Skripsi
Diajukan guna memenuhi
sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Oleh
Syifa Salsabela Dzulfarida
1710911120041
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
iii
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK
iv
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRCT
v
Universitas Lambung Mangkurat
KATA PENGANTAR
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna memperoleh derajat
1. Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes, Sp.F, S.H., yang
3. Kedua pembimbing, Dr. dr. Hendra Sutapa, Sp.U. dan dr. Dewi Indah
4. Kedua dosen penguji, dr. Eka Yudha Rahman, M.Kes, Sp.U(K). dan Dr.
vi
Universitas Lambung Mangkurat
Fadhilah, serta seluruh keluarga yang tak pernah berhenti mendukung,
6. Rekan satu tim penelitian skripsi, Sharon Angieta, Zahra Fauziya dan Cantika
skripsi ini.
7. Rekan kuliah penulis, Meilina Nur Hafizah, Zahra Fauziya, Haniatul Aisy,
Putera Negara atas kebersamaan dan dukungan dalam pengerjaan skripsi ini.
8. Anggota program studi pendidikan dokter 2017, serta semua pihak atas
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.
Penulis
vii
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. iv
ABSTRACT ............................................................................................... v
DAFTAR TABEL...................................................................................... x
C. Tujuan .................................................................................... 5
D. Manfaat .................................................................................. 5
A. Metode .................................................................................... 6
C. Analisis ................................................................................... 7
viii
Universitas Lambung Mangkurat
A. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) .................................... 8
A. Kesimpulan ............................................................................ 25
B. Saran ...................................................................................... 26
LAMPIRAN ............................................................................................... 30
ix
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
x
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
xi
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR SINGKATAN
DHT : Dehidrotestosteron
IL : Interleukins
WC : Waist Circumference
xii
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang bertambah banyak sehingga dapat menyumbat uretra dan menyebabkan aliran
urin menjadi terganggu. Faktor yang berperan dalam proliferasi kelenjar prostat
yaitu usia, genetik, ras, pola diet, obesitas, diabetes, aktivitas fisik, konsumsi
Benign Prostatic Hyperplasia adalah masalah umum yang terjadi pada pria
di dunia yaitu sekitar 30-40% pada pria berusia 40 tahun dan prevalensi meningkat
menjadi 70-80% pada pria berusia lebih dari 80 tahun.3 Sekitar 14 juta pria di
Amerika Serikat memiliki gejala BPH dan sekitar 30 juta pria di dunia juga
memiliki gejala yang berkaitan dengan BPH.4 Angka kejadian BPH sebenarnya
belum pernah diteliti secara pasti di Indonesia tetapi pada gambaran hospital
kasus sejak tahun 1994-2013 dengan rerata umur penderita berusia 66,61 tahun dan
data dari RSUD Cibinong periode 2017-2019 terdapat 287 kasus dengan kejadian
tertinggi terjadi pada tahun 2018 yaitu 117 kasus.5,6 Selain itu ada juga data dari
Instalasi Rawat Jalan RSUD Ulin Banjarmasin pada tahun 2016 terdapat 295 pasien
BPH dengan rerata 24 pasien setiap bulannnya, sedangkan data dari bulan Januari-
Juni 2017 terdapat 198 pasien BPH dengan rerata 33 pasien per bulannya.7
1
Universitas Lambung Mangkurat
2
tetapi gejala penyakit BPH jika dibiarkan akan menjadi semakin parah. Penyakit ini
menyebabkan gejala lower urinary tract symptoms (LUTS), yang terdiri dari gejala
untuk mengetahui gejala LUTS atau keparahan BPH dapat dinilai dari International
Pertanyaan tentang keluhan miksi diberi nilai 0-5 dan maksimum total 35,
sedangkan pertanyaan tentang kualitas hidup atau Quality of Life (Qol) diberi nilai
1 sampai 7. Skor IPSS dikelompokkan menjadi tiga derajat yaitu, ringan (0-7),
sedang (8-19), dan berat (20-35) tergantung dari banyaknya gejala yang
Obesitas merupakan faktor risiko dari beberapa penyakit kronik dan setiap
tahunnya angka kejadian obesitas terus meningkat sehingga obesitas menjadi salah
satu penyakit yang menjadi perhatian dunia. Di Indonesia prevalensi penduduk laki-
laki dewasa (>18 tahun) yang obesitas pada tahun 2013 yaitu 14,8% meningkat
menjadi 21,8% pada tahun 2018.9 Orang dengan obesitas rentan sekali terkena
berbagai penyakit dan salah satunya adalah BPH, risiko pembesaran prostat
meningkat 3,5 kali lipat pada laki-laki dengan obesitas dibandingkan dengan non-
buli-buli akhirnya menyebabkan gejala pada BPH semakin memburuk. Selain itu
perpanjangan usia sel-sel stroma dan akan menghambat dari proses kematian sel-
sel prostat sehingga terjadi BPH. Pada orang dengan BPH akan mengalami
penyempitan lumen uretra prostatika yang akan menghambat aliran urin sehingga
BPH.11,12,13
terdapat 20 orang obesitas dengan BPH dari 60 orang yang mengalami obesitas
sehingga dari hasil uji statistik penelitian didapatkan orang dengan obesitas lebih
berisiko 4 kali untuk menderita BPH dibandingkan dengan orang yang tidak
mengalami obesitas. Selain itu ada juga penelitian di Universitas Ordu Turki tahun
2016 yang mendapatkan hasil bahwa kelebihan berat badan (BMI 23,0-27,5)
ataupun obesitas (BMI >27,5) menyebabkan peningkatan dari skor IPSS pada
pasien BPH, sehingga dengan menurunkan berat badan dapat menurunkan gejala
Menurut WHO, obesitas adalah kondisi dimana berat badan yang sangat
berlebih (BMI ≥30 kg/m2).15 Obesitas dapat diukur melalui body mass index (BMI),
waist circumference (WC), waist-hip ratio (WHR) dan yang terbaru relative fat
menyimpulkan bahwa BMI dan WC lebih baik dari pada WHR pada orang Asia,
selain itu WC lebih akurat untuk mengukur obesitas sentral karena pada WHR lebih
sulit dalam pengukuran pinggul dan sering digunakan sebagai indikator alternatif
saja.16 Penelitian oleh Woolcott OO et al di Los Angeles tahun 2018 yang meneliti
tentang relative fat mass (RFM) sebagai metode pengukuran baru untuk deteksi dini
obesitas yang mudah, murah, sederhana dan hasil pengukurannya mendekati hasil
untuk pengukuran lemak tubuh, tetapi literatur lain yang membahas tentang RFM
ini masih kurang dan sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.17
Angka kejadian BPH dan obesitas yang tinggi menjadi alasan penulis untuk
hubungan BMI dengan IPSS pada pasien BPH, selain itu karena tidak adanya data
mengenai hubungan RFM dengan IPSS sehingga penulis memakai indikator BMI
yang lebih banyak penelitiannya untuk dijadikan variabel pada literature review ini
dan dikarenakan sampai saat ini belum ada penelitian literature review mengenai
topik ini. Penulis juga mendapatkan berbagai artikel dengan data yang beragam dan
bervariasi antara satu literatur dengan literatur yang lain, sehingga penulis ingin
literature review ini bisa menjembatani perbedaan yang ada untuk mengetahui
apakah sebenarnya terdapat hubungan antara BMI dengan IPSS pada pasien BPH.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari literature review ini adalah bagaimana hubungan BMI
C. Tujuan
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis manfaat dari penulisan literature review ini adalah memberi
gambaran mengenai hubungan BMI dengan IPSS pada pasien BPH. Diharapkan
dari hasil penulisan literature review ini dapat menambahkan data dan menyokong
2. Manfaat Praktis
memberikan informasi mengenai hubungan BMI dengan IPSS pada pasien BPH
masyarakat dapat menjaga pola hidup sehat, terutama pengaruh lemak terhadap
METODE
A. Metode
(literature review, literature research). Jenis dan metode yang digunakan dalam
penulisan artikel ini adalah literatur review untuk menganalisis beberapa jurnal
serta menyimpulkan.
B. Kriteria Pencarian
kunci yang digunakan untuk memperoleh literatur yang sesuai terdiri dari
hubungan, body mass index, obesity, international prostate symptom score, lower
karakteristik umum literatur yang akan digunakan dan kriteria eksklusi adalah
6
Universitas Lambung Mangkurat
7
C. Analisis
artikel. Setelah menerapkan proses seleksi berupa pengecekan judul dan abstrak
Artikel yang diperoleh dari Artikel yang diperoleh Artikel yang diperoleh
hasil penelusuran PubMed- dari hasil penelusuran dari hasil penelusuran
MEDLINE, n=89 Sciencedirect, n=74 Google Scholar, n=120
didapati kurang lebih 8 jurnal yang dijadikan acuan bahasan. Penelurusan awal pada
database jurnal kedokteran mendapatkan 283 jurnal yang sesuai dengan kata kunci
74 jurnal dan Google Scholar sebanyak 120 jurnal. Setelah melakukan pemeriksaan
atau penyeleksian terhadap judul dan abstrak disesuaikan dengan topik bahasan
tersisa 8 jurnal, kemudian tambahan sebanyak 22 pustaka yang terdiri dari buku dan
artikel kedokteran untuk melengkapi beberapa hal pada literature review ini.
Literature review ini terfokus pada hubungan BMI dengan IPSS pada pasien
BPH. Literatur ini akan merangkum dan menjelaskan secara singkat mengenai
BMI, IPSS dan BPH. Beberapa perbedaan hasil diantara jurnal-jurnal yang
dijadikan acuan literatur, tetapi sudah ada keterangan jelas mengenai alasan atau
penyebab perbedaan hasil dan apa saja yang kemungkinan mempengaruhi hasil
hiperplasia dari sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat. 5 Benign Prostatic
Hyperplasia merupakan salah satu kondisi medis yang paling sering terjadi pada
pria lanjut usia yang dapat menyebabkan gejala klinis pada saluran kemih bagian
bawah atau LUTS. Prostat merupakan organ reproduksi yang ada pada pria dan
8
Universitas Lambung Mangkurat
9
rentan terhadap pengaruh lingkungan internal maupun eksternal baik itu hormonal,
demografis dan faktor gaya hidup masih belum jelas. 18 Etiologi dari BPH sampai
saat ini belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa teori hipotesis yang
proses penuaan (aging). Beberapa hipotesis tersebut yaitu: teori DHT, adanya
dengan sel epitel prostat, bekurangannya kematian sel atau apoptosis, dan teori stem
sel.11
Pada BPH, gejala klinis dapat dibagi menjadi gejala obstruksi dan iritasi.
mengedan untuk mulai berkemih), miksi ganda (berkemih untuk kedua kalinya
dalam waktu < 2 jam setelah miksi sebelumnya), post-voiding dribbling (urin
menetes pada akhir miksi). Gejala iritasi yaitu, urgensi (tidak dapat menahan
Body mass index atau indeks massa tubuh (IMT) adalah indikator yang
digunakan untuk menunjukkan status gizi pada orang dewasa, yaitu dengan
mengukur berat badan dan tinggi badan. Body mass index dihitung dengan cara
berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Body
mass index ini merupakan indikator yang paling sering digunakan karena sangat
praktis untuk mengukur status gizi orang dewasa dan dibagi menjadi enam kategori
menurut WHO yaitu, underweight dengan BMI 15-19,9 kg/m2, normal weight 20-
24,9 kg/m2, overweight 25-29,9 kg/m2, class I obesity 30-34,9 kg/m2, class II
obesity 35-39,9 kg/m2 dan class III obesity ≥ 40 kg/m2. Menurut Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014 IMT dibagi menjadi lima kategori yaitu,
sangat kurus IMT <17,0 kg/m2, kurus IMT 17-<18,5 kg/m2, normal IMT 18,5-25
kg/m2, gemuk IMT >25-27 kg/m2 dan obesitas >27 kg/m2. Menurut Asia Pacific
guidelines dibagi menjadi empat kategori yaitu underweight <18,5 kg/m2, normal
18,5-22,9 kg/m2, overweight 23-24,9 kg/m2 dan obese ≥25 kg/m2. Pengukur status
gizi seseorang tidak hanya dilakukan dengan metode pengukuran BMI tetapi rumus
BMI sudah direkomendasikan oleh WHO sebagai penentuan status gizi secara
Symptom Score terdiri dari 7 pertanyaan yang berhubungan dengan LUTS dan satu
pertanyaan mengenai kualitas hidup. Pertanyaan tentang keluhan miksi diberi nilai
0-5 dan maksimum total 35, sedangkan pertanyaan tentang kualitas hidup diberi
diharapkan pasien bisa mengisi sendiri pertanyaan-pertanyaan yang ada, selain itu
Skor IPSS dikelompokkan menjadi tiga derajat yaitu, ringan (0-7), sedang (8-
19), dan berat (20-35) tergantung dari banyaknya gejala yang menganggu kualitas
hidup dan aktivitas penderita. International Prostate Symptom Score berguna untuk
memantau keadaan pasien BPH dan dapat membantu dalam memahami seberapa
pasien.1
Tabel 3.1 Hasil penelitian jurnal-jurnal hubungan body mass index (BMI) dengan international prostat symptom score (IPSS) pada
pasien BPH.
International Prostate dari bulan Januari kelompok berat badan normal ada 72
Symptom Score in patient – Desember 2008 orang (27,9%) dengan rerata IPSS
with Benign Prostatic 17,90 ± 5,98, kelompok kelebihan
Hyperplasia berat badan ada 85 orang (32,9%)
dengan rerata IPSS 20,19 ± 6,77, dan
kelompok obesitas ada 61 orang
(23,7%) dengan 25,07 ± 5,22.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan
r=0,470 yang artinya mempunyai
hubungan yang lemah dan searah
dengan kemaknaan p=0,02 (p,0,05).
7 Lee SH et Comparison of the clinical Cross- Pearson 175 pasien BPH Rerata BMI pada pasien BPH di
al. (2011)29 efficacy of medical sectional di Universitas penelitian ini adalah 21,763 kg/m2 dan
treatment of symptomatic Obeservationa Kesehatan Yonsei rerata lingkar pinggang adalah 79,9 cm.
BPH between normal and l dari bulan Juni Terdapat 89 pasien dengan BMI <23,0
obese patients 2009 – Mei 2010 kg/m2 rerata memiliki nilai IPSS 20,5 ±
7,6 dan 86 pasien dengan BMI ≥ 23,0
kg/m2 yang rerata nilai IPSS nya adalah
20,9 ± 7,2. Berdasarkan penelitian ini
didapatkan r=0,230 yang artinya
berkorelasi lemah dengan kemaknaan
p=0,133 sehingga tidak didapatkan
hubungan yang bermakna antara BMI
dengan IPSS pada pasien BPH, tetapi
nilai IPSS lebih tinggi pada kelompok
pasien dengan lingkar pinggang > 90
dibandingkan yang <90 sehingga
didapatkan korelasi yang bermakna
antara lingkar pinggang dengan IPSS
(p<0,5) dan nilai r=0,295 yang artinya
behubungan lemah dan searah.
8 Rusu F et Lower Urinary Tract Cross- Pearson 381 pasien Pada penelitian ini didapatkan
al. (2010)30 Symptoms, Benign sectional berusia lebih dari prevalensi LUTS berat adalah 46 pasien
Prostatic Hyperplasia, and 45 tahun, 310 (14,8%), LUTS sedang adalah 230
metabolic syndrome merupakan pasien pasien (74,2%). Nilai r=0,1 yang
dengan BPH artinya memiliki hubungan yang sangat
penelitian lemah dan searah dengan kemaknaan
dilakukan selama p<0,05.
1 tahun (dibagi
menjadi per 6
bulan) di RS
Bucharest,
Romania
organ prostat laki-laki ditandai dengan hiperplasia pada sel stroma dan epitel
prostat, penyebab pasti BPH belum diketahui secara pasti sampai saat ini tetapi
banyak faktor yang berperan dalam proliferasi kelenjar prostat, kebanyakan BPH
terjadi pada pria usia tua, selain itu aktivitas fisik, status gizi (obesitas), diabetes,
hipertensi, genetik dan konsumsi alkohol juga dapat mempengaruhi sel prostat
BPH yaitu obesitas atau status gizi terdapat kemungkinan dengan semakin besarnya
derajat keparahan BPH yang diukur dengan skor IPSS. Pada orang dengan obesitas
produksi testosteron dan estradiol lalu mensintesis protein growth factor sehingga
terjadi proliferasi sel-sel epitel dan stroma yang akan memperpanjang usia sel-sel
prostat sehingga massa prostat dan produksi sel-sel prostat bertambah banyak.12,27
kuat karena penyempitan dan aliran urine yang terhambat pada lumen uretra.
Setelah kontraksi yang terus menurus terjadi hipertofi otot detrusor, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan anatomik pada buli-buli tersebut
penelitian yang menunjukkan hubungan BMI dengan IPSS pada pasien BPH.
(Tabel 3.1)
Obesitas
BPH
Hipertrofi
otot detrusor, Perubahan Aliran balik urine
trabekulasi, anatomi buli-buli
selula,
diventrikel LUTS Refluks vesiko-
buli-buli ureter
Penelitian Yin Z et al. 2015 yang dilakukan di RS Xiangya dan Hunan, China
dari bulan Januari sampai Juni 2012 dengan metode cross-sectional pada 904 pasien
BPH dengan usia 50 sampai 59 tahun, rerata BMI pada pasien tanpa metabolik
sindrom adalah 24,1±2,6 dan pada pasien dengan metabolik sindrom adalah
27,3±3,1 (P<0,05). Pada penelitian ini didapatkan hubungan yang bermakna antara
obesitas sentral (lingkar pinggang >90 cm) dengan peningkatan risiko BPH
(p<0,01) dan untuk hasil uji korelasi pearson antara BMI dan IPSS adalah r=0,402
yang artinya berkorelasi kuat dan searah dengan kemaknaan p<0,001. Yin Z et al.
2015 menyatakan bahwa obesitas akan meningkatkan sel adiposa sehingga terjadi
sekresi adipokin seperti IL-1, IL-6, dan IL-8 (IL-6 dan IL-8 meningkat pada
prostat dan menurunkan apoptosis sel sehingga terjadi hiperplasia dari sel prostat.
Selain itu obesitas sentral (WC>90 cm) akan mempengaruhi konversi androgen-
Penelitian oleh Kim JM et al. 2011 dari bulan Januari sampai Desember 2008
Sampel pada penelitian ini adalah 258 pasien yang sudah didiagnosis BPH dan di
sebagai skala objektif untuk menilai gejala LUTS pada BPH (IPSS ≥ 8). Selain itu
juga dilakukan perhitungan BMI dengan mengukur tinggi dan berat badan pasien.
Kategori BMI pada penelitian ini menggunakan kriteria BMI WHO untuk orang
Asia yaitu, underweight BMI <18,5 kg/m2, normal BMI 18,5-23 kg/m2, overweight
BMI 23-27,5 kg/m2 dan obesitas BMI≥27,5 kg/m2. hasil yang didapatkan adalah 40
pasien dengan BMI underweight memiliki rerata IPSS 15,13±3,96, 72 pasien BMI
rerata IPSS 25,07±5,22 dan 61 pasien BMI obesitas memiliki rerata IPSS
25,07±5,22. Pasien dengan obesitas memiliki skor IPSS dan gejala obstruksi iritasi
tertinggi dibandingkan pasien yang tidak obesitas, pada uji korelasi pearson
didapatkan perbedaan yang bermakna pada IPSS diantara kelompok BMI (p<0,05)
dan r=0,470 yang artinya terdapat hubungan yang kuat dan searah antara IPSS dan
Penelitian yang dilakukan oleh Yelsel K et al. 2016 dengan metode penelitian
Sampel pada penelitian ini berjumlah 211 pasien yang di ukur IPSS menggunakan
kuesioner yang dibagian kepada pasien dan BMI dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan pasien, hasil yang didapatkan adalah pasien dengan IPSS ringan
berjumlah 18 (8,5%) pasien, IPSS sedang 101 (47,9%) pasien, dan yang berat 92
(43,6%) pasien. Menurut BMI hasil yang didapatkan adalah 2 (0,9%) pasien dengan
BMI <18,5 kg/m2, 48 (21,8%) pasien BMI 18,5-23,0 kg/m2, 36 (17,1%) pasien
dengan BMI 23-27,5 kg/m2, dan 127 (60,2%) pasien dengan BMI ≥ 27 kg/m 2. 48
pasien yang BMI nya normal terdapat 16 (33,3%) pasien dengan IPSS ringan, 25
(52,1%) pasien dengan IPSS sedang dan 7 (14,6%) pasien IPSS berat. 36 pasien
yang overweight terdapat 1 (2,8%) pasien IPSS ringan, 21 (58,3%) pasien IPSS
sedang, dan 14 (38,9%) pasien IPSS berat. Selain itu 127 pasien yang obesitas
terdapat 1 (0,8%) pasien IPSS ringan, 55 (43,3%) pasien IPSS sedang dan 71
(55,9%) pasien IPSS berat. Penelitian ini menggunakan uji korelasi pearson dan
didapatkan hasil p<0,001 dan r=0,604, yang artinya berhubungan kuat dan searah
dengan kemaknaan <0,001 antara BMI dan IPSS pada pasien BPH. Hal ini
dikarenakan pada orang dengan obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen oleh
enzim P450 aromatase dan penurunan hormon testosteron yang akhirnya dapat
meningkatkan progestifitas dari BPH, selain itu juga diperparah dengan aktivitas
saraf simpatik dan tekanan hidrostatik pada drainase vena reproduksi pria yang
meningkat dapat memperparah LUTS yang dialami pasien BPH, sehingga pada
penelitian ini pasien BPH disarankan untuk memiliki BMI yang normal atau tidak
obesitas agar bisa menurunkan gejala LUTS dan meningkatkan kualitas hidup
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chen Z et al. 2015 dari bulan Januari
sampai Desember 2013 dengan metode cross-sectional pada 141 pasien BPH yang
baru didiagnosis diabetes tipe 2 dengan rentang usia 60 sampai 85 tahun, didapatkan
yaitu 44 pasien dengan BMI < 24 kg/m2 memiliki rerata IPSS 9,49 ± 0,86. 59 pasien
dengan BMI 24-27,9 kg/m2 memiliki rerataIPSS 13,17 ± 1,68. Dan 38 pasien
dengan BMI ≥ 28 kg/m2 memiliki rerata IPSS 19,57 ± 1,43. Hasil dari data tersebut
didapatkan IPSS akan meningkat seiring dengan peningkatan dari BMI dan kadar
glukosa darah pada pasien usia lanjut yang terdiagnosis diabetes tipe 2, uji korelasi
pearson r=0,863 yang artinya memiliki korelasi yang sangat kuat dan searah dengan
kemaknaan p<0,001. Diabetes dan obesitas memiliki ciri khas tinggi glukosa
plasma, kadar lipid yang abnormal dan dianggap sebagai penyakit metabolik
menyebabkan resistensi insulin, setelah itu terjadi konpensasi yang dilakukan oleh
yang dapat meningkatkan pembesaran prostat.27 Penelitian ini juga selaras dengan
penelitian yang dilakukan Rusu F et al. 2010 dengan metode cross-sectional selama
satu tahun di RS Bucharest, Romania pada 310 pasien BPH dengan usia >45 tahun
didapatkan prevalensi LUTS berat pada 46 pasien (14,8%), LUTS sedang pada 230
pasien (74,2%) dan pada uji korelasi skor IPSS berkorelasi positif dan bermakna
dengan BMI pada pasien BPH dipenelitian ini karena nilai p<0,05 dan r=0,1
(korelasi sangat lemah). Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa komponen
pasien BPH yang secara statistik tidak bermakna. Penelitian oleh Raffelstha F et al.
2020 yang dilakukan di Padang dari bulan Januari sampai April 2020 menggunakan
metode penelitian cross-sectional pada 21 pasien BPH dengan rerata usia 64,43
tahun yang sudah mengisi kuesioner IPSS dan pengukuran IMT didapatkan hasil
gambaran IMT antara 15,7-18,98 kg/m2 dengan rerata 22,29 ± 4 kg/m2 , gambaran
IPSS antara 2-32 dengan rerata 17,24 ± 8,6 dan hasil uji korelasi IMT dan IPSS
yaitu nilai r=-0,302 yang artinya mempunyai korelasi lemah dan tidak searah
dengan p=0,092 yang berarti secara statistik tidak bermakna. Perbedaan nilai IPSS
pada penelitian ini dikarenakan pasien yang dijadikan sampel tidak hanya datang
dengan keluhan LUTS tetapi juga pasien yang hanya ingin memeriksakan
prostatnya sehingga didapatkan nilai IPSS yang relatif rendah selain itu karena tidak
pasien BPH seperti aktivitas fisik yang tinggi akan menyebabkan tonus simpatik
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sokhal AK et al. 2016 di India dari bulan
pada 1100 pasien dengan rerata usia 58,18 tahun (41-76 tahun). Mayoritas pasien
berada dalam kelompok kelebihan berat badan (BMI 23,00-27,99 kg/m2) yaitu 638
pasien (58%) dengan rerata IPSS 10 (6-12), 199 pasien (10,82%) berada pada
kelompok obesitas (BMI > 28,00 kg/m2) dengan rerata IPSS 10 (7-14). Uji
spearman antara BMI dan IPSS pada pasien BPH dipenelitian ini didapatkan hasil
rs=0,013 yang artinya mempunyai korelasi yang sangat lemah dan searah dengan
p=0,76 sehingga tidak ada kemaknaan secara statistik, tetapi untuk BMI dengan
volume prostat memiliki hasil korelasi yang positif dan bermakna. 25 Penelitian oleh
Lee SH et al. 2011dari bulan Juni 2009 sampai Mei 2010 di Universitas Kesehatan
Yonsen juga memiliki kesimpulan yang sama, pada 175 pasien BPH dengan rerata
BMI 21,763 kg/m2 dan rerata lingkar pinggang adalah 79,9 cm. Terdapat 89 pasien
dengan BMI <23,0 kg/m2 rerata memiliki nilai IPSS 20,5 ± 7,6 dan 86 pasien
dengan BMI ≥ 23,0 kg/m2 yang rerata nilai IPSS nya adalah 20,9 ± 7,2, berdasarkan
penelitian ini didapatkan p=0,133 (p>0,05) yang berarti tidak bermakna secara
statistik dan r=0,230 yang artinya berhubungan lemah dan searah, tetapi pada
yang lemah dan searah dengan kemaknaan p<0,05, hal ini dikarenakan pada
Hasil tabulasi jurnal-jurnal juga mendapatkan bahwa rerata BMI pasien BPH
adalah 25,57 kg/m2. Pada penelitian literature review ini paling banyak
BPH sehingga didapatkan 33,74% pasien dengan BMI <23 kg/m2 dan 66,26%
pasien memiliki BMI ≥23 kg/m2 atau dengan status gizi overweight sampai
obesitas, sedangkan rerata IPSS yang didapatkan pada literature review ini adalah
16,34 yang artinya pasien memiliki gejala LUTS atau skor IPSS yang sedang.
beberapa perbedaan hasil antar jurnal dengan metode yang dilakukan yaitu uji
korelasi, pada 12,5% literatur mempunyai hubungan yang sangat kuat, searah dan
bermakna, 37,5% literatur mempunyai hubungan kuat, searah dan bermakna, 12,5%
mempunyai hubungan yang sangat lemah sampai lemah dan searah dengan
kemaknaan p>0,05 dan 12,5% literatur mempunyai hubungan yang lemah tetapi
tidak searah dengan kemaknaan p>0,05. Nilai uji korelasi (r) yang searah (positif)
keparahan LUTS atau nilai IPSS pada pasien BPH dan nilai r yang tidak searah
(negatif) berarti BMI yang semakin tinggi tidak meningkatkan dari keparahan
LUTS atau skor IPSS pada pasien BPH. Body mass index memiliki hubungan
dengan IPSS dikarenakan pada orang dengan obesitas terdapat jaringan adiposa
yang berlebihan yang akan meningkatkan aktivitas enzim P450 aromatase sehingga
perpanjangan sel-sel stroma dan akan menghambat dari proses kematian sel-sel
prostat sehingga progestifitas BPH meningkat, selain itu diperparah juga dengan
aktivitas saraf simpatik yang dapat memperparah gejala LUTS pada pasien BPH,
sehingga dapat disimpulkan bahwa obesitas mempengaruhi dari IPSS pasien, tetapi
pada penelitian Lee SH et al. 2011 menemukan bahwa pria dengan obesitas sentral
(WC>90cm) lebih erat kaitannya dengan LUTS pada pasien BPH dari pada obesitas
keseluruhan yang diukur dengan BMI. Hal ini merupakan kekurangan dari beberapa
antropometri untuk mengklasifikasikan derajat gizi pasien, selain itu faktor risiko
lain pada BPH juga tidak dipertimbangkan padahal juga dapat mempengaruhi
keparahan dari BPH, seperti komponen metabolik sindrom lain selain obesitas
yaitu, tekanan darah, hipertensi berkaitan dengan keparahan BPH karena dapat
meningkatkan gejala LUTS. Perubahan faktor gaya hidup dan aktivitas fisik
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan, hasil dan pembahasan dari literature review ini dapat
1. Rerata BMI pasien BPH pada literature review ini adalah 25,57 kg/m2,
sebanyak 33,74% memiliki BMI <23 kg/m2 dan 66,26% memiliki BMI ≥23
2. Rerata IPSS pada literature review ini adalah 16,34 yang artinya mayoritas
3. Pada 12,5% literatur mempunyai hubungan yang sangat kuat, searah dan
sampai lemah dan searah dengan kemaknaan p>0,05 dan 12,5% literatur
p>0,05. Pada literature review ini paling banyak ditemukan penelitian dengan
hasil terdapat hubungan yang kuat antara peningkatan BMI dengan keparahan
25
Universitas Lambung Mangkurat
26
B. Saran
Penelitian selanjutnya tentang hubungan BMI dengan IPSS pada pasien BPH
disarankan untuk lebih memperhatikan faktor risiko lain yang dapat mempengaruhi
derajat keparahan BPH seperti aktivitas fisik, genetik, hipertensi, diabetes dan gaya
hidup pasien. Selain itu penelitian selanjutnya juga dianjurkan tidak hanya
menggunakan satu parameter untuk menghitung status gizi pasien dan pada pasien
BPH dianjurkan untuk memiliki BMI yang normal atau tidak obesitas sehingga
11. Purnomo BB. Dasar-dasar Urologi. 3rd ed. Yosef H, editor. Malang: CV
Sagung Seto; 2016.
27
Universitas Lambung Mangkurat
28
12. Parikesit D, Mochtar CA, Umbas R, Hamid ARAH. The impact of obesity
towards prostate diseases. Asian Pasific Prostate Soc. 2016;4(1):1–6.
13. Jung JH, Ahn SV, Song JM, Chang SJ, Kim KJ, Kwon SW, et al. Obesity as
a risk factor for prostatic enlargement: A retrospective cohort study in Korea.
Int Neurourol J. 2016;20(4):321–8.
16. Ahmad N, Adam SIM, Nawi AM, Hassan MR, Ghazi HF. Abdominal
obesity indicators: Waist circumference or waist‑to‑hip ratio in Malaysian
adults population. Int J Prev Med. 2016;7:3–7.
17. Woolcott OO, Bergman RN. Relative fat mass (RFM) as a new estimator of
whole-body fat percentage ─ a cross-sectional study in American adult
individuals. Sci Rep. 2018;8(1):1–11.
18. Das K, Buchholz N. Benign prostate hyperplasia and nutrition. Clin Nutr
ESPEN. 2019;33:5–11.
19. Seroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto RPR. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
20. Gaol HL, Mochtar CA. Kapita selekta. Edisi ke 4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.
21. Nuttall FQ. Body mass index: Obesity, BMI, and health: A critical review.
Nutr Today. 2015;50(3):117–28.
22. Budhyanti W. Status Gizi dan Status Tanda Vital Mahasiswa Akfis UKI. J
Pro-Life. 2018;5(2):543–56.
23. Lim JU, Lee JH, Kim JS, Hwang Y Il, Kim T, Yong S, et al. Comparison of
World Health Organization and Asia-Pacific body mass index classifications
in copd patient. Respirology. 2017;22:4–4.
25. Sokhal A, Jhanwar A, Sankhwar S, Singh K, Gupta AK, Saini DK, et al. does
body mass index have an impact on prostate volume and serum prostate
26. Yin Z, Yang JR, Rao JM, Song W, Zhou KQ. Association between benign
prostatic hyperplasia, body mass index, and metabolic syndrome in Chinese
men. Asian J Androl. 2015;17(5):826–30.
28. Kim JM, Song PH, Kim HT, Moon KH. Effect of obesity on prostate-specific
antigen, prostate volume, and international prostate symptom score in
patients with benign prostatic hyperplasia. Korean J Urol. 2011;52(6):401–
5.
29. Lee SH, Oh CY, Park KK, Chung MS, Yoo SJ, Chung BH. Comparison of
the clinical efficacy of medical treatment of symptomatic benign prostatic
hyperplasia between normal and obese patients. Asian J Androl.
2011;13(5):728–31.
LAMPIRAN
LITERATURE REVIEW:
HUBUNGAN BODY MASS INDEX (BMI) DENGAN
INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE (IPSS) PADA
PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
Syifa Salsabela Dzulfarida1, Hendra Sutapa2, Dewi Indah Noviana Pratiwi3
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran,
Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
2
Departemen Urologi, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
3
Departemen Patologi Klinik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Abstract: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) is the most common prostate enlargement
condition in men across the world. This literature review was written to find out if there is a
correlation between BMI and IPSS score in BPH patients. This was written based on an
analysis of some literatures, in english and bahasa indonesia, which were published in 2010-
2020. The literatures were obtained from some medical journal databases, that is PubMed,
Science Direct, and Google Scholar. Based on tabulated data, some of the results indicate a
significant positive correlation with specifications as follows: 12,5% of literatures indicates a
very strong correlation, 37,5% indicates strong correlation, 12,5% indicates weak correlation,
25% of literatures indicates a very weak positive correlation and 12,5% indicates a weak yet
negative correlation with p>0,05. From the results, it can be concluded that most of the
researches shows a strong correlation between elevated BMI and elevated IPSS score in
patients with BPH.
1
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
2
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
3
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
4
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
5
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
6
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
Tabel 1 Ringkasan Hasil Penelusuran Literatur Hubungan Body Mass Index (BMI) dengan International Prostate Symptom
Score (IPSS) pada Pasien Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
No Peneliti, Judul Penelitian Subjek penelitian Metode, Uji Hasil Penelitian
Tahun yang digunakan
1 Raffelstha F et Korelasi Indeks Massa Tubuh dengan 21 pasien BPH di RSU Bunda Cross-sectional, Hasil uji korelasi antara IMT dan IPSS didapatkan
al. (2020)17 International Prostate Symptom Score BMC Padang dari bulan Pearson gambaran IMT antara 15,7-18,98 kg/m2 dengan rerata
pada pasien Benign Prostatic Februari 2020 – April 2020 22,29 ± 4 kg/m2, gambaran IPSS antara 2-32 dengan rerata
Hyperplasia 17,24 ± 8,6 dan nilai r=-0,302 yang artinya mempunyai
hubungan lemah dan tidak searah dengan kemaknaan
p=0,092 (p>0,05).
2 Sokhal AK et Does Body Mass Index have an impact 1.100 pasien BPH di Pusat Cross-sectional Mayoritas pasien BPH berada dalam kelompok kelebihan
al. (2016)18 on prostate volume and serum Prostate Perawatan India Utara dari Prospective, berat badan (BMI 23,00-27,99) yaitu 638 pasien (58%),
Specific Antigen? A prospective Januari 2012 – Desember 2014 Spearman 199 pasien (10,82%) berada pada kelompok obesitas (BMI
observational study in patients with > 28,00), rerata IPSS pasien adalah 10 (7-14), didapatkan
Lower Urinay Tract Symptoms hasil rs=0,013 yang artinya mempunyai hubungan yang
sangat lemah dengan kemaknaan p=0,76 (0>0,05).
3 Yelsel K et al. Effect of obesity on International 211 pasien BPH di Ordo Turkey Cross-sectional Rerata BMI pasien adalah 28,0 ± 4,9 kg/m2, yaitu sebanyak
(2016)14 Prostate Symptom Score and prostate dari bulan Desember 2008 – Retrospektif, 2 pasien kelompok kurus (0,9%), 46 pasien dengan berart
volume November 2009 Pearson badan normal (21,8%), 36 pasien kelebihan berat badan
(17,1%), dan 127 pasien obesitas (60,2%). Pasien dengan
IPSS ringan ada 18 (8,5%) pasien, IPSS sedang 101
(47,9%) pasien dan IPSS berat 92 (43,6%) pasien. Pada
penelitian ini didapatkan r=0,604 yang artinya mempunyai
hubungan yang kuat dan searah dengan kemaknaan
<0,001.Hasil menunjukkan bahwa masing-masing variabel
tersebut merupakan faktor risiko independen yang
berpengaruh terhadap gejala retensi urin akut namun tidak
signifikan (nilai p >0,05). Uji pengaruh grade USG
7
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
4 Yin Z et al. Association between Benign Prostatic Penelitian ini dilakukan di RS Cross-sectional, Pada penelitian ini rerata pasien memiliki BMI = 25,7
(2015)12 Hyperplasia, Body Mass Index, and Xiangya dan RS Hunan China Pearson kg/m2 didapatkan hubungan obesitas sentral (lingkar
metabolic syndrome in Chinese men dari bulan Januari – Juni 2012 pinggang >90) dengan peningkatan risiko BPH dan untuk
dan mendapatkan 904 pasien hasil uji korelasi BMI dan IPSS adalah r=0,402 p<0,001
BPH (usia 50-59 tahun) yang artinya terdapat hubungan yang kuat dan searah.
5 Chen Z et al. Effect of obesity and hyperglycemia on 141 pasien BPH di RS Cross-sectional, 44 pasien dengan BMI < 24 kg/m2 memiliki rerata IPSS
(2015)15 Benign Prostatic Hyperplasia in elderly Chaoyang Beijing, China Pearson 9,49 ± 0,86. 59 pasien dengan BMI 24-27,9 kg/m2 memiliki
patients with newly diagnosed type 2 dengan diabetes tipe 2 yang baru rerata IPSS 13,17 ± 1,68. Dan 38 pasien dengan BMI ≥ 28
diabetes kg/m2 memiliki rerata IPSS 19,57 ± 1,43. Dari data tersebut
didiagnosis dari bulan Januari –
didapatkan IPSS akan meningkat seiring dengan
Desember 2013 dengan usia peningkatan dari BMI sehingga kesimpulannya terdapat
berkisah 60-85 tahun hubungan yang yang sangat kuat dan searah antara IPSS
dan BMI pada pasien diabetes melitus tipe 2 (r=0,863)
dengan kemaknaan p<0,001.
6 Kim JM et al. Effect of obesity on Prostate-Specific 258 pasien BPH di Daegu Korea Retrospektif, Rerata volume prostat pada pasien tanpa retensi urin akut
(2011)13 Antigen, prostate volume, and dari bulan Januari – Desember Pearson Pasien BPH dengan kelompok berat badan kurang ada 40
International Prostate Symptom Score 2008 orang (15,5%) dengan rerata IPSS 15,13 ± 3,96, kelompok
in patient with Benign Prostatic berat badan normal ada 72 orang (27,9%) dengan rerata
Hyperplasia IPSS 17,90 ± 5,98, kelompok kelebihan berat badan ada
85 orang (32,9%) dengan rerata IPSS 20,19 ± 6,77, dan
kelompok obesitas ada 61 orang (23,7%) dengan 25,07 ±
5,22. Berdasarkan penelitian ini didapatkan r=0,470 yang
artinya mempunyai hubungan yang lemah dan searah
dengan kemaknaan p=0,02 (p,0,05).
7 Lee SH et al. Comparison of the clinical efficacy of 175 pasien BPH di Universitas Cross-sectional Rerata BMI pada pasien BPH di penelitian ini adalah
(2011)19 medical treatment of symptomatic BPH Kesehatan Yonsei dari bulan Obeservational, 21,763 kg/m2 dan rerata lingkar pinggang adalah 79,9 cm.
between normal and obese patients Juni 2009 – Mei 2010 Pearson Terdapat 89 pasien dengan BMI <23,0 kg/m2 rerata
memiliki nilai IPSS 20,5 ± 7,6 dan 86 pasien dengan BMI
≥ 23,0 kg/m2 yang rerata nilai IPSS nya adalah 20,9 ± 7,2.
8
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
9
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
10
Dzulfarida.dkkl. Literature Review: Hubungan Body ...
11