Anda di halaman 1dari 159

Jurnal Ilmiah Pendidikan

Volume LIV Edisi Juli 2022

Jurnal Ilmiah Pendidikan

BAGAWANTA BHARI Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Teks Bahasa Inggris dengan Metode Gambar
Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan
Oleh : Eko Purnomo

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk Meningkatkan Motivasi
dan Hasil Belajar Ekonomi SMA Negeri 6 Kediri
Oleh : Erna Hidayatul Fatmawati

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan Waktu Melalui Model


Pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) pada Siswa Kelas VII-D
UPTD SMP Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020
Oleh : Jupriadi

Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Lintas Minat Materi
Sifat Koligatif Larutan pada Siswa Kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri
Tahun Pelajaran 2021-2022
Oleh : Nanik Rukmawati

Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Reproduksi Pada Manusia Melalui Model
Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Siswa Kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten
Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020
Oleh : Sri Redjeki

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KEDIRI


Volume LIV Edisi Juli 2022

JAWA TIMUR

ISSN 2442-3815
Jurnal Ilmiah Pendidikan
BAGAWANTA BHARI VOLUME LIV HALAMAN
Mengabdi dan Mengembangkan JULI 2022 1-154
Profesi

JUMLAH NASKAH 12 ARTIKEL. PEREDARAN TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR.


TERBIT BERKALA TRIWULAN
SUSUNAN REDAKSI PRAKATA

Geliat dunia pendidikan Indonesia kembali


Pembina mengalami tantangan. Pemberlakuan pembelajaran
Kepala Dinas Pendidikan tatap muka yang diagendakan dimulai awal 2022 ini
terpaksa ditinjau ulang. Di hari-hari pertama sekolah,
Penanggung Jawab banyak daerah di Indonesia yang mengonfirmasi kasus
Kepala Bidang Ketenagaan baru Covid-19. Banyak siswa dan guru yang terpapar
virus. Mau tidak mau, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan merevisi kembali kebijakannya. Sekolah
Pemimpin Redaksi
Slamet tatap muka di tunda. Sisiwa kembali sekolah dari rumah.
Meski sekolah dari rumah hanya ditujukan kepada
daerah yang kasusnya naik, tapi kejadian tersebut cukup
Sekretaris Redaksi membuat kita turut merasa prihatin. Secara psikologis,
Ashariyati para siswa tersebut tentu saja kecewa berat. Keinginan
untuk bisa bersua lagi dengan teman-temannya di ruang
Bendahara kelas batal. Masalah itu sudah pasti akan memengaruhi
Siti Kholipah gairah belajar mereka.
Pihak sekolah, dalam hal ini para guru harus
secepatnya merespon situasi ini. sekolah daring, bukan
Penyunting
Jumianto, Faried, Saiful, Purnomo, saja membutuhkan tingkat keterfokusan dan keseriusan
Ike Cintia Dewi, Fitri Ulfasari, yang lebih, tapi juga kesabaran dan ketelatenan yang
Umi Budi Sulastri, Siti Maroah, tinggi. Iming-iming pembelajaran tatap muka yang
Wiwik Suharti, Anik Siti Maesaroh. sedianya akan diadakan, bisa jadi bomerang.
Dampaknya tentu saja mengarah ke tujuan
Mitra Bestari
Dr. Andri Pitoyo, M.Pd, Dosen UNP Kediri pembelajaran menjadi tidak tercapai.
Lisana Oktavisanti, M.Pd, Dosen FKIP UNEJ Perubahan status dari pandemi menjadi endemi
sebenarnya merupakan kabar baik untukkita semua.
Namun, kita, terutama para orang tua, tetap melihat
Tata Letak dan Cover perubahan tersebut dari kacamata yang pragmatis.
Ahmad Ikhwan Susilo
Kekhawatiran terhadap keselamatan anak mereka, tentu
saja jauh lebih tinggi dibanding hal lain. Jika sekolah
Kontributor dan Distributor tatap muka diberlakukan, bukan tidak mungkin, para
Didik Widjanarko (Kabupaten Kediri), orang tua akan melarang anaknya ke sekolah. Walhasil,
Ulfah Etik Rusida (Kota Kediri), itu akan berpengaruh buruk pada perkembangan
Sukardi (Kabupaten/Kota Trenggalek),
Aditya Prana Iswara (Kota Surabaya). pendidikan anak.
Sampai di sini, dibutuhkan kerjasama semua pihak.
Koordinasi dan komunikasi yang baik sangat
Alamat Redaksi: disarankan. Jaminan terhadap keselamatan anak di
Jl. Erlangga, Paron, Ngasem, Kediri sekolah harus menjadi prioritas. Ketersediaan saran
Jawa Timur 64182
Telp: (0354) 682997 penunjang kesehatan yang memadai jadi prasyarat
penting untuk sekolah tatap muka.
Kita semua berharap kondisi ini terus membaik agar
Diterbitkan oleh dunia pendidikan kembali berjalan normal. Namun,
Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri tentu saja, itu bukan berarti menyederhanakan keadaan.
Jawa Timur
Semua harus waspada dan tetap mematuhi aturan yang
telah diberlakukan.
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

NO. JUDUL HAL.

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Teks Bahasa Inggris dengan Metode
1. Gambar Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan 1
Oleh : Eko Purnomo
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation Untuk
2. Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Ekonomi SMA Negeri 6 Kediri 8
Oleh : Erna Hidayatul Fatmawati
Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun Datar Melalui Model
3. Snowball Throwing 21
Oleh : Indi Astutik
Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Terhadap Motivasi dan Hasil
4. Belajar Pendidikan Agama Islam 40
Oleh : Jamalah
Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan Waktu Melalui
Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) pada
5. Siswa Kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri Semester I Tahun 49
Pelajaran 2019/2020
Oleh : Jupriadi
Penerapan Metode Demonstrasi pada Mata Pelajaran Seni Budaya Siswa SMAN 1
6. Mojo Kabupaten Kediri 66
Oleh : Moh. Sholeh

Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia


Lintas Minat Materi Sifat Koligatif Larutan pada Siswa Kelas XII IPS-2 SMA
7. 74
Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri Tahun Pelajaran 2021-2022
Oleh : Nanik Rukmawati

Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Energi Mata Pelajaran Fisika


8. 90
Oleh : Retno Rustiani

Penerapan Metode Learning Together Mata Pelajaran Ekonomi Materi APBN dan
9. APBD Siswa SMA Negeri 1 Kendal Semester 2 Tahun Pelajaran 2021/2022 98
Oleh : Rini Yulaikah
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

NO. JUDUL HAL.

Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Reproduksi Pada Manusia Melalui
Model Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Siswa Kelas IX-E UPTD
10. 111
SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020
Oleh : Sri Redjeki

Pengaruh Penerapan Model Blended Learning Terhadap Prestasi Belajar Bahasa


11. Indonesia Siswa SMAN 4 Kediri Tahun Ajaran 2021-2022 128
Oleh : Sugiati
Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction untuk Meningkatkan
Hasil Belajar IPA Materi Sistem Pencernaan pada Manusia pada Siswa Kelas VIII-E
12. UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 137
2017/2018
Oleh : Suyatmo
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Peningkatan Kemampuan Siswa dalam Menulis Teks Bahasa Inggris dengan

Metode Gambar Berseri Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan

Eko Purnomo
SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan

ABSTRAK
Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peningkatan
kemampuan menulis siswa dan bagaimana aktivitas selama kegiatan pembelajaran
dalam meningkatkan kemampuan menulis dengan menerapkan metode gambar
berseri siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan. Subjek penelitian ini
adalah siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan yang berjumlah 32
orang siswa yang terdiri dari 16 orang laki- laki dan 16 orang perempuan. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas melalui 2 siklus
pembelajaran. Hasil analisis data penelitian pada siklus I dan II diperoleh bahwa:
nilai rata-rata kemampuan menulis sebelum tindakan sebesar 69,22 menjadi sebesar
73,13 pada siklus I dan kemudian meningkat menjadi 77,50 pada siklus II. Demikian
juga dengan persentase ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari
kondisi awal yaitu hanya 8 siswa yang tuntas (25%), meningkat menjadi 15 siswa
yang tuntas pada siklus I (47%) dan pada siklus II jumlah siswa yang tuntas menjadi
32 siswa atau 100% dari 32 siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan.

Kata Kunci : menulis, gambar berseri

PENDAHULUAN
Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional merupakan bahasa yang penting untuk dikuasai baik
lisan maupun tulisan. Karena kita perlu membekali siswa kita agar bisa berbahasa Inggris sefasih
mungkin. Guru harus mampu membina dan membangkitkan rasa percaya diri siswa agar mampu
menghadapi era globalisasi di masa depan. Dalam pembelajaran bahasa Inggris untuk kelas 7, 8, 9
sekolah menengah, pembelajaran menulis merupakan salah satu keterampilan yang harus dilatihkan
kepada siswa. Kurikulum Bahasa Inggris kelas 8 semester genap menuntut siswa untuk dapat:
Bercerita dan Narasi (Standar Menulis, Keterampilan Dasar 12.2).
Namun faktanya siswa sering mengeluh dan mengatakan bahwa guru sulit memberikan tugas
kepada siswa untuk menulis. Bahkan, siswa sering mengatakan belum bisa padahal belum mulai.

1
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Siswa tidak terlihat percaya diri ketika diberikan tugas tertulis. Mereka takut tidak bisa menyelesaikan
artikelnya, karena tidak tahu harus menulis apa, bagaimana memulainya dan bagaimana
mengakhirinya. Hal yang sama juga terjadi di SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan tepatnya kelas 8D.
Ketika guru memberikan tugas menulis, misalnya menceritakan pengalaman mereka menulis dalam
bahasa Inggris { menulis teks recount }, anak-anak pasti merasa malas dan takut untuk melakukannya
karena mereka tidak tahu bagaimana menyusun kata-kata. Selain itu, kosakata dan tata bahasa mereka
sedikit. Hal ini membuat mereka tidak suka menulis teks dalam bahasa Inggris, yang pada akhirnya
mempengaruhi skor mereka untuk tetap rendah dan di bawah KKM untuk menulis teks dalam bahasa
Inggris.
Karena masalah yang dihadapi siswa, guru harus menemukan cara agar siswa tidak putus asa
ketika ditugaskan untuk menulis dengan penuh semangat dan kompeten. Karena pada KD 12.2 salah
satu keterampilan yang ingin dicapai adalah menulis teks sederhana berbentuk narrative dengan
langkah retorika yang tepat, maka peneliti melakukan penelitian tentang penggunaan media gambar
berseri dalam teks narrative dan recount sebagai sarana mengajar.

METODE
Pencarian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan, Jalan Jend. Soedirman tidak. 3
Pakisbaru, Pakisbaru, Kecamatan Nawangan, Kabupaten pacitan Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini
dilaksanakan selama semester genap tahun ajaran 2018/2019, mulai bulan Maret sampai dengan Mei
2019.
Subjek penelitian ini adalah 32 siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan yang terdiri
dari 16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan, yang akan mendapatkan pembelajaran tindakan
menulis dengan metode gambar berseri untuk meningkatkan keterampilan menulis.
Pelaksanaan penelitian ini berlangsung dalam dua siklus, yaitu Siklus I (berlangsung tiga minggu)
dan Siklus II (berlangsung tiga minggu). Setiap siklus dilakukan sesuai dengan perubahan yang akan
dilakukan. Untuk alasan ini, pada akhir setiap siklus, tes akan diberikan untuk melihat seberapa
banyak peningkatan kemampuan menulis bahasa Inggris.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan instrumen
penilaian berupa tes dan observasi. Tes yang dianjurkan adalah tes tertulis. Dalam tes ini, siswa
diminta untuk mempresentasikan ide-ide mereka dalam bahasa Inggris. Observasi atau observasi
dilakukan untuk memantau dan mengamati siswa selama proses pembelajaran di kelas. Siswa diamati
untuk mengamati perilaku dan sikap siswa dalam proses pembelajaran. Observasi ini dilakukan oleh
peneliti dengan menggunakan lembar observasi.
Indikator yang digunakan dalam PTK ini adalah: (a) Siswa dinyatakan tuntas atau mampu
menulis dalam bahasa Inggris jika tercapai nilai minimal 75, yang merupakan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) kemampuan menulis dalam bahasa Inggris di kelas VIII; (b) Keberhasilan
pembelajaran klasikal (satu kelas) dapat diketahui dengan menggunakan indeks persentase ketuntasan

2
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

siswa, jika persentase siswa yang mencapai nilai KKM adalah 75%. Artinya jika 75% siswa di kelas
VIII-D memperoleh nilai KKM 75, maka pembelajaran menulis dalam bahasa Inggris untuk kelas ini
dianggap berhasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data awal disimpulkan bahwa pada umumnya siswa kelas VIII-D SMP Negeri 1
Nawangan Pacitan belum mampu menulis bahasa Inggris dengan baik dan benar. Hal ini dibuktikan
dengan perolehan nilai rata-rata ulangan harian sebesar 69,2 dan hanya 17 siswa atau 45% yang
mampu mencapai nilai KKM. Ini menunjukkan bahwa guru perlu melakukan suatu tindakan untuk
memperbaiki kemampuan menulis siswa di kelas VIII-D.
Hasil Siklus I
Berdasarkan kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan media gambar yang
dilaksanakan pada siklus I diperoleh data pada tabel 1.

Table 1. Hasil Tes Menulis Siklus I

Kriteria Hasil
Jumlah Nilai 2340
Nilai Rata-Rata 73,13
Ketuntasan Belajar 47%

Pada kegiatan pembelajaran di siklus I ini, observer melakukan pengamatan/observasi terhadap


aktifitas yang dilakukan oleh siswa di kelas. Berikut ini adalah hasil dari observasi yang telah
dilakukan oleh observer.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap aktifitas guru selama proses
pembelajaran diketahui bahwa guru telah melaksanakan ha-hal berikut dengan baik yaitu meliputi:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b. Memotivasi siswa dan menjelaskan akan pentingnya materi pelajaran dalam kehidupan.
c. Mengaitkan pelajaran yang akan dipelajari dengan pengetahuan awal
d. Mempresentasikan gambaran umum dari materi yang akan dipelajari.
e. Menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan beserta aturan pelaksanaannya.
f. Pemberian latihan terbimbing dalam menerapkan media pembelajaran
g. Pemberian latihan mandiri.
Namun dalam pengamatan juga terlihat guru masih kurang baik dalam kegiatan berikut ini:
a. Melakukan umpan balik dengan memberikan pertanyaan pada siswa dan menunjuk beberapa
siswa untuk menjawab
b. Merangkum materi pelajaran bersama dengan siswa dengan cara membaca kesimpulan yang telah
dibuat secara klasikal
c. Efesiensi penggunaan waktu dari tahap ke tahap.

3
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Kegiatan observasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktifitas siswa
selama proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa kegiatan berikut
dilakukan siswa dengan kategori baik, yang meliputi :
a. Melakukan pengamatan atau penyelidikan.
b. Membaca dengan aktif (misal dengan alat tulis di tangan untuk menggaris-bawahi atau membuat
catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada gambar).
c. Berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan mengucapkan
kalimat).
d. Mengemukakan pendapat
e. Berdiskusi
Pada beberapa kegiatan siswa berikut yang diamati oleh observer tergolong dalam kategori
cukup, yaitu:
a. Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar
hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bila mendengar sesuatu yang menakjubkan,
dsb).
b. Berpikir kreatif (misalnya mencoba memecahkan masalah-masalah pada latihan dengan membaca
kamus atau bertanya pada teman).
c. Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang
dilakukan orang lain dalam menyelesaikan tugas).
d. Menjelaskan.
e. Mempresentasi.
f. Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran.
g. Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran.
h. Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata-kata sendiri.

Hasil Siklus II
Berdasarkan kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan media gambar yang
dilaksanakan pada siklus I diperoleh data seperti pada tabel 2.

Table 2 Hasil Tes Menulis Siklus II

Kriteria Hasil
Jumlah Nilai 2480
Nilai Rata-Rata 77,50
Ketuntasan Belajar 100%

Pada kegiatan pembelajaran di siklus II ini, observer melakukan pengamatan/observasi terhadap


aktifitas yang dilakukan oleh guru dan siswa di kelas. Berikut ini adalah hasil dari observasi yang telah
dilakukakan oleh observer. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap aktifitas guru

4
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

selama proses pembelajaran diketahui bahwa guru telah melaksanakan ha-hal berikut dengan baik
yaitu meliputi:
a. Memotivasi siswa dan menjelaskan akan pentingnya materi pelajaran dalam kehidupan.
b. Mengaitkan pelajaran yang akan dipelajari dengan pengetahuan awal
c. Mempresentasikan gambaran umum dari materi yang akan dipelajari.
d. Pemberian latihan terbimbing dalam menerapkan media pembelajaran.
e. Melakukan umpan balik dengan memberikan pertanyaan pada siswa dan menunjuk beberapa
siswa untuk menjawab.
f. Pemberian latihan mandiri.
g. Merangkum materi pelajaran bersama dengan siswa dengan cara membaca kesimpulan yang telah
dibuat secara klasikal.
h. Efesiensi penggunaan waktu dari tahap ke tahap.
Untuk beberapa aktifitas guru yang diamati oleh observer, termasuk kategori sangat baik dalam
kegiatan berikut ini:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b. Menjelaskan kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan beserta aturan pelaksanaannya.
Kegiatan observasi terhadap siswa dilakukan untuk mengetahui sejauh mana aktifitas siswa
selama proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa kegiatan berikut
dilakukan siswa dengan kategori baik, yang meliputi:
a. Mendengarkan dengan aktif (menunjukkan respon, misal tersenyum atau tertawa saat mendengar
hal-hal lucu yang disampaikan, terkagum-kagum bilamendengar sesuatu yang menakjubkan, dsb).
b. Berpikir kreatif (misalnya mencoba memecahkan masalah-masalah pada latihan dengan membaca
kamus atau bertanya pada teman).
c. Berpikir kritis (misalnya mampu menemukan kejanggalan, kelemahan atau kesalahan yang
dilakukan orang lain dalam menyelesaikan tugas).
d. Mengemukakan pendapat
e. Menjelaskan.
f. Mempresentasi.
g. Mengomentari dan menyimpulkan proses pembelajaran.
h. Memperbaiki kesalahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran.
i. Menyimpulkan materi pembelajaran dengan kata-kata sendiri.
Pada beberapa kegiatan siswa berikut yang diamati oleh observer tergolong dalam sangat baik,
yaitu:
a. Melakukan pengamatan atau penyelidikan.
b. Membaca dengan aktif (misal dengan alat tulis di tangan untuk meng-garisbawahi atau membuat
catatan kecil atau tanda-tanda tertentu pada gambar).

5
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

c. Berlatih (misalnya mencobakan sendiri konsep-konsep misal berlatih dengan mengucapkan


kalimat).
d. Berdiskusi.

Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh dari nilai menulis siswa sebelum dilaksanakan tindakan
perbaikan pembelajaran, diketahui bahwa kemampuan awal siswa ditunjukkan dengan nilai rata-rata
kelas yaitu 69,22. Kemudian setelah tindakan di siklus 1 dilaksanakan, nilai rata-rata kemampuan
menulis siswa meningkat menjadi 73,13. Ini menunjukkan bahwa hasil belajar dengan nilai rata-rata
yang diperoleh ini masih dikategorikan belum berhasil.
Setelah dilakukan perbaikan pembelajaran di siklus II, ternyata kemampuan siswa dalam menulis
bahasa Inggris mengalami peningkatan secara signifikan menjadi 77,50. Ini berarti secara rata-rata,
kemampuan menulis siswa mengalami peningkatan setelah diterapkan media gambar dalam
pembelajaran menulis.
Demikian juga dengan jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan KKM 75 mengalami
peningkatan. Sebelum penelitian ini dilaksanakan, kemampuan awal menulis siswa menunjukkan
bahwa hanya ada 8 dari 32 siswa yang dinyatakan mampu menulis atau telah mencapai nilai KKM.
Setelah pembelajaran di siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM menjadi 15 siswa. Dan di akhir
siklus II, kemampuan siswa dalam menulis bahasa Inggris terus meningkat, dengan ketercapaian nilai
KKM oleh siswa menjadi 32 dari 32 siswa.
Berdasarkan hasil yang diperoleh melalui kegiatan pembelajaran menulis dengan menggunakan
media gambar baik di siklus I dan siklus II, ternyata tingkat keberhasilan pembelajaran menulis bahasa
Inggris di kelas VIII-D mengalami peningkatan. Ini ditunjukkan dengan peningkatan persentase
ketuntasan yang dicapai. Sebelum siklus I, jumlah siswa yang tuntas adalah 8 siswa atau hanya 25%
dari seluruh siswa kelas VIII-D yang mampu menulis dalam bahasa Inggris. Persentase ketuntasan
kemudian meningkat menjadi 47% di siklus I. Selanjutnya jumlah siswa yang tuntas di siklus II
meningkat menjadi 32 siswa atau 100% siswa telah mencapai nilai ketuntasan.
Berdasarkan jumlah persentase ketuntasan yang mencapai 100%, maka dapat dikatakan bahwa
kegiatan pembelajaran menulis bahasa Inggris di kelas VIII-D dengan menggunakan media gambar
dinyatakan berhasil karena telah melebihi dari batasan indikator keberhasilan belajar yang telah
ditetapkan sebelumnya yaitu 75%. Dari hasil tindakan kelas di siklus II ini dapat dilihat bahwa
ternyata penerapan media gambar dalam pembelajaran menulis bahasa Inggris memberikan
peningkatan yang besar terhadap kemampuan menulis siswa.
Selain terjadi peningkatan kemampuan menulis, aktifitas belajar siswa kelas VIII-D SMP Negeri
1 Nawangan Pacitan juga mengalami perubahan yang positif, baik individu maupun di dalam
kelompok. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan sikap siswa yang lebih aktif, lebih serius, senang

6
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran menulis dan menjalin kerja sama dengan
anggota kelompoknya saat mengerjakan tugas.

SIMPULAN
Berdasarkan analisis data hasil temuan dari penelitiann tindakan kelas yang dilaksanakan, dapat
disimpulkan:
Pembelajaran menulis di kelas VIII-D mengalami peningkatan kemampuan setelah diterapkan
media gambar dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hal ini ditunjukkan dari peningkatan nilai rata-
rata dan persentase ketuntasan belajar siswa. Nilai rata-rata kemampuan menulis sebelum tindakan
sebesar 69,22 menjadi sebesar 73,13 pada siklus I dan kemudian meningkat menjadi 77,50 pada siklus
II. Demikian juga dengan persentase ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dari kondisi
awal yaitu hanya 8 siswa yang tuntas (25%), meningkat menjadi 15 siswa yang tuntas pada siklus I
(47%) dan pada siklus II jumlah siswa yang tuntas menjadi 32 siswa atau 100% dari 32 siswa kelas
VIII-D SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan .
Dalam proses pembelajaran menulis yang dilaksanakan di kelas, aktifitas siswa kelas VIII-D
SMP Negeri 1 Nawangan Pacitan mengalami perubahan yang positif, baik aktifitas individu maupun
aktifitas di dalam kelompok. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan sikap siswa yang lebih aktif,
lebih serius, senang dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran menulis dan menjalin
kerja sama dengan anggota kelompoknya saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

DAFTAR PUSTKA
Akhadiah, S., dkk. 1992. Pembinaan Keterampilan Menulis. Jakarta: Erlangga
Arsyad, A. 2007. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press.
Djiwandono,M. Soenardi. 1996. Tes Bahasa dalam Pengajaran. Bandung: ITB
Heaton, J.B. 1989. Writing English Language Test. New York: Longman Group
Pudiastuti, R.D. 2011. Curahkan Gairah Menulis. Jakarta: Kompas Gramedia
Sadiman, A.S., dkk. 2010. Media Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Semi, M. Atar. 1990. Menulis Efektif. Padang: Angkasa Raya
Sudjana. 2001. Media Pengajaran. Jakarta: Sinar Baru Algensindo.
Tarigan, H.G. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Bandung.

7
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Ekonomi


SMA Negeri 6 Kediri

Erna Hidayatul Fatmawati


SMA Negeri 6 Kediri

ABSTRAK
Berdasarkan observasi awal terhadap pembelajaran yang diterapkan oleh guru
Ekonomi kelas X SMA Negeri 6 Kediri menunjukkan bahwa proses pembelajaran
masih didominasi oleh guru, siswa cenderung pasif, kurangnya variasi dalam
pembelajaran di kelas hanya menyebabkan siswa tertentu saja yang aktif dalam
pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka hasil belajar yang ingin dicapai kurang
optimal. Salah satu upaya pencapaian kompetensi pembelajaran adalah dengan
perbaikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation (GI). Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah
bagaimana keaktifan siswa saat pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan apakah dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok bentuk-bentuk pasar kelas X
SMA Negeri 6 Kediri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keaktifan
siswa dalam pembelajaran dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi
pokok bentuk-bentuk pasar kelas X SMA Negeri 6 Kediri. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus yang masing-masing
siklus terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Data
yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi : aktivitas siswa dalam pembelajaran
yang diambil dari lembar observasi keaktifan siswa, hasil belajar siswa yang diambil
dari soal tes yang dikerjakan siswa pada akhir siklus. Indikator keberhasilan pada
penelitian ini adalah apabila sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di
kelas tuntas belajar yaitu memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 75. Hasil
penelitian pada siklus I menunjukkan bahwa aktivitas siswa sebesar 44,17% dalam
kriteria keaktifan cukup aktif kemudian rata-rata hasil belajar sebesar 74,44 dengan
persentase ketuntasan klasikal 69,44%. Untuk hasil penelitian pada siklus II
menunjukkan adanya peningkatan baik dalam keaktifan siswa ataupun hasil belajar
siswa. Keaktifan siswa menjadi 64,86% dalam kategori baik atau aktif dan untuk
hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata 85,28 dengan ketuntasan klasikal 88,89%.
Sehingga pada pelaksanaan siklus II indikator keberhasilan sudah tercapai. Dari

8
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dengan menggunakan model


pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi pokok bentuk-bentuk pasar kelas X SMA Negeri 6 Kediri..
Saran yang berkaitan dengan hasil penelitian ini yaitu: 1) Guru dapat menerapkan
model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation untuk meningkatkan hasil
belajar siswa dan dapat dijadikan sebagai variasi model pembelajaran bagi guru,
akan tetapi harus disesuaikan dengan dengan karakteristik materi yang akan
diajarkan agar dapat memperoleh hasil belajar yang optimal serta mampu
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. 2) Guru hendaknya memberikan
motivasi dan semangat belajar bagi siswa untuk mengembangkan keaktifan siswa di
dalam pembelajaran sehingga nantinya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Kata Kunci : hasil belajar, model pembelajaran kooperatif tipe Group


Investigation (gi).

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh mereka yang telah
dilimpahkan tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar memiliki hakikat dan watak
yang sejalan dengan cita-cita pendidikan (Munib, 2004: 34). Pendidikan adalah upaya sadar untuk
mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan kelas yang bertujuan
membantu siswa mengembangkan diri secara optimal. Artinya, kita akan mengembangkan semua
kemungkinan, keterampilan, dan kualitas pribadi secara positif. Dalam arti lain, pendidikan adalah
kedewasaan untuk mengembangkan bakat, kemungkinan dan kemampuan yang dimiliki siswa dalam
hidupnya. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang untuk memberikan pemahaman siswa atau
siswa dan meningkatkan kinerja belajar.
Kegiatan pendidikan dan pembelajaran diharapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang
akan membimbing siswa dalam kegiatan belajar yang efektif dan efisien. Peran guru sangat penting
untuk memberikan motivasi dan dorongan untuk menumbuhkan dan menciptakan proses belajar
mengajar yang baik. Proses interaksi antara guru dan siswa dalam pendidikan tidak hanya merupakan
proses yang berkesinambungan, tetapi juga dalam kerangka tujuan yang ingin dicapai bersama. Proses
ini merupakan aplikasi konkrit untuk mencapai dan menilai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Pemilihan model pembelajaran merupakan salah satu cara untuk memudahkan siswa dalam
mengajar. Oleh karena itu, guru dapat secara aktif melibatkan siswa, yaitu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka, dan siswa memusatkan perhatian
mereka pada siswa untuk mengembangkan strategi mereka. perkembangan siswa. Hal ini berlaku bagi

9
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

siswa yang memiliki kecakapan hidup untuk mengamankan kehidupan mereka dan mencari nafkah
sebagai orang yang mandiri.
SMA Negeri 6 Kediri merupakan sekolah dengan input siswa yang berbeda dengan berbagai
siswa yang ada, sehingga prestasi belajar siswa juga berbeda Karena penampilan belajar yang berbeda
tersebut, maka partisipasi dan aktivitas siswa dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran pun
beragam. Masalah dalam proses belajar mengajar umumnya terjadi di dalam kelas. Pendidikan dalam
hal ini berarti melakukan segala kegiatan yang dilakukan oleh guru dan murid-muridnya di dalam
ruangan, Kegiatan Pendidikan dan Pembelajaran (BMK).
Berdasarkan observasi di kelas X SMA Negeri 6 Kediri dan juga pengalaman peneliti selama
mengajar di SMAN 6 Kediri, proses pembelajaran ekonomi terapan selalu menggunakan metode
ceramah, sehingga guru dominan masih proses pembelajaran terus menerus.siswa kurang aktif dalam
kegiatan belajar mengajar karena siswa hanya mencatat apa yang disampaikan oleh guru, sehingga
proses belajar mengajar yang dilakukan oleh masih berorientasi pada guru, kurang fokus pada lahirnya
pembelajaran. Metode pembelajaran lebih banyak digunakan oleh sebagian siswa. Kurangnya
partisipasi siswa mengakibatkan siswa mengalami diskriminasi. Siswa yang aktif dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM) cenderung aktif bertanya dan mencari informasi dari guru dan sumber belajar
lainnya, sehingga cenderung memiliki hasil akademik yang baik. Siswa yang kurang aktif seringkali
pasif dalam belajar mengajar, mereka hanya menyerap apa yang telah dipelajarinya, sehingga
memiliki hasil belajar yang lebih rendah.
Berdasarkan catatan di atas, maka perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran yang mampu
menarik partisipasi seluruh siswa agar kegiatan belajar mengajar yang dilakukan tidak hanya terfokus
pada guru. Metode alternatif yang dapat digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif . Saat ini
terdapat model pembelajaran kooperatif yang sedang dikembangkan, di mana pembelajaran tidak
hanya berpusat pada guru (Teacher-centered) tetapi juga siswa (Student-centered). pembelajaran
terpusat).
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation ini peran guru akan lebih
menjadi fasilitator dan sumber kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Guru memperhatikan
kegiatan pembelajaran yang berlangsung dan membantu setiap permasalahan yang dihadapi kelompok
yang sedang berdiskusi dalam memecahkan masalahnya.
Proses belajar ekonomi. GI merupakan penemuan yang dilakukan dalam kelompok, dan siswa
dalam kelompok tersebut akan mengalami dan aktif melakukan percobaan sehingga dapat menemukan
prinsip-prinsip (Slavin, 2008: 216). Model pembelajaran kolaboratif GI memiliki beberapa
keunggulan. Pertama, siswa diberi kesempatan untuk mencari informasi topik/materi pembelajaran
untuk memperluas pengetahuannya dari siswa. Kedua, adanya kegiatan diskusi kelompok untuk
bertukar pendapat/ide yang melibatkan seluruh siswa. Ketiga, adanya kegiatan presentasi yang akan
melatih siswa untuk mengemukakan pendapat di muka umum serta menumbuhkan adanya keaktifan
siswa dalam KBM.

10
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Berdasarkan studi awal yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 6 Kediri, ditemukan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru dengan metode ceramah dan pemberian tugas
2. Dalam proses pembelajaran siswa cenderung pasif
3. Siswa hanya mencatat apa yang disampaikan oleh guru, sehingga proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh masih berorientasi pada guru, kurang fokus pada lahirnya pembelajaran.
4. Metode pembelajaran lebih banyak digunakan oleh sebagian siswa.
5. Kurangnya partisipasi siswa mengakibatkan siswa mengalami diskriminasi.
6. Siswa yang aktif dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) cenderung aktif bertanya dan mencari
informasi dari guru dan sumber belajar lainnya, sehingga cenderung memiliki hasil akademik
yang baik.
7. Siswa yang kurang aktif seringkali pasif dalam belajar mengajar, mereka hanya menyerap apa
yang telah dipelajarinya, sehingga memiliki hasil belajar yang lebih rendah.
Dari beberapa masalah tersebut, menurut penelitimasalah yang perlu segera diatasi adalah
pembelajaran yang pelaksanaannya masih berpusat pada guru,karena hal ini menyebabkankurangnya
motivasi belajar dan rata-rata hasil belajar siswa dalam pelajaran ekonomi
Salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah model pembelajaran kooperatif
tipe Group Investigation. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model
pembelajaran yang melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran, dimulai dari.
perencanaan sampai pada implementasi pembelajaran.
Dari uraian di atas maka peneliti membatasi masalah yaitu model pembelajaran yang diterapkan
masih konvensional, motivasi belajar siswa terhadap pelajaran matematika tergolong kurang, dan rata-
rata hasil belajar siswa termasuk kategori kurang.Solusi dari masalah tersebut adalah dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dalam pembelajaran ekonomi.
Rumusan masalah adalah (1) Apakah Model Pembelajaran Kolaboratif pada Survei Kelompok
(GI) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada Materi Pelaku Ekonomi Dalam Kegiatan
Ekonomi kelas X IPS 1 SMA Negeri 6 Kediri Tahun Ajaran 2018/2019? (2) Apakah Model
Pembelajaran Kolaboratif pada Survei Kelompok (GI) dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
kelas X IPS 1 SMA Negeri 6 Kediri Tahun Ajaran 2018/2019 ?
Tujuan penelitian adalah (1) Untuk mengetahui perningkatan prestasi belajar siswa Materi Pelaku
Ekonomi Dalam Kegiatan Ekonomi melaui Model Pembelajaran Kolaboratif pada Survei Kelompok
(GI) siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 6 Kediri Tahun Ajaran 2018/2019. (2) Untuk mengetahui
perningkatan motivasi belajar siswa melaui Model Pembelajaran Kolaboratif pada Survei Kelompok
(GI) siswa kelas X IPS 1 SMA Negeri 6 Kediri Tahun Ajaran 2018/2019.
Manfaat penelitian adalah (1) Manfaat Teoritis : dapat menambah pengetahuan mengenai
pembelajaran Model Pembelajaran Kolaboratif pada Survei Kelompok (GI) pada materi Pelaku
Ekonomi Dalam Kegiatan Ekonomi. (2) Manfaat Praktis : - Bagi Guru : Dengan penelitian ini

11
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

bermanfaat bagi guru karena menambah pengetahuan guru dalam menggunakan strategi dan model
pembelajaran yang sesuai untuk mengajar, - Bagi Siswa : Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk dapat meningkatkan peran aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar, memberikan motivasi
kepada siswa untuk semangat dalam belajar, dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa, - Bagi Sekolah : Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan pemikiran yang baik bagi
sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.

Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut Slavin (Isjoni., 2007, p. 15) pembelajaran koperatif ialah suatu model pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Tetapi belajar kooperatif lebih dari
sekedar belajar kelompok atau kerja kelimpok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan
atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan
hubungan yang bersifat interdepensi efektif diantara anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar kelompok yang teratur, sehingga pembelajaran
tergantung pada struktur sosial pertukaran informasi di antara anggota kelompok, dan setiap anggota
memiliki tanggung jawab terhadap kelompok sendiri dan diri sendiri dan termotivasi untuk
meningkatkan peserta didik lainnya (Kessler, 1992, p. 8)
Pembelajaran kooperatif juga dapat merujuk pada konsep kerja sama yang lebih luas untuk
mencapai tujuan bersama. Sumber daya ini mencakup berbagai format kerja kelompok yang dipandu
oleh guru atau diarahkan sendiri. Co-learning biasanya lebih dipandu oleh guru, yang menetapkan
tugas dan pertanyaan serta memberikan materi dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa
memecahkan masalah yang dimaksud.
Model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang melibatkan bekerja
bersama-sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau terlibat dalam
penyelidikan. Menurut teori dan pengalaman kompak-partisipatif, masing-masing anggota kelompok
terdiri dari 4 sampai 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), sang guru bertindak
sebagai pengawas dan fasilitator, dan diperlukan untuk bertanggung jawab Hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi. Sintaks pembelajaran kooperatif adalah berbagi informasi, mengembangkan
strategi, membentuk kelompok-kelompok yang beragam, bekerja bersama-sama, presentasi hasil
kelompok, dan pelaporan.
Berdasarkan definisi di atas pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana
siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara teratur bekerja bersama-sama
saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau terlibat dalam penyelidikan
untuk mencapai tujuan bersama

12
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Group Investigation (GI)


Group Investigation merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran
yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat
mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun
cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok. Model
Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri.
Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran.
Metode investigasi kelompok adalah perpaduan sosial dan kemahiran berkomunikasi dengan
intelektual pembelajaran dalam menganalisis dan mensintesis. GI tidak dapat diimplementasikan
dalam lingkungan pendidikan yang tidak ada dukungan dialog dari setiap anggota atau mengabaikan
dimensi afektif-sosial dalam pembelajaran kelas. Dalam model ini terdapat 3 konsep utama, yaitu:
1. Penelitian (inquiri) yaitu proses perangsangan siswa dengan menghidupkan suatu masalah. Dalam
proses ini siswa merasa dirinya perlu memberikan reaksi terhadap masalah yang dianggap perlu
untuk diselesaikan. Masalah ini didapat dari siswa sendiri atau diberikan oleh guru.
2. Pengetahuan yaitu pengalaman yang tidak dibawa sejak lahir namun diperoleh siswa melalui
pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung.
3. Dinamika kelompok, menunjukkan suasana yang menggambarkan sekelompok individu yang
saling berinteraksi mengenai sesuatu yang sengaja dilihat atau dikaji bersama dengan berbagai ide
dan pendapat serta saling tukar-menukar pengalaman dan saling berargumentasi (Kadir, 2005, p.
67)
Slavin (Asthika., 2005, p. 24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran
kooperatif Group Investigation memiliki enam tahapan, seperti berikut: (1) Tahap pengelompokan
(Grouping), (2) Tahap planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran.(3) Tahap planning
atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran.(4) Tahap planning atau tahap perencanaan tugas-
tugas pembelajaran. (5) Tahap presentasi (Presenting) (6) Tahap evaluasi (Evaluating)
1. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha manusia untuk mencapai perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungan (Slameto, 2003) Morgan dalam (Catharina Tri Anni, 2007, p. 2) menyatakan bahwa
belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan dan
pengalaman. Sedangkan menurut (Sardiman, 2007, p. 2) belajar selalu merupakan perubahan
tingkah laku dan penampilan yang disebabkan oleh rangkaian kegiatan seperti membaca,
mengamati, mendengarkan, dan meniru. Pembelajaran juga meningkat ketika subjek mengalami
pembelajaran atau belajar dengan cara non-verbal.

13
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai suatu perubahan
tingkah laku yang baru pada umumnya sebagai hasil dari pengalamannya sendiri dalam
berinteraksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003, p. 3). Belajar bukanlah menghafal atau
menghafal. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri
manusia. Oleh karena itu, belajar adalah proses aktif, belajar adalah proses bereaksi terhadap
semua situasi yang melingkupi individu. Belajar adalah proses yang diarahkan pada tujuan, yang
dilakukan melalui pengalaman yang berbeda. Belajar adalah proses melihat, mengamati, dan
memahami sesuatu. (SUDJANA, 2008, p. 28) menyimpulkan “Ketika kita berbicara tentang
belajar, kita berbicara tentang bagaimana mengubah perilaku seseorang”.
Jadi, belajar adalah perubahan perilaku dari orang yang dialami oleh dalam bentuk
peningkatan kinerja, pemikiran yang direformasi atau dieksplorasi konsep dan jalan baru yang
meliputi kognitif, mental, rasional dan emosional.

2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang dicapai peserta didik setelah mengalami suatu
kegiatan belajar. Menguasai aspek-aspek perubahan perilaku ini tergantung pada apa yang
dipelajari pelajar. Oleh karena itu, ketika pembelajar memperoleh pengetahuan tentang konsep,
maka perubahan perilaku yang dicapai berupa penguasaan konsep (Catharina Tri Anni, 2007, p.
5) hasil belajar adalah keterampilan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.
Dalam proses pembelajaran, hasil belajar menjadi penting karena dapat digunakan sebagai
dasar untuk menentukan hasil belajar seorang siswa dan berhasil tidaknya sistem pembelajaran
yang diberikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar. Dari sini, kita dapat menyimpulkan
bahwa hasil belajar adalah keterampilan yang dimiliki atau diperoleh siswa pada akhir proses
pembelajaran.
Bloom (Sudjana, 2002, p. 22) menyatakan hasil belajar dibedakan menjadi 3 ranah yaitu : (1)
Ranah kognitif , (2) Ranah afektif (3) Ranah psikomotorik
Menurut (Slameto, 2010, pp. 54–72) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah: (1)
Faktor intern meliputi : - Faktor jasmaniah terdiri dari faktor kesehatan dan faktor cacat tubuh, -
Faktor psikologis terdiri dari inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan
kesiapan, - Faktor kelelahan baik kelelahan secara jasmani maupun kelelahan secara rohani. (2)
Faktor ekstern meliputi: - Faktor keluarga terdiri dari cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar
belakang kebudayaan ,- Faktor sekolah terdiri dari metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah., - Faktor masyarakat
terdiri dari kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

14
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

3. Pembelajaran
Menurut Rusyan (Supardini, 2007, p. 13) , pembelajaran berasal dari kata belajar, yang
diartikan sebagai “suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan
lingkungan”. Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Hamalik, 2007, p. 57) Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam
pembelajaran unsur-unsur minimal yang harus dipenuhi adalah siswa atau peserta didik, tujuan
dan prosedur kerja untuk mencapai tujuan.
Menurut Darsono (Sari, 2007, p. 12) pengertian pembelajaran secara khusus diuraikan
sebagai berikut :a) Behavioristik, pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). b) Kognitif, pembelajaran adalah cara
guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami. c)
Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa
sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt
(polabermakna). d) Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Disisi lain pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi
sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar agar
peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran
menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara
guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah
yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri beberapa tahap yang biasanya
disebut dengan siklus. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan yang harus dilalui, yakni
Perencanaan,Pelaksanaan, Pengamatan, Refleksi (Arikunto, 2009, p. 16)
Yang menjadi objek tindakan dalam penelitian ini adalah(1) Penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Group Investigation dalam proses pembelajaran; (2) Peningkatan motivasi belajar
siswa pada mata pelajaran Ekonomi melalui penerapan model pembelajaran Group Investigation; (3)
penerapan model pembelajaran Group Investigation.
Lokasi penelitian ini adalah SMA Negeri 6 Kediri yang terletak di Jl. Ngasinan No 52 Rejomulyo
Kec Kota Kediri, di kelas X IPS.4 tahun pelajaran 2018/2019 pada pokok bahasan pemahaman Pelaku

15
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Ekonomi Dalam Kegiatan Ekonomi. Pengambilan subjek penelitian didasarkan atas hasil observasi
awal karena pembelajaran yang dilakukan peneliti di kelas X.4 masih menggunakan metode ceramah,
kurang adanya variasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga siswa lebih pasif di dalam
pembelajaran di kelas.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Group Investigation
untuk meningkatkan hasil belajar siswa sehinnga peneliti menggunakan prosedur penelitian tindakan
kelas. Proses penelitiannya diawali dengan melaksanakan siklus I. Apabila pada pelaksanaan siklus I
belum memperlihatkan peningkatan hasil belajar, maka dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan siklus II
dan begitu seterusnya. Jadi tidak dapat ditetapkan dengan pasti berapa kali siklus tersebut
dilaksanakan, karena penggunaan siklus harus sesuai dengan tujuan pembelajaran dan kebutuhan dari
proses pembelajaran tersebut. Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan dan satu kali kegiatan tatap
muka adalah dua jam pelajaran.
Dalam penelitian ini tiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi. Keempat tahap dalam penelitian tindakan kelas ini secara sistematis dapat
disajikan dalam skema sebagai berikut :

Gambar 1. Skema Prosedur Penelitian Model Kurt Lewin

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain dengan menggunakan:
(1) Observasi (2) Dokumentasi (3) Tes

HASIL dan PEMBAHASAN


Paparan Data Setiap Siklus
1. Siklus I

a. Siklus I dilakukan dalam dua kali pertemuan selama 4 jam pelajaran (4 x 45 menit), diikuti oleh
36 siswa kelas X IPS 4. Hasil tes diperoleh setelah siswa mengerjakan tes Siklus I. Nilai rata-rata
hasil tes evaluasi siklus I sebesar 74,44, dengan nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 50. Siswa

16
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

yang tuntas sebanyak 25 dan siswa yang tidak tuntas sebanyak 11, dan ketuntasan klasikal kelas
sebesar 69,44%.
b. Hasil observasi aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

Table 3. Hasil Tes Siklus I

No Kategori Jumlah Siswa Persentase


1 Kurang Aktif 15 41,67%
2 Cukup Aktif 17 47,22%
3 Aktif 4 11,11%
4 Sangat Aktif 0 0%
Jumlah 36 100%

Menunjukan bahwa dalam pembelajaran siklus I sebagian besar aktivitas siswa masih kurang
aktif. Dapat dilihat pada tabel tersebut siswa yang kurang aktif sebanyak 15, cukup aktif 17, aktif
4 dan tidak ada siswa yang sangat aktif. Sedangkan hasil observasi aktivitas siswa per aspek
selama kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Table 4. Aktivitas Siswa per Aspek Siklus I

Jumlah Skor
NO ASPEK Prosentase Kriteria
Penilaian
Siswa saling bekerja sama secara aktif dalam Cukup
1 69 48%
kelompok Aktif
Mencari tahu pada teman atau guru tentang hal-hal Cukup
2 76 53%
yang kurang dimengerti Aktif
Respon positif terhadap siswa yang melakukan
Kurang
3 presentasi, bertanya, 51 35%
Aktif
memberi tanggapan, dan menyanggah
Siswa dapat mengikuti dan menerima Kurang
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI Kurang
4 53 37%
ini dengan terbuka Aktif
dalam mengemukakan pendapat
Menyimpulkan dan meringkas materi Cukup
5 69 48%
di akhir pelajaran Aktif

Berdasarkan refleksi siklus I ternyata hasilnya masih belum mencapai target yang
diharapkan. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa penelitian dilanjutkan pada
siklus II. Untuk mengatasi beberapa kelemahan pada siklus I maka ada beberapa upaya

17
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

perbaikan yang dilakukan pada siklus II, antara lain: guru perlu memaksimalkan proses
pembelajaran dengan cara memberikan motivasi belajar dan stimulus kepada siswa
supaya berpartisipasi aktif dalam KBM, memberikan sebuah hadiah ataupun nilai tambah
kepada siswa yang aktif diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa baik dalam
tugas kelompok, diskusi dan saat berlangsungnya presentasi kelompok, sehingga KBM
dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana untuk memperoleh hasil belajar yang
optimal.

2. Siklus II
a. Hasil tes siswa siklus II diperoleh setelah siswa mengerjakan tes siklus II. Hasil perhitungan nilai
tes siswa siklus II dapat dilihat pada lampiran 8. Nilai rata-rata hasil tes evaluasi siklus II sebesar
85,28,dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendah 65. Siswa yang tuntas sebanyak 32 dan siswa
yang tidak tuntas sebanyak 4, dan ketuntasan klasikal kelas sebesar 88,89%. Hasil tes siswa dapat
dilihat dalam tabel 11 dan grafik 5 berikut ini :

Table 5. Hasil Tes Siklus II

NO HASIL BELAJAR SIKLUS 1I


1 Nilai Rata-Rata 85,28
2 Nilai Tertinggi 95
3 Nilai Terendah 65
4 Jumlah Siswa Tuntas 32
5 Jumlah Siswa Tidak Tuntas 4
6 Persentase Ketuntasan Klasikal 88,89%

Hasil observasi aktivitas siswa siklus II selama kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe GI dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Table 6. Aktivitas Siswa Siklus II

No Kategori Jumlah Siswa Persentase


1 Kurang Aktif 1 2,77%
2 Cukup Aktif 11 30,56%
3 Aktif 20 55,56%
4 Sangat Aktif 4 11,11%
Jumlah 36 100%

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dalam pembelajaran siklus II sebagian besar aktivitas
siswa sudah dalam kategori aktif. Dapat dilihat pada gambar siswa yang kurang aktif hanya 1,

18
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

cukup aktif 11, aktif 20 dan siswa yang sangat aktif 4 siswa. Sedangkan hasil observasi aktivitas
siswa per aspek selama kegiatan pembelajaran dapat dilihat pada Tabel di bawah ini :
Table 7 Aktivitas Siswa per Aspek Siklus II
Jumlah Skor
NO ASPEK Prosentase Kriteria
Penilaian
Siswa saling bekerja sama secara aktif dalam
1 109 76% Aktif
kelompok
Mencari tahu pada teman atau guru tentang hal-hal
2 94 65% Aktif
yang kurang dimengerti
Respon positif terhadap siswa yang melakukan
Cukup
3 presentasi, bertanya, memberi tanggapan, dan 76 53%
Aktif
menyanggah
Siswa dapat mengikuti dan menerima Kurang
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe GI Cukup
4 83 58%
ini dengan terbuka Aktif
dalam mengemukakan pendapat
Menyimpulkan dan meringkas materi di akhir
5 107 74% Aktif
pelajaran

Berdasarkan pada tabel di atas dapat dilihat bahwa aktivitas siswa sudah termasuk dalam
kategori aktif yang terlihat pada aspek 1, 2 dan 5 dan kategori cukup aktif pada aspek 3 dan 4.
Pada siklus II ini menunjukkan aktivitas siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran
kooperatif tipe GI ini dan siswa sudah tidak malu-malu lagi untuk bertanya dan mengutarakan
pendapatnya. Pada siklus II ini guru memberikan pengarahan kepada siswa agar lebih
berpartisipasi aktif di dalam pembelajaran GI, memotivasi agar siswa bersemangat dalam
kegiatan pembelajaran, guru juga memberikan sebuah reward atau hadiah kepada siswa yang aktif
dalam pembelajaran.
Berdasarkan refleksi siklus II ternyata hasilnya sudah mencapai target yang
diharapkan. Oleh sebab itu, maka peneliti menyimpulkan bahwa :
1. Proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation tergolong baik.
2. Motivasi belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Group
Investigation tergolong baik.
3. Rata-rata hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajarankooperatif tipe Group
Investigation tergolong baik.

19
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya maka disimpulkan bahwa
berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas X IPS 4 SMA Negeri 6 Kediri
diketahui bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok bentuk-bentuk pasar. Kesimpulan ini
didasarkan dari peningkatan ketuntasan belajar dari data awal sebelum silkus ketuntasan klasikal
sebesar 36,11%, setelah dilakukan model pembelajran kooperatif tipe GI meningkat pada siklus I
sebesar 69,44% dan meningkat lagi pada siklus II menjadi 88,89%.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. (1993). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa.
Arikunto, S. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.
Arikunto, S. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. PT. Bumi Aksara.
Asthika. (2005). embelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI). http://www.google.com/group-
investigation/.
Catharina Tri Anni. (2007). Psikologi Belajar. UPT MKK UNNES.
Hamalik, O. (2007). Proses belajar mengajar. Bumi Aksara.
Isjoni. (2007). Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran Kelompok. Alfabeta.
Kadir, S. A. (2005). Perbandingan Pembelajaran Kooperatif dan Tradisional terhadap Prestasi, Atribuis
Pencapaian, Konsep Kondisi Akademik dan Hubungan Sosial dalam Pendidikan. Malaysia.
Kessler, C. (1992). Cooperative Language Learning: A Teacher’s Resource Book. Prentice Hall Regents.
Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. (1999). Media Pengajaran. Sinar Baru.
Rachman, M. (2009). Penelitian Tindakan Kelas (Dalam Bagan). UPT Percetakan & Penerbitan UNNES Press.
Sanjaya, W. (2006). Strategi pembelajaran Beriorentasi Standart Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media
Group.
Saptorini. (2007). Stategi Belajar Mengajar Kimia. FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Sardiman. (2007). Interaksi dan Motivasi Belajar. Grafindo Persada.
Sari, V. (2007). Keefektifan Model Pembelajaran Problem Solving Dibanding Kooperatif Tipe CIRC Pada
Kemampuan Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 16 Semarang Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Materi
Pokok Himpunan Tahun Pelajaran 2006/2007. http://unneslib.ac.id.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta.
Slameto. (2010). The Belajar Dan Faktoe-faktor Yang Mempengaruhi. Rineka Cipta.
Sudjana, N. (2002). Evaluasi Pembelajarn. Pustaka Mandiri.
SUDJANA, N. (2008). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. PT Sinar Baru Algesindo.
Supardini, R. (2007). Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII B SMP 2 Bae Kudus Tahun 2006 Pada
Materi Perbandingan Melalui Implementasi Model Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe CIRC.
Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Hasil Pustaka.

20
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Peningkatan Prestasi Belajar Matematika Materi Bangun Datar Melalui

Model Snowball Throwing

Indi Astutik
SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek

ABSTRAK
Matematika mempunyai peranan cukup besar dalam memberikan berbagai
kemampuan kepada siswa untuk keperluan penataan kemampuan berpikir dan
kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Matematika
diberikan bertujuan untuk membekali peserta didik supaya dapat berpikir logis,
kritis, analitis, sistematis, cermat, serta dapat mempergunakan pola pikir kreatif
dalam kehidupan sehari-hari. Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam memilih
dan menggunakan strategi, pendekatan, metode maupun teknik pembelajaran yang
bisa membuat siswa lebih aktif mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa penggunaan model
Snowball throwing berdampak positif dan meningkatkan prestasi siswa matematika
materi penjumlahan dan pengurangan pada siswa kelas I semester 2 Tahun Pelajaran
2021/2022 di SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek.
Kenaikan prestasi belajar tersebut ditunjukkan dengan hasil ulangan siswa sebagi
berikut : siswa belum tuntas Siklus I 33,33 % dan siklus II 0 %. Siswa tuntas Siklus
I sebesar 66,67 % sedangkan pada Siklus II sebesar 100 %. Nilai rata-rata
Matematika adalah pada Siklus I sebesar 71,67 dan pada siklus II sebesar 80 .terjadi
kenaikan 8,33. Ketuntasan belajar yang dicapai adalah pada Siklus I sebesar 66,67
% dan pada sikluss II sebesar 100 % terjadi kenaikan sebesar 33,33 %.

Kata Kunci : matematika, penjumlahan dan pengurangan, model Snowball


throwing

PENDAHULUAN
Masalah utama dalam pembelajaran adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini
tampak dari rata-rata prestasi belajar peserta didik yang belum sesuai dengan harapan kita. Prestasi
belajar yang rendah ini merupakan hasil dari kondisi pembelajaran yang dominan terpusat pada guru
dan tidak memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang secara mandiri dalam proses berpikir
sehingga keaktifan siswa selama proses pembelajaran masih rendah.

21
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Matematika mempunyai peranan cukup besar dalam memberikan berbagai kemampuan kepada
siswa untuk keperluan penataan kemampuan berpikir dan kemampuan memecahkan masalah dalam
kehidupan sehari-hari. Matematika diberikan bertujuan untuk membekali peserta didik supaya dapat
berpikir logis, kritis, analitis, sistematis, cermat, serta dapat mempergunakan pola pikir kreatif dalam
kehidupan sehari-hari. Guru dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam memilih dan menggunakan
strategi, pendekatan, metode maupun teknik pembelajaran yang bisa membuat siswa lebih aktif
mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri.
Sangat penting untuk dicari penyebabnya sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat agar
pembelajaran matematika diminati oleh semua siswa. amun kenyataan di lapangan untuk mengubah
hal ini dirasa masih sulit, disebabkan kurangnya penguasaan guru mengenai penggunaan strategi,
pendekatan, maupun metode pembelajaran yang tepat, sehingga penyampaian materi kurang menarik.
Selain itu, pada saat pembelajaran guru sering mendominasikan metode ceramah serta keterbatasan
penggunaan media pembelajaran terutama pada materi bangun datar. Dengan alasan inilah prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih rendah.
Dari pengamatan pra tindakan, dari jumlah 12 siswa, hanya 6 siswa yang memperoleh nilai
memenuhi kriteria ketuntasan minimal (≥70) atauketuntasan sebanyak 50%, sedangkan yang belum
tuntas 50%. Untuk mengatasi hal tersebut maka peneliti menerapkan metode Snowball throwing
dengan harapan dapat meningkatkan prestasi belajar Matematika siswa kelas I SDN 1 Salamrejo
Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek.Model Pembelajaran Snowball throwing merupakan
jenis pembelajaaran kooperatif yang didesain seperti permainan melempar bola. Metode ini bertujuan
untuk memancing kreatifitas dalam membuat soal sekaligus menguji daya serap materi yang
disampaikan oleh ketua kelompok.
Model pembelajaran memiliki peranan yang pentingdalam proses pembelajaran karena model
pembelajaran sebagai pedoman bagi para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memilih
model pembelajaran ini sangat dipengaruhi oleh sifat materi yang akan diajarkan, dan juga
dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai dalam pengajaran tersebut serta kemampuan siswa.
Untuk dapat disebut belajar maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang
cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu
hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari , berminggu-
minggu, berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat
dengan nyata proses itu terjadi dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang
dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi prosesnya terjadi secara internal di
dalam diri indivdu dalam penguasaan memperoleh hubungan-hubungan baru.
Sebelum dijelaskan pengertian mengenai prestasi belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan
tentang pengertian prestasi. Prestasi belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia ingin
menerima pengalaman belajar atau yang optimal yang dapat dicapai dari kegiatan belajar di sekolah
untuk pelajaran. Hasil belajar seperti yang dijelaskan oleh Poerwadarminta (1993 : 768) adalah hasil

22
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

yang telah dicapai (dilakukan). Hasan Alwi (2002: 895) disebutkan bahwa prestasi belajar sebagai
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya
ditujukan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar adalah pencerminan
dari pembelajaran yang ditunjukkan oleh siswa melalui perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan atau pemahaman, keterampilan, analisis, sintesis, evaluasi, serta nilai dan sikap (Dimyati,
2006: 26-27).
Jadi prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai. Setiap individu belajar menginginkan hasil
yang baik mungkin. Oleh karena itu setiap individu harus belajar dengan sebaik-baiknya supaya
prestasinya berhasil dengan baik. Sedang pengertian prestasi juga ada yang mengatakan prestasi
adalah kemampuan.Kemampuan di sini berarti yang dimampui individu dalam mengerjakan sesuatu.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan pada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan
kreatif serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup
pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (Nyimas Aisyah, dkk, 2007: 1-1).
Menurut Herman Hudoyo (1988: 182) pembelajaran matematika untuk siswa tingkat sekolah
dasar memiliki dua aspek yaitu matematika sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dan matematika
merupakan sekumpulan keterampilan yang harus dipelajari. Untuk keperluan inilah, maka diperlukan
adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak hanya sekedar hafalan atau mengingat
fakta saja, karena hal ini akan mudah dilupakan oleh siswa, maka seorang guru hendaklah dapat
menyelenggarakan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai dengan pola pikir siswa.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar
untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan
kreatif, serta kamampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup
pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Untuk menguasai dan menciptakan tehnologi dan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis dan kreatif di masa depan, maka diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini dan
pembelajaran yang membuat siswa belajar menjadi bermakna (Nyimas Aisyah, dkk 2007: 1-1). b.
Matematika di Sekolah Dasar adalah matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah. Pada hakikatnya pembelajaran matematika di sekolah adalah proses yang sengaja
dirancang dengan tujuan menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seseorang
melaksanakan kegiatan matematika dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika.
Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari
pengalaman tentang matematika (Nyimas Aisyah, dkk 2007: 1-4). Menurut J.S Bruner (Lisnawati
Simanjuntak dkk, 1992:70) langkah paling baik belajar matematika adalah dengan melakukan
penyusunan presentasinya, karena langkah permulaan belajar konsep, pengertian akan lebih melekat

23
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

bila kegiatan dilakukan siswa sendiri dan antara pelajaran yang lalu ada kaitannya. Menurut Bruner
(Nyimas Aisyah, dkk 2007: 1-5), belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan
struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang di pelajari serta mencari hubungan antar
konsep dan struktur matematika. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-
atik bahan. Dengan demikian siswa dalam 16 belajar, harus terlibat aktif agar dapat mengenal konsep
yang di pelajari sehingga dapat menguasai materi. Menurut Jaworski dalam (Marsigit, 2003: 2),
mengajarkan matematika tidaklah mudah karena fakta menunjukkan bahwa para siswa mengalami
kesulitan dalam mempelajari matematika. Perlu kiranya dibedakan antara matematika dan matematika
sekolah. Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya,
Ebbut dan Strakker (Marsigit, 2003: 2-3).
Bangun datar adalah suatu bidang datar yang tersusun oleh titik atau garis-garis yang menyatu
membentuk bangun 2 dimensi yang mempunyai keliling dan luas. Bangun datar merupakan sebuah
aksioma di bidang ilmu matematika khususnya geometri analitik, karena hal ini dapat terbukti dengan
sendirinya tanpa melakukan pembuktian matematika pelajaran lebih lanjut,
( https://www.advemesia.com/wp.content, diakses tanggal, 12 januari 2018 pukul 15.00 ).
Berikut jenis-jenis dan rumus bangun datar yang umum digunakan dalam pembelajaran
matematika, untuk contoh dapat membuka tautan yang telah disediakan pada 8 jenis bangun
yaitu: segitiga, persegi, persegi panjang, jajar genjang, belah ketupat, layang-layang, trapesium,
dan lingkaran. Materi kelas 1 bangun datar segitiga, persegi, persegi panjang, dan lingkaran.Jajar
genjang, belah ketupat, trapezium, dan laying-layang diajarkan kelas lebih tinggi.

Segitiga
Segitiga adalah bangun datar yang terdiri dari 3 sisi garis lurus dengan 3 titik sudut yang
berjumlah 180º.Segitiga merupakan bangun datar yang memiliki 3 sisi.Terdapat 3 sudut yang
terbentuk dari 3 sisi yang saling terhubung. Segitiga dikenal beberapa macam, seperti segitiga sama
kaki, segitiga sama sisi dan siku.

c
a

b
Gambar 2.1 : Segitiga

Keterangan:
a = alas
t = tinggi, tinggi segitiga membentuk sudut 90° terhadap alasnya.
b, c = adalah sisi lain segitiga

24
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Persegi
Persegi adalah bangun datar 2 dimensi yang dibentuk oleh empat sisi yang sama panjang dan
keempat titik sudutnya membentuk sudut siku-siku Persegi adalah bentuk yang terdiri dari 4 sisi yang
sama panjang. Bentuk ini memiliki 4 titik yang terbentuk dari pertemuan masing-masing sisi.(90º).

s
Gambar 2.2 Persegi
Keterangan
s = sisi persegi

Persegi Panjang
Persegi Panjang adalah bangun datar 2 dimensi yang mempunyai 2 pasang sisi sejajar yang sama
Panjang dan mempunyai 4 titik sudut siku-siku. Persegi panjang adalah bangun datar yang memiliki 4
titik dengan dua sisi saling berhadapan yang sama panjang.

p
Gambar 2.3 Persegi Panjang
Keterangan :
l = lebar
p = panjang

Lingkaran
Lingkaran adalah bangun datar dua dimensi dibentuk oleh himpunan semua titik yang
mempunyai jarak sama dari suatu titik tetap.Lingkaran adalah bangun datar yang merupakan
himpunan atau susunan semua titik persekitaran. Himpunan titik tersebut mengitari titik sumbu dengan
jarak yang sama. Setiap tepian (titik) berjarak sama dengan sumbu. Jarak satu tepian ke tengah
(setengah lingkaran) disebut dengan radius dan dilambangkan dengan r.

25
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Jari-jari Diagonal

Gambar : 2.4 Lingkaran

F. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja dirancang untuk
mengembangkan interaksi yang saling memahami perbedaan, saling asuh, saling asuh, dan tenggang
rasa satu sama lain demi menghindari kesalahpahaman dan ketersinggungan yang dapat menimbulkan
permusuhan. Sanjaya (2008: 242) mengemukakanpembelajaran kooperatif adalah segala aktivitas
peserta didik untuk meningkatkan kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan
dengan kegiatan saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, dan gagasan.
Belajar kooperatif (cooperative learning) adalah strategi pembelajarankelompok kecil yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan akademik melalui kolaborasi kelompok, memperbaiki
hubungan antara peserta didik yang berbeda latar belakang, dan mendorong proses demokrasi di kelas.
Slavin (2008:10) mendefinisikan pembelajaran kooperatif adalah peserta didik bekerja dan belajar
bersama dalam kelompok-kelompok kecil, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggung jawab
terhadap pencapaian hasil belajar secara individual maupun kelompok. Kelompok dibuat kecil,
biasanya terdiri atas 4–6orang agar interaksi antaranggota kelompok menjadi maksimal dan efektif.
Diskusi kelompok dalam pembelajaran kooperatif lebih menekankan pentingnya kebersamaan dalam
kelompok yang membedakan dengan kelompok biasa.
Prinsip pembelajaran kooperatif diuraikan Sanjaya lebih lanjut bahwa, pembelajaran kooperatif
merupakan suatu sistem belajar yang memiliki prinsip yang yang berhubungan erat. Prinsip-prinsip
tersebut adalah : (1) saling ketergantungan positif,(2) tanggung jawab perseorangan (3) interaksi tatap
muka, serta(4) partisipasi dan komunikasi.
Yang dimaksud saling ketergantungan positif adalah hubungan yang saling membutuhkan.
Keberhasilan kelompok akan sangat bergantung kepada keberhasilan perseorangan. Tugas kelompok
tidak mungkin dapat diselesaikan apabila ada anggota kelompok yang tidak dapat menyelesaikan
tugasnya. Semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok.
Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu
menyelesaikan tugas anggota kelompoknya. Saling ketergantungan positif dalam pembelajaran dapat
dicapai melalui (1) saling ketergantungan mencapai tujuan, (2) saling ketergantungan
penyelesaiantugas, (3) saling ketergantungan bahan ajar dan SDN 1 Salamrejo belajar, (4) saling
ketergantungan peran, dan (5) saling ketergantungan reward.

26
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Dalam pembelajaran kooperatifketerampilan sosial seperti tenggang rasa sikap sopan terhadap
teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani memperhatikan pikiran logis, tidak
mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalani hubungan
antarpribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
Peserta didik yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi tidak hanya memperoleh teguran dari
guru tetapi juga dari sesama peserta didik.
Menurut Ismail, (2008:27) Snowball throwing berasal dari dua kata yaitu“Snowball” dan
“throwing”. Kata Snowball berarti bola salju, sedangkanthrowing berarti melempar, jadi Snowball
throwing adalah melempar bolasalju.Pembelajaran Snowball throwing merupakan salah satu model
daripembelajaran kooperatif.Pembelajaran Snowball throwing merupakanmodel pembelajaran yang
membagi murid di dalam beberapa kelompok,yang di mana masing-masing anggota kelompok
membuat bola pertanyaan.
Dalam pembuatan kelompok, siswa dapat dipilih secara acak atau heterogen.Hal ini diungkapkan
oleh para ahli berikut ini.Menurut Suprijono, (2013: 8) Snowball throwing adalah suatu carapenyajian
bahan pelajaran di mana murid dibentuk dalam beberapakelompok yang heterogen kemudian masing-
masing kelompok dipilihketua kelompoknya untuk mendapat tugas dari guru lalu masing-
masingmurid membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan)kemudian dilempar
ke murid lain yang masing-masing murid menjawabpertanyaan dari bola yang diperoleh.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran SnowballThrowing adalah suatu
model pembelajaran yang membagi murid dalambeberapa kelompok, yang nantinya masing-masing
anggota kelompokmembuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan membentuknyaseperti bola,
kemudian bola tersebut dilempar ke murid yang lain selamadurasi waktu yang ditentukan, yang
selanjutnya masing-masing muridmenjawab pertanyaan dari bola yang diperolehnya.
Menurut (Asrori 2010 : 17) , tujuan pembelajaran Snowball throwing yaitu melatih murid untuk
mendengarkan pendapat orang lain, melatih kreatifitas dan imajinasi murid dalam membuat
pertanyaan, serta memacu murid untuk bekerjasama, saling membantu, serta aktif dalam
pembelajaran. Sedangkan menurut Devi (2011:12) model pembelajaran Snowball throwing melatih
murid untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada
temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan tidak menggunakan tongkat seperti model
pembelajaran Talking Stik akan tetapi menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi
sebuah bola kertas lalu dilemparlemparkan kepada murid lain. Murid yang mendapat bola kertas lalu
membuka dan menjawab pertanyaannya. 2.1.3 Manfaat Pembelajaran Model Snowball

Langkah-langkah pembelajaran Model Snowball


Langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh dalam melaksanakan Model Snowball throwing
sebagaimana dikemukakan (Suprijono, 2013: 10) adalah sebagai berikut:

27
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. Guru membentuk kelompok-kelompok dan
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
pembelajaran. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada teman kelompoknya. Kemudian masing-
masing murid diberi satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi
yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan
dilempar dari satu murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit. Setelah tiap murid mendapat
satu bola/satu pertanyaan, diberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang
tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. Guru bersama dengan murid
memberikan kesimpulan atas meteri pembelajaran yang diberikan. Guru memberikan evaluasi sebagai
bahan penilaian pemahaman muridakan materi pembelajaran

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Proses tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini diupayakan agar masalah yang terjadi dapat
teratasi, sekaligus untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika materi bangun datar. Penelitian ini
menunjuk pada proses pelaksanaan yang dikemukakan Kemmis dan McT aggart. Kemmis dan Mc
Taggart dalam Arikunto (2010), mengembangkan modelnya berdasarkan konsep yang dikembangkan
Lewin, dengan disertai beberapa perubahan. Dalam perencanaan Kemmis dan McTaggart
menggunakan siklus sistem spiral, yang masing-masing siklus terdiri dari empat komponen, yaitu
perencana, tindakan, observasi dan refleksi. Kemmis dan Mc. Taggart dalam Arikunto (2010 : 16).
Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut :
Perencanaan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan kegiatan rencana penelitian meliputi : a)
Peneliti menetapkan waktu pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Penelitian diadakan sesuai jadwal
mata pelajaran matematikadi kelas I SDN 1 Salamrejo, b) Peneliti membuat skenario pembelajaran
dan perangkat pembelajaran, serta menyiapkan instrumen penelitian, mulai dari silabus, Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa, soal tes evaluasi dan lembar jawaban, lembar
pengamatan.

Tindakan
Pada tahap tindakan peneliti melaksanakan pembelajaran dengan model Snowball throwing pada
materibangun datardengan kegiatan inti pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat. Penelitian dilaksanakan selama 2 siklus. Setiap siklus 2
pertemuan, 1 pertemuan = 2 x 35 menit. Adapun langkah pembelajaran dengan metode Snowball
throwing adalah sebagai berikut :

28
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pertemuan I
Kegiatan Pendahuluan : a) Guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, b) Guru bersama
siswa membaca doa, c) Guru mengkondisikan kelas, d) Guru mengecek kehadiran siswa, e) Guru
mengapersepsi siswa : Mengingat kembali urutan bilangan, f) Guru menyebutkan tujuan
pembelajaran.
Kegiatan Inti. Meliputi : 1) Guru menyampaikan materi bangun datar yang akan disajikan. 2)
Guru membentuk kelompok menjadi 2 kelompok setiap kelompok beranggotakan 6 orang. 3) Guru
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
pembelajaran. 4) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian
menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada teman kelompoknya. 5) Masing-masing
murid diberi satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 6) Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola. dan dilempar
dari satu murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit.
Kegiatan Akhir. Meliputi : 1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi, 2) Guru memberikan
refleksi terhadap prestasi belajar siswa yang telah dilaksanakan, 3) Guru mengakhiri pembelajaran
dengan doa dan salam.

Pertemuan II
Kegiatan Pendahuluan. Meliputi : 1) Guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, 2)
Guru bersama siswa membaca doa, 3) Guru mengkondisikan kelas, 4Guru mengecek kehadiran siswa,
4) Guru mengapersepsi siswa : Mengingat kembali materi bangun datar, 5) Guru menyebutkan tujuan
Kegiatan Inti. Meliputi : 1) Guru menyuruh siswa duduk dengan kelompoknya. 2) Siswa
melempar dari satu murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit. 3).Siswa mendapat satu
bola/satu pertanyaan. diberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang tertulis
dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 4).Guru bersama dengan murid memberikan
kesimpulan atas meteri pembelajaran yang diberikan. 5). Guru memberikan evaluasi sebagai bahan
penilaian pemahaman muridakan materi pembelajaran
Kegiatan Akhir. Meliputi : 1) Guru bersama siswa menyimpulkan materi. 2) Guru memberikan
refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) Guru mengakhiri pembelajaran
dengan doa dan salam.
Observasi
Pada tahap observasi peneliti mengamati kegiatan siswa dalam pembelajaran model Snowball
throwingdengan materi penjumlahandan pengurangan. Pengamatan dilaksanakan pada kegiatan awal
sampai akhir pembelajaran. Observasi ini dimaksudkan untuk membuat catatan lapangan yang
berhubungan dengan pembelajaran siswa.

29
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Refleksi
Pada tahap refleksi peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas dampak dari
tindakannya dengan menggunakan beberapa kriteria. Berdasarkan refleksi tersebutpeneliti
merencanakan tindakan selanjutnya.
Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian
Subjek penelitian siswa kelas I semester 2 tahun pelajaran 2021-2022 di SDN 1 Salamrejo
Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek, yang terdiri dari 12 siswa. Peneliti memilihkelas
Isebagai subjek penelitian karena peneliti adalah guru kelas I sehingga peneliti memahami karakter
masing-masing siswa.
Penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan yang terletak di Desa
Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek.
Penelitian dilakukan setiap siklus adalah satu pertemuan yang dilaksanakanpada semester 2
Tahun Pelajaran 2021 – 2022. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 4 dan 11 Januari 2022. Pelaksanaan
siklus II padatanggal 18 dan 25 Januari 2022
Agar penelitian ini berhasil memperoleh gambaran yang konkrit dan empiris tentang penerapan
pembelajaran meningkatkan hasil belajar matematika materi Bangun Datar melalui model Snowball
throwing siswa kelas I Semester II Tahun Pelajaran 2021-2022 pada di SDN 1 Salamrejo. Instrumen
digunakan dalam tindakaan ini ialah :
Intrumen Penelitian
Observasi yang dilakukan adalah observasi langsung. Observasi dilakukan dengan menggunakan
lembar observasi. Pada penelitian ini lembar observasi yang digunakan yaitu lembar observasi
kegiatan siswa mengikutti kegiatan Pembelajaran Model Snowball throwing
Tes sebagai alat penilaian berupa pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapatkan jawaban dari siswa dalam bentuk lisan, tulisan, atau dalam bentuk perbuatan. Tes pada
umumnya digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar. Tes digunakan dalam
tindakan ini berbentuk pilihan ganda berjumlah 10 soal.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakanadalah : Analisa data dilakukan secara deskriptif
kualitatif berdasarkan hasil pengamatan proses dan hasil belajar, dengan langkah sebagai berikut : a)
Mereduksi data, yaitu mengecek dan mencatat kembali data-data yang telah terkumpul. b) Melakukan
interpretasi, yaitu menafsirkan yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan. c) Melakukan inferensi,
yaitu menyimpulkan apakah dalam pembelajaran itu terjadi peningkatan prestasi belajar atau tidak. d)
Tahap tindak lanjut, yaitu merumuskan langkah-langkahpenelitian untuk siklus berikutnya atau dalam
pelaksanaan di lapangan setelah siklus berakhir. e) Pengambilan kesimpulan, diambil berdasarkan
analisis hasil observasi yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Kemudian dituangkan ke dalam
bentuk pernyataan.

30
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Teknik Analisis Data


Untuk menganalisis penilaian hasil evaluasi peneliti menggunakan rumus:

B
Skor : X 100 %
N

Keterangan : B = skor jawaban benar


N = skor maksimal dari perangkat tes
Bentuk soal pilihan ganda, jumlah soal 10 butir, skor setiap butir soal 1, dan skor maksimal 100

Mencari Rata-Rata Kelas


Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan
jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:

R
 Jn
S

Dengan : R = Nilai rata-rata


Σ Jn = Jumlah semua nilai siswa
Σ S = Jumlah siswa

Kriteria Ketuntasan
Sedangkan dari hasil skor, peneliti menentukan acuan patokan tentang ketuntasan belajar siswa
adalah sebagai berikut:
Ketuntasan perorangan
Siswa dikatakan berhasil (tuntas) apabila memperoleh nilai ≥ KKM atau nilai 70.
Ketuntasan Kelompok ( Klasikal )
Kelompok atau kelas dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan) apabila paling sedikit 85 % dari
jumlah dalam kelompok atau kelas itu telah mencapai ketuntasan perorangan. Apabila terdapat 85%
dari jumlah siswa yang mencapai tingkat ketuntasan belajar , maka kelas tersebut dapat melanjutkan
kegiatan pembelajaran berikutnya.
Mencari ketuntasan klasikal menggunakan rumus:

JT
TK : X 100 %
JS

Keterangan : TK = Tuntas Klasikal


JT = Jumlah Tuntas
JS = Jumlah Siswa

31
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASA


Prasiklus
Kegiatan Prasiklus atauawal dari penelitian ini, peneliti melakukan observasi terhadap
pelaksanaan pembelajaran di kelas I SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek
dengan jumlah 12 siswa. Berdasarkan observasi awal yang dilaksanakandiketahui bahwa pembelajaran
Matematika yang berlangsung di kelas I SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten
Trenggalek menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Penggunaan metode tersebut berdampak
pada prestasi siswa yang relatif rendah dan pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.. Hal ini
dibuktikan dengan kegiatan siswa yang hanya duduk diam memperhatikan materi yang disampaikan,
bahkan ada juga yang tidak memperhatikan sama sekali pemaparan materi yang disampaikan oleh
guru. Guru juga sudah memberikan soal latihan di buku yang harus dikerjakan oleh siswa secara
individu, serta soal-soal evaluasi setelah selesai mempelajari materi tersebut. Namun, tetap saja
kemampuan siswa untuk memahami materi penjumlahan dan pengurangan.
Pada observasi awal ini peneliti mewawancarai siswa kelas I SDN 1 Salamrejo Kecamatan
Karangan Kabupaten Trenggale kuntuk mengungkap kesulitan-kesulitan apa yang dirasakan dan
dialami siswa ketika belajar Matematika. Siswa kesulitan mengingat kembali materi yang sudah
disampaikan oleh guru. Suasana pembelajaran yang dirasakan dan dialami siswa kurang
menyenangkan. Studi pendahuluan tersebut menghasilkan masalah-masalah proses dan hasil
pembelajaran Matematika di kelas I SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan Kabupaten Trenggalek.
Dalam proses pembelajaran peneliti merasakan adanya masalah dalam hal: penerapan strategi
pembelajaran Matematika yang kurang tepat, suasana pembelajaran yang kurang menyenangkan,
aktivitas belajar siswa yang rendah, dan banyak siswa yang nilainya di bawah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) pelajaran Matematika yaitu 70.
Paparan Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Siklus I
Perencanaan. Dalam perencanaan peneliti membuat :Membuat silabus yang akan dijabarkan
dedala RPP. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada tindakan
yang diterapkan dalam PTK yaitu dengan model pembelajaran Snowball throwing. Membuat lembar
kegiatan siswa (LKS)).Membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, tes tulis pilihan
ganda sebanyak 10 nomor. Membuat lembar catatan pengamatan pelaksanaan pembelajaran Snowball
throwing.
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I dilaksanakan di Kelas I SDN 1 Salamrejo
Kecamatan Karangan dengan jumlah siswa 12 anak, dilaksanakan selama 2 pertemuan, 1 pertemuan
dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Dilaksanakan pada tanggal, 4 dan 11 Januari 2022. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai pengajarsekaligus melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.

32
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pertemuan I ( 4 Januari 2022 )


Kegiatan awal. Kegiatan pendahuluan guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, anak-
anak menjawab salam dari guru.Ketua kelas memimpin berdoa bersama.Guru mengkondisikan kelas
dan mengecek kehadiran siswa, semua siswa hadir. Guru mengapersepsi siswa : Mengingat kembali
bangun datar. Guru memotivasi siswa dengan menyebutkan Kompetensi Dasar : 3.5 Mengenal bangun
datar dan bangun ruang menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat
bermain. Tujuan pembelajaran : a. Siswa dapat menunjukkan bangun datar segitiga yang ada di
sekitarnya. b.Siswa dapat menunjukkan bangun datar persegi yang ada di sekitarnya
Pada kegiatan inti, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang bangun datar segitiga dan
persegi .Pada waktu guru menyampaiakan materi ada beberapa anak yang ramai. Siswa dibagi menjadi
2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri 5 orang. Guru memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran tentang bangun datar. Masing-
masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi
bangun datar segitiga dan persegi yang disampaikan oleh guru kepada teman kelompoknya. Masing-
masing murid diberi satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang menyangkut materi
yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. Siswa mengerjakan LKS tentang bangun datar segitiga
dan persegi yang dilaksanakandengan membuat tiga pertanyaan bersama kelompoknya.Siswa dalam
kelompok membuat lembar soal menjadi seperti bola. Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa
menyimpulkan materi dibimbing oleh guru.Guru memberikan refleksi terhadap prestasi belajar siswa
yang telah dilaksanakan. Guru mengakhiri pembelajaran dengan doa dan salam.
Pertemuan II ( 11 Januari 2022 )
Kegiatan pendahuluan guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, anak-anak menjawab
salam dari guru. Ketua kelas memimpin berdoa bersama.Guru mengkondisikan kelas dan mengecek
kehadiran siswa, semua siswa hadir. Guru mengapersepsi siswa : Mengingat kembali bangun datar
segitiga dan persegi . Guru memotivasi siswa dengan menyebutkan Kompetensi Dasar : 3.5 Mengenal
bangun datar dan bangun ruang menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau
tempat bermain. Tujuan pembelajaran : a. Siswa dapat menunjukkan bangun datar segitiga yang ada di
sekitarnya. b. Siswa dapat menunjukkan bangun datar persegi yang ada di sekitarnya
Kegiatan inti guru menyuruh siswa duduk dengan kelompoknya.Kemudian siswa melempar
bola dari kertas dari satu murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit.Siswa mendapat satu
bola/satu pertanyaan. diberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang tertulis
dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, sampai siswa mendapat kesempatan untuk
menjawab semua. Guru bersama dengan murid memberikan kesimpulan atas meteri pembelajaran
yang diberikan. Guru memberikan evaluasi sebagai bahan penilaian pemahaman murid tentang materi
pembelajaran. Pada akhir kegiatan, guru bersama siswa memberikan refleksi terhadap prestasi belajar
siswa yang telah dilaksanakan..Guru mengakhiri pembelajaran dengan doa dan salam.

33
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Observasi
Pada tahap observasi peneliti mengamati kegiatan pembelajaran siswa tentang materi
penjumlahan dengan model Snowballthrowing. Pengamatan dilakukan mulai awal sampai akhir
kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.Hasil pengamatan sebagai
berikut :pada waktu guru menyampaiakan materi ada anak yang ramai, akibatnya suasana kelas agak
gaduh. Guru memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
pembelajaran tentang penjumlahan. Setelah dipanggil tidak langsung menuju depan kelas, masih
berbincang-bincang dengan kelompoknya. Siswa mengerjakan LKS tentang bangun datar segitiga dan
persegi yang dilaksanakandengan membuat tiga pertanyaan.Dalam membuat soal melihat pertanyaan
yang dibuat oleh temannya.sehinnga pertanyaan dari anngota kelompok masih dijumpai sama.Siswa
melempar dari satu murid ke murid yang suasana kelas ramai.

Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatanpelaksanaan pembelajaran pada siklus I dan hasil analisishasil
belajar dapat disimpulkan bahwahasil belajar kurang memuaskan. Hasil belajar siklus I dipaparkan
pada tabel berikut ini
Tabel 4.1 Hasil Tes pada Siklus I

No Nilai Frekuensi NXF Persentasi Keterangan


1 90 2 180 16,67 % Tuntas
2 80 2 160 16,67 % Tuntas
3 70 4 280 33,33 % Tuntas
4 60 4 240 33,33 % Belum Tuntas
Jumlah 12 860
Rata-Rata 71,67
Ketuntasan % 66,67 %

Dari tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model Snowball throwing diperoleh
nilai tes tertinggi 90 dan terendah 60. Siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 2 anak atau 16,67 %,
siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak 2 anak atau 16,67 %, siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak
4 anak atau 33,33 %, siswa yang mendapat nilai 60 sebanyak 4 anak atau 33,33 %, dari 12 siswa. Nilai
rata-rata Matematika adalah 71,67 dan ketuntasan belajar yang dicapai adalah 66,67 %. Prestasi
tersebut menunjukkan bahwa pada siklus I secara klasikal, siswa belum tuntas belajar karena
ketuntasan klasikal belum mencapai 85 %. Ada beberapa faktor penyebab ketidaktercapaian indikator
penelitian ini di antaranya: 1) pembelajaran sudah sesuai rencana tapi siswa belum aktif semua
mengikuti pembelajaran 2) guru belum memberikan motivasi terhadap siswa, anak yang pandai tetapi
pendiam belum berani menyampaikan gagasan untuk kelas, 3) pertanyaan dibuat anak belum
berkembang banyak yang sama.

34
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Paparan Pelaksanaan dan Hasil PenelitianSiklus II


Perencanaan
Berdasarkan refleksi pada Siklus I, perencanaan Siklus II ini dipersiapkan perangkat
pembelajaran sesuai model Snowball throwing seperti berikut ini. 1) Membuat silabus 2) Membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan mengacu pada tindakan yang diterapkan dalam
PTK yaitu dengan model pembelajaran Snowball throwing. 3) Membuat lembar kegiatan siswa (LKS).
4) Membuat instrumen yang akan digunakan dalam penelitian, tes tulis pilihan ganda sebanyak 10
nomor dengan tiga pilihan. 5) Membuat lembar catatan pembelajaran
Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar siklus I dilaksanakan di Kelas I SDN 1 Salamrejo
Kecamatan Karangan dengan jumlah siswa 10 anak, dilaksanakan selama 2 pertemuan, 1 pertemuan
dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Dilaksanakan pada tanggal, 18 dan 25 Januari 2022. Dalam hal ini
peneliti bertindak sebagai pengajar sekaligus melakukan pengamatan selama kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Adapun proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelajaran yang telah
dipersiapkan. Pengamatan dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan belajar mengajar.
Pertemuan I ( 18 Januari 2022 )
Kegiatan pendahuluan guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, anak-anak menjawab
salam dari guru. Ketua kelas memimpin berdoa bersama. Guru mengkondisikan kelas dan mengecek
kehadiran siswa, semua siswa hadir. Guru mengapersepsi siswa : Mengingat kembali urutan bilangan.
Guru memotivasi siswa dengan menyebutkan Kompetensi Dasar : 3.5 Mengenal bangun datar dan
bangun ruang menggunakan benda-benda yang ada di sekitar rumah, sekolah, atau tempat bermain.
Tujuan pembelajaran : a. Siswa dapat menunjukkan bangun datar persegi panjang yang ada di
sekitarnya. b.Siswa dapat menunjukkan bangun datar lingkaran yang ada di sekitarnya
Pada kegiatan inti, siswa mendengarkan penjelasan guru tentang penurangan. Siswa dibagi
menjadi 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri 6 orang. Guru memanggil masing-masing ketua
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi pembelajaran tentang pengurangan. Masing-
masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi
bangun datar persegi panjang dan lingkaran yang disampaikan oleh guru kepada teman kelompoknya.
Masing-masing murid diberi satu lembar kerja untuk menuliskan pertanyaan apa saja yang
menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. Siswa mengerjakan LKS tentang
bangun datar persegi panjang dan lingkaran yang dilaksanakan dengan membuat tiga pertanyaan
bersama kelompoknya. Siswa dalam kelompok membuat lembar soal menjadi seperti bola.
Pada kegiatan akhir, guru bersama siswa menyimpulkan materi dibimbing oleh guru. Guru
memberikan refleksi terhadap prestasi belajar siswa yang telah dilaksanakan. Guru mengakhiri
pembelajaran dengan doa dan salam.

35
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pertemuan II ( 25 Januari 2022 )


Kegiatan pendahuluan guru memasuki kelas sambil mengucapkan salam, anak-anak menjawab
salam dari guru. Ketua kelas memimpin berdoa bersama. Guru mengkondisikan kelas dan mengecek
kehadiran siswa, semua siswa hadir. Guru mengapersepsi siswa : Mengingat kembali bangun datar
persegi panjang dan lingkaran. Guru memotivasi siswa dengan menyebutkan tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti guru menyuruh siswa duduk dengan kelompoknya.Kemudian siswa melempar bola
dari kertas dari satu murid ke murid yang lain selama kurang lebih 5 menit. Siswa mendapat satu
bola/satu pertanyaan.diberikankesempatan kepada murid untuk menjawab pertanyaan yang tertulis
dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian, sampai siswa mendapat kesempatan untuk
menjawab semua. Guru bersama dengan murid memberikan kesimpulan atas meteri pembelajaran
yang diberikan. Guru memberikan evaluasi sebagai bahan penilaian pemahaman murid tentang materi
pembelajaran. Pada akhir kegiatan, guru bersama siswa memberikan refleksi terhadap prestasi belajar
siswa yang telah dilaksanakan.. Guru mengakhiri pembelajaran dengan doa dan salam.
Observasi
Pada tahap observasi peneliti mengamati kegiatan pembelajaran siswa tentang materi bangun
datar perse gipanjang dan lingkaran dengan model Snowball throwing. Pengamatan dilakukan mulai
awal sampai akhir kegiatan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Hasil
pengamatan sebagai berikut : pada waktu guru menyampaiakan materi suasana kelas kondusif. Guru
memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi
pembelajaran tentang bangun datar persegi panjang dan lingkaran. Siswa mengerjakan LKS tentang
pengurangan yang dilaksanakan dengan membuat tiga pertanyaan Siswa melempar dari satu murid ke
murid yang suasana kelas tenang.
Refleksi
Pada perbaikan pembelajaran pada Siklus II telah dilaksanakan dengan baik. Dari hasil refleksi,
guru menemukan kekuatan dan kelemahan perbaikan pembelajaran. Kekuatan tindakan siklus II yaitu
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif model Snowball throwing, materi akan lebih tahan
lama dalam ingatan anak karena dalam kegiatan berdiskusi anak-anak lebih antusias, sehingga prestasi
siswa dalam berkelompok maupun individu meningkat sebagaiman terlihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Tes pada Siklus II


No. Nilai Frekuensi NxF Persentase Keterangan
1 100 1 100 8,33 Tuntas
2 90 2 180 16,67 Tuntas
3 80 5 400 41,67 Tuntas
4 70 4 280 33,33 Tuntas
Jumlah 12 960 100,00
Rata-rata 80,00
Ketuntasan (%) 100,00

36
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Dari tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model Snowball throwing diperoleh
nilai tes tertinggi 100 dan terendah 70. Siswa yang mendapat nilai 100 sebanyak 1 anak atau 8,33 %,
siswa yang mendapat nilai 90 sebanyak 2 anak atau ,6716 %, siswa yang mendapat nilai 80 sebanyak
5 anak atau 41,67 %, siswa yang mendapat nilai 70 sebanyak 4 anak 33,33 %, dari 12 siswa. Nilai
rata-rata Matemati kaadalah 80 dan ketuntasan belajar yang dicapai adalah 100%. Prestasi tersebut
menunjukkan bahwa pada siklus II secara klasikal siswa telah tuntas belajar, anak yang tuntas 12
siswa atau telah mencapai KKM atau ≥ 70.Serta ketuntasan klasikal telah mencapai 100 %, yang
berarti bahwa sebanyak 12 siswa kelas I telah tuntas dalam mempelajari mata pelajaran Matematika
materi bangun datar Bangun Datar.

Pembahasan
Guru telah melaksanakan pembelajaran dengan model Snowball throwing sesuai dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Dengan menerapkan model Snowball throwing siswa telah benar-benar
aktif dalam kegiatan pembelajaran. Untuk memahami materi pembelajaran, siswa tidak hanya
mendengarkan penjelasan guru tetapi berpikir secara berkelompok untuk membuat soal dan
menyelesaikan soal yang diberikan oleh siswa dari kelompok lain.
Penilaian prestasi belajar siswa pada penelitian ini adalah menggunakantes. Tes dilakukan pada
akhir pembelajaran atau pada setelah berakhirnyakegiatan kelompok pada model pembelajaran
Snowball throwing. Prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Peningkatan prestasi belajar siswa dapat diketahui dengan cara membandingkan hasil nilai
siklus I dengan hasil nilai siklus II. Adapun kenaikan nilai dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Perbandingan Hasil Ulangan Siklus I dan Siklus II

Hasil Ulangan
Indikator
Siklus 1 Siklus 2
Belum Tuntas % 33,33 0
Tuntas % 66,67 100
Rata-Rata 71,67 80
Ketuntasan Klasikal % 66,67 100

Dari tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa dengan menerapkan model Snowball throwing diperoleh
siswa belum tuntas Siklus I 33,33 % dan siklus II 0 %. Siswa tuntas Siklus I sebesar 66,67 %
sedangkan pada Siklus II sebesar 100 %. Nilai rata-rata Matematika adalah pada Siklus I sebesar 71,67
dan pada siklus II sebesar 80 .terjadi kenaikan 8,33. Ketuntasan belajar yang dicapai adalah pada
Siklus I sebesar 66,67 % dan pada sikluss II sebesar 100 % terjadi kenaikan sebesar 33,33 %. Lebih
jelasnya untuk mengetahui kenaikan prestasi belajar Matematika materi bangun datar dengan model
Snowball throwing dapat dilihat pada Diagram 4.1 berikut ini.

37
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Diagram 4.1 Perbandingan Hasil Tes Siklus I dengan Siklus II

100.00 100.00
100.00 80.00
66.67 71.67 66.67

50.00 33.33 Siklus I

0.00 Siklus II
0.00
Belum Tuntas Rata-rata Tuntas
Tuntas Klasikal

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa penggunaan model Snowball
throwingberdampak positif dan meningkatkan prestasi siswa matematika materi Bangun Datarpada
siswa kelas I semester 2 Tahun Pelajaran 2021-2022di SDN 1 Salamrejo Kecamatan Karangan
Kabupaten Trenggalek. Kenaikan prestasi belajar tersebut ditunjukkan dengan hasil ulangan siswa
sebagi berikut : dijelaskan bahwa dengan menerapkan model Snowball throwing diperoleh siswa
belum tuntas Siklus I 33,33 % dan siklus II 0 %. Siswa tuntas Siklus I sebesar 66,67 % sedangkan
pada Siklus II sebesar 100 %. Nilai rata-rata Matematika adalah pada Siklus I sebesar 71,67 dan pada
siklus II sebesar 80 .terjadi kenaikan 8,33. Ketuntasan belajar yang dicapai adalah pada Siklus I
sebesar 66,67 % dan pada sikluss II sebesar 100 % terjadi kenaikan sebesar 33,33 %.
Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh dari uraian sebelumnya agar proses belajar mengajar
matematika lebih efektif dan lebih memberikan hasil yang optimal bagi siswa, maka disampaikan
saran sebagai berikut: 1) Untuk melaksanakan Pembelajaran model Snowball throwing memerlukan
persiapan yang cukup matang, sehingga guru harus mampu menentukan atau memilih topik yang
benar-benar bisa diterapkan dengan modelSnowball throwing dalam proses belajar mengajar sehingga
diperoleh hasil yang optimal. 2) Dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa, guru hendaknya
lebih sering melatih siswa dengan berbagai model pembelajaran yang sesuai, walau dalam taraf yang
sederhana, di mana siswa nantinya dapat menemukan pengetahuan baru, memperoleh konsep dan
keterampilan, sehingga siswa berhasil atau mampu memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

38
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Asrori. (2010). Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, Dan Model Pembelajaran. PT Bumi
Aksara: Jakarta.
Devi Diyas Sari. 2010 Universitas Negeri Yogyakarta. Penerapan Model Problem Based Learning (Pbl) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Pada Pembelajaran Ipa Kelas Viii Smp Negeri 5
Sleman. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Diah Rahmatia dan Pipit Pitriana. 2007. Kamus Pelajar Matematika. Jakarta: Ganeca Exact.
Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Hasan Alwi, dkk. 2002 Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Herman Hudoyo. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Ismail, Arif. 2008. Model-Model Pembelajaran Mutakhir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Istarani, 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif (Reverensi Guru Dalam Menentukan Model Pembelajaran)
.Medan : Media Persada
Lisnawati Simanjuntak, dkk.1992. Metode Mengajar Matematika I. Jakarta: Rineka Cipta.
Marsigit.(2003). Wawasan tentang Strategi dan Aplikasi Pembelajaran Matematika Berbasis Kompetensi.
Nita Ariani. 2010. Ensiklopedia Matematika. Bogor:
Nyimas Aisyah, dkk. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Purwodarminto.1993, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses. Jakarta: Prenada Media.
Sardiman, A.M. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Bina Aksara.
Slavin, E. Robert. 2008. Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Sri Subarinah. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Depdiknas.
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Prestasi Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suprijono, Agus. 2013. Coorperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

39
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pengaruh Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Terhadap Motivasi

dan Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam

Jamalah
SMAN 1 Mojo

ABSTRAK
Hasil belajar dapat meningkat apabila siswa memiliki motivasi dan proses
pembelajaran yang bagus dan menarik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap motivasi dan hasil
belajar siswa. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif. Jenis penelitian
yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Alat penelitian ini terdiri
dari instrumen kinerja dan alat pengumpulan data berupa lembar observasi aktivitas
guru dan aktivitas siswa Dari hasil penelitian tindakan kelas sebanyak dua siklus
menunjukkan bahwa model pembelajaran Reciprocal Teaching pada siswa kelas X
MIPA 1 SMAN 1 Mojo dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar materi
Pendidikan Agama Islam.

Kata Kunci : motivasi ,hasil belajar, Reciprocal Teaching

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah sarana untuk meningkatkan sumber daya manusia yang mampu
mengembangkan potensi yang dimiliki. Selain itu pendidikan adalah upaya sadar dan terencana dalam
proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar tumbuh dan berkembang menjadi manusia
mandiri, bertanggung jawab, kreatif, berilmu, sehat dan berakhlak mulia (UU No. 20 tahun 2003). Jadi
pendidikan adalah kebutuhan individu dari sejak dilahirkan sampai meninggal dunia (berlangsung
seumur hidup). Manusia akan sulit berkembang tanpa adanya pendidikan. Pendidikan harus diarahkan
untuk membentuk manusia yang cerdas, berkarakter, berkualitas, berbudi pekerti luhur dan bermoral.
Dewasa ini, pendidikan tidak lagi dipandang sebagai aktivitas transfer pengetahuan dari guru ke
peserta didik. Lebih dari itu, pendidikan juga harus mampu memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan kemampuan berpikirnya. Berdasarkan hasil obsevasi awal di kelas X MIPA 1 yang
berjumlah 35 siswa menunjukkan bahwa motivasi dan hasil belajar siswa masih rendah. Hal ini dapat
dilihat dari beberapa aspek yaitu: 1) Rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah sebesar 25,71%. 2)

40
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Kemampuan dalam menemukakan ide dalam suatu masalah sebesar 14,29%, 3) Kemampuan
mengerjakan tugas 45,71%, 4) Kemampuan mengajukan pertanyaan yang membangun sebesar 17,14
%, 5) Kemampuan menjawab pertanyaan sebesar 40 %.
Salah satu penyebab rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa yaitu diduga bersumber dari guru
yaitu belum menggunakan variasi model pembelajaran. Guru menggunakan metode konversional, di
mana pembelajaran didominasi oleh guru saja tanpa melibatkan siswa. Jadi guru belum menggunakan
strategi yang inovatif dalam kegitan pembelajaran. Oleh sebab itu alternatif tindakan yang ditawarkan
yaitu menerapkan model pembelajaran Reciprocal Teaching.
Menurut Trianto (2011: 96) strategi Reciprocal Teaching merupakan suatu strategi di mana guru
mengajarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan kognitif dengan menciptakan pengalaman
belajar, kemudian membantu siswa mengembangkan keterampilan tersebut atas usaha mereka sendiri.
Melalui strategi pembelajaran Reciprocal Teaching siswa diajarkan empat kegiatan, yaitu:
mempredisi, mengklarifikasi, membuat pertanyaan dan merangkum. Berpijak pada beberapa persoalan
di atas maka peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang membahas pengaruh model
pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap motivasi dan hasil belajar pendidikan agama Islam pada
siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Mojo Kabupaten Kediri. Dengan model pembelajaran Reciprocal
Teaching diharapkan akan meningkatkan motivasi dan hasil belajar pendidikan agama Islam.

B. KAJIAN PUSTAKA
1. Moivasi dan hasil belajar
Motivasi adalah suatu yang menghidupkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku.
Motivasi membuat siswa bergerak, menempatkan mereka dalam suatu arah tertentu, dan menjaga
mereka agar terus bergerak (Ormrod:58). Jadi motivasi dapat mengarahkan perilaku ketujuan tertentu,
meningkatkan usaha dan energy serta mempengaruhi proses-proses kognitif.
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar itu, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan
faktor psikis yang bersifat non intelektual (Darmansyah.2010:12). Motivasi belajar adalah suatu
perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi dan
merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar untuk mencapai tujuan.
Lemahnya motivasi belajar pada peserta didik akan melemahkan kegiatan belajarnya. Oleh karena itu
motivasi belajar peserta didik harus diperkuat secara terus-menerus.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik, salah satunya
adalah upaya guru dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Jika guru kreatif, komunikatif dan
mampu membuat pembelajaran yang menyenangkan sekaligus kontekstual, maka peserta didik akan
termotivasi untuk belajar.

41
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Susanto,2013:5). Jadi hasil belajar
menjadi sebuah pengukuran dari penilaian kegiatan belajar mengajar yang akan menunjukkan tingkat
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2. Pendekatan Reciprocal Teaching
Reciprocal Teaching adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menerapkan empat strategi
pemahaman mandiri, yaitu menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya,
menjelaskan kembali pengetahuan yang telah diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan
selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa.
Menurut Palincsar dan Brown seperti yang dikutip oleh Slavin (1997) bahwa strategi Reciprocal
Teaching adalah pendekatan konstruktivis yang didasarkan pada prinsip-prinsip membuat
pertanyaan, mengajarkan keterampilan metakognitif melalui pengajaran, dan pemodelan oleh guru
untuk meningkatkan keterampilan membaca pada siswa yang berkemampuan rendah. Reciprocal
Teaching adalah prosedur pengajaran atau pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan kepada
siswa tentang strategi-strategi kognitif serta untuk membantu siswa memahami bacaan dengan baik.
Dengan menggunakan pendekatan Reciprocal Teaching siswa diajarkan empat strategi pemahaman
dan pengaturan diri spesifik, yaitu merangkum bacaan, mengajukan pertanyaan, memprediksi materi
lanjutan, dan mengklarifikasi istilah-istilah yang sulit dipahami. Hal ini sesuai dengan pendekatan
saintifik yang terdapat pada proses pembelajarannya yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi/ mencoba, menalar, dan mengomunikasikan (Permendikbud, 2014)
Adapun penjelasan mengenai strategi-strategi Reciprocal Teaching dalam pembelajaran menurut
Garderen (2004:227-228) adalah sebagai berikut:
a) Mengklarifikasi
Siswa diwajibkan membaca materi pembelajaran yang diberikan guru kemudian
menjelaskan atau mengklarifikasi kalimat-kalimat yang tidak familiar. Pada tahap ini sisea
yang bertugas sebegai guru, memimpin dan membimbing teman sekelompoknya dalam
mengklarifikasi materi serta bertanggung jawab selama diskusi berlangsung.
b) Memprediksi
Pada tahap ini siswa diajak untuk memprediksi antara konsep pembelajaran yang sudah
dipelajari dengan konsep pembelajaran yang sedang dipelajari. Siswa yang bertugas
sebagai guru memimpin dan membimbing teman sekelompoknya dalam memprediksi suatu
materi serta bertanggung jawab selama diskusi berlangsung.
c) Membuat pertanyaan
Siswa membuat pertanyaan atau sendiri yang diajukan kepada diri sendiri kemudian
menjawabnya ( metakognitif). Strategi bertanya ini digunakan untuk memantau dan
mengevaluasi sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.Slater dan
Horsman (dalam Omari,2010) mengatakan bahwa strategi pertanyaan membantu siswa

42
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

mengembangkan kemampuan menulis. Siswa yang bertugas sebagai guru memimpin dan
membimbing teman sekelompoknya dalam membuat pertanyaan secara tertulis maupun
membimbing dalam menyelesaikan-nya dan bertanggung jawab selama diskusi
berlangsung.
d) Merangkum
Merangkum adalah suatu proses yang dilakukan siswa dengan cara mengambil dan
memilih bagian yang terpenting dari suatu informasi setelah siswa membaca dan
memahami materi dan dinyatakan kembali dalam bentuk singkat (Marzano, et.al (2001:57).
Dalam strategi ini siswa diminta untuk merangkum materi yang telah dipelajari. Siswa yang
bertugas sebagai guru memimpin serta membimbing teman sekelompoknya dalam kegiatan
merangkum dan bertanggung jawab selama diskusi berlangsung. Setelah merangkum guru
memberi soal sebagai latihan komunikasi

C. METODOLOGI PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian tindakan. Menurut Waseso (1994)
penelitian tindakan merupakan proses daur ulang, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan, refleksi yang mungkin diikuti dengan perencanaan ulang.
Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 siklus, masing-masing siklus tiga kali pertemuan. Masing-
masing siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu: 1) penyusunan rencana Tindakan, 2) pelaksanaan
Tindakan, 3) pengamatan dan 4) perefleksian, pengambilan kesimpulan dan saran.
2. Setting Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Mojo Kabupaten Kediri pada tahun 2019. Kelas yang
digunakan sebagai sasaran penelitian adalah kelas X MIPA 1 yang berjumlah 35 siswa.
3. Obyek Tindakan
Obyek Tindakan yang akan ditelliti melalui siklus pembelajaran pada penelitian ini adalah
pembelajaran dengan menggunakan model Reciprocal Teaching pada mata pelajaran PAI,
sedangkan materi yang di pilih adalah Sumber Hukum Islam. Dengan adanya Tindakan tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

D. HASIL PENELITIAN
1. Persiapan Umum Pelaksanaan Tindakan
a. Melakukan analisis materi
Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Sumber Hukum Islam. Kompetensi Dasar:
Memahami kedudukan Al Qur’an, Hadis dan ijtihad sebagai sumber hukum Islam. Materi ini
mempunyai indikator yang harus dicapai yaitu menganalisis makna serta kedudukan dan
fungsi Al Qur’an, Hadis dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam.

43
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

b. Menyusun perangkat pembelajaran


Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku siswa, LKS, RPP
yang disusun berdasarkan silabus dan materi yang akan dipelajari.
c. Menyusun tes hasil belajar
Tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda dan uraian
d. Menyusun Lembar Pengamatan
Lembar pengamatan yang disusun berupa lembar pengamatan ketika proses pembelajaran
e. Memilih 4 siswa yang berperan menjadi guru untuk mengajarkan kepada teman-temannya.
2. Pelaksanaan Tindakan
a. Pra Siklus
Dari kegiatan pembelajaran yang sudah dilakukan sebelumnya hasil belajar siswa masih ada
yang di bawah KKM (75), sebagian besar siswa mendapat nilai sedang dan cukup, Hal ini
dapat dilihat dari tabel 1.

Tabel 1. Hasil Belajar Pra Siklus

No Nilai Siswa Prosentase % Kategori Motivasi


1 96 -100 0 0,00 % Sangat Tinggi
2 91 - 95 3 8,57 % Tinggi
3 86 - 90 6 17,14 % Cukup Tinggi
4 81 - 85 10 28,57 % Sedang
5 75 - 80 12 34,29 % Cukup
6 < 75 4 11,43 % Kurang
Total 35 100%

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa masih ada 4 ( 11,43%) siswa yang mendapat nilai
kurang, 12 (34,29%) siswa nilai cukup, 10 (28,57%) siswa nilai sedang, 6 (17,14%) siswa
nilai cukup tinggi, 6 (17,14%) siswa kategori cukup tinggi, 3 (8,57%) siswa kategori tinggi,
sedangkan yang kategori sangat tinggi tidak ada.

b. Siklus 1
1. Persiapan (Planning)
Guru membagi kelas ke dalam 4 kelompok, dan masing-masing kelompok terdapat satu
siswa yang berperan menjadi guru untuk mengajarkan kepada teman-temannya. Guru
menyampaikan keempat strategi pembelajaran terbalik yaitu merangkum, menyusun
pertanyaan, menjelaskan kembali dan memprediksi.

44
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

2. Pelaksanaan (Acting)
Guru menyampaikan materi tentang Sumber Hukum Islam, kemudian menerangkan
bagaimana cara merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali dan
memprediksi setelah membaca.
3. Pengamatan (Observing)
Observasi kegiatan pembelajaran materi sumber hukum Islam melalui model
pembelajaran Reciprocal Teaching dilaksanakan pada saat proses pembelajaran sesuai
jadwal yang telah ditentukan
4. Refleksi
Hasil evaluasi siswa pada siklus 1 dengan materi sumber hukum Islam melalui model
pembelajaran Reciprocal Teaching dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Belajar Siklus 1

No Nilai Siswa Prosentase % Kategori Motivasi


1 96 -100 1 2,85 % Sangat Tinggi
2 91 - 95 5 14,29 % Tinggi
3 86 - 90 8 22,86 % Cukup Tinggi
4 81 - 85 6 17,14 Sedang
5 75 - 80 15 42,86 Cukup
6 < 75 0 0,00 Kurang
Total 35 100

Dari frekuensi data tersebut diketahui bahwa tidak ada nilai di bawah KKM (75), nilai tertinggi
frekuensinya 2,85 %, nilai kategori motivasi tinggi 14,29%, cukup tinggi 22,86 % nilai sedang ada
17,14%, sedangkan nilai cukup ada 42,86 %. Pada siklus ke 1 ini tidak ditemukan nilai kurang, berarti
sudah ada peningkatan dibanding pembelajaran sebelum PTK. Hal ini menunjukkan model
pembelajaran Reciprocal Teaching dapat meningkatkan motivasi siswa dalam mengikuti proses
belajar mengajar sehingga akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar siswa. Meskipun sudah ada
peningkatan hasil belajar antara siklus 1 dengan pembelajaran sebelumnya namun masih belum
signifikan dan belum susuai harapan. Selama proses pembelajaran siklus 1 ini berlangsung masih
ditemui hambatan-hambatan, antara lain:
1) Siswa yang menjadi “guru siswa” belum serius dalam membimbing temannya
2) Sebagian siswa pasif dan kurang memperhatikan penjelasan dari “guru siswa”
Hambatan-hambatan tersebut diharapkan dapat diatasi pada siklus 2 sehingga tujuan dari
penelitian ini tercapai.

45
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

c. Siklus 2
1) Persiapan (Planning)
Guru membagi kelas ke dalam 4 kelompok, dan masing-masing kelompok terdapat satu
siswa yang berperan menjadi guru untuk mengajarkan kepada teman-temannya. Guru
menyampaikan keempat strategi pembelajaran terbalik yaitu merangkum, menyusun
pertanyaan, menjelaskan kembali dan memprediksi.
2) Pelaksanaan (Acting)
Guru menyampaikan materi tentang Sumber Hukum Islam, kemudian menerangkan
bagaimana cara merangkum, menyusun pertanyaan, menjelaskan kembali dan
memprediksi setelah membaca.
3) Pengamatan ( Observing)
Observasi kegiatan pembelajaran materi sumber hukum Islam melalui model
pembelajaran Reciprocal Teaching dilaksanakan pada saat proses pembelajaran sesuai
jadwal yang telah ditentukan
4) Refleksi
Hasil evaluasi siswa pada siklus 2 dengan materi sumber hukum Islam melalui model
pembelajaran Reciprocal Teaching dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Belajar Siklus 2

No Nilai Siswa Prosentase % Kategori Motivasi


1 96 -100 5 14,28 % Sangat Tinggi
2 91 - 95 14 40,00 % Tinggi
3 86 - 90 11 31,43 % Cukup Tinggi
4 81 - 85 4 11,43 % Sedang
5 75 - 80 1 2,86 % Cukup
6 < 75 0 0,00 % Kurang
Total 35 100 %

Dari frekuensi data tersebut diketahui bahwa tidak ada nilai di bawah KKM (75), nilai tertinggi
frekuensinya 14,28 %, nilai kategori motivasi tinggi 40,00%, cukup tinggi 31,43% nilai sedang ada
11,43%, sedangkan nilai cukup hanya 1 siswa (2,86%)
Pada siklus ke 2 ini tidak ditemukan nilai kurang. Hal ini menunjukkan model pembelajaran
Reciprocal Teaching dapat meningkatkan motivasi siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Mojo dalam
mengikuti proses belajar mengajar sehingga akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar siswa..
Berdasarkan analisa data menunjukkan bahwa antara pra siklus, siklus 1 dan siklus 2, motivasi
siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Mojo dengan model pembelajaran Reciprocal Teaching menunjukkan
peningkatan. Peningkatan motivasi belajar siswa ini menunjukkan bahwa hasil belajar dipengaruhi

46
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

oleh model pembelajaran yang diberikan guru. Hasil belajar menjadi baik jika motivasi belajar siswa
juga baik. Hal ini dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3. Perbandingan Motivasi dan Hasil Belajar Per Siklus

No. Nilai Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2 Kategori Motivasi


1 96 -100 0,00 % 2,85 % 14,28 % Sangat Tinggi
2 91 - 95 8,57 % 14,29 % 40,00 % Tinggi
3 86 - 90 17,14 % 22,86 % 31,43 % Cukup Tinggi
4 81 - 85 28,57 % 17,14 % 11,43 % Sedang
5 75 - 80 34,29 % 42,86 % 2,86 % Cukup
6 < 75 11,43 % 0,00 % 0,00 % Kurang

Gambar Grafik 1. Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Per siklus

Chart Title
50
40
30
20
10
0
Sangat Tinggi Cukup Sedang Cukup Kurang
Tinggi Tinggi

Pra Siklus Siklus 1 Siklus 2

Ditinjau dari hasil belajar yang ditunjukkan oleh nilai ulangan siswa pada pra siklus, siklus 1 dan
siklus 2 sebagaimana tertera dalam tabel 3 dan grafik gambar 1 di atas, dapat dikatakan bahwa proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching sudah berhasil.
Kekurangan yang terdapat pada siklus 1 sudah diperbaiki pada siklus 2, sehingga pada saat observasi
dan refelksi pada sikuls 2 sudah diperoleh gambaran yang menunjukkan peningkatan hasil belajar
siswa.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisia data dan pembahasan siklus 1 dan siklus 2 yang dilakukan pada
penelitian ini yang berkaitan dengan pengaruh model pembelajaran Reciprocal Teaching terhadap
motivasi dan hasil belajar pendidikan agama Islam pada siswa kelas X MIPA 1 SMAN 1 Mojo
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:

47
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

1. Secara keseluruhan motivasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal
Teaching semakin meningkat.
2. Dengan meningkatnya motivasi belajar siswa melalui model pembelajaran Reciprocal Teaching
maka hasil belajar siswa pun juga meningkat
3. Hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Reciprocal Teaching lebih tinggi
daripada hasil belajar konvensional.

DAFTAR PUSTAKA
Ary Analisa Rahma, Ary Analisa., & Arista.Hermin. (2019), Pengaruh Model Pembelajaran reciprocal teacing
berbantuan LKS terhadap Prestasi Belajar Siswa: Musamus Journal of Science Education. Volume 1-Nomor 2
Chalish M, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011)
Darmansyah.S.T. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Bumi Aksara. Jakarta. Cet.1
Garderen, Delinda Van. 2004. “ Reciprocal Teaching As A Comprehension Strategy For Understanding
Mathematical Word Problems”. Reading And Writing Quartely. New York: Taylor & Francis Group.
Kemendikbud (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun
2014 tentang Kurikilum 2013 sekolah menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah
Kemendikbud (2015). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun
2015 tentang penilaian hasil belajar oleh pendidik dan satuan Pendidikan pada Pendidikan dasar dan
Pendidikan menengah.
Marzano, et. al. 2001. A Handbook for Classroom Instruction That Works. USA Association for Supervision and
Curriculum Development.
Omari, A. Hamzah (2010), Using the Reciprocal Teaching Method by Teacher at Jordanian School. European Journal of
Social Sciances Volume 15 number 1
Ormrod. Jeanne Ellis. 2008, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang Jilid 2
Rachmawati. Dewi. 2014, Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Dan Kemandirian Belajar Matematika Siswa. Judika (Jurnal Pendidikan Unsika) Vol 3
No. 1
Slameto, (2003), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert E. (1997). Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
Slavin. Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan (Teori dan Praktik). Jakarta:Indeks
Susanto, Ahmad. Teori Belajar dan Pembelajaran di sekolah dasar. Jakarta: Kencana.2013

48
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan

Waktu melalui Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading

Composition (CIRC) pada Siswa Kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar
Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020

Jupriadi
UPTD SMP Negeri 2 Papar

ABSTRAK
Penelitian ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui Model Pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dapat meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu pada siswa kelas VII-D
UPTD SMP Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri. Penelitian dilaksanakan pada
semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 yaitu pada bulan Agustus sampai dengan
Oktober 2019. Subjek penelitian siswa kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar
Kabupaten Kediri. yang terdiri dari 32 siswa. Objek penelitian adalah keterampilan
membaca pemahaman. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, tes, dan
dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif
untuk hasil tes dan analisis deskriptif kualitatif untuk hasil observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran membaca pemahaman menggunakan
CIRC dapat meningkatkan proses pembelajaran keterampilan membaca pemahaman.
Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas guru dalam melksanakan proses
pembelajaran siklus I tercapai 74,07% kualifikasi baik (B) siklus II meningkat
menjadi 92,53% kualifikasi sangat baik (SB). Sedangkan aktivitas siswa siklus I
mencapai 58,34% kualifikasi cukup (C) pada siklus II meningkat menjadi 91,67%
kualifikasi sangat baik (SB). Nilai rata-rata kelas siklus I 74,53 pada siklus II
meningkat menjadi 86,14, ketuntasan belajar siklus I ada 21 siswa (65,62%) pada
siklus II meningkat menjadi 29 siswa (90,63%) tinggal 3 siswa (9,38%) dinyatakan
tidak tuntas. Dengan demikian dapat bahwa dalam penelitian yang dilaksanakan
selama dua melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading
Composition (CIRC) dapat meningkatkan siklus kemampuan membaca pemahaman
terkait dengan waktu pada siswa kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar,
Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020

Kata Kunci : membaca pemahaman, circ, uptd smp negeri 2 papar

49
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah
memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan
berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang
direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan (listening), berbicara
(speaking), membaca (reading) dan menulis (writing). Keempat keterampilan inilah yang digunakan
untuk menanggapi atau menciptakan wacana dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, mata
pelajaran Bahasa Inggris diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut agar
peserta didik mampu berkomunikasi dan berwacana dalam bahasa Inggris pada tingkat literasi
tertentu.
Pembelajaran bahasa Inggris di SMP/MTs ditargetkan agar peserta didik dapat mencapai tingkat
functional yakni berkomunikasi secara lisan dan tulis untuk menyelesaikan masalah sehari-hari.
Tujuan Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMP/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
1) Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulis untuk mencapai tingkat
literasi functional. 2) Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk
meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global dan 3) Mengembangkan pemahaman
peserta didik tentang keterkaitan antara bahasa dengan budaya.
Salah satu yang menjadi sorotan tentang fenomena rendahnya kualitas membaca pemahaman ini
yaitu guru. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran guru memang memiliki peran penting dalam
membimbing, mengembangkan serta meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca. Banyak
siswa yang disuruh oleh guru untuk lebih rajin dan giat untuk membaca, tetapi yang terjadi bahkan
sebaliknya, gurunya sendiri masih enggan untuk menjadikan kegiatan membaca sebagai sebuah
kebutuhan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan terutama dalam keterampilan membaca tersebut pemerintah
telah melakukan berbagai upaya. Beberapa upaya yang telah dilakukan diantaranya adalah (1)
meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, seperti penyediaan buku paket, dan bantuan
operasional siswa, (2) peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui penataran dan pelatihan serta
seminar, Program Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan program kemitraan antar sekolah
dengan lembaga kependidikan, (3) perbaikan dan pengembangan kurikulum, yang salah satunya
adalah perubahan kurikulum dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Sama halnya dengan Kurikulum 2013 yaitu kurikulum yang dapat
menghasilkan insan Indonesia yang kreatif, inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan
dan pengetahuan yang terintegrasi. Oleh sebab itu, guru juga harus mampu mengembangkan
kreativitasnya dalam pembelajaran agar siswa selalu termotivasi dan terfasilitasi kebutuhan belajarnya.
Kenyataan ini menuntut guru berpikir kreatif dan inovatif dalam menyampaikan bahan pelajarannya.

50
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Selain itu program-program pemerintah yang lain yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.
Usaha-usaha tersebut telah dilakukan secara berkala dan intensif, tetapi permasalahan tersebut belum
sepenuhnya dapat terpecahkan. Dengan katalain, masih tetap diperlukan usaha-usaha yang lebih
inovatif untuk pelaksanaan reformasi pendidikan.
Sedangkan metode pembelajaran bahasa inggris memainkan peranan yang sangat penting di
dalam kegiatan belajar bahasa Inggris. Ada banyak siswa yang mampu mencapai prestasi baik karena
diajarkan menggunakan metode pembelajaran bahasa inggris yang tepat. Sebaliknya, kebanyakan
siswa merasa bosan dan enggan belajar bahasa Inggris karena metode yang ada begitu membosankan.
Hal serupa juga terjadi pada mata pelajaran Bahasa Inggris di UPTD SMP Negeri 2 Papar
Kabupaten Kediri, selama ini pada umumnya yang kita temui di lapangan, guru memang menguasai
materi tetapi tidak dapat menciptakan model pembelajaran yang sesuai. Sehingga Bahasa Inggris
hanya cukup pada pemahaman dan tidak ada penerapan yang mengakibatkan rendahnya hasil belajar
siswa.
Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan peneliti pada kelas VII-D di UPTD SMP
Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri pada mata pelajaran Bahasa Inggris, kompetensi dasar
mengidentifikasi fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksi transaksional lisan
dan tulisyang melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait nama hari, bulan, nama
waktu dalam hari, waktu dalam bentuk angka, tanggal, dan tahun, sesuai dengan konteks
penggunaannya. (Perhatikan kosa kata terkait angka cardinal dan ordinal), pada aspek membaca
(reading) terbukti bahwa siswa kelas VII-D mengalami kesulitan dalam pelajaran tersebut. Hal ini
dapat dilihat hasil ulangan harian, dari jumlah 32 siswa, hanya ada 14 siswa (43,75%) yang berhasil
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ≥75 sedangkan 18 siswa (56,25%) masih belum tuntas.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan peneliti dibantu seorang guru sebagai mitra peneliti,
faktor yang diduga sebagai penyebab rendahnya hasil belajar siswa tentang memahami bacaan Bahasa
Inggris, antara lain jarangnya guru berbicara dengan Bahasa Inggris di dalam kelas yang menjadikan
mereka tidak terbiasa mendengar orang lain berbahasa Inggris. Selain itu hanya sedikit sekali siswa di
sini yang mempunyai kamus Bahasa Inggris, sehingga menyebabkan kurang menguasai vocabulary
(kosa kata). Dari hasil refleksi awal terhadap masalah di atas, peneliti bersama mitra peneliti,
khususnya tentang memahami bacaan Bahasa Inggris dibutuhkan strategi yang efektif.
Masalah-masalah di atas menuntut agar pengajaran membaca pemahaman harus segera diperbaiki
sehingga tidak terlarut-larut dan menghadirkan masalah baru yang lebih rumit. Oleh sebab itu, untuk
mengatasi masalah ini peneliti menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and
Composition (CIRC) sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki rendahnya keterampilan membaca
dan menulis bagi siswa.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka peneliti termotivasi untuk melakukan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman
Terkait Dengan Waktu Melalui Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition

51
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

(CIRC) Pada Siswa Kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri Semester I Tahun
Pelajaran 2019/2020.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui Model
Pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dapat meningkatkan kemampuan
membaca pemahaman terkait dengan waktu pada siswa kelas VII-C UPTD SMP Negeri 2 Papar
Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.

KAJIAN PUSTAKA
Hakikat dan Proses Membaca
Pemahaman adalah suatu proses mental sebagai perwujudan dari aktivitas kognisi yang tidak bisa
dilihat. Produk dan pemahaman adalah perilaku yang dihasilkan setelah proses pemahaman itu terjadi
misalnya menjawab pertanyaan baik secara lisan maupun tertulis (Simon 19671; Bums dalam Mulyati
1995:50).
Menurut Weiner dalam Tarigan (2008) bahwa “membaca pemahaman merupakan suatu proses
yang rumit yang berlangsung pada diri seorang pembaca.” Dikatakan demikian karena dalam proses
tersebut pembaca menggunakan segala kapasitas mental yang dimilikinya untuk memperoleh makna
(pemahaman) dari bahan yang dibacanya. Perlu kita ketahui, bahwa sebuah pemahaman akan terjadi
bila pembaca memiliki sarana pemahaman seperti mengenal dan memahami kata-kata, kalimat, dan
mampu menghubungkan ide-ide yang terdapat dalam bacaan dengan pengetahuan yang dimilikinya.
Pendapat tersebut sejalan dengan Tampubolon (1990:6) bahwa, “membaca pemahaman merupakan
suatu proses yang melibatkan penalaran dan ingatan dalam upaya menemukan dan memahami
informasi yang dikomunikasikan pengarang.”
Dalam proses membaca pemahaman, pembaca juga mempelajari cara-cara pengarang dalam
menyajikan pekirannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam membaca pemahaman,
pembaca memperoleh dua jenis pengetahuan, yaitu informasi-informasi dan cara penyajian pengarang.
Oleh karena itu, selain memperkaya pengetahuan, membaca pemahaman juga dapat meningkatkan
daya ingat pembaca.
Berdasarkan fakta inilah perbincangan berikut difokuskan dengan mengacu pada sejumlah
pedapat para pakar seperti David Nunan, Fraida Dubin dan Elite Olshtain. Kegiatan membaca yang
oleh Richards et al. Dalam Farida (2008) didefinisikan sebagai perceiving a written text in order to
understand its contents dapat dilakukan tanpa bersuara, dikenal dengan nama silent reading dan
hasilnya dinamakan reading comprehension; dapat juga dilakukan dengan bersuara, dikenal denga
nama oral reading dan hasilnya tidak selalu berupa pemahaman. Tipe-tipe reading comprehension
sendiri paling tidak ada 4 (empat) yaitu: (1) literal comprehension – dilakukan untuk memahami
semua informasi yang secara eksplisit tertulis; (2) inferental comprehension – dilakaukan untuk
memahami informasi yang tidak secara eksplisit tertulis dengan memanfaatkan pengalaman data
instuisi pembaca; (3) critical or evaluative comprehension – digunakan untuk membandingkan

52
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

informasi dalam sebuah teks tertulis dengan pengetahuan dan nilai-nilai yang diyakini oleh sang
pembaca dan (4) appreciative comprehension digunakan untuk memperoleh nilai-nilai secara
emosional dari sebuah bacaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek pemahaman bacaan yang dijadikan tolak ukur
untuk menilai pemahamn bacaan meliputi: a) pemahaman atas gagasan utama, b) pemahaman akan
gagasan penjelas, c) pemahaman akan maksud/pandangan pengarang, dan d) kemampuan
menyimpulkan bacaan. Aspek-aspek pengukuran pemahaman bacaan di atas, termasuk pada
pengecekan pemahaman dari sudut isi wacana, yang berkenaan dengan pemahaman terhadap fakta-
fakta tersurat, fakta tersirat, perkiraan/anggapan, dan penilaian terhadap isi teks.
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran (pendidikan dan pengajaran Bahasa Inggris, juga
pengajaran membaca), tingkat pencapaian tujuan pengajaran senantiasa dikaitkan dengan ranah Bloom
yang terkenal dengan taksomomi. Ketiga ranah dimaksud meliputi ranah kognitif afektif, dan
psikomotor. Pengkuran keberhasilan pengajaran membaca tentu harus bertolah pula dari ketiga ranah
tersebut adalah sebagai berikut a) ranah kognitif berkenaan dengan aktivitas kognitif pembaca dalam
pemahaman bacaan b) ranah afektif berkenaan dengan berbagai afeksi siswa untuk membaca, seperti
sikap, minat, motivasi, dan c) psikomotor berkenaan dengan aktivitas fisik pemabaca sewaktu
membaca (Nurgiyantoro 2001:226). Selanjutnya Nurgiyantoro (2001:253) menegaskan bahwa
“penekanan tes kemampuan membaca adalah kemampuan untuk memahami informasi yang
terkandung dalam wacana. Kegiatan memahami informasi itu sendiri sebagai suatu aktivitas kognitif
dapat dilakukan atau dibuat secara berjenjang, mulai dari tingkat ingatan (C1) sampai dengan tingkat
evaluasi (C7), untuk penelitian ini peneliti menggunakan jenjang tersebut C1, C2 dan C3.
Pemahaman membaca bukan merupakan proses yang bersifat fisik, melainkan merupakan
aktivitas kognisi yang tidak dapat dilihat dan diaraba. Proses pemahaman tersebut terjadi di dalam
pikiran yang melibatkan proses pengolahan antara inforamsi yang bersifat visual dan nonvisual. Smith
dalam Hartati (2006) menyatakan informasi visual merupakan informasi grafis yang diperoleh melalui
indera penglihatan, sedangkan inforamasi nonvisual adalah informasi yang ada di dalam konsep
berpikir para pembaca.” Dengan demikian, jelas bahwa pemahaman membaca tersebut merupakan
proses kognisi. Menurut May (dalam Mulyati, 2011:4.7) membagi tingkat-tingkat pemahaman ke
dalam empat klasifikasi, yakni pemahaman literal, interpretatif, kritis, dan kreatif.
Berdasarkan pendapat di atas, tingkat pemahaman dalam membaca yang peneliti maksud
menitikberatkan pada tinggi redahnya kemampuan membaca memahami wacana secara literal,
inferensial, dan kritikal. Tingkat kemampuan apresiasi tidak akan peneliti uji, karena pengukuran
tingkat pemahaman tersebut memerlukan pengujian khusus yang bukan dengan tes objektif. Ketiga
tingkat pemahaman membaca tersebut diuji dengan tes pilihan ganda. Mengacu pada konsep belajar
tuntas yang dikemukakan Nurgiyantoro (2010) bahwa persentase tingkat penguasaan yang dicapai
siswa diklasifikasikan dalam lima kategori yaitu:

53
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

80 – 100 % Baik sekali


70 – 79 % Baik
60 – 69 % Cukup
50 – 59 % Kurang
0 – 49 % Kurang sekali
Membaca pemahaman pada dasarnya merupakan kemampuan membaca yang dapat diukur
menurut beberapa jenjang yang berbeda. Untuk mengukur kemampuan ini, para pakar membaca telah
merumuskan beberapa tolak ukur yang dapat digunkan untuk mengetahui tingkat kemampuan
membaca seseorang.

Hakikat Pembelajaran Kooperatif


Kooperatif/cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama
Hasan (Solihatin & Raharjo, 2009: 4). Bekerja bersama juga dapat dilakukan secara berkelompok.
Slavin (Solihatin & Raharjo, 2009: 4) mengungkapkan pembelajaran kooperatif/cooperative learning
dapat dikatakan suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur
kelompok yang bersifat heterogen.
Cooper & Heinich (Asma, 2006: 12) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa
bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerja sama
belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk kegiatan
pembelajaran untuk siswa dengan cara membentuk kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 6
orang yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Kegiatan kelompok dilakukan dengan saling
berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah yang ada dalam tugas
mereka. Dalam menyelesaikan tugas, masing-masing individu bertanggung jawab pada tugas dari
kelompoknya sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasi materi dengan baik.
Dalam suatu kegiatan pasti memiliki tujuan tertentu, begitu juga dalam pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif bertujuan agar siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Dalam kegiatan
pembelajaran, kegiatan lebih didominasi secara aktif oleh siswa yaitu dengan cara berdiskusi dengan
teman sekelas. Dengan berdiskusi, siswa akan lebih aktif dalam menerima materi. Selain itu siswa
juga akan mengembangkan keterampilan sosialnya terhadap teman lain melalui diskusi dan saling
berinteraksi.
Asma (2006: 12) membagi tujuan pembelajaran kooperatif ke dalam tiga kategori yaitu: 1)
pencapaian hasil belajar, 2) penerimaan terhadap perbedaan individu, dan 3) pengembangan
keterampilan sosial.

54
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan unsur-unsur psikologis siswa menjadi terangsang


dan menjadi lebih aktif. Hal tersebut disebabkan oleh adanya rasa kebersamaan dalam kelompok,
sehingga mereka dengan mudah dapat berkomunikasi dengan bahasa yang lebih sederhana. Pada saat
berdiskusi fungsi ingatan dari siswa menjadi lebih aktif, lebih bersemangat, dan berani mengemukakan
pendapat. Pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan kerja keras siswa, lebih giat dan lebih
termotivasi.
Sedangkan menurut Slavin (Asma, 2006: 26) pembelajaran kooperatif dapat menimbulkan
motivasi sosial siswa karena adanya tuntutan untuk menyelesaikan tugas. Dengan demikian siswa
dalam kelompok akan mempunyai motivasi untuk menyumbangkan suatu ide yang berguna bagi
kelompok. Motivasi tersebut dilakukan setiap siswa agar kelompoknya dapat menyelesaikan tugas
yang dikerjakan.
Kelebihan-kelebihan model pembelajaran kooperatif lebih banyak menekankan agar siswa dapat
bekerja sama dalam kelompok. Kegiatan kelompok dapat membuat siswa menjadi lebih aktif dalam
mengemukakan suatu pendapat dan termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam
penelitian ini, diharapkan pembelajaran kooperatif memberikan pengaruh positif untuk siswa
Pembelajaran Kooperatif memiliki konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2016:
73). Berbeda dengan pendapat Roger & Johnson (Suprijono, 2016: 77) yang berpendapat sebagai
berikut. Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur dalam pembelajaran kooperatif harus diterapkan.
Lima unsur tersebut adalah:
a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
d. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
e. Group processing (pemrosesan kelompok).
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat terlihat ciri yang termasuk pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok dan memenuhi lima unsur pembelajaran
kooperatif. Kelima unsur pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Positive interdependence (saling ketergantungan positif).
b. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan).
c. Face to face promotive interaction (interaksi promotif).
d. Interpersonal skill (komunikasi antaranggota).
e. Group processing (pemrosesan kelompok).
Banyak pembelajaran kelompok yang memiliki muatan unsur pembelajaran kooperatif,
beberapa di antaranya adalah Jigsaw, Think-Pair-Share, Numbered Head Together, Group

55
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Investigation, Two Stay Two Stray, Make a Match, Listening Team, Inside-Outside Circle, Bamboo
Dancing, Student Teams-Achievment Divisions, Cooperative Integrated Reading Composition, Index
Card Match, Examples Non Examples, Snowballl Throwing, Point-Counter-Point, The Power of Two.
Karena memuat unsur-unsur pembelajaran kooperatif maka dapat dikatakan metode pembelajaran di
atas adalah merupakan contoh metode pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC)


1. Pengertian Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC)
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dikembangkan oleh Stavens, dkk.,
pada tahun 1987. CIRC dirancang untuk mengakomodasi level kemampuan siswa yang beragam,
baik melalui pengelompokan heterogen (heterogeneous grouping) maupun pengelompokan
homogen (homogeneous grouping), (Huda, 2011: 126).
Pendapat tentang definisi CIRC juga dikemukakan oleh Mulyatiningsih (2014: 246) yang
berpendapat bahwa, Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) adalah pembelajaran
yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan siswa yang beragam, khususnya dalam
pembelajaran membaca dan menulis melalui kegiatan kelompok yang bersifat kelompok
homogen maupun kelompok heterogen. Secara umum CIRC dilaksanakan dengan cara membagi
peserta didik dalam kelompok dan diberikan tugas. Peserta didik dibagi dalam kelompok yaitu
kelompok penyaji dan kelompok pendengar, setiap kelompok memiliki tugas yang telah
ditentukan guru.
2. Langkah-langkah Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC)
Suprijono (2016: 149-150) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran dengan model
pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) sebagai berikut.
a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen.
b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.
c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas.
d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok.
e. Guru membuat kesimpulan bersama.
f. Penutup.
Siswa ditempatkan dalam kelomok-kelompok kecil, baik kelompok homogen maupun
kelompok heterogen. Pertama-tama, siswa mengikuti serangkaian instruksi guru tentang
ketrampilan membaca dan menulis, kemudian praktik, lalu pra-penilaian, dan kemudian
dilaksanakan kuis. Setiap kelompok tidak bisa mengikuti kuis hingga anggota-anggota di
dalamnya menyatakan bahwa mereka benar-benar siap untuk mengikuti kuis (Huda, 2011: 126-
127).

56
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Kegiatan berkelompok dalam lingkup pembelajaraan kooperatif tentunya memiliki tahapan


dan langkah untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Langkah-langkah Cooperative Integrated
Reading Composition (CIRC) menurut Mulyatiningsih (2014: 246) adalah sebagai berikut.
a. Guru membagi peserta didik menjadi dua kelompok untuk berpasangan.
b. Guru membagikan wacana/materi kepada tiap kelompok untuk dibaca dan
membuat ringkasan.
c. Guru menetapkan kelompok yang berperan sebagai penyaji dan kelompok yang
berperan sebagai pendengar.
d. Kelompok penyaji membacakan ringkasan bacaan selengkap mungkin, dengan
memasukkan ide-ide pokok dalam ringkasan. Sementara itu, kelompok
pendengar bertugas untuk menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok
yang kurang lengkap, dan membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok
dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan materi lainnya.
e. Kelompok bertukar peran yaitu kelompok yang semula sebagai penyaji menjadi
pendengar dan kelompok pendengar menjadi penyaji.
f. Menyimpulkan hasil diskusi bersama-sama.
Dari pendapat ahli di atas, langkah-langkah pembelajaran Cooperative Integrated Reading
Composition (CIRC) akan peneliti sesuaikan dengan kurikulum yang sedang diterapkan yaitu
kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menekankan pembelajaran yang terpusat pada siswa dan guru
berperan sebagai fasilitator.
3. Pembelajaran Membaca Pemahaman Menggunakan Cooperative Integrated Reading
Composition (CIRC)
Dari pendapat para ahli tentang langkah-langkah proses pembelajaran kooperatif tipe CIRC, maka
peneliti akan melaksanakan pembelajaran Bahasa Inggris menggunakan model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC). Langkah-langkah pembelajaran Cooperative
Integrated Reading Composition (CIRC) dalam penelitian ini menggunakan modifikasi langkah
pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) menurut Huda dan
Mulyatiningsih yang akan dilakasanakan sebagai berikut.
a. Siswa membentuk kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dalam satu kelompok
yang bersifat heterogen.
b. Setiap kelompok menerima wacana/materi sesuai tema/topik pembelajaran untuk dibaca dan
dibuat ringkasan.
c. Siswa menerima arahan guru dalam menetapkan kelompok yang berperan sebagai penyaji
dan kelompok yang berperan sebagai pendengar.
d. Kelompok penyaji membacakan ringkasan bacaan selengkap mungkin, dengan memasukkan
ide-ide pokok dalam ringkasan. Sementara itu, kelompok pendengar bertugas untuk (1)

57
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap, dan (2) membantu


mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau
dengan materi lainnya.
e. Kelompok bertukar peran yaitu kelompok yang semula sebagai penyaji menjadi pendengar
dan kelompok pendengar menjadi penyaji.
f. Siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan hasil diskusi.
g. Siswa menjawab kuis dari guru dengan memberikan jawaban sesuai tema/topik yang telah
dibahas.
h. Penutup.

MERTODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah kelas VII-D di UPTD SMP Negeri 2 Papar,
tepatnya di Jalan Raya Minggiran, Kecamatan Papar, Kabupatan Kediri.
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020, Penelitian ini
dilaksanakan 3 bulan dimulai tanggal, 26 Agustus 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah semua siswa yang tercatat dalam daftar Kelas VII-D UPTD SMP Negeri
2 Papar Kabupaten Kediri, pada semester II tahun pelajaran 2019/2020, dengan jumlah 32 siswa terdiri
dari 18 laki-laki dan 14 perempuan.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa teknik untuk mengumpulkan data penelitian tindakan kelas. Observasi. Metode observasi
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan
sasaran pengamatan. Dalam penelitian tindakan kelas ini metode observasi digunakan untuk merekam
aktivitas siswa dalam pembelajaran maupun untuk mengetahui kemajuan proses pembelajaran dan
merekam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Cooperative Integrated
Reading Composition (CIRC). Lembar observasi dalam penelitian berisikan catatan kejadian selama
proses pembelajaran berjalan.
Alasan digunakannya teknik observasi dalam penelitian ini adalah didasarkan pada keterlibatan
peneliti yang secara langsung ikut terlibat dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Inggris khususnya
membaca pemahaman terkait dengan waktu. Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek
di tempat terjadi atau berlangsungnya penelitian tindakan kelas.

58
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Teknik Analisis Data


Untuk mengetahui keefektifan suatu metode dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan
analisis data. Pada penelitian tindakan kelas ini digunakan analisis deskripsi kualitatif, yaitu metode
penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh
dengan tujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan guru dalam mengelola kelas.
Indikator Keberhasilan
Melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dapat
Peningkatan kualitas proses pembelajaran dan hasil belajar Bahasa Inggris dalam membaca
pemahaman terkait dengan waktu indikatornya adalah:
1. Ketrampilan guru dalam pembelajaran meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik.
2. Aktivitas siswa dalam pembelajaran meningkat dengan kriteria sekurang-kurangnya baik.
3. Nilai hasil belajar siswa minimal dari jumlah siswa mencapai ketuntasan tes hasil belajar
yaitu mendapatkan nilai KKM (≥75).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yakni, tahap
perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi proses
tindakan (observation and evaluation) serta melakukan refleksi (reflecting). Pada tahap pelaksanaan
setidaknya ada 3 kegiatan yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan Inti dan kegiatan Penutup.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti di kelas VII-D di UPTD SMP Negeri 2
Papar Kabupaten Kediri pada mata pelajaran Bahasa Inggris, kompetensi dasar mengidentifikasi
fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan teks interaksi transaksional lisan dan tulis yang
melibatkan tindakan memberi dan meminta informasi terkait nama hari, bulan, nama waktu dalam
hari, waktu dalam bentuk angka, tanggal, dan tahun, sesuai dengan konteks penggunaannya.
(Perhatikan kosa kata terkait angka cardinal dan ordinal), pada aspek membaca (reading) terbukti
bahwa siswa kelas VII-D mengalami kesulitan dalam pelajaran tersebut. Hal ini dapat dilihat hasil
ulangan harian, dari jumlah 32 siswa, hanya ada 14 siswa (43,75%) yang berhasil mencapai Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) ≥75 sedangkan 18 siswa (56,25%) masih belum tuntas.
Penyebab rendahnya hasil belajar siswa tentang memahami bacaan bahasa inggris, antara lain
adalah jarangnya guru berbicara dengan Bahasa Inggris di dalam kelas yang menjadikan mereka tidak
terbiasa mendengar orang lain berbahasa Inggris. Selain itu hanya sedikit sekali siswa yang
mempunyai kamus Bahasa Inggris, sehingga menyebabkan kurang menguasai vocabulary (kosa kata).
Secara rinci nilai hasil tes kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu sebelum
melalui Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) pada siswa kelas VII-D UPTD SMP

59
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2018/2019, dapat dilihat pada tabel 4.1.
berikut ini :

Tabel 4.1. Nilai Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan Waktu Sebelum Melalui
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC)
Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase
85 - 100 Sangat baik 0 0,00%
75 - 84 Baik 14 43,75%
65 - 74 Cukup 5 15,63%
55 - 64 kurang 6 18,75%
< 55 Sangat kurang 7 21,88%
Jumlah 32 100%

Tabel 4.2. Nilai kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu sebelum melalui model
pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC), hasil belajar siswa dikategorikan
dalam persentase nilai yang kategori sangat baik dengan rentang nilai 85-100 tidak ada satupun yang
mendapatkan, kategori baik rentang nilai 75-84 ada 14 siswa (43,75%) kategori cukup dengan rentang
nilai 65-74 ada 5 siswa (15,63%) kategori kurang rentang nilai 55-65 ada 6 siswa (18,75%) dan
kategori sangat kurang rentang nilai <55 ada 7 siswa (21,88%),

Deskripsi Siklus I
Sedangkan hasil membaca pemahaman terkait dengan waktu melalui model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) siswa kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2 Papar,
Kabupaten Kediri pada siklus I. Nilai rata-rata 74,53 nilai teringgi 90 nilai terendahnya 50, ketuntasan
belajar dari jumlah 32 siswa dengan KKM ≥75 ada 21 siswa (65,63%) yang dinyatakan tuntas,
sedangkan 11 siswa (34,37%) dinyatakan tidak tuntas. Penilaian hasil belajar kolektif siswa pada
siklus I dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut ini :

Tabel 4.4. Penilaian Hasil Belajar Kolektif Siswa pada Siklus I


No. Uraian Keterangan
1. Nilai rata-rata 74,53
2. Nialia Tertinggi 90
3. Nilai Terendah 50
4. Tuntas 65,63%
5. Tidak Tuntas 34,37%
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) = ≥75

60
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Nilai bergolong, hasil belajar siswa dikategorikan dalam persentase setelah tes siklus I diperoleh
nilai yang kategori sangat baik dengan rentang nilai 85-100 mencapai 21,88% (7 siswa), kategori baik
rentang nilai 75-84 mencapai 43,75% (14 siswa) kategori cukup dengan rentang nilai 65-74 mencapai
18,75% (6 siswa), kategori kurang dengan rentang nilai 55-65 mencapai 12,50% (4 siswa) dan yang
kategori sangat kurang rentang nilai <55 mencapai 3,13% (1 siswa). Untuk lebih jelas kategori nilai
hasil tes kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu siklus I dapat dilihat pada tabel 4.5.
berikut ini :

Tabel 4.5. Kategori Nilai Hasil Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan Waktu
pada Siklus I

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase

85 - 100 Sangat baik 7 21,88%


75 - 84 Baik 14 43,75%
65 - 74 Cukup 6 18,75%
55 - 64 kurang 4 12,50%
< 55 Sangat kurang 1 3,13%
Jumlah 32 100%

Data hasil pengamatan siklus I mengenai hasil belajar Kemampuan Membaca Pemahaman terkait
dengan waktu melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC)
diperoleh data untuk nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 90, nilai terendah sebesar 50, dan nilai
rata-rata 74,53, ketuntasan belajar dari jumlah 32 siswa, baru tercapai 65,63% (21 siswa), sedangkan
11 siswa (34,37%) dinyatakan tidak tuntas.
Berdasarkan uraian di atas, refleksi yang dilakukan oleh peneliti bersama kolaborator dengan
tujuan untuk mengkaji dan menganalisis pelaksanaan tindakan pada siklus I dengan jalan
mengidentifikasi baik kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh maupun kekurangan-kekurangan atau
hambatan-hambatan yang masih dihadapi.
Namun hasil yang diperoleh siswa pada siklus I mengindikasikan bahwa nilai yang diperoleh oleh
siswa mayoritas masih dibawah standar ketuntasan belajar yang telah ditetapkan yakni, dari jumlah
siswa mencapai ketuntasan tes hasil belajar yaitu mendapatkan nilai KKM (≥75), maka peneliti
dengan kesepakatan teman sejawat merasa perlu melanjutkan untuk perbaikan pada siklus II.

Deskripsi Siklus II
Sedangkan hasil kemampuan membaca terkait dengan waktu melalui model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) pada siswa kelas VII-D UPTD SMP Negeri 2
Papar, Kabupaten Kediri pada siklus II. Nilai rata-rata 86,14 nilai teringgi 100 nilai terendahnya 65,

61
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

ketuntasan belajar dari jumlah 32 siswa dengan KKM ≥75 ada 29 siswa (90,62%) yang dinyatakan
tuntas, sedangkan 3 siswa (9,38%) dinyatakan tidak tuntas. Penilaian hasil belajar kolektif siswa pada
siklus II dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini :

Tabel 4.8. Penilaian Hasil Belajar Kolektif siswa pada siklus II

No. Uraian Keterangan


1. Nilai rata-rata 86,14
2. Nialia Tertinggi 100
3. Nilai Terendah 65
4. Tuntas 90,62%
5. Tidak Tuntas 9,38%
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) = ≥75

Kategori hasil belajar siswa dikategorikan dalam persentase setelah tes siklus II diperoleh nilai
yang kategori sangat baik dengan rentang nilai 85-100 mencapai 59,38% (19 siswa), kategori baik
rentang nilai 75-84 mencapai 31,25% (10 siswa) kategori cukup dengan rentang nilai 65-74 mencapai
9,38% (3 siswa), sedangkan kategori kurang dengan rentang nilai 55-65 dan kategori sangat kurang
rentang nilai <55 tidak ada satupun yang mendapatkan.
Untuk lebih jelas kategori nilai hasil tes kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu
siklus II dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini :

Tabel 4.9. Kategori Nilai Hasil Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Terkait dengan Waktu
pada Siklus II

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase


85 - 100 Sangat baik 19 59,38%
75 - 84 Baik 10 31,25%
65 - 74 Cukup 3 9,38%
55 - 64 kurang 0 0,00%
Sangat
< 55 0 0,00%
kurang
Jumlah 32 100%

Data hasil pengamatan siklus I mengenai hasil belajar kemampuan membaca pemahaman terkait
dengan waktu melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC))
diperoleh data untuk nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100, nilai terendah 65, dan nilai rata-
rata 86,14, ketuntasan belajar dari jumlah 32 siswa, baru tercapai 90,62% (29 siswa), sedangkan 3
siswa (9,38%) dinyatakan tidak tuntas.
Berdasarkan uraian di atas, refleksi pada siklus II mengindikasikan bahwa baik proses maupun
hasil yang diperoleh oleh siswa telah mencapai indikator kinerja sesuai dengan harapan, maka peneliti

62
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

dengan teman sejawat kesepakatan menghentikan penelitian ini pada siklus II dan tidak perlu
dilanjutkan pada siklus III.

Pembahasan
Penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dalam
meningkatkan kemampuan membaca pemahaman terkait dengan waktu pada siswa kelas VII-D UPTD
SMP Negeri 2 Papar, Kabupaten Kediri dari setiap siklusnya terjadi peningkatan. Siswa sangat senang
dengan melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC), terbukti
dengan meningkatnya hasil belajar, secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.13. berikut ini:

Tabel 4.13. Perubahan dan Peningkatan Hasil Belajar Siswa

No. Keterangan Pra Siklus Tes Akhir Tindakan Siklus I Tes Akhir Tindakan Siklus II
1. Rata-rata 64,84 74,53 86,14
2. Nilai tertinggi 80 92 100
3. Nilai terendah 40 50 65
4. Tuntas belajar 43,75% 65,63% 90,62%
5. Tidak tuntas 56,25% 34,37% 9,38%

Berdasarkan tabel 4.13 tersebut diatas rata-rata nilai kemampuan membaca pemahaman terkait
dengan waktu melalui model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) pada
Pra siklus baru tercapai 64,84 siklus I mencapai 74,53 pada siklus II meningkat menjadi 86,14.
Sedangkan ketuntasan belajar pra siklus tercapai 43,75% pada siklus I meningkat menjadi 65,63%
pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat menggembirakan yaitu 90,62%

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang dilaksanakan selama dua siklus di kelas VII-D
UPTD SMP Negeri 2 Papar Kabupaten Kediri, dapat diambil simpulan bahwa melalui model
pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) kemampuan membaca
pemahaman terkait dengan waktu menjadi meningkat. Hal ini dapat diketahui pada siklus I nilai
keterampilan membaca pemahaman meningkat dari rata-rata 74,53 menjadi 86,14 atau mengalami
peningkatan sebesar 11,61 pada siklus II. Sedangkan ketuntasan belajar mengalami peningkatan dari
65,63% (21 siswa) pada siklus I menjadi 90,62% (29 siswa) pada siklus II atau mengalami
peningkatan sebesar 24,99%. Tinggal 2 siswa (9,38%) dinyatakan tidak tuntas.
Pada peningkatan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran melalui model
pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) ini mampu mengubah menjadi
lebih baik. Hasil observasi menunjukkan adanya perubahan perilaku siswa, perilaku yang masih

63
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

kurang aktif yang ditunjukkan siswa pada kondisi awal dan siklus I berubah menjadi lebih baik pada
siklus II.
Perolehan hasil pembelajaran di atas tidak luput dari kerja keras seorang mitra peneliti yang
berperan sebagai kolaborator dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu kesulitan guru dalam
penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) harus segera
ditanggulangi agar saat pelaksanaan proses pembelajaran lebih maksimal. Informasi yang diperoleh
dari evaluasi ini merupakan umpan balik terhadap kegiatan pembelajaran, yang akan dijadikan sebagai
titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran selanjutnya.
Saran
Berdasarkan simpulan yang diutarakan di atas, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut.
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru, bahwa dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris di
kelas hendaknya memanfaatkan strategi pembelajaran yang tepat agar proses pembelajaran
menjadi lebih menarik dan menyenangkan sehingga materi akan bisa tersampaikan dengan
hasil yang optimal serta dapat mengurangi rasa kejenuhan atau kebosanan, karena
pembelajaran Bahasa Inggris biasanya identik dengan pelajaran yang menjenuhkan.
2. Diharapkan guru bisa menjadi lebih kreatif dalam menciptakan suasana pembelajaran yang
menarik dan menyenangkan sehingga siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di
kelas juga akan bisa menjadi lebih menikmati dan lebih bersemangat lagi.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengambil kompetensi dasar yang lain
sehingga diperoleh hasil yang lebih meyakinkan tentang keefektifan model pembelajaran
Cooperative Integrated Reading Composition (CIRC) dalam kegiatan pembelajaran Bahasa
Inggris pada khususnya serta mata pelajaran bahasa lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ahuja Pramila dan G.C. Ahuja. 2010. Membaca Secara Efektif dan Efisien. Bandung: PT Kiblat Buku Utama
Akhmad Sudrajat. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran. Bandung :
Sinar Baru Algensindo.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Jakarta
Burhan Nurgiyantoro. 2001. Penilaian dalan Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yoggyakarta: BPFE
Cahyani dan Rosmana A.I, 2006 Pendidikan bahasa Indonesia. Bandung :UPI-PRESS
Etin Solihatin dan Raharjo. 2009. Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta.
Farida Rahim. 2008. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta : Bumi Aksara
Harjasudjana, Ahmad S. 2006. Buku Materi Pokok Keterampilan Membaca. Jakarta: Karunika Universitas
Terbuka

64
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Huda, Miftahul., (2011). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Isjoni, 2009. Cooperatif Learning efektif dalam pembelajaran kolompok. Bandung Alfabet
Mulyati, Yeti, dkk, 2011. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Nurhadi. 2007. Pembelajaran Membaca. Jakarta: Cipta.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
St.Y. Slamet. 2008. Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Press
Suhendar, M.E. & Supinah Pien. 2001. Pengajaran dan Ujian Keterampilan Membaca dan Keterampilan
Menulis. Bandung: CV PIONIR JAYA
Suprijono.Agus, (2016), Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tampubolon. 2008. Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung: CV Angkasa
Tarigan, H.G. 2006. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa

65
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Penerapan Metode Demonstrasi pada Mata Pelajaran Seni Budaya

Siswa SMAN 1 Mojo Kabupaten Kediri

Moh. Sholeh
SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri

ABSTRAK
Judul yang diteliti tentang Peningkatan Prestasi Belajar Dan Aktivitas Belajar Siswa
Pada Materi Pembuatan Karya Seni Rupa Dua Dimensi Dengan Media Surfing
Wood Dengan Penerapan Metode Demonstrasi Siswa Kelas X IPS 4 SMA Negeri 1
Mojo Kabupaten Kediri Semester Ganjil Tahun Ajaran 2019-2020. Permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana peningkatan prestasi belajar
pada materi pembuatan karya seni rupa dua dengan media surfing wood dengan
penerapan metode siswa kelas X IPS 4 SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2019-2020? (2) Bagaimana peningkatan motivasi
belajar pada materi pembuatan karya seni rupa dua dengan media surfing wood
dengan penerapan metode demonstrasi siswa kelas X IPS 4 SMA Negeri 1 Mojo
Kabupaten Kediri Semester Ganjil Tahun Ajaran 2019-2020 ? Berdasarkan hasil
belajar siswa melaului tes praktek yang telah dilakukan dalam dua siklus diperoleh
kesimpulan bahwa pada siklus 1 mendapatkan nilai rata-rata sebesar 74,15. Untuk
ketuntasan belajar siswa yaitu 55 %. Selanjutnya pada siklus II mulai terjadi
peningkatan dari siklus I yang hanya 55% menjadi 100%. Dengan demikian rata-rata
siswa telah melebihi ketuntasan belajar yang diinginkan yaitu 80% dan nilai rata-
rata telah melebihi standart Indikator keberhasilan atau telah melebihi nilai 75
sedangkan pada siklus 2 mencapai nilai rata-rata 84,17. Berdasarkan hasil observasi
yang telah dilakukan dalam dua siklus diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas siswa
atau keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran meningkat. Pada siklus
1 aktivitas siswa hanya mencapai pada level “Cukup” sebanyak 18 siswa atau 55%
saja , sedangkan sisanya pada posisi aktivitas di level “Kurang”. Pada siklus 2
mengalami peningkatan yaitu aktivitas siswa mulai meningkat ke level “Baik “
sebanyak 26 siswa atau 82%, sedangkan sisanya pada posisi level “Cukup” dan level
‘Sangat Baik”.

Kata Kunci : prestasi belajar dan aktivitas belajar, melukis media surfing wood,
metode demonstrasi

66
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

1. PENDAHULUAN
Seni merupakan hasil usaha pemenuhan kebutuhan manusia untuk mengungkapkan perasaan
(Garha, 1982:5). Banyak anggapan bahwa seni merupakan pelajaran yang tidak penting dan
dikesampingkan. Padahal seni merupakan unsur penting dalam kehidupan sehari-hari. Melestarikan
budaya tradisi menjadi salah satu tugas lembaga pendidikan, yaitu melalui pendidikan seni di Sekolah.
Pendidikan seni terbentuk dari kata pendidikan dan seni. Hal ini membawa implikasi bahwa
pendidikan seni tidak hanya difungsikan sebagai sarana untuk melatih anak agar mampu menguasai
proses dan teknik berkarya seni, namun melalui proses ini juga difungsikan sebagai alat pendidikan
dalam rangka mengembangkan peserta didik secara optimal dan menemukan pemenuhan dirinya
dalam hidup,untuk mentransmisikan warisan budaya, memperluas kesadaran sosial dan sebagai jalan
untuk menambah pengetahuan ( Bandi 2009:20) Melalui pendidikan seni diharapkan siswa dapat
dibantu perkembangan fisik dan psikisnya secara seimbang. Selain itu, diharapkan masyarakat,
khususnya generasi muda, tumbuh sikap apresiatif terhadap segala sesuatu mengenai seni dan budaya
Indonesia. Persoalan Pendidikan Seni terletak pada kurangnya sumber daya manusia yang berwawasan
luas mengenai seni dan pendidikan, derasnya pengaruh budaya luar melalui media massa dan
sebagainya. Hal tersebut mengakibatkan semakin kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai
seni dan budaya di Indonesia.
Salah satu peran Sekolah adalah sebagai lembaga pendidikan yang turut melestarikan budaya
bangsa serta mengarahkan siswa ke arah yang positif secara optimal. Untuk menjalankan peran
tersebut Sekolah dituntut untuk menyajikan bahan ajar yang sesuai dengan keadaan siswa. Dalam
bahan ajar seni rupa, media yang akan digunakan untuk proses berkarya harus dipilih dengan baik.
Menurut Sunaryo (2009) media ialah bahan dan alat, serta perlengkapan yang biasa digunakan untuk
memproduksi karya seni rupa, termasuk cara menggunakannya. Dalam pembelajaran seni rupa, media
merupakan hal pokok dalam proses berkreativitas siswa. Berdasarkan hasil karya yang sudah ada,
kreativitas anak dalam berkarya seni rupa dapat terhambat karena keterbatasan media. Keterbatasan
media tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, salah satunya adalah karena faktor latar belakang
siswa dengan kemampuan ekonomi orang tua siswa yang tergolong menengah kebawah.
Hal di atas terjadi di SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri. Pada Sekolah tersebut dalam
pembelajaran seni lukis masih menggunakan media lukis yang seadanya. Media yang digunakan siswa
untuk kegiatan melukis antara lain; kertas gambar , pensil, spidol dan bolpoint. Untuk mengatasi hal
tersebut, kiranya diperlukan suatu pemanfaatan media yang bisa diaplikasikan untuk pembelajaran
seni lukis, dengan hasil karya yang lebih baik dan lebih merangsang kreativitas siswa untuk berkarya.
Media yang dapat digunakan adalah surfing wood. Sebab, media tersebut merupakan media yang tidak
pernah digunakan oleh siswa, dan harganya tidak mahal. Sehingga semua siswa dengan kemampuan
ekonomi menengah kebawah sanggup untuk mendapatkannya.
Dalam pembelajaran seni lukis dengan pemanfaatan media surfing wood, menuntut siswa untuk
lebih berani bereksperimen dan mengembangkan ekspresi artistik bagi siswa. Menurut Ismiyanto

67
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

(2010) dalam proses pembelajaran seni yang terpenting adalah mengupayakan terciptanya situasi dan
kondisi yang kondusif bagi kegiatan belajar yang menyangkut ekspresi artistik dan menciptakan
lingkungan yang dapat membantu perkembangan anak untuk “menemukan” sesuatu melalui eksplorasi
dan eksperimentasi dalam belajar.
Pemanfaatan media surfing wood untuk pembelajaran seni lukis dikembangkan ke dalam
kegiatan mengekspresikan diri melalui karya seni rupa yang ada dalam kurikulum Seni Budaya SMA
kelas X. Kegiatan ini termasuk dalam Standar Kompetensi (SK) mengekspresikan diri melalui karya
seni rupa. Seorang guru hendaknya memilih media yang tepat dalam menyampaikan materi agar
kegiatan belajar dapat berlangsung dengan efektif dan efisien, sesuai dengan Standar Kompetensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum. Adapun Kompetensi dasar yang terkait dalam
pembelajaran seni lukis dengan pemanfaatan media surfing wood ini adalah mengekspresikan diri
melalui karya seni lukis.

2. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri Semester Ganjil Tahun
Ajaran 2019-2020 Kelas X IPS 4 yang terdiri atas sejumlah 33 orang siswa. Penelitian ini dimulai
pada tanggal 23 Juli 2019 sampai dengan tanggal 28 Agustus 2019.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Adapun tujuan utama dari penelitian
tindakan kelas (PTK) adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran secara
berkesinambungan, sedangkan tujuan penyertaannya adalah menumbuhkan budaya meneliti di
kalangan guru (Mukhlis, 2003:5).
Instrumen Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data kualitatif. Indtrument
tersebut antara lain :
1) Observasi : Observasi digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran yang meliputi
kesiapan siswa, keaktifan siswa saat bertanya dalam proses pembelajaran, keaktifan siswa
dalam mempersiapkan alat dan bahan, keaktifan siswa dalam berkarya. ketertarikan siswa
terhadap materi dan metode pembelajaran, ketertarikan siswa terhadap media seni rupa yang
digunakan, respon siwa terhadap kegiatan pembelajaran seni lukis dengan media surfing
wood, interaksi siswa dengan guru pada saat pelaksanaan pembelajaran, serta hasil karya
pembelajaran melukis dengan media surfing wood.
2) Tes : Teknik pengumpulan data tes yang digunakan dengan menggunakan instrumen tes
berupa soal untuk tes unjuk kerja berkarya lukis dengan menggunakan media surfing wood
yang harus dikerjakan siswa. Tes dilakukan sebanyak dua kali. Kemudian data tes dalam
penelitian diperoleh dari hasil tes yang dikerjakan siswa.

68
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Dalam mengevaluasi hasil karya siswa, diperlukan pedoman penilaian berisi tentang aspek
penilaian berikut dengan sistem penskorannya. Kriteria ketuntasan minimal (KKM) SB/Seni
Budaya di SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri .

Table 8 Pedoman Skor Penilaian Berkarya Lukis Media Surfing Wood

SKOR
NO ASPEK
<65 65 - 74 75-87 88-100
Mengetahui alat
Tidak Mengetahui
dan Mengetahui
mengetahui alat hampir semua
Perencanaan bahan yang semua alat dan
1 dan alat dan
bahan diperlukan bahan yang
bahan yang bahan yang
dengan kurang diperlukan
diperlukan diperlukan
baik
Proses pembuatan
Mempersiapkan Mempersiapkan Mempersiapkan
a. Persiapan Tidak
alat dan bahan alat dan bahan alat dan bahan
2 alat Dan mempersiapkan
secara tidak kurang secara
bahan alat dan bahan.
lengkap lengkap lengkap
Kurang Cukup Mengetahui cara Mengetahui cara
b. Cara
3 mengetahui cara mengetahui cara membuat dengan membuat dengan
membuat
membuat. membuat. baik sangat baik
Hasil poduk
Kreatifitas obyek Kreatifitas obyek Kreatifitas obyek Kreatifitas obyek
4 a. kreatifitas
lukis kurang baik lukis cukup baik lukis baik lukis sangat baik
Kerapian Kerapian Kerapian
Kerapian
5 b. Kerapian kurang cukup sangat
baik.
baik. baik. baik.
Komposisi warna Komposisi warna Komposisi warna
c. Komposisi Komposisi warna
6 kurang cukup sangat
warna baik
baik. baik. baik
Skor

69
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan bagi siswa dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jika nilai rata-rata
seluruh siswa mencapai nilai KKM yaitu 75, dengan nilai ketuntasan klasikal belajar minimal 75 %
siswa yang diajar dengan menggunakan metode Demosntrasi serta nilai aktivitas belajar meningkat di
setiap siklusnya.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Data hasil penelitian ini diperoleh melalui hasil observasi, dan penilaian produk. Observasi
bertujuan untuk mengamati aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dan peserta didik saat proses
pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian produk digunakan peneliti untuk mendapatkan data
peningkatan kreativitas seni lukis menggunakan media surfing wood. Penelitian yang dilaksanakan
pada sekolah ini dari siklus I, dan siklus II. Dengan jumlah siswa 33 orang yang terdiri atas 15 siswa
laki-laki, dan 18 siswa perempuan
1) Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan dalam dua siklus diperoleh kesimpulan
bahwa aktivitas siswa atau keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran meningkat.
Pada siklus 1 aktivitas siswa hanya mencapai pada level “Cukup” sebanyak 18 siswa atau 55%
saja , sedangkan sisanya pada posisi aktivitas di level “Kurang”. Pada siklus 2 mengalami
peningkatan yaitu aktivitas siswa mulai meningkat ke level “Baik “ sebanyak 27 siswa atau 82%,
sedangkan sisanya pada posisi level “Sangat Baik” sebanyak 5 siswa atau 15%, dan pada level
“Cukup” sebanyak 3% atau sebanyak 1 siswa.

Table 9 Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1 dan Siklus 2


Siklus 1 Siklus 2
Skor Kriteria
Frekuensi Prosentase Frekuensi Prosentase
24-28 Sangat baik 0 0% 5 15%
19-23 baik 0 0% 27 82%
14 - 18 Cukup 18 55% 1 3%
≤ 13 Kurang 15 45% 0 0%
TOTAL 33 100% 33 100%

Peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan Metode Demonstrasi ini


disebabkan beberapa alasan yang merupakan keunggulan Metode ini.
1) Metode Demonstrasi membuat siswa aktif dalam belajar
2) Belajar mandiri sesuai dengan kemampuan
3) Siswa mampu mempersentasikan dan menampilkan gerakan yang diciptakannya sendiri
4) Siswa lebih percaya diri dalam melaksanakan proses penciptaan karya seni rupa.

70
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

2) Hasil Belajar Siswa


Hasil belajar siswa ditunjukan dari hasil test yang mereka lakukan menunjukan adanya
peningkatan yang signifikan. Pada siklus I terdapat peningkatan dalam persentase ketuntasan
belajar siswa yaitu 71 % dibandingkan pada pra siklus yang hanya mencapai 61%, hal ini
dikarenakan siswa mulai aktif dalam kegiatan belajar. Selanjutnya pada siklus II juga mulai
terjadi peningkatan dari siklus I yang hanya 55% menjadi 100%. Dengan demikian rata-rata siswa
telah melebihi ketuntasan belajar yang diinginkan yaitu 80% dan nilai rata-rata telah melebihi
standart Indikator keberhasilan atau telah melebihi nilai 75 sedangkan pada siklus 2 mencapai
nilai rata-rata 84,03.

Table 10 Hasil Tes Belajar Pra Siklus, Siklus 1 dan Siklua 2

Kategori Siklus 1 Siklus 2


Tuntas 18 siswa 33 siswa
Tidak tuntas 15 siswa 0 siswa
Nilai rata-rata 74,19 84,03

Dari hasil di atas, diperoleh nilai rata-rata sebesar 84,03 atau sudah mencapai 100% naik dari
sebelumnya ketika di siklus I yang hanya memperoleh sebesar 69,67 atau 55% hal ini terlihat
ketika proses pembelajaran siswa sangat semangat,peningkatan aktivitas belajar pada siswa baik
secara individu maupun kelompok, perhatikan siswa, tanggung jawab siswa, dan disiplin dinilai
sangat baik.
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa siswa sudah tuntas dalam pembelajarn di kelasnya
pada siklus II sebesar 100% (33 siswa), sedangkan yang tidak tuntas sebesar 0% (0 siswa) ,
sedangkan untuk nilai rata rata keseluruhan mendapat nilai 84,03. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dengan menggunakan Metode pembelajaran Demonstrasi hasil belajar telah
tercapai 100 % bahkan lebih pada kompetensi dasar Membuat karya seni rupa dua dimensi
menggunakan berbagai media dan teknik dengan melihat model di kelas X IPS 4 SMAN 1 Mojo
Kabupaten Kediri sudah mencapai 100% ketuntasan. Sedangkan untuk hasil ketuntasan klasikal
mulai siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada diagram di bawah ini

150% KETUNTASAN BELAJAR KLASIKAL


100%
100%
55%
KETUNTASAN
50% BELAJAR KLASIKAL

0%
SIKLUS 1 SIKLUS 2

Grafik 1 Prosentase ketuntasan belajar siklus 1 dan siklus2

71
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Data tabel 3 di atas menunjukan nilai yang diperoleh selama penelitian yang pertama pada tahap
siklus I memperoleh nilai rata-rata sebesar 74,19 dan terakhir pada tahap siklus II memperoleh nilai
rata-rata sebesar 84,03. Menunjukan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam memahami belajar
pada kompetensi dasar Membuat karya seni rupa dua dimensi menggunakan berbagai media dan
teknik dengan melihat model dengan penerapan Metode Demonstrasi adalah salah satu cara di mana
dalam proses pembelajaran peserta didik berperan aktif baik secara individu maupun kelompok,
sehingga pembelajaran tidak membosankan dan memiliki makna tersendiri dalan kehidupan belajar
siswa.

4. SIMPULAN DAN SARAN


1) Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian Peningkatan Prestasi Belajar Dan Aktivitas Belajar Siswa Melalui
Peningkatan Kemampuan Melukis dengan media surfing wood Pada Kompetensi Dasar Membuat
karya seni rupa dua dimensi menggunakan berbagai media dan teknik dengan melihat model dengan
penerapan metode demonstrasi siswa kelas X IPS 4 SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri Tahun
Ajaran 2019-2020, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Aktivitas siswa mengalami peningkatan pada siklus 1 siswa yang mendapat aktifitas belajar
di level “Cukup” sebanyak 18 siswa dan di level “Kurang”sebanyak 15 siswa mengalami
peningkatan kualitas di siklus 2. Di siklus 2 siswa mengalami peningkatan dengan jumlah
siswa yang mendapatkan level “Baik” berjumlah 27 siswa dan di level “Cukup” berjumlah 1
siswa dan di level ‘Sangat Baik” sebanyak 5 siswa.
b. Untuk nilai ketrampilan hasil melukis dengan menggunakan media Surfing wood pada siklus
1 mendapatkan nilai rata-rata 74,19 dan ketuntasan klasikal sebesar 55%. Pada siklus 1 siswa
kelas X IPS 4 SMA Negeri 1 Mojo Kabupaten Kediri mendapatkan nilai rata-rata sebesar
84,03 dengan ketuntasan klasikal sebesar 100%.
2) Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan peneliti
sebagai berikut.
a. Perlu penggunaan media berkarya yang sesuai dengan keadaan siswa, yang mudah diperoleh
siswa dan ekonomis.
b. Guru Seni Rupa hendaknya menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan karakter
siswa
c. Kurangnya kemampuan siswa dalam menentukan ide dan mengembangkan kreativitas.
d. Hendaknya guru lebih memotivasi baik itu secara visual maupun verbal, dan memberikan
penjelasan tentang kreativitas sehingga ide siswa mampu berkembang dengan baik

72
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

DAFTAR PUSTAKA
Anas Sudijono, (2010: 43). Rumus Persentase. Berrill, Philip. 2008. Panduan Melukis,Jakarta: Akademia
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka
Djamarah, Syaiful B dan Aswan Z.2002. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Garha, Oho. 1982. Pendidikan Kesenian Seni Rupa Program Spesialisasi II, Jakarta: PT. Gramedia.
Ismiyanto, Pc. 2010. Strategi dan Model Pembelajaran Seni, Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang.
Moleong, (2007: 6).Metode ilimiah tentang pendekatan kualitatif bersifat deskriptif.
Rifai RC, Achmad dan Chatharina Tri Anni. 2011.Belajar dan Pembelajaran,Semarang: Universitas Negeri
Semarang Press.
Sardiman.2007. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : PT Rineka Cipta.
Sunaryo dan Sumartono. 2006. Seni Lukis Dasar (Bahan Ajar Seni Lukis I),Buku Ajar. UNNES.
Sunaryo, Aryo. 2002. “Nirmana I”. Paparan Perkuliahan,Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Semarang
Susanto, Mik Syafii. 2006. Buku Ajar Tertulis, Konsep dan Model Pembelajaran.Seni Rupa.UNNES.
Gibson dan Ivancevich dan Donnely. 1994. Organisasi dan manajemen. Perilaku struktur, proses. Edisi
keempat. Jakarta: Erlangga.
Moenir, A.S. 2008 Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Purba, Hartono (2007) . Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Siswa.Skripsi. Medan : FT.
UNIMED.
Bahri, Syaiful dan Zain, Aswan (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Sagala, Syaiful (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta : Alfabeta.
Syah, Muhibbin (2003). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

73
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar

Kimia Lintas Minat Materi Sifat Koligatif Larutan pada Siswa Kelas XII IPS-2
SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri Tahun Pelajaran 2021-2022

Nanik Rukmawati
Guru Kimia SMA Negeri 1 Kandat

ABSTRAK
Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan yang berlangsung
secara terus menerus menuntut perbaikan sistem pendidikan nasional. Salah satu
upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah penyempurnaan kurikulum.
Kurikulum yang disempurnakan ini yaitu Kurikulum 2013 yang disusun untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah siswa. Penyampaian dalam pembelajarannya menggunakan
pendekatan dan metode yang bervariasi dan berorientasi pada hasil belajar.
Penilaiannya menekankan pada proses dan hasil belajar. Namun, pada kenyataannya
kegiatan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Kimia masih berpusat pada
guru dan siswa cenderung pasif. Akhirnya, hasil belajar siswa belum sesuai harapan.
Oleh karena itu, peneliti menganggap penting mengadakan penelitian guna
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Problem Based Learning (PBL)
merupakan salah satu strategi dari pendekatan pembelajaran kontekstual dan
digunakan dalam penelitian ini. Tujuan penelitian adalah meningkatkan aktivitas dan
hasil belajar siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun
pelajaran 2021-2022. Pendekatannya adalah pendekatan kualitatif. Jenis
penelitiannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus.
Data hasil Penelitian dianalisis secara deskriptif. Tempat pelaksanaan di SMA
Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri dengan subjek penelitian siswa kelas XII IPS-2
yang berjumlah 35 siswa dan dilaksanakan mulai bulan Oktober - Nopember 2021.
Hasil penelitian dengan penggunaan Problem Based Learning (PBL) pada mata
pelajaran Kimia dengan kompetensi dasar “Membedakan sifat koligatif larutan
elektrolit dan larutan nonelektrolit penurunan titik beku dan tekanan osmosis”
menunjukkan adanya dampak yang baik terhadap aktivitas dan peningkatan hasil
belajar siswa. Indikasinya adalah adanya kenaikan rata-rata skor aktivitas belajar
siswa dari siklus I ke siklus II. Rata-rata skor semua komponen aktivitas siswa pada
siklus I sebesar 60,9 meningkat menjadi 77,7 pada siklus II. Kemudian untuk hasil
belajar siswa diindikasikan dengan peningkatan rata-rata skor hasil belajar siswa
dari siklus I (81) ke siklus II (86). Selain itu, peningkatan prosentase taraf
keberhasilan siswa adalah dari siklus I (68,6%) ke siklus II (91,4%).

Kata Kunci : problem based learning (pbl), aktivitas, hasil belajar, kimia.

74
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

A. PENDAHULUAN
Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut
perbaikan sistem pendidikan nasional.
Salah satu upaya perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan nasional adalah penyempurnaan
kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Oleh
sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program
pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Setiap daerah memiliki potensi,
kebutuhan, tantangan, dan keberagaman karakteristik lingkungan yang berbeda-beda. Dengan
demikian, tiap-tiap daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik, potensi, dan
kebutuhan daerah. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keberagaman tersebut untuk
menghasilkan lulusan yang sesuai/relevan dengan kebutuhan pengembangan daerah.
Sulaiman (dalam Fatmawati, 2012: 3) menyatakan bahwa ada banyak faktor penentu keberhasilan
pelaksanaan kurikulum. Salah satu diantaranya adalah pendekatan dan metode yang digunakan.
Penggunaan pendekatan dan metode belajar harus mempertimbangkan kesesuaian dan kompetensi
dasar serta standar kompetensi yang ingin dicapai, uraian materi pokok, teknik evaluasi yang dipakai,
sarana yang tersedia, serta mempertimbangkan kemampuan anak didik. Seorang guru hendaknya
kreatif dan selektif dalam memilih pendekatan dan metode belajar yang akan digunakan dalam
pembelajaran sehingga akan tercipta suasana belajar yang kondusif.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002: 3), kegiatan pembelajaran merupakan usaha guru dalam
menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar. Peran guru dalam pembelajaran adalah
membuat desain intruksional, menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar, bertindak mengajar atau
membelajarkan, mengevaluasi hasil belajar yang berupa dampak pengajaran. Peran siswa adalah
bertindak belajar yaitu mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil
belajar sehingga kemampuan mental siswa semakin meningkat.
Aktifitas pembelajaran sebaiknya lebih ditekankan pada berlangsungnya proses belajar dari pada
proses mengajar. Proses belajar yang efektif akan memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah sehingga dalam suatu kegiatan
pembelajaran diperlukan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dan disampaikan pada siswa
dengan metode yang tepat pula.
Di kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri, kegiatan belajar mengajar yang guru
lakukan sudah menerapkan Kurikulum 2013 sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Namun, kenyataan di lapangan dalam

75
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru, sebagian besar aktivitas pembelajaran dilakukan
oleh guru, dan metode pembelajarannya hanya dengan ceramah yang diselingi dengan tanya jawab
tentang materi yang disampaikan oleh guru. Hal ini berdampak pada hasil belajar Kimia siswa yang
masih terbilang kurang maksimal di mana rata-rata kelasnya hanya 68,25.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan salah satu strategi dari pendekatan pembelajaran
kontekstual yaitu Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah. Pada
pembelajaran ini, terdapat aktifitas pemecahan masalah yang berasal dari dunia nyata, yaitu
permasalahan-permasalahan yang dapat ditemukan di sekitar siswa yang akan membuat belajar
menjadi lebih bermakna.
Pembelajaran berbasis masalah ini bertujuan membantu siswa mengembangkan kemampuan
berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar tentang berbagai peran orang
dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pembelajar
yang otonom dan mandiri (Nurhadi, 2004: 57). Penerapan Problem Based Learning (PBL) ini
diharapkan dapat membangun suasana belajar yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada
siswa sehingga dapat membuat siswa lebih berminat untuk mempelajari pelajaran Kimia dan siswa
dapat memperoleh pengetahuan yang lebih bermakna sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
Dengan latar belakang dan alasan tersebut, peneliti mengadakan penelitian dengan judul
“Penerapan Problem Based Learning dalam Meningkatkan Hasil Belajar Kimia Lintas Minat Materi
Sifat Koligatif Larutan pada Siswa Kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri Tahun
Pelajaran 2021-2022.”
Adapun rumusan masalah penelitian berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, yaitu (1)
Bagaimanakah proses penerapan Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran Kimia Lintas
Minat di kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-2022?; (2)
Bagaimanakah dampak penerapan Problem Based Learning (PBL) terhadap aktivitas belajar siswa
pada mata pelajaran Kimia Lintas Minat kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri
tahun pelajaran 2021-2022?; dan (3) Apakah penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Kimia Lintas Minat pada siswa kelas XII IPS-2 SMA
Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-2022? serta (4) Bagaimanakah tanggapan
guru terhadap penerapan Problem Based Learning (PBL) dalam kegiatan belajar mengajar pada mata
pelajaran Kimia Lintas Minat kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun
pelajaran 2021-2022?
Sedangkan, tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah di atas adalah mendeskripsikan
proses penerapan Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran Kimia Lintas Minat kelas XII
IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-2022 dan dampak penerapan
serta peningkatan hasil belajarnya. Selain itu, mendeskripsikan pula tanggapan guru terhadap
penerapan Problem Based Learning (PBL) dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran

76
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Kimia Lintas Minat kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-
2022.

B. KAJIAN TEORI
Hakekat Belajar dan Pembelajaran
Menurut Arifin, dkk (dalam Hasanah, 2006: 11), belajar adalah proses aktif siswa untuk
mempelajari dan memahami konsep yang dikembangkan selama kegiatan belajar mengajar baik
individual maupun kelompok, baik mandiri maupun terbimbing. Belajar membawa sesuatu perubahan
pada individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuannya melainkan
juga dalam bentuk kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat dan penyesuaian diri
(Nasution, 2004:35). Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses
interaksi antara diri manusia dengan lingkungan untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
perubahan tingkah laku manusia baik melalui pengalaman maupun latihan.
Pembelajaran Kimia
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara
sistematis. Dengan demikian, IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA, termasuk Kimia, menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah.

Problem Based Learning (PBL)


Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang penting dari
materi pelajaran (Nurhadi, dkk, 2004: 56). Pengertian lain Problem Based Learning (PBL) adalah
pembelajaran yang berfokus pada penyajian suatu permasalahan yang nyata kepada siswa, kemudian
siswa diminta mencari pemecahan masalah melalui serangkaian penelitian atau investigasi
berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipelajari dari berbagai bidang ilmu (Pannen dalam Risnawati,
2005:13).
Ciri-ciri PBL menurut Ibrahim dan Nur (dalam Nurhadi, dkk, 2004: 57) sebagai berikut.
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah. PBL bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip
atau keterampilan akademik tertentu. PBL mengorganisasikan pengajaran di sekitar
pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi
bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang autentik,

77
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk
situasi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBL mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah
dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.
Menurut Ibrahim (dalam Fatmawati, 2008:14), PBL dirancang untuk membantu guru agar dapat
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, tetapi model pembelajaran ini bertujuan
untuk (a) Mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah. Kerjasama
yang dilakukan dalam PBL mendorong munculnya berbagai keterampilan inkuiri dan dialog. Dengan
demikian, akan berkembang keterampilan sosial dan keterampilan berfikir sekaligus; (b) Belajar
berperan sebagai orang dewasa. Dalam pembelajaran, PBL bersesuaian dengan aktivitas mental di luar
sekolah sebagai orang dewasa, yaitu PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas dan PBL
memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang
lain sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar
yang terjadi diluar sekolah.
Tahapan PBL biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil
kerja siswa. Tahapan Problem Based Learning (PBL) ditunjukkan pada tabel 2.3 di bawah ini.

Tabel 2.3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah/PBL

Tahapan Tingkah Laku Guru


Tahap 1: Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik
Orientasi siswa kepada masalah yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2: Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan
Mengoganisasi siswa untuk belajar tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3: Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang
Membimbing penyelidikan sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
individual dan kelompok penjelasan dan pemecahan masalahnya.
Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya
Tahap 4: yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu
Mengembangkan dan menyajikan mereka berbagai tugas dengan temannya.
hasil karya Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
Tahap 5: gunakan.
Menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah
(Nurhadi, dkk, 2004:59)

78
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

C. METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian diperlukan untuk memudahkan kegiatan penelitian. Untuk mendapatkan
rancangan penelitian ini, peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi secara lengkap tentang
penguasaan siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri terhadap materi sifat
koligatif larutan pada mata pelajaran Kimia Lintas Minat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang dimaksudkan untuk
mendeskripsikan peristiwa-peristiwa sebagaimana terjadi secara alami melalui pengumpulan data
dengan instrumen kunci peneliti sendiri. Sedangkan, metodenya adalah Penelitian Tindakan Kelas
yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Tiap-tiap siklus terdiri dari empat (4) tahap, yaitu (1) menyusun
rencana tindakan; (2) melaksanakan tindakan; (3) melakukan observasi; (4) melakukan refleksi.
Pelaksanaan penelitian ini menuntut kehadiran peneliti di lapangan karena peneliti sebagai
instrumen utama penelitian yang berperan sebagai (1) perencana tindakan, (2) pengumpul data, (3)
penganalisis data, dan (4) pelapor hasil penelitian. Penelitian dilakukan selama 3 minggu yaitu pada
bulan Oktober sampai Nopember 2021. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS-2
SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri yang berjumlah 35 siswa terdiri atas 14 siswa laki-laki dan
21 siswa perempuan. Lokasi penelitian di SMA Negeri 1 Kandat, Jalan Raya Pule Nomor 72
Kecamatan Kandat Kabupaten Kediri.
Data penelitian ini terdiri atas data deskripsi hasil belajar yang diperoleh dari hasil evaluasi tiap-
tiap siklus yaitu skor tes sebelum pemberian tindakan (pretest) dan skor tes setelah diberi tindakan
(postest), data deskripsi dampak penerapan Problem Based Learning (PBL) terhadap aktivitas siswa
yang dapat diperoleh dari pengamatan dan catatan lapangan serta dokumen.
Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Penerapan Problem Based Learning (PBL)
Analisis data penerapan PBL diperoleh dari hasil observasi yang menggunakan
instrumen pada kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Tingkat keberhasilannya adalah 100%. Persentase keberhasilan
Penerapan Problem Based Learning (PBL) diperoleh dengan rumus berikut.

skor yang dicapai


PP = x100 %
skor maksimal

2) Aktivitas Belajar Siswa


Skor aktivitas belajar siswa diperoleh dengan menggunakan lembar observasi kegiatan
siswa. Peneliti melakukan penjumlahan skor yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata skor aktivitas
siswa dapat dirumuskan sebagai berikut.

79
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

X 
X
N

Dengan : X = Nilai rata-rata


X = Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa

3) Hasil Belajar Siswa


Taraf keberhasilan tindakan juga ditentukan dengan melihat hasil belajar siswa yaitu
skor hasil evaluasi siswa. Dari skor yang diperoleh ditentukan taraf ketercapaian hasil belajar
siswa.
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa yang selanjutnya dibagi
dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif,
dapat dirumuskan sebagai berikut.

X 
X
N

Keterangan : X = Nilai rata-rata


X = Jumlah semua nilai siswa
N = Jumlah siswa

4) Kriteria Keberhasilan Tindakan


Untuk kriteria keberhasilan/ketuntasan belajar siswa adalah sebagai berikut.
a. Ketuntasan/keberhasilan individu
Untuk ketuntasan/keberhasilan individu bagi setiap siswa pada bidang studi Kimia
adalah 77% atau dengan skor 77. Prosentase perolehan nilai dihitung menggunakan rumus.

Skor perolehan
NA = ------------------------- x 100
Skor maksimal

b. Ketuntasan/keberhasilan klasikal
Untuk ketuntasan/keberhasilan klasikal minimal adalah 80% dari jumlah siswa dalam
satu kelas yaitu minimal 28 siswa dari 35 siswa. Apabila dalam kelas tersebut, siswa yang
mendapatkan skor 77 atau lebih sudah 80%/28 siswa maka kelas tersebut dikatakan tuntas
belajar dan dapat dilanjutkan ke materi berikutnya. Untuk mengetahui persentase ketuntasan
belajar siswa digunakan rumus sebagai berikut.

80
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

P
 Siswa yang tuntas belajar  100 %
 Siswa
Tahap berikutnya adalah penyimpulan dalam bentuk pernyataan kalimat yang singkat,
padat, dan jelas.

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas berupa paparan data. Paparan data adalah proses penjelasan secara
berurutan, mulai dari pengamatan pendahuluan sampai pelaksanaan tindakan. Adapun hasil dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Deskripsi Proses Penerapan Problem Based Learning (PBL)
Proses penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu tahap observasi awal dan tahap pelaksanaan
tindakan.
a. Tahap Observasi Awal
(1) Deskripsi Data Pada Pengamatan Pendahuluan
(2) Hasil Pengamatan Pendahuluan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diperoleh data bahwa materi pelajaran
banyak disampaikan melalui metode ceramah dan tidak begitu memperhatikan proses
perolehan pengetahuan siswa. Kemudian siswa hanya mendengar, membaca, mencatat, dan
menghafal serta kurang perhatian dalam belajar.
b. Pelaksanaan Tindakan
Siklus I
(1) Perencanaan tindakan
(2) Pelaksanaan tindakan dan observasi
(3) Penggambaran jalannya pembelajaran
(4) Refleksi
Siklus II
(1) Perencanaan tindakan
(2) Pelaksanaan tindakan dan observasi
(3) Penggambaran jalannya pembelajaran
(4) Refleksi
Berdasarkan temuan tahap ini, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis
masalah/PBL yang diterapkan pada siklus II mengalami peningkatan aktivitas belajar siswa
jika dibandingkan pada siklus I.

81
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

2) Deskripsi Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa Melalui Penerapan Problem Based Learning
(PBL)
Setelah penerapan Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan, di peroleh data tentang aktivitas
belajar siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Data tersebut sebagai berikut.
a. Siklus I
Dampak dari penerapan PBL terhadap aktivitas belajar siswa pada siklus I dapat dilihat
dari tabel hasil observasi aktivitas siswa untuk siklus I. Berdasarkan data hasil observasi
tersebut, diketahui aktivitas belajar siswa menunjukkan hasil yang baik. Secara klasikal,
sebagian besar siswa sudah mau berdiskusi (rata-rata 82,9) dan melaporkan hasil diskusi
(rata-rata 75,7), tetapi masih kurang memiliki keberanian untuk mengeluarkan ide (rata-rata
62,9), mengajukan pertanyaan (rata-rata 27,1), dan menjawab pertanyaan (rata-rata 55,7)
serta rata-rata semua komponen aktivitas siswa sebesar 60,9. Secara individual, siswa yang
aktivitasnya Sangat Baik 7 siswa, Baik 9 siswa, Cukup 10 siswa, Kurang 7 siswa, dan Sangat
Kurang 2 siswa. Hal ini perlu diperhatikan dalam penyusunan persiapan pembelajaran siklus
II.

b. Siklus II
Dampak dari penerapan PBL terhadap aktivitas belajar siswa pada siklus II, dapat
dilihat dari hasil observasi aktivitas siswa siklus II.
Berdasarkan data hasil observasi tersebut, diketahui bahwa aktivitas belajar siswa pada
siklus II menunjukkan hasil yang lebih baik dan menunjukkan peningkatan aktivitas belajar
siswa dibandingkan pada siklus I. Secara klasikal, rata-rata aktivitas siswa pada siklus II
komponen bertanya (41,4), komponen menjawab ( 82,9), komponen berdiskusi (92,9),
komponen mengeluarkan ide (92,8), dan melaporkan hasil diskusi (92,9) serta untuk rata-rata
semua komponen aktivitas siswa sebesar 77,7. Begitu pula secara individual, siswa yang
aktivitasnya Sangat Baik sebanyak 16 siswa, Baik sebanyak 11 siswa, Cukup sebanyak 4
siswa, Kurang sebanyak 4 siswa, dan tidak ada siswa yang aktivitasnya Sangat Kurang. Hal
ini terjadi karena adanya perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II yang mengacu dari
hasil yang kurang memuaskan pada siklus I.
Perbandingan hasil observasi yang mengukur peningkatan aktivitas belajar siswa dalam
pembelajaran antara siklus I dan siklus II dapat dilihat pada data tentang perbandingan hasil
observasi aktivitas siswa antara siklus I dan siklus II.
Dari data tersebut, diketahui skor rata-rata aktivitas siswa mengalami peningkatan dari
siklus I ke siklus II yang cukup baik. Peningkatan setiap komponen aktivitas siswa dalam
belajar tersebut yaitu aktivitas siswa untuk komponen bertanya mengalami peningkatan
sebesar 14,3, komponen menjawab mengalami peningkatan sebesar 27,2 komponen
berdiskusi mengalami peningkatan sebesar 10,0, komponen mengeluarkan ide mengalami

82
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

peningkatan sebesar 29,9, komponen melaporkan juga mengalami peningkatan sebesar 17,2
serta untuk rata-rata semua komponen aktivitas siswa meningkat sebesar 16,8 dari siklus I ke
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL)
berdampak baik dan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran.

3) Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Problem Based Learning
(PBL)
Setelah penerapan Problem Based Learning (PBL) dilaksanakan, di peroleh data tentang hasil
belajar siswa sebagai hasil pelaksanaan proses pembelajaran. Untuk mengetahui hasil belajar siswa
selama mengikuti pembelajaran, dapat diukur dengan tes formatif.
a. Siklus I
Dampak dari penerapan PBL terhadap hasil belajar siswa pada siklus I, dapat dilihat
pada data tentang hasil skor tes formatif pada siklus I.
Berdasarkan data tersebut, hasil dari tes formatif pada siklus I menunjukkan nilai skor
rata-rata hasil belajar siswa meningkat yaitu sebesar 81 dibandingkan dengan nilai pre tes
yaitu rata-rata sebesar 62. Akan tetapi, peningkatan yang diperoleh masih belum sesuai
dengan rata-rata standar ketuntasan klasikal yang diinginkan,. Hal ini disebabkan karena dari
35 siswa, siswa yang belum tuntas mencapai 11 siswa atau sebesar 31,4% dan hanya 24
siswa atau 68,6% yang telah tuntas belajar. Untuk mencapai ketuntasan/keberhasilan klasikal
minimal harus mencapai 80% dari jumlah siswa dalam satu kelas yaitu minimal 28 siswa
dari 35 siswa.Untuk itu, pada siklus II siswa maupun guru waktu harus lebih aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
b. Siklus II
Dampak dari penerapan PBL terhadap hasil belajar siswa pada siklus II, dapat dilihat
pada data tentang hasil skor tes formatif pada siklus II.
Dari data tersebut, diperoleh nilai rata-rata tes formatif II sebesar 86 dan dari 35 siswa
yang telah tuntas sebanyak 32 siswa dan 3 siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Hal ini
disebabkan karena siswa yang belum tuntas tersebut malas-malasan dalam kegiatan diskusi,
tidak memperhatikan pelajaran serta salah satu dari siswa tersebut tergolong siswa yang IQ-
nya rendah (tidak lancar dalam baca dan tulis serta dari kelas 1-2 selalu tinggal kelas).
Tetapi, secara klasikal ketuntasan belajar telah tercapai sebesar 91,4 % (termasuk kategori
tuntas). Hasil dari siklus ke II ini mengalami peningkatan lebih baik dari siklus I. Adanya
peningkatan pada siklus II ini dipengaruhi adanya peningkatan kemampuan guru dalam
menerapkan pembelajaran berbasis masalah/PBL sehingga siswa menjadi lebih terbiasa
dengan pembelajaran seperti ini dan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang telah
diberikan.

83
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Berdasarkan data perbandingan hasil skor tes formatif pada siklus II di atas, terlihat
adanya perbaikan yang telah dilakukan pada siklus II yang mengacu dari hasil yang kurang
memuaskan pada siklus I. Hasil belajar siswa meningkat dari siklus I yaitu skor rata-rata
siswa sebesar 81 menjadi 86 pada siklus II.
Berdasarkan keterangan dan keseluruhan data hasil tes, menunjukkan bahwa nilai skor
rata-rata kelas siswa dalam pembelajaran berbasis masalah/PBL pada kompetensi dasar
menganalisis penyebab adanya fenomena sifat koligatif larutan pada penurunan tekanan uap,
kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis cukup tinggi, yaitu rata-rata
pada pre test sebesar 62 meningkat pada tes formatif siklus I sebesar 81 dengan ketuntasan
belajar kelasnya sebesar 68,6% dan kemudian meningkat menjadi 86 pada siklus II dengan
ketuntasan belajar kelas sebesar 91,4%. Pada siklus II telah tercapai ketuntasan belajar
secara klasikal yaitu sudah mencapai 80%. Akan tetapi, untuk ketuntasan individual masih
ada 3 siswa yang belum mencapai ketuntasan individu dan perlu diberikan program remidi.
Terhadap siswa yang masih pasif dalam mengikuti pelajaran dan belum tuntas dalam belajar
maka guru mengadakan pendekatan kepada mereka dan membimbingnya agar aktif dalam
belajar. Dari hasil belajar siswa secara keseluruhan, menunjukkan bahwa penerapan Problem
Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.

Pembahasan
1) Proses Penerapan Problem Based Learning (PBL)
Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah/PBL di kelas XII IPS-2 SMA Negeri1Kandat
Kabupaten Kediri terjadi peningkatan secara bertahap. Misalnya pada siklus I skenario pembelajaran
belum bisa dilaksanakan semua yaitu baru 92,3%, tetapi pada siklus II skenario pembelajaran telah
dilaksanakan dengan sempurna atau 100%. Siklus II merupakan perbaikan/revisi dari siklus I.
Adapun langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah pada siklus I dan siklus II adalah
sebagai berikut. Tahap 1( mengorientasikan siswa pada masalah), guru mengarahkan siswa pada
materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memotivasi siswa untuk memberikan tanggapan dari
materi awal (media) yang diajukan guru. Tahap 2( mengorganisasikan siswa untuk belajar), guru
mengadakan pembentukan kelompok diskusi, dilanjutkan dengan membagikan Lembar Kegiatan
Siswa (LKS) serta penjelasan tentang pengisian LKS tersebut. Tahap 3 (membimbing menemukan
penjelasan dan pemecahan masalah), guru mendorong siswa untuk aktif berdiskusi dalam
kelompoknya untuk menyelesaikan LKS. Selama siswa melakukan diskusi kelompok, guru memantau
kegiatan diskusi dengan berkeliling ke tiap-tiap kelompok dan memberikan bimbingan pada setiap
kelompok yang mengalami kesulitan. Tahap 4 (mengembangkan dan menyajikan hasil karya siswa),
guru meminta perwakilan masing-masing anggota kelompok untuk membacakan hasil
diskusinya/LKS, juga memberi kesempatan kepada siswa atau kelompok lainnya untuk memberikan
masukan/tanggapan dari jawaban dari hasil diskusi yang di bacakan di depan kelas. Tahap 5

84
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

(menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah), guru menganalisis dan


menyempurnakan jawaban dari hasil diskusi kelompok yang dibacakan di depan kelas, membimbing
siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari, mengadakan evaluasi untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Pada tahap 1 berisi upaya guru untuk mengorientasikan siswa pada masalah atau materi yang
akan dipelajari. Usaha guru dalam hal ini, yaitu dengan menyajikan fenomena/peristiwa yang dapat
menggali pengetahuan awal siswa, di lanjutkan dengan memotivasi siswa untuk menanggapi serta
memecahkan masalah tersebut.
Pada tahap 2 berisi upaya guru untuk mengorganisasikan siswa dalam belajar. Usaha guru dalam
hal ini, yaitu dengan membagi siswa dalam beberapa kelompok. Pembagian kelompok dilakukan
secara heterogen, baik jenis kelamin maupun tingkat pengetahuannya. Hal ini dilakukan agar siswa
dapat bertukar pengalaman atau pengetahuannya juga untuk mempererat interaksi antar siswa. Pada
tahap ini guru juga menyampaikan kegiatan yang akan dilakukan dalam diskusi yang terdapat dalam
LKS.
Pada tahap 3 berisi upaya guru untuk membimbing menemukan penjelasan dan pemecahan
masalah dari materi pembelajaran. Usaha guru dalam hal ini, yaitu mendorong dan memotivasi siswa
untuk aktif dalam berdiskusi, melakukan pengamatan dengan berkeliling ke tiap-tiap kelompok dan
memberikan bimbingan pada setiap kelompok yang mengalami kesulitan dalam menemukan
penjelasan dan pemecahan masalah dari materi pembelajaran yang disajikan guru.
Pada tahap 4 berisi upaya guru untuk mengembangkan dan menyajikan hasil karya siswa dari
hasil diskusi yang terdapat dalam LKS. Usaha guru dalam hal ini, yaitu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membacakan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas, serta memberikan
kesempatan kepada siswa lain untuk memberikan masukan/tanggapan dari hasil diskusi kelompok
yang di bacakan di depan kelas.
Pada tahap 5 berisi upaya guru untuk menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
atau materi pembelajaran. Usaha guru dalam hal ini yaitu dengan menganalisis jawaban dan
menyempurnakan jawaban dari hasil diskusi kelompok yang dibacakan di depan kelas, membimbing
siswa untuk menyimpulkan materi yang dipelajari, dan mengadakan evaluasi hasil belajar untuk
mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari.
Melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah/PBL, diharapkan siswa lebih aktif dan kreatif
dalam belajar Kimia. Dengan begitu siswa akan terbiasa untuk membangun pengetahuannya
sendiri/mandiri dalam belajar. Dan dari hasil belajarnya tersebut, diharapkan siswa dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2) Dampak Penerapan Problem Based Learning (PBL) Terhadap Aktivitas Belajar Siswa
Berdasarkan analisis data, diperoleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran Kimia materi sifat
koligatif larutan dengan pembelajaran berbasis masalah/PBL kegiatan yang paling dominan dimulai

85
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

dari kegiatan berdiskusi, melaporkan hasil diskusi, menjawab pertanyaan, mengeluarkan ide/pendapat
saat berdiskusi, dan yang terakhir mengajukan pertanyaan.
Dari hasil observasi terlihat skor rata-rata aktivitas siswa setelah diberi tindakan pada siklus I
menunjukkan aktivitas bertanya (27,1), aktivitas menjawab (55,7), aktivitas berdiskusi (82,9),
mengeluarkan ide (63,9), dan aktivitas melaporkan (75,7) serta untuk rata-rata semua komponen
aktivitas siswa sebesar 60,9. Pada siklus II menunjukkan aktivitas bertanya (41,4), aktivitas menjawab
(82,9), aktivitas berdiskusi (92,9), mengeluarkan ide (92,8), dan aktivitas melaporkan (92,9) serta
untuk rata-rata semua komponen aktivitas siswa sebesar 77,7. Dari hasil tersebut, dapat diketahui
adanya dampak yang baik dari penerapan PBL terhadap aktivitas belajar siswa. Dampak tersebut
terlihat dari peningkatan skor rata-rata aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu dalam
aktivitas bertanya (14,3), aktivitas menjawab (27,2), aktivitas berdiskusi (10,0), mengeluarkan ide
(29,9), dan aktivitas melaporkan (17,2) serta untuk rata-rata semua komponen aktivitas siswa
meningkat sebesar 16,8 dari siklus I ke siklus II. Dengan demikian penerapan pembelajaran berbasis
masalah/PBL terbukti mempunyai dampak yang baik bagi aktivitas siswa dalam belajar.
Aktivitas siswa pada pembelajaran berbasis masalah/PBL di mulai ketika guru menyajikan
fenomena untuk menggali pengetahuan awal siswa. Terlihat siswa antusias dalam memperhatikan dan
memberikan tanggapan dari fenomena yang disajikan oleh guru. Pada waktu pembelajaran, terlihat
hampir semua siswa mempunyai aktivitas yang tinggi dalam diskusi kelompok serta mengeluarkan ide
mereka masing-masing untuk memecahkan permasalahan dalam pembelajaran. Peningkatan aktivitas
siswa ditunjukkan pada pelaksanaan siklus ke II yaitu pada saat kegiatan diskusi berlangsung.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut didukung oleh: (1) siswa mulai terbiasa dengan kegiatan
diskusi; (2) adanya keberanian siswa untuk mengeluarkan ide-ide mereka dalam pembelajaran; (3)
timbulnya ketertarikan dan rasa senang terhadap pelajaran Kimia, yang merupakan minat dan motivasi
diri dalam diri siswa.
Pada awal siklus I sebagian besar siswa masih pasif dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang
menjawab pertanyaan dari guru dan mengeluarkan ide dalam berdiskusi masih jarang ditemui. Hal
tersebut menggambarkan aktivitas belajar siswa yang masih rendah. Tetapi pada akhirnya kelemahan
dari siklus I dapat diperbaiki pada siklus II, dengan melakukan perbaikan tindakan.
Sesudah dilakukan perbaikan yang dilakukan pada siklus II, tampak sekali peningkatan yang
terjadi pada siswa yaitu sebagian besar siswa ikut terlibat aktif dalam pembelajaran, dan siswa
kelihatan senang/gembira dalam belajar Kimia. Dengan demikian, penerapan pembelajaran berbasis
masalah/PBL ternyata dapat meningkatkan aktivitas siswa, dalam hal ini terlihat jelas dari hasil
observasi aktivitas siswa yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.
3) Penerapan Problem Based Learning (PBL) Terhadap Hasil Belajar Siswa
Penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masalah/PBL memiliki dampak
positif dalam peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari semakin mantapnya
pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan guru, terbukti pada ketuntasan belajar klasikal

86
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

meningkat dari siklus I dan siklus II yaitu masing-masing 68,6% dan 91,4%. Pada siklus II ketuntasan
belajar siswa secara klasikal telah tercapai.
Pada hasil belajar Kimia siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun
pelajaran 2021-2022 terjadi peningkatan. Pada siklus I skor rata-rata kelas sebesar 81 mengalami
peningkatan pada siklus II dengan rata-rata kelas sebesar 86. Hasil kenaikan hasil belajar siswa ini
juga bisa dilihat dari hasil pretes yang skor rata-ratanya 62 meningkat pada postes yang skor rata-
ratanya 86. Hal ini menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam hal hasil belajar Kimia.
Peningkatan hasil belajar tersebut didukung oleh adanya peningkatan yang terjadi pada aktivitas
belajar siswa.
Dengan penerapan pembelajaran berbasis masalah/PBL, siswa menjadi aktif terlibat dalam proses
pembelajaran. Melalui serangkaian kegiatan yang mengacu pada tahap-tahap pembelajaan berbasis
masalah/PBL, siswa dapat aktif dan kreatif membangun pengetahuannya sendiri dan diharapkan siswa
menjadi pebelajar yang mandiri serta dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dampak lain dari PBL, penyampaian materi pelajaran menjadi lebih bervariasi dan menarik sehingga
dapat meningkatkan minat serta perhatian siswa. Dengan demikian Penerapan model pembelajaran
berbasis masalah/PBL juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
4) Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Problem Based Learning (PBL)
Selain meneliti proses, aktivitas, dan hasil belajar siswa, peneliti juga mengadakan wawancara
untuk meminta tanggapan siswa tentang penerapan Problem Based Learning/PBL pada mata pelajaran
Kimia yang telah dilaksanakan. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas XII
IPS-2 lainnya, diperoleh beberapa tanggapan/pendapat siswa tentang penerapan Problem Based
Learning/PBL pada mata pelajaran Kimia sebagai berikut.
a. Aktivitas belajar siswa saat penerapan PBL bagus karena dapat menggali
wawasan/pengetahuan siswa tentang materi yang dipelajari. Siswa aktif dalam mengeluarkan
pendapat/ide mereka masing-masing.
b. Hasil belajar siswa setelah diterapkannya Problem Based Learning/PBL bagus/cukup
memuaskan.
c. Manfaat atau kelebihan yang didapat dari penerapan Problem Based Learning/PBL yaitu
dapat (1) menggali wawasan atau pengetahuan siswa, (2) siswa aktif berpikir dalam
memecahkan masalah, (3) mempererat interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa,
serta (4) meningkatkan komunikasi dan kerjasama antar siswa/kelompok.
d. Kesulitan yang mungkin dialami saat penerapan Problem Based Learning/PBL adalah jika
siswa tidak pernah mendengar atau mengetahui masalah yang kita sajikan sehingga siswa
akan kesulitan menjawab/memecahkan masalah.
e. Kesan tentang penerapan Problem Based Learning/PBL cukup bagus. Penerapan
pembelajaran ini sangat cocok diterapkan pada semua mata pelajaran, khususnya mata
pelajaran yang menuntut wawasan/pengetahuan siswa.

87
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

E. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti dalam menerapkan Problem Based Learning
(PBL) bagi siswa kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021 -
2022, dapat diambil simpulan sebagai berikut.
1) Proses Penerapan Problem Based Learning (PBL) pada mata pelajaran IPA siswa kelas XII
IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kab Kediri telah dilaksanakan dengan menggunakan tahap-
tahap Problem Based Learning (PBL), yaitu (1) mengorientasikan siswa pada masalah, (2)
mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membimbing menemukan penjelasan dan
pemecahan masalah, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya siswa, dan (5)
menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2) Penerapan Problem Based Learning (PBL) mempunyai dampak yang baik/positif bagi
aktivitas siswa dalam belajar. Dampak ini terlihat dari meningkatnya aktivitas belajar siswa
kelas XII IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-2022 dari
siklus I ke siklus II. Hal ini di dapat dibuktikan dari peningkatan skor rata-rata aktivitas
siswa pada setiap komponen aktivitas belajar siswa dari siklus I ke siklus II. Peningkatan itu
dalam aktivitas bertanya (14,3), aktivitas menjawab (27,2), aktivitas berdiskusi (10,0),
mengeluarkan ide (29,9), dan aktivitas melaporkan (17,2) serta untuk rata-rata semua
komponen aktivitas siswa meningkat sebesar 16,8 dari siklus I ke siklus II.
3) Penerapan Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII
IPS-2 SMA Negeri 1 Kandat Kabupaten Kediri tahun pelajaran 2021-2022. Hal ini
dibuktikan dengan adanya perolehan skor rata-rata tes formatif siswa yang meningkat tajam,
dari rata-rata sebelumnya (pre tes) 62 menjadi 75 pada siklus I dengan prosentase ketuntasan
belajar klasikal sebesar 64,9% dan meningkat lagi menjadi 82 pada siklus II dengan
prosentase ketuntasan belajar klasikal sebesar 91,8%. Pada siklus II sudah mencapai
ketuntasan belajar klasikal di atas 80%.
4) Tanggapan guru tentang penerapan Problem Based Learning/PBL pada mata pelajaran
Kimia yaitu; (a) aktivitas belajar siswa saat penerapan PBL bagus, karena dapat menggali
wawasan/pengetahuan siswa tentang materi yang dipelajari (b) hasil belajar siswa setelah
diterapkannya Problem Based Learning/PBL bagus/cukup memuaskan, (c) manfaat atau
kelebihan yang didapat dari penerapan Problem Based Learning/PBL dapat; (1) menggali
wawasan atau pengetahuan siswa, (2) siswa aktif berpikir dalam memecahkan masalah, (3)
mempererat interaksi guru dengan siswa dan siswa dengan siswa, serta (4) meningkatkan
komunikasi dan kerjasama antar siswa/kelompok., (d) kesulitan yang mungkin dialami saat
penerapan Problem Based Learning/PBL, jika siswa tidak pernah mendengar atau
mengetahui masalah yang kita sajikan, sehingga siswa akan kesulitan menjawab/

88
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

memecahkan masalah, (e) kesan tentang penerapan Problem Based Learning/PBL cukup
bagus. Penerapan pembelajaran ini sangat cocok di terapkan pada semua mata pelajaran.

Saran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Problem Based Learning (PBL) berdampak baik
terhadap aktivitas siswa dalam belajar. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dalam
pelaksanaan pembelajaran di sekolah, Problem Based Learning (PBL) dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif bagi guru untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar khususnya pada mata pelajaran
Kimia. Kemudian Kepala Sekolah hendaknya dapat mensosialisasikan hasil penelitian ini kepada
guru-guru di sekolahnya dan Dinas Pendidikan hendaknya selalu memberikan bimbingan terhadap
guru tentang pemilihan strategi dalam pembelajaran Kimia yang sesuai dan hendaknya selalu
memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkan kompetensi atau kemampuan melalui
penataran.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2001. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasution, S. 2004. Didaktik Asas-asas Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual (Contekstual Teaching and Learning/CTL) dan Penerapannya
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Malang: UM Press.

89
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Energi Mata Pelajaran Fisika

Retno Rustiani
SMA Negeri 1 Plosoklaten

ABSTRAK
Pendidikan karakter mendapatkan tempat sejak kurikulum 2013 lalu dicanangkan.
Hal ini ditengarai dengan tanda-tanda merosotnya akhlak dan tabiat generasi muda
yang di dalamnya ada para pelajar, misalnya maraknya tawuran antarpelajar, pelajar
yang berani melakukan pemukulan pada gurunya bahkan melakukan pembunuhan,
dan semakin tingginya angka tipikor yang dijerat oleh KPK. Guru adalah salah satu
tenaga pendidikan yang tentunya merupakan ujung tombak dalam pembangunan
karakter generasi muda. Guru tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran untuk
mempersiapkan dan membekali generasi muda dalam hal ini para pelajar dalam
menghadapi dunia kerja dan kewirausahaan akan tetapi juga mendidik mereka agar
menjadi manusia Indonesia yang tangguh, cerdas dan baik, termasuk guru Fisika.
Pendidikan karakter dapat ditanamkan dan diajarkan melalui materi Energi pada
mata Pelajaran Fisika. Dengan materi Energi potensial gravitasi pendidikan karakter
yang dapat kita ambil adalah begitu besar kasih Tuhan kepada kita manusia, maka
kita harus melindungi bumi ini dengan menjaganya dan melestarikannya, kita harus
mengasihi sesama kita manusia, kita harus berpikir tentang kepentingan umum,
siswa diajarkan untuk tidak korupsi.

Kata Kunci : pendidikan karakter, energi, Fisika

Latar Belakang Masalah


Pendidikan karakter mendapatkan tempat sejak kurikulum 2013 lalu dicanangkan. Hal ini
ditengarai dengan tanda-tanda merosotnya akhlak dan tabiat generasi muda yang di dalamnya ada para
pelajar, misalnya maraknya tawuran antar pelajar, pelajar yang berani melakukan pemukulan pada
gurunya bahkan melakukan pembunuhan, dan semakin tingginya angka tipikor yang dijerat oleh KPK.
Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada peringatan Hari Guru
Nasional 2 Mei 2019 menyatakan, “Dalam perspektif Kemendikbud pembangunan sumber daya
manusia menekankan dua penguatan, yaitu pendidikan karakter dan penyiapan generasi terdidik yang
terampil dan cakap dalam memasuki dunia kerja. Dalam pendidikan karakter dimaksudkan untuk

90
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

membentuk insan berakhlak mulia, empan papan, sopan santun, tanggung jawab, serta budi pekerti
yang luhur. Sementara ikhtiar membekali keterampilan dan kecakapan disertai pula dengan
penanaman jiwa kewirausahaan. Tentu, semua itu membutuhkan profesionalitas kinerja segenap
pemangku kepentingan dalam dunia pendidikan di tingkat pusat dan daerah.” Menurut pendapat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di atas, jelas bahwa pendidikan karakter
mendapatkan prioritas yang sama dengan pembangunan generasi terdidik dalam menghadapi dunia
kerja dan penanaman jiwa kewirausahaan. Sungguh pendidikan karakter yang tujuannya membentuk
insan berakhlak mulia, empan papan, sopan santun, tanggung jawab, serta budi pekerti yang luhur
sangatlah penting.
Guru adalah salah satu tenaga pendidikan yang tentunya merupakan ujung tombak dalam
pembangunan karakter generasi muda. Guru tidak hanya mengajarkan materi pembelajaran untuk
mempersiapkan dan membekali generasi muda dalam hal ini para pelajar dalam menghadapi dunia
kerja dan kewirausahaan akan tetapi juga mendidik mereka agar menjadi manusia Indonesia yang
tangguh, cerdas dan baik, termasuk guru Fisika.
Seringkali guru-guru Fisika menganggap bahwa memberikan pendidikan karakter pada pelajar
atau siswa bukanlah tugas dan tanggung jawab mereka. Mereka menganggap tugasnya adalah
mengajarkan materi fisika saja, bukan pendidikan karakter. Fisika adalah pembelajaran penuh angka
dan rumus, lantas apa yang mereka berikan selaku guru Fisika dalam hal pendidikan karakter?
Jelaslah anggapan dan gagasan di atas tidaklah tepat, karena guru Fisika kecuali seorang pengajar,
juga seorang pendidik. Sebagai pendidik, mereka punya kewajiban ikut terlibat dalam proses
penanaman nilai-nilai karakter bagi siswa mereka. Mereka tidak dapat lepas tanggung jawab dalam hal
ini. Padahal ada materi pembelajaran Fisika yang dapat dipakai untuk menanamkan pembelajaran
Fisika, yaitu materi Energi dalam bab Usaha dan Energi. Energi berasal dari bahasa Yunani yaitu
Energia yang merupakan kemampuan untuk melakukan usaha. Energi merupakan besaran yang kekal,
artinya enegi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk
yang lain. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan energi. Tindakan berangkat ke
sekolah, mengayuh sepeda, bermain, dan berolahraga memerlukan energi. Hal ini dapat dikatakan
bahwa energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia.

Pengertian Karakter
Menurut Iriyanto bahwa karakter sama dengan budi pekerti, yakni perbuatan yang dilandasi atau
dilahirkan dari pikiran yang jernih dan baik (2012:58). Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara,
seorang tokoh pendidikan nasional mengatakan bahwa karakter atau watak adalah panduan segala
tabiat manusia yang bersifat tetap sehingga menjadi tanda yang khusus untuk membedakan orang yang
satu dengan yang lainnya.
Menurut Asmani (2011:36-39) Nilai karakter yang berhubungan dengan diri sendiri diungkapkan
sebagai berikut:

91
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

a. Jujur
Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan upaya menjadikan diri sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya. Hal ini diwujudkan dalam hal perkataan, tindakan, dan
pekerjaan baik dalam diri sendiri maupun pada pihak lain. Kejujuran merupakan perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik
terhadap diri sendiri maupun pihak lain.
b. Bertanggung jawab
Ini merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya,
sebagaimana yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masrakat, lingkungan (alam,
social, dan budaya), Negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
c. Bergaya hidup sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat
dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
d. Disiplin.
Tindakan yang menuntukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sunguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
f. Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan
dan harapannya.
g. Berjiwa wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru,
menentukan cara peroduksi baru, menyusun, menyusun operasi untuk pengadaan produk
baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
h. Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara nyata atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dan mutakhir dari sesuatu yang telah dimiliki.
i. Mandiri
Sikap perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-
tugas.
j. Ingin tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

92
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

k. Cinta ilmu
Cara berpikir dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap pengetahuan.
Menurut Amka Abdul Aziz (2012, 197), strategi pendidikan karakter yang paling sederhana
adalah :
a. Melalui figur Pendidikan karakter membutuhka n contoh berupa figur (sosok) berupa
manusia sempurna. Manusia yang sempurna dengan seluruh potensi emanusiaannya.
b. Melalui keteladanan Pendidikan karakter melalui keteladanan berupa orang-orang yang
katakatanya sesuai dengan perbuatannya.
c. Melalui Pendidikan Berkesinambungan Proses pendidikan kita bukan hanya sekedar
tranformasi nilai-nilai, bukan pula transfer pengetahuan, tetapi lebih merupakan proses
panjang yang semua elemen bangsa harus ikut terlibat secara aktif dalam aktivitas
pendidikan.
d. Melalui Kegiatan Intrakurikuler
e. Pendidkan karakter di sekolah melalui kegiatan intrakurikuler artinya setiap bidang pelajaran
harus selalu bermuatan pendidikan karakter.
f. Melalui kegiatan Ekstrakurikuler
g. Pendidikan karakter dapat juga diselipkan melalui ekstrakurikuler dengan mengambil nilai-
nlai karakter seperti kejujuran, disiplin, kasih sayang, kerja keras, kerja cerdas dan
sebagainya.

Prinsip Pengembangan Karakter


Menurut Lickona (2010), bahwa pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip
berikut:
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter,
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan
perilaku,
c. Menggunakan pendekatan tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter,
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian,
e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik,
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai
semua pserta didik, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk meraih
sukses,
g. Mengusahakan tumbuhnya motovasi diri pada peserta didik,
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab
untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama,

93
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif
pendidikan karakter,
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun
karakter, dan
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
menifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Hakikat Pendidikan Fisika


Pendidikan fisika sebagai bagian pendidikan sains, mempunyai tiga aspek, yaitu pengetahuan,
proses, dan sikap (Martin, 1991: 102-103). Aspek pertama adalah pengetahuan. Pendidikan fisika
membantu siswa mengerti gejala alam, hukum-hukum alam, dan teori yang mendasarinya. Dalam
aspek ini, siswa belajar tentang hukum Newton, hukum pemantulan cahaya, dua sifat cahaya sebagai
gelombang dan partikel, hukum kekekalan energi, teori atom, prinsip ketidakpastian, dll. Dengan
mengerti hukum dan teori fisika yang ada, siswa lebih memahami alam semesta sehingga dapat
mengolah, menggunakan, dan menghidupinya dengan lebih baik (Suparno, 2012:2).
Aspek kedua adalah proses pembelajaran fisika. Siswa dibantu untuk mengerti bagaimana
fisikawan melakukan percobaan dan mengambil kesimpulan. Inilah yang disebut metode ilmiah.
Langkahnya: ada persoalan, membuat hipotesa, melakukan percobaan, mengumpulkan data,
menganalisa data, dan menyimpulkan apakah hipotesanya benar atau tidak. Dengan metode ilmiah ini
siswa diajari berpikir rational, berpikir dengan data dan bukti, serta analisis berdasarkan kaidah-kaidah
tertentu.
Aspek ketiga adalah sikap dalam belajar fisika. Pendidikan fisika membantu siswa
mengembangkan sikap belajar fisika, seperti sikap jujur, disiplin, teliti, objektif, setia pada data, daya
tahan dalam menghadapi persoalan yang sulit, dan kerjasama dengan orang lain. Sikap-sikap ini
dihidupi dan dikembangkan oleh para fisikus dalam penelitian dan pengembangan ilmu mereka.
Proses dan sikap itulah yang dapat banyak mengubah cara hidup orang (Martin, 1991: 102-103).
Dari aspek proses dan sikap, siswa dapat menggunakan apa yang diketahui dan dialami dalam belajar
fisika untuk hidup bersama orang lain. Misalnya, siswa yang biasa jujur dalam praktikum diharapkan
juga berlaku jujur di rumah dan di luar kelas; siswa yang biasa bekerja teliti, diharapkan juga teliti
dalam pekerjaannya di luar sekolah; siswa yang biasa tekun dalam mengerjakan soal fisika,
diharapkan juga tekun dalam mengerjakan tugas yang lain di rumah; siswa yang biasa kerjasama
dengan teman-teman yang berbeda, diharapkan dapat bekerjasama dengan orang lain di masyarakat
yang beraneka (Suparno, 2012:26).

Pengertian Energi
Energi adalah daya kerja atau tenaga. Energi berasal dari bahasa Yunani yaitu Energi yang
merupakan kemampuan untuk melakukan usaha. Energi merupakan besaran yang kekal, artinya energi

94
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari bentuk satu ke bentuk yang lain.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan energi. Energi disebut juga sebagai
tenaga. Definisi energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha. Tindakan berangkat ke sekolah,
mengayuh sepeda, bermain, dan berolahraga memerlukan energi.
Energi adalah kemampuan melakukan kerja. Disebut demikian karena setiap kerja yang dilakukan
sekecil apapun dan seringan apapun tetap membutuhkan energi. Menurut KBBI, energi didefiniskan
sebagai daya atau kekuatan yang diperlukan untuk melakukan berbagai proses kegiatan. Energi
merupakan bagian dari suatu benda tetapi tidak terikat pada benda tersebut. Energi bersifat fleksibel
artinya dapat berpindah dan berubah. Berikut beberapa pendapat ahli tentang pengertian energi.
1. Energi adalah kemampuan membuat sesuatu terjadi (Robert L. Wolke, 2005).
2. Energi adalah kemampuan benda untuk melakukan usaha (Mikrajuddin, 2007).
3. Energi adalah suatu bentuk kekuatan yang dihasilkan atau dimiliki oleh suatu benda
(Pardiyono, 2007).
4. Energi adalah sebuah konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting
dalam analisis teknik (Michael J. Moran, 2008).
Dari berbagai pengertian dan definisi energi diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum energi
dapat didefinisikan sebagai kekuatan yang dimilki oleh suatu benda sehingga mampu untuk
melakukan kerja.

Pengetahuan Fisika Menyumbang Pendidikan Karakter


Pemahaman tentang Hukum Fisika dapat membantu siswa menyadari keteraturan alam dan
ketaatan pada hukum alam. Akibatnya siswa dapat mengagumi Sang Pencipta yang mengatur
semuanya. Pemahaman tentang sistem tatasurya dengan segala hukum dan teorinya juga dapat
membantu siswa semakin menghormati Tuhan Sang Pencipta. Maka nilai religiositas dapat
dikembangkan melalui pengertian dan kekaguman tentang sistem lima alam semesta. Siswa juga
terbantu untuk lebih taat pada hukum dan aturan hidup yang ada. Tentu untuk dapat menemukan nilai
itu, guru perlu membantu siswa berefleksi. Tanpa bantuan guru dalam refleksi, sering siswa tidak
menangkap nilai di balik pengetahuan fisika tersebut. Pemahaman siswa tentang energi nuklir, reaksi
inti, reaktor nuklir, dapat membantu siswa sadar akan manfaat dan bahaya reaktor nuklir yang ada.
Kesadaran akan bahaya nuklir dapat menyadarkan siswa untuk peka pada kehidupan setiap orang
terutama bila membahas rencana pembangunan reaktor nuklir di daerahnya. Mereka lebih sadar akan
nilai hidup setiap manusia. Siswa terbuka untuk berpikir bukan hanya demi keuntungan sendiri tetapi
juga untuk kepentingan orang banyak. Melalui topik ketidakpastian dan relativitas, dapat membantu
siswa untuk mengerti bahwa ada ketidakmutlakan dalam hidup ini. berdasarkan pengertian tersebut
siswa dapat lebih menghargai orang lain, lebih toleransi dengan gagasan orang lain yang berbeda
(Suparno, 2012).

95
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Implementasi Pendidikan Karakter melalui Materi Energi Mata Pelajaran Fisika


Energi Potensial adalah energi yang dimiliki partikel/benda karena posisi, keadaan atau
kedudukannya terhadap titik acuan/referensi. Salah satu contohnya adalah energi potensial gravitasi.
Energi potensial gravitasi adalah energi yang dimiliki partikel/benda yang dipengaruhi medan
gravitasi (percepatan gravitasi) terhadap titik acuan (permukaan tanah). Sebagai guru mata pelajaran
Fisika, guru menggali nilai-nilai karakter ke dalam pembahasan rumus energi potensial gravitasi, di
antaranya sebagai berikut:
a. Kebesaran Tuhan telah menciptakan bumi ini dengan adanya gravitasi. Jika tidak ada gravitasi
bumi maka kita semua melayang di udara. Kita tidak bisa hidup dengan semua melayang di
udara. Kita akan saling bertabrakan satu dengan yang lainnya. Semua benda akan melayang
termasuk air, bayangkan air laut melayang di udara. Begitu besar kasih Tuhan kepada kita
manusia. Kita mengajak siswa untuk bersyukur dengan anugerah yang Tuhan berikan.
b. Begitu besar kasih Tuhan atas segala sesuatu yang telah Tuhan atur melalui gaya gravitasi ini.
Maka kita harus melindungi bumi ini dengan menjaganya dan melestarikannya. Dengan cara
yang sederhana misalnya jangan mencemari tanah dengan sampah plastik atau sampah yang
tidak bisa diurai oleh tanah. Implementasinya adalah mengajak dan menganjurkan untuk cinta
lingkungan kita dengan menjaga ekosistemnya serta melestarikannya.
c. Tuhan telah mengasihi kita dengan karyanya berupa gravitasi bumi, maka kita harus
mengasihi sesama kita manusia. Dengan menghargai manusia lain sebagai ciptaan Tuhan.
Manusia lainnya juga berhak untuk hidup di bumi ini. Saling menghargai perbedaan
kompetensi dan segala kekurangan mereka yang tidak sama dengan diri kita. Dengan
menumbuhkan untuk menghargai orang lain maka siswa nantinya dapat memahami
keberadaan manusia lainnya. Manusia memang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya,
beda suku, budaya, sosial, serta agama tetapi kita bisa hidup bersama-sama sesama umat
Tuhan untuk menempati bumi yang diciptakan oleh Tuhan.
d. Pendidikan karakter lainnya adalah berpikir tentang kepentingan umum. Dengan mengajak
untuk menghargai manusia lainnya maka siswa diajarkan untuk mendahuluan kepentingan
umum daripada kepentingan pribadi. Dengan budaya ini bisa membangun karakter siswa
semakin kuat. Siswa melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain terlebih dahulu baru
imbasnya akan siswa rasakan pada dirimya.
e. Dengan mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi tersebut di atas maka
siswa diajarkan untuk tidak mengambil apa yang menjadi hak orang lain. Jika melakukannya
maka hal itu disebut korupsi. Korupsi adalah tindakan yang merugikan manusia lainnya dan
merugikan negara. Jika hal ini diajarkan terus-menerus akan melahirkan pejabat yang jujur
dan tidak melakukan kejahatan korupsi. Kejahatan korupsi adalah kejahatan yang tingkatnya
sama dengan kejahatan tindak teroris, keduanya kejahatan exstra ordinary yaitu kejahatan luar
biasa.. Yang dimaksud kejahatan luar biasa, seperti kita ketahui bersama bahwa menyangkut

96
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

kejahatan luar biasa tak sedikit orang yang mengenalnya sebagai kejahatan tak
berperikemanusian atau melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan beberapa gambaran umum
akan contoh tindak pidana/perdata yang digolongkan di dalamnya seperti teroris, korupsi,
narkoba, dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas, pendidikan karakter siswa dapat diberikan melalui materi energi pada
mata pelajaran Fisika. Guru sebelum menjelaskan rumus dalam materi energi ini hendaknya
menjelaskan pendidikan karakter pada siswa, bahwa Tuhan mengasihi kita, dengan karyaNya, kita
harus melindungi bumi ini dengan menjaganya dan melestarikannya. kita juga harus mengasihi sesama
kita manusia.

Simpulan
Berdasarkan uraikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat
ditanamkan dan diajarkan melalui materi Energi pada mata Pelajaran Fisika. Berdasarkan materi
Energi potensial gravitasi pendidikan karakter yang dapat kita ambil adalah begitu besar kasih Tuhan
kepada kita manusia, maka kita harus melindungi bumi ini dengan menjaganya dan melestarikannya,
kita harus mengasihi sesama kita manusia, kita harus berpikir tentang kepentingan umum, siswa
diajarkan untuk tidak korupsi.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. 2007. Fisika Dasar 1 Edisi Revisi. Bandung: ITB.
Asmani, Jamal Ma'mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva
press,
Amka Abdul Aziz. 2012. Guru Profesional Berkarakter. Banjarmasin: Cempaka Putih,
Lickona, T. 2010. Character Education: The Return of Character Education. Dalam: A Set of Articles about
Character Education. Yogyakarta: Characte Eduaction Program. Yogyakarta State University,
Michael J. Moran dan Howard N. Saphiro. 2004. Termodinamika Teknik, Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Pardiyono. 2007. Pasti Bisa. Teaching Genre-Based Writing. Yogyakarta: CV.Andi Offset.
Suparno, Paul. 2012. Sumbangan Pendidikan Fisika terhadap Pembangunan Karakter Bangsa. Yogyakarta:
USD
Wolke, Robert L. 2005. Kalo Einstein Jadi Koki, Sains di Balik Urusan Dapur. Jakarta: Gramedia Pustaka.

97
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Penerapan Metode Learning Together Mata Pelajaran Ekonomi Materi

APBN dan APBD Siswa SMA Negeri 1 Kendal Semester 2


Tahun Pelajaran 2021/2022

Rini Yulaikah
SMA Negeri 1 Kendal

ABSTRAK
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mengetahui (1) pelaksanaan
pembelajaran pembuatan pola kemeja dengan menerapkan metode learning together
di SMA Negeri 1 Kendal. (2) peningkatan aktivitas belajar siswa melalui penerapan
metode learning together di SMA Negeri 1 Kendal. (3) peningkatan pencapaian
kompetensi dasar mata pelajaran ekonomi materi APBN-APBD melalui penerapan
metode learning together di SMA Negeri 1 Kendal. Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas yang terdiri dari duasiklus dengan desain penelitian model
Kemmis dan Taggart. Alur penelitiantin dalam kelas terdiri dari (1) Perencanaan, (2)
Tindakan, (3) Pengamatan, (4) Refleksi. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan
di SMA Negeri 1 Kendal. Subyek dalam penelitian ini adalah 35 siswa kelas XI 1
pada tahun pelajaran 2021/2022. Metode pengumpulan data menggunakan metode
observasi, metode tes, dan metode dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pembelajaran mata pelajaran Ekonomi materi APBN-APBD telah terlaksana
100% sangat baik, sesuai dengan sintak dan unsur metode learning together. Dengan
menerapkan metode learning together dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa
dalam kompetensi dasar APBN-APBD. Hal ini ditunjukan pada siklus pertama
aktivitas belajar siswa dalam lembar observasi aktivitas peserta didik terdapat 12
aspek yang diamati dengan hasil siswa yang mendapatkan kategori “Kurang”
sebanyak 15 siswa atau 43% , siswa yang mendapatkan kategori “Cukup” sebanyak
13 siswa atau 13%, siswa yang mendapatkan kategori “Baik” sebanyak 7 siswa atau
20%, sedangkan siswa yang mendapatkan kategori “Sangat Baik” sebanyak 0 siswa
atau 0%. Kemudian di siklus 2 Dalam lembar observasi aktivitas peserta didik
terdapat 12 aspek yang diamati dengan hasil siswa yang mendapatkan kategori
“Kurang” sebanyak 0 siswa atau 0% , siswa yang mendapatkan kategori “Cukup”
sebanyak 0 siswa atau 0 %, siswa yang mendapatkan kategori “Baik” sebanyak 7
siswa atau 20%, sedangkan siswa yang mendapatkan kategori “Sangat Baik”
sebanyak 28 siswa atau 80%. Pada kegiatan tes hasil belajar siswa di siklus 1
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 79,26 , untuk ketuntasan individu atau daya

98
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

serap mendapatkan hasil 79,26 (79%), sedangkan untuk ketuntasan klasikal


mendapatkan hasil 57%. Di siklus 2 nilai rata-rata yang diperoleh adalah 81,26,
untuk ketuntasan individu atau daya serap mendapatkan hasil 81,26 (81%),
sedangkan untuk ketuntasan klasikal mendapatkan hasil 91%.

Kata Kunci : metode learning together, aktivitas belajar, prestasi belajar siswa,
materi APBN-APBD

PENDAHULUAN
Semenjak tahun 2006 sudah diterapkan Kurikulum Tingkatan Satuan Pendidikan (KTSP) dan saat
ini sudah berganti jadi kurikulum 2013 yang memakai paradigma pendidikan konstruktivisme dalam
kegiatan pendidikan. Esensi dari teori konstruktivisme merupakan ilham ataupun gagasan kalau siswa
wajib menciptakan serta mentransformasikan sesuatu data yang lingkungan ke suasana lain serta
apabila dikehendaki data itu jadi kepunyaan mereka sendiri. Dengan bawah ini pelajaran wajib
dikemas jadi proses mengkontruksi, bukan menerima pengetahuan.
Pendidikan kita masih didominasi oleh pemikiran bahwa pengetahuan adalah sebuah fakta untuk
diingat. Ruang kelas selalu berfokus pada guru sebagai sumber daya pengetahuan, maka kuliah
menjadi pilihan utama strategi belajar mengajar, untuk kegiatan mengajar untuk mewakili proses
menyampaikan pengetahuan atau konsep dari guru ke siswa.
Hal ini juga menjadi perhatian guru besar ekonomi 4 SMA Negeri 1 Kendal Oleh karena itu,
dalam kegiatan belajar mengajar, guru menggabungkan banyak metode pembelajaran seperti ceramah,
tanya jawab, presentasi kelompok dan diskusi kelompok. Guru berusaha untuk melibatkan siswa
dalam kegiatan pembelajaran, baik berupa kelompok presentasi dan kelompok diskusi.
Kelompok presentasi dibentuk dengan cara undian. Hal-hal diluar pemikiran dalam
pengelompokan adalah ketika di mana semua anggotanya berkualifikasi tinggi, ada grup yang
anggotanya meliputi banyak siswa tingkat tinggi, menengah dan rendah, Ada juga kelompok di mana
semua anggotanya tidak memenuhi syarat. Bagi kelompok yang semua anggota sangat mampu, akan
menyajikan topik dengan baik. Kegiatan presentasi dapat berjalan dengan baik. Banyak siswa yang
berpartisipasi dalam presentasi kelompok, baik dengan mengajukan pertanyaan, dengan menjawab
pertanyaan atau mengungkapkan pikiran atau ide-ide tertentu. Berbeda dengan kelompok yang
anggotanya semuanya berkualitas buruk. Kegiatan presentasi akan tidak berjalan dengan baik. Hanya
beberapa siswa yang berpartisipasi dalam presentasi kelompok, apakah mengajukan pertanyaan,
menjawab pertanyaan yang baik menyampaikan ide atau gagasan. Ini tentu saja akan mempengaruhi
operasi penyajian materi dan ini pada akhirnya mempengaruhi hasil belajar siswa dan kualitas proses
pembelajaran.

99
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Diskusi kelompok, dibagi secara berurutan di atas meja, dua siswa depan berpasangan dengan
dua siswa di belakangnya dan seterusnya. Kegiatan diskusi kelompok juga tampil kurang optimal. Di
antara beberapa kelompok, hanya beberapa kelompok-kelompok tersebut tampak cukup interaktif dan
terlibat, berusaha saling membantu dan mengungkapkan pikiran atau gagasan mereka dalam
menyelesaikan tugas. Yang lain cenderung bekerja sendiri dalam kelompok, beberapa bahkan tidak
berpartisipasi dalam latihan soal atau pekerjaan rumah.
Berdasarkan survei asli yang dilakukan oleh peneliti, ada 24 dari 35 siswa kelas XI IPS 1 tidak
memenuhi standar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) mata pelajaran Ekonomi yaitu 75,00. Menurut
hasil tes ulangan harian (untuk Materi Memahami kondisi ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap
pembangunan ekonomi), nilai terendah yang diraih siswa kelas XI Ilmu Pengetahuan Sosial 2 adalah
30,00, sedangkan skor tertinggi adalah 86,00. Sedangkan untuk pekerjaan rumah guru, sebagian besar
siswa masih mengerjakannya di dalam kelas. sebelum memulai kelas akuntansi. Hal ini menunjukkan
aktivitas yang rendah dan tanggung jawab mahasiswa dalam melanjutkan mata pelajaran ekonomi.
Permasalahan tersebut dapat di atasi dengan sebuah strategi belajar mengajar ‘baru’ yang lebih
memberdayakan siswa. Sebuah strategi belajar mengajar yang tidak mengharuskan siswa menghafal
fakta-fakta, tetapi sebuah strategi pembelajaran yang mendorong siswa mengkontruksi pengetahuan
mereka sendiri. Ada berbagai alternatif model pembelajaran yang bisa digunakan. Dalam penelitian
ini, peneliti memilih model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sebagai salah satu strategi
alternatif yang diharapkan dapat membantu siswa mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri,
meningkatkan kemampuan siswa bekerja sama dengan orang lain, meningkatkan kualitas proses dan
pada saat yang sama meningkatkan hasil belajar siswa.
Learning Together adalah metode dengan menggunakan kelompok heterogen yang terdiri dari
empat sampai enam siswa kemudian diberi satu pelajaran atau worksheet di mana mereka harus
belajar dan melengkapinya bersama-sama. Tidak ada kompetisi antar kelompok, sehingga metode ini
sangat cocok digunakan untuk mengatasi masalah yang dikemukakan di atas, yakni: pembagian
kelompok presentasi yang tidak merata dan kegiatan diskusi kelompok yang kurang optimal, sehingga
menyebabkan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa kurang maksimal.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan penelitian untuk memperoleh
data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 1 Kendal Semester 2 Tahun Pelajaran
2021/2022. Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat penelitian ini
dilangsungkan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli semester genap 2021/2022. Subyek dari
penelitian tindakan kelas ini adalah siswa-siswi kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Kendal Semester 2
Tahun Pelajaran 2021/2022.

100
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau
disebut juga classroom action research, karena kelas merupakan bagian kecil dan bagian penting
dalam sistem pembelajaran di sekolah.

Teknik Pengumpulan Data


Untuk memecahkan masalah dalam penelitian diperlukan data yang relevan dengan
permasalahannya, sedangkan untuk mendapatkan data tersebut perlu digunakan teknik pengumpulan
data sehingga dapat diperoleh data yang benar-benar valid dan dapat dipercaya. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain dengan menggunakan:
1) Observasi
Observasi dilaksanakan kolabarasi antara peneliti dan guru. Yaitu dengan melaksanakan,
mengamati, mengidentifikasi dan mencatat apa kekurangan dan kelebihan dalam proses
pembelajaran.
2) Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya.
Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sekolah, data
identitas siswa, data hasil belajar kognitif siswa yang berupa nilai ulangan harian mata
pelajaran Akuntansi, untuk memperoleh data tentang kemampuan awal siswa.
3) Tes
Tes merupakan alat yang digunakan peneliti untuk mengetahui hasil dari penelitian yang
telah dilakukan. Tes dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh
siswa setelah kegiatan pemberian tindakan.

Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian merupakan tahapan-tahapan yang ditempuh dalam penelitian dari awal
sampai akhir secara urut. Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa tahap kegiatan yaitu:
1. Tahap Pengenalan Masalah
2. Tahap Persiapan Tindakan
3. Tahap Penyusunan Rencana Tindakan
4. Tahap Implementasi Tindakan
5. Tahap Observasi dan Interpretasi
6. Tahap Refleksi
7. Tahap Penyusunan Laporan

101
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Instrumen Penelitian
Alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah
diolah, dan diinterpretasikan, (Suharsimi Arikunto, 2002:196). Sugiyono (2009:148) instrumen
penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang
sedang diamati. Instrumen penelitian mempunyai kegunaan untuk memperoleh data yang diperlukan
ketika peneliti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi di lapangan.
Instrumen dalam penelitian tindakan kelas ini terbagi menjadi empat, yaitu lembar observasi,
lembar penilaian unjuk kerja, dan tes.
1. Lembar Observasi
Instrumen observasi berupa lembar pengamatan. Lembar observasi digunakan untuk
mengetahui pelaksanaan pembelajaran pembuatan pola kemeja, kompetensi siswa ranah belajar
afektif dan aktivitas belajar siswa. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaran digunakan untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran pembuatan pola dengan menerapkan metode
learning together.

Table 11. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Observasi Aktifitas Belajar Siswa


Metode
Instrumen
Indikator Sub Indikator SumberData Pengumpulan
Penelitian
Data
Aktivitas 1. Perhatian siswa terhadap
visual materi yang diberikan.
2. Kemampuan siswa dalam
membaca danmengamati
media yang digunakan.
Aktivitas lisan 3. Keaktifan siswa bertanya
pada guru.
4. Keaktifan
siswaberdiskusidengan
teman satu kelompok.
5. Menyampaikanpresentasi
Lembar dengan baik.
observasi Aktivitas 6. Mendengarkanpenjelasan
aktivitas mendengar guru.
belajar 7. Mendengarkanpertanyaan
siswa temandan jawaban
dariguru.
8. Mendengarkanteman
yang presentasi.
Aktivitas 9. Mencatat hal-hal yang
menulis relevan dengan materi
Aktivitas 10. Mengerjakan tugas yang
Mengerjakan tugas diberikan guru
Aktivitas 11. .Keseriusan siswa
emosional mengikuti pembelajaran
12. Keseriusan siswa dalam
mengerjakan tugas

102
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

2. Tes
Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang
digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang
dimiliki oleh individu atau kelompok, (Ridwan, 2007:30-31). Dalam penelitian ini tes berbentuk
pilihan ganda digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif siswa pada materi memahami
kondisi ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi.

Teknik Analisis Data


Pada penelitian kali ini peneliti menerapkan penelitian dengan menganalisis data secara
kuantitatif.. Analisis data kuantitatif yang akan menjadi pokok rujukan keberhasilan dalam memahami
materi yang diukur dari hasil tes atau non tes yang diberikan oleh peneliti. Analisis data kuantitatif
diperoleh dari nilai-nilai peserta didik mengerjakan tes yang telah diberikan oleh peneliti. Kemudian
peneliti menghitung hasil skor dari lembar observasi guru dan peserta didik saat penelitian
dilaksanakan. Tes yang dilakukan kepada peserta didik yaitu dengan cara memberikan teks bacaan
kepada peserta didik secara berkelompok.
Analisis dihitung dengan menggunakan statistic sederhana berikut:
1) Penilaian tes penguasan materi
Penilaian ini diperoleh dari hasil membaca pemahaman dan dinyatakan dalam rumus:

𝑆𝐾𝑂𝑅 𝑌𝐴𝑁𝐺 𝐷𝐼𝑃𝐸𝑅𝑂𝐿𝐸𝐻


Nilai Akhir = X 100%
𝑆𝐾𝑂𝑅 𝑀𝐴𝐾𝑆𝐼𝑀𝐴𝐿

Setelah nilai siswa diketahui, peneliti menjumlahkan nilai yang diperoleh siswa selanjutnya
dibagi dengan jumlah siswa tersebut sehingga diperoleh nilai rata-rata. Untuk menghitung
nilai rata-rata kelas dihitung dengan menggunakan rumus :

X = ∑X
∑n

Keterangan:

X = Nilai rata-rata yang dicari


∑x = Jumlah semua nilai
∑n = Jumlah Siswa

Kriteria ketuntasan siswa dikatakan tuntas apabila memperoleh ≥ 75% dari skor
maksimal. Dan suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila ketuntasan klasikalnya
≥85% artinya dalam satu kelas siswa yang behasil ≥85% maka ketuntasannya
tercapai. Adapun kriteria ketuntasan yang diperoleh siswa yakni 75% dari skor
maksimum.100. dan masing-masing dihitung dengan :

103
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

jumlah nilai yang diperoleh


Ketuntasan Individu = x 100%
jumlah nilai maksimal

Jumlah siswa yang tuntas


Ketuntasan klasikal = x 100%
jumlah seluruh siswa

2) Data Observasi Peserta didik


Dari data observasi peserta didik terdapat skor-skor mentah yang diperoleh, dan
berikut adalah rumus analisis untuk mengubah skor asli yang diperoleh :
Skor yang diperoleh
Nilai Akhir = X 100%
Skor Maksimal

R
NP = X 100%
SM

Keterangan:
NP : Nilai persen yang dicari
R : Skor mentah yang diperoleh
SM : Skor maksimum dari penilaian

Indikator Keberhasilan
Indikator Keberhasilan adalah suatu kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan
dari kegiatan penelitian tindakan kelas dalam meningkatkan atau memperbaiki kegiatan belajar
mengajar di kelas.
Adapun indikator yang diinginkan peneliti, diantaranya sebagai berikut:
1. Meningkatnya rata-rata keberhasilan peserta didik yang mencapai nilai sesuai dengan KKM
yang ditentukan yakni ≥ 75.
2. Meningkatnya persentase ketuntasan klasikal melalui model pembelajaran kooperatif Tipe
Learning Together mencapai ≥75%.
3. Nilai observasi aktifitas siswa mendapatkan hasil 50% pada kategori “Sangat Baik”

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian tindakan kelas yang menggunakan model Kurt Lewin ini dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus terdiri dari empat langkah pokok yaitu perencanaan (Planning), pelaksanaan
(Acting), pengamatan (Observing), dan refleksi (Reflecting). Pelaksanaan siklus I dilakukan pada
Kamis, 6 Januari 2022, Jumat 7 Januari 2022 dan Kamis 13 Januari 2022 sedangkan siklus II
dilakukan pada Jumat 14 Januari 2022, Kamis 20 Januari 2022 dan Jumat 21 Januari 2022.
Subyek penelitian yang digunakan ialah peserta didik kelas XI IPS 1 SMA Negeri 1 Kendal
Semester 2 Tahun Pelajaran 2021/2022 dengan jumlah 35 peserta didik. Penelitian ini dilaksanakan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together pada pembelajaran Materi
Memahami Kondisi Ketenagakerjaan Dan Dampaknya Terhadap Pembangunan Ekonomi. Adapun
pemerolehan data tentang tingkat kemampuan prestasi belajar didapatkan dari hasil tes pada peserta

104
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

didik yang dilaksanakan dalam dua siklus. Sedangkan pemerolehan data tentang berlangsungnya
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together didapatkan dari observasi pada
peserta didik. Berikut adalah data dari hasil setiap tahap yang dilakukan oleh peneliti.
a. Pra Siklus
Pelaksanaan kegiatan pras siklus dilaksanakan sebelum dilakukan perlakuan dengan
menggunakan metode model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together. Hasil pelaksanaan pra
siklus ini dapat kita lihat pada tabel di bawah ini :

Table 12 Hasil Kegiatan Pra Siklus

Keterangan Frekuensi
Tuntas 9 siswa
Tidak tuntas 26 siswa
Nilai rata-rata 69,26
Ketuntasan klasikal 26%
Ketuntasan Individu 69,3%

Dari paparan hasil prasiklus dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat prestasi belajar siswa
tergolong rendah. Oleh karenanya, diperlukan perbaikan tindakan pada pelaksanaan pembelajaran
pelajaran ekonomi di dalam kelas.

b. Siklus I
a) Hasil observasi aktivitas siswa
Tahap pengamatan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung, observer
melakukan pengamatan hanya sebagai pengamat saja dan tidak mengikuti proses
berkegiatan. Hal yang diamati adalah aktivitas mengajar guru dan aktivitas oleh peserta didik
dengan menggunakan panduan lembar observasi yang telah disusun. Adapun hasil
pengamatan yang dilakukan oleh observer adalah sebagai berikut:

Table 13 Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1

Skor Kriteria Frekuensi Prosentase


40-48 Sangat baik 0 0%
34-38 baik 7 20%
29 - 33 Cukup 13 37%
≤ 28 Kurang 15 43%
TOTAL 35 100%

105
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

b) Hasil Nilai Peserta Didik Siklus I


Dalam tahap tindakan pada siklus I terdapat hasil tes tulis yang telah dilaksanakan oleh
peserta didik secara individu guna menjadi tolak ukur tingkat pemahaman terhadap materi
yang telah disampaikan. Merujuk pada hasil penilaian di siklus 1 yang diperoleh peserta
didik adalah nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik adalah :

Table 14. Hasil Kegiatan Siklus 1

Keterangan Frekuensi
Tuntas 20 siswa
Tidak tuntas 15 siswa
Nilai rata-rata 79,26
Ketuntasan klasikal 57%
Ketuntasan Individu 79%

Pada hasil penilaian di siklus 1 yang diperoleh peserta didik adalah nilai rata-rata
yang diperoleh sebesar 79,26 dan nilai ketuntasan belajar klasikal sebesar 57% dan
ketuntasan individu atau daya serap sebesar 79%.

c. Siklus II
a) Hasil observasi aktivitas siswa Siklus 2
Tahap pengamatan dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung, observer
hanya melakukan pengamatan saja dan tidak mengikuti proses berkegiatan. Hal yang diamati
\aktivitas oleh peserta didik dengan menggunakan panduan lembar observasi yang telah
disusun. Adapun hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer adalah sebagai berikut:

Table 15. Hasil Pengamatan Aktivitas Belajar Siswa Siklus 2

Skor Kriteria Frekuensi Prosentase


40-48 Sangat baik 28 80%
34-38 baik 7 20%
29 - 33 Cukup 0 0%
≤ 28 Kurang 0 0%
TOTAL 35 100%

Melalui hasil refleksi yang telah dilaksanakan, hasil yang diperoleh pada siklus II telah
mencapai suatu indikator kinerja yang telah ditetapkan. Adapun patokan yang diharapkan
adalah mencapai hasil 50% pada kategori “Sangat Baik” .

106
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

b) Hasil Nilai Peserta Didik Siklus 2


Dalam tahap tindakan pada siklus 2 terdapat hasil tes tulis yang telah dilaksanakan oleh
peserta didik secara individu guna menjadi tolak ukur tingkat pemahaman terhadap materi
yang telah disampaikan. Dalam tahap tindakan pada siklus I terdapat hasil tes tulis yang telah
dilaksanakan oleh peserta didik secara individu guna menjadi tolak ukur tingkat pemahaman
terhadap materi yang telah disampaikan. Merujuk pada hasil penilaian di siklus 1 yang
diperoleh peserta didik adalah nilai rata-rata yang diperoleh peserta didik adalah :

Table 16. Hasil Kegiatan Siklus 2


Keterangan Frekuensi
Tuntas 32 siswa
Tidak tuntas 3 siswa
Nilai rata-rata 81,26
Ketuntasan klasikal 91%
Ketuntasan Individu 81%

Pada hasil penilaian di siklus 2 yang diperoleh peserta didik adalah nilai rata-rata yang
diperoleh sebesar 81,26 dan nilai ketuntasan belajar klasikal sebesar 91% dan ketuntasan
individu atau daya serap sebesar 81%.
Berdasarkan pada hasil yang diperoleh pada siklus II, terlihat peningkatan dalam hal
perolehan persentase hasil tes dan observasi. Maka peneliti dan guru pengampuh mata
pelajaran tematik memutuskan untuk tidak melaksanakan siklus selanjutnya karena suatu
indikator kinerja yang telah ditetapkan telah terpenuhi.

Pembahasan
Hasil penelitian yang telah dilakukan sudah sesuai dengan perencanaan menunjukkan adanya
sebuah peningkatan pada aktivitas peserta didik, dan kemampuan memahami materi pada peserta
didik. Pada halaman ini diuraikan pembahasan terkait peningkatan pemahaman materi yang tejadi
setelah menggunakan penerapan model kooperatif tipe Learning Together pada proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi pada saat aktivitas peserta didik yang sudah dilaksanakan pada siklus I,
menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe LT (Learning Together) masih belum
terlaksana dengan baik.
Pada siklus I, aktivitas peserta didik masih belum terlihat sesuai dengan lembar observasi peserta
didik yang sudah direncanakan. Oleh karena itu, sesuai dengan hasil refleksi dari siklus I guru
melakukan beberapa tindakan perbaikan agar bisa dilaksanakan pada siklus II. Dengan adanya
tindakan perbaikan ini, diharapkan mengalami peningkatan dari siklus I dan siklus II. Pada siklus II
hasil observasi aktivitas peserta didik memperoleh peningkatan skor untuk aktivitas peserta didik.

107
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Hasil pelaksanaan observasi aktivitas peserta didik digambarkan dalam grafik di bawah ini antara
lain sebagai berikut :

Grafik 2. Observasi Aktivitas Peserta didik siklus 1 dan siklus 2


80%
80%

60%
37% 43%
40%
20%
20% siklus 1
20%
0% siklus 2
0% 0% 0%
Sangat baik
baik Cukup Kurang

Pada pelaksanaan prestasi belajar peserta didik Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan
adanya peningkatan prestasi belajar peserta didik di siklus 2, dengan model pembelajaran kooperatif
Tipe LT (Learning Together). Hal tersebut terlihat pada hasil tes yang telah dilakukan. Pada siklus I
nilai rata-rata adalah 79,26, dengan persentase ketuntasan individu sebesar 79,26 (79%). Pada nilai
ketuntasan klasikal mendapatkan hasil sebesar 57% atau dalam kata lain siswa yang mendapatkan nilai
tuntas sebanyak 20 siswa.
Siklus II mengalami peningkatan melalui beberapa perbaikan yang telah dilaksanakan, sehingga
nilai rata-rata individu adalah 81,26, dengan persentase ketuntasan individu sebesar 81,26 (81%). Pada
nilai ketuntasan klasikal mendapatkan hasil sebesar 91% atau dalam kata lain siswa yang mendapatkan
nilai tuntas sebanyak 32 siswa.
Hasil persentase perolehan pada pembelajaran Ekonomi pada materi memahami kondisi
ketenagakerjaan dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi yang dimiliki oleh peserta didik
kelas XI IPS 4 SMA Negeri 6 Kediri mulai siklus 1 dan siklus 2 setelah menggunakan penerapan
model pembelajaran kooperatif Tipe LT (Learning Together) digambarkan dalam grafik 3 dibawah ini:

Grafik 3 Hasil Nilai Prestasi Belajar Siklus 1 dan Siklus 2

100.00
79.26 81.26 79.26 81.26
80.00
60.00
40.00 32 SIKLUS 1
20
20.00 SIKLUS 2

0.00
NILAI RATA-RATA KETUNTASAN KETUNTASAN
INDIVIDU KLASIKAL

108
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Berdasarkan penjabaran di atas dan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan peneliti
mendapatkan hasil peningkatan kemampuan membaca pemahaman peserta didik pada tiap siklusnya.
Hal ini menjadi suatu kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe LT dapat dijadikan
referensi guru mata pelajaran lain untuk meningkatkan kemampuan peserta didik pada pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan
Penerapan model pembelajaran Ekonomi pada materi Memahami Kondisi Ketenagakerjaan Dan
Dampaknya Terhadap Pembangunan Ekonomi yang dilaksanakan pada peserta didik kelas XI IPS 1
SMA Negeri 1 Kendal, dapat terlaksana dengan baik. Karena bisa dilihat dari hasil observasi aktivitas
peserta didik melalui lembar observasi. Pada siklus I aktivitas peserta didik pada siklus I mendapatkan
hasil untuk kategori “Kurang” mendapatkan nilai 43%, untuk kategori “Cukup” mendapatkan hasil
37%, untuk kategori “Baik” mendapatkan hasil 20% dan untuk kategori “Sanagt Baik” mendapatkan
hasil 0%. Di siklus 2 peningkatan aktivitas belajar siswa tampak meningkat, hal ini terbukti dari hasil
observasi aktivitas siswa yang diperoleh. Untuk kategori “Kurang” turun menjadi 0%, untuk kategori
“Cukup” turun menjadi 0%, untuk kategori “Baik” naik menjadi 20% dan untuk kategori “Sangat
Baik” naik signifikan menjadi 80%.
Peningkatan prestasi belajar yang di hasilkan di siklus ke siklus 2 mengalami peningkatan yang
cukup bagus. Di siklus 1 nilai rata-rata yang diperoleh adalah 79,26 , untuk ketuntasan individu atau
daya serap mendapatkan hasil 79,26 (79%), sedangkan untuk ketuntasan klasikal mendapatkan hasil
57%. Di siklus 2 nilai rata-rata yang diperoleh adalah 81,26, untuk ketuntasan individu atau daya serap
mendapatkan hasil 81,26 (81%), sedangkan untuk ketuntasan klasikal mendapatkan hasil 91%.

b. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mampu memberikan saran sebagaimana
berikut ini:
1) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together mampu diditerapkan
pada mata pelajaran Ekonomi yang sesuai dengan materi yang akan dibelajarkan, agar
kemampuan mampu dimiliki oleh peserta didik
2) Model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together mampu dijadikan sebagai alternatif
atau pilihan dalam pembelajaran mata pelajaran Ekonomi, karena penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Learning Together tersebut mampu melatih peserta didik dalam
membangun pengetahuan sebelumnya dengan materi pelajaran.
3) Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together harus ditingkatkan dalam
hal proses saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, supaya mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang lebih aktif dan meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.

109
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

DAFTAR PUSTAKA
Herawati Susilo, d. (n.d.). Penelitian Tindakan Kelas sebagai Sarana Pengembangan Keprofesionalan Guru dan
Calon Guru. Malang: Bayumedia.
ibrahim, d. (2000). Pembelajaran Kooperatif. surabaya : University Press. .
Jayadi, Y. A. (2008). Penggunaan Jurnal Belajar Macromedia Flash Dalam Pembelajaran Biologi Untuk
meningkatkan Kualitas Pembelajaran Siswa kelas X di SMA Negeri 2 Surakarta. surakarta: Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kasbolah, K. (2001). Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Malang. .
Lie., A. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Muhibbin, S. (2005). Psikologi Belajar. Jakarta: : PT Raja Grafindo Perdasa.
Muhibbin, S. (2005). Psikologi Belajar. Jakarta: PT. Radja Grafindo Perdasa.
Purwanto, N. (2007). Psikologi Pendidika. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
SUDJANA, N. (2008). Penilaian Hasil Proses Belajar. Bandung: : PT. Remaja Rosdakarya.
Suharsimi Arikunto, d. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sukmadinata, N. S. (2003). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: Rosdakarya. .
Winkel, W. S. (1999). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia.

110
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Reproduksi Pada Manusia

Melalui Model Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Siswa


Kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri Semester I

Tahun Pelajaran 2019/2020

Sri Redjeki
UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten

ABSTRAK
Proses pembelajaran IPA cenderung berlangsung satu arah. materi yang diajarkan
jarang dihubungkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari disekitar siswa.
pembelajaran yang dapat melibatkan peran aktif siswa membutuhkan kemampuan
guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dan bervariasi agar siswa
tidak merasa bosan. Salah satu model pembelajaran yang cocok adalah model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar IPA melalui model Poblem Based Instruction
(PBI) pada siswa kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kediri,
mulai tanggal 23 Agustus 2019 sampai dengan 19 Oktober 2019 dengan subyek 31
siswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar pada siklus I
nilai rata-rata 74,84 pada siklus II menjadi 62,42. Ketuntasan belajar pada siklus I
ada 21 siswa (67,74%) tidak tuntas 10 siswa (32.26%), pada siklus II menjadi 29
siswa (93,55%) tidak tuntas 2 (6,45%). Sedangkan aktivitas guru siklus I 66,67 %
dengan kategori cukup (C) pada siklus II menjadi 91,67% dengan kategori sangat
baik (SB). Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa siklus I 60,78% kategori
cukup (C) pada siklus II meningkat menjadi 85,00% dengan kategori sangat baik
(SB). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil simpulan bahwa
penerapan model Poblem Based Instruction dalam pembelajaran IPA materi Sistem
Reproduksi Pada Manusia dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IX-E UPTD
SMP Negeri 3 Plosoklaten Kediri. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
keefektifan penerapan model Poblem Based Instruction dalam meningkatkan hasil
belajar siswa pada materi yang lain.

Kata Kunci : problem based instruction, hasil belajar-peningkatan

111
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada masa sekarang ini berimbas
pada berbagai sisi kehidupan, termasuk bidang pendidikan. Seiring dengan perkembangan teknologi,
terjadi perubahan pada system pendidikan yang berlaku di Indonesia. Sistem pendidikan harus mampu
menyajikan pendidikan berkualitas yang nantinya akan membentuk pribadi sebagai penerus bangsa
yang mampu membangun bangsa dan negara. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi, sangat berpengaruh terhadap penyusunan dan implementasi strategi
pembelajaran.
Pendidikan IPA memiliki arti penting bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar,
serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari. Pemberlakuan
IPA terpadu bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Pembelajaran
terpadu merupakan paket pembelajaran yang menghubungkan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Hal
ini sesuai dengan prinsip pembelajaran bermakna, yaitu berkaitan dengan pengalaman hidupnya
sehingga diharapkan dengan keterpaduan itu peserta didik dapat memandang suatu objek yang ada
dilingkungannya secara utuh.
Dalam pembelajaran terpadu pada mata pelajaran IPA menuntut guru untuk mampu
meningkatkan kreatifnya, berwawasan luas, memiliki keterampilan metodologis yang handal, berani
mengemas dan mengembangkan materi serta terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan materi yang akan diajarkan. Demikian juga siswa dituntut untuk memiliki
kemampuan analisis (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), eksploratif,
elaboratif (menemukan dan menggali), keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Implementasi strategi pembelajaran di sekolah terkait dengan kegiatan proses pembelajaran yang
merupakan perencanaan secara sistematis yang dibuat oleh guru dalam bentuk perangkat
pembelajaran. Proses pembelajaran selama ini masih didominasi oleh guru (Teacher Centered
learning) dan seharusnya berorientasi pada siswa (Student Centered learning). Hal ini menyebabkan
kurangnya minat siswa dalam pembelajaran yang berimbas pada rendahnya hasil belajar siswa. Guru
memerlukan strategi penyampaian materi untuk mendesain kegiatan pembelajaran yang dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Strategi tersebut tertuang pada perangkat pembelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran.
Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan
pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran yang
dilakukan lebih banyak menggunakan metode ceramah tanpa memperhatikan aktivitas belajar siswa.
Pembelajaran berlangsung cenderung berjalan satu arah sehingga terkesan hanya mentransfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Hal ini menyebabkan pembelajaran berjalan kurang efektif dalam
mengembangkan ranah kognitif (penguasaan konsep), ranah afektif (sikap belajar), serta keterampilan
berpikir tingkat tinggi (berpikir kritis dan berpikir kreatif) siswa.

112
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pembelajaran IPA harus selalu mengakomodasi pengembangan sikap, proses, produk, dan
aplikasi. Siswa harus memiliki kemampuan untuk mengetahui apa yang diamati, kemampuan untuk
memprediksi apa yang belum terjadi, dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut hasil eksperimen
dengan dikembangkannya sikap ilmiah. Salah satu ciri yang menonjol pada pembelajaran IPA adalah
adanya proses pembelajaran yang dilaksanakan dengan menggunakan observasi, percobaan, dan
pemecahan masalah.
Pembelajaran IPA akan lebih efektif jika dikelola secara optimal. Berdasarkan observasi awal
melalui pengamatan yang peneliti lakukan di kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten
Kediri, materi yang disampaikan masih teoritik dan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
di lingkungan siswa sehingga siswa cenderung pasif. Hal ini dapat dilihat dari respon siswa saat guru
mengajar di depan kelas yang terjadi adalah : 1) Siswa cenderung hanya mendengar penjelasan dari
guru, 2) Apabila guru memberikan pertanyaan untuk mendapatkan respon, siswa cenderung tidak
memberikan jawaban, 3) Apabila guru memberikan kesempatan bertanya, siswa kurang
memanfaatkan, 4) Apabila guru bertanya, siswa jarang ada yang mau menjawab, siswa baru menjawab
apabila ditunjuk.
Kondisi ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran cenderung berlangsung satu arah. Beberapa
hal yang menyebabkan siswa tidak aktif berdasarkan observasi diantaranya adalah: 1) Motivasi belajar
kurang, ini bisa dilihat dari respon siswa terhadap proses pembelajaran yang sedang berlangsung, 2)
Pembelajaran yang masih berpusat pada guru, bukan berpusat pada siswa, sehingga kurang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi, 3) Guru kurang menghubungkan materi
pembelajaran dengan kehidupan nyata siswa, 4) Guru kurang bervariasi dalam merancang model
pembelajaran sehingga kurang menarik dan mengaktifkan siswa, 5) Kegiatan pembelajaran IPA yang
dilakukan guru cenderung menggunakan metode ceramah.
Pentingnya metode pembelajaran dalam meningkatkan proses belajar pembelajaran yang pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karana itu guru dalam proses
pembelajaran mempunyai peranan penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat
mendorong keaktifan siswa. Usaha untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat melibatkan
peran aktif siswa membutuhkan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang
sesuai dan bervariasi agar siswa tidak merasa bosan. Adanya keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran akan membutuhkan motivasi yang tinggi dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar.
Berkaitan dengan itu dalam pembelajaran IPA khususnya materi Sistem Reproduksi pada
manusia diperlukan suatu model pembelajaran yang tidak mengharuskan siswa menghafalkan fakta-
fakta tetapi model pembelajaran yang mendorong siswa menerapkan apa yang dipelajari dalam
kehidupan sehari-hari dan melibatkan siswa secara aktif, sehingga siswa akan lebih mudah dalam
memahami materi yang dipelajari dan pembelajaran berlangsung dalam komunikasi multi arah.

113
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Namun yang terjadi di lapangan berdasarkan analisis ulangan harian pada siswa kelas IX-E
UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri, nilai rata-rata kelas 68,06, dari jumlah 31 siswa
masih ada 17 siswa (54.84%) yang tidak mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM) 75. Hal ini
dikarenakan kurangnya variasi dalam merancang model pembelajaran sehingga kurang menarik dan
mengaktifkan siswa sehingga, kegiatan pembelajaran IPA cenderung pasif.
Pentingnya metode pembelajaran dalam meningkatkan proses kegiatan pembelajaran yang pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karana itu guru dalam proses
pembelajaran mempunyai peranan penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat
mendorong keaktifan siswa.
Salah satu model pembelajaran yang cocok untuk maksud tersebut adalah model pembelajaran
berdasar masalah yang dikenal dengan Problem Based Instruction (PBI). Model ini merupakan suatu
model pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan, mengembangkan inkuiri
dan menjadikan pembelajar mandiri serta percaya diri. Model Problem Based Instruction (PBI)
dipilih, karena dalam proses pembelajarannya siswa dihadapkan kepada masalah kehidupan nyata
sebagai sesuatu yang harus dipelajari dan sebagai salah satu cara untuk melatih serta meningkatkan
ketrampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah serta mendapat pengetahuan dan konsep penting.
Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model Problem
Based Instruction (PBI) dapat diterapkan pada pembelajaran konsep Sistem Reproduksi pada manusia
karena beberapa masalah autentik dapat diajukan dan pemecahannya dilakukan dengan menganalisis
dari berbagai macam buku dan sumber belajar yang banyak diperoleh di lingkungan sekitar, sehingga
siswa lebih tertarik dan lebih mudah menerima pelajaran. Peranan guru dalam Problem Based
Instruction (PBI) adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan,
mengarahkan masalah, dan mengadakan diskusi.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
tindakan kelas dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Reproduksi pada Manusia
melalui Model Pembelajaran Problem Based Instruction Pada Siswa Kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3
Plosoklaten Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020”.
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui
melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar IPA
Materi Sistem Reproduksi pada Manusia pada siswa Kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten
Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2019/2020.

KAJIAN PUSTAKA
Belajar dan Hasil Belajar
Gagne (dalam Komalasari 2010: 2) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses perubahan
tingkah laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia seperti sikap, minat, atau nilai dan

114
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

perubahan kemampuannya yakni peningkatan kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.
Sedangkan menurut Sunaryo (dalam Komalasari 2010: 2) belajar merupakan suatu kegiatan di mana
seseorang membuat atau menghasilkan suatu perubahan tingkah laku yang ada pada dirinya dalam
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Menurut Aisyah, dkk. (2007: 9) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam
bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, kebiasaan, serta
perubahan aspek-aspek yang ada pada diri individu yang sedang belajar. Lebih lanjut, Dengeng (dalam
Riyanto, 2010: 5) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses untuk mengubah performansi yang
tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi seperti skill, persepsi, emosi,
proses berpikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.
Berdasarkan beberapa kajian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa belajar merupakan proses
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap dan nilai positif. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Dilihat dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar.
Sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada
bagian lain merupakan peningkatan kemampuan mental siswa (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 3).
Menurut Hamalik (dalam Kunandar, 2013: 64) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,
pengertian-pengertian dan sikap-sikap serta kemampuan siswa.
Faktor – faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam diri individu ,
sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang ada di luar individu.
1) Faktor Internal
a. Faktor Jasmaniah mencangkup: faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b. Faktor psikologis mencangkup: Intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi,
kematangan dan kesiapan.
c. Faktor kelelahan
2) Faktor Eksternal
a. Faktor keluarga mencakup : cara orangtua mendidik,relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang
kebudayaan.
b. Faktor sekolah meliputi : metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran
diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
c. Faktor masyarakat meliputi: kegiatan dalam masyarakat, mass media, taman bermain,
bentuk kehidupan bermasyarakat

115
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pembelajaran IPA di SMP


Mata pelajaran biologi (IPA) di SMP bertujuan agar siswa mampu menguasai konsep-konsep
biologi (IPA) dan saling keterkaitannya, serta mampu menggunakan metode ilmiah untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya. Kata menguasai disini mengisyaratkan bahwa pendidikan
IPA harus menjadikan siswa tidak sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing) tentang konsep
konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa untuk mengerti dan memahami konsep-konsep
tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain. Pada tingkatan sekolah
menengah pertama (SMP) pembelajaran haruslah dipusatkan pada pemberdayaan siswa untuk
mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi.
Hal ini terkait dengan cara guru menyampaikan proses pembelajaran, baik selama proses
pembelajaran berlangsung maupun pada saat melakukan evaluasi. Dalam mengembangkan
pembelajaran IPA di kelas seharusnya siswa lebih aktif dalam pembelajaran untuk menemukan sendiri
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Siswa dituntut aktif secara fisik dan mental
dalam memahami konsep yaitu dengan menggunakan berbagai ketrampilan proses untuk dapat
mengalami pembelajaran bermakna yang pada hakekatnya merupakan peningkatan tingkatan
pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran (Anonim, 2006: 21).
Mata pelajaran biologi di SMP merupakan perluasan dan pendalaman IPA di Sekolah Dasar.
Khususnya biologi memperoleh 2 jam pelajaran pada setiap tingkatan kelasnya, sehingga diharapkan
siswa cukup memperoleh pemahaman materi pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran biologi di SMP
berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam dan segala kekayaannya baik di
darat maupun di laut. Salah satunya yaitu mengenal berbagai jenis hewan yang telah dibagi sesuai
dengan klasifikasinya masing-masing (Anonim, 2006: 20).
Model Pembelajaran Problem Based Intruction ( PBI )
Problem Based Instruction (PBI) adalah perumusan soal agar lebih sederhana atau perumusan
ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Problem
Based Instruction (PBI) dapat diartikan juga sebagai rangkaian aktifitas pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.
Menurut Yayan Iryana (2009), Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran
didasarkan pada masalah sehari-hari dan dalam pembelajaran siswa diajak untuk memecahkannya.
Melalui pembelajaran semacam itu siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya
akan muncul berbagai gagasan dan siswa akan saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan.
Dalam proses pembahasan, gagasan itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang pada
akhirnya mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang karena merasa mampu
memecahkan masalah yang diberikan.
Glazer menyatakan bahwa Problem-based Instruction is an effort to challenge students to address
real-world problems and resolve realistic dilemmas. Such problems create opportunities for
meaningful activities that engage students in problem solving and higher-ordered thinking in authentic

116
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

setting. Pengajaran Berdasarkan Masalah adalah sebuah upaya untuk menantang siswa untuk
menunjuk masalah dunia nyata dan memecahkan permasalahan yang realistis. Masalah demikian
menciptakan kesempatan untuk aktivitas bermakna yang melibatkan siswa dalam pemecahan masalah
dan kemampuan berfikir tingkat tinggi pada setelan yang sesungguhnya). Dr. Glazer choose to use the
term Problem-based Instruction, other references also use the term Problem-based Learning. The
reader can assume the terms are equivalent. Dr. Glazer menggunakan istilah Problem-based
Instruction, referensi lain menggunakan istilah Problem-based Learning. Dapat mengasumsikan bahwa
istilah tersebut sama.
Jadi Problem Based Instruction adalah sebuah model pembelajaran yang memulai proses belajar
mengajar dengan suatu permasalahan yang disodorkan oleh guru melalui pertanyaan atau pernyataan
yang sesuai dengan materi ajar dan kehidupan sehari-hari siswa. Untuk mengimplementasikan
pembelajaran IPA dengan model Problem Based Instruction (PBI) peneliti harus terlebih dahulu
menemukan pokok permasalahan. Masalah dalam problem solfing adalah masalah yang bersifat
terbuka artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat
mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian problema solfing memberikan kesempatan
pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh problem solving adalah
kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analistas, sistematis dan logis untuk mencari pemecahan
masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Sedang David Johnson dan Johnson mengemukakan 5 langkah Problem Based Instruction (PBI)
melalui kegiatan kelompok, yaitu:
1) Mendefinisikan masalah
Yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, sehingga
siswa menjadi jelas tentang masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru dapat
meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu – isu hangat yang menarik untuk
dipecahkan.
2) Mendioknisis masalah
Yaitu menentukan sebab–sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik
faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang bisa mendukung dalam penyelesaian
masalah. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam dsiskusi kecil sehingga pada ahirnya siswa
dapat mengurutkan tindakan–tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambat yang dipikirkan.
3) Merumuskan alternatif strategi, menguji setiap tindakan yang dirumuskan melalui diskusi
kelas.
Pada tahapan ini siswa didorong untuk berfikir mengemukakan pendapat dan argumentasi
tentang kemungkinan setiap tindakan yang dilakukan.

117
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

4) Menentukan dan menerapkan strategi pilihan


Yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan
eveluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan. (Wina
Sanjaya,2011:218)
Penerapan Problem Based Instruction Pada Pelajaran IPA di SMP
Pada pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Problem Based Instruction dapat diaplikasikan
dalam tiga bentuk aktivitas kognitif IPA sebagai berikut:
a. Pre solution, yaitu jika siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Guru memberikan suatu
pernyataan, siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan pernyataan
tersebut.
b. Within solution, yaitu jika siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut menjadi
sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah diselesaikan
sebelumnya. Jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru dari sebuah
pertanyaan
c. Post solution, yaitu jika siswa-siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah
diselesaikan untuk membuat soal yang baru dan sejenis.
Kemampuan Problem Based Instruction ( PBI ) siswa menunjukkan adanya kemampuan berpikir
kreatif dan kritis siswa. Oleh karena itu, kepada para ahli pengembangan pendidikan dasar khususnya
guru SMP hendaknya menetapkan pembelajaran dengan model Problem Based Instruction.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti kemudian menerapkan model Based Intruction ke dalam proses
pembelajaran IPA di SMP sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas pmbelajaran IPA pada kelas IX
di UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri.

Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Instruction (PBI)


1) Keunggulan Problem Based Instruction (PBI)
Dari beberapa kajian tentang penggunaan strategi pembelejaran Problem Based Instruction,
selama penggunaan menunjukan memiliki berbagai keunggulan, diantaranya:
(a) Pemecahan masalah (PBI) Merupakan tehnik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran, khususnya mata pelajaran IPA.
(b) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat menantang kemampuan siswa
serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
(c) Pemecahan masalah (PBI) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran IPA siswa.
(d) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat membantu siswa bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

118
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

(e) Pemecahan masalah (PBI) dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran IPA yang mereka lakukan. Disamping itu,
pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun proses belajar IPA.
(f) Pemecahan masalah (PBI) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran
IPA dan sebagainya ) pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar dari guru atau dari buku-buku saja.
(g) Pemecahan masalah (PBI) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
(h) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
(i) Pemecahan masalah (PBI) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
(j) Pemecahan masalah (PBI) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. (Wina Sanjaya,2011:221)

2) Kelemahan Problem Based Instruction (PBI)


Disamping memiliki keunggulan Problem Based Instruction (PBI) juga memiliki kelemahan
diantaranya adalah :
(a) Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
(b) Membutuhkan banyak waktu dan dana.
(c) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
(d) Membutuhkan waktu yang banyak .
(e) Tidak setiap materi matematika dapat diajarkan dengan PBI
(f) Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat duduk siswa yang
terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat pembelajaran, dll
(g) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.
(h) Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30 siswa perkelas.
Dari keunggulan bahwa, model Problem Based Instruction (PBI) bagi siswa menunjukkan adanya
kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Oleh karena itu, kepada para pengembangan pendidikan dasar
dan menengah khususnya guru SMP hendaknya menetapkan pembelajaran dengan model Problem
Based Intruction. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh model Problem Based Instruction (PBI)
inilah yang juga mendorong peneliti untuk memilihnya sebagai alternatif pemecahan masalah yang
ditemukan di kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri pada mata pelajaran IPA
(biologi) di kelas IX.

119
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pembelajaran Konsep Sistem Reproduksi pada Manusia dengan Model Problem Based
Instruction (PBI).
Sistem Reproduksi pada Manusia merupakan salah satu materi pokok dalam kurikulum 2013.
Standar Kompetensi yang ditetapkan adalah memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia.
Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran pada konsep Sistem Reproduksi pada
Manusia adalah mendeskripsikan Sistem Reproduksi pada Manusia dan hubungannya dengan
kesehatan.
Mengacu pada hal tersebut maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga benar-benar memahami konsep
pencernaan pada manusia melalui pengamatan secara langsung. Kenyataanya dalam pembelajaran
konsep-konsep IPA (biologi) bersifat hafalan semata sehingga kurang mengembangkan proses berfikir
siswa dalam pembelajaran konsep Sistem Reproduksi pada Manusia. Guru sebagai mediator dan
fasilitator dituntut untuk mengupayakan strategi dalam pembelajaran konsep-konsep IPA (biologi)
agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal ini bisa ditempuh dengan penerapan model
PBI pada proses pembelajaran.
Penerapan model PBI dalam pembelajaran Sistem Reproduksi pada Manusia yang dimodifikasi
dari Suparmanto (2004) dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap perencanaan
a. Guru merancang masalah yang akan diajukan kepada siswa yang berkaitan dengan konsep
Sistem Reproduksi pada Manusia.
b. Perumusan berdasarkan masalah autentik, mengandung teka-teki, tidak terdefinisikan secara
ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.
c. Siswa diminta menyelidiki suatu masalah yang diajukan oleh guru untuk menemukan
pemecahan melalui penyelidikan dan eksperimen.
d. Guru menyiapkan kebutuhan untuk penyelidikan atau eksperimen siswa.
2. Tahap pelaksanaan
a. Guru menyajikan situasi masalah yang sesuai.
b. Guru mengorganisasikan siswa untuk belajar.
1) Guru membagi siswa dalam kelompok.
2) Guru menyediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi menemukan cara pemecahan
masalah.
3. Guru membantu siswa dalam melakukan penyelidikan individual atau kelompok melalui tanya
jawab dalam hal :
a. Membimbing siswa dalam mengumpulkan data
b. Membimbing siswa dalam bereksperimen, mengumpulkan informasi dari berbagai sumber
untuk memecahkan masalah

120
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

c. Membimbing siswa berhipotesis, menjelaskan dan memberi pemecahan


4. Guru meminta siswa untuk mengembangkan dan menyajikan hasil karya dalam bentuk laporan
tertulis.
5. Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara
meminta siswa menyampaikan hasil pemecahan masalah di depan kelas dilanjutkan tanya jawab.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten, yang beralamat
di Jl. Hasanudin, Gondang, Kecamatan Plosoklaten Kabupaten Kediri.
Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2019/2020. Penelitian ini
direncanakan selama kurang lebih 3 bulan, mulai tanggal 23 Agustus 2019 sampai dengan 19 Oktober
2019.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah semua siswa Kelas IX-E yang terdaftar pada semester I Tahun
Pelajaran 2019/2020 yang berada di UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten, Kabupaten Kediri, dengan
jumlah subyek penelitian 31 siswa yang terdiri dari 15 laki-laki dan 16 perempuan.
Indikator Keberhasilan
Pembelajaran menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ) dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri, dengan
indikator sebagai berikut:
1. Ketrampilan guru dalam pembelajaran IPA menggunakan model Problem Based Instruction
( PBI ) meningkat dengan kretaria sekurang – kurangnya baik.
2. Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan model Problem Based
Instruction ( PBI ) meningkat, ditandai dengan terjadinya perubahan sikap dan perilaku
siswa (sering bertanya, semangat mengerjakan tugas, menghargai pendapat teman) dalam
mengikuti pembelajaran.
3. Sekurang – kurangnya siswa kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri
mengalami ketuntasan belajar individual sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
sebesar ≥75 dalam pembelajaran IPA.
Prosedur penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan
sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah ada dalam permasalahan yang diteliti. Untuk
mengetahui permasalahan yang menyebabkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IX-E
UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten, Kabupaten Kediri dilakukan observasi terhadap kegiatan

121
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Melalui langkah-langkah tersebut akan dapat ditentukan
tindakan yang tepat dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPA materi Sistem Reproduksi pada
manusia.
Langkah yang paling tepat untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi Sistem Reproduksi pada
manusia adalah dengan penanaman konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya
dengan konsep lain yang telah dikuasai siswa. Sehubungan hal tersebut, maka tindakan yang diduga
paling tepat adalah dengan menggunakan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ).
Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini meliputi; perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, dalam setiap siklus.
Sedangkan prosedur penelitian yang dilakukan adalah menggunakan model penelitian tindakan
kelas yang dikembangkan oleh Kemmis & Taggart (2000), di mana pada prinsipnya ada empat tahap
kegiatan yaitu, perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan evaluasi
proses tindakan (observation and evaluation) dan melakukan refleksi (reflecting).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Kondisi Awal
Hasil observasi awal melalui pengamatan yang peneliti lakukan di kelas IX-E UPTD SMP Negeri
3 Plosoklaten Kabupaten Kediri, materi yang disampaikan masih teoritik dan tidak berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa sehingga siswa cenderung pasif. Hal ini dapat
dilihat dari respon siswa saat guru mengajar di depan kelas yang terjadi adalah : 1) Siswa cenderung
hanya mendengar penjelasan dari guru, 2) Apabila guru memberikan pertanyaan untuk mendapatkan
respon, siswa cenderung tidak memberikan jawaban, 3) Apabila guru memberikan kesempatan
bertanya, siswa kurang memanfaatkan, 4) Apabila guru bertanya, siswa jarang ada yang mau
menjawab, siswa baru menjawab apabila ditunjuk, 5) Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas IX-E
UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten Kabupaten Kediri masih tergolong rendah yaitu 68,06, dari jumlah
31 siswa masih ada 17 siswa (54,84%) yang tidak mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM) 75.
Agar lebih jelas kondisi pembelajaran di kelas IX-E UPTD SMP Negeri 3 Plosoklaten, Kabupaten
Kediri, persebaran nilai hasil tes pra siklus dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Persebaran Nilai Hasil Tes Pra Siklus

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase


85 - 100 Sangat baik 3 9,68%
75 - 84 Baik 11 35,48%
65 - 74 Cukup 7 22,58%
55 - 64 Kurang 7 22,58%
< 55 Sangat Kurang 3 9,68%
Jumlah 31 100%

122
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 3 siswa (9,68%), kategori baik jika mampu mendapat nilai antara
75-84 dicapai 11 siswa (35,48%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 7 siswa
(22,58%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 7 siswa (22,58%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 dicapai oleh 3 siswa (9,68%). Oleh karena itu, untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran yang ada, harus diterapkan model pembelajaran inovatif,
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menciptakan kondisi belajar yang
memungkinkan siswa untuk membentuk konsep berdasarkan permasalahan yang dipecahkan sendiri.
Adapun model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Problem Based Instruction
(PBI).
Deskripsi Siklus I
Pembelajaran IPA khususnya materi Sistem Reproduksi pada manusia di kelas IX-E UPTD SMP
Negeri 3 Plosoklaten, Kabupaten Kediri, secara umum belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Permasalahan tersebut dapat dilihat dari hasil tes formatif siswa di akhir pembelajaran pada setiap
siklusnya. Hasil pembelalajara siklus I dapat dijelaskan bahwa, nilai klasikal hasil belajar IPA pokok
bahasan Sistem Reproduksi pada manusia diperoleh nilai tertinggi adalah sebesar 95, nilai terendah
adalah 45, rerata hasil belajar 74,84. Dari 31 siswa ada 21 siswa (67,74%) mengalami ketuntasan
belajar, sedangkan 10 siswa (32.26%) belum mengalami ketuntasan belajar. Data persebaran nilai
hasil tes memahami Sistem Reproduksi pada manusia Siklus I dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Persebaran Nilai Hasil Tes Siklus I

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Ketuntasan


85 - 100 Sangat baik 6 19,35%
75 - 84 Baik 15 48,39%
65 - 74 Cukup 7 22,58%
55 - 64 Kurang 1 3,22%
< 55 Sangat Kurang 2 6,45%
Jumlah 31 100%

Berdasarkan tabel 4.2. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 6 siswa (19,35%), kategori baik jika mampu mendapat nilai
antara 75-84 dicapai 15 siswa (48,39%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 7
siswa (22,58%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 1 siswa (3,22%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 dicapai oleh 2 siswa (6,45%).
Secara umum guru atau peneliti hampir seluruh indikator telah dilaksanakan, namun observer
mencatat ketrampilan guru dalam membuka pelajaran dalam memotivasi siswa masih belum nampak
keterkaitannya dengan materi yang akan dipelajari. Dalam melakukan tanya jawab kurang luwes,
terkesan kaku sehingga siswa takut. Guru belum menambahkan hal-hal yang dalam diskusi belum

123
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

dibahas, menyimpulkan materi yang telah dipelajari karena kendala dalam keterbatasan waktu
sehingga peneliti tidak sempat dalam memberikan pemantapan pada siswa, pemantapan yang
direncanakan adalah menarik kesimpulan dari proses pembelajaran yang berlangsung. Hal ini menjadi
catatan penting bagi peneliti untuk dapat diperbaiki pada siklus II.

Deskripsi Siklus II
Pembelajaran IPA khususnya materi Sistem Reproduksi pada manusia di kelas IX-E UPTD SMP
Negeri 3 Plosoklaten, Kabupaten Kediri, secara umum belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Permasalahan tersebut dapat dilihat dari hasil tes formatif siswa di akhir pembelajaran pada setiap
siklusnya. Hasil pembelalajara Siklus II dapat dijelaskan bahwa, nilai klasikal hasil belajar IPA pokok
bahasan Sistem Reproduksi pada manusia diperoleh nilai tertinggi adalah sebesar 100, nilai terendah
adalah 50, rerata hasil belajar 82,42. Dari 31 siswa ada 29 siswa (93,55%) mengalami ketuntasan
belajar, sedangkan 2 siswa (6,45%) belum mengalami ketuntasan belajar. Data persebaran nilai hasil
tes memahami Sistem Reproduksi pada manusia Siklus II dapat dilihat pada tabel 4.5. berikut ini :

Tabel 4.5. Persebaran Nilai Hasil Tes Memahami Sistem Reproduksi pada Manusia Siklus II

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Ketuntasan


85 - 100 Sangat baik 17 54,84%
75 - 84 Baik 12 38,71%
65 - 74 Cukup 0 0,00%
55 - 64 Kurang 1 3,23%
< 55 Sangat Kurang 1 3,23%
Jumlah 31 100%

Berdasarkan tabel 4.5. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 17 siswa (54,84%), kategori baik jika mampu mendapat nilai
antara 75-84 dicapai 11 siswa (38,71%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 0
siswa (0.00%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 1 siswa (3,23%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 tidak ada yang mendapatkan 1 siswa (3,23%).
Aktiviats siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada akhir pertemuan Siklus II memperoleh
rata-rata 85,00% dengan sebutan kualifikasi Sangat Baik (SB).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung ditemukan beberapa hal sebagai berikut : (1) Pada saat peneliti meminta siswa untuk
membentuk kelompoknya, suasana kelas tetap tertib mereka sudah mengetahui kelompoknya. (2)
Selama kegiatan pembelajaran, tanpa ada keraguan siswa antosias mengemukakan pendapat. (3) Kerja
kelompok dalam mengerjakan soal studi kasus semua anggota kelompok ambil bagian dan berperan
aktif terlibat dalam pembahasan. (4) Pelaksanaan tindakan siklus II berjalan efektif, hal ini
dikarenakan siswa mengenal belajar dengan Pelaksanaan tindakan Siklus II masih kurang efektif, hal

124
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

ini disebabkan siswa sudah mengenal model Problem Based Instruction (PBI) sehingga peneliti tidak
perlu memberikan penjelasan ulang. Oleh karena itu peneliti kemudian mengadakan diskusi dengan
kolaborator sebagai mitra peneliti, hasil diskusi menyimpulkan, bahwa penelitian dihentikan pada
siklus II dan tidak perlu dilanjutkan pada Siklus III.

Pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan
siklus II, tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
prosedur penelitian. Materi pembelajaran dalam tiap siklus pada penelitian ini berkaitan dengan materi
macam energi dan cara penghematanya melalui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI).
Pada pelaksanaan penelitian, peneliti didampingi oleh 1 orang guru kelas sebagai mitra peneliti
sekaligus menjadi kolaborator. Kolaborator mengamati setiap aktivitas yang dilakukan peneliti selama
kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi. Lembar
observasi disusun agar tidak terjadi salah persepsi antara peneliti dengan pengamat.
Pada tahap awal kegiatan pembelajaran, peneliti sebagai guru melakukan appersepsi dan motivasi
serta menginformasikan tujuan pembelajaran dan garis besar kegiatan serta materi yang akan
dipelajari. Tahap penyajian materi guru sebagai peneliti guru membagi menjadi dua kegiatan yaitu
kegiatan klasikal dan kegiatan kelompok. Saat kegiatan kelompok guru membuat kasus yang dikemas
dalam LKS sebagai bahan diskusi kelompok. Setelah itu akhir tindakan siklus guru melakukan
penilaian dengan memberikan soal kepada siswa untuk di kerjakan.
Hasil yang didapat dari pengamatan baik ketrampilan proses pembelajaran maupun hasil belajar
siswa pada masing-masing siklus dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Aktivitas Guru
Dalam melaksanakan proses pembelajaran pada siklus I selama dua kali pertemuan
menunjukkan bahwa diakhir pertemuan tercapai 67,74% dengan sebutan kualifikasi Cukup (C).
Pada siklus II meningkat menjadi 91,67% dengan sebutan kualifikasi Sangat Baik (SB),
peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran antara siklus I dengan siklus
II lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini :

Tabel 4.8. Peningkatan Aktivitas Guru dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran dari Siklus I
ke Siklus II

Pertemuan 1 Pertemuan 2
No Siklus Pertemuan
Skor % Kualifikasi Skor % Kualifikasi
1 Siklus I 6 50.00% K 8 66.67% C
2 Siklus II 9 75.00% B 11 91.67% SB

125
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas IX-E di UPTD SMP Negeri 3
Plosoklaten, Kabupaten Kediri dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil
belajar IPA materi Sistem Reproduksi pada manusia pada siswa kelas IX-E di UPTD SMP Negeri 3
Plosoklaten, Kabupaten Kediri model pembelajaran sangat tepat adalah model Problem Based
Instruction (PBI). Dengan menggunakan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI )
dapat meningkatkan hasil belajar siswa, kemampuan siswa memahami Sistem Reproduksi pada
manusia. hal ini dapat dilihat dari hasil tes akhir pada tiap siklusnya.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ) juga dapat
meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran serta keterampilan guru dalam mengelola
pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa yang
menunjukkan terjadi perubahan kearah yang lebih baik sehingga pembelajaran IPA lebih
menyenangkan serta pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas IX-E di UPTD SMP Negeri 3
Plosoklaten, Kabupaten Kediri, peneliti sampaikan saran sebagai berikut:
1. Guru diharapkan dapat menentukan pemilihan model pembelajaran yang bervariasi dan
cocok agar siswa tidak merasa bosan.
2. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA, maka hasil penelitian penggunaan model Problem Based Instruction
(PBI) dapat digunakan sebagai acuan untuk pembelajaran lain, seperti Matematika, IPA, IPS,
dan PKn,
3. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga
penggunaan model pembelajaran tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk mengaktifkan
siswa dalam pembelajaran.
4. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan keterampilan guru sehingga
pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut dapat lebih dimaksimalkan.
Guru segera merefleksi diri tentang kelemahan dalam pembelajaran yang dilaksanakan
bersama kolaborator agar tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru hendaknya
juga lebih termotivasi dalam menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam
kegiatan pembelajaran maupun kegiatan penelitian sejenis.

126
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Buku Penuntun Praktikum Toksikologi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Aisyah Siti, dkk. 2007. Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Universitas Terbuka
Dimyati & Mujiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Renika Cipta
Karim . 2002. Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta Departemen Kesehatan RI.
Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Refika Aditama. Bandung.
Kunandar.2013. Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik) Jakarta: Raja Grafindo Persada
Riyanto, Yatim. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Penerbit. SIC. Said.
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Bandung: Rajawali Pers
Supardi. 2015. Penelitian Pendidikan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Suparmanto A.2004.Penerapan Metode Projek dalam setting model pembelajaran Berdasar Masalah untuk
mengajar biologi di SMA. Suplemen Diajukan
Trianto, 2010, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT Prestasi.
Wina Sanjaya. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media
Yayan Iryana 2009. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL). Jakarta: Bumi Aksara

127
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Pengaruh Penerapan Model Blended Learning Terhadap Prestasi Belajar

Bahasa Indonesia Siswa SMAN 4 Kediri Tahun Ajaran 2021-2022

Sugiati
SMA Negeri 4 Kediri

ABSTRAK
Penelitian yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Pada
Materi Teks Editorial Dengan Menggunakan Metode Blended learning Siswa
SMAN 4 Kediri Kelas XII MIA 5 Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021-2022
bertujuan untuk mengetahui penerapan model blended learning di SMAN 4 Kediri.
dan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan diterapkannya model tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, subjek penelitian ini adalah kelas
XII MIPA 5 sebanyak 36 siswa. Hasil belajar siswa diukur dengan menggunakan
berbagai instrumen. Penilaian pengetahuan siswa dilakukan menggunakan tes soal
pilihan ganda, penilaian keterampilan siswa diukur menggunakan penilaian
portofolio, sedangkan penilaian sikap diukur menggunakan lembar observasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yakni
pada kegiatan awal pra siklus rata-rata hasil belajar siswa sebesar 69,03 dengan
persentase ketuntasan 42%, meningkat pada siklus 1 dengan rata-rata hasil belajar
73,89 namun persentase ketuntasan masih pada 69%. Kemudian pada siklus 2 rata-
rata hasil belajar siswa meningkat menjadi 80,14 dengan persentase ketuntasan 92%
dan aktivitas siswa meningkat dari 63% di siklus 1 menjadi 84% di siklus 2.
Kesimpulannya siswa dapat memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM)
sebesar 75 dengan menggunakan model blended learning.

Kata Kunci : blended learning, hasil belajar

PENDAHULUAN
Di pertengahan pembelajaran 2021-2022 ini kondisi keadaan telah mulai membaik, di bandingkan
tahun 2020 sampai pertengahan tahun 2021. Perkembangan penanganan penyebaran covid 19 sudah
mulai tekendali. Dengan adanya vaksinasi yang dilakukan di seluruh Indonesia. Sehingga kondisi yang
dulu adanya pemberlakuan lockdown atau PPKM telah mulai dilonggarkan. Pemberlakukan

128
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di wilayah level satu sampai dengan tiga, membuka
kesempatan bagi satuan pendidikan melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan
izin dari pemerintah daerah. Dari 514 kabupaten/kota, 471 daerah di antaranya berada di wilayah
PPKM level 1-3. Jika dihitung dari jumlah sekolah sebanyak 540 ribu sekolah, 91 persen di antaranya
diperbolehkan melakukan PTM terbatas. (Serba-Serbi Pembelajaran Tatap Muka Terbatas di Wilayah
PPKM Level 3, 2021)
Di Jawa Timur sendiri, Pembelajaran Tatap Muka untuk jenjang SMA/SMK dan SLB, Gubernur
Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengatakan, bahwa PTM dimulai pada, Senin 30 Agustus
2021 mendatang. Khofifah menerangkan, bahwa untuk satuan pendidikan yang berada di daerah
dengan level 3 dan 2 sudah dapat memulai pembelajaran tatap muka mulai, pada Senin 30 Agustus
2021. Namun, Khofifah juga mengingatkan, dengan terlebih dahulu memastikan semua checklist
kesiapan sekolah sudah dipenuhi. Dengan rincian, guru dan tenaga kependidikannya sudah divaksin,
unit pendidikan sudah mendapatkan izin dari Satgas Covid-19 Kabupaten/ Kota setempat dan izin
orang tua/wali siswa. (Indrawati, 2021).
Pembelajaran Tatap Muka Terbatas yang dilaksanakan tersebut ternyata memiliki aturan bahwa
tidak semua siswa diperbolehkan mengikuti kegiatan KBM PTM Terbatas, hanya 50% dari jumlah
siswa setiap kelasnya yang diperbolehkan untuk mengikuti KBM secara Luring, sedangkan sisanya
masih mengikuti pembelajaran secara Daring, selain itu siswa yang mengikuti KBM PTM harus seijin
orangtua. Untuk mengatasi hal tersebut, guru berupaya memanfaatkan kegiatan PTM Terbatas tersebut
dengan semaksimal mungkin.
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti telah melaksanakan observasi terkait dengan
penelitian yang akan dilaksanakan. Dari hasil pantauan peneliti saat pembelajaran masih full daring,
peneliti mendapatkan hasil nilai belajar pada mata pelajaran bahasa Indonesia belum tercapai dengan
baik. Masih banyak siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM. Selain itu dari aktifitas
belajar siswa selama pembelajaran full daring di masa pandemic, masih banyak siswa yang terlambat
dalam pengumpulan tugas bahkan ada beberapa siswa yang tidak mengumpulkan tugas. Hal inilah
yang menimbulkan keinginan penulis untuk mengadakan penelitian dengan menggunakan metode
Blended learning. Metode blended learning yang mengombinasikan kegiatan tatap muka dan daring.
Dalam penerapannya pembelajaran ini mengurangi pembelajaran secara daring. Karena pembelajaran
daring dari hasil pembelajaran selama masa pandemic menimbulkan berbagai masalah tersendiri.
Salah satunya adalah aktivitas belajar siswa yang semakin merosot. Untuk itulah dalam pembelajaran
PTM Terbatas ini peneliti mencoba membuat sebuah penelitian yang berjudul Peningkatan Prestasi
Belajar Bahasa Indonesia Pada Materi Teks Editorial Dengan Menggunakan Metode Blended
learning Siswa Sman 4 Kediri Kelas Xii Mia 5 Semester Ganjil Tahun Ajaran 2021-2022.

129
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilakukan di SMAN 4 Kota Kediri dan waktu penelitian disesuaikan
dengan jadwal pembelajaran Bahasa Indonesia pada kelas XII IPA 5.
Subjek Penelitian
Subjek yang akan diteliti yaitu siswa kelas XII IPA 5 SMAN 4 Kota Kediri yang terdiri dari 36
siswa.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Data dan Sumber Data
Perolehan data pada setiap observasi dari pelaksanaan siklus penelitian akan dianalisis secara
deskriptif untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran, yaitu dengan dua
cara teknik analisis pengumpulan data kuantitatif dan data kualitatif.
Teknik Pengumpulan Data
Perolehan data dalam penelitian ini ditekankan pada hasil belajar siswa di ranah kognitif, afektif,
dan psikomotor dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data.
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa Test dan Non Test.
Instrumen Test yang digunakan meliputi kisi-kisi soal, soal Pre Test, Post Test I, dan soal Post Test II
beserta kunci jawaban test dan panduan skoring test sedangkan instrumen Non Test berupa lembar
observasi siswa beserta panduan penilaiannya.
Indikator Keberhasilan
Peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia siswa menjadi tolak ukur berhasilnya kegiatan
pembelajaran yang dilakukan setelah menggunakan model pembelajaran Blended learning. Terjadi
perubahan yaitu apabila subjek penelitian telah mencapai kriteria baik dengan presentasi hasil belajar
siswa mencapai skor rata-rata dalam kategori tinggi.
Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah :
1. Terjadinya peningkatan hasil belajar siswa dalam biologi baik ditinjau dari hasil tes setiap
akhir siklus maupun dari segi keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran. Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) mata pelajaran bahasa Indonesia di SMAN 4 Kediri adalah 75.
Siswa dinyatakan tuntas apabila memperoleh nilai 75 sementara siswa dinyatakan tidak
tuntas apabila memperoleh nilai 75
2. Ketuntasan belajar klasikal siswa mencapai 80% di akhir siklus sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Trianto (2009)

130
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian yang telah dilaksanakan di kelas XII MIA 5 SMAN 4 Kota Kediri Tahun Ajaran
2021/2022 sebanyak 2 siklus, yakni siklus I sebanyak 3 kali pertemuan, siklus II sebanyak 3 kali
pertemuan. Hasil penelitian diuaraikan dalam tahapan yang berupa siklus-siklus penelitian tindakan
kelas. Pada penelitian ini pembelajaran dilakukan secara synchronous melalui tatap muka virtual via
zoom meting dan asynchronous menggunakan grup whatsapp dan goole form. Dalam masa pandemi
ini dari empat ruang belajar hanya ruang belajar sinkron langsung (live synchronous) yang tidak bisa
diterapkan dikarenakan adanya surat edaran dari Menteri Kesehatan RI No 4 tahun 2020 yang
menyatakan bahwa pembelajaran tatap muka dikelas belum diperbolehkan demi mencegah penyebaran
Virus Corona. Berlangsung proses pembelajaran bisa menggunakan tiga ruang belajar lainnya
(Chaeruman, 2020).
1. Tindakan Pra Siklus
Berdasarkan data nilai pre test yang dilaksanakan pada tanggal 30 September 2021 siswa kelas
XII MIA 5, terdapat 15 siswa yang tidak tuntas dari jumlah keseluruhan siswa 36 orang dengan KKM
75.Dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Table 17. Data Ketuntasan Belajar Klasikal Siswa Pra Siklus

Kategori Frekuensi Prosentase


Tuntas 21 siswa 58%
Tidak Tuntas 15 siswa 42%

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase ketuntasan belajar siswa kelas XII MIPA 5
adalah 58%. Artinya hanya sebagian siswa dari kelas tersebut yang nilai hasil belajarnya tuntas dengan
KKM 75. Selain itu adanya kebijakan baru mengenai pembelajaran daring selama pandemi juga
memberi tantangan pada proses pembelajaran itu sendiri. Rendahnya hasil belajar Bahasa Indonesia
siswa SMAN 4 Kediri perlu ditingkatkan. dan untuk menjawab tantangan pembelajaran di era New
Normal, Model Blended learning merupakan alternatif solusi yang bisa dilakukan guna meningkatkan
hasil belajar.

2. Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus 2


Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilakukan 2 X 30 menit pada hari Rabu 6 Oktober 2021
dengan membahasan materi Mengidentifikasi informasi dalam teks editorial pada IPK
Mengidentifikasi informasi dalam teks editorial dengan menggunakan model pembelajaran blended
learning. Dan pertemuan kedua dilakukan pada hari Kamis tanggal 7 Oktober 2021. Dan pertemuan
ketiga pada hari Kamis 13 Oktober 2021 melaksanakan soal post test pada silklus I.
Pembelajaran pada siklus II dilakukan 2x30 menit. Pertemuan pertama dilakukan pada 14
Oktober 2021 dan pertemuan kedua 20 Oktober 2021 dengan membahas materi Mengidentifikasi

131
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

informasi dalam teks editorial pada IPK Membedakan fakta dan opini dalam teks editorial dengan
menggunakan model pembelajaraan blended learning. Dan pertemuan ketiga pada 27 Oktober 2021
melaksanakan soal test pada silklus II.
a. Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Adapun gambaran aktivitas siswa yang meningkat setelah diamati dari siklus I sampai siklus II
yang diperoleh dari langkah-langkah model blended learning dapat dilihat pada lampiran. Dengan
demikian, ditarik sebuah kesimpulan bahwa dengan menggunakan model blended learning aktivitas
siswa mengalami peningkatan. Sehingga dapat dikatakan penggunaan model blended learning yang
peneliti gunakan berhasil meningkatkan aktivitas siswa. Adapun rata-rata peningkatan aktivitas siswa
dalam pelaksanaan pembelajaran dua siklus dapat dilihat pada gambar grafik berikut :

Grafik 4. Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa Siklus I dan Siklus II

Grafik Peningkatan Aktivitas Siswa Siklus I dan


Siklus II.
100%
84%
80% 65%
58%
60% 51%

40%
20%
0%
Pertemuan 1 Pertemuan 2 Pertemuan 1 Pertemuan 2
siklus 1 siklus 1 siklus 2 siklus 1

Berdasarkan garfik diatas dapat diketahui hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I, dan siklus
II terjadinya peningkatan pada setiap pertemuan persiklus yang mana rata-rata pada siklus I pertemuan
1 dan 2 rata-rata aktivitas siswa 51% meningkat menjadi 58%, pada siklus II pada pertemuan 1 dan 2
rata-rata aktivitas siswa meningkat secara signifikan 65% ke 84%. Hal ini disebabkan siswa yang
memiliki antusiasme tinggi dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model blended
learning sehingga dalam proses pembelajaran tercipta suasana yang menyenangkan
b. Hasil Belajar Siswa
Hasil belajar dapat diketahui dari hasil post test tiap akhir pertemuan selama penelitian. Hasil
belajar siswa dapat diketehui pada gambar grafik berikut:

132
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Grafik 5, Peningkatan Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II

90.00 80.14 79.58


80.00 73.89 74,58
70.00
NILAI PENGETAHUAN
60.00
50.00
NILAI KETRAMPILAN
40.00 33
30.00 25
JUMLAH SISWA YANG
20.00
TUNTAS
10.00
0.00
SIKLUS 1 SIKLUS 2

Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat adanya peningkatan hasil belajar. Data tersebut dilihat
dari siswa yang tuntas, siswa yang tidak tuntas, serta nilai rata-rata. Pada kegiatan awal atau prasiklus
rata-rata keberhasilan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa XII MIA 5 dengan rata-rata 69,03 dan
persentase ketuntasan hasil belajar siswa mencapai 42% dengan ini dilakukanlah penelitian tindakan
kelas (PTK) yang ditujukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa XII MIA 5 di SMAN 4 Kediri. Di
lakukanlah tindakan pertama Pada siklus I, siswa yang tuntas berjumlah 25 orang sementara siswa
yang tidak tuntas ada 11 orang siswa. Ini berarti bahwa ketuntasan klasikal belum tercapai. Jika
dihitung secara keseluruhan siswa kelas XII MIA 5 memiliki nilai rata-rata sebesar 73,89 dan
persentase ketuntasan klasikal hasil belajar siswa hanya 69%. Ini berarti target persentase sesuai KKM
yang diinginkan belum tercapai. Adanya temuan seperti pada saat koreksi pekerjaan hasil post test
siswa dilakukan, peneliti melihat umumnya ketelitian siswa dalam memahami soal masih kurang.
Masih banyak siswa yang ceroboh dalam mengerjakan soal post test dan kurang memahami soal,
selain itu dalam pengerjaan soal post tets siswa terkesan kurang serius terlihat banyak siswa yang
mengerjakan soal di google form di menit akhir batas pengumpulan.
Pada siklus II ini siswa yang tuntas berjumlah 33 orang dan siswa yang tidak tuntas berjumlah 3
orang dari total keseluruhan 36 siswa. Jika perhitungan rata-ratanya dilakukan, nilai rata-rata kelas XII
MIA 5 yang diperoleh pada post test siklus II sebesar 80,14 dan persentase ketuntasan hasil belajar
siswa yang didapatkan pada siklus II ini sebesar 92%. Sementara siswa yang tidak tuntas
persentasenya hanya 8%. Berdasarkan data tersebut maka bisa diketahui bahwa hasil belajar siswa
mengalami peningkatan. Selama pelaksanaan siklus II, hasil belajar siswa menunjukkan peningkatan
secara signifikan dan telah mencapai target keberhasilan yaitu 80%.
Faktor-faktor yang Mendukung Penggunan model pembelajaran blended learning.
Faktor pendukung dalam penggunaan media Google form, whatsaap group, zoom meeting,
Laptop/PC, HP dan Lembar Penilaian yaitu :

133
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

1. Siswa mendukung proses pembelajaran dengan model blended learning sehingga


pembelajaran berjalan dengan baik.
2. Siswa dapat dengan mudah mencari sumber pustaka dengan adanya buku LKS yang dimiliki
oleh setiap siswa.
3. Siswa yang dapat dikoordinasikan membuat kegiatan diskusi berjalancukup baik.
4. Penggunaan google form dalam pembelajaran dapat dengan mudah diakses oleh siswa.
5. Pembelajaran menggunakan whatsapp group mudah dilaksanakan karena merupakan aplikasi
sehari-hari yang digunakan siswa dalam berkomunikasi.
6. Penggunaan lembar penilaian diri dan teman sebaya di google form memberikan kesempatan
bagi siswa untuk menilai dirinya sendiri dan menilai temannya.
7. Aplikasi zoom meeting mempermudah tatap muka antara siswa satu dan lainnya ataupun
antara siswa dan gurunya selama kegiatan belajar mengajar di masa new normal pandemi
covid-19.
8. Penggunaan HandPhone dalam proses pembelajaran sangat menguntungkan karena
pembelajaran bisa dilakukan kapanpun dan di manapun mengingat HP merupakan alat
komunikasi yang mudah dibawa. Semua siswa Kelas XII MIA 5 sudah memiliki HP oleh
sehingga model blended learning ini bisa diterapkan.
9. Penggunaan PC dalam proses pembelajaran mempermudah siswa karena layar yang lebih
luas sehingga tampilan akan lebih maksimal.

Kendala-kendala Dalam Penggunaan model blended learning


Kendala yang dihadapi pada penelitian selama penggunaan model ini yaitu :
1. Model blended learning merupakan model pembelajaran yang penerapannya terbilang baru
di kelas XII MIA 5 hingga dibutuhkan penyesuaian bagi siswa mengenai langkah penerapan
model ini, karena itu bimbingan/arahan dibutuhkan agar model ini dapat diterapkan dengan
baik.
2. Beberapa siswa tidak tepat waktu diawal pembelajaran pertemuan pertama, terlihat dari
respon siswa yang cukup lambat di whatsapp group dan siswa memerlukan waktu yang
cukup lama untuk bergabung di zoom meeting.

SIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Dari data yang ditemukan peneliti dilapangan maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model
blended learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa (Ranah Kognitif, Afektif dan
Psikomotorik) siswa di kelas XII MIA 5 SMAN 4 Kediri.

134
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh di atas serta untuk lebih meningkatkan hasil belajar siswa,
maka penulis menyarankan beberapa hal :
a. Bagi sekolah, disarankan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 4 Kediri,
pada umumnya untuk menerapakan model blended learning agar dapat meningkatkan
keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran sekaligus dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
b. Disarankan kepada guru yang menggunakan model blended learning untuk senantiasa
memperhatikan siswa dalam penggunaan aplikasi penunjang kegiatan pembelajaran sehingga
pembelajaran yang di laksanakan dapat tercapai hasil maksimal
c. Peneliti yang lain diharapakan melakukan penelitian sejenis pada mata pelajaran lainya di
sekolah.
d. Di sarankan kepada seluruh siswa kelas XII MIA 5 SMAN 4 Kediri untuk senantiasa
mempersiapakan diri dengan baik, dengan cara mempelajari materi pelajaran biologi
sebelum pembelajaran di mulai. Hal ini akan memberikan hasil belajar yang labih baik
kepada siswa.
e. Disarankan kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang sama pada materi yang berbeda
sebagai bahan perbandingan dengan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ainurrahman. (2013). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Agus Purwanto, Rudy Pramono, Masduki Asbari, Priyono Budi Santoso, Laksmi Mayesti Wijayanti, Choi Chi
Hyun, R. S. P. (2020). Studi Eksploratif Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di
Sekolah Dasar. 2(1), 165–170.
Ambiyar. (2011). Pengukuran Tes Dalam Pendidikan. UNP Press.
Chaeruman, U. A., & Maudiarti, S. (2018). Jurnal Pembelajaran Inovatif Quadrant of Blended learning : a
Proposed Conceptual Model for Designing Effective Blended learning. 1(4), 1–5.
Djemari Mardapi, Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Non Tes, Yogyakarta: Mitra Cendikia Prss, 2008
Drs. Asrul, M. S., Rusydi Ananda, M. P., & Dra. Rosnita, M. (2015). Evaluasi Pembelajaran (Cetakan Ke).
Citapustaka Media.
Grant, Ramsay. (2001). Teaching and Learning with Information and Communication Technologi: succes
through a whole school approach. National educational computing conference, Chicago. July 25-27.

135
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Herliana, F., Supriyati, Y., & Astra, I. M. (2015). Pengaruh Model Pembelajara Berbasis Blended learning Dan
Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa Sma. Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal)
SNF2015, IV, 61–66. http://snf-unj.ac.id/kumpulan-prosiding/snf2015/
Keputusan Bersama Menteri. (2020). Keputusan Bersama Menteri. 2, 129.
Masidjo, 2009.Pengukuran Proses Pembelajaran :Erlangga
Mendikbud RI. (2020). Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam
Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (COVID-19). 1–3. https://www.kemdikbud.go.id/
Mikhail Gorbachev Dom. (2020). Gaya Hidup Baru Menyongsong New Normal di Masa COVID-19 dan
Pengalaman Negara Lain Close-. June, 6–11
Nurkholis. (2020). Dampak Pandemi Novel-Corona Virus Disiase ( Covid-19 ) Terhadap Psikologi Dan
Pendidikan Serta Kebijakan Pemerintah. Pgsd, 6(1), 39–49. https://e-journal.umc.ac.id/index.php/JPS
Pujilestari, Y. (2020). Dampak Positif Pembelajaran Online Dalam Sistem Pendidikan Indonesia Pasca
Pandemi Covid-19. Adalah, 4(1), 49–56. http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/adalah/article/view/15394/7199
Sjukur, S. B. (2013). Pengaruh blended learning terhadap motivasi belajar da hasil belajar siswa di tingkat
SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(3), 368 378. https://doi.org/10.21831/jpv.v2i3.1043
Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung : Alfabeta.
Syahrin, S. A. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Blended learning Terhadap Hasil Belajar.
WHO. (2020). Materi Komunikasi Risiko COVID-19 untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Widoyoko, Eko Putro. (2014). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

136
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia


Pada Siswa Kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri

Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018

Suyatmo
UPTD SMP Negeri 1 Ngasem

ABSTRAK
Proses pembelajaran IPA cenderung berlangsung satu arah. materi yang diajarkan
jarang dihubungkan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari disekitar siswa.
pembelajaran yang dapat melibatkan peran aktif siswa membutuhkan kemampuan
guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dan bervariasi agar siswa
tidak merasa bosan. Salah satu model pembelajaran yang cocok adalah model
pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar IPA melalui model Poblem Based Instruction
(PBI) pada siswa kelas VIII-E UPTD SMP Negeri Ngasem Kabupaten Kediri.
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kediri,
mulai tanggal 25 Agustus 2017 sampai dengan 21 Oktober 2017 dengan subyek 30
siswa. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar, ketuntasan
belajar siklus I 66,67% (20 siswa) siklus II meningkat menjadi 93,33% (28 siswa)
sedangkan aktivitas guru siklus I 66,67 % dengan kategori cukup (C) pada siklus II
menjadi 91,67% dengan kategori sangat baik (SB). Peningkatan juga terjadi pada
aktivitas siswa siklus I 60,78% kategori cukup (C) pada siklus II meningkat menjadi
85,00% dengan kategori sangat baik (SB). Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diambil simpulan bahwa penerapan model Poblem Based
Instruction dalam pembelajaran IPA materi Sistem Pencernaan Pada Manusia dapat
meningkatkan hasil belajar siswa Kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem
Kediri. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifan penerapan
model Poblem Based Instruction dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada
materi yang lain.

Kata Kunci : problem based instruction, hasil belajar-peningkatan

137
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dalam undang-undang pendidikan No. 20 Tahun 2003 terdapat empat konsep pendidikan yang
perlu dikritisi, keempat konsep tersebut adalah: 1) Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal
ini berarti proses pendidikan disekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan
untung-untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan
siswa diarahkan pada tercapainya tujuan. 2) Proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran,hal ini berarti pendidikan tidak boleh
mengesampingkan proses belajar.
Pendidikan tidak semata mata untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh
hasil ataau proses belajar yang terjadi pada anak. Dengan demikian,dalam pendidikan antara proses
dan hasil belajar harus berjalan secara seimbang. 3) Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan
agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikanitu harus
beroientasi pada siswa ( student active learning). Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi
anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang sebagai organism yang sedang berkembang dan
memiliki potensi. Tugas pendidikan adalah pengembangan potensi yang dimiliki anak didik, bukan
menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar anak dapat menghafal data dan fakta. 4) Akhir dari
proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kemapuan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara.
Hal ini berarti proses pendidikan berujung kepada pembentukan sikap, pengembangan kecerdasan
atau intelektual, serta pengembangan ketrampilan anak sesuai dengan kebutuhan. Ketiga aspek inilah (
sikap, kecerdasan, dan ketrampilan ) arah dan tujuan pendidikan yang harus diupayakan. Dengan
demikian, ketika kita memberikan pelajaran IPA maka seharusnya kita berfikir bagaimana mata
pelajaran IPA dapat membentuk anak yang memiliki sikap, kecerdasan, ketrampilan sesuai dengan
tujuan pendidikan. Manakala ini sudah terbentuk, maka semua guru, mata pelajaran apapun yang
diberikannya akan mengarah pada tujuan yang sama, yaitu pembentukan sikap, kecerdasan,
ketrampilan bagi setiap anak didik agar mereka berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Dalam kurikulum K-13, dijelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan
cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan
suatu proses penemuan. Sementara itu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, ayat (1) menyebutkan bahwa : proses pembelajaran pada satuan
pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa
untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian, sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi siswa. Dalam praktik

138
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

pembelajaran IPA, hendaknya guru harus menerapkan prinsip pembelajaran seperti yang telah
diuraikan tersebut.
Pernyataan di atas didukung dengan tujuan umum mata pelajaran IPA yang menyatakan bahwa
Pembelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan antara lain sebagai berikut : (1)
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan,
keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya; (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman
konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari; (3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat; (4) Mengembangkan keterampilan
proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan (BSNP, 2006).
Tujuan pembelajaran IPA yang terdapat dalam Kuruikulum 13 tersebut sudah mengandung ide-ide
yang dapat mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara global.
Namun, fakta umum di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran IPA belum sesuai
dengan esensi yang terkandung dalam Kurukulum 13..
Proses pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antara siswa yang belajar dengan
guru yang mengajar. Pembelajaran IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dalam
Kurikulum K-13 Tahun 2013, pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mencari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran IPA akan lebih efektif jika dikelola secara optimal. Berdasarkan observasi awal
melalui pengamatan yang peneliti lakukan di kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten
Kediri, materi yang disampaikan masih teoritik dan tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
di lingkungan siswa sehingga siswa cenderung pasif. Hal ini dapat dilihat dari respon siswa saat guru
mengajar di depan kelas yang terjadi adalah : 1) Siswa cenderung hanya mendengar penjelasan dari
guru, 2) Apabila guru memberikan pertanyaan untuk mendapatkan respon, siswa cenderung tidak
memberikan jawaban, 3) Apabila guru memberikan kesempatan bertanya, siswa kurang
memanfaatkan, 4) Apabila guru bertanya, siswa jarang ada yang mau menjawab, siswa baru menjawab
apabila ditunjuk, 5) Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem
Kabupaten Kediri masih tergolong rendah yaitu 67,50, dari jumlah 30 siswa masih ada 17 siswa
(56,67%) yang tidak mencapai kreteria ketuntasan belajar (KKM) 75.
Pentingnya metode pembelajaran dalam meningkatkan proses belajar pembelajaran yang pada
gilirannya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karana itu guru dalam proses
pembelajaran mempunyai peranan penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat
mendorong keaktifan siswa. Usaha untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat melibatkan
peran aktif siswa membutuhkan kemampuan guru dalam menerapkan metode pembelajaran yang

139
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

sesuai dan bervariasi agar siswa tidak merasa bosan. Adanya keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran akan membutuhkan motivasi yang tinggi dan pada akhirnya berpengaruh terhadap
peningkatan hasil belajar.
Salah satu model pembelajaran yang cocok untuk maksud tersebut adalah model pembelajaran
berdasar masalah yang dikenal dengan Problem Based Instruction (PBI). Model ini merupakan suatu
model pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang
dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan, mengembangkan inkuiri
dan menjadikan pembelajar mandiri serta percaya diri. Model Problem Based Instruction (PBI)
dipilih, karena dalam proses pembelajarannya siswa dihadapkan kepada masalah kehidupan nyata
sebagai sesuatu yang harus dipelajari dan sebagai salah satu cara untuk melatih serta meningkatkan
ketrampilan berfikir kritis dan memecahkan masalah serta mendapat pengetahuan dan konsep penting.
Jadi Pembelajaran Berdasarkan Masalah Problem Based Instruction (PBI) merupakan model
pembelajaran yang dapat merangsang sikap berfikir kritis siswa dengan masalah-masalah praktis
melalui penemuan dan experimen. Dengan model ini peserta didik diharapkan untuk bertanya
mengapa suatu peristiwa terjadi, kemudian peserta didik melakukan kegiatan berupa penyelidikan,
mencari jawaban, memproses data secara logis, sampai pada akhirnya peserta didik mengembangkan
strategi pengembangan intelektual yang dapat digunakan untuk menemukan mengapa suatu fenomena
bisa terjadi.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis terdorong untuk melakukan penelitian
tindakan kelas dengan memberi judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Instruction
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Materi Sistem Pencernaan Pada Manusia Pada Siswa Kelas
VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018”.
Sesuai dengan rumusan masalah maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar IPA melalui model Poblem Based Instruction (PBI) pada siswa kelas VIII-E
UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri, Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018.

KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang. Perubahan
sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan,
pemahaman, sikap, dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek
lain yang ada pada individu yang belajar (Sudjana 1996). Pendapat serupa dikemukakan oleh Kimlbe
dan Gamezi dalam Sudjana (1996) bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
permanen terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Dalam proses pembelajaran guru mempunyai peranan
penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran yang mendorong keaktifan siswa. Usaha untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat melibatkan peran aktif siswa membutuhkan
kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai dan bervariasi agar siswa tidak

140
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

merasa bosan. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran
adalah dengan menerapkan model Problem Based Instruction (PBI). Dalam model Problem Based
Instruction (PBI) siswa dihadapkan dengan permasalahan yang membangkitkan rasa keingintahuan
untuk melakukan penyelidikan, sehingga dapat menemukan sendiri jawabannya dan mengkomunikasi-
kan hasilnya kepada orang lain.

Hasil Belajar
”Hasil adalah perwujudan nyata dari bakat dan kemampuan” (Ali, 2009:80). Karena bakat dan
kemampuan sangat menentukan prestasi seseorang. Orang yang memiliki bakat dalam pelajaran IPA
diprediksikan mampu mencapai prestasi yang menonjol dalam bidang Ilmu Pengetahuan Alam.
Kebutuhan untuk prestasi adalah mengatasi hambatan, melatih kekuatan, berusaha melakukan sesuatu
yang sulit dengan baik dan secepat mungkin. Hasil adalah prestasi yang telah dicapai seseorang dalam
melakukan kegiatan. “Hasil belajar dibedakan menjadi lima aspek, yaitu: kemampuan intelektual,
strategi kognitif, informasi verbal, sikap dan keterampilan” (Syah, 2008:40). “Hasil belajar dibedakan
menjadi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik” (Arikunto, 2002:110) . Hasil belajar
berasal dari kata “hasil“ dan “belajar’ hasil berarti prestasi yang telah dicapai (Depdiknas, 2005: 787).
Pengertian belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (Depdiknas, 2005:14). Jadi hasil
belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran,
lazimnya ditunjukan dengan nilai atau angka yang diberikan oleh guru.
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat
diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan sikap dan ketrampilan. Perubahan tersebut
dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan
sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan
sebagainya (Oemar Hamalik, 2008:155).
Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain; faktor yang terdapat dalam diri siswa
(faktor intern), dan faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern). Faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah
faktor keluarga, sekolah, masyarakat dan sebagainya.

Pembelajaran IPA di SMP


Mata pelajaran biologi di SMP merupakan perluasan dan pendalaman IPA di Sekolah Dasar.
Khususnya biologi memperoleh 2 jam pelajaran pada setiap tingkatan kelasnya, sehingga diharapkan
siswa cukup memperoleh pemahaman materi pelajaran yang diajarkan. Mata pelajaran biologi di SMP
berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam dan segala kekayaannya baik di
darat maupun di laut. Salah satunya yaitu mengenal berbagai jenis hewan yang telah dibagi sesuai
dengan klasifikasinya masing-masing (Anonim, 2006: 20).

141
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Sebagai ilmu, biologi mengkaji berbagai persoalan yang berkaitan dengan berbagai fenomena
kehidupan makhluk hidup pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dan tingkat interaksinya dengan
faktor lingkungannya pada dimensi ruang dan waktu. Biologi sebagai bagian dari sains terdiri dari
produk dan proses. Produk biologi terdiri atas fakta, konsep, prinsip, teori, hukum dan postulat yang
berkait dengan kehidupan makhluk hidup beserta interaksinya dengan lingkungan (Anonim, 2006: 22).
Dari segi proses maka Biologi memiliki ketrampilan proses yaitu : mengamati dengan indera,
menggolongkan atau mengelompokkan, menerapkan konsep atau prinsip, menggunakan alat dan
bahan, berkomunikasi, berhipotesis, menafsirkan data, melakukan percobaan, dan mengajukan
pertanyaan.

Model Pembelajaran Problem Based Intruction ( PBI )


Jadi Problem Based Instruction adalah sebuah model pembelajaran yang memulai proses belajar
mengajar dengan suatu permasalahan yang disodorkan oleh guru melalui pertanyaan atau pernyataan
yang sesuai dengan materi ajar dan kehidupan sehari-hari siswa. Dalam model ini, siswa dituntut
untuk memecahkan permasalah melalui berbagai kegiatan dalam proses pembelajaran misalnya
penyelidikan dan diskusi. Hal ini dimaksudkan agar siswa mampu menyusun pengetahuan mereka
sendiri, mengembangkan kemampuan berfikir tingkat tinggi, serta membentuk sikap kreatif, kritis, dan
percaya diri. Terdapat 3 ciri utama pada Problem Based Instruction (PBI) :
1) Problem Based Intruction (PBI) merupakan rangkaian aktifitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. PBI tidak hanya
mengharapkan siswa sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi
pelajaran,akan tetapi siswa aktif berfikir,berkomunikasi, mencari dan mengolah data,dan
akhirya menyimpulkan.
2) Problem Based Instruction (PBI) merupakan aktifitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. Problem Based Instruction (PBI) menempatkan masalah sebagai
kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya tanpa masalah maka tidak akan ada proses
pembelajaran.
3) Problem Baset Instruction (PBI) merupakan pemecahan masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah. Berfikir dengan menggunakan metode
ilmiah adalah proses berfikir deduktif. Proses berfikir ini dilakukan secara sistematif dan
empiris. Sistematis artinya berfikir ilmiah dilakukan melalui tahapan–tahapan tertentu;
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang
jelas. (Wina Sanjaya,2011:215)
Untuk mengimplementasikan pembelajaran IPA dengan model Problem Based Instruction (PBI)
peneliti harus terlebih dahulu menemukan pokok permasalahan. Masalah dalam problem solfing
adalah masalah yang bersifat terbuka artinya jawaban dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa
bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian problema solfing

142
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi mengumpulkan dan menganalisis data secara
lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh problem
solving adalah kemampuan siswa untuk berfikir kritis, analistas, sistematis dan logis untuk mencari
pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Sedang David Johnson dan Johnson mengemukakan 5 langkah Problem Based Instruction (PBI)
melalui kegiatan kelompok, yaitu:
1) Mendefinisikan masalah
Yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, sehingga
siswa menjadi jelas tentang masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru dapat
meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu – isu hangat yang menarik untuk
dipecahkan.
2) Mendioknisis masalah
Yaitu menentukan sebab–sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik
faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang bisa mendukung dalam penyelesaian
masalah. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam dsiskusi kecil sehingga pada ahirnya siswa
dapat mengurutkan tindakan–tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambat yang dipikirkan.
3) Merumuskan alternatif strategi, menguji setiap tindakan yang dirumuskan melalui diskusi
kelas.
Pada tahapan ini siswa didorong untuk berfikir mengemukakan pendapat dan argumentasi
tentang kemungkinan setiap tindakan yang dilakukan.
4) Menentukan dan menerapkan strategi pilihan
Yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
5) Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan
eveluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan. (Wina
Sanjaya,2011:218)
Sesuai dengan tujuan Problem Based Intruction adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari
beberapa bentuk pendapat yang dikemukakan para ahli, Karakteristik Pembelajaran Problem Based
Instruction (PBI) dalam penelitian Model Pembelajaran IPA Berorientasi Pemecahan Masalah
Problem Based Instruction (PBI) ini terdiri dari lima tahap utama yang dimulai dengan guru
memperkenalkan siswa pada situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja siswa.
Kelima tahap tersebut dapat diselesaikan dalam 1 pertemuan, 2 atau 3 kali pertemuan. Jika
memungkinkan bahkan dapat juga dilaksanakan dalam satu semester/ satu tahun (Suparmanto 2004).

143
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Penerapan Problem Based Instruction Pada Pelajaran IPA di SMP


Pada pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Problem Based Instruction dapat diaplikasikan
dalam tiga bentuk aktivitas kognitif IPA sebagai berikut:
a. Pre solution, yaitu jika siswa membuat soal dari situasi yang diadakan. Guru memberikan
suatu pernyataan, siswa diharapkan mampu membuat pertanyaan yang berkaitan dengan
pernyataan tersebut.
b. Within solution, yaitu jika siswa mampu merumuskan ulang pertanyaan soal tersebut
menjadi sub-sub pertanyaan baru yang urutan penyelesaiannya seperti yang telah
diselesaikan sebelumnya. Jadi, diharapkan siswa mampu membuat sub-sub pertanyaan baru
dari sebuah pertanyaan
c. Post solution, yaitu jika siswa-siswa memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah
diselesaikan untuk membuat soal yang baru dan sejenis.
Kemampuan Problem Based Instruction ( PBI ) siswa menunjukkan adanya kemampuan berpikir
kreatif dan kritis siswa. Oleh karena itu, kepada para ahli pengembangan pendidikan dasar khususnya
guru SMP hendaknya menetapkan pembelajaran dengan model Problem Based Instruction.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti kemudian menerapkan model Based Intruction ke dalam proses
pembelajaran IPA di SMP sebagai upaya dalam memperbaiki kualitas pmbelajaran IPA pada kelas
VIII-C UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri.

Keunggulan dan Kelemahan Problem Based Instruction (PBI)


Dari beberapa kajian tentang penggunaan strategi pembelejaran Problem Based Instruction,
selama penggunaan menunjukan memiliki berbagai keunggulan, diantaranya:
(a) Pemecahan masalah (PBI) Merupakan tehnik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi
pelajaran, khususnya mata pelajaran IPA.
(b) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat menantang kemampuan siswa
serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
(c) Pemecahan masalah (PBI) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran IPA siswa.
(d) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat membantu siswa bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
(e) Pemecahan masalah (PBI) dapat membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran IPA yang mereka lakukan. Disamping itu,
pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik
terhadap hasil maupun proses belajar IPA.
(f) Pemecahan masalah (PBI) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran
IPA dan sebagainya ) pada dasarnya merupakan cara berfikir, dan sesuatu yang harus
dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar dari guru atau dari buku-buku saja.
(g) Pemecahan masalah (PBI) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

144
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

(h) Pemecahan masalah (PBI) pada mata pelajaran IPA dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan
dengan pengetahuan baru.
(i) Pemecahan masalah (PBI) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
(j) Pemecahan masalah (PBI) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus
belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir. (Wina Sanjaya,2011:221)
Di samping memiliki keunggulan Problem Based Instruction (PBI) juga memiliki kelemahan di
antaranya adalah :
(a) Untuk siswa yang malas, tujuan dari metode tersebut tidak dapat tercapai.
(b) Membutuhkan banyak waktu dan dana.
(c) Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
(d) Membutuhkan waktu yang banyak .
(e) Tidak setiap materi IPA dapat diajarkan dengan PBI
(f) Membutuhkan fasilitas yang memadai seperti laboratorium, tempat duduk siswa yang
terkondisi untuk belajar kelompok, perangkat pembelajaran, dll
(g) Menuntut guru membuat perencanaan pembelajaran yang lebih matang.
(h) Kurang efektif jika jumlah siswa terlalu banyak, idealnya maksimal 30 siswa perkelas.
Dari keunggulan bahwa, model Problem Based Instruction (PBI) bagi siswa menunjukkan adanya
kemampuan berpikir kreatif dan kritis. Oleh karena itu, kepada para pengembangan pendidikan dasar
dan menengah khususnya guru SMP hendaknya menetapkan pembelajaran dengan model Problem
Based Intruction. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh model Problem Based Instruction (PBI)
inilah yang juga mendorong peneliti untuk memilihnya sebagai alternatif pemecahan masalah yang
ditemukan di kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri pada mata pelajaran IPA
(biologi) di kelas VIII.
Pembelajaran Konsep Sistem Pencernaan pada Manusia dengan Model Problem Based
Instruction (PBI). Sistem Pencernaan pada Manusia merupakan salah satu materi pokok dalam
kurikulum 2006. Standar Kompetensi yang ditetapkan adalah memahami berbagai sistem dalam
kehidupan manusia. Kompetensi Dasar yang harus dicapai siswa dalam pembelajaran pada konsep
Sistem Pencernaan pada Manusia adalah mendeskripsikan Sistem Pencernaan pada Manusia dan
hubungannya dengan kesehatan.
Mengacu pada hal tersebut maka dalam proses pembelajaran perlu diciptakan suasana
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, sehingga benar-benar memahami konsep
pencernaan pada manusia melalui pengamatan secara langsung. Kenyataanya dalam pembelajaran
konsep-konsep IPA (biologi) bersifat hafalan semata sehingga kurang mengembangkan proses berfikir
siswa dalam pembelajaran konsep Sistem Pencernaan pada Manusia. Guru sebagai mediator dan
fasilitator dituntut untuk mengupayakan strategi dalam pembelajaran konsep-konsep IPA (biologi)

145
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

agar proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Hal ini bisa ditempuh dengan penerapan model
PBI pada proses pembelajaran.
Penerapan model PBI dalam pembelajaran Sistem Pencernaan pada Manusia yang dimodifikasi
dari Suparmanto (2004) dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap perencanaan
a. Guru merancang masalah yang akan diajukan kepada siswa yang berkaitan dengan konsep
Sistem Pencernaan pada Manusia.
b. Perumusan berdasarkan masalah autentik, mengandung teka-teki, tidak terdefinisikan secara
ketat, memungkinkan kerjasama, bermakna bagi siswa, dan konsisten dengan tujuan
kurikulum.
c. Siswa diminta menyelidiki suatu masalah yang diajukan oleh guru untuk menemukan
pemecahan melalui penyelidikan dan eksperimen.
d. Guru menyiapkan kebutuhan untuk penyelidikan atau eksperimen siswa.
2. Tahap pelaksanaan
a. Guru menyajikan situasi masalah yang sesuai.
b. Guru mengorganisasikan siswa untuk belajar.
1) Guru membagi siswa dalam kelompok.
2) Guru menyediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi menemukan cara pemecahan
masalah.
3) Guru membantu siswa dalam melakukan penyelidikan individual atau kelompok melalui
tanya jawab dalam hal :
a) Membimbing siswa dalam mengumpulkan data
b) Membimbing siswa dalam bereksperimen, mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber untuk memecahkan masalah
c) Membimbing siswa berhipotesis, menjelaskan dan memberi pemecahan
c. Guru meminta siswa untuk mengembangkan dan menyajikan hasil karya dalam bentuk
laporan tertulis.
d. Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan
cara meminta siswa menyampaikan hasil pemecahan masalah di depan kelas dilanjutkan tanya
jawab.

METODE PENELITIAN
Setting Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat di kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri.
Dengan pertimbangan kebetulan sekolah tersebut merupakan tempat bertugas peneliti sehari-hari
sebagai guru mata pelajaran IPA,

146
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2017/2018.
Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah semua siswa Kelas VIII-E yang terdaftar pada semester I Tahun
Pelajaran 2017/2018 yang berada di UPTD SMP Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri, dengan jumlah
subyek penelitian 30 siswa yang terdiri dari 7 laki-laki dan 23 perempuan.
Indikator Keberhasilan
Pembelajaran menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ) dapat meningkatkan hasil
belajar IPA pada siswa kelas VIII-G UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri, dengan
indikator sebagai berikut:
1. Ketrampilan guru dalam pembelajaran IPA menggunakan model Problem Based Instruction
( PBI ) meningkat dengan kretaria sekurang – kurangnya baik.
2. Aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPA menggunakan model Problem Based
Instruction ( PBI ) meningkat, ditandai dengan terjadinya perubahan sikap dan perilaku
siswa (sering bertanya, semangat mengerjakan tugas, menghargai pendapat teman) dalam
mengikuti pembelajaran.
3. Sekurang – kurangnya siswa kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri
mengalami ketuntasan belajar individual sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal (KKM)
sebesar ≥75 dalam pembelajaran IPA
Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap siklus dilaksanakan
sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah ada dalam permasalahan yang diteliti. Untuk
mengetahui permasalahan yang menyebabkan rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII-E
UPTD SMP Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri dilakukan observasi terhadap kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh siswa. Melalui langkah-langkah tersebut akan dapat ditentukan tindakan yang
tepat dalam rangka meningkatkan hasil belajar IPA materi sistem pencernaan pada manusia.
Langkah yang paling tepat untuk meningkatkan hasil belajar IPA materi sistem pencernaan pada
manusia adalah dengan penanaman konsep melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya
dengan konsep lain yang telah dikuasai siswa. Sehubungan hal tersebut, maka tindakan yang diduga
paling tepat adalah dengan menggunakan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ).
Dengan berpedoman pada refleksi awal tersebut, maka prosedur pelaksanaan penelitian tindakan
kelas ini meliputi; perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi, dalam setiap siklus.
Sedangkan prosedur penelitian yang dilakukan adalah menggunakan model penelitian tindakan
kelas yang dikembangkan oleh Kemmis & Taggart (2000), di mana pada prinsipnya ada empat tahap
kegiatan yaitu, perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (action), observasi dan
evaluasi proses tindakan (observation and evaluation) dan melakukan refleksi (reflecting).

147
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Kondisi Awal
Hasil observasi awal melalui pengamatan yang peneliti lakukan di kelas VIII-E UPTD SMP
Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri, materi yang disampaikan masih teoritik dan tidak berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa sehingga siswa cenderung pasif. Hal ini dapat
dilihat dari respon siswa saat guru mengajar di depan kelas yang terjadi adalah : 1) Siswa cenderung
hanya mendengar penjelasan dari guru, 2) Apabila guru memberikan pertanyaan untuk mendapatkan
respon, siswa cenderung tidak memberikan jawaban, 3) Apabila guru memberikan kesempatan
bertanya, siswa kurang memanfaatkan, 4) Apabila guru bertanya, siswa jarang ada yang mau
menjawab, siswa baru menjawab apabila ditunjuk, 5) Nilai rata-rata hasil belajar siswa kelas VIII-E
UPTD SMP Negeri 1 Ngasem Kabupaten Kediri masih tergolong rendah yaitu 67,50, dari jumlah 30
siswa masih ada 17 siswa (56,67%) yang tidak mencapai kreteria ketuntasan belajar (KKM) 75.
Agar lebih jelas kondisi pembelajaran di kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem, Kabupaten
Kediri, persebaran nilai hasil tes pra siklus dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut ini:

Tabel 4.1. Persebaran Nilai Hasil Tes Pra Siklus

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Persentase


85 - 100 Sangat baik 2 6,67%
75 - 84 Baik 11 36,67%
65 - 74 Cukup 7 23,33%
55 - 64 Kurang 7 23,33%
< 55 Sangat Kurang 3 10,00%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.1. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 2 siswa (6.67%), kategori baik jika mampu mendapat nilai antara
75-84 dicapai 11 siswa (36.67%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 10 siswa
(23.33%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 10 siswa (23.33%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 dicapai oleh 3 siswa (10.00%). Oleh karena itu, untuk
memperbaiki kualitas pembelajaran yang ada, harus diterapkan model pembelajaran inovatif,
pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dan menciptakan kondisi belajar yang
memungkinkan siswa untuk membentuk konsep berdasarkan permasalahan yang dipecahkan sendiri.
Adapun model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Problem Based Instruction
(PBI).

Deskripsi Siklus I
Pembelajaran IPA khususnya materi sistem pencernaan pada manusia di kelas VIII-E UPTD SMP
Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri, secara umum belum menunjukkan hasil yang maksimal.

148
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Permasalahan tersebut dapat dilihat dari hasil tes formatif siswa di akhir pembelajaran pada setiap
siklusnya. Hasil pembelalajara siklus I dapat dijelaskan bahwa, nilai klasikal hasil belajar IPA pokok
bahasan sistem pencernaan pada manusia diperoleh nilai tertinggi adalah sebesar 95, nilai terendah
adalah 45, rerata hasil belajar 74.50. Dari 30 siswa ada 20 siswa (66,67%) mengalami ketuntasan
belajar, sedangkan 10 siswa (33,33%) belum mengalami ketuntasan belajar. Data persebaran nilai
hasil tes memahami sistem pencernaan pada manusia Siklus I dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2. Persebaran Nilai Hasil Tes Siklus I

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Ketuntasan


85 - 100 Sangat baik 5 16.67%
75 - 84 Baik 15 50.00%
65 - 74 Cukup 7 23.33%
55 - 64 Kurang 1 3.33%
< 55 Sangat Kurang 2 6.67%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.2. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 5 siswa (16.67%), kategori baik jika mampu mendapat nilai
antara 75-84 dicapai 15 siswa (50.00%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 10
siswa (23.33%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 1 siswa (3.33%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 dicapai oleh 2 siswa (6.67%). Pelaksanaan tindakan
siklus I masih kurang efektif, hal ini disebabkan siswa belum terbiasa belajar dengan model Problem
Based Instruction (PBI).
Maka peneliti kemudian mengadakan diskusi dengan kolaborator sebagai mitra peneliti, hasil
diskusi menyimpulkan, untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan maka, penelitian perlu
dilanjutkan pada siklus II.

Deskripsi Siklus II
Pembelajaran IPA khususnya materi sistem pencernaan pada manusia di kelas VIII-E UPTD SMP
Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri, secara umum belum menunjukkan hasil yang maksimal.
Permasalahan tersebut dapat dilihat dari hasil tes formatif siswa di akhir pembelajaran pada setiap
siklusnya. Hasil pembelalajara Siklus II dapat dijelaskan bahwa, nilai klasikal hasil belajar IPA pokok
bahasan sistem pencernaan pada manusia diperoleh nilai tertinggi adalah sebesar 100, nilai terendah
adalah 50, rerata hasil belajar 81.33. Dari 30 siswa ada 28 siswa (93.33%) mengalami ketuntasan
belajar, sedangkan 2 siswa (6.67%) belum mengalami ketuntasan belajar. Data persebaran nilai hasil
tes memahami macam energi dan cara penghematanya Siklus II dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini
:

149
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Tabel 4.3. Persebaran Nilai Hasil Tes Memahami Macam Energi dan Cara Penghematanya
Siklus II

Rentang Nilai Kategori Frekuensi Ketuntasan


85 - 100 Sangat baik 16 53.33%
75 - 84 Baik 12 40.00%
65 - 74 Cukup 0 0.00%
55 - 64 Kurang 1 3.33%
< 55 Sangat Kurang 1 3.33%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan tabel 4.3. dapat dijelaskan perolehan nilai yang kategori sangat baik, jika mampu
mendapat nilai antara 85-100 dicapai 16 siswa (53.33%), kategori baik jika mampu mendapat nilai
antara 75-84 dicapai 12 siswa (40.00%), kategori cukup jika mendapat nilai antara 65-74 dicapai 0
siswa (0.00%), kategori kurang jika mendapat nilai antara 55–64 dicapai oleh 1 siswa (3.33%), dan
kategori sangat kurang jika mendapat nilai <55 tidak ada yang mendapatkan 1 siswa (3.33%).
Aktiviats siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran pada akhir pertemuan Siklus II memperoleh
rata-rata 85,00% dengan sebutan kualifikasi Sangat Baik (SB).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti terhadap aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung ditemukan beberapa hal sebagai berikut : (1) Pada saat peneliti meminta siswa untuk
membentuk kelompoknya, suasana kelas tetap tertib mereka sudah mengetahui kelompoknya. (2)
Selama kegiatan pembelajaran, tanpa ada keraguan siswa antosias mengemukakan pendapat. (3) Kerja
kelompok dalam mengerjakan soal studi kasus semua anggota kelompok ambil bagian dan berperan
aktif terlibat dalam pembahasan. (4) Pelaksanaan tindakan siklus II berjalan efektif, hal ini
dikarenakan siswa mengenal belajar dengan Pelaksanaan tindakan Siklus II masih kurang efektif, hal
ini disebabkan siswa sudah mengenal model Problem Based Instruction (PBI) sehingga peneliti tidak
perlu memberikan penjelasan ulang. Oleh karena itu peneliti kemudian mengadakan diskusi dengan
kolaborator sebagai mitra peneliti, hasil diskusi menyimpulkan, bahwa penelitian dihentikan pada
siklus II dan tidak perlu dilanjutkan pada Siklus III.

Pembahasan
Penelitian Tindakan Kelas yang telah dilaksanakan ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan
siklus II, tiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dan setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan
prosedur penelitian. Materi pembelajaran dalam tiap siklus pada penelitian ini berkaitan dengan materi
macam energi dan cara penghematanya melalui model pembelajaran Problem Based Learning ( PBL ).
Pada pelaksanaan penelitian, peneliti didampingi oleh 1 orang guru kelas sebagai mitra peneliti
sekaligus menjadi kolaborator. Kolaborator mengamati setiap aktivitas yang dilakukan peneliti selama
kegiatan proses pembelajaran berlangsung dengan menggunakan pedoman observasi. Lembar
observasi disusun agar tidak terjadi salah persepsi antara peneliti dengan pengamat.

150
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

Pada tahap awal kegiatan pembelajaran, peneliti sebagai guru melakukan appersepsi dan motivasi
serta menginformasikan tujuan pembelajaran dan garis besar kegiatan serta materi yang akan
dipelajari. Tahap penyajian materi guru sebagai peneliti guru membagi menjadi dua kegiatan yaitu
kegiatan klasikal dan kegiatan kelompok. Saat kegiatan kelompok guru membuat kasus yang dikemas
dalam LKS sebagai bahan diskusi kelompok. Setelah itu akhir tindakan siklus guru melakukan
penilaian dengan memberikan soal kepada siswa untuk di kerjakan.
Hasil yang didapat dari pengamatan baik ketrampilan proses pembelajaran maupun hasil belajar
siswa pada masing-masing siklus dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Aktivitas guru
Dalam melaksanakan proses pembelajaran pada siklus I selama dua kali pertemuan menunjukkan
bahwa diakhir pertemuan tercapai 66,67% dengan sebutan kualifikasi Cukup (C). Pada siklus II
meningkat menjadi 91,67% dengan sebutan kualifikasi Sangat Baik (SB), peningkatan aktivitas guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran antara siklus I dengan siklus II lebih rinci dapat dilihat pada
tabel 4.5. berikut ini :

Tabel 4.5. Peningkatan Aktivitas Guru dalam Melaksanakan Proses Pembelajaran dari Siklus I
ke Siklus II

Siklus Pertemuan 1 Pertemuan 2


No
Pertemuan Skor % Kualifikasi Skor % Kualifikasi
1 Siklus I 6 50.00% K 8 66.67% C
2 Siklus II 9 75.00% B 11 91.67% SB

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pre test siswa sebelum diterapkan model
pembelajaran Problem Based Learning ( PBL) sebesar 67,50 yang mendapat nilai ≥75 sebanyak 13
siswa atau 43,33%, nilai di bawah 75 sebanyak 17 siswa atau 56,67%, masih di bawah KKM dengan
nilai tertinggi 85 dan terendahnya 40.
Setelah diterapkan model pembelajaran Problem Based Learning ( PBL) rata-rata nilai meningkat
menjadi 74,50 dengan ketuntasan belajar sebanyak 20 siswa (67,67%). Tidak tuntas 10 siswa
(33,33%) dengan nilai tertinggi 95 dan nilai terendahnya 45. Pada siklus II terjadi peningkatan rata-
rata nilai 81,83 dengan tuntas belajar sebanyak 28 siswa (93,33%) tidak tuntas 2 (6,67%) dengan nilai
tertinggi 100 dan terendahnya 50. Secara rinci peningkatan hasil belajar siswa Pra siklus, siklus I dan
siklus II dapat dilihat pada tabel 4.7. berikut ini :

151
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Tabel 4.7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pra siklus siklus I dan siklus II

Keterangan Pra Siklus Siklus I Siklus II


Nilai Rata-rata 67,50 74,50 81,83
Siswa Belajar Tuntas 43,33% 66,67% 93,33%
Tidak Tuntas 56,67% 33,33% 6,67%
Nilai Tertinggi 85 95 100
Nilai Terendah 40 45 50

Untuk lebih jelas peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa dari Pra siklus siklus I dan siklus II.
Dengan demikian penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning ( PBL) pada
pembelajaran IPA materi Sistem pencernaan pada manusia dapat meningkatkan hasil belajar siswa
kelas VIII-E UPTD SMP Negeri 1 Ngasem, Kabupaten Kediri semester I tahun pelajaran 2017/2018

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VIII-E di UPTD SMP Negeri
1 Ngasem, Kabupaten Kediri dengan demikian dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan hasil
belajar IPA materi sistem pencernaan pada manusia pada siswa kelas VIII-E di UPTD SMP Negeri 1
Ngasem, Kabupaten Kediri model pembelajaran sangat tepat adalah model Problem Based Instruction
(PBI). Dengan menggunakan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa, kemampuan siswa memahami Sistem pencernaan pada manusia. hal
ini dapat dilihat dari hasil tes akhir pada tiap siklusnya.
Pembelajaran IPA dengan menggunakan model Problem Based Instruction ( PBI ) juga dapat
meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran serta keterampilan guru dalam mengelola
pembelajaran. Hal ini dibuktikan dengan hasil observasi keterampilan guru dan aktivitas siswa yang
menunjukkan terjadi perubahan kearah yang lebih baik sehingga pembelajaran IPA lebih
menyenangkan serta pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas VIII-G di UPTD SMP Negeri
1 Ngasem, Kabupaten Kediri, peneliti sampaikan saran sebagai berikut:
1. Guru diharapkan dapat menentukan pemilihan model pembelajaran yang bervariasi dan cocok
agar siswa tidak merasa bosan.
2. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam
pembelajaran IPA, maka hasil penelitian penggunaan model Problem Based Instruction (PBI)
dapat digunakan sebagai acuan untuk pembelajaran lain, seperti Matematika, IPA, IPS, dan PKn,
3. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan aktivitas siswa sehingga
penggunaan model pembelajaran tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk mengaktifkan

152
Bagawanta Bhari Vol. LIV Juli 2022 | Mengabdi dan Mengembangkan Profesi

siswa dalam pembelajaran.


4. Model Problem Based Instruction (PBI) dapat meningkatkan keterampilan guru sehingga
pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran tersebut dapat lebih dimaksimalkan. Guru
segera merefleksi diri tentang kelemahan dalam pembelajaran yang dilaksanakan bersama
kolaborator agar tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Guru hendaknya juga lebih
termotivasi dalam menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam kegiatan
pembelajaran maupun kegiatan penelitian sejenis.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1996. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindon
Anonim, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas terbatas, Direktorat Bina Farmasis
Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta: Bumi Aksara
Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: CV.IKIP Semarang Press
Depdikbud, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Djamarah dan Aswan Zain. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Dirmiati. Dan Mudjiono. 2009. Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta
Muslich, Masnur. 2009. Melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas Itu Mudah, Jakarta : PT Bumi Aksara
Permana,Johar. Sumantri. Mulyani. 2000. Strategi Belajar Mengajar, Jawa Tengah : Departemen Pendidikan
Dan Kebudayaan
Samianto. 2010. Ayo Praktik PTK : Penelitian Tindakan Kelas, Semarang : Rasail Media Grup
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media
Sarini, M. Iskandar. 2001. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam , Bandung : CV Maulana
Sudjana, Nana. 1966. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo
Oemar Hamalik, 2008. Kurikulum dan pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Wina Sanjaya, 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Kencana Predana Media Grup.

153
ISSN 2442-3815 | 9 772442 381542

Petunjuk untuk Penulis Bagawanta Bhari

1. Artikel jurnal adalah naskah dalam bidang pendidikan yang belum pernah
dipublikasikan, dibuktikan dengan pernyataan penulis.
2. Artikel dapat berupa hasil penelitian (lapangan, kepustakaan), gagasan konseptual,
kajian dan aplikasi teori atau resensi buku.
3. Syarat resensi adalah a) buku yang diresensi relatif baru (terbit satu tahun atau dua
tahun sebelumnya), b) panjang resensi 3 sampai 5 halaman, c) foto kopi atau scan cover
harus dilampirkan
4. Naskah di ketik dengan huruf Time New Roman ukuran 12, spasi 1,5, pada kertas
ukuran A4 dengan ruang sisi 3,5 cm tepi kiri, 3 cm tepi kanan, 3 cm tepi atas dan
bawah. Jumlah halaman 15 sampai 20 termasuk daftar pustaka dan tabel.
5. Naskah tidak ditulis dalam Text Box.
6. File disimpan dalam format Rich Text Format (.rtf) atau Word 97-2003 (.doc). Jangan
menggunakan format Word 2010 atau 2013 (.docx).
7. Judul harus jelas, informatif, tidak lebih dari 10 kata dan menggunakan kata kunci
paling banyak 5 kata dan ditulis di bawah abstrak.
8. Artikel ditulis dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dalam format esai.
9. Artikel disertai abstrak dari keseluruhan tulisan, ditulis paling banyak 3 paragraf.
Panjang abstrak tidak lebih dari 150 kata atau maksimal 1 halaman, diketik 1 spasi
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
10. Biodata penulis mohon dilampirkan.
11. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku.
12. Sistematika tulisan : abstrak, latar belakang, pembahasan (kajian teori dan hasil
pembahasan), simpulan, rujukan (yang digunakan untuk merujuk dan ada dalam teks
artikel).
13. Naskah jurnal dikirim ke dinas pendidikan (ketenagaan) dengan cakram padat (CD) atau
ke email ifampd@yahoo.co.id dalam bentuk file.
14. Penulis bersedia melakukan revisi jika diperlukan.
15. Isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis.

154

Anda mungkin juga menyukai