunakan penambahan pada kondisi cuaca yang tidak
memenuhi standar.
2) Sebaiknya menambah variabel input furniture dalam ruang kelas serta
menambah faktor lain non-alamiah untuk mengetahui pengaruh penambahan
variabel tersebut.
3) Sebaiknya menambah jenis objek penelitian yaitu fungsi ruangan lain untuk
mendapatkan hasil intensitas pencahayaan alami yang lebih beragam.
4) Sebaiknya melakukan pemodelan bangunan dengan software 3D (sketchup)
agar mendapatkan pemodelan yang baik.
5) Sebaiknya mencoba melakukan rekomendasi desain dengan bantuan software
DIALux evo untuk menunjukkan hasil desain yang sesuai dengan standar.
REFERENCES
Amin, A.R.Z., dkk. 2016. Studi Pencahayaan Alami pada Rumah Limas Panggung
Palembang (Simulasi dengan Program Ecotect 5.0). Skripsi. Palembang:
Universitas Katholik Musi Charitas.
Atthaillah, dkk. 2017. Simulasi Pencahayaan Alami pada Gedung Program Studi
Arsitektur Universitas Malikussaleh. Jurnal Arsitektur, 16(2), 113-124. Dari
https://doi.org/10 .24853/nalars.16.2.113-124.
Avesta, R., dkk. 2017. Strategi Desain Bukaan Terhadap Pencahayaan Alami untuk
Menunjang Konsep Bangunan Hemat Energi pada Rusunawa Jatinegara Barat.
Jurnal Rekayasa Hijau, 1(2), 124-135. Dari https://ejurnal.itenas.ac.id/index.
php/rekayasahijau/article/ view/1633.
Azahra. 2014. Gambaran Pemenuhan Standar Pencahayaan Perpustakaan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta Tahun 2014. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Baroudi, E. 2012. The Difference Between DIALux evo and DIALux 4.12, (Online),
(https://ezzatbaroudi.wordpress.com/2012/04/26/the-difference-between
dialux-evo-and-dialux-4-10/), diakses tanggal 8 Maret 2020.
Dhini, D.R.F. 2016. Evaluasi Bukaan Pencahayaan Alami untuk Mendapatkan
Kenyamanan Visual pada Ruang Perkuliahan. Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
DIAL company. 2020. DIALux, Lighting, Smart Building. (Online), (https://www.
dial.de/en/company/), diakses: 3 Maret 2020.
Dora, P.E., Nilasari, P.F. 2011. Pemanfaatan Pencahayaan Alami pada Rumah
Tinggal Tipe Townhouse di Surabaya. Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Living Green: Mensinergikan Kehidupan, Mewujudkan
Keberlanjutan, Jurusan Desain Interior, Surabaya, 26 Mei.
84
85
PT. Asahimas Flat Glass, Tbk. 2015. Architectural Glass. (Online), (http://www.
amfg.co.id/en/product/flat-glass/our-exterior/stopsol.html), diakses: 20 Agustus
2020.
Putri, C.R. 2015. Efisiensi Pencahayaan pada Bangunan Gedung dengan Bantuan
Perangkat Lunak (Studi Analisa Pada Gedung Sarana Jaya 3 Pramuka–
Jakarta Timur). Skripsi. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta.
Rahmi, D.H. 2015. Pengaturan Penghawaan dan Pencahayaan pada Bangunan.
(Online), (https://arsitekturdanlingkungan.wg.ugm.ac.id/2015/11/20/
pengaturan-penghawaan-dan-pencahayaan-pada-bangunan/), diakses 16 April
2020.
Retnawati, dkk. 2013. Estimasi Keadaan Cuaca di Kota Pontianak Menggunakan
Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Algoritma Hopfied. Jurnal POSITRON,
3(2), 43-46. Dari http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpositron/article/view/
5136/5262.
Sabtalistia, Y.A. 2017. Optimalisasi Pencahayaan Alami dengan Alat Pembayang
Matahari (Shading Device) pada Jendela Ruang Kelas. Jurnal Muara Sains,
Teknologi, Kedokteran, dan Ilmu Kesehatan, 1(1), 196-203. Dari https://
journal.untar.ac.id/index.php/jmistki/article/view/430/375.
Sari, D.L. 2017. Pengaruh Window-To-Wall Ratio Terhadap Kenyamanan Visual
pada Apartemen Mahasiswa di Surabaya. Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Satwiko, P. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi Offset.
SNI-03-2396-2001 Tahun 2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan
Alami pada Bangunan Gedung, (Online), (https://mmbeling.
files.wordpress.com/2008/09/sni-03-2396-2001.pdf), diakses 4 Februari 2020.
Sushanti, A.B. 2015. Pengaruh Fasade Bangunan Terhadap Pencahayaan Alami
pada Laboratorium Politeknik Negeri Malang. Skripsi. Malang: Universitas
Brawijaya.
Tangoro, D. 2004. Utilitas Bangunan, Edisi II. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
88