TINJAUAN PUSTAKA
D. SKDN
1. Pengertian SKDN
S,K,D,N adalah hasil pencatatan kegiatan posyandu yang terdiri dari beberapa
indikator (S = jumlah anak yang ada diwilayah kerja posyandu, K = Jumlah anak
balita yang memiliki KMS, D = jumlah anak yang di timbang, N = Jumlah balita
yang naik berat badanya. Selain SKDN , BGM = jumlah balita di bawah garis
merah, T +jumlah jumlah balita yang tidak naik berat badannya, O =balita yang
dati bulan ini tetapi bulan lalu tidak datang, B = jumlah balita baru yang datang
(Arisandi, 2014). Dari data hasil penimbangan tersebut dapat di hasilkan cakupan
kinerja program gizi, Cakupan hasil program gizi posyandu tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Cakupan program (K/S)
Cakupan (K/S) adalah jumlah balita yang memiliki kartu menuju sehat (KMS)
di bagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian dikali
100%. Persentase K/S disini, mengambarkan berapa jumlah balita di wilayah
tersebut yang memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah
tersebut yang telah tercapai.
2. Cakupan partisipasi Masyarakat (D/S)
Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah jumlah balita yang di timbang di
posyandu di bagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja posyandu
kemudian di kali 100% persentase D/S disini mengambarkan berapa besar
jumlah partisipasi masyarakat di daerah tersebut yang telah tercai.
3. Cakupan hasil penimbangan (N/D)
Cakupan hasil penimbangan (N/D) adalah rata – rata jumlah balita yang naik
berat badanya (BB) nya di bagi dengan jumlah balita yang dimbang di
posyandu kemudian dikali100% persentase N/D disini menggambarkan berapa
besar hasil penimbangan didaerah tersebut yang telah tercapai.
2. Analisis SKDN
Biasanya setelah melakukan kegiatan di posyandu atau di pos penimbangan
petugas kesehatan dan kader Posyandu (Petugas sukarela) melakukan analisis
SKDN. Analisisnya terdiri dari:
1. Tingkat partisipasi masyarakat dalam penimbangan balita yaitu jumlah balita
yang ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah kerja
posyandu atau dengan menggunakan rumus (D/S x 100%), hasilnya minimal
harus capai 80 % apabila dibawah 80 % maka dikatakan partisipasi mayarakat
untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan berat badan
sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan terpantau oleh
petugas kesehatan ataupun kader posyandu dan memungkinkan balita ini tidak
diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan berat badannya.
2. Tingkat Liputan Program yaitu Jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi
dengan Jumlah seluruh balita yang ada di wilayah Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (K/S x 100%), hasil yang ducapai harus 100 %.
Alasannya balita-balita yang telah mempunyai KMS (Kartu Menujuh Sehat )
telah mempunyai alat instrumen untuk memantau berat badannya dan data
pelayanan kesehatan lainnya, Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS
maka pada dasarnya program Posyandu tersebut mempunyai liputan yang
sangat rendah atau biasa juga dikatakan balita yang seharusnya mempunyai
KMS karena memang mereka (Balita) masih dalam fase pertumbuhan ini
telah kehilangan kesempatan untuk mendapat pelayanan sebagaimana yang
terdapat dalam KMS tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan
ini menggunakan rumus {(S-K)/S x 100%) yaitu jumlah balita yang ada
diwilayah posyandu dikurangi jumlah balita yang mempunyai KMS, hasilnya
dibagi dengan jumlah balita yang ada, semakin tinggi presentase kehilangan
kesempatan maka semakin rendah kemauan orang tua balita untuk dapat
memanfaatkan KMS. Padahal KSM sangat baik untuk memantau
pertumbuhan Berat Badan Balita atau juga Pola Pertumbuhan Berat Badan
Balita.
3. Indikator-indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang Naik
Berat Badannya di bandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang.
Sebaiknya semua balita yang ditimbang harus memgalami peningkatan berat-
badannya.
4. Indikator lainnya dalam SKDN adalah Indikator Drop Out yaitu balita yang
sudah mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi
kemudian tidak pernah datang lagi di posyandu untuk selalu mendapatkan
pelayanan kesehatan rumusnya yaitu jumlah balita yang telah mendapat KMS
dibagi dengan Jumlah Balita ditimbang hasilnya dibagi dengan Balita yang
punya KMS atau rumusnya adalah (K-D)/K x 100%.
E. Stunting
1. Pengertian Stunting
Stunting (pendek) adalah kekurang gizi kronik suatu bentuk lain dari
kegagalan pertumbuhan. Kurang gizi kronik merupakan keadaan yang sudah
terjadi sejak lama, bukan seperti kurang gizi akut. Anak yang mengalami stunting
sering terlihat memiliki badan normal yang proporsional, namun sebenarnya tinggi
badannya lebih pendek dari tinggi badan normal yang dimiliki anak
seusianya.Stunting merupakan proses kumulatif dan disebabkan oleh asupan zat-
zat gizi yang tidak cukup atau penyakit infeksi yang berulang, atau kedua-duanya.
Stunting dapat juga terjadi sebelum kelahiran dan disebabkan oleh asupan gizi
yang sangat kurang saat masa kehamilan, pola asuh makan yang sangat kurang,
rendahnya kualitas makanan sejalan dengan frekuensi infeksi sehingga dapat
menghambat pertumbuhan (Yusdarif, 2017).
Stunting atau pendek merupakan gambara kurang gizi yang berdasarkan pada
indeks tinggi badan menurut usia (TB/U), tinggi badan merupakan antropometri
yang mengambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak
seperi berat badan , relatif kurang sensitif terhadap maslah kekurangan gizi dalam
pendek .pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak dalm
waktu yang relatif lama. Indikator TB/U memberikan indikator masalah gizi yang
sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama misalnya :
kemiskinanan, prilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makanaan yang
kurang baik mulai dari masa kehamilan sang ibu sampai anak di lahirkan yang
mengakibatkan anak mengalami resiko pendek (osisi,2018)
2. Faktor-faktor Resiko Stunting
Kejadian stunting terpengaruh oleh beberapa faktor yaitu (Masna, 2018) :
a. Asupan
Makanan yang mengandung zat gizi seperti energi, protein, zinc dan
zat besi serta riwayat penyakit infeksi merupakan faktor yang berhubungan
langsung terhadap stunting. Kurangnya asupan gizi akan menyebabkan
bertambahnya jumlah growth failuering (gangguan pertumbuhan pada anak).
Energi berperan dalam pemeliharaan tubuh, metabolisme basal, perbaikan sel
dan jaringan karena suatu penyakit dan keseluruhan kegiatan lainnya yang
dilakukan oleh tubuh untuk pertumbuhan. Rendahnya asupan energi merupakan
salah satu faktor penentu terjadinya masalah pertumbuhan. Protein berperan
dalam mengatur, membangun dan sumber tenaga yang digunakan sehari hari.
Zinc merupakan mikronutrien yang paling berpengaruh pada kejadian stunting,
karena defisiensi zinc dapat menyebabkan gangguan nafsu makan (anoreksia)
sehingga menyebabkan asupan makan menjadi kurang dan berdampak pada
terganggunya pertumbuhan balita, dan menurunkan sistem imun sehingga dapat
meningkatkan frekuensi sakit. (Mundiastut, 2018)
b. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh terjadinya
masuk dan berkembang biaknya mikroorganisme, suatu kelompok luas dari
organisme mikroskopik yang terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri,
fungsi, dan parasit serta virus. Penyakit infeksi ini terjadi ketika interaksi
dengan mikroba menyebabkan kerusakan pada tubuh dan kerusakan tersebut
akan menimbulkan berbagai gejala dan tanda klinis. Mikroorganisme yang
disebabkan oleh penyakit pada manusia disebut sebagai mikroorganisme
patogen, salah satunya bakteri patogen. (Novard dkk, 2019)
c. Pemberian Asi eksklusif
Dalam mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy
for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomen-dasikan
empat hal penting yang harus dilakukan yaitu : pertama memberikan Air Susu
Ibu kepada bayi segera dalam 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan
hanya Air Susu Ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara Eksklusif sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan, meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia
24 bulan atau lebih.
d. Keragaman MP-ASI
Keragaman pangan (dietary diversity)merupakan indikator proksi dari
kualitas konsumsi yang dapat digunakan untuk menilai kecukupan
makronutrien dan mikronutrien pada anak. Oleh karena itu, diet seimbang
melalui konsumsi makanan beragam dapat menjadi indikator tercapainya status
gizi optimal dan sebagai salah satu upaya pencegahan stunting pada balita
(Maulida,2018)
e. Status imunisasi
Imunisasi dasar adalah program yang akan dilakukan untuk
melindungi tubuh seseorang dari penyakit yang dapat menyebabkan virus dan
bakteri diantaranya penyakit tuberkulosis, polio, difteri, pertusis, tetanus,
hepatitis B dan Campak. Sasaran program tersebut adalah pada bayi yang
berusia 0-11 bulan agar tercapai kekebalan jika dikemudian hari terpapar
dengan penyakit tersebut. Imunisasi dasar tersebut meliputi imunisasi BCG,
DPT/H, polio dan campak dengan rentang usia kurang dari 1 tahun (Yundri,
2017).
Beberapa faktor penyebab tidak lengkapnya imunisasi yaitu
predisposing factors mencakup karakteristik (umur, tingkat pendidikan,
pekerjaan, jumlah anak, pengetahuan, budaya, tradisi, keyakinan masyarakat,
tingkat sosial ekonomi dan pendapatan keluarga) dan perilaku (persepsi,
motivasi dan sikap terhadap kesehatan).
f. Berat badan lahir
Berat badan lahir merupakan penentu yang paling penting untuk
menentukan peluang bertahan, pertumbuhan, dan perkembangan di masa
depannya. Ibu yang akan selalu menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi
makanan yang bergizi dan menerapkan gaya hidup yang baik akan melahirkan
bayi yang sehat, sebaliknya jika ibu yeng mengalami defisiensi gizi memiliki
resiko ibu yang melahirkan BBLR. BBLR merupakan tidak hanya
mencerminkan situasi kesehatan dan gizi, namun juga menunjukkan tingkat
kelangsungan hidup, dan perkembangan (Hartiningrum dkk, 2018).
g. Pendididkan orang tua
Pendidikan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan.
Pendidikan bukan saja sangat penting, tetapi masalah pendidikan itu sama
sekali tidak bisa dipisahkan dari kehidupan, baik itu dalam kehidupan keluarga
maupun dalam kehidupan bangsa dan negara, maju mundurnya suatu bangsa
sebagian besar ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di negaranya
tersebut. Pendidikan secara luas yaitu meliputi semua aktifitas dan upaya dari
generasi tua sebagai pendidikan untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman,
kecakapan dan keterampilannya kepada generasi muda atau anak agar mereka
akan memenuhi kebutuhan hidup anaknya dalam jasmaniah maupun rohaniah.
Dapat juga dikatakan bahwa pendidikan itu adalah bimbingan yang
diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa agar dapat
berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala tindakan dan harus
merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki anak didik yang bersifat tumbuh
kembangnya baik itu jasmani ataupun rohani (Sunain, 2017).
h. Status ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi seseorang tentu akan mempunyai peranan
terhadap perkembangan anak-anaknya. Keluarga yang memiliki status sosial
ekonomi yag baik, tentu akan memberikan perhatian yang baik pada
pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan akan memberikan masa depan anak-
anaknya. Kondisi status sosial ekonomi orang tua adalah salah satu faktor
eksternal yang mempengaruhi belajar. Cara orang tua merupakan salah satu
faktor eksternal yang mempengaruhi belajar (Chotimah, 2017).
3. Dampak Stunting
Stunting terkini menunjukkan anak yang mengalami stunting berkaitan
dengan prestasi di sekolah yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah dan
pendapatan yang rendah saat dewasa. Anak yang mengalami stunting memiliki
kemungkinan lebih besar tumbuh menjadi individu dewasa yang tidak sehat dan
miskin. Stunting pada anak juga berhubundengan tingginya resiko anak terhadap
penyakit, baik penyakit menular maupun Penyakit Tidak Menular (PTM) serta
peningkatan risiko overweight dan obesitas. Keadaan overweight dan obesitas
jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif. Kasus stunting
pada anak dapat dijadikan prediktor rendahnya kualitas sumber daya manusia
suatu negara. Keadaan stunting menyebabkan buruknya kemampuan kognitif,
rendahnya produktivitas, serta meningkatnya risiko penyakit mengakibatkan
kerugian jangka panjang bagi ekonomi Indonesia. (Setiawan dkk, 2018)
4. Cara Pengukurannya
Tinggi badan adalah parameter yang sangat penting dalam menentulan status
gizi, pengukuran tinggi badan menggunakan beberapa peralatan yang terstar.
Untuk mengukur status gizi anak balita ,maka angka tinggi badan dan umur setiap
anak balita dikonvensikan dalam nilai terstandar (Z-score) yang menggunakan
baku antropometri anak balita WHO,selanjutnyan berdasarkan nilai Z-score dari
indikator tersebut di tentukan status gizi dengan batas sebagai berikut (Riskesdas
2018).
Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator PB(TB)/U:
Indeks kategori Status Gizi Ambang Batas ( Z-score)
panjang badan menurut Sangat Pendek <-3 SD
umUR (PB/U) atau Tinggi Pendek -3 SD Sampai dengan <-2 SD
badan menurut umur Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Tinggi >2 SD
F. KERANGKA TEORI
SKDN
STUNTING
CAKUPAN
PROGRAM
PARTISIPASI STUNTING
SKDN MASYARAKAT
KEBERHASILAN
PROGRAM