Anda di halaman 1dari 20

PEMBUATAN BIOETANOL DARI LIMBAH NANGKA

MELALUI PROSES FERMENTASI

Mata Kuliah : Energi Baru dan Terbarukan

Dosen Pengampu : Dr. Ir. Taslim, M.Si, IPM

Disusun Oleh :

Kelompok 10

Putri Theresa Septiana Simbolon 200405053


Lydia Febriana 200405084
Angelica Damanik 200405107
Tiatira Napitupulu 200405112

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..……i

KATA PENGANTAR……………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………..…………………………………………………………1


1.2 Rumusan Masalah……...……………………………………………...…………2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Biomassa………………...……………………………………………...……..…3
2.2 Konversi Energi Biomassa…………………………………………………….…4
2.3 Biokimia………………………………………………………………………….5
2.4 Fermentasi………………………………………………………………………..6
2.5 Bioetanol………………………………………………………………………....9
2.5.1 Pengertian Bioetanol……………………………………………………..9
2.5.2 Mekanisme Pembentukan Bioetanol……………………………………10
2.5.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bioetanol…………13
2.5.4 Manfaat Bioetanol……………………………………………………….14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...15
3.2 Saran…………………………………………………………………………….15

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….16
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Adapun
tema dari makalah ini tentang energi baru terbarukan dari energi biomassa melalui
produksi bioetanol dari limbah nangka.

Dalam era kebutuhan energi yang terus meningkat dan tantangan perubahan
iklim yang semakin nyata, penemuan dan pengembangan solusi berkelanjutan sangat
penting. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah pemanfaatan limbah nangka
untuk menghasilkan bioetanol, yang merupakan langkah penting menuju
pengembangan energi terbarukan.

Dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai produk yang dihasilkan
dari konversi biokimia yaitu bioetanol, bagaimana potensi produksi bioetanol dari
limbah nangka, faktor-faktor yang mempengaruhi bioetanol yang dihasilkan, serta
manfaat bioetanol. Kami berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang
mendalam tentang pentingnya produksi bioetanol dari limbah nangka dalam
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta mendorong perubahan
menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Dalam upaya ini, marilah kita bersama-sama menjaga dan menghormati


anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada kita, dengan mengaplikasikan
pengetahuan dan inovasi dalam menciptakan dunia yang lebih baik untuk generasi
mendatang.

Medan, 24 Mei 2023


Tertanda,

Kelompok 10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) saat ini semakin meningkat karena
BBM sudah merupakan kebutuhan vital bagi manusia. Sebagian besar atau bahkan
hamper semua teknologi yang digunakan menggunakan bahan bakar minyak sebagai
sumber energi (Meyrinta dkk, 2018). Tingginya kebutuhan akan BBM tidak
diimbangi dengan jumlah produksinya sehingga seiring berjalannya waktu
mengakibatkan terjadinya krisis energi. Untuk mengurangi pemakaian minyak
sebagai sumber energi, hal yang harus dilakukan yaitu mengurangi ketergantungan
terhadap minyak yang semulanya pada tahun 2011 sebesar 50% dengan capaian pada
tahun 2025 ketergantungan minyak menjadi 23%. Pengganti kebutuhan minyak dapat
dialihkan dengan memanfaatkan energi terbarukan (Kurniati dkk, 2021).

Para peneliti yang bekerja pada sumber energi alternatif dan terbarukan,
menyatakan bahwa etanol adalah salah satu energi alternatif terbaik sebagai
pengganti bensin dan juga dapat digunakan sebagai aditif bensin. Bioetanol telah
dianggap sebagai biofuel terbaik dikarenakan sifatnya yang ramah lingkungan, karena
hal tersebut produksi bioetanol dari biomassa telah banyak menarik perhatian
(Khoshkho dkk, 2022).

Biomassa yang digunakan berasal dari limbah organik, salah satunya yaitu dari
limbah buah nangka. Direktorat Jendral Holtikultura Kementrian Pertanian (2013)
melaporkan bahwa nangka mengalami peningkatan produktivitas dari tahun 2011
sebesar 654.808 ton dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan hingga 737.571
ton. Nilai peningkatan produksi buah nangka diikuti dengan meningkatnya limbah
yang dihasilkan. Selain itu, limbah buah nangka juga mengandung polisakarida,
sehingga memungkinkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
bioetanol melalui proses fermentasi (Fibonacci, 2019).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah pada makalah ini antara lain, yaitu :
a) Apa yang dimaksud dengan biokimia serta bagaimana konversinya?
b) Apa yang dimaksud dengan fermentasi?
c) Apa yang dimaksud dengan bioetanol serta bagaimana mekanisme reaksi
pembuatannya?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain, yaitu :
a) Untuk mengetahui tentang biokimia serta konversinya
b) Untuk mengetahui mengenai fermentasi dan penerapannya
c) Untuk mengetahui produk hasil fermentasi dan mekanisme reaksi
pembuatannya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Biomassa

Biomassa merupakan salah satu sumber energi terbarukan sehingga energi ini
dapat diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diproduksi lagi, salah satunya yaitu
tumbuhan yang ada di alam, bahan organik yang hidup maupun yang mati, baik di
atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah permukaan tanah atau dengan kata
lain adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses pembusukan, baik berupa
produk maupun buangan (Wahyuningsi dan Amna, 2020).

Potensi biomassa di Indonesia yang bisa digunakan sebagai sumber energi


jumlahnya sangat melimpah, potensi biomassa Indoneisa sebesar 146,7 juta ton per
tahun. Sementara potensi biomassa yang berasal dari limbah untuk tahun 2020
diperkirakan sebanyak 53,7 juta ton. Limbah yang berasal dari hewan maupun
tumbuhan semuanya potensial untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Tanaman
pangan dan perkebunan menghasilkan limbah yang cukup besar, yang dapat
dipergunakan untuk keperluan lain seperti bahan bakar nabati, seperti biodiesel
ataupun bioetanol (Parinduri dan Parinduri, 2020).

Sumber energi biomassa mempunyai beberapa kelebihan antara lain merupakan


sumber energi yang dapat diperbaharui (renewable) sehingga dapat meyediakan
sumber energi secara berkesinambungan (sustainable) (Parinduri dan Parinduri,
2020). Keunggulan lain dari biomassa adalah harganya yang lebih murah
dibandingkan dengan sumber energi lainnya, Kondisi ini dapat terjadi karena
jumlahnya yang sangat melimpah dan umumnya merupakan limbah dari suatu
aktifitas masyarakat sendiri (Wahyuningsi dan Amna, 2020).
2.2 Konversi Energi Biomassa

Penggunaan biomassa untuk menghasilkan panas secara sederhana, yaitu


biomassa langsung dibakar dan menghasilkan panas. Dan panas hasil pembakaran
akan dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin dan generator. Panas hasil
pembakaran biomassa akan menghasilkan uap dalam boiler. Uap akan ditransfer ke
dalam turbin sehingga akan menghasilkan putaran dan menggerakkan generator.
Putaran dari turbin dikonversi menjadi energi listrik melalui magnet-magnet dalam
generator (Wahyuningsi dan Amna, 2020).

Agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk
mengkonversi biomassa, diantaranya beberapa teknologi untuk konversi biomassa
(Gambar 1). Ada perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biomassa
dan bahan bakar yang dihasilkan. Secara umum teknologi konversi biomassa menjadi
bahan bakar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Parinduri dan Parinduri, 2020):

1) Konversi termokimia. Konversi termokimia merupakan teknologi yang


memerlukan perlakuan termal untuk memicu terjadinya reaksi kimia dalam
menghasilkan bahan bakar.
2) Konversi biokimia. Konversi biokimia merupakan teknologi konversi yang
menggunakan bantuan mikroba dalam menghasilkan bahan bakar.
Gambar 1. Teknologi Konversi Biomassa
(Sumber: Siedlecki dkk, 2011)

2.3 Biokimia

Salah satu pemanfaatan energi biomassa adalah dengan cara proses biokimia.
Contoh proses yang termasuk ke dalam proses biokimia adalah anaerobic digestion
dan fermentasi. Anaerobic digestion adalah penguraian bahan organik atau selulosa
menjadi CH4 dan gas lain melalui proses biokimia (Wahyuningsi dan Amna, 2020).
Produk yang bisa dihasilkan dapat berupa biogas dikarenakan biogas merupakan
proses penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (Juhana
dkk, 2020).

Selain anaerobic digestion, proses pembuatan etanol dari biomassa tergolong


dalam konversi biokimia. Biomassa yang kaya akan karbohidrat atau glukosa dapat
difermentasi sehingga terurai menjadi etanol dan CO2. Akan tetapi, karbohidrat harus
mengalami penguraian (hidrolisis) terlebih dahulu menjadi glukosa. Etanol hasil
fermentasi pada umumnya mempunyai kadar air yang tinggi dan tidak sesuai untuk
pemanfaatannya sebagai bahan bakar pengganti bensin. Etanol ini harus didistilasi
sedemikian rupa hingga mencapai kadar etanol di atas 99,5% (Parinduri dan
Parinduri, 2020).

2.4 Fermentasi
Pada proses konversi biokimia, terdapat beberapa jenis konversi yaitu anaerob
digestion, fermentasi, hidrolisis, dan lain-lain. Fermentasi merupakan salah satu
proses konversi biokimia yang sangat banyak digunakan. Karena melalui proses
fermentasi dapat menghasilkan banyak produk yang bermanfaat bagi masyarakat,
seperti alkohol, asinan sayur dan buah, tempe, tapai, dan lain-lain. Fermentasi
merupakan proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui
aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Percepatan fermentasi dan
pertumbuhan mikroorganisme memerlukan nutrien tambahan. Selain memerlukan
karbohidrat, juga memerlukan nitrogen dan mineral yang cukup untuk dapat tumbuh
dan produksi dengan optimal. Fermentasi selain menggunakan kapang atau khamir,
juga dapat dilakukan dengan bakteri atau campuran berbagai mikroorganisme. Salah
satu contoh yaitu dapat menggunakan EM-4 (Efective Microorganisms 4) (Suryani
dkk., 2017).
Pada proses fermentasi bioetanol pada umumnya menggunakan Saccharomycess
cerevisiae dimana bakteri ini akan tumbuh dengan baik. Di dalam penggunannya ragi
memerlukan nutrisi untuk dapat bekerja agar bisa berkembang dengan baik seperti
unsur C (karbohidrat), unsur N (nitrogen, ZA, urea, amonia, pepton), dam unsur P
(NPK dan TSP) (Falaah dan Kusumayanti, 2021).
Proses fermentasi dapat berjalan lebih cepat jika dilakukan penambahan nutrisi.
Dalam proses fermentasi, mikroorganisme pertama kali menyerang karbohidrat,
kemudian protein, dan selanjutnya lemak. Bahkan terjadi tingkatan penyerangan
terhadap karbohidrat yaitu terhadap gula, kemudian alkohol. Proses metabolisme
pada Saccharomycess cerevisiae merupakan rangkaian reaksi yang terarah yang
berlagsung pada sel. Pada proses ini terjadi serangkaian reaksi yang yang bersifat
merombak suatu bahan tertentu dan menghasilkan energi serta serangkaian reaksi lain
yang bersifat mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi.
Saccharomycess cerevisiae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan fermentasi
terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena mikroba tersebut memiliki
enzim yang diskresikan mampu memutuskan ikatan glikosida sehingga dapat
difermentasi menjadi alkohol atau asam. Fermentasi pembentukan alkohol dari gula
dilakukan oleh mikroba biasanya dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut ini :
C6H12O2 + Saccharomycess cerevisiae → 2C2H5OH + 2CO2
(Nadliroh dan Fuazi, 2021)

Reaksi anaerob mengacu padahomofermentatif karena menghasilkan sebagian


besar asam laktat sebagai produk utama. Oleh karena itu reaksinya merupakan reaksi
anaerob. Terdapat beberapa proses yang dialami pada penguraian karbohidrat pada
proses fermentasi anaerob ini yaitu proses pertama dalam penguraian karbohidrat
adalah pengubahan glukosa menjadi glukosa-6- fosfat melalui reaksi fosforilasi, jika
glukosa-6-fosfat yang terbentuk dalam jumlah banyak maka akan menjadi inhibitor
bagi enzim tersebut, pada penelitian ini seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa penambahan kapur pada media yang mengandung inhibitor fermentation
mampu mencegah penurunan pertumbuhan sel dan meningkatkan pertumbuhan ragi
(Nadliroh dan Fuazi, 2021).
Pada proses fermentasi, terdapat tahapan distilasi, yang berfungsi untuk
meningkatkan kadar bioetanol lebih tinggi. Destilasi adalah cara pemisahan zat cair
dari campurannya berdasarkan perbedaan titik didih atau berdasarkan kemampuan zat
untuk menguap. Dimana zat cair dipanaskan hingga titik didihnya, serta mengalirkan
uap ke dalam alat pendingin (kondensor) dan mengumpulkan hasil pengembunan
sebagai zat cair. Pada kondensor digunakan air yang mengalir sebagai pendingin.
Destilasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
a) Destilasi konvensional (sederhana), proses destilasi berlangsung jika
campuran dipanaskan dan sebagian komponen volatil menguap naik dan
didinginkan sampai mengembun didinding kondensor.
b) Destilasi fraksional atau destilasi bertingkat yaitu proses yang
komponenkomponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan.
Penyulingan terfraksi berbeda dari distilasi biasa, karena ada kolom
fraksinasi dimana ada proses refluks. Refluk proses penyulingan dilakukan
untuk pemisahan campuran bioetanol dan air dapat terjadi dengan baik.
Fungsi kolom fraksinasi agar kontak antara cairan dengan uap terjadi sedikit
lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan dengan titik didih yang
lebih rendah akan terus menguap ke kondensor.
c) Destilasi vakum merupakan destilasi yang dilakukan degan cara cairan
diuapkan pada tekanan rendah. Tujuan utamanya adalah menurunkan titik
didih cairan yang bersangkutan, dan volatilitas relatif meningkat jika tekanan
diturunkan. Alat destilasi ini merupakan alat yang tidak sederhana karna
memerlukan sistem tertutup.
d) Destilasi uap, destilasi uap dilakukan untuk memisahkan komponen
campuran pada temperatur lebih rendah dari titik didih normalnya. Dengan
cara ini pemisahan dapat berlangsung tanpa merusak komponen-komponen
yang akan dipisahkan. Ada dua cara melakukan destilasi uap. Yang pertama
dengan menghembuskan uap secara kontinu diatas campuran yang sedang
diuapkan. Cara kedua dengan cara memdidihkan senyawa yang dipisahkan
bersamaan dengan pelarutnya.
e) Destilasi azeotrop yaitu destilasi dengan menguapkan zat cair tanpa
perubahan komposisi. Jadi ada perbedaan komposisi antara fase cair dan fase
uap, dan hal ini merupakan syarat utama supaya pemisahan dengan distilasi
dapat dilakukan.
f) Destilasi ekstraktif, destilasi ini mirip degan destilasi azeotropik dalam hal
penambahan senyawa dalam hal penambahan senyawa lain untuk
mempermudah proses pemisahan. Dalam hal ini pelarut yang melakukan
ekstrasi karena senyawa yang ditargetkan dapat larut degan baik dalam
pelarut yang dipilih (Nadliroh dan Fauzi, 2021).
2.5 Bioetanol
2.5.1 Pengertian Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya
menggunakan proses fermentasi. Etanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan
bening yang tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut
organik, memiliki bau khas alkohol serta terurai secara biologis (biodegradable),
toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yang besar bila bocor. Etanol
yang terbakar menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (Bahri dkk., 2018).
Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat
yang mengandung karbohidrat (gula, pati atau selulosa). Sifat-sifat dari bioetanol
adalah :
a. Merupakan cairan yang tidak berwarna (jernih) seperti air
b. Mudah larut dalam air dan eter
c. Berbau khas
d. Volatile (mudah menguap)
e. Berat molekul = 46,07 g/mol
f. Berat jenis = 0,7905 g/mol (suhu 20 oC)
g. Viskositas = 0,0122 poise (suhu 20 oC)
h. Titik didih = 78,9 oC
i. Titik leleh = -122 oC
j. Panas laten penguapan 204 kal/g (Azis,
2019)
Direktorat Jendral Holtikultura Kementerian Pertanian (2013) melaporkan
bahwa produksi buah nangka mengalami peningkatan produktivitas dari tahun ke
tahun. Nilai peningkatan produksi buah nangka diikuti dengan meningkatnya limbah
dari buah yang lezat ini. Peningkatan limbah buah nangka, jika tidak dimanfaatkan,
tentunya akan menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan. Di sisi lain, limbah
dari buah nangka mengandung polisakarida. Merujuk dari hasil analisis kimia
kandungan nutrien limbah nangka adalah karbohidrat 18,50%, 68,90% air, lemak
2,11%, fosfor 117 mg/100gr, vitamin C 17,5 mg/100gr, protein 0,32%, kalsium 715
mg/100gr, vitamin B 0,12 mg/100gr, besi 1,6 mg/100gr, sehingga limbah nangka
memungkinkan dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan alkohol (Fibonacci,
2019).

2.5.2 Mekanisme Pembentukan Bioetanol


Biofuel banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif adalah etanol.
Etanol dihasilkan melalui proses fermentasi glukosa yang biasanya didapatkan dari
hasil pertanian pangan. Penggunaan bahan pangan sebagai sumber energi alternatif
ini dikhawatirkan akan menyebabkan adanya kompetisi akan kebutuhan makanan dan
energy alternatif, sehingga perlu untuk mengembangkan biofuel yang berasal dari
bahan baku non pangan. Bahan baku non pangan ini salah satunya adalah limbah dari
buah nangka (Artocarpus heterophyllus). Pada penelitian ini bermaksud
memanfaatkan limbah limbah nangka sebagai sumber polisakarida yang digunakan
untuk menghasilkan alkohol sehingga bisa dimanfaatkan lebih lanjut untuk menjadi
alternatif tambahan dalam biofuel.
Prosedur Kerja :
1. Pembuatan Starter
Limbah nangka sebanyak 1000 gram dicuci dan ditiriskan kemudian
dipotongpotong. Potongan limbah nangka diblender dengan aquades
sebanyak 1,5 L dengan suhu 90°C dan ditambahkan 440 gram gula.
Kemudian masukkan 800 mL pulp nangka dalam toples dan
ditambahkan 4 mg kalium metabisulfit dan 2,4 gr ragi roti
(saccharomyces cereviseae) lalu diaduk. Ditutup dengan kapas
kemudian didiamkam selama 48 jam pada suhu kamar.
2. Pembuatan Medium Fermentasi
Mengambil pulp nangka (sisa pembuatan starter) ke dalam 4 Toples
masing-masing sebanyak 100 ml dan mengatur pH 1 sampai pH 4,5.
Kemudian dipanaskan dengan suhu 60°C selama 3 menit.
3. Proses Fermentasi
Medium fermentasi (sisa pembuatan starter) ditambahkan dengan
starter/bibit (v/v). Kemudian tutup dengan kertas aluminium.
Difermentasi pada suhu kamar.
4. Proses Pemurnian
Pemurnian dilakukan dengan cara destilasi. Sampel hasil
fermentasi dipisahkan dengan cara disaring. Kemudian sebanyak 100
mL filtrat dimasukkan ke dalam labu destilasi. Destilasi dilakukan pada
rentang suhu 78°C – 100 °C hasil destilasi dianalisis kadar alkoholnya
(Fibonacci, 2019).
Hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang
menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan
menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian
senyawa yang lain. Hidrolisis diterapkan pada reaksi kimia yang berupa organik atau
anorganik dimana air mempengaruhi dekomposisi ganda dengan campuran yang lain,
hidrogen akan membentuk satu komponen dan hidroksil ke komponen yang lain
(Ardhiany, 2019). Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa
menjadi monosakarida (glukosa dan xilosa) yang kemudian akan difermentasi
menjadi etanol (Widyawati dkk., 2022).

Reaksi hidrolisis pati berlangsung menurut persamaan reaksi sebagai


berikut:

(Ardhiany, 2019)
Proses hidrolisis pati yaitu pengubahan molekul pati menjadi monomernya atau unit-
unit penyusunnya seperti glukosa. Glukosa yang dihasilkan dari proses hidrolisis
selanjutnya difermentasi dengan bantuan ragi roti (Sacharomyces cereviseae) untuk
menghasilkan etil alkohol (etanol) dan CO2 (Moede dkk., 2017).
Proses fermentasi merupakan proses kimia yang berlangsung oleh adanya
mikroorganisme yang mengkatalis reaksi. Jenis mikroorganisme yang dapat
digunakan antara lain berupa ragi, bakteri, atau jamur untuk menghasilkan senyawa-
senyawa seperti etanol, butanol, gliserol, asam asetat atau asam sitrat. Fermentasi
oleh yeast, misalnya Sacharomyces cereviseae dapat menghasilkan etanol dan CO2
melalui reaksi sebagai berikut:
C6H12O6 C2H5OH +2CO2

Gambar 2. Proses Fermentasi Alkohol


Pada proses fermentasi alkohol tersebut, piruvat diubah menjadi etanol (etil
alkohol) dalam dua langkah. Langkah pertama melepaskan karbon dioksida dari
piruvat, yang diubah menjadi senyawa asetaldehida berkarbon-dua. Dalam langkah
kedua, asetaldehida direduksi oleh NADH menjadi etanol.
Karbohidrat monosakarida seperti glukosa, fruktosa, galaktosa, dan monosa
dapat langsung diubah menjadi alkohol oleh mikroba yang terdapat dalam sel-sel
ragi. Sedangkan karbohidrat disakarida seperti maltosa dan sukrosa harus dihidrolisis
terlebih dahulu menjadi komponen sederhana monosakarida oleh enzim amylase.
Proses metabolisme karbohidrat menjadi etanol pada proses fermentasi alkoholik
terbentuk melalui beberapa jalur metabolisme bergantung jenis mikroorganisme yang
terlibat. Untuk Saccharomyces serta sejumlah khamir lainnya, etanol terbentuk
melalui jalur Embden Meyernof Parnas (EMP) (Fibonacci, 2019).

2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Bioetanol


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan bioetanol
melalui proses fermentasi, yaitu:
1. Derajat Keasaman (pH)
pH optimum untuk proses fermentasi antara 4,5 – 5, pada pH 3
proses fermentasi akan berkurang kecepatannya. Hal tersebut
dikarenakan pH mempengaruhi efektivitas enzim yang dihasilkan
mikroorganisme dalam membentuk kompleks enzim substrat.
Selain itu, perubahan pH dapat menyebabkan terjadinya proses
denaturasi sehingga menurunkan efektivitas enzim.
2. Mikroorganisme
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis
karbohidrat yang digunakan sebagai medium. Sebagai contoh untuk
memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan S.cerevisiae dan
kadang juga digunakan S.elliopsoides, untuk bahan-bahan yang
mengandung laktosa menggunakan Candida pseudotropicalis
sedangkan untuk bahan-bahan yang mengandung selulosa dengan
menggunakan Candida shehatae, Clostridium thermocellum,
Aspergillus sp dan lain sebagainya. Seleksi tersebut bertujuan untuk
mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat
dan mempunyai toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi serta
mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan
terhadap alkohol.
3. Suhu
Suhu fermentasi akan mempengaruhi aktivitas mikroorganisme.
Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik mikroba
meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu. Hal ini dikarenakan
substrat akan bertumbukan dengan tempat aktif lebih sering ketika
molekul itu bergerak lebih cepat.

4. Waktu
Waktu yang digunakan untuk fermentasi tergantung pada jenis
substrat, suhu, pH, fermentasi dan mikroorganisme yang digunakan.
5. Media
Media merupakan salah satu faktor penting dalam fermentasi
karena mikroba dapat hidup dalam media tersebut, tumbuh serta
dapat berkembang biak dan dapat mensintesis produk. Oleh karena
itu, media harus dipersiapkan dengan kandungan bahan-bahan yang
memenuhi syarat dan cukup untuk berkembang biak dan diubah
untuk menjadi produk. Mikroba memerlukan karbon dan nitrogen.
Unsur karbon dapat meningkatkan energi dan biosintesis sehingga
persediaan sumber karbon yang cukup, dibutuhkan untuk proses
fermentasi. Sedangkan sumber nitrogen diperlukan oleh mikroba
untuk mempercepat pertumbuhan sel dalam fermentasi. Salah satu
contoh sumber nitrogen adalah urea.

2.5.4 Manfaat Bioetanol

Manfaat dari bioetanol adalah untuk campuran bahan bakar dikarenakan nilai
oktan yang lebih tinggi, mudah terbakar, panas penguapan dan kandungan oksigen
yang lebih tinggi yang dapat menurunkan suhu silinder sehingga mengurangi emisi
NOx dan menghasilkan lebih sedikit CO2. Bioetanol banyak digunakan sebagai bahan
campuran pada pelarut kimia selain bisa juga digunakan sebagai bahan bakar. Selain
itu bioethanol juga dapat digunakan Sebagai bahan dasar untuk pembuatan pereaksi-
pereaksi kimia lainnya, seperti: asetaldehida, ethyl asetat dan lain-lain (Azis, 2019).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan alkohol yang
dihasilkan dari limbah buah nangka adalah 20% dengan waktu fermentasi 12
hari.

3.2 Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya jika menggunakan bahan baku yang
sama, untuk menambah volume starter yang digunakan dan lama fermentasi.
Karena dengan meningkatkan kedua faktor tersebut, dapat menghasilkan kadar
alkohol yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Ardhiany, S. 2019. Pengaruh Penambahan Ragi Terhadap Kadar Alkohol pada Proses
Pembuatan Bioethanol dari Kulit Pisang. Jurnal Teknik Patra Akademika
10(1): 13-21.

Azis, H. A. 2019. Pembuatan Bioetanol Dari Fraksi Organiksampah Kota Makassar.


Jurnal Sains dan Teknologi 2(1) : 17-26.

Bahri, S., A. Aji, dan F. Yani. 2018. Pembuatan Bioetanol dari Kulit Pisang Kepok
dengan Cara Fermentasi Menggunakan Ragi Roti. Jurnal Teknologi Kimia
Unimal 7(2) : 85-100.

Falaah, M., dan H. Kusumayanti. 2021. Proses Fermentasi padsa Produksi Bioetanol
Dedak Padi dengan Hidrolisis Enzimatis. Metana : Media Komunikasi
Rekayasa Proses dan Teknologio Tepat Guna, 17 (2) : 81 – 87.

Fibonacci, A. 2019. Sintesis Alkohol dari Limbah Nangka (Artocarpus heterophyllus)


sebagai Campuran Bahan Bakar Minyak (Biofuel). Walisongo Journal of
Chemistry 2(1): 17-25.

Juhana, S., P. Hermawan, W. F. Winata, A. Wtesta, dan I. Yanti. 2020. Pembuatan


Biogas dari Limbah BHO Penyamakan Kulit dengan Starter Effluent Digester
Aktif dan Co-Digestion dengan Kotoran Sapi. Majalah Kulit Politeknik ATK
Yogyakarta 19(2): 35-43.

Khoshkho, S. M., M. Mahdavian, F. Karimi, H. Karimi-Maleh, dan P. Razaghi. 2022.


Production of bioethanol from carrot pulp in the presence of Saccharomyces
cerevisiae and beet molasses inoculum; A biomass based investigation.
Chemosphere 286: 1-6.

Kurniati, Y., I. E. Khasanah, dan K. Firdaus. 2021. Kajian Pembuatan Bioetanol dari
Limbah Kulit Nanas (Ananas comosus. L). Jurnal Teknik Kimia USU 10(2):
95-101.
Meyrinta, K. A., R. D. Putri, dan R. Fatoni. 2018. Pembuatan Bioetanol dari Jerami
Nangka dengan Metode Fermentasi menggunakan Saccharomyces
Cereviseae. Jurnal Integrasi Proses 7(1): 32-38.

Moede, F.H., S. T. Gonggo, dan Ratman. 2017. Pengaruh Lama Waktu Fermentasi
Terhadap Kadar Bioetanol dari Pati Ubi Jalar Kuning (Ipomea Batata L). J.
Akad. Kim 6(2): 86-91

Nadliroh, K., dan A. S. Fauzi. 2021. Optimasi Waktu Fermentasi Produksi Bioetanol
dari Sabut Kelapa Muda Melalui Distilasi Refluks. Jurnal Pendidikan Teknik
Mesin Undiksha, 9 (2) : 124 – 133.

Parinduri, L. dan T. Parinduri. 2020. Konversi Biomassa sebagai Sumber Energi


Terbarukan. Journal of Electrical Technology 5(2): 88-92.

Siedlecki, M., W. de Jong, dan A. H. M. Verkooijen. 2011. Fluidized Bed


Gasification a Mature and Reliable Technology for the Production of Bio-
Syngas and Applied in the Production of Liquid Transportation Fuels-A
Review. Energies 4: 389-434.

Suryani, Y., I. Hernaman, dan Ningsih. 2017. Pengaruh Penambahan Urea dan Sulfur
Pada Limbah Padat Bioetanol yang Difermentasi EM-4 terhadap Kandungan
Protein dan Serat Kasar. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 5 (1) : 13 – 17.

Wahyuningsi, A. dan S. Amna. 2020. Perancangan Reaktor Kompos. Jurnal Teknik


Patra Akademika 11(2): 4-9.

Widyawati, Y., A. Mardhotillah, dan I. Sugoro. 2022. Sintesis Bioetanol dari Bagas
Sorgum Samurai 1 Hasil Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi oleh
Saccharomyces Cerevisiae. Jurnal Konversi 1(1)

Anda mungkin juga menyukai