Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

EPILEPSI PADA ANAK

Disusun oleh :
KELOMPOK 3
Alien Marlina
Berlianah
Cita Dewi Yana
Deassy Ari Sandy
Donna Dayati
Dwita Dahlia
Juniati
Nenden Naziah
Siti Rukmana
Sucie Renggogeni
Koordinator Mata Ajar Keperawatan Anak Sehat dan Sakit Akut 2: Ricca

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA BINA


MEDIKA
PRODI KEPERAWATAN NON REGULER Th. 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa dan Kuasa karena atas
segala rahmat, berkat, pertolongan, anugerah serta bimbingan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “EPILEPSI” ini dengan tepat waktu dan dengan sebaik-
baiknya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah memberikan arahan
dalam menunjang pembutan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
saudara-saudari dan teman-teman yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penyusunan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada pihak-pihak yang
sumbernya berupa artikel dan tulisan yang telah penulis jadikan referensi dan bahan guna untuk
penyusunan makalah ini.
Penulis menyusun makalah ini guna untuk memberikan informasi tambahan kepada para
pembaca mengenai hal-hal- yang menyangkut dengan “PENYAKIT EPILEPSI”. Kita tahu
bersama bahwa penyakit Epilepsi atau sering kita sebutkan penyakit AYAN adalah salah satu
penyakit yang membahayakan bagi tubuh manusia. Di era yang sangat modern ini, banyak sekali
pengaruh-pengaruh atau penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan penyakit Epilepsi
tersebut. Banyak masyarakat yang seolah-olah tidak peduli dengan kesehatan mereka.
Dalam makalah ini, kita akan mengetahui tentang penyakit Epilepsi mulai dari definisi
penyakit, penyebab penyakit, manifestasi klinik, patofisiologi atau dengan kata lain perjalanan
penyakit, penatalaksanaan, dan gejala-gejala penyakit serta mencegah timbulnya penyaki
Epilepsi.
Penulis berharap, semoga informasi yang ada dalam makalah ini dapat berguna bagi
penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.
Penulis menyadari, tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini
yang belum sempurna, masih perlu perbaikan, dan masih banyak kekurangan serta kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan agar dalam penyusunan makalah
berikutnya akan lebih baik dan dapat memenuhi keinginan para pembaca.

ii
Semoga segala upaya berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini dapat
memajukan pendidikan kesehatan di negara kita, khususnya pendidikan kesehatan mengenai
“PENYAKIT EPILEPSI”.

                                                                                     Jakarta, Juni 2023


  
                                                                                                              Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A.    LATAR BELAKANG.........................................................................................................1
B.     RUMUSAN MASALAH....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................2
A.    Definisi.................................................................................................................................2
B.     Etiologi................................................................................................................................3
C.     Klasifikasi............................................................................................................................3
D.    Patofisiologi.........................................................................................................................6
E.   Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................................7
F.   Komplikasi.............................................................................................................................8
G.  Penatalaksaan.........................................................................................................................8
H.     Pengobatan........................................................................................................................10
I. Asuhan Keperawatan Epilepsi............................................................................................12
BAB III. KESIMPULAN.............................................................................................................25
Kesimpulan................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang.  Lepasnya muatan listrik
yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari otak
ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi. Akibatnya,
penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit menular, bukan
penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan “ilmu klenik”, dan bukan penyakit yang tidak
bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka
kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin juga karena
genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.
Semua orang beresiko mendapat epilepsi. Bahkan, setiap orang beresiko satu di dalam 50
untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.
Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi
selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau ayan,
melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini. Makalah ini membahas hal-hal mengenai
penyakit epilepsi, penyebab, klasifikasi penyakit epilepsi, mekanisme terjadinya epilepsi dan
pengobatannya.
B.     RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apa definisi dari penyakit epilepsi?
2.      Apa penyebab epilepsi?
3.      Apa saja klasifikasi dari penyakit epilepsi?
4.      Bagaimana patofisiologi dari epilepsi?
5.      Bagaimana pengobatan epilepsi?
6.      Apa contoh obat epilepsi ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang
berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian kecil otak (serangan
parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak (serangan umum). Epilepsi
merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai proses patologis di otak.
Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat dideteksi dari gejala klinis,
rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah suatu kelainan di otak yang
ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu episode).International League
Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy(IBE) atau epilepsi adalah Suatu
serangan berulang secara periodik dengan dan tanpa kejang. Serangan tersebut disebabkan
kelebihan neuron kortikal dan ditandai dengan perubahan aktivitas listrik seperti yang diukur
dengan elektro enselofogram (EEG). Kejang menyatakan keparahan kontraksi otot polos yang
tidak terkendali (ISO FARMAKOTERAPI)
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat bangkitan epilepstik sebelumnya.
Sedangkan bangkitan epileptik didefinisikan sebagai tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas
(transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron yang terjadi di otak.
Terdapat beberapa elemen penting dari definisi epilepsi yang baru dirumuskan oleh ILAE
dan IBE yaitu:
a. Riwayat sedikitnya satu bangkitan epileptik sebelumnya
b. Perubahan di otak yang meningkatkan kecenderungan terjadinya bangkitan selanjutnya
c.  Berhubungan dengan gangguan pada faktor neurobiologis, kognitif, psikologi dan
konsekuensi sosial yang ditimbulkan

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik .

2
B.     Etiologi
Ditinjau dari penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1.       Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya
2.       Epilepsi sekunder atau simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui.
Pada epilepsi primer tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat kelainan atau
gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
Epilepsi sekunder berarti bahwa gejala yang timbul ialah sekunder, atau akibat dari adanya
kelainan pada jaringan otak.Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya
jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan
anak.
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :
1.         Kelainan yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan
obat-obat tertentu yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau
mengalami cidera.
2.         Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke
otak (hipoksia), kerusakan karena tindakan.
3.         Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak
4.         Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
5.         Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak
6.         Radang atau infeksi pada otak dan selaput otak
7.         Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan neurofibromatosis dapat
menyebabkan kejang-kejang yang berulang.

C.     Klasifikasi
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi
sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum
atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan
dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan
gambaran klinis dan elektroensefalogram.

3
Data 1. Klasifikasi internasional bangkitan epilepsi adalah :
A. Bangkitan parsial
1.   Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a.    Dengan gejala motorik
b.    Dengan gejala sensorik
c.    Dengan gejala otonomik
d.   Dengan gejala psikik
2.    Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a.  Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
1) Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
2) Dengan automatisme
b.  Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
1) Dengan gangguan kesadaran saja
2)  Dengan automatisme
3.    Bangkitan umum sekunder (tonik-klonik, tonik atau klonik)
a.    Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b.    Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c.    Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang
menjadi bangkitan umum

B. Bangkitan Umum (Konvulsi atau Non-Konvulsi)


1.    Bangkitan lena
Lena ( absence ), sering di sebut petitmal. Serangan terjadi secara tiba-tiba, tanpa di
dahului aura. Kesadaran hilangselama beberapa detik, di tandai dengan terhentinya
percakapan untuk sesaat, pandangan kosong, atau mata berkedip dengan cepat. Hampir
selalu pada anak-anak, mungkin menghilang waktu remaja atau diganti dengan serangan
tonik-klonik.

4
2.    Bangkitan mioklonik
Mioklonik, serangan-serangan ini terdiri atas kontraksi otot yang singkat dan tiba-tiba,
bisa simetris dan asimetris, sinkronis taua asinkronis. Biasanay tidak ada kehilangan
kesadaran selama serangan.

3.    Bangkitan tonik
Tonik, seranagan ini terdiri atas tonus otot dengan tiba-tiba meningkat dari otot
ekstremitas, sehingga terbentuk sejumlah sikap yang khas. Biasanya  kesadaran hilang
hanya beberapa menit terjadi pada anak 1-7 tahun.

4.    Bangkitan atonik
Atonik, serangan atonik terdiri atas kehilangan tonus tubuh. Keadaan ini bisa di
menifestasikan oleh kepala yang terangguk-angguk, lutut lemas, atau kehilangan total dari
tonus otot dan Px bisa jatuh serta mendapatkan luka-luka.

5.    Bangkitan klonik
Klonik, serangan di mulai dengan kehilangan kesadaran yang di sebebkan aoleh
hipotonia yang tiba-tiba atau spasme tonik yng singkat. Keadaan ini di ikuti sentakan
bilateralyang lamanya 1 menit samapai beberapa menit yang sering asimetris dan bisa
predominasi pada satu anggota tubh. Seranagan ini bisa berfariasi lamanya, seringnya dan
bagian dari sentakan ini satu saat ke satu saat lain.

6.    Bangkitan tonik-klonik
Tonik-Klonik, biasa di sebut grandmal. Merupakan jenis seranag klasik epilepsi
seranagn ini di tandai oleh suatu sensasi penglihatan taua pendengaran selama beberapa saat
yang di ikuti oleh kehilangan kesadaran secara cepat.

5
Data 2. Klasifikasi epilepsi berdasarkan sindroma
1.      Symptomatic
a.    Subklasifikasi dalam kelompok ini ditentukan berdasarkan lokasi anatomi yang
diperkirakan berdasarkan riwayat klinis, tipe kejang predominan, EEG interiktal dan
iktal, gambaran neuroimejing.
b.    Kejang parsial sederhana, kompleks atau kejang umum sekunder berasal dari lobus
frontal, parietal, temporal, oksipital, fokus multipel atau fokus tidak diketahui.
c.    Localization related tetapi tidak pasti simtomatik atau idiopatik (Octaviana, 2008).

D.    Patofisiologi

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang
disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron bergantung pada
permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel mudah dilalui oleh ion K dari
ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam
sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan
sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang
menimbulkan potensial membran.
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan badan-badan
neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran neuron berikutnya. Ada
dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau
lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika
hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal
ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam
keadaan istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron dan seluruh
sel akan melepas muatan listrik.

6
Oleh berbagai factor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membrane dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas
serangan epilepsy ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-
menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.
Hal-hal yang dapat mencetuskan kejang
1. Kurang tidur
2. Lupa makan obat
3. Stres fisik maupun mental
4. Demam akibat infeksi
5. Alkohol
6. Menstruasi
7. Terlambat makan
Tindakan saat seseorang kejang
1. Bersikaplah tenang
2. Jaga agar penderita tidak sampai terluka
3. Longgarkan bajunya
4. Miringklan penderita pada sisi kirinya agar jalan nafas baik
5. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulutnya
6. Catat lamanya kejang
7. Jangan tahan penderita
8. Apabila bangkitan kejang lebih dari 5 menit atau tampak sangat berat, bawalah
ke tempat pengobatan terdekat secepat mungkin

7
E.   Pemeriksaan Diagnostik
a)   CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal
abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral. Epilepsi
simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan
atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang
jelas
b)   Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c)    Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
1. mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
2. menilai fungsi hati dan ginjal
3. menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya
infeksi).
4. Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

F.   Komplikasi
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang
berulang. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas. Komplikasi yang dimaksud disini yaitu
terjadinya situasi atau kondisi yang dapat membahayakan nyawa penderitanya, seperti misalnya:
terjatuh, tenggelam atau mengalami kecelakaan saat berkendara akibat kejang.
Penderita epilepsi juga bisa terganggu mentalnya, sehingga bisa saja melakukan percobaan
bunuh diri lantaran depresi dengan kondisinya. Sehingga peran keluarga, sahabat, diperlukan
disini untuk mensupport penderita epilepsi.

G.  Penatalaksaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3.  Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai, yakni:
4. Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.

8
5. Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
6. Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.

Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan.


Jika penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan
gangguan metabolism ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu.
Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada
empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin,
fenobarbital, dan asam valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat
tersebut di atas.

Cara menanggulangi kejang epilepsi :


1.      Selama Kejang
a)      Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b)      Mengamankan pasien di lantai jika memungkinka
c)      Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d)     Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.

2.      Setelah Kejang
a)      Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b)      Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas paten.
c)      Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d)     Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e)      Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkunga
f)       Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.

9
g)      Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h)      Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.

H.     Pengobatan

Beberapa Obat Golongan Antikonvulsi/ Antiepilepsi

a. Golongan Hidantoin
Pada golongan ini terdapat 3 senyawa yaitu Fenitoin, mefentoin dan etotoin, dari ketiga
jenis itu yang tersering digunakan adalan Fenitoin dan digunakan untuk semua jenis bangkitan,
kecuali bangkitan Lena.

Fenitoin merupakan antikonvulsi tanpa efek depresi umum SSP, sifat antikonvulsinya
penghambatan penjalaran rangsang dari focus ke bagian lain di otak.

b. Golongan Barbiturat
Golongan obat ini sebagai hipnotik- sedative dan efektif sebagai antikonvulsi, yang
sering digunakan adalah barbiturate kerja lama ( Long Acting Barbiturates ).
Jenis obat golongan ini antara lain fenobarbital dan primidon, kedua obat ini dapat menekan
letupan di focus epilepsy

c. Golongan Oksazolidindion
Salah satu jenis obatnya adalah trimetadion yang mempunyai efek memperkuat depresi
pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat , trimetadion juga dalam sediaan
oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusikan ke berbagai cairan tubuh.

d. Golongan Suksinimid
Yang sering digunakan di klinik adalah jenis etosuksimid dan fensuksimid yang
mempunyai efek sama dengan trimetadion. Etosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran

10
cerna, distribusi lengkap keseluruh jaringan dan kadar cairan liquor sama dengan kadar plasma.
Etosuksimid merupakan obat pilihan untuk bangkitan lena.

e. Golongan Karbamazepin
Obat ini efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik klonik dan
merupakan obat pilihan pertama di Amerika Serikat untuk mengatasi semua bangkitan kecuali
lena.

Karbamazepin merupakan efek analgesic selektif terutama pada kasus neuropati dan
tabes dorsalis, namun mempunyai efek samping bila digunakan dalam jangka lama, yaitu pusing,
vertigo, ataksia, dan diplopia.

f. Golongan Benzodiazepin
Salah satu jenisnya adalah diazepam, disamping senagai anti konvulsi juga mempunyai
efek antiensietas dan merupakan obat pilihan untuk status epileptikus.

Jika penyebabnya adalah tumor, infeksi atau kadar gula maupun natrium yang abnormal,
maka keadaan tersebut harus diobati terlebih dahulu. Jika keadaan tersebut sudah teratasi, maka
kejangnya sendiri tidak memerlukan pengobatan. Jika penyebabnya tidak dapat disembuhkan
atau dikendalikan secara total, maka diperlukan obat anti-kejang untuk mencegah terjadinya
kejang lanjutan. Sekitar sepertiga penderita mengalami kejang kambuhan, sisanya biasanya
hanya mengalami 1 kali serangan. Obat-obatan biasanya diberikan kepada penderita yang
mengalami kejang kambuhan. Status epileptikus merupakan keadaan darurat, karena itu obat
anti-kejang diberikan dalam dosis tinggi secara intravena.
Obat anti-kejang sangat efektif, tetapi juga bisa menimbulkan efek samping. 
Salah satu diantaranya adalah menimbulkan kantuk, sedangkan pada anak-anak
menyebabkan hiperaktivitas. Dilakukan pemeriksaan darah secara rutin untuk memantau fungsi
ginjal, hati dan sel -sel darah. Obat anti-kejang diminum berdasarkan resep dari dokter.
Pemakaian obat lain bersamaan dengan obat anti-kejang harus seizin dan sepengetahuan dokter,
karena bisa merubah jumlah obat anti-kejang di dalam darah.

11
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan
epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh, melonggarkan
pakaiannya (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di bawah kepala penderita. Jika
penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya dimiringkan agar lebih mudah bernafas dan
tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar sadar dan bisa bergerak secara normal.
Jika ditemukan kelainan otak yang terbatas, biasanya dilakukan pembedahan untuk mengangkat
serat-serat saraf yang menghubungkan kedua sisi otak (korpus kalosum). Pembedahan dilakukan
jika obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek sampingnya tidak dapat ditoleransi .
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada
beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi seperti
GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian
kelompok inhibitorik GABAergik. Fenitoin bekerja menginhibisi hipereksitabilitas kanal natrium
berperan dalam memblok loncatan listrik. Beberapa studi membuktikan bahwa obat antiepilepsi
selain mempunyai efek samping, juga bisa berinteraksi dengan obat-obat lain yang berefek
terhadap gangguan kognitif ringan dan sedang. Melihat banyaknya efek samping dari obat
antiepilepsi maka memilih obat secara tepat yang efektif sangat perlu mengingat bahwa epilepsi
itu sendiri berefek pada kerusakan atau cedera terhadap jaringan otak.
Glutamat salah satunya yang berpotensi terhadap kerusakan neuron sebagai aktivator
terhadapreseptor NMDA dan reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionic
acid (AMPA). Ikatan glutamate dengan reseptor NMDA dan AMPA akan memperboleh-kan ion
kalsium masuk kedalam sel yang bisa menstimulasi kematian dari sel.

I. Asuhan Keperawatan Epilepsi

1.      Pengkajian
a.  Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan penanggung
jawabnya.
Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur

b.  Keluhan utama

12
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanan kesehatan
karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih.
Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak
mencatat. Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti
mendadak bila diajak bicara.

c.   Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.

d.  Riwayat penyakit dahulu:


1) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3) Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
4) Tumor Otak
5) Kelainan pembuluh darah
6) demam,
7) stroke
8) gangguan tidur
9) penggunaan obat
10) hiperventilasi
11) stress emosional

e.  Riwayat penyakit keluarga


Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang
tidak semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan
oleh faktor keturunan.

f.    Riwayat psikososial
1) Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita.
2) Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).

13
g.  Pemeriksaan fisik (ROS)
1)    B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2)    B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3)    B3 (brain): penurunan kesadaran
4)    B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5)    B5 (bowel): nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6)    B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh,
mengeluh meriang

2.      Diagnosa

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi


mucus
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, peningkatan
sekresi mucus
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan aktivitas kejang
4. Risiko Cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya informasi

14
3.      Intervensi
No Diagnosa Intervensi Edukasi
1 Bersihan Jalan  Monitor pola napas (frekwensi,  Jelaskan tujuan dan
Nafas Tidak kedalaman, usaha napas) prosedur batuk efektif
 Monitor tanda dan gejala  Anjurkan tarik nafas dalam
Efektif
infeksi saluran napas
melalui hidung selama 4
 Monitor input dan output
detik, ditahan selama 2
cairan
 Monitor bunyi napas tambahan detik, kemudian keluarkan
(mis. Gurgling, mengi, dari mulut dengan bibir
wheezing, ronchi kering) mencucu (dibulatkan)
 Posisikan semi-fowler atau selama 8 detik
fowler
 monitor adanya retensi sputum
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi dada, jika
perlu
 Identifkasi kemampuan batuk
 Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik jika perlu
 Kolaborasi Berikan oksigen
bronskodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2 Pola Nafas  Monitor frekwensi, irama,  Jelaskan tujuan dan
Tidak Efektif kedalaman, dan upaya napas prosedur pemantauan
 Monitor bunyi napas tambahan  Informasikan hasil
(mis. Gurgling, mengi,
pemantauan, jika perlu
wheezing, ronchi kering)
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Monitor sputum
 Monitor pola napas  Anjurkan tarik nafas dalam
( bradipnea, takipnea, melalui hidung selama 4
hiperventilasi, kussmoul, detik, ditahan selama 2
cheine stokes, biot, ataksik) detik, kemudian keluarkan
 Posisikan semi-fowler atau dari mulut dengan bibir
fowler
mencucu (dibulatkan)
 Monitor adanya produk
sputum selama 8 detik
 Monitor adanya sumbatan
jalan napas
 Monitor kesimetrisan ekspansi
paru

15
 Monitor auskultasi bunyi napas
No Diagnosa Intervensi Edukasi
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray
 Berikan oksigen jika perlu
 Kolaborasi pemberian
bronskodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

3 Perubahan  Pantau K/u dan Tanda tanda  Anjurkan keluarga untuk


perfusi Vital segera melapor jika ada
 Periksa mulut, hidung, dan tanda- tanda aktivitas
jaringan
sekret trakea kejang/ jika Kejang terjadi
cerebral  Pertahankan jalan napas yang
berhubungan paten
dengan  Atur peralatan oksigenasi
aktivitas  Monitor aliran oksigen
kejang  Pertahankan posisi pasien
 Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Catat respon pasien terhadap
stimulasi
 Monitor tekanan intrakranial
pasien dan respon neurologi
terhadap aktifitas
 Monitor intake dan output cairan
 Posisikan pasien pada posisi semi
fowler

4 Risiko Cedera  Orientasikan ruangan pada  Anjurkan memanggil


berhubungan pasien dan keluarga perawat jika membutuhkan
 Pastikan roda tempat tidur bantuan untuk berpindah
dengan
dalam keadaan terkunci  Anjurkan menggunakan alas
aktivitas  Pasang handrail tempat tidur kaki yang tidak licin
kejang yang  Atur tempat tidur pada posisi  Anjurkan berkonsentrasi
tidak rendah untuk menjaga
terkontrol  Tempatkan pasien beresiko keseimbangan tubuh
tinggi jatuh dekat dengan ruang  Anjurkan melebarkan jarak
perawat kedua kaki untuk
 Memindahkan barang-barang meningkatkan keseimbangan

16
yang dapat membahayakan saat berdiri
 Dekatkan bel pemanggil dalam  Ajarkan cara menggunakan
jangkauan pasien bel
 Identifikasi Faktor risiko jatuh
 Identifikasi risiko jatuh sekali
setiap shift
 Identifikasi faktor lingkungan
yang meningkatkan risiko jatuh
(mis. Lantai licin, penerangan
kurang)
 Hitung skala jatuh

4. Kurang  Berikan penilaian tentang  -


tingkat pengetahuan pasien
pengetahuan
tentang proses penyakit yang
mengenai spesifik
 Jelaskan patofisiologi dari
kondisi dan
penyakit dan bagaimana hal ini
aturan berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang
pengobatan
tepat.
berhubungan   Gambarkan tanda dan gejala
yang biasa muncul pada
dengan kurang
penyakit, dengan cara yang
informasi tepat
 Gambarkan proses penyakit,
dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang kosong
 Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
 Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat

17
BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan

Epilepsi menurut JH Jackson (1951) didefinisikan sebagai suatu gejala akibat cetusan
pada jaringan saraf yang berlebihan dan tidak beraturan. Cetusan tersebut dapat melibatkan
sebagian kecil otak (serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua hemisfer otak
(serangan umum). Epilepsi merupakan gejala klinis yang kompleks yang disebabkan berbagai
proses patologis di otak. Epilepsi ditandai dengan cetusan neuron yang berlebihan dan dapat
dideteksi dari gejala klinis, rekaman elektroensefalografi (EEG), atau keduanya. Epilepsi adalah
suatu kelainan di otak yang ditandai adanya bangkitan epileptik yang berulang (lebih dari satu
episode).International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy(IBE) pada tahun 2005 merumuskan kembali definisi epilepsi yaitu suatu kelainan otak
yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan bangkitan epileptik,
perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang
diakibatkannya.
Berdasarkan penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu epilepsi primer
atau epilepsi idiopatik yang hingga kini tidak ditemukan penyebabnya dan epilepsi sekunder atau
simtomatik yaitu yang penyebabnya diketahui. Penyebab spesifik dari epilepsi adalah kelainan
yang terjadi selama perkembangan janin/kehamilan ibu, seperti ibu menelan obat-obat tertentu
yang dapat merusak otak janin, menglami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera.
Kelainan yang terjadi pada saat kelahiran, seperti kurang oksigen yang mengalir ke otak
(hipoksia), kerusakan karena tindakan. Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada
otak. Tumor otak merupakan penyebab epilepsy yang tidak umum terutama pada anak-anak.
Penyumbatan pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak. Radang atau infeksi pada
otak dan selaput otak. Penyakit seperti fenilketonuria (FKU), sclerosis tuberose dan
neurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulang.
Epilepsi dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi bangkitan epilepsi dan klasifikasi
sindroma epilepsi. Klasifikasi sindroma epilepsi berdasarkan faktor-faktor tipe bangkitan (umum
atau terlokalisasi), etiologi (simtomatik atau idiopatik), usia dan situasi yang berhubungan

18
dengan bangkitan. Sedangkan klasifikasi epilepsi menurut bangkitan epilepsi berdasarkan
gambaran klinis dan elektroensefalogram.
Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah
epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun
dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan aktivitas normal
mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat kejadian
tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal
dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan
korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya
mutasiion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara
normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
Secara etiopatologik, bangkitan epilepsi bisa diakibatkan oleh cedera kepala, stroke,
tumor otak, infeksi otak, keracunan, atau juga pertumbuhan jarigan saraf yang tidak
normal (neurodevelopmental problems), pengaruh genetik yang mengakibatkan mutasi. Mutasi
genetik maupun kerusakan sel secara fisik pada cedera maupun stroke ataupun tumor akan
mengakibatkan perubahan dalam mekanisme regulasi fungsi dan struktur neuron yang mengarah
pada gangguan pertumbuhan ataupun plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) inilah yang bisa
menimbulkan bangkitan listrik di otak.
Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka mendasar pada
beberapa faktor antara lain blok kanal natrium, kalsium, penggunaan potensi efek inhibisi seperti
GABA dan menginhibisi transmisi eksitatorik glutamat. Sekarang ini dikenal dengan pemberian
kelompok inhibitorik GABAergik. Beberapa obat antie- pilepsi. Penggunaan levetirasetam
sebagai obat antikonvulsan mendasar pada ikatan dengan protein SV2A di vsikel. Efektivitas
levetirasetam sebagai anti konvulsan dapat digunakan pada penderita-penyakit susunan saraf
lainnya yang tidak berefek pada gangguan kognitif.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Epilepsi. http://medicafarma.blogspot.com/. diakses 17 April 2011


Baiquni, mulki.2010. Patofisiologi Epilepsi.http://www.scribd.com/doc/37947482/patofisiologi-
epilepsi. diakses 17 April 2011
Oktaviana, Fitri. 2008. Epilepsi. Medicinus Scientific Journal of Pharmaceutical Development
and Medical application Vol. 2,No.4 Edisi  November - Desember 2008.
Sudir Purba, Jan. 2008. Epilepsi: Permasalahan di Reseptoratau Neurotransmitter. Medicinus
Scientific Journal of Pharmaceutical Development and Medical application Vol. 2,
No.4 Edisi  November - Desember 2008.

Anda mungkin juga menyukai