Anda di halaman 1dari 82

Bangga Rupiah

Departemen Pengelolaan Uang


2021
i
Bangga Rupiah

Departemen Pengelolaan Uang


2021
Judul: Paham Rupiah
Tahun Terbit: 2021

Penanggung Jawab
Marlison Hakim, Kepala Departemen Pengelolaan Uang
Imaduddin Sahabat, Kepala Grup Perizinan dan Pendukung PUR

Tim Penulis
Dr. A. Jajang W. Mahri, Drs., M.Si.
Dr. Herlan Firmansyah, S.Pd.,M.Pd.,M.E.
Momon Sudarma, S.Pd.,M.Si.

Tim Editor
Yuliansah Andrias, Deviana Anthony, Wahyu Tri Basuki,
Firda Mairani, Adila Luthfiana Idhar
Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter
Departemen Kebijakan Makro Prudensial
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
Departemen Pengembangan Pasar Keuangan
Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen
Departemen Hukum
Bank Indonesia Institute
Media Indonesia

Desain Grafis
Media Indonesia Publishing

Hak Cipta pada Penulis


Hak Penerbitan pada Penerbit
Tidak boleh direproduksi Sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun
tanpa seizin tertulis dari penulis dan atau penerbit
Kutipan Pasal 72
Sanksi Pelanggaran Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual
kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

iii BA N G G A RUPIAH
Cinta Bangga Paham
Rupiah
untuk Indonesia,
dimulai dari
kita!

BA N G G A RUPIAH iv
Latar Belakang
Uang Rupiah Kertas yang baru, harum, dengan permukaan licin, terasa begitu enak
dipandang dan membanggakan. Semua aspek uang Rupiah dikerjakan dengan hati-hati,
melewati tahapan demi tahapan dalam proses panjang, sebelum akhirnya diedarkan ke
masyarakat. Namun, seberapa lama uang itu bertahan dalam kondisi primanya?
Survei Bank Indonesia tentang perilaku masyarakat atas uang Rupiah menunjukkan
banyaknya  masyarakat yang belum memperlakukan uang Rupiah dengan baik, seperti
mencoret, meremas, membasahi, melubangi, dan melipat. Akibatnya, tingkat pemusnahan
uang setiap tahunnya cukup tinggi. Uang yang beredar di masyarakat juga menjadi lebih
cepat lusuh sehingga usia edarnya menjadi lebih singkat.
Bank Indonesia juga mendapati fenomena perlakuan terhadap uang Rupiah yang
berbeda-beda antara pedagang di pasar, ibu rumah tangga, dan mahasiswa. Pedagang di
pasar umumnya menyimpan Rupiah dari pembeli di wadah tertentu, sebelum dihitung
pada akhir hari. Sementara ibu rumah tangga biasa menyimpan uang tidak lusuh di dalam
dompet. Namun saat terburu-buru atau bepergian tanpa dompet, uang biasa dimasukkan
ke dalam kantong pada pakaian. Sedangkan sebagian besar mahasiswa menyimpan uang,
lusuh maupun tidak lusuh, di dalam dompet panjang atau lipat.
Perlakuan kita terhadap Rupiah menentukan usia edar uang tersebut. Semakin kita
berhati-hati dan menjaga dengan baik, uang Rupiah akan bertahan lama, dan dapat
dikenali ciri-ciri keasliannya. Dengan begitu, kita turut serta meminimalisir peredaran
uang palsu yang merugikan negara.
Perlakuan kita terhadap Rupiah juga menjadi wujud penghormatan kita atas para
jasa pahlawan. Uang Rupiah Kertas memuat gambar pahlawan, kekayaan flora dan
fauna, budaya, serta pemandangan alam. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa
yang menghormati para pahlawannya?

Uang Layak Edar (ULE) Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Menjaga uang Rupiah juga berarti menjaga salah satu simbol kedaulatan bangsa
Indonesia. Tidak semua negara memiliki mata uang nasional sendiri. Karena itu, kita patut
berbangga. Uang Rupiah hadir sebagai kreativitas anak bangsa, lahir setahun setelah
kemerdekaan untuk menandai kemerdekaan Indonesia dalam bidang moneter, menjadikan
negeri ini berdaulat seutuhnya.
Selain merupakan amanah Undang-Undang, menggunakan Rupiah untuk setiap
transaksi di seluruh wilayah NKRI adalah bentuk dukungan kedaulatan Indonesia. Ini
berarti, setiap orang baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing, wajib
menggunakan uang Rupiah untuk setiap transaksi di seluruh wilayah NKRI, tunai maupun

v BA N G G A RUPIAH
non tunai, bahkan sampai ke daerah terdepan, terluar, dan terpencil. Sebagai mata uang
tunggal, Rupiah menggambarkan kedaulatan NKRI dan persatuan kesatuan seluruh
wilayah Indonesia.
Peristiwa di masa lalu seharusnya tidak terjadi lagi, ketika Indonesia kehilangan
Sipadan dan Ligitan karena minimnya transaksi yang menggunakan Rupiah di daerah
tersebut. Bagaimanapun, sejak zaman dahulu, mata uang menjadi penanda kekuasaan
tertinggi di suatu wilayah.
Menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi adalah aksi nyata perjuangan dan
nasionalisme bangsa Indonesia. Tanpa kebanggaan atas Rupiah, bagaimana bisa kita
menegakkan kedaulatan moneter di bumi pertiwi?

Sebagai alat pembayaran yang sah dalam perekonomian, Rupiah hadir untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia melalui fisik dan stabilitas
nilainya. Tak sekadar berfungsi sebagai alat transaksi, uang Rupiah juga merupakan alat
penyimpan nilai, sehingga menjadi salah satu pilihan masyarakat dalam menyimpan
kekayaan, selain tanah, rumah, dan benda berharga lainnya. Pada skala besar, masyarakat
yang gemar menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan di bank akan mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional. Berbelanja bijak mengunakan Rupiah juga berarti
menjaga stabilitas Rupiah dan turut mengendalikan laju inflasi.
Karena itu, masyarakat yang memahami Rupiah akan bijak bertransaksi, berbelanja,
dan berinvestasi yang pada akhirnya akan mendukung kekuatan ekonomi negara. Pada
akhirnya, kekuatan ekonomi negara akan menjaga eksistensi serta kedaulatan Indonesia di
mata dunia Internasional.
Dalam rangka meningkatkan literasi masyarakat terhadap Rupiah, Bank Indonesia
menerbitkan modul Cinta Bangga Paham Rupiah, terdiri dari 3 seri, yaitu Cinta Rupiah,
Bangga Rupiah, dan Paham Rupiah.
Cinta Rupiah sama artinya dengan Mencintai Indonesia. Bangga Rupiah sama artinya
dengan Menjaga Kedaulatan Bangsa. Paham Rupiah sama artinya dengan mewujudkan
stabilitas dan kesejahteraan Negara. Cinta Bangga Paham Rupiah untuk Indonesia, dimulai
dari kita!
Modul Bangga Rupiah ini diharapkan dapat memperkuat kebanggaan peserta
sosialisasi atas Rupiah, melalui pemahaman Rupiah sebagai simbol kedaulatan, alat
pembayaran sah di seluruh wilayah NKRI, dan instrumen pemersatu bangsa.

BA N G G A RUPIAH vi
Daftar Isi
Latar Belakang .............................................................................................................. v

Bagian 1 Simbol Kedaulatan ................................................................................ 1

1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 2
2. TUJUAN PEMBELAJARAN .......................................................................................... 2
3. MATERI PEMBELAJARAN .......................................................................................... 3
a. Rupiah Sebagai Simbol Kedaulatan ..................................................................... 3
1) Otoritas Pencipta Uang .................................................................................... 3
2) Penggunaan Rupiah Melambangkan Wilayah Indonesia ............................... 4
3) Kewajiban Menggunakan Rupiah di Wilayah NKRI ......................................... 6
b. Rupiah Sebagai Mata Uang Indonesia ................................................................ 7
1) Non-Internasionalisasi Rupiah ......................................................................... 7
2) Pembatasan Pembawaan Uang Tunai (Rupiah dan Valas) ............................. 7
3) Mekanisme Pelaporan, Declaration, dan Risiko Hukum ............................ 10
c. Bela Negara Tanpa Senjata ................................................................................... 12
1) Macam-macam Bela Negara ........................................................................... 12
2) Implementasi Kebijakan Bank Indonesia ........................................................ 13
3) Studi Kasus Ancaman Kedaulatan ................................................................... 15
4. PENDIDIKAN NILAI .................................................................................................... 16
5. TINDAK LANJUT ......................................................................................................... 18

Bagian 2 Rupiah Sebagai Alat Pembayaran yang Sah ............................................. 19

1. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 20
2. TUJUAN PEMBELAJARAN ........................................................................................... 20
3. MATERI PEMBELAJARAN ............................................................................................ 21
a. Rupiah sebagai Alat Pembayaran yang Sah .......................................................... 21
1) Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) .............. 21
2) Risiko Hukum atas Penggunaan Pembayaran Selain Rupiah ........................... 22
3) Masa Berlaku Uang Rupiah ............................................................................... 23
b. Pengecualian Penggunaan Alat Pembayaran Selain Rupiah ................................ 24
1) Konsep Pengecualian Selain Rupiah .................................................................. 24
2) Penerapan Pengecualian Selain Rupiah yang Diperbolehkan .......................... 25
3) Syarat-syarat Pengecualian ................................................................................ 26

vii BA N G G A RUPIAH
4) Tata Cara Mengajukan Permohonan Pengecualian Penggunaan Rupiah
untuk Infrastruktur Strategis ............................................................................ 29
c. Koleksi dan Numismatik Uang Rupiah ................................................................. 30
4. PENDIDIKAN NILAI ..................................................................................................... 40
5. TINDAK LANJUT ......................................................................................................... 43

Bagian 3 Alat Pemersatu Bangsa ............................................................................ 45

1. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 46
2. TUJUAN PEMBELAJARAN ......................................................................................... 46
3. MATERI PEMBELAJARAN .......................................................................................... 46
a. Rupiah Sebagai Identitas dan Karakteristik Bangsa.......................................... 46
1) Simbol Garuda Pancasila .................................................................................. 47
2) Negara Kesatuan Republik Indonesia .............................................................. 50
3). Sejarah dan Nilai Perjuangan Pahlawan Nasional .......................................... 51
4). Kekayaan Alam dan Budaya Indonesia ........................................................... 59
b. Konsep Satu Mata Uang Satu Negara (One Nation One Currency) .................... 62
1) Sejarah Rupiah Sebelum Menjadi Uang Tunggal ............................................ 62
2) Satu Negara Satu Mata Uang ........................................................................... 63
3) Belajar dari Negara Multi Currency ................................................................... 64
c. Perjalanan Rupiah Sebagai Pemersatu Bangsa ................................................... 65
1) Sejarah Uang Masa Kerajaan ........................................................................... 65
2) Sejarah Uang Sebelum Kemerdekaan ............................................................. 66
3) Sejarah Rupiah Setelah Kemerdekaan ............................................................ 67
4. PENDIDIKAN NILAI ..................................................................................................... 70
5. TINDAK LANJUT ......................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 73

BA N G G A RUPIAH viii
Bagian 1
Simbol
Kedaulatan

i S I M B O L KEDAULATAN
1. PENDAHULUAN
Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 menandai kedaulatan bangsa Indonesia,
berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain di dunia. Pengakuan atas kedaulatan
Indonesia pun datang dari berbagai negara dan organisasi internasional, menegaskan
kemerdekaan Indonesia secara politik. Namun, baru setahun kemudian Indonesia
berdaulat secara moneter. Ditandai dengan kelahiran dan pemberlakukan Rupiah sebagai
mata uang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Keberlakuan dan pemberlakuan Rupiah bersifat mutlak dan merata di seluruh
wilayah administrasi NKRI. Kelahiran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang menegaskan bahwa Rupiah menjadi satu-satunya mata uang sah yang
digunakan di NKRI, dan setiap warga negara berkewajiban menggunakan Rupiah untuk
berbagai keperluan keuangan.
Berbagai kasus terkait penggunaan mata uang asing di sejumlah daerah termasuk
di daerah perbatasan menjadi tantangan bagi Bank Indonesia khususnya, dan seluruh
bangsa Indonesia pada umumnya, untuk terus melakukan pendidikan kewarganegaraan
mengenai sikap patriotisme dalam menggunakan mata uang Rupiah.
Rupiah adalah simbol kedaulatan negara. Memanfaatkan Rupiah sebagai alat
pembayaran, alat transaksi maupun investasi, merupakan bentuk nyata perjuangan dan
nasionalisme bangsa Indonesia dalam menegakkan kedaulatan negara dalam aspek
moneter.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui diskusi, pengamatan serta studi kasus berbagai hal terkait penggunaan Rupiah
di berbagai daerah di wilayah NKRI, peserta sosialisasi diharapkan mampu bersikap kritis
dan menunjukkan sikap Bangga terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan Bangsa.
Secara khusus, pembelajaran pada modul ini bertujuan agar peserta sosialisasi mampu:
a. secara kritis dan analitis memahami Rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa dan
negara;
b. secara kritis dan analitis memahami bahwa Rupiah sebagai mata uang Indonesia; dan
c. secara kritis dan analisis memahami bentuk nyata Bela Negara Tanpa Senjata dalam
kaitannya dengan penegakan kedaulatan NKRI.

S I M B O L KEDAULATAN 2
3. MATERI PEMBELAJARAN
a. Rupiah Sebagai Simbol Kedaulatan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kedaulatan diartikan sebagai kepemilikan,
atau pelaksanaan kekuasaan tertinggi. Maka yang dimaksud dengan kedaulatan
negara adalah Indonesia sebagai bangsa dan negara memiliki kekuasaan penuh atas
pengelolaan sumber daya negara dan bangsa, untuk mencapai tujuan bangsa dan
rakyat Indonesia.
Sebagai negara merdeka dan berdaulat, NKRI memiliki mata uang yang
ditetapkan dengan Undang-Undang. Mata uang ini merupakan salah satu simbol
kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara
Indonesia. Mata uang diperlukan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan
perekonomian nasional dan internasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal
23B yang menyebutkan bahwa macam dan harga mata uang ditetapkan dengan
Undang-Undang, serta pasal 23D mengatur bahwa Negara memiliki suatu bank sentral
yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur
dengan undang-undang.
Pasal-pasal tersebut menegaskan bahwa Indonesia berdaulat penuh dalam
mengelola keuangan negara di dalam negeri, termasuk dalam hal menetapkan macam
dan jenis mata uang yang berlaku dan sah dalam negerinya.
1) Otoritas Pencipta Uang
Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia, yang salah satu
tugasnya adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
Pelaksanaan tugas tersebut diharapkan dapat mendukung terpeliharanya
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem
pembayaran.
Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia, sebagaimana yang telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia, yang dikenal dengan UU Bank Indonesia.
Dalam melaksanakan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang melakukan Pengeluaran, Pengedaran, dan/atau Pencabutan dan
Penarikan Rupiah. Kewenangan tersebut juga ditegaskan dalam Undang-
Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selain itu, Bank

3 S I M B O L KEDAULATAN
Indonesia juga berwenang merencanakan, mencetak dan memusnahkan
Rupiah, berkoordinasi dengan Pemerintah.
Dalam menjalankan kewenangannya ini, ada sejumlah lembaga yang
terkait dengan pelaksanaan kewenangan Bank Indonesia.
Pertama, Pemerintah. Penyediaan jumlah Rupiah yang beredar dilakukan
oleh Bank Indonesia. Namun demikian, Bank Indonesia berkoordinasi dengan
Pemerintah dalam merencanakan dan menentukan jumlah Rupiah yang
akan dicetak, juga waktu pencetakan. Sebagai landasan keputusan ini, Bank
Indonesia menandatangani Nota Kesepahaman dengan Pemerintah Indonesia
terkait Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Perencanaan dan Pencetakan,
serta Pemusnahan Rupiah.
Kedua, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana Pencetakan
Rupiah. Pencetakan Rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia di dalam negeri dengan
menunjuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pelaksana Pencetakan
Rupiah. Jika karena satu dan lain hal BUMN tersebut menyatakan tidak sanggup,
Pencetakan Rupiah dilaksanakan oleh BUMN tersebut bekerja sama dengan
lembaga lain yang ditunjuk melalui proses yang transparan dan akuntabel serta
menguntungkan negara. Pelaksanaan pencetakan Rupiah saat ini dilakukan oleh
Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI).
Ketiga, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia. Pasal 19
UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menegaskan kewajiban Bank
Indonesia untuk melaporkan Pengelolaan Rupiah secara periodik setiap tiga
bulan kepada DPR.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa menjaga stabilitas moneter
di Indonesia membutuhkan peran nyata dari semua pihak, baik masyarakat
maupun lembaga-lembaga negara.
2) Penggunaan Rupiah Melambangkan Wilayah Indonesia
Rupiah merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan sebagai alat
pembayaran yang sah di wilayah NKRI, dan setiap transaksi yang mempunyai
tujuan pembayaran di NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Hal ini memiliki dasar hukum perundang-undangan di Indonesia. Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 23B menyatakan bahwa macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang. Adapun UU Nomor
7 Tahun 2011 pasal 2 ayat (1) menegaskan bahwa Mata Uang Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah Rupiah, dan Pasal 21 menjelaskan Rupiah wajib
digunakan dalam (1) setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, (2)
penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau,
(3) transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

S I M B O L KEDAULATAN 4
Perundangan-undangan juga menegaskan bahwa siapa pun dan lembaga
apapun, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing
(WNA), badan hukum Indonesia maupun asing, ketika berada di wilayah
administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka orang atau pihak yang
bersangkutan wajib menggunakan Rupiah sebagai alat pembayaran atau pada
setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran.
Kendati demikian, UU Nomor 7 Tahun 2011 memberikan pengecualian
terhadap beberapa kondisi yang memungkinkan penggunaan mata uang asing.
Pertama, transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja negara. Kedua, penerimaan atau pemberian hibah
dari atau ke luar negeri. Artinya, jika seseorang bermaksud untuk memberikan
hibah atau menerima hibah luar negeri, maka transaksi bisa dilakukan dengan
menggunakan mata uang asing, demikian pula bila kita bermaksud untuk
memberikan hibah kepada warga negara lain di luar NKRI.
Ketiga, melaksanakan proses transaksi perdagangan internasional.
Seorang pengusaha yang hendak melakukan transaksi dengan pengusaha lain,
dikecualikan untuk boleh tidak menggunakan Rupiah. Keempat, simpanan
di bank dalam bentuk valuta asing, atau sebagai investasi. Kelima, transaksi
pembiayaan internasional.
Lantas bagaimana dengan warga negara Indonesia yang ada di daerah
perbatasan? Rupiah berlaku dan diberlakukan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar dan
Terpencil).
Warga Negara Indonesia yang ada di daerah perbatasan (terdepan), tetap
wajib menggunakan Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah. Penggunaan
Rupiah di wilayah perbatasan menjadi ciri kemartabatan dan kedaulatan
NKRI. Penggunaan Rupiah dalam transaksi, kendati ada di wilayah perbatasan,
menunjukkan kemandirian, kedaulatan dan juga kewibawaan Rupiah dan NKRI
di hadapan negara lain.
Untuk memastikan ketersediaan Rupiah hingga ke daerah 3T, Bank
Indonesia bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut dalam pendistribusian
Rupiah. Selain itu, Bank Indonesia mengembangkan layanan Kas Titipan
(Kastip) untuk daerah-daerah yang terpencil guna memudahkan penggunaan
Rupiah sebagai alat pembayaran bagi masyarakat.
Bank Indonesia memiliki program BI Jangkau untuk menyediakan dan
menjaga ketersediaan Rupiah bagi masyarakat, sampai daerah-daerah
pedesaan, atau daerah terpencil dan terluar.

5 S I M B O L KEDAULATAN
Gambar 1. Pidato

3) Kewajiban Menggunakan Rupiah di Wilayah NKRI


Perundang-undangan di Indonesia mewajibkan penggunaan Rupiah
di wilayah NKRI sebagai salah satu simbol kedaulatan NKRI. Dalam konteks
penggunaan Rupiah, UU Nomor 7 Tahun 2011 pasal 23 melarang setiap
orang menolak menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai
pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan
Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah NKRI, kecuali
jika terdapat keraguan atas keaslian Rupiah. Pelanggaran terhadap Pasal 23
diancam pidana kurungan paling lama satu tahun dan pidana denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Aturan tersebut diperkuat lagi oleh Peraturan Bank Indonesia (PBI)
Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peraturan ini menegaskan bahwa Rupiah
merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI dan simbol kedaulatan
NKRI. Penggunaan Rupiah untuk setiap transaksi di wilayah NKRI juga diperlukan
untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah.
Karena itu, terdapat norma kewajiban bagi setiap pihak untuk menggunakan
Rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI, baik tunai maupun non tunai.
Transaksi tunai mencakup transaksi yang menggunakan uang kertas dan/atau
uang logam sebagai alat pembayaran. Transaksi non tunai mencakup transaksi
yang menggunakan alat dan mekanisme pembayaran secara non tunai.
Sehubungan hal itu, kewajiban penggunaan Rupiah di seluruh wilayah
NKRI dapat disebut sebagai melaksanakan tugas formal-legal (amanah
undang-undang), sekaligus juga melaksanakan kewajiban publik-politis, yakni
mendukung terwujudnya kedaulatan NKRI, serta kewajiban strategis, yakni
menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah di tengah masyarakat.

S I M B O L KEDAULATAN 6
b. Rupiah Sebagai Mata Uang Indonesia

1) Non-Internasionalisasi Rupiah

Rupiah adalah mata uang NKRI yang digunakan sebagai alat pembayaran yang
sah di wilayah NKRI. Berdasarkan pasal 2 UU Nomor 7 Tahun 2011, terdapat dua
macam Rupiah, yaitu Rupiah Kertas dan Rupiah Logam. Selain di wilayah NKRI,
Rupiah tidak digunakan, dan tidak sah digunakan sebagai alat pembayaran. Dalam
konteks ini, Rupiah bukan hard currency yang bisa digunakan lintas negara.

Meski begitu, sejumlah warga negara Indonesia di luar negeri, atau orang asing
di sana, ada yang menerima proses transaksi dengan menggunakan Rupiah sebagai
alat pembayarannya. Hal ini juga jamak dijumpai di masyarakat perbatasan antara
Indonesia dengan negara tetangga.

Dalam hal ini, kebijakan non-internasionalisasi diartikan Rupiah tidak digunakan


secara resmi dan sah oleh negara lain, sebagai alat pembayaran yang sah. Namun,
Rupiah secara sosiologis-empiris digunakan oleh sebagian warga negara asing dan
warga negara Indonesia di luar negeri, sebagai alat pembayaran yang sah.

Praktik penggunaan Rupiah oleh masyarakat sebagai alat pembayaran di


luar wilayah NKRI harus dilakukan sesuai peraturan perundangan yang berlaku,
misalnya merujuk pada PBI Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2) Pembatasan Pembawaan Uang Tunai (Rupiah dan Valas)

Pasal 34 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan


Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur bahwa setiap orang yang membawa uang
tunai dalam mata uang Rupiah dan/atau mata uang asing, dan/atau instrumen
pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, atau
bilyet giro paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau yang
nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia wajib
memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Hal ini bukan sekadar mencegah tindak pidana pencucian uang, atau tindak
pidana lain. Namun, ada hal yang lebih strategis yaitu untuk mencegah hilangnya
arus peredaran Rupiah di dalam negeri.

Uang Rupiah yang dibawa masuk ke dalam negeri secara tunai, tanpa melakukan
transaksi melalui lembaga keuangan dalam negeri, akan menyebabkan tidak
terdeteksinya peredaran atau arus kas Rupiah di masyarakat. Bila hal ini dibiarkan,
sulit untuk membuat asumsi peredaran Rupiah yang akurat sehingga berpotensi
menyebabkan ketidaktepatan analisa dan kebijakan moneter di Indonesia. Karena
itu, pelanggaran terkait hal ini mendapatkan sanksi seperti diatur dalam pasal 35
UU Nomor 8 Tahun 2010.

7 S I M B O L KEDAULATAN
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010

Pasal 35
(1) Setiap orang yang tidak memberitahukan pembayaran lain sebagaimana dimaksud
pembawaan uang tunai dan/atau instrumen dalam Pasal 34 ayat (1), tetapi jumlah uang
pembayaran lain sebagaimana dimaksud tunai dan/atau instrumen pembayaran
dalam Pasal 34 ayat (1) dikenai sanksi lain yang dibawa lebih besar dari jumlah
administratif berupa denda sebesar 10% yang diberitahukan dikenai sanksi
(sepuluh perseratus) dari seluruh jumlah administratif berupa denda sebesar
uang tunai dan/atau instrumen pembayaran 10% (sepuluh perseratus) dari kelebihan
lain yang dibawa dengan jumlah paling jumlah uang tunai dan/atau instrumen
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta pembayaran lain yang dibawa dengan
rupiah). jumlah paling banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang telah memberitahukan
pembawaan uang tunai dan/atau instrumen

Bank Indonesia juga mengatur pembawaan uang tunai Rupiah melalui PBI
Nomor 4/8/PBI/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Membawa Uang Rupiah
Keluar atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia.
Disebutkan, setiap orang yang membawa uang Rupiah sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) atau lebih keluar wilayah pabean Republik Indonesia, wajib
terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia. Kemudian, setiap orang yang
membawa uang Rupiah sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih
masuk wilayah pabean Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu memeriksakan
keaslian uang tersebut kepada petugas Bea dan Cukai di tempat kedatangan.
Mata uang kertas asing yang hendak dibawa masuk juga dibatasi, seperti
tertuang dalam PBI Nomor 20/2/PBI/2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/7/PBI/2017 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing (UKA) ke
Dalam dan ke Luar Daerah Pabean Indonesia. Peraturan itu menjelaskan:
1. Badan Berizin sebagaimana dimaksud setiap akan melakukan pembawaan UKA
dengan jumlah yang nilainya paling sedikit setara dengan Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah), wajib memperoleh Persetujuan Pembawaan UKA, dan
dilarang melakukan Pembawaan UKA melebihi persetujuan untuk setiap
Pembawaan UKA.
2.Untuk mendapatkan Persetujuan Pembawaan UKA sebagaimana dimaksud,
Badan Berizin mengajukan permohonan Persetujuan Pembawaan UKA kepada
Bank Indonesia, dilengkapi dengan proyeksi kebutuhan UKA per mata uang

S I M B O L KEDAULATAN 8
dan detail rencana Pembawaan UKA untuk periode Pembawaan UKA yang
bersangkutan.
3. Penetapan konversi UKA ke dalam mata uang Rupiah yang terkait dengan
ambang batas Pembawaan UKA sebagaimana dimaksud menggunakan nilai
kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
4. Jika mata uang asing yang digunakan dalam Pembawaan UKA tidak terdapat
dalam nilai kurs yang ditetapkan Menteri Keuangan, penetapan konversi mata
uang asing tersebut dilakukan ke dalam dolar Amerika Serikat terlebih dahulu
dengan menggunakan kurs jual pasar sebelum menggunakan nilai kurs yang
ditetapkan Menteri Keuangan.
5. Badan Berizin yang melakukan Pembawaan UKA dengan jumlah yang
nilainya paling sedikit setara dengan Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan tidak memiliki Persetujuan Pembawaan UKA, menurut PBI ini,
dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen)
dari seluruh jumlah UKA yang dibawa dengan jumlah paling banyak setara
dengan Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Ini merupakan kebijakan untuk mengatasi tindak pidana pencucian uang.


Seperti disebutkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU, pencucian uang
adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Tindakan
unsur pidana itu, di antaranya korupsi, penyuapan, narkotika, prostitusi, penipuan,
penggelapan, terorisme, dan tindak penggelapan pajak. Ada beberapa indikasi
yang masuk kategori bagian dari tindak pidana pencucian uang, seperti disebutkan
dalam UU Nomor 8 Tahun 2010.
Pertama, pada pasal 3, yaitu “Setiap orang yang menempatkan, mentransfer,
mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau
surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana”.
Kedua, pada pasal 4, yaitu “Setiap orang yang menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau
kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana”.
Ketiga, pada pasal 5, yaitu, “Setiap orang yang menerima atau menguasai
penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan,
penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana”.

9 S I M B O L KEDAULATAN
Ketiga jenis tindakan tersebut, dimasukkan pada kategori tindak pidana
pencucian uang, dan bisa dijerat oleh hukum di Indonesia. Dengan kata lain,
membatasi jumlah maksimal uang, dan menegakkan tindak pidana pencucian
uang, merupakan paket penting dari sisi moneter untuk mencegah terjadi transaksi
keuangan antar kelompok teroris di Indonesia. Oleh karena itu, konsep ini dikenal
dengan konsep anti money laundering and counter terrorism financing (AMLCTF).

3) Mekanisme Pelaporan, Declaration, dan Risiko Hukum


Peraturan Bank Indonesia menetapkan setiap orang yang membawa uang Rupiah
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih keluar wilayah pabean
Republik Indonesia, wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Bank Indonesia.
Dalam hal ini, izin Bank Indonesia hanya dapat diberikan untuk kepentingan uji
coba mesin uang, kegiatan pameran di luar negeri, dan hal-hal lain yang menurut
pertimbangan Bank Indonesia perlu diberikan izin atas dasar kepentingan umum.
Izin Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 4 PBI Nomor
4/8/2002 hanya dapat diberikan untuk satu kali penggunaan dengan ketentuan:
1. Masa berlaku izin paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja kalender, terhitung
sejak tanggal izin diberikan.
2. Surat izin wajib diserahkan kepada petugas Bea dan Cukai di tempat
keberangkatan.
3. Jumlah uang Rupiah yang dibawa paling banyak sama dengan jumlah yang
tercantum dalam surat izin.
Untuk memperoleh izin dari Bank Indonesia, yang bersangkutan harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia paling lambat
15 hari kerja sebelum tanggal keberangkatan. Permohonan izin, wajib dilengkapi
dengan identitas diri bagi perorangan, nama dan alamat perusahaan bagi
perusahaan, jumlah uang Rupiah yang akan dibawa, tujuan penggunaan, tempat
keberangkatan dan tanggal keberangkatan.
Terkait permohonan izin yang diajukan untuk kepentingan uji mesin uang dan
kegiatan pameran di luar negeri, disampaikan kepada:
1. Direktorat Luar Negeri - Kantor Pusat Bank Indonesia, bagi pemohon yang
berdomisili di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK);
2. Kantor Bank Indonesia terdekat dengan alamat pemohon, bagi pemohon yang
berdomisili di luar wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (JABOTABEK).
Daftar alamat Kantor Bank Indonesia sebagaimana dalam Lampiran II Peraturan
Bank Indonesia.

S I M B O L KEDAULATAN 10
Selanjutnya, Bank Indonesia akan memberikan jawaban atas permohonan
izin paling lambat 10 hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima
secara lengkap dan benar oleh Bank Indonesia.

Pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lainnya


keluar/masuk wilayah RI (senilai Rp100.000.000,00 atau lebih)

Uang Rupiah Pemberitahuan ke BC


Pemeriksaan keaslian uang

PIB
(BC.2.0) Valas dan/atau
IMPORT atau CD instrumen
pembayaran Pemberitahuan ke BC
lainnya

Uang Rupiah Pemberitahuan ke BC


Dilengkapi izin Bank Indonesia
EKSPOR
PEB
Valas dan/atau
(BC.3.0)
instrumen
atau BC pembayaran
3.2 lainnya Pemberitahuan ke BC

Gambar 2. Mekanisme Pelaporan (Sumber: https://bppk.kemenkeu.go.id)

Setiap orang yang melanggar ketentuan dengan membawa jumlah Rupiah


melampaui batas, dibawa tanpa izin, dikenakan sanksi administratif berupa denda
sebesar 10 persen dari jumlah uang Rupiah yang dibawa, dengan batas maksimal
pengenaan sanksi sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Setiap orang yang melanggar prosedur izin, dikenakan sanksi administratif
berupa denda sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang dibawa setelah
dikurangi dengan jumlah yang diberikan izin, dengan batas maksimal pengenaan
sanksi sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Adapun seseorang yang membawa uang Rupiah sebesar Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah) atau lebih masuk wilayah pabean Republik Indonesia,
wajib terlebih dahulu memeriksakan keaslian uang tersebut kepada petugas
Bea dan Cukai di tempat kedatangan. Pelanggaran atas hal ini dikenakan sanksi
administratif berupa denda sebesar 10 persen dari jumlah uang Rupiah yang
dibawa, dengan batas maksimal pengenaan sanksi sebesar Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).

11 S I M B O L KEDAULATAN
Sanksi

 Tidak memberitahukan pembawaan


uang Rupiah/valas dan/atau instrumen
Denda 10% dari uang/ pembayaran lainnya (keluar/masuk
instrumen pembayaran wilayah RI)
lainnya yang dibawa.  Tidak memiliki izin BI (membawa uang
Maks Rp300 juta Rupiah keluar wilayah RI)
 Tidak memeriksakan keaslian uang
yang dibawa dari luar daerah pabean
(mata uang Rupiah)

Denda 10% dari


kelebihan jumlah uang/  Membawa uang Rupiah/valas dan/atau
instrumen pembayaran instrumen pembayaran lainnya melebihi
lainnya yang dibawa. dari yang diberitahukan/diizinkan
Maks Rp300 juta

Gambar 3. Sanksi (sumber : https://bppk.kemenkeu.go.id)

c. Bela Negara Tanpa Senjata


1) Macam-macam Bela Negara
Setiap warga negara Indonesia wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara, seperti telah disebutkan dalam pasal 27 ayat (3) UUD 1945.
Selaras dengan hal itu, UU Nomor 3 Tahun 2002 menegaskan bahwa tidak
seorang pun warga negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta dalam
pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Dalam prinsip ini
terkandung pengertian bahwa upaya pertahanan negara harus didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan.
Pasal 9 UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menjelaskan,
upaya bela negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dalam
menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Selain sebagai kewajiban, upaya bela negara juga merupakan kehormatan bagi
setiap warga negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab,
dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa. Keikutsertaan
dalam usaha bela negara dapat dilakukan dalam empat kegiatan.
Pertama, pendidikan kewarganegaraan (civic education). Program pendidikan
kewarganegaraan merupakan sosialisasi dan penanaman nilai-nilai kewarganegaraan,
baik melalui jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal.

S I M B O L KEDAULATAN 12
Pendidikan kewarganegaraan melalui jalur pendidikan formal, dilakukan
mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai perguruan tinggi.
Adapun pendidikan kewarganegaraan melalui jalur nonformal dilakukan dengan
memanfaatkan organisasi sosial, organisasi keagamaan, maupun instrumen media
sosial kepada masyarakat luas. Sedangkan, pendidikan kewarganegaraan melalui
jalur informal, diharapkan bisa ditumbuhkembangkan melalui penanaman nilai
sejak dini di dalam keluarga.
Kedua, pelatihan dasar kemiliteran wajib. Program dasar kemiliteran
secara wajib ini dikhususkan kepada warga negara yang akan menjadi anggota
komponen cadangan dalam pertahanan negara.
Ketiga, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia secara
sukarela atau secara wajib. Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk bisa
mendaftar sebagai prajurit TNI. Bila dalam keadaan mendesak, dan darurat militer,
maka setiap warga negara memiliki kewajiban untuk mengikuti wajib militer.
Keempat, pengabdian sesuai dengan profesi. Ini adalah pengabdian warga
negara yang mempunyai profesi tertentu untuk kepentingan pertahanan negara
termasuk dalam menanggulangi dan/atau memperkecil akibat yang ditimbulkan
oleh perang, bencana alam, atau bencana lainnya.
Adapun nilai-nilai bela negara, dapat disarikan menjadi enam pokok pikiran,
yaitu (1) cinta tanah air, (2) sadar berbangsa dan bernegara, (3) setia kepada
Pancasila sebagai ideologi negara, (4) rela berkorban untuk bangsa dan negara,
(5) mempunyai kemampuan awal bela negara, (6) semangat untuk mewujudkan
negara yang berdaulat, adil dan makmur.
Maka dapat dikatakan bahwa penggunaan Rupiah sebagai satu-satunya
mata uang yang berlaku untuk setiap transaksi pembayaran di wilayah NKRI
merupakan bagian dari bela negara tanpa senjata.
Lebih jauh lagi, sikap Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah merupakan salah
satu bentuk nyata dalam menunjukkan sikap cinta tanah air, sadar berbangsa dan
bernegara, serta semangat untuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan
makmur.
2) Implementasi Kebijakan Bank Indonesia
Untuk menegakkan kedaulatan moneter Republik Indonesia, Bank Indonesia
berkewajiban memastikan kestabilan peredaran Rupiah di dalam negeri. Terkait hal
ini, ada beberapa langkah strategis yang dikembangkan Bank Indonesia.
Pertama, membuka pelayanan kas oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia
(KASPw), secara umum terdiri penerimaan setoran dari bank-bank, kegiatan
bayaran, penukaran uang, dan layanan kas lainnya. Tujuan dari layanan kas

13 S I M B O L KEDAULATAN
dimaksud untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atas uang dan menjaga agar
uang yang beredar tetap dalam kondisi yang layak edar.

Penukaran

Dalam Setoran
Kantor
Bayaran
Pihak Lain

Kas Titipan

Bank Luar Kerjasama


Indonesia Penukaran Bank
Kantor
Umum
Kas Keliling

BI Jangkau
(Layanan Kas
di Daerah 3T) Masyarakat

Gambar 4. Layanan Kas di Bank Indonesia


(Sumber: Bahan Ajar IHT SPR-2305 Policies on Modernising, Banknotes
Design, Storage, Distribution and Processing, 2021)

Kedua, Pelayanan Kas Luar Kantor yang dijalankan melalui program kas keliling
atau kas mobil, kerja sama penukaran, dan BI Jangkau.
Bank Indonesia menghadirkan Kas Keliling (Kasling) atau kas mobil untuk
memudahkan masyarakat di sejumlah daerah yang sulit menjangkau layanan Kas
dalam Kantor. Layanan Kasling menjadi salah satu upaya nyata Bank Indonesia
untuk menjaga kestabilan peredaran uang di masyarakat, sehingga masyarakat
dapat menggunakan Rupiah dengan nyaman dan tenang.
Selain itu, Bank Indonesia juga mengembangkan model Kas Titipan yang
juga merupakan layanan kas luar kantor, untuk memenuhi kebutuhan uang tunai
terutama di daerah terpencil. Kas Titipan ini bisa dilakukan oleh lembaga keuangan
perbankan atau lembaga lain yang disahkan oleh Bank Indonesia, untuk memudahkan
masyarakat di daerah terpencil menabung atau melakukan transaksi perbankan.
Keberadaan Kas Titipan memberikan manfaat antara lain ketersediaan uang
yang layak edar, terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan uang yang layak edar
(clean money), pengelolaan kas yang efisien, kas perbankan yang aman dan optimal,
serta meningkatkan perekonomian daerah.
Adapun program BI Jangkau merupakan program peningkatan layanan kas
untuk menjangkau masyarakat di wilayah kecamatan/desa melalui optimalisasi
jaringan kantor Bank, Pegadaian, PJPUR dan pihak lain seperti BPR, Lembaga Non
Bank/LNB dan Lembaga Keuangan Non Bank LKNB.

S I M B O L KEDAULATAN 14
Terdapat 12 lokasi pilot project untuk program BI Jangkau, meliputi Kalimantan
Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Sibolga, Sulawesi Utara, Maluku Utara,
Papua Barat, Papua, Maluku, Nusa Tenggara Timur, Pulau Kangean, dan Banten.
Keduabelas lokasi tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan antara lain
keterwakilan setiap regional, memenuhi salah satu kriteria 3T (Terdepan, Terluar,
dan Terpencil), serta density kantor bank di wilayah tersebut.

Gambar 5. Kegiatan BI Jangkau


(Sumber: Bahan Ajar IHT SPR-2305 Policies on Modernising, Banknotes
Design, Storage, Distribution and Processing, Tahun 2021)

3) Studi Kasus Ancaman Kedaulatan


Ancaman kedaulatan sebuah negara tak selalu berawal dari agresi militer atau
pelanggaran wilayah. Ancaman kedaulatan Indonesia di daerah-daerah perbatasan
yang dekat dengan negara tetangga bisa berawal dari Rupiah yang sering terabaikan.
Wilayah-wilayah yang rawan terhadap penggunaan mata uang asing antara
lain di Kepulauan Sebatik, Kabupaten Nunukan yang berbatasan langsung dengan
Tawau, Malaysia, atau di perbatasan Indonesia Papua. Bahkan penggunaan mata
uang asing tidak hanya mengancam wilayah perbatasan, namun juga di perkotaan,
dengan penggunaan mata uang asing oleh sebagian kelompok masyarakat sebagai
alat transaksi.
Mengatasi hal tersebut, Bank Indonesia telah menjalankan sejumlah strategi.
Pertama, selalu berupaya menyediakan Rupiah di wilayah terdepan, terluar, dan
terpencil melalui penyediaan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).
Kedua, Bank Indonesia menertibkan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
(KUPVA) Bukan Bank yang kerap muncul di tengah masyarakat, yang memfasilitasi
terjadinya transaksi tunai mata uang asing di masyarakat, contohnya, KUPVA di Pos
Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw, Jayapura.
Langkah Ketiga, Bank Indonesia secara berkelanjutan melakukan sosialisasi
Rupiah dan literasi keuangan kepada warga di daerah perbatasan. Misalnya, Bank
Indonesia secara resmi membuka pekan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT)

15 S I M B O L KEDAULATAN
Papua 2017. Mengangkat tema ‘Dengan Non tunai: Lebih Mudah, Lebih Aman,
dan Lebih Keren!’, Bank Indonesia mendorong masyarakat Papua kompak untuk
memulai kebiasaan bertransaksi secara non tunai.
Untuk wilayah terdepan, terluar, dan terpencil, termasuk lintas batas negara,
pemenuhan dilakukan langsung oleh Bank Indonesia melalui kegiatan kas keliling
serta bekerja sama dengan perbankan. Sedangkan khusus untuk daerah terluar,
Bank Indonesia juga melakukan kerja sama dengan TNI AL untuk distribusi uang
Rupiah layak edar.

4. PENDIDIKAN NILAI
Kedaulatan sebuah negara tidak sekadar diukur dari aspek geografi atau politik, namun
juga bisa dilihat dan ditunjukkan dari aspek kedaulatan ekonomi dan moneter. Indonesia
merupakan salah satu negara berdaulat secara geografi, politik, dan juga ekonomi atau
moneter.
Rupiah yang menjadi mata uang sah dan satu-satunya alat pembayaran di wilayah
NKRI adalah simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penggunaan Rupiah
merupakan bentuk nyata dari partisipasi warga negara dalam Bela Negara Tanpa Senjata.
Ini lah peran nyata warga negara untuk menegakkan kedaulatan moneter, ekonomi dan
kedaulatan NKRI. Rupiah berdaya, Indonesia Jaya.

Penilaian Pembelajaran
Pilih salah satu jawaban yang tepat.

1. Peraturan tertinggi, yang menyatakan bahwa Rupiah sebagai alat pembayaran sah di
wilayah NKRI adalah...
A. UU Nomor 7 Tahun 2011
B. UU Nomor 8 Tahun 2010
C. UU Nomor 33 Tahun 2009
D. UU Nomor 24 Tahun 2019
E. UU Nomor 1 Tahun 2019
2. Lembaga yang memiliki otoritas mencetak uang Rupiah di Indonesia adalah ...
A. Bank Indonesia
B. Perum PERURI
C. Kementerian Keuangan
D. Kementerian Dalam Negeri
E. Sekretariat Negara
3. Dalam kewenangan pengelolaan Rupiah Bank Indonesia berkewajiban membuat
laporan periodik yang dilaporkan kepada ...
A. Dewan Perwakilan Rakyat
B. Presiden

S I M B O L KEDAULATAN 16
C. Kementerian Keuangan
D. Otoritas Jasa Keuangan
E. Dewan Perwakilan Daerah
4. Kewenangan pencabutan pemberlakuan Rupiah, Bank Indonesia berkewajiban untuk
mempublikasikannya kepada masyarakat melalui ...
A. Penelitian ilmiah
B. Pemberitahuan ke DPR
C. Juru bicara Istana Negara
D. Juru bicara Bank Indonesia
E. Media Massa
5. Rupiah dinyatakan sebagai mata uang non-internasionalisasi, hal itu sejalan dengan...
A. UU Nomor 7 Tahun 2011
B. Kelayakan Rupiah dalam pasar dunia
C. Belum digunakan secara global
D. Belum diakui oleh dunia
E. Keputusan Gubernur Bank Indonesia
6. Pembatasan membawa Rupiah secara tunai dalam jumlah tertentu, baik ke dalam
maupun ke luar negeri, diatur dalam...
A. UU Nomor 7 Tahun 2011
B. UU Nomor 8 Tahun 2010
C. UU Nomor 33 Tahun 2009
D. UU Nomor 24 Tahun 2019
E. UU Nomor 1 Tahun 2019
7. Menggunakan Rupiah dinyatakan sebagai salah satu bentuk jenis Bela Negara, khususnya
dilihat dari aspek...
A. Pendidikan kewarganegaraan
B. Pendidikan dasar kemiliteran
C. Sebagai bentuk kegiatan kekuatan cadangan
D. Pengabdian sebagai Prajurit
E. Pengabdian sebagai profesi
8. Untuk menjaga stabilitas peredaran Rupiah sampai daerah pelosok, Bank Indonesia
mengembangkan bentuk layanan...
A. Kas Keliling
B. Pameran Rupiah di daerah pedesaan
C. Layanan Pendidikan Cinta Rupiah melalui Media
D. Menyebarkan brosur Cinta Rupiah
E. Memanfaatkan lembaga sosial untuk pendidikan Cinta Rupiah
9. Layanan Perbankan di daerah perbatasan, diantaranya adalah...
A. Mendirikan KUPVA PLBN

17 S I M B O L KEDAULATAN
B. Mengembangkan Kastip
C. Menyelenggarakan Kasling
D. Pameran Cinta Rupiah
E. Mengembangkan Duta Rupiah
10. Salah satu bentuk Cinta Tanah Air dalam kaitannya dengan ekonomi, adalah...
A. Menggunakan Rupiah dalam ragam transaksi di dalam negeri
B. Menggunakan Rupiah dalam transaksi di luar negeri
C. Menjadikan Rupiah sebagai alternatif transaksi ekonomi
D. Menggunakan Rupiah secara bersamaan dengan mata yang asing dalam transaksi
di Indonesia
E. Menjadikan Rupiah sebagai mata uang internasional

Kunci Jawaban

No Jawaban No Jawaban
1 A 6 B
2 B 7 A
3 A 8 A
4 E 9 A
5 A 10 A

5. TINDAK LANJUT
Berikut ini rekomendasi tindak lanjut setelah mengikuti kegiatan sosialisasi Bangga
Rupiah.
1. Bila capaian pemahaman dan pengetahuan dalam sub modul Simbol Kedaulatan ini
belum mencapai angka minimal 80%, diharapkan untuk melakukan pembelajaran dan
pengujian ulang.
2.Capaian pemahaman dan pengetahuan yang sudah mencapai minimal 80%, dapat
dijadikan pengetahuan dasar untuk melanjutkan pada bab selanjutnya.
3. Pemahaman akan menjadi buah yang manis apabila mampu dijadikan bekal untuk
meningkatkan kedewasaan kita dalam memperlakukan Rupiah sebagai mata uang sah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, sosialisasikan dan kembangkan
dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
4.Untuk meningkatkan pemahaman, peserta sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan
wawasan dan pengetahuannya, dengan mencermati video dokumenter atau video
informasi yang terkait dengan Rupiah.

S I M B O L KEDAULATAN 18
Bagian 2
Alat
Pembayaran

19 ALAT P E M BAYA R A N
1. PENDAHULUAN
Rupiah merupakan mata uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di
wilayah NKRI. Kewajiban menggunakan Rupiah berlaku bagi siapa saja yang bertransaksi
di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), baik penduduk maupun bukan
penduduk, serta berlaku untuk orang asing yang bekerja di wilayah Indonesia.
Hal tersebut tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata
Uang pasal 21 ayat 1, berbunyi “Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang
mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi
dengan uang dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia”.
Undang-undang juga mengatur tugas dan kewenangan Bank Indonesia untuk
mengelola penerbitan, peredaran dan penarikan Rupiah untuk menjaga stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan kelancaran sistem pembayaran.
Karena itu Peraturan Bank Indonesia (PBI) juga mengatur penggunaan Rupiah,
seperti tertuang dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara lebih terperinci, kewajiban
penggunaan Rupiah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP/2015
tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui presentasi, pengamatan, diskusi dan pendekatan pemecahan masalah,
peserta sosialisasi Bangga Rupiah dapat memahami:
a. mata uang Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah;
b. masa berlaku uang Rupiah; dan
c. pengecualian penggunaan alat pembayaran selain Rupiah.

ALAT P E M BAYA R A N 20
3. MATERI PEMBELAJARAN
a. Rupiah sebagai Alat Pembayaran yang Sah
1) Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
menegaskan bahwa setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik
dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, serta orang asing yang
bekerja di wilayah Indonesia, wajib menggunakan mata uang Rupiah.
Ketentuan tersebut juga dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Bank
Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Transaksi yang Wajib Menggunakan Rupiah


(PBI Nomor 17/3/PBI/2015) 

1. Setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran


2. Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang
3. Transaksi keuangan lainnya misalnya kegiatan penyetoran Rupiah dalam
berbagai jumlah dan jenis pecahan dari nasabah kepada Bank
4 . Kewajiban penggunaan Rupiah pada transaksi dimaksud berlaku untuk
transaksi tunai, dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam
sebagai alat pembayaran dan transaksi nontunai, dengan menggunakan cek,
bilyet, giro, kartu kredit, kartu debit dan uang elektronik.

Secara lebih terperinci, kewajiban menggunakan Rupiah diatur dalam Surat


Edaran Bank Indonesia (SEBI) Nomor 17/11/DKSP/2015 tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
SEBI tersebut juga menjelaskan bahwa kewajiban penggunaan Rupiah di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial, yaitu Rupiah
wajib digunakan dalam setiap transaksi yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, baik transaksi yang dilakukan oleh penduduk maupun bukan
penduduk, transaksi tunai maupun non tunai.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa transaksi dan pembayaran merupakan
satu kesatuan. Oleh karena itu, penerimaan maupun pembayaran transaksi yang
dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Kendati demikian, banyak kegiatan perekonomian yang tidak selalu dapat
menggunakan Rupiah. Hal tersebut terkait dengan hubungan internasional yang
menuntut penggunaan mata uang asing.

21 ALAT P E M BAYA R A N
Bank Indonesia mengatur pengecualian atas kewajiban penggunaan Rupiah
dalam beberapa transaksi, seperti diatur dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015.
Transaksi-transaksi tersebut meliputi transaksi dalam rangka pelaksanaan anggaran
pendapatan dan belanja Negara, transaksi perdagangan internasional, dan transaksi
pembiayaan internasional. Lebih lengkap mengenai pengecualian penggunaan
pembayaran selain Rupiah, akan dibahas pada bagian lain dalam modul ini.
2) Risiko Hukum atas Penggunaan Pembayaran Selain Rupiah
Bank Indonesia mengawasi kepatuhan setiap pihak dalam menerapkan
kewajiban penggunaan Rupiah. Dalam menjalankan fungsi pengawasannya, Bank
Indonesia bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk transaksi tunai dan
instansi terkait untuk transaksi non tunai.
Pengawasan Bank Indonesia tersebut berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam SEBI 17/11/DKSP/ 2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berikut adalah ketentuan
pengawasan tersebut.
1) Metode pengawasan dilakukan secara langsung dan/atau tidak langsung.
2) Pengawasan secara langsung dilakukan melalui pemeriksaan yang dapat
dilakukan sewaktu-waktu oleh Bank Indonesia. Pihak yang diperiksa harus
memberikan dokumen berupa:
a) laporan keuangan, data transaksi, dan data pendukung;
b) akses untuk melakukan observasi terhadap aktivitas operasional dan
sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya; dan
c) keterangan mengenai transaksi dan kegiatan yang berkaitan dengan
kewajiban penggunaan Rupiah dari pihak yang kompeten dan berwenang
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung.
3) Pengawasan secara tidak langsung dilakukan melalui kegiatan analisis dan
evaluasi atas laporan yang disampaikan oleh setiap pihak.
Jika terdapat pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah di wilayah
NKRI untuk transaksi tunai dan pelanggaran atas larangan menolak Rupiah, maka
terdapat sanksi sesuai ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam pasal 33 UU
Nomor 7 Tahun 2011. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif dan/atau
juga sanksi pidana.
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa setiap orang
yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan
pembayaran dan penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan
uang; dan/atau transaksi keuangan lainnya, dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).

ALAT P E M BAYA R A N 22
Ketentuan sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran kewajiban penggunaan
Rupiah dijelaskan lebih rinci dalam SEBI Nomor 17/11/DKSP/2015 seperti berikut ini.
1) Setiap pihak yang melakukan pelanggaran atas kewajiban penggunaan Rupiah
untuk transaksi non tunai dikenakan sanksi administratif berupa:
a) teguran tertulis;
b) kewajiban membayar; dan/atau
c) larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran.
2) Sanksi kewajiban membayar dikenakan dengan ketentuan:
a) Sanksi kewajiban membayar dikenakan setelah Bank Indonesia
memberikan sanksi teguran tertulis paling kurang 2 (dua) kali.
b) Sanksi kewajiban membayar ditetapkan sebesar 1% (satu persen) dari
nilai transaksi, dengan jumlah kewajiban membayar paling banyak
sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
c) Nilai transaksi dihitung dari seluruh nilai transaksi yang melanggar
ketentuan kewajiban penggunaan Rupiah. Pengenaan sanksi
administratif dilakukan terhadap pelanggaran transaksi non tunai yang
terjadi sejak tanggal 1 Juli 2015.
d) Pelaku usaha yang telah dikenakan sanksi kewajiban membayar masih
melakukan pelanggaran kewajiban penggunaan Rupiah maka pelaku
usaha tersebut dikenakan kewajiban membayar tanpa melalui teguran
tertulis.
e) Sanksi kewajiban membayar dikenakan dalam Rupiah dan dihitung
dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku 1 (satu)
hari kerja sebelum tanggal transaksi dilakukan.
f) Pelaksanaan sanksi kewajiban membayar dilakukan dengan cara:
(1) pendebetan rekening yang ada di Bank Indonesia, jika pihak yang
dikenakan sanksi memiliki rekening di Bank Indonesia; atau
(2) pembayaran ke rekening Bank Indonesia yang ditunjuk, jika pihak
yang dikenakan sanksi tidak memiliki rekening di Bank Indonesia.

3) Masa Berlaku Uang Rupiah


(1) Konsep Pemberlakuan Uang Rupiah sebagai Alat Pembayaran yang Sah
Sesuai amanat UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah
adalah satu-satunya mata uang yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah
di wilayah NKRI.
Bank Indonesia diberikan tugas dan kewenangan untuk mengatur
ketentuan tersebut agar stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan
kelancaran sistem pembaaran dapat terpelihara, sebagaimana dimandatkan

23 ALAT P E M BAYA R A N
UU Nomor 23 Tahun 1999 juncto UU Nomor 3 Tahun 2004 juncto UU Nomor 6
Tahun 2009 tentang Bank Indonesia.
Selain itu, pengelolaan Rupiah oleh Bank Indonesia ditujukan untuk
menjamin tersedianya uang Rupiah yang layak edar, denominasi sesuai, tepat
waktu sesuai kebutuhan masyarakat, serta aman dari upaya pemalsuan dengan
tetap mengedepankan efisiensi dan kepentingan nasional.

(2) Mekanisme Penukaran Uang yang Dicabut dari Peredaran


Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang mencabut
dan menarik uang Rupiah. Pencabutan dan penarikan uang Rupiah merupakan suatu
rangkaian kegiatan yang menetapkan uang Rupiah tertentu tidak berlaku lagi sebagai alat
pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
Pencabutan dan penarikan uang dilakukan dengan berbagai pertimbangan, antara lain
karena masa edar suatu pecahan sudah terlalu lama dan adanya perkembangan teknologi
unsur pengaman (security features) pada uang. Selain itu, pencabutan/penarikan uang
juga dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu, sekaligus
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan yang ada. 
Pencabutan dan penarikan uang Rupiah tertentu dari peredaran oleh Bank Indonesia
berarti uang tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI.
Masyarakat dapat menolak apabila dibayar dengan uang yang telah dicabut dan ditarik dari
peredaran tersebut.
Terhadap uang yang dicabut dan ditarik dari peredaran, Bank Indonesia mengganti
sebesar nilai nominal yang sama kepada masyarakat yang menukarkan uang tersebut,
sepanjang uang Rupiah tersebut masih dikenali keaslianna, dan masih dalam jangka waktu
10 tahun sejak tanggal pencabutan.
Proses penukaran dapat dilakukan melalui tiga cara sebagai berikut.
1. Melalui Kantor Pusat Bank Indonesia Cq. Departemen Pengelolaan Uang Gedung C,
Komplek Perkantoran BI Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta Pusat 10350 dengan waktu
layanan dari Senin - Jumat mulai pukul 09.00 - 11.30 WIB.
2. Kantor Perwakilan Dalam Negeri (KPwDN) Bank Indonesia yang terdekat. Layanannya
dibuka pada hari-hari tertentu (sesuai kebijakan kantor perwakilan) mulai dari pukul
09.00 - 11.30 waktu setempat.
3. Melalui Kas Keliling Bank Indonesia.

b. Pengecualian Penggunaan Alat Pembayaran Selain Rupiah

(1) Konsep Pengecualian Selain Rupiah


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 juncto UU Nomor 3 Tahun 2004 juncto
UU Nomor 6 Tahun 2009 tentang Bank Indonesia telah mengamanatkan Bank

ALAT P E M BAYA R A N 24
Indonesia sebagai Bank Sentral Republik Indonesia mewajibkan seluruh transaksi
dalam negeri menggunakan Rupiah. Pencantuman harga barang dan atau jasa
(kuotasi) di wilayah Indonesia yang selama ini mencantumkan dolar Amerika
Serikat (AS) juga harus menggunakan Rupiah.
Konsep ‘kuotasi’ dalam Rupiah adalah kewajiban untuk mencantumkan harga
barang dan/atau jasa dalam Rupiah, karena selama ini masih banyak pihak yang
kurang memahami hal tersebut. Sebagai contoh, berdasarkan hasil pengawasan,
kuotasi dalam valutas asing kerap dilakukan pelaku usaha tour and travel, serta jasa
travel umroh dan haji.

 Kewajiban Pencantuman Harga Barang dan/atau Jasa Dalam Rupiah:

A. Setiap pelaku usaha di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib


mencantumkan harga barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah dan dilarang
mencantumkan harga barang dan/atau jasa dalam Rupiah dan mata uang
asing secara bersamaan (dual quotation). Contoh larangan dual quotation:
Toko A mencantumkan harga 1 buah komputer sebesar Rp15.000.000,00 dan
USD1,500.00 secara bersamaan.
B. Kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam huruf A antara lain
berlaku untuk:
1. label harga, seperti label harga yang tercantum pada barang;
2. biaya jasa (fee), seperti fee agen dalam jual beli properti, jasa kepariwisataan,
jasa konsultan;
3. biaya sewa menyewa, seperti sewa apartemen, rumah, kantor, gedung, tanah,
gudang, kendaraan;
4.tarif, seperti tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan atau tarif tiket
pesawat udara, kargo;
5. daftar harga, seperti daftar harga menu restoran;
6. kontrak, seperti klausul harga atau biaya yang tercantum dalam kontrak atau
perjanjian;
7. dokumen penawaran, pemesanan, tagihan, seperti klausul harga yang
tercantum dalam faktur, delivery order, purchase order; dan/atau
8. bukti pembayaran, seperti harga yang tercantum dalam kuitansi.

Kewajiban dan larangan pencantuman harga barang dan/atau jasa dalam


Rupiah sebagaimana dimaksud dalam huruf A dan huruf B berlaku pula untuk
pencantuman harga barang dan/atau jasa melalui media elektronik.
(2) Penerapan Pengecualian Selain Rupiah yang Diperbolehkan
Sebagai negara dan masyarakat yang terkoneksi dengan masyarakat
internasional, Indonesia pada suatu kondisi tertentu akan berhadapan pada
keharusan menggunakan mata uang lain selain mata uang Rupiah.

25 ALAT P E M BAYA R A N
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juga
menegaskan bahwa kewajiban penggunaan Rupiah mendapat pengecualian
untuk transaksi-transaksi tertentu. Pemberian pengecualian ini hanya pada
transaksi-transaksi yang tidak dapat menghindari penggunaan valuta asing
karena berhubungan dengan aktivitas dunia internasional.
Penerapan pengecualian selain Rupiah yang diperbolehkan diatur melalui
UU Nomor 7 Tahun 2011 pasal 21 ayat (2) yang menegaskan bahwa kewajiban
penggunaan Rupiah mendapat pengecualian untuk:
1) transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara;
2) penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
3) transaksi perdagangan internasional;
4) simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing; atau
5) transaksi pembiayaan internasional.
Ketentuan tentang pengecualian tersebut dijabarkan lebih jauh dalam PBI
Nomor 17/3/PBI/2015 Bab III pasal 4 bahwa kewajiban penggunaan Rupiah
tidak berlaku bagi transaksi sebagai berikut.
1) transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja negara;
2) penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri;
3) transaksi perdagangan internasional;
4) simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing;
5) transaksi pembiayaan internasional.

(3) Syarat-syarat Pengecualian


Untuk mengakomodasi kegiatan perekonomian yang menuntut
penggunaan mata uang asing, terdapat pengecualian atas kewajiban
penggunaan Rupiah dalam beberapa transaksi. Hal tersebut diatur dalam PBI
Nomor 17/3/PBI/2015. Transaksi yang mendapat pengecualian berdasarkan
PBI tersebut meliputi transaksi-transaksi sebagai berikut:
1) Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja Negara. Transaksi ini meliputi:
a) pembayaran utang luar negeri;
b) pembayaran utang dalam negeri dalam valuta asing;
c) belanja barang dari luar negeri;
d) belanja modal dari luar negeri;
e) penerimaan negara yang berasal dari penjualan surat utang negara
dalam valuta asing; dan
f) transaksi lainnya dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan
dan belanja negara.

ALAT P E M BAYA R A N 26
g) Penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri yang
hanya dapat dilakukan oleh penerima atau pemberi hibah yang salah
satunya berkedudukan di luar negeri;
2) Transaksi perdagangan internasional yang meliputi:
a) kegiatan ekspor dan/atau impor barang ke atau dari luar wilayah
pabean Republik Indonesia yaitu perdagangan barang antarnegara atau
lintas Negara;
b) kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah negara
yang dilakukan dengan cara:
c) pasokan lintas batas (cross border supply) yaitu kegiatan penyediaan
jasa dari wilayah suatu negara ke wilayah negara lain seperti
pembelian secara online (dalam jaringan);
d) konsumsi di luar negeri (consumption abroad) yaitu kegiatan
penyediaan jasa di luar negeri untuk melayani konsumen dari Indonesia
seperti warga negara Indonesia yang kuliah di luar negeri atau dirawat
di rumah sakit luar negeri;
e) simpanan di Bank dalam bentuk valuta asing.
3) Transaksi pembiayaan internasional, kegiatan usaha dalam valuta asing
yang dilakukan oleh Bank. Kegiatan ini meliputi:
a) kredit dalam valuta asing untuk kegiatan ekspor dan kegiatan lainnya;
b) pasar uang antar Bank dalam valuta asing;
c) obligasi dalam valuta asing;
d) sub-debt dalam valuta asing;
e) jual beli surat berharga dalam valuta asing; dan
f) transaksi perbankan lainnya dalam valuta asing yang diatur dalam
undang-undang yang mengatur mengenai perbankan dan perbankan
syariah beserta peraturan pelaksanaannya;
g) transaksi surat berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah dalam
valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder;
h) penukaran valuta asing yang dilakukan oleh penyelenggara kegiatan
usaha penukaran valuta asing sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
i) pembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke luar wilayah pabean
Republik Indonesia yang dilakukan sesuai dengan  peraturan
perundang-undangan;
j) transaksi lainnya dalam valuta asing yang dilakukan berdasarkan
Undang-undang.
PBI Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengatur bahwa setiap pihak
dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan
sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus

27 ALAT P E M BAYA R A N
dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di
wilayah NKRI serta mewajibkan pelaku usaha untuk mencantumkan harga
barang dan/atau jasa hanya dalam Rupiah.
Namun demikian, terdapat pengecualian juga terhadap penolakan ini
yang diatur dalam PBI dan SEBI, jika memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. terdapat keraguan atas keaslian Rupiah yang diterima untuk transaksi tunai;
2. terdapat perjanjian secara tertulis tentang pembayaran atau penyelesaian
kewajiban dalam valuta asing, seperti transaksi yang dikecualikan atau
proyek infrastruktur strategis yang mendapat persetujuan pengecualian
kewajiban penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia.

Rupiah digunakan juga dalam berbagai proyek infrastruktur strategis,


seperti berikut.
1. Infrastruktur transportasi. Proyek ini terdiri atas pelayanan jasa
kebandarudaraan, penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan,
sarana dan prasarana perkeretaapian;
2. Infrastruktur jalan yang meliputi jalan tol dan jembatan tol;
3. Infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
4. Infrastruktur air minum, yang terdiri atas bangunan pengambilan air baku,
jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
5. Infrastruktur sanitasi, yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi
pengangkut dan tempat pembuangan;
6. Infrastruktur telekomunikasi dan informatika, meliputi jaringan
telekomunikasi dan infrastruktur e-government;
7. Infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, termasuk
pengembangan tenaga listrik yang berasal dari panas bumi, transmisi
atau distribusi tenaga listrik; dan
8. Infrastruktur minyak dan gas bumi, meliputi transmisi dan/atau
distribusi minyak dan gas bumi.
Dalam pelaksanaannya, terdapat pula beberapa transaksi proyek
infrastruktur strategis yang mendapat pengecualian pembayaran dengan
Rupiah. Hal tersebut diatur juga dalam PBI Nomor 17/3/PBI/2015 dan
SEBI Nomor 17/11/DKSP/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan SEBI Nomor 17/11/
DKSP/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Cakupan pengecualian infrastruktur strategis ini meliputi transaksi-
transaksi sebagai berikut:

ALAT P E M BAYA R A N 28
1. transaksi dalam rangka pembangunan proyek infrastruktur strategis
sampai dengan proyek selesai dibangun; dan/atau
2. transaksi dalam rangka penjualan produk atau jasa yang dihasilkan oleh
proyek infrastruktur strategis sampai dengan jangka waktu tertentu,
dengan syarat penjualan produk atau jasa tersebut telah diperjanjikan
sejak awal pembangunan proyek dimaksud.
Pengecualian terhadap kewajiban penggunaan Rupiah diberikan dengan
peraturan yang ketat dan mempertimbangkan sumber pembiayaan proyek
serta bagaimana dampak proyek tersebut terhadap stabilitas ekonomi makro.
Pengecualian penggunaan Rupiah ini dapat dilakukan apabila:
1. proyek tersebut dinyatakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah
daerah sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan
adanya surat keterangan dari kementerian/lembaga terkait kepada
pemilik proyek; dan
2. memperoleh persetujuan pengecualian terhadap kewajiban
penggunaan Rupiah dari Bank Indonesia.
Bank Indonesia juga dapat memberikan kebijakan penundaan dalam
jangka waktu tertentu terhadap pelaku usaha yang memiliki karakteristik
tertentu dengan memperhatikan antara lain aspek kesiapan usaha,
kontinuitas kegiatan usaha, kontinuitas kegiatan usaha, kegiatan investasi,
dan dampak ekonomi sesuai dengan pasal 16 PBI jo Romawi IV SEBI
Kewajiban Rupiah.
Adapun pelaku usaha yang diberikan penundaan kewajiban penggunaan
Rupiah antara lain sebagai berikut:
1. Pelaku usaha yang berada di Kawasan Free Trade Zone (FTZ) dan Kawasan
Ekonomi Khusus (KEK).
2. Pelaku usaha Tekstil dan Produk Turunannya (TPT).
3. Pelaku usaha di Tempat Penimbunan Berikat (TPB) dan Pelayaran (INSA).
4. Penundaan untuk kategori 3 sektor migas, minerba, dan EBTKE (Energi
Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi).
(4) Tata Cara Mengajukan Permohonan Pengecualian Penggunaan Rupiah untuk
Infrastruktur Strategis
Permohonan untuk mendapatkan pengecualian terhadap kewajiban
penggunaan Rupiah diajukan oleh pihak yang memerlukan disertai dengan
alasan yang kuat penggunaan valuta asing dalam pembayaran atau penyelesaian
kewajiban. Pemohon menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Bank
Indonesia yang disertai dengan beberapa dokumen pelengkap.

29 ALAT P E M BAYA R A N
Berdasarkan SEBI 17/11/DKSP/2015 tentang Kewajiban Penggunaan
Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dokumen yang harus
disertakan dalam surat permohonan tersebut antara lain sebagai berikut:
1) dokumen yang menunjukkan legalitas pemohon, seperti akta pendirian
dan anggaran dasar perusahaan termasuk perubahannya, keterangan
domisili, dan profil badan usaha;
2) surat keterangan dari kementerian atau lembaga berwenang yang
menyatakan bahwa proyek yang dilaksanakan merupakan proyek
infrastruktur strategis;
3) permohonan yang diajukan oleh pelaksana pekerjaan atau kontraktor,
keterangan mengenai proyek infrastruktur strategis dapat berupa
fotokopi surat keterangan dari kementerian atau lembaga berwenang
disertai dengan rekomendasi yang menyatakan bahwa:
a) proyek yang dilaksanakan merupakan bagian dari proyek
infrastruktur strategis; dan/atau
b) pelaksanaan proyek memerlukan valuta asing dalam rangka
pengadaan barang dan/atau jasa yang berasal dari luar Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4) fotokopi perjanjian tertulis yang menyatakan bahwa pembayaran
menggunakan valuta asing, yang dinyatakan sesuai dengan aslinya oleh
pemohon.
Setelah pemohon mengajukan surat permohonan pengecualian
terhadap kewajiban penggunaan Rupiah, Bank Indonesia akan memproses
surat tersebut dan dapat meminta keterangan dan/atau dokumen tambahan
serta pemeriksaan ke lokasi proyek. Setelah itu, Bank Indonesia akan
memberikan persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan
yang disampaikan, paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berkas permohonan
diterima dengan lengkap.

c. Koleksi dan Numismatik Uang Rupiah


Dokumen numismatik merupakan dokumen yang mempunyai nilai tukar, seperti
mata uang, koin, token, medali, obligasi, dan saham. Dokumen yang paling populer
adalah uang kuno (kertas maupun koin).
Dokumen numismatik milik Bank Indonesia disimpan di Museum Bank Indonesia.
Museum ini juga merupakan salah satu tempat mengumpulkan, menyimpan, dan
merawat dokumen bersejarah Bank Indonesia lainnya. Beragam bentuk benda
numismatik ataupun dokumen yang bernilai sejarah dalam perjalanan Bank Indonesia
dikelola dan disajikan secara lengkap dan runtut, sehingga mudah dipahami oleh
berbagai lapisan masyarakat.

ALAT P E M BAYA R A N 30
Museum Bank Indonesia menempati gedung BI Kota yang sebelumnya digunakan oleh
De Javasche Bank. Gedung ini memiliki nilai sejarah tinggi dan telah ditetapkan Pemerinta
sebagai bangunan cagar budaa, sesuai SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 475 Tahun
1993. Pelestarian gedung BI Kota sejalan dengan kebijakan Pemerintah DKI Jakarta yang
mencanangkan daerah Kota Tua sebagai salah satu daerah bersejarah di Jakarta.
Secara lebih spesifik, tujuan dari pendirian dan pemeliharaan gedung BI Kota sebagai
Museum Bank Indonesia adalah sebagai berikut. 
1. Sarana komunikasi kebijakan Bank Indonesia Museum Bank Indonesia memiliki
fungsi untuk mensosialisasikan berbagai kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia
sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengetahui dan memahami kebijakan
Bank Indonesia terkini. 
2. Tempat mengumpulkan, menyimpan, dan merawat benda numismatik maupun dokumen
bersejarah Bank Indonesia. Beragam bentuk benda numismatik ataupun dokumen yang
bernilai sejarah dalam perjalanan bank sentral Indonesia dikelola dan disajikan secara
lengkap dan runut, sehingga mudah dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat.
3. Sarana rekreasi literasi yang mengibur (education-entertaintment) Museum
juga bertujuan sebagai sarana edukasi yang menghibur bagi masyarakat dengan
menyediakan fasilitas pengetahuan kebanksentralan berbasis teknologi terkini.
Koleksi numismatik Museum Bank Indonesia sangat lengkap, dimulai dari uang
zaman kerajaan Hindu Budha, uang kolonial zaman penjajahan Belanda, uang zaman
pendudukan Jepang, uang awal kemerdekaan RI, uang Republik Indonesia Serikat dan
Gunting Sjafruddin, hingga uang bersambung atau sengaja tidak digunting kertasnya
seperti pecahan Rp100.000 dan Rp20.000 yang dikeluarkan Bank Indonesia pada 2004,
serta uang bersambung pecahan Rp10.000 dan Rp50.000.

Contoh koleksi numismatik Museum Bank Indonesia.

Gambar 6. Uang Gobok Majapahit (Koleksi Museum Bank Indonesia)

31 ALAT P E M BAYA R A N
Gambar 7. Uang Dinara/Jinggara (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 8. Uang DUIT (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 9. Uang ROPIJ Jawa Inggris (Koleksi Museum Bank Indonesia)

ALAT P E M BAYA R A N 32
Gambar 10. Uang Seri Biljet 25F (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 11. Uang Seri J.P Coen (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 12. Uang Dai Nippon Teikoku Seihu (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 13. Uang NICA (Koleksi Museum Bank Indonesia)

33 ALAT P E M BAYA R A N
Gambar 14. Uang ORI (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 15. Uang ORIDA Lampung (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 16. Uang Republik Indonesia Serikat (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 17. Uang Pemerintah (Koleksi Museum Bank Indonesia)

ALAT P E M BAYA R A N 34
Gambar 18. Uang Bank Indonesia Tahun 1953 (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 19. Rupiah Kepualauan Riau (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 20. Rupiah Irian Barat (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 21. Rupiah Bank Indonesia (Koleksi Museum Bank Indonesia)

35 ALAT P E M BAYA R A N
Gambar 22. Rupiah Bank Indonesia (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 23. Token Perkebunan Tembakau Sandakan (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 24. Token Perkebunan Rimboen Deli (Koleksi Museum Bank Indonesia)

ALAT P E M BAYA R A N 36
Gambar 25. Uang Seabad Bung Hatta 2002 (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 26. Uang 100 Tahun Bung Karno 2001 (Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 27. Uang Seri Cagar Alam (Koleksi Museum Bank Indonesia)

37 ALAT P E M BAYA R A N
Gambar 28. Uang Pecahan Rp100.000 Bersambung 1 Desember 2004
(Koleksi Museum Bank Indonesia)

Gambar 29. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp100.000 Bersambung 1 Desember 2016

Gambar 30. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp20.000 Bersambung 1 Desember 2004
(Koleksi Museum Bank Indonesia)

ALAT P E M BAYA R A N 38
Informasi lebih lanjut tentang koleksi numismatik Museum Bank
Indonesia dapat di akses melalui link sebagai berikut.

 https://www.bi.go.id/id/layanan/museum-bi/default.aspx
 https://www.bi.go.id/id/layanan/museum-bi/koleksi-museum/default.aspx

Gambar 31. Gedung Museum Bank Indonesia beralamat di Jalan


Lada 3, RT.3/RW.6, Pinangsia, Kec. Taman Sari, Kota Jakarta
Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Selain Museum Bank Indonesia, berikut ini komunitas yang juga mengembangkan
koleksi numismatik uang kuno di Indonesia.

1. Perkumpulan Penggemar Koleksi Mata Uang (PPKMU)


2. Asosiasi Numismatika Indonesia (ANI)
3. Club Oeang Revoloesi (CORE)

Dalam perkembangannya, kegiatan numismatik di Indonesia berkembang seiring


dengan semakin banyaknya penjual dan pengoleksi uang kuno. Kegiatan ini makin
berkembang di Surabaya, Bandung, dan Jakarta, bahkan meluas hingga ke Yogyakarta,
Solo, Klaten, Tegal, Pekalongan, Slawi, dan daerah lainnya. Melalui komunitas tersebut,
para kolektor saling memberi kabar dan informasi tentang keberadaan barang bagus, atau
barang apa yang sedang booming, juga informasi-informasi seputar perkembangan harga
uang kuno.

39 ALAT P E M BAYA R A N
4. PENDIDIKAN NILAI
Salah satu wujud kecintaan dan kebanggaan sebagai warga NKRI adalah selalu
menggunakan uang Rupiah dalam setiap transaksi. Gunakanlah uang Rupiah untuk
menjaganya sebagai salah satu simbol negara yang terhormat. Jika perlu menggunakan
mata uang asing, warga negara Indonesia harus memperhatikan ketentuan perundangan
yang berlaku. Selalu menggunakan Rupiah di seluruh pelosok Indonesia sama dengan
mengukuhkan kedaulatan Rupiah di bumi pertiwi.

Penilaian Pembelajaran
Pilih salah satu jawaban yang tepat.

1. Perhatikan tabel berbagai transaksi berikut ini

A B C D

1. Setiap 1. Ekspor Impor 1. Transaksi Valas 1. Transaksi Surat


transaksi yang 2. Penyelesaian 2. Transaksi tunai berharga dalam
mempunyai kewajiban dan non tunai Valas
tujuan lainnya yang 2. Kegiatan
3. Penerimaan
pembayaran; harus dipenuhi negara yang 3. Kegiatan
2. Proyek dengan uang berasal dari penyetoran
infrastruktur 3. Belanja modal penjualan surat Rupiah ke Bank
3. Belanja barang utang negara
dalam valuta asing

Transaksi yang wajib menggunakan uang Rupiah, yaitu …


A. A1, B2, C2, D3
B. A1, B1, C1, D1
C. A2, B2, C3, D2
D. A3, B3, C2, D1
E. A3, B1, C1, D3
2. Dalam pelaksanaan kegiatan perekonomian, banyak kegiatan yang tidak selamanya
dapat menggunakan Rupiah. Oleh karena itu, terdapat beberapa transaksi yang
mendapat pengecualian dari kewajiban penggunaan Rupiah. Berikut ini BUKAN
transaksi yang mendapat pengecualian ...
A. Transaksi tertentu dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
Negara
B. Penerimaan atau pemberian hibah dari atau ke luar negeri
C. Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang

ALAT P E M BAYA R A N 40
D. Kegiatan perdagangan jasa yang melampaui batas wilayah
E. Pembawaan uang kertas asing ke dalam atau ke luar wilayah pabean Republik
Indonesia
3. Pemberian izin pengecualian terhadap kewajiban penggunaan Rupiah diberikan dengan
peraturan yang ketat dan mempertimbangkan beberapa hal mendasar, seperti …
A. Sumber pembiayaan proyek dan lokasi proyek
B. Sumber pembiayaan proyek dan dampak proyek tersebut terhadap stabilitas
ekonomi makro
C. Asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi dalam periode waktu tertentu
D. Sumber investasi dan alokasi proyekP endapatan Negara dari valas dan cadangan
devisa

4. Pelaksanaan pemusnahan uang Rupiah oleh Bank Indonesia harus berkoordinasi dengan
Pemerintah. Hal ini dilakukan sesuai dengan amanat UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Mata Uang. Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah diwujudkan dalam bentuk ….
A. Penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia yang berisi teknis pelaksanaan
B. Pembuatan berita acara pemusnahan uang Rupiah
C. Pembuatan kesepakatan antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang berisi teknis
pelaksanaan pemusnahan uang Rupiah
D. Nota kesepahaman antara Bank Indonesia dan Pemerintah yang berisi teknis
pemusnahan uang Rupiah, termasuk pembuatan berita acara pemusnahan uang
Rupiah
E . Surat perjanjian antara Bank Indonesia dan Pemerintah tentang ketetapan
pemusnahan uang Rupiah
5. Penerbitan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah di Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satunya berisi
larangan penggunaan mata uang asing dalam transaksi di Indonesia dan mengharuskan
penggunaan Rupiah dalam setiap transaksinya. Perintah ini dikeluarkan dalam rangka …
A. Menstabilkan Rupiah dan meningkatkan perekonomian bangsa
B. Meningkatkan daya saing Rupiah di pasar internasional
C. Memperkuat nilai Rupiah, memperkuat perekonomian bangsa, dan menstabilkan
ekonomi makro
D. Memperdalam pasar domestik Rupiah, menstabilkan Rupiah, dan mendorong
ekspansi perekonomian
E. Meningkatkan pasar domestik, menstabilkan ekonomi makro, dan memperkuat BI
sebagai otoritas moneter

41 ALAT P E M BAYA R A N
6. Berikut ini yang tidak termasuk kriteria untuk perencanaan uang Rupiah khusus, yaitu ….
A. Dikeluarkan secara khusus untuk tujuan tertentu atau memperingati peristiwa yang
berskala nasional maupun internasional
B. Memiliki desain yang berbeda dengan desain Uang Rupiah yang sudah beredar
C. Dapat memiliki nilai jual yang berbeda dengan nilai nominalnya
D. Berlaku sebagai alat pembayaran yang sah
E. Memiliki unsur pengaman baru
7. Faktor yang dipertimbangkan Bank Indonesia dalam menerbitkan uang emisi baru,
antara lain …
A. Tingkat pemalsuan dan tingkat kebutuhan masyarakat akan jenis pecahan tertentu
B. Nilai nominal uang dan masa edar
C. Masa edar dan masa berlaku uang
D. Tingkat inflasi dan masa edar
E. Penemuan pengaman uang yang baru dan masa edar
8. Kegiatan pengedaran Uang Rupiah merupakan suatu rangkaian kegiatan mengedarkan
atau mendistribusikan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kegiatan
pengedaran Uang Rupiah ini meliputi kegiatan ….
A. Menarik dan mengambil setoran dari kantor perwakilan Bank Indonesia
B. Distribusi Uang Rupiah dan layanan kas
C. Layanan kas di kantor BI pusat dan perwakilan
D. Pengiriman uang (remise) dari KPBI ke KPwBI maupun pengembalian uang (retur)
dari KPwBI ke KPBI
E. Penarikan dan penyetoran perbankan
9. Berikut ini adalah perlakuan terhadap dokumen bersejarah Bank Indonesia di Museum
Bank Indonesia, kecuali…..
A. Dikumpulkan
B. Disimpan
C. Dijual
D. Dirawat
E. Dijaga
10. Dokumen numismatik yang paling banyak diminati dan paling populer serta memiliki
nilai tukar tinggi, yaitu ….
A. Medali
B. Obligasi
C. Saham
D. Uang kuno
E. Prangko

ALAT P E M BAYA R A N 42
Kunci Jawaban

No Jawaban No Jawaban
1 A 6 E
2 C 7 A
3 B 8 B
4 D 9 C
5 C 10 D

5. TINDAK LANJUT
Tindak lanjut berupa pengayaan dengan cara menonton video edukasi yang disediakan
pada Youtube Channel resmi Bank Indonesia tentang kewajiban menggunakan Uang
Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah sebagai berikut.

No Judul Video Link

Media Briefing: Kewajiban Penggunaan https://www.youtube.com/


1
Rupiah di Wilayah NKRI watch?v=u0lM2hubSec

Gunakan Rupiah, Tunjukkan https://www.youtube.com/


2
Kedaulatannya di Bumi Pertiwi Indonesia watch?v=WuIWlqsH84M

https://www.youtube.com/
3 Mengenal Museum Bank Indonesia
watch?v=K2ibFcAVcXk
https://www.youtube.com/
4 Jelajah Virtual 360 Museum BI watch?v=sU0hfaZXMmM
https://www.youtube.com/
5 Sejarah Oeang Republik Indonesia (ORI) watch?v=o8c_OsJ9Dxc

43 ALAT P E M BAYA R A N
ALAT P E M BAYA R A N 44
Bagian 3
Alat Pemersatu
Bangsa

45 ALAT PEMERSATU BANGSA


1. PENDAHULUAN
Bagi bangsa Indonesia, Rupiah bukan sekadar alat transaksi. Rupiah hadir dalam
konteks sejarah, sekaligus menjadi simbol kedaulatan dan produk kreativitas anak bangsa.
Sejarah telah membuktikan, Rupiah adalah alat pemersatu bangsa.
Kehadiran Rupiah menjadikan Indonesia merdeka secara politik dan berdaulat secara
moneter. Setahun setelah proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia telah memiliki
Rupiah sebagai mata uang yang sah dan berdaulat di wilayah NKRI. Tidak semua negara
memiliki mata uang sendiri.
Karena itu, sudah sewajarnya kita bangga atas Rupiah, tanpa merendahkan mata uang
lain. Sama halnya seperti kita bangga atas Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, atau
bersyukur atas kedaulatan wilayah NKRI yang bebas dari gangguan politik, keamanan dan
ekonomi, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan pembelajaran umum dari modul ini adalah membangun kesadaran masyarakat
Indonesia untuk bangga terhadap Rupiah. Secara khusus, setelah melakukan diskusi,
mengamati dan mempelajari, peserta sosialisasi dapat:
a. secara kritis, dan analitis memahami Rupiah sebagai identitas dan karakteristik Bangsa;
b. secara kritis, dan analitis memahami konsep satu mata uang satu negara, dan implikasinya
terhadap kehidupan ekonomi dan kebangsaan; dan
c. secara kritis, dan analitis memahami perjalanan Rupiah sebagai pemersatu bangsa.

3. MATERI PEMBELAJARAN
a. Rupiah Sebagai Identitas dan Karakteristik Bangsa
Rupiah adalah nama mata uang resmi Indonesia. Mata uang ini dicetak dengan me-
nerapkan Standar Operasional Prosedur yang berpengaman tinggi untuk menjamin kea-
manan dan kerahasiaan proses cetak uang, mulai dari proses desain uang, penyediaan
kertas, tinta maupun proses cetaknya hingga akhirnya menjadi uang Rupiah siap edar
yang memiliki beberapa fitur pengaman.
Fitur pengamanan pada uang kertas yang dikenal luas oleh masyarakat terdiri dari
watermark, cetak intaglio, benang pengaman dan tinta pengaman. Selain fitur-fitur

ALAT PEMERSATU BANGSA 46


pengaman yang mudah dikenali masyarakat umum, juga diterapkan unsur pengaman
tidak kasat mata yang hanya dapat diketahui melalui bantuan alat maupun oleh petugas
laboratorium atau forensik. Untuk uang logam, fitur pengamanan lebih menonjolkan
aspek kerumitan desain dan detail hasil cetak.
Rupiah di Indonesia diterbitkan dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia. Ada
sejumlah versi tentang asal mula kata Rupiah. Ada pendapat mengatakan kata Rupiah
merupakan kata serapan dari Bahasa Mongolia, “rupia”. Ada juga yang berpendapat
bahwa kata Rupiah berasal dari kata Sanskerta, “ru-pya”.
Kedua kata tersebut, “rupia” atau “ru-pya”, bermakna serupa yakni “perak” dalam
pengertian koin. Karena itu, istilah “50 perak” atau “500 perak” sering disebutkan dalam
percakapan sehari-hari, merujuk pada “50 Rupiah” atau “500 Rupiah”.
Lantas, bagaimana sebutan ini menjadi Rupiah?
Inilah bentuk adaptasi dan keaslian nama mata uang bangsa Indonesia. Pelafalan dan
istilah nama mata uang Rupiah merupakan hasil kreasi asli bangsa Indonesia, sehingga
nama mata uang kita, berbeda dengan mata uang Rupee India, atau mata uang Rupee
Pakistan, meski sama-sama memiliki kemiripan dan akar kata yang serupa.
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 menjelaskan ciri umum Rupiah
antara lain adalah gambar lambang negara ”Garuda Pancasila”, dan frasa ”Negara Kesatuan
Republik Indonesia”. Kedua simbol itu, menunjukkan identitas kebangsaan dan kenegaraan
Indonesia, sebagai entitas yang berdaulat dan resmi mengeluarkan Rupiah.

1) Simbol Garuda Pancasila


Saat kita bersekolah, khususnya saat pendidikan dasar dan menengah, lagu
Garuda Pancasila karya Sudharnoto seringkali dinyanyikan. Dalam setiap peringatan
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, baik di Istana Negara, di daerah-daerah,
maupun di luar negeri, lagu Garuda Pancasila selalu kita kumandangkan saat
merayakan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

 Syair Lagu Garuda Pancasila

Garuda Pancasila, Akulah pendukungmu


Patriot proklamasi, Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara, Rakyat adil makmur sentosa pribadi bangsaku,
Ayo maju maju, Ayo maju maju, Ayo maju maju

47 ALAT PEMERSATU BANGSA


Burung Garuda merupakan hewan yang dimuliakan dalam mitologi Hindu-India
dan berkembang pada budaya serta masyarakat Indonesia. Keyakinan terhadap
burung mitologi itu muncul sejak abad ke-6 M.
Burung Garuda melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada
burung garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan. Dalam mitologI,
Garuda digambarkan sebagai kendaraan Dewa Wishnu yang dikenal sebagai dewa
pembangun dan pemelihara, kekuatan dan kesetiaan.
Bagi warga Indonesia, lambang Burung Garuda, bukan sekedar simbol, tetapi
merupakan lambang Negara yang bermakna sakral. Setiap warga negara Indonesia
dimanapun berada wajib melindungi dan mempertahankan martabat lambang
Garuda ini, sebagai perwujudan etika rasa kecintaan terhadap bangsa dan tanah air.
Lambang negara Republik Indonesia ini dirancang dalam waktu yang panjang.
Pada saat itu, atas gagasan Mr. Moh. Yamin, Pemerintah menyelenggarakan
sayembara usulan lambang negara Republik Indonesia. Sultan Hamid II, putra sulung
Sultan Pontianak ke-6, dinyatakan memenangkan sayembara itu.
Lambang Garuda Pancasila digunakan untuk pertama kalinya dalam Sidang
Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS). Kemudian pada 15 Februari 1950, lambang ini
diperkenalkan untuk pertama kali di Hotel Des Indes, Jakarta.
Dokumen Peringatan Hari Kesaktian
Pancasila (2017) menegaskan desain yang
diciptakan Sultan Hamid II menghadirkan
sosok Garuda, tunggangan suci dewa
Wisnu yang mengacu pada arca dan relief
di candi-candi kuno seperti Prambanan,
Mendut, Penataran, Sukuh dan lain
sebagainya. Sang Garuda berdiri di
atas takhta bunga teratai dengan dada
terlindung oleh perisai.
Dalam desain awal, perisai itu
menggunakan perlambang yang
berbeda dengan perlambang Pancasila Gambar 32. Perkembangan Gambar Garuda
yang kita kenal sekarang. Tidak ada (Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/
majalah/2015)
gambar bintang dan rantai, hanya ada
gambar keris, pohon beringin, kepala banteng dan tiga batang padi. Tidak ada juga
sehelai kain bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika.
Setelah ditetapkan sebagai pemenang sayembara lambang negara, Sultan Hamid II
berdialog dengan Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta.
Berdasarkan dialog tersebut, Sultan Hamid II memperbaiki desain lambang
itu dengan mencantumkan lima lambang negara yang kita kenal sekarang. Selain

ALAT PEMERSATU BANGSA 48


itu, ditambahkan juga helai kain bertuliskan
“Bhinneka Tunggal Ika”. Sang Garuda juga
digambarkan memiliki sepasang cakar yang
memegang erat-erat perisai Pancasila.
Lambang Burung Garuda sarat dengan
simbol-simbol perjuangan Kemerdekaan
Indonesia. Pada sayapnya terdapat 17 bulu,
yang bermakna tanggal kemerdekaan negara
Republik Indonesia. Pada bagian ekor, ada
8 bulu yang melambangkan bulan Agustus,
sebagai bulan kemerdekaan negara Republik
Indonesia. Bulu-bulu pada pangkal ekor atau
perisai berjumlah 19 helai dan pada lehernya
berjumlah 45 helai. Dengan demikian, jumlah helai bulu yang ada pada burung Garuda
Pancasila itu, melambangkan hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yaitu 17 Agustus 1945.
Kepala Burung Garuda menoleh ke sebelah kanan, menggambarkan visi bangsa
Indonesia untuk menjadi negara yang benar. Ini sesuai pandangan budaya masyarakat
zaman itu bahwa kanan merupakan simbol kebaikan dan kebenaran. Sayap yang
membentang menunjukkan kesiapan terbang ke angkasa, melambangkan dinamika
dan semangat untuk menjunjung tinggi nama baik bangsa dan Negara.
Kedua kaki Burung Garuda yang kokoh mencengkeram pita putih yang bertuliskan
seloka yang berbunyi: Bhinneka Tunggal Ika. Seloka ini diambil dari buku Kakawin
Sutasoma, karangan Mpu Tantular (abad 14 M). Bhinneka Tunggal Ika, berarti
”berbeda-beda tetapi satu tujuan”.
Dalam konteks ke-Indonesia-an, kata-kata itu memiliki makna yang mendalam.
Negara Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang dihuni oleh berbagai suku bangsa
dengan adat istiadat dan bahasanya sendiri-sendiri. Bangsa Indonesia juga menganut
berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam burung
Garuda ini, terdapat lima lambang sila-sila Pancasila.
Pertama, lambang Bintang, merujuk pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
Butir-butir nilai yang diharapkan yaitu (1) mengimani, mempercayai, dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai agama dan kepercayaan masing-masing, (2)
saling menghormati dan menghargai antara penganut kepercayaan, (3) menciptakan
kerukunan antar umat beragama dan (4) tidak memaksakan suatu kehendak dalam
suatu agama dan kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.
Kedua, lambang Rantai, merujuk pada sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil
dan Beradab. Butir-butir nilai yang diharapkan, yaitu (1) memperlakukan manusia
dengan harkat dan martabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan, (2) memperlakukan

49 ALAT PEMERSATU BANGSA


manusia secara adil dalam hak, kewajiban, derajat, tanpa membedakan suku, agama,
keturunan, ras, jenis kelamin, kelas sosial, hingga warna kulit, (3) saling tenggang rasa
sesama manusia, (4) saling mencintai sesama manusia, dan (5) selalu melaksanakan
nilai-nilai kemanusiaan.
Ketiga, lambang Pohon Beringin, merujuk pada sila ketiga, Persatuan Indonesia.
Nilai yang diharapkan, adalah (1) rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara,
(2) cinta Tanah Air, (3) bangga berkebangsaan Indonesia, (4) selalu mementingkan
persatuan Indonesia seperti Bhinneka Tunggal Ika, (5) memelihara perdamaian dunia.
Keempat, lambang Kepala Banteng, merujuk pada sila keempat, yakni Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Nilai yang diharapkan adalah (1) bermusyawarah saat mengambil keputusan untuk
mencapai mufakat dan demi kepentingan bersama, (2) menghormati setiap keputusan
yang diambil secara adil, (3) mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan
pribadi dan golongan, (4) harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan yang telah
diambil, (5) memberikan kepercayaan kepada wakil rakyat yang telah dipilih oleh
rakyat untuk mengambil keputusan.
Kelima, lambang Padi dan Kapas, merujuk pada sila kelima, yaitu Keadilan Sosial
Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Nilai-nilai yang diharapkan adalah (1) bergotong-
royong, (2) adil pada sesama manusia, (3) menghormati hak dan kewajiban orang
lain, (4) tidak menggunakan hak pribadi untuk menentang maupun merugikan
kepentingan umum, (5) menghargai keputusan yang bermanfaat untuk kemajuan dan
kesejahteraan publik.
2) Negara Kesatuan Republik Indonesia
Nama “Indonesia” pertama kali muncul di tahun 1850, pada majalah ilmiah
tahunan Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang terbit
di Singapura. Kata ini disampaikan oleh akademisi berkebangsaan Inggris, James
Richardson Logan dan George Samuel Windsor Earl. Nama Indonesia lalu dipopulerkan
oleh etnolog Jerman, Adolf Bastian melalui bukunya, Indonesien Oder Die Inseln Des
Malayischen Archipels dan Die Volkev des Ostl Asien (1884).
Pada 1924, pemakaian nama Indonesia dimulai dengan terbitnya koran Indonesia
Merdeka milik Perhimpunan Indonesia. Kemudian penggunaan secara nasional
bersama-sama terucap dalam ikrar Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang memberi
penegasan politis dalam bentuk mengaku berbangsa satu, bertanah air satu, dan
menjunjung Bahasa persatuan, yakni Indonesia. Negara kita resmi bernama Indonesia
melalui Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sejak itulah, nama Indonesia menjadi identitas untuk negara kepulauan yang
diapit oleh Benua Asia dan Australia, antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
Indonesia (Kemenkomarves), terdapat 17.491 pulau di Indonesia sesuai hasil validasi

ALAT PEMERSATU BANGSA 50


dan verifikasi terakhir hingga Desember 2019. Selain itu, masih ada beberapa pulau,
yang masih dalam proses validasi dan verifikasi, agar jumlah pulau yang masuk dalam
NKRI lebih akurat.
Dilihat dari letak geografis, Indonesia diapit oleh dua benua (Asia dan Australia),
dan dua samudera (Samudera Hindia dan Samudera Pasifik).  Secara astronomis,
Indonesia terletak di 6o LU (Lintang Utara) - 11o LS (Lintang Selatan) dan 95o BT (Bujur
Timur) - 141o BT (Bujur Timur).
Pada tahun 2020, Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota serta 7.024 daerah setingkat kecamatan.
UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik. Indonesia adalah negara hukum, dengan kedaulatan berada
ditangan rakyat, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 UUD 1945.

3) Sejarah dan Nilai Perjuangan Pahlawan Nasional


Dalam penerbitan Rupiah, gambar Pahlawan Nasional menjadi gambar utama
pada Rupiah Kertas. Sejumlah Pahlawan Nasional muncul dalam Rupiah Tahun Emisi
2016.
Pertama, Dwitunggal Soekarno-Hatta. Pahlawan Proklamator ini ditampilkan
pada Rupiah denominasi Rp 100.000. Soekarno-Hatta juga dimunculkan pada Rupiah
denominasi Rp100.000 Tahun Emisi 2014 dan Rp75.000 Tahun Emisi 2020.

WR Soepratman
(1903-1938)

DR. (H.C.) Ir. Soekarno DR. (H.C.) Drs. Mohammad Hatta


(1901-1970) (1902-1980)

Raja Ampat
(Papua Barat)
Tari Topeng
Betawi
(Jakarta)

Gambar 33. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp100.000

51 ALAT PEMERSATU BANGSA


Soekarno (lahir 6 Juni 1901, wafat 21 Juni 1970), dikenal sebagai Pahlawan
Proklamator, sekaligus Presiden Republik Indonesia pertama. Sedangkan Moh Hatta
(lahir 12 Agustus 1902, wafat 14 Maret 1980), dikenal sebagai Wakil Presiden Republik
Indonesia pertama, dan juga Bapak Koperasi Indonesia.
Kedua, Wage Rudolf Soepratman, tampil dalam bentuk tanda air berupa gambar
Pahlawan Nasional W.R. Supratman, terlihat bila diterawangkan ke arah cahaya pada
Rupiah denominasi Rp100.000 emisi 2004 (TE 2016).
WR Soepratman (lahir 19 Maret 1903, wafat 17 Agustus 1938) adalah pencipta
Lagu Kebangsaan ‘Indonesia Raya’ yang pertama kali dikumandangkan dalam Kongres
Pemuda II (28 Oktober 1928). Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945, lagu Indonesia Raya berkumandang pada setiap peringatan hari Kemerdekaan
Indonesia.
Dalam usia relatif pendek, WR Soepratman yang berprofesi sebagai guru,
wartawan, komponis dan pecinta musik ini telah memberikan sumbangan besar bagi
bangsa Indonesia.
Pada edisi khusus menyambut Hari Kemerdekaan ke-75 Republik Indonesia tahun
2020, Bank Indonesia mengeluarkan Rupiah edisi khusus dengan pecahan denominasi
Rp75.000. Gambar utama pada Rupiah ini adalah dwitunggal Proklamator Indonesia,
Soekarno-Hatta, dengan gambar belakang kepulauan Indonesia dan lambang pakaian
adat daerah di Indonesia, yang menunjukkan Bhinneka Tunggal Ika.

Gambar 34. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp75.000

Ketiga, Brigadir Jenderal Anumerta Gusti Ngurah Rai, pada kertas pecahan
Rp50.000 Tahun Edar 2016, akan tampak bila kita menerawang Rupiah Kertas tersebut.
I Gusti Ngurah Rai (lahir 30 Januari 1917, wafat 20 November 1946) adalah pahlawan
nasional dari Provinsi Bali, dikenal sebagai komandan pada pertempuran Puputan
Margarana. Beliau gugur saat memimpin pasukan Ciung Wanara, melawan penjajah.
Pahlawan Nasional yang muda belia, pemberani, rela berkorban demi membela
dan menjaga kemerdekaan Indonesia ini juga muncul sebagai gambar utama pada
Rupiah TE 2005, dalam denominasi Rp50.000.

ALAT PEMERSATU BANGSA 52


I Gusti Ngurah Rai
(1917-1946)

Ir. H. Djuanda Kartawijaja


(1911-1963)

Pulau Komodo
(Nusa Tenggara
Timur) Tari Legong
(Bali)

Gambar 35. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp50.000

Keempat, kertas Rupiah pecahan Rp20.000 Tahun Emisi 2016, menampilkan


Pahlawan Nasional DR. G.S.S.J. Ratulangi sebagai gambar utama, dan Pahlawan
Nasional Otto Iskandardinata sebagai gambar terawang.

Otto Iskandar
Dinata
(1997-1945)

Dr. G. S. S. J. Ratulangi
(1890-1949)

Pulau Derawan
(Kalimantan
Timur) Tari Gong
(Kalimantan
Timur)

Gambar 36. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp20.000

53 ALAT PEMERSATU BANGSA


Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau lebih dikenal dengan nama Sam
Ratulangi (lahir 5 November 1890, wafat 30 Juni 1949) adalah aktivis kemerdekaan
Indonesia dari Sulawesi Utara, Indonesia. Ia dikenal sebagai tokoh multi dimensional.
Salah satu pemikirannya adalah filsafat hidupnya sendiri ‘Si tou timou tumou
tou’ yang artinya manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat
memanusiakan manusia.
Sedangkan Raden Oto Iskandar di Nata (lahir 31 Maret 1897, wafat 20 Desember
1945), pernah menjabat sebagai wakil ketua Boedi Oetomo, ketua Paguyuban
Pasundan, sekaligus Menteri Negara pertama Republik Indonesia yang mempersiapkan
Badan Keamanan Rakyat di seluruh Indonesia. Pahlawan Nasional dari Jawa Barat ini
juga dikenal pula dengan sebutan Si Jalak Harupat, yang kini diabadikan sebagai nama
stadion sepakbola di Jawa Barat.
Dalam perjuangannya di bidang politik, Oto pernah menjadi anggota DPR pada
masa pra kemerdekaan dan anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia), dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
pada masa penjajahan Jepang. Oto Iskandar muncul sebagai gambar utama pada
denominasi uang Rp20.000 Tahun Emisi 2004.
Kelima, gambar utama pada Rupiah denominasi Rp10.000 adalah Frans Kaisiepo
(lahir 10 Oktober 1921, wafat 10 April 1979). Pahlawan Nasional ini terlibat dalam
Konferensi Malino tahun 1946 yang membicarakan pembentukan Republik Indonesia
Serikat sebagai wakil dari Papua.

Mahmud
Badaruddin II
(1767-1862)

Frans Kisiepo
(1921-1979)

Wakatobi
(Sulawesi
Tenggara) Tari Gong
(Kalimantan
Timur)

Gambar 37. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp10.000

ALAT PEMERSATU BANGSA 54


Selain itu, Frans Kaisiepo juga pernah menjabat sebagai Gubernur Papua antara
tahun 1964-1973. Namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di
Biak, dan nama salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.
Saat diterawang, pada uang kertas Rp10.000 ini akan tampak gambar Pahlawan
Nasional Sultan Mahmud Badaruddin II. Tokoh ini muncul juga pada pecahan Rupiah
Rp10.000 tahun emisi 2005.
Sultan Mahmud Badaruddin II (lahir pada 1767, wafat 26 September 1852)
memimpin kesultanan Palembang Darussalam selama dua periode (1803-1813,
1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin
(1776-1803).
Sebelum menjadi Sultan, ia dikenal dengan nama Raden Hasan Pangeran Ratu.
Pahlawan Nasional ini berjuang membela kedaulatan kerajaannya dari penjajah
Belanda dan Inggris. Sultan Badaruddin II kemudian tertangkap dan diasingkan ke
Ternate hingga akhir hayat.
Keenam, Dr. KH. Idham Chalid  (lahir 27 Agustus 1921, wafat 11 Juli 2010),
merupakan salah satu politisi Indonesia yang berpengaruh pada masanya. KH. Idham
Chalid pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet Ali
Sastroamidjojo II dan Kabinet Djuanda. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua MPR
dan Ketua DPR. Selain sebagai politikus, KH. Idham Chalid juga aktif dalam kegiatan
keagamaan antara lain sebagai Ketua Tanfidziyah Nahdlatul Ulama (1956-1984).
Gambar KH. Idham Chalid muncul pada uang Rupiah Kertas denominasi
Rp5.000 Tahun Emisi 2016. Saat lembar uang Rupiah ini diterawang ini, akan tampak

Tjut Meutia
(1870-1910)

Dr. K. H. Idham Chalid


(1921-2010)

Gunung Bromo
(Jawa Timur) Tari Gambyong
(Jawa Tengah)

Gambar 38. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp5.000

55 ALAT PEMERSATU BANGSA


perempuan Pahlawan Nasional asal Aceh, Tjoet Nyak Meutia. Pahlawan Aceh ini,
bisa ditemukan juga dalam Rupiah denominasi Rp5.000 (TE 2001) dan denominasi
Rp1.000 (TE 2000).
Tjoet Nyak Meutia (lahir 1870, wafat 24 Oktober 1910) melawan Belanda bersama
suaminya Teuku Muhammad atau Teuku Tjik Tunong. Pada bulan Maret 1905, Tjik
Tunong ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. ‘Tjoet
Nyak Meutia ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Nomor 107/1964 pada tahun 1964.
Ketujuh, Rupiah denominasi Rp2.000 (TE 2016), menggunakan Pahlawan
Mohammad Husni Thamrin sebagai gambar utama. Mohammad Husni Thamrin (lahir
16 Februari 1894, wafat 11 Januari 1941) merupakan politisi era Hindia Belanda yang
karena perjuangannya kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

Pangeran Antasari
(1797-1862)

Dr. K. H. Idham Chalid


(1921-2010)

Gunung Bromo
(Jawa Timur)
Tari Piring
(Sumatera Barat)

Gambar 39. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp2.000

Kedelapan, Pangeran Antasari (1797-1862), adalah Sultan Kesultanan Banjar yang


berjuang terus memimpin pasukan melawan kaum penjajah. Tanpa mau terjebak
oleh bujuk rayu kaum penjajah, beliau dengan tegas mengatakan, “..dengan tegas
kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul minta ampun dan kami
berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...”.
Gambar Pangeran Antasari akan tampak saat menerawang Rupiah Kertas
denominasi Rp2.000 (TE 2016). Tokoh ini juga muncul sebagai tanda air pada Rupiah
denominasi Rp2.000 (TE 2009).

ALAT PEMERSATU BANGSA 56


Kesembilan, Rupiah denominasi Rp1.000, memuat gambar Pahlawan Perempuan
dari Aceh Tjoet Nyak Meutia. Pahlawan yang satu ini, tampak juga dalam gambar
dalam tanda air pada Rupiah Rp1.000.

Tjut Meutia
(1870-1910)

Tjut Meutia
(1870-1910)

Banda Neira Tari Tifa


(Maluku) (Maluku)

Gambar 40. Uang Rupiah Kertas Pecahan Rp1.000

Kesepuluh, Rupiah Logam denominasi Rp1.000 menampilkan pahlawan I Gusti


Ketut Pudja (lahir 19 Mei 1908 , wafat 4 Mei 1977). Pahlawan Nasional ini ikut
serta dalam perumusan negara Indonesia melalui Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia mewakili Sunda Kecil (saat ini Bali dan Nusa Tenggara). I Gusti Ketut Pudja
juga hadir dalam perumusan naskah teks proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Presiden Soekarno memilih dan melantiknya sebagai Gubernur Sunda Kecil. Pada
tahun 2011, I Gusti Ketut Pudja ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia
sebagai pahlawan nasional bersama enam orang lainnya.

MUKA BELAKANG
Gambar Utama : Mr. I Gusti Ketut Pudja
Bahan : Terbuat dari Nickel Plated Steel
Berat : 4,50 ± 0,18 mm
Diameter : 24,10 ± 0,10 mm
Tebal Sisi : 1,45 ± 0,10 mm
Warna Dominan : Putih Keperakan
Pada bagian belakang terdapat relief titik-titik
yang membentuk lingkaran

Gambar 41. Uang Rupiah Logam Pecahan Rp1.000

57 ALAT PEMERSATU BANGSA


Kesebelas, uang Rupiah Logam denominasi Rp500, menampilkan Pahlawan TB
Simatupang. Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi Bonar Simatupang  (lahir 28 Januari
1920, wafat 1 Januari 1990) adalah seorang tokoh militer dan tokoh Gereja di
Indonesia.
Letjen Simatupang pernah ditunjuk oleh Presiden Soekarno sebagai Kepala
Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah Panglima Besar Jenderal
Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia menjadi KASAP hingga tahun 1953.
Jabatan KASAP secara hirarki organisasi pada waktu itu berada di atas Kepala Staf
Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala Staf Angkatan Udara dan berada
selalu dibawah tanggung jawab Menteri Pertahanan. Pada tanggal 8 November 2013,
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada
Letjen TNI Purn TB Simatupang.

MUKA BELAKANG

Gambar Utama : Letjen. T.N.I. T. B. Simatupang


Bahan : Terbuat dari Aluminium
Berat : 3,10 ± 0,05 mm
Diameter : 27,00 ± 0,05 mm
Tebal Sisi : 2,35 ± 0,10 mm
Warna Dominan : Putih Aluminium
Pada bagian sisi terdapat beberapa cetakan
bergerigi
Gambar 42. Uang Rupiah Logam Pecahan Rp500

Kedua belas, uang logam denominasi Rp200 menampilkan Dokter Tjipto


Mangoenkoesoemo (Cipto Mangunkusumo), seorang tokoh pergerakan kemerdekaan
Indonesia. Cipto Mangunkusumo (lahir 1886, wafat 1943) merupakan salah satu pendiri
Indische Partij, organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan
sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda.

MUKA BELAKANG

Gambar Utama : Dr. Tjiptomangunkusumo


Bahan : Terbuat dari Aluminium
Berat : 2,38 ± 0,05 mm
Diameter : 25,00 ± 0,05 mm
Tebal Sisi : 2,20 ± 0,10 mm
Warna Dominan : Putih Aluminium

Gambar 43. Uang Rupiah Logam Pecahan Rp200

ALAT PEMERSATU BANGSA 58


Bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, ia dikenal sebagai
“Tiga Serangkai” yang banyak menyebarluaskan ide pemerintahan sendiri dan kritis
terhadap pemerintahan penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1913, ia dan kedua
rekannya ditangkap lalu diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan
dan aktivitas politiknya, dan baru dibebaskan tahun 1917.
Ketiga belas, uang logam denominasi Rp100, diisi oleh Pahlawan Nasional bernama
Prof. Dr. Ir. Herman Johannes, seorang cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru
besar Universitas Gadjah Mada (UGM).

MUKA BELAKANG

Gambar Utama : Prof. Dr. Ir. Herman Johannes


Bahan : Terbuat dari Aluminium
Berat : 1,79 ± 0,05 mm
Diameter : 23,00 ± 0,05 mm
Tebal Sisi : 2,00 ± 0,10 mm
Warna Dominan : Putih Aluminium

Gambar 44. Uang Rupiah Logam Pecahan Rp100

Herman Johannes (lahir 28 Mei 1912, meninggal 17 Oktober 1992), pernah


menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun
1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan Menteri
Pekerjaan Umum (1950-1951). Herman Johannes mendapat anugerah gelar Pahlawan
Nasional dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam rangka peringatan Hari
Pahlawan 2009.

4) Kekayaan Alam dan Budaya Indonesia


Ragam kekayaan alam dan budaya Indonesia juga terlihat dari uang Rupiah
Kertas dan Rupiah Logam.
Pertama, pada Rupiah denominasi Rp100.000 (TE 2016), dapat kita temukan
keindahan alam Raja Ampat dari Papua dan Tarian Topeng Betawi.
Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat yang terdiri dari
4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool. Gugusan pulau yang
berdekatan ini berlokasi di barat bagian Kepala Burung Pulau Papua. Secara administrasi,
gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat.
Sedangkan tari Topeng Betawi, bisa ditarikan seorang diri atau bersama kelompok.
Pakaian penari topeng Betawi atau “ronggeng topeng” terdiri dari kembang (hiasan
kepala yang terbuat dari kain perca) berbentuk “tekes”, “toka-toka” (dua lembar kain

59 ALAT PEMERSATU BANGSA


berhias penutup dada dan punggung), “ampok” atau “ampeng” (penutup perut), baju
kebaya berlengan pendek, kain batik panjang, selendang dan andong.
Kedua, pada Rupiah denominasi Rp50.000 (TE 2016), muncul Taman Nasional
Komodo dan Tari Legong dari Bali.
Taman Nasional Komodo terdiri atas tiga pulau besar Pulau Komodo, Pulau
Rinca dan Pulau Padar serta beberapa pulau kecil lainnya, dengan luas sekitar
1.817  kilometer persegi. Taman Nasional ini didirikan untuk melindungi hewan
Komodo dan habitatnya, kini menjadi rumah bagi 277 spesies hewan yang merupakan
perpaduan hewan benua Asia dan Australia.
Selain itu, terdapat 253 spesies karang pembentuk terumbu dengan 1.000 spesies
ikan laut di dalamnya. Keindahan terumbu ini menarik minat wisatawan asing untuk
berenang atau menyelam di perairan tersebut.
Tari Legong merupakan tarian klasik Bali yang memiliki perbendaharaan gerak
yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon
merupakan pengaruh dari gambuh. Kata Legong berasal dari kata “leg” yang
artinya gerak tari yang luwes atau lentur dan “gong” yang artinya gamelan. Dengan
demikian, Tari Legong mengandung arti gerak tarian yang terikat dengan gamelan
yang mengiringinya. Gamelan yang dipakai untuk mengiring tari Legong dinamakan
Gamelan Semar Pagulinga.
Ketiga, pada Rupiah denominasi Rp20.000 (TE 2016), ditemukan Tari Gong dan
Kepulauan Derawan. Kepulauan Derawan adalah sebuah kepulauan yang berada di
Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Pulau Derawan memiliki pantai dengan pasir
putih dan air laut yang sangat biru. Berbagai fauna, flora, dan pemandangan lainnya
akan membuat wisatawan terpesona dengan pulau ini. Di kepulauan ini terdapat
sejumlah objek wisata bahari menawan, salah satunya Taman Bawah Laut yang
diminati wisatawan mancanegara, terutama para penyelam kelas dunia.
Adapun Tari Gong atau dapat disebut juga Tari Kancet Ledo adalah salah satu tarian
Dayak Kalimantan Timur, tepatnya dari suku Dayak Kenyah. Tari Gong merupakan
tarian tunggal oleh seorang perempuan, diiringi alat musik gong sebagai pengiringnya.
Biasanya, tari Gong dipertunjukkan untuk upacara penyambutan tamu agung atau
upacara menyambut kelahiran seorang bayi kepala suku.
Keempat, pada Rupiah denominasi Rp10.000 (TE 2016) dapat dilihat ada
Kepulauan Wakatobi dan Tari Pakarena.
Kabupaten Wakatobi adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara,
Indonesia. Wakatobi adalah akronim nama dari empat pulau di tenggara Sulawesi  yaitu,
Pulau Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Keindahan tempat ini mendapat
julukan Caribbean van Celebes.

ALAT PEMERSATU BANGSA 60


Ibu kota kabupaten terletak di Wangi-Wangi, dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2003, tanggal 18 Desember 2003. Luas wilayahnya adalah
823 kilometer persegi dan berpenduduk 94.846 jiwa (2011). Di atas permukaan laut,
pemandangan alam dan pesisir pantainya menimbulkan decak kagum. Sedangkan di
bawah laut, keragaman biota lautnya mempesona.
Sedangkan tari Pakarena adalah tarian tradisional Sulawesi Selatan yang diiringi
oleh 2 kepala drum dan sepasang instrumen alat semacam suling. Tari ini dibawakan
perempuan penari dengan membawa kipas. Istilah Pakarena berasal dari bahasa
Makasar “karena” yang artinya main dan “pa” yang artinya pelaku.
Kelima, pada Rupiah denominasi Rp5.000 (TE 2016), dapat ditemukan ilustrasi Gunung
Bromo dan Tari Gambyong. Gunung Bromo atau dalam bahasa Tengger dieja “Brama”,
adalah gunung berapi aktif di Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini memiliki ketinggian 2.329
meter di atas permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Tari Gambyong merupakan salah satu tarian Jawa klasik yang berasal-mula dari
wilayah Surakarta dan biasanya dibawakan untuk pertunjukan atau menyambut tamu.
Meskipun banyak macamnya, tarian ini memiliki dasar gerakan yang sama, yaitu
gerakan tarian tayub.
Keenam, Rupiah denominasi Rp2.000 (TE 2016), memuat gambar Ngarai Sianok
dan Tari Piring. Ngarai Sianok merupakan lembah sempit di Bukittinggi Sumatera Barat
yang dikelilingi bukit curam, dengan aliran sungai di tengahnya.
Ngarai Sianok merupakan wujud visual yang paling jelas dari aktivitas pergerakan
lempeng bumi (tektonik) di Pulau Sumatera ini. Proses terbentuknya patahan
tersebut menghasilkan kawasan yang subur dengan panorama yang indah. Patahan
di Sianok merupakan bagian dari Patahan (Sesar) Semangko yang membelah Pulau
Sumatera menjadi dua bagian memanjang dari Aceh hingga Teluk Semangka di
Lampung. Sesar Semangko sendiri merupakan lokasi patahan yang membentuk
Pegunungan Bukit Barisan.
Tari Piring adalah tarian tradisional Minangkabau yang menggunakan piring
sebagai atraksi. Para penari mengayunkan piring di tangan mengikuti gerakan-gerakan
cepat yang teratur, tanpa satu pun piring terlepas dari tangan. Gerakannya diambil dari
langkah dalam silat Minangkabau atau silek.
Ketujuh, Rupiah denominasi Rp1.000 (TE 2016) memuat keindahan alam
Banda Naira dan Tari Tifa. Banda Neira atau Banda Naira adalah salah satu pulau di
Kepulauan Banda, dan merupakan pusat administratif Kecamatan Banda, Kabupaten
Maluku Tengah, Maluku, Indonesia. Sedangkan, Tari Tifa dari Papua adalah tarian yang
mengandung simbol kebersamaan yang dirayakan dalam bunyi dan gerak. Ketukan
kaki dan tepukan  tifa  memberikan isyarat dan simbol. Ada unsur kegembiraan,
keramahan serta tekad di dalamnya. Tari ini digelar untuk penyambutan tamu, panen
atau hasil buruan.

61 ALAT PEMERSATU BANGSA


b. Konsep Satu Mata Uang Satu Negara (One Nation One Currency)
1) Sejarah Rupiah Sebelum Menjadi Uang Tunggal
Rupiah memiliki sejarah panjang sebelum menjadi uang tunggal yang berlaku di
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Catatan sejarah ini didokumentasikan
dalam kepustakaan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Sejarah mencatat, terdapat sejumlah peristiwa penting terkait Rupiah.
Pada tanggal 2 Oktober 1945, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Maklumat
Pemerintah Republik Indonesia yang menetapkan uang NICA tidak lagi berlaku di
wilayah Republik Indonesia, dan memberlakukan empat jenis mata uang sebagai
alat pembayaran yang sah, mulai 3 Oktober 1945.
Pertama, sisa zaman kolonial Belanda yaitu uang kertas De Javasche Bank.
Kedua, uang kertas dan logam pemerintah Hindia Belanda yang telah disiapkan
Jepang sebelum menguasai Indonesia, dengan satuan gulden (f) yang dikeluarkan
tahun 1942. Ketiga, uang kertas pendudukan Jepang yang menggunakan Bahasa
Indonesia yaitu Dai Nippon emisi 1943 dengan pecahan bernilai 100 Rupiah.
Keempat, Dai Nippon Teikoku Seibu, emisi 1943 bergambar Wayang Orang Satria
Gatot Kaca bernilai 10 Rupiah dan gambar Rumah Gadang Minang bernilai 5 Rupiah. 
Bersamaan dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, Pemerintah Indonesia
menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis
membentuk “Panitia Penyelenggara Pencetakan Uang Kertas Republik Indonesia”
pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B. Sabaroedin dari Kantor Besar Bank
Rakyat Indonesia (BRI), dengan anggota terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu
H.A. Pandelaki, R. Aboebakar Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan
yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S. Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan
yaitu Oesman dan Aoes Soerjatna.
Tim Serikat Buruh Percetakan G. Kolff di Jakarta diserahi tanggung jawab
sebagai tim pencari data. Mereka mencari percetakan dengan teknologi yang
relatif modern. Tim ini mengusulkan percetakan G. Kolff di Jakarta dan percetakan
Nederlandsch Indische Metaalwaren en Emballage Fabrieken (NIMEF) di Malang
sebagai calon percetakan yang memenuhi persyaratan.
Pembuatan desain dan bahan-bahan induk (master) berupa negatif kaca
dipercayakan kepada percetakan Balai Pustaka Jakarta. Tokoh yang mengerjakan
tugas itu adalah Bunyamin Suryohardjo. Sedangkan pelukis pertama ORI adalah
Abdulsalam dan Soerono. Proses pencetakan berupa cetak offset dilakukan
di Percetakan Republik Indonesia, Salemba, Jakarta yang berada di bawah
Kementerian Penerangan.
Pencetakan ORI dikerjakan mulai Januari 1946. Namun, pada Mei 1946, situasi
keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan dipindahkan
ke Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo.

ALAT PEMERSATU BANGSA 62


ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 dengan tandatangan Menteri
Keuangan A.A Maramis, meskipun sejak November 1945, ia tidak lagi menjabat
sebagai Menteri Keuangan. Menteri Keuangan berikutnya adalah Sjafruddin
Prawiranegara dibawah Kabinet Sjahrir III.
Pada tanggal 29 Oktober 1946, Keputusan Menteri Keuangan menetapkan
berlakunya ORI secara sah mulai 30 Oktober 1946 pukul 00.00. Undang-Undang
tanggal 1 Oktober 1946 menetapkan penerbitan ORI.
“Besok tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang mengandung sejarah
bagi tanah air kita. Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar
Oeang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah. Mulai
pukul 12 tengah malam, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang
sah, tidak laku lagi. Beserta uang Jepang itu ikut pula tidak laku uang Javasche
Bank. Dengan ini, tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia.
Masa yang penuh dengan penderitaan dan kesukaran bagi rakyat kita. Uang sendiri
itu adalah tanda kemerdekaan Negara,” kata Wakil Presiden Muhammad Hatta
menjelang diluncurkannya ORI pada 29 Oktober 1946 melalui Radio Republik
Indonesia (RRI) Yogyakarta.
Kerja keras dan kesungguhan dari para pendiri bangsa ini kemudian mewujud
dalam bentuk penerbitan uang sendiri Tahun Emisi Pertama, uang kertas ORI
pada 30 Oktober 1946. Seluruh rakyat Indonesia menerima ORI dengan perasaan
bangga. Selanjutnya, Pemerintah menetapkan tanggal 30 Oktober, sebagai hari
pertama beredarnya ORI, dan sekaligus Hari Oeang Republik Indonesia.
Dengan demikian, sebelum Rupiah menjadi uang tunggal, sempat berlaku
sisa mata uang NICA Belanda, mata uang Jepang, Oeang Republik Indonesia, dan
ORI daerah atau ORIDA di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia pada fase
transisi dan awal kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Pengalaman sejarah
ini mencerminkan banyaknya tantangan dalam pengendalian atau pengaturan
moneter di dalam negeri.
Sejak tahun 1950, Pemerintah Republik Indonesia Serikat menetapkan Rupiah
sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Penyeragaman mata uang ini dilakukan untuk menghapus peredaran berbagai jenis
mata uang dengan nilai tukar berbeda-beda, bahkan banyak pula yang palsu.
Secara hukum, kesatuan moneter baruterwujud setelah Undang-Undang
Mata Uang 1951 disahkan untuk mengganti produk hukum era Belanda Indische
Muntwet tahun 1912.

2) Satu Negara Satu Mata Uang


Indonesia menganut hukum satu negara satu mata uang (one state one
currency) untuk menjaga dinamika ekonomi dan kedaulatan bangsa dan negara

63 ALAT PEMERSATU BANGSA


Indonesia. Terdapat sejumlah pertimbangan pokok untuk mendukung pentingnya
mata uang tunggal bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pertama, Indonesia adalah negara besar dan luas, dengan latar belakang sosial
budaya, serta kondisi ekonomi yang berbeda-beda. Kebijakan mata uang tunggal,
yakni Rupiah sebagai Mata Uang Nasional, turut menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa serta negara.
Kedua, mata uang tunggal menjaga kestabilan Rupiah. Dengan mengembangkan
kebijakan Rupiah sebagai mata uang nasional, Indonesia sebagai negara merdeka
memiliki hak, dan kewenangan yang penuh dalam mengatur kebijakan moneter
dalam negeri.
Ketiga, dengan mengembangkan prinsip satu negara satu mata uang,
Pemerintah diharapkan mampu menghadapi krisis keuangan, deflasi atau inflasi
secara otonomi.
Keempat, Indonesia memiliki otonomi untuk mengalirkan modal sesuai
peraturan perundangan yang berlaku di negara Indonesia. Hal ini akan sulit
dilakukan apabila Indonesia tidak memiliki kedaulatan penuh, terhadap uang yang
digunakan secara nasional.

3) Belajar dari Negara Multi Currency


Secara fakta sosiologi-ekonomi, tidak semua negara menganut prinsip one
state one currency. Di berbagai belahan bumi ini, ada beberapa negara yang
masih menggunakan prinsip multi currency, artinya, warga negaranya dibolehkan
untuk menggunakan lebih dari satu jenis mata uang dalam praktik transaksi atau
sebagai alat pembayaran yang sah.
Penerapan multi currency system pada sebuah negara memunculkan
sejumlah tantangan dan hambatan dalam penerapan.
Pertama, perlu ada upaya politik dan ekonomis yang sangat kuat untuk
mengukuhkan diri sebagai negara merdeka dan berdaulat. Misalnya saja, bila
di tengah masyarakat beredar uang Dolar Amerika Serikat, mata uang nasional
dan atau mata uang asing lainnya, maka negara penganut system multi currency
dituntut memiliki kapasitas tangguh untuk mengendalikan masalah moneter
atau fiskal di dalam negeri, terkait dinamika mata uang asing di dalam negeri.
Kedua, potensi adanya selisih nilai tukar antara satu mata uang dengan
mata uang asing lainnnya. Negara yang menganut system multi currency, akan
berhadapan dengan perbedaan standar nilai transaksi yang berkembang di
tengah masyarakat, akibat tidak adanya standar nilai nasional yang digunakan.
Ketiga, Pemerintah akan mengalami tantangan penting dalam mengontrol
peredaran uang di masyarakat. Apabila pencetak mata uang asing tersebut

ALAT PEMERSATU BANGSA 64


berada di setiap negara asalnya, maka Pemerintah akan kesulitan mengontrol
jumlah uang beredar di masyarakat.
Pada situasi dan kondisi serupa itu, maka Pemerintah memiliki tantangan
yang berat untuk merumuskan kebijakan moneter dalam negeri, terkait dengan
peredaran uang dalam negeri dan kebijakan uang asing yang masuk dan berlaku
di tengah masyarakat.

c. Perjalanan Rupiah Sebagai Pemersatu Bangsa


Sejarah Rupiah telah memberikan gambaran dan bukti faktual mengenai sejarah
dan perjuangan bangsa Indonesia dalam menegakkan kedaulatan bangsa, negara
dan perekonomiannya. Dari perspektif sejarah, Rupiah bukan saja alat pembayaran,
melainkan juga sebagai alat perjuangan bangsa Indonesia untuk menegakkan
kedaulatan dan persatuan bangsa Indonesia.
1) Sejarah Uang Masa Kerajaan
Sebelum masa kerajaan Hindu-Buddha, perdagangan di Nusantara telah
menuntut penggunaan alat pembayaran yang bisa diterima secara umum sebagai
pengganti sistem barter. Mulanya alat pembayaran yang digunakan masih sangat
sederhana. Misalnya, kulit kerang jenis tertentu di wilayah Irian, atau manik-
manik di wilayah Bengkulu dan Pekalongan, hingga belincung (semacam kapak
batu) di daerah Bekasi.
Pada masa kerajaan Hindu-Buddha, alat pembayaran tersebut mengalami
kemajuan, terutama dari bahan dan desainnya. Di Jawa misalnya, alat pembayaran
sudah terbuat dari logam. Mata uang tertua dibuat sekitar awal abad ke-12, dari
emas dan perak, yang disebut Krisnala (uang Ma) peninggalan kerajaan Jenggala.
Sementara, di luar Jawa, kerajaan Buton membuat uang Kampua yang beredar
pada abad ke-9.
Kerajaan-kerajaan besar Hindu-Buddha di Nusantara, seperti Sriwijaya dan
Majapahit pada masa itu juga telah mempunyai mata uang sendiri. Sayangnya, uang
peninggalan di masa Kerajaan Sriwijaya belum ditemukan. Sedangkan Majapahit,
meninggalkan uang Gobog yang terbuat dari tembaga, diperkirakan beredar pada
abad ke-14 sampai ke-16. Selain sebagai alat pembayaran, uang Gobog ini juga
banyak digunakan sebagai benda keramat.
Pada abad ke-15, ketika Islam berkembang di Nusantara, beredar berbagai
mata uang yang dikeluarkan oleh kerajaan-kerajaan Islam, seperti mata uang
dari Samudra Pasai, Aceh, Jambi, Palembang, Banten, dan Sumenep. Mata uang
yang dikeluarkan pada umumnya bertuliskan Arab. Misalnya, uang Kerajaan Jambi
pada sisi belakang bertuliskan Arab “Sanat 1256” dan pada sisi depan “Cholafat al
Mukmin”. Salah satu yang unik adalah uang Kerajaan Sumenep, yang berasal dari
uang asing dan kemudian diberi cap “Sumenep” dengan aksara Arab.

65 ALAT PEMERSATU BANGSA


Hal ini jadi salah satu bukti bahwa kerajaan-kerajaan Islam saat itu berperan
aktif dalam kegiatan niaga di Nusantara, sehingga uang-uang kerajaan tersebut
beredar seiring dengan mata uang asing, bahkan bisa dipertukarkan. Misalnya satu
real Spanyol sama dengan 16 mas (dirham) Aceh dan 4 shilling Inggris sama dengan
5 mas (dirham) Aceh.
2) Sejarah Uang Sebelum Kemerdekaan
Kongsi dagang Belanda VOC yang mendominasi perdagangan di Nusantara
pada kurun waktu 1602-1799 berusaha mengganti semua mata uang asing yang
beredar saat itu. Untuk menggantikan Real Spanyol yang populer, dicetaklah uang
Real Belanda. VOC juga menetapkan Rijksdaalder, uang perak Belanda sebagai alat
pembayaran standar di Nusantara.
Pada tahun 1727, VOC mengedarkan Duit (uang tembaga recehan) untuk
menggantikan Cassie Cina. Lalu VOC memperkenalkan uang kertas dalam bentuk
surat berharga atau sertifikat pada 1748. Sambutan baik masyarakat mendorong
VOC untuk menambah jumlah sertifikat yang dijual, dengan nilai nominal yang
bervariasi, mulai dari 1 sampai 1.000 Rijksdaalder. Sejak 1783, VOC mengedarkan
uang kertas dengan jaminan perak 100%.
Sewaktu Hindia Timur berada di tangan Inggris (1808-1815), Gubernur
Jenderal Thomas Stanford Raffles berusaha memperbaiki keadaan keuangan
di wilayah ini dengan menarik sekitar 8,5 juta Rijksdaalder  dari peredaran, dan
menghidupkan kembali Real Spanyol sebagai standar mata uang perak. Pada tahun
1813, Real Spanyol ini digantikan dengan Ropij Jawa yang terbuat dari emas, perak,
dan tembaga, yang dicetak di Surabaya.
Pada 1817, para Komisaris Jenderal Elout, Buyskes, dan Van der Capellen (1815-
1819) yang memerintah Hindia Belanda atas nama Raja Belanda, menerbitkan
Gulden Hindia Belanda  untuk menggantikan Ropij Jawa. Ada dua masa yang
muncul dalam periode ini.
 Masa Oktroi I – VIII
Pada 1825, Raja Willem I mengusulkan agar didirikan suatu bank di Jawa. Usulan
ini berlanjut dengan lahirnya De Javasche Bank pada 1828 dengan berlandaskan
kepada suatu Oktroi, yaitu wewenang khusus dari Raja Belanda. Berdasarkan
Oktroi tersebut, De Javasche Bank diberi wewenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan uang kertas bank dengan nilai lima gulden ke atas. Karena
terbatasnya pencetakan, sebagian uang yang beredar di Hindia Belanda
merupakan uang logam, yaitu uang logam Duit (mata uang recehan tembaga
yang diterbitkan VOC tahun 1727) yang kembali diberlakukan Van Den Bosch.
 Masa DJB We
Pada 1892, De Javasche Bankwet menggantikan Oktroi. De Javasche Bank tetap
mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas dengan pecahan lima gulden ke

ALAT PEMERSATU BANGSA 66


atas. Uang kertas yang pernah dicetak De Javasche Bank di antaranya seri J.P.
Coen, seri bingkai, dan seri Mercurius. Seri wayang merupakan uang kertas
terakhir De Javasche Bank, sebelum Pemerintah Hindia Belanda menyerah
kepada Jepang.
 Uang Jepang
Semasa pendudukan Jepang, semua kebijakan keuangan ditetapkan oleh
Gunseikanbu, Pemerintah Militer Pusat. Mereka berusaha mempertahankan
nilai gulden dan Rupiah Hindia Belanda, antara lain dengan melarang
penggunaan mata uang lain. Selain itu Pemerintah Pendudukan Jepang juga
menerbitkan dan mengedarkan mata uang kertas yang disebut uang invasi.
Emisi pertama berbahasa Belanda, beredar pada tahun 1942. Emisi kedua,
bertuliskan ‘Pemerintah Dai Nippon’, namun tak sempat diedarkan. Emisi
ketiga, bertuliskan ‘Dai Nippon Teikoku Seihu’, diedarkan pada tahun 1943.
Setelah pasukan sekutu mendarat di Tanjung Priok pada 29 September 1945,
komandan pasukan melarang penggunaan uang Jepang dan mengedarkan
uang NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

3) Sejarah Rupiah Setelah Kemerdekaan


Pada ORI penerbitan pertama yang berlaku mulai 30 Oktober 1946 tercantum
tanggal emisi 17 Oktober 1945. Ini menunjukkan cukup panjangnya proses yang harus
ditempuh dalam mempersiapkan penerbitan ORI sebagai salah satu identitas negara.
Penerbitan ORI menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia dan juga bertujuan
menyehatkan ekonomi yang tengah dilanda inflasi hebat. Pada awal beredarnya
ORI, setiap penduduk diberi Rp1,00 (satu rupiah) sebagai pengganti sisa uang invasi
Jepang yang masih dapat digunakan sampai dengan 16 Oktober 1946.
Namun, pada saat itu peredaran ORI belum bisa menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Selain masalah transportasi dan keterhubungan antar daerah, masalah
keamanan juga berpengaruh terhadap sebagian wilayah Indonesia, yang masih
di bawah kendali Pemerintah Belanda. Dua kendala tersebut menyebabkan
pemerintah Indonesia sulit menyatukan Indonesia sebagai satu kesatuan moneter.
Pada tahun 1947, pemerintah Indonesia terpaksa memberikan otoritas
kepada pemerintah daerah-daerah tertentu untuk mengeluarkan uang yang
berlaku hanya di daerah masing-masing, yang kemudian disebut Oeang Republik
Indonesia Daerah (ORIDA), bersifat sementara saja.
Contohnya, ORIDABS-Banten, ORIPS-Sumatera, ORITA-Tapanuli, ORIPSU-
Sumatera Utara, ORIBA-Banda Aceh, ORIN-Kabupaten Nias dan ORIAB-
Kabupaten Labuhan Batu. Instrumen ORIDA yang dikeluarkan itu berupa bon,
Surat Tanda Penerimaan Uang, Tanda Pembayaran Yang Sah dan ORIDA dalam
bentuk Mandat.

67 ALAT PEMERSATU BANGSA


Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia
sulit dihitung dengan tepat. Kesulitan memisahkan data juga terjadi dalam
memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca
perdagangan, posisi cadangan devisa dan keuangan negara.
Berdasarkan data pada laman Kementerian Keuangan , jumlah peredaran
ORI dan ORIDA pada 1946 diperkirakan sebesar Rp323.000.000,- dan meningkat
menjadi Rp6 miliar (enam miliar rupiah) pada akhir 1949. Selain itu, penyebab
kesulitan penghitungan lainnya adalah karena uang De Javasche Bank dan
Pemerintah Hindia Belanda belum ditukarkan atau belum disimpan pada bank
berdasarkan ketentuan Undang-Undang tanggal 1 Oktober 1946. ORI dan
berbagai macam ORIDA hanya berlaku sampai 1 Januari 1950 dan dilanjutkan
dengan penerbitan uang Republik Indonesia Serikat.
(1) Masa Uang Rupiah RIS
Salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949.
Dengan pengakuan kedaulatan oleh Belanda terhadap Republik Indonesia
Serikat (RIS), berakhir pula masa perjuangan bersenjata melawan Belanda
dalam rangka menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Kemudian dibentuk negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS) yang
terdiri dari Republik Indonesia dan Bijeenkomst voor Federaal Overlaag (BFO)
atau Badan Permusyawaratan Federal yang lebih dikenal dengan negara
boneka bentukan Belanda.
Keputusan itu berlanjut pada upaya menyeragamkan uang di wilayah
Republik Indonesia Serikat. Uang federal kemudian ditetapkan sebagai alat
pembayaran yang sah mulai 1 Januari 1950, diumumkan langsung oleh Menteri
Keuangan Sjafruddin Prawiranegara. Undang-Undang Darurat tanggal 2 Juni
1950 yang mulai diberlakukan 31 Mei 1950 mengatur berbagai hal berbagai
tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan Pemerintah RIS.
Masa penukaran ORI dan ORID dimulai pada 27 Maret 1950. Masyarakat
dipersilakan menukar ORI dan ORIDA dengan uang baru yang diterbitkan dan
diedarkan oleh De Javasche Bank. Masa edar ORI dan ORIDA ini, seiring sejalan
dengan dinamika politik Pemerintah RIS yang singkat, yaitu hingga 17 Agustus
1950. Setelah itu, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
(2) Undang-Undang Mata Uang 1951
Kembalinya Indonesia pada bentuk NKRI memungkinkan untuk
menyatukan mata uang sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah
Republik Indonesia. Secara hukum kesatuan moneter baru terwujud setelah

ALAT PEMERSATU BANGSA 68


dikeluarkannya Undang-Undang Mata Uang 1951 untuk mengganti Indische
Muntwet 1912.
Undang-Undang Mata Uang 1951 ini memuat beberapa kebijakan
moneter penting di Indonesia, antara lain:
1) semua logam yang dikeluarkan berdasarkan Indische Muntwet dicabut
mulai 3 November 1951, kecuali uang tembaga yang pencabutannya
masih akan ditentukan oleh Menteri Keuangan;
2) satuan hitung dari uang di Indonesia adalah Rupiah yang disingkat Rp dan
terbagi menjadi 100 sen;
3) uang logam Indonesia yang merupakan alat pembayaran yang sah adalah
dari nikel dalam pecahan 50 sen serta dari aluminium pecahan 25 sen, 10
sen, 5 sen dan 1 sen;
4) untuk memenuhi kebutuhan yang mungkin timbul pada suatu waktu,
pemerintah dapat mengeluarkan kertas pecahan 1 Rupiah dan 2,50 Rupiah;
5) pembuatan uang logam dan uang kertas pemerintah hanya dapat dilakukan
oleh atau atas nama pemerintah;
6) Menteri Keuangan menetapkan desain logam nikel dan alumni, kadar
logam uang, berat dan ukuran garis tengah serta batas toleransinya; dan
7) di daerah-daerah tertentu dengan peraturan pemerintah dimungkinkan
untuk sementara waktu dilakukan pembayaran dengan uang selain
tersebut di atas.
(3) Gunting Sjafruddin
Ketika pemerintahan Republik Indonesia Serikat berakhir, perekonomian
Indonesia yang terbuka menyebabkan situasi dalam negeri sangat mudah
terpengaruh oleh gejolak perekonomian dunia. Pada masa awal kemerdekaan
Indonesia, terjadi devaluasi mata uang oleh beberapa negara Eropa Barat
terhadap dolar Amerika Serikat, krisis politik di Asia Timur, khususnya perang
Korea. Sementara, di sisi lain, pemakaian devisa untuk impor belum tampak
menguat.
Terkait hal itu, pemerintah mengambil kebijakan moneter, yang
kemudian dikenal dengan sebutan Gunting Sjafruddin yang bertujuan
untuk memperbaiki kondisi keuangan nasional. Kebijakan pengguntingan
dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 Maret
1950 kepada uang kertas De Javasche Bank dan uang pendudukan Belanda
atau uang NICA.
Bersamaan dengan itu, pemerintah meluncurkan penerbitan Obligasi
Republik Indonesia 1950 sebagai pinjaman pemerintah dengan bunga 3%
yang ditawarkan untuk ditukarkan dengan guntingan uang kertas bagian

69 ALAT PEMERSATU BANGSA


kanan. Jadi, nilai uang yang berlaku hanya setengah dari nilai nominal. Bagian
kiri uang kertas di atas pecahan f2,50 diakui sebagai alat pembayaran yang
sah. Jadi, nilai uang yang berlaku hanya setengah dari nilai nominal.
Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, bagian kiri uang dapat ditukar
dengan uang baru yang diterbitkan De Javasche Bank dengan pecahan f2,50,
f1 dan f0,50. Pengguntingan uang tersebut dilakukan karena cara yang lazim
dilakukan, yaitu dengan penyetoran ke dalam rekening  yang dibekukan tidak
mungkin dijalankan di Indonesia.
(4) Bank Indonesia sebagai Penerbit Tunggal Rupiah
Pada Desember 1951, De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank
Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1953. Sesuai dengan tanggal berlakunya Undang-Undang Pokok Bank
Indonesia tahun 1953, maka tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir
Bank Indonesia yang berposisi sebagai Bank Sentral Indonesia, menggantikan
De Javasche Bank.
Setelah Bank Indonesia berdiri, terdapat dua macam uang Rupiah yang
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NRKI, yaitu uang yang
diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan)
dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pemerintah RI menerbitkan
uang kertas dan logam pecahan di bawah Rp5, sedangkan Bank Indonesia
menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke atas.
Namun kemudian, uang kertas yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dan
Pemerintah dipandang tidak memiliki perbedaan fungsional secara ekonomi.
Untuk keseragaman dan efisiensi pengeluaran uang, cukup dilakukan satu
instansi saja yaitu Bank Indonesia. Hak tunggal Bank Indonesia untuk
mengeluarkan uang kertas dan uang logam diatur sesuai Undang-Undang
Bank Indonesia Nomor 13 Tahun 1968. Sejak penerbitan uang Rupiah TE
2016 terdapat tanda tangan pemerintah dan Bank Indonesia, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Pemerintah yang
dimaksud dalam Undang-undang tersebut adalah Menteri Keuangan.

4. PENDIDIKAN NILAI
Dengan memahami sejarah uang Rupiah, kita dapat mengetahui pentingnya mata uang
dalam menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa. Kita bisa melihat, bagaimana
hambatan pokok pembangunan nasional, yang dialami Palestina dan Vietnam, pada saat
dihadapkan dengan adanya multi currency yang tumbuh kembang di masyarakat.
Sehubungan hal itu, maka Rupiah sebagai satu-satunya mata uang nasional,
hendaknya dapat dijadikan sebagai landasan pokok dan modal penting untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ALAT PEMERSATU BANGSA 70


Penilaian Pembelajaran
Pilih salah satu jawaban yang tepat.

1. Lambang Burung Garuda yang biasa dijadikan simbol dalam Rupiah, adalah hasil karya
dari...
A. Sultan Hamid II
B. Soekarno
C. Moh. Yamin
D. WR. Soepratman
E. Otto Iskandardinata
2. Letak geografi Indonesia adalah...
A. Diapit oleh dua samudera dan dua benua
B. Memiliki empat musim
C. Terdiri 34 provinsi
D. Terletak di daerah Tropis
E. Memiliki musim hujan dan musim kemarau
3. Pahlawan Cut Nyak Meutia, terdapat pada Rupiah Kertas dengan denominasi...
A. Rp1.000
B. Rp5.000
C. Rp10.000
D. Rp2.000
E. Rp100.000
4. Tarian Adat Dayak Kalimantan, dapat ditemukan pada Rupiah Kertas dengan denominasi...
A. Rp100.000
B. Rp50.000
C. Rp10.000
D. Rp5.000
E. Rp20.000
5. Pahlawan Otto Iskandardinata yang terdapat pada Rupiah Rp20.000, adalah Pahlawan
dari Provinsi...
A. Aceh
B. Jawa Barat
C. Kalimantan Selatan
D. Maluku
E. Bali
6. Tokoh Nasional yang mengumumkan pemberlakuan Oeang Republik Indonesia (ORI) di
tahun 1946, adalah...
A. Soekarno
B. Moh. Hatta

71 ALAT PEMERSATU BANGSA


C. A.A. Maramis
D. Moh. Yamin
E. Ki Hajar Dewantara
7. Selain Bank Indonesia, Rupiah Indonesia pernah dicetak dan dikeluarkan oleh
Kementerian...
A. Menteri Dalam Negeri
B. Sekretariat Negara
C. Menteri Keuangan
D. Menteri Perekonomian
E. Menteri Perdagangan
8. Salah satu alasan, mengapa perlu bangga terhadap Rupiah, adalah...
A. Rupiah adalah hasil evolusi mata uang dari zaman Belanda
B. Rupiah adalah nama mata uang sanskerta
C. Rupiah adalah pemersatu bangsa
D. Rupiah dibuat dari bahan yang bernilai mahal
E. Rupiah merupakan mata uang yang bisa digunakan secara global
9. Di bagian depan Rupiah Kertas, simbol yang paling tampak adalah...
A. Keadaan alam Indonesia
B. Pahlawan dalam tanda Air
C. Gambar Pahlawan Nasional
D. Fauna unik di Indonesia
E. Jenis tanaman unik di Indonesia

10. Salah satu masalah yang dihadapi oleh Palestina, di saat menggunakan lebih dari satu
jenis mata uang adalah...
A. Bisa bebas bertransaksi
B. Bisa bertransaksi dengan negara asing
C. Kesulitan mengontrol keuangan nasional
D. Menguatnya ekonomi nasional
E. Mampu bersaing dengan ekonomi global

Kunci Jawaban

No Jawaban No Jawaban
1 A 6 C
2 A 7 C
3 A 8 C
4 E 9 C
5 B 10 C

ALAT PEMERSATU BANGSA 72


5. TINDAK LANJUT
Berikut ini rekomendasi setelah mengikuti kegiatan sosialisasi Bangga Rupiah.

1) Bila capaian pemahaman dan pengetahuan dalam bab Rupiah sebagai Pemersatu
Bangsa belum mencapai angka minimal 80%, diharapkan untuk melakukan
pembelajaran dan pengujian ulang.
2) Capaian pemahaman dan pengetahuan yang sudah mencapai minimal 80%, dapat
dijadikan pengetahuan dasar untuk mewlanjutkan pada bab selanjutnya.
3) Pemahaman akan menjadi buah yang manis, manakala mampu dijadikan bekal untuk
meningkatkan kedewasaan kita dalam memperlakukan Rupiah sebagai mata uang sah
NKRI. Oleh karena itu, sosialisasikan dan kembangkan dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
4) Untuk meningkatkan pemahaman, peserta sosialisasi diharapkan dapat meningkatkan
wawasan dan pengetahuannya, dengan mencermati video dokumenter atau video
informasi yang terkait dengan Rupiah.

DAFTAR PUSTAKA
1. SIMBOL KEDAULATAN

Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang
Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI 2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di
Wilaah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Peraturan Bank Indonesia Nomor No.19/7/PBI/2016 tentang Pembawaan Uang Kertas Asing
Ke Dalam dan Ke Luar Daerah Pabean Indonesia sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/2/PBI/2018.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 4/8/PBI/2002 tentangPersyaratan dan Tata Cara Membawa
Uang RupiahKeluar Atau Masuk Wilayah Pabean Republik Indonesia

2. ALAT PEMBAYARAN

Buku
Firmansyah, Herlan dan Purwanta, Wiji. 2014. Ekonomi SMA/MA Muatan Kebanksentralan.
Jakarta: Bank Indonesia.
Marsuki. Landscape Kebanksentralan Indonesia. 2010. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Rizal A. Djaafara, dkk. 2012. Pengantar Ilmu Kebanksentralan. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Studi Kebanksentralan (DPSK).
Singalingging, Hotbin. Setiawan, Ery. dan Sihaloho, Hilde D. 2004. Kebijakan Pengedaran Uang
di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.

73 ALAT PEMERSATU BANGSA


Subari, Sri Mulyati Utari dan Ascarya. 2003. Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia.
Jakarta: Bank Indonesia.
Solikin dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan dan Peranannya dalam
Perekonomian. Jakarta: Bank Indonesia.
Tim Bank Indonesia. 2012. Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah Pengantar. Jakarta : PPSK
Bank Indonesia.
Tim Bank Indonesia. 2004. Bank Sentral Republik Indonesia : Sebuah Pengantar. Jakarta : PPSK
Bank Indonesia.

Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo UU Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Bank Indonesia
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/10/PBI/2019 tentang Pengelolaan Uang Rupiah.
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah
di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Internet
https://bicara.bi.go.id/knowledgebase/article/KA-01016/en-us.Diakses tanggal 5 April 2021
https://www.bi.go.id/id/layanan/museum-bi/default.aspx. Diakses tanggal 5 April 2021
https://www.youtube.com/watch?v=u0lM2hubSec. Diakses tanggal 5 April 2021
https://www.youtube.com/watch?v=WuIWlqsH84M. Diakses tanggal 5 April 2021

3. ALAT PEMERSATU BANGSA


Mohammad Fazrin Hangkiho , Sanksi Terhadap Penghinaan Lambang Negara Menurut Uu
No. 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa Dan Lambang Negara Serta Lagu
Kebangsaan, Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. Diunduh dari https://bit.
ly/2Pd1BpS.
Panitia Peringatan Hari Lahir Pancasila, Kisah Pancasila, Direktorat Jenderal Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2017.
Siti Turmini Kusniah, Lambang Negara Garuda Pancasila Diterbitkan Oleh: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Jalan Jenderal Sudirman Kav. 4-5,
Senayan Jakarta 10270. 2017.
Media Keuangan, Edisi Khusus : Jelajah Sejarah Rupiah, VOLUME XV / NO. 157/ OKTOBER
2020, Kemenkeu Republik Indonesia.
Sejarah Oeang Republik Indonesia, diunduh dari https://www.kemenkeu.go.id/single-page/
sejarah-oeang/
Koleksi Numismatik, diunduh dari https://www.bi.go.id/id/layanan/museum-bi/koleksi-
museum/default.aspx
Web http://indonesiabaik.id/infografis/asal-mula-nama-indonesia.

ALAT PEMERSATU BANGSA 74

Anda mungkin juga menyukai