Anda di halaman 1dari 24

1

MAKALAH

RASI BINTANG PARI

I HAND
UR A
W

YA
T
TU

NI

OLEH :

NAMA : WENY DAYANG TUNGGU, M.Pd.Si


NIP : 19900515 201101 2 004

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN


DINAS PENDIDIKAN
SMK NEGERI 4 LUBUKLINGGAU
2020

1
2
3

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Albert Einstein tidak menciptakan sendiri transformasi koordinat yang

dibutuhkan untuk relativitas khusus. Dia tidak harus melakukannya, karena

transformasi yang dibutukan telah ada sebelumnya. Einstein menjadi seorang

yang ahli dalam pekerjaannya yang terdahulu dan menyesuaikan diri pada situasi

yang baru, dan juga dengan transformasi Lorentz seperti yang telah Planck

gunakan pada 1900 untuk menyelesaikan permasalahan bencana ultraviolet pada

radiasi benda hitam, Einstein merancang solusi untuk efek fotolistrik, dan dengan

demikian dia telah mengembangkan teori foton untuk cahaya.

Transformasi Lorentz tersebut menggunakan sistem koordinat empat dimensi,

yaitu tiga koordinat ruang (x, y, dan z) dan satu koordinat waktu (t). Koordinat

baru ditandai dengan tanda apostrof diucapkan “abstain,” seperti x’ dibaca “x-

abstain.”

Teori relativitas khusus Einstein sebenarnya ada empat: yaitu yang mencakup:

Pemendekan Panjang (Length Contraction), Pemelaran Waktu/Dilatasi Waktu

(Time Dilation), Penambahan Massa (Mass Increase), dan juga hubungan antara

energi dan massa yang terkenal dengan rumusnya. Namun yang paling

mempesonakan saya adalah masalah Dilatasi Waktu/ Pemelaran Waktu (Time

Dilation) saja, yang akan saya tulis dalam postingan ini.


4

Karena saya bukan ahli Fisika, saya mengharapkan jikalau ada kesalahan

dalam tulisan saya ini atau kalau ada yang perlu ditambahkan, terutama mereka

yang ahli fisika, tentu saya sangat berterimakasih atas kontribusinya. Hasil tulisan

saya ini adalah penyederhanaan dari beberapa buku yang saya baca tentang

Dilatasi Waktu/Time Dilation.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Mengenai kontraksi panjang Lorentz

2. Mengenai dilatasi waktu / time dilation

3. Mengenai teori kuantum

C. Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui kontraksi panjang Lorentz

2. Untuk mengetahui tentang dilatasi waktu

3. Untuk mengetahui teori kunatum


5

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kontraksi Panjang Lorentz

Telah diketahui bahwa karena dilatasi waktu dua pengamat yang saling

bergerak dengan kelajuan konstan relatif satu terhadap lainnya akan mengukur

selang waktu berbeda diantara dua kejadian. Selang waktu adalah jarak dibagi

kelajuan. Karena kelajuan relatif pangamat satu terhadap pengamat lainnya adalah

sama menurut kedua pengamat itu, maka supaya selang waktu berbeda jarak

menurut kedua pengamat harus berbeda. ternyata panjang benda atau jarak antara

duat titik yang diukur oleh pengamat yang bergeak relatif terhadap benda selalu

lebih pendek daripada panjang yang diukur oleh pengamat yang diam terhadap

benda. Pemendekan ini dikenal dengan sebutan kontraksi panjang.

Salah satu konsekuensi dari adanya dilasi waktu adalah kontraksi panjang

objek yang diamati, objek itu terlihat lebih besar atau terlihat lebih kecil. Kita

dapat mengetahui jenis kontraksi apa yang terjadi pada pengamatan objek

berdasarkan arah gerak objek tersebut terhadap pengamat.

Pada dasarnya hal ini terjadi pada semua benda yang bergerak terhadap suatu

pengamat, namun perubahannya lebih terlihat jika benda tersebut bergerak

mendekati kecepatan cahaya. Untuk peristiwa ini, mungkin salah satu yang bisa

kita amati saat ini adalah kereta api. Anggap kita adalah sebagai pengamat yang

berada di samping rel kereta api. Kita tahu panjang satu deret kereta itu sepanjang

apa, tetapi ketika mengamati kereta itu berjalan, tampak seolah-olah kereta

3
6

tersebut lebih pendek dari kenyataannya. Dalam hal ini, kita sebut ukuran kereta

api itu berkontraksi.

Pengukuran panjang seperti halnya pengukuran selang waktu juga

dipengaruhi oleh gerak relative. Panjang L benda yang bergerak terhadap

pengamat kelihatannya lebih pendek dari panjang Lo bila diukur dalam keadaan

diam terhadap pengamat. Gejala ini dikenal sebagi pengerutan Lorentz. Panjang

Lo suatu benda dalam kerangka diamnya disebut sebagai panjang proper.

Perhatikan sebatang tongkat berada dalam keadaan diam di S’ dengan satu

ujung di x2’ dan ujung lain di x1’. Panjang tongkat dalam kerangka ini ialah

panjang propernya Lo= x2’- x1’. Panjang tongkat dalam kerangka S didefinisikan

sebagai L= x2- x1, dengan x2 merupakan posisi satu ujung pada suatu waktu t2

dan x1 dalam t1= t2 sebagaimana yang diukur di kerangka S.

Pengukuran panjang dipengaruhi oleh relativitas. Kita akan mengamati sebuah

tongkat yang terletak pada sumbu x_ dalam kerangka acuan S_ yang bergerak

dengan kecepatan v terhadap kerangka acuan S. Kedudukan tongkat terhadap S_

adalah x_1 dan x_2. Panjang batang terhadap kerangka acuan S adalah L = x2 –

x1 sedangkan panjang batang terhadap kerangka acuan S_ adalah L0 = x_2 – x_1.

Rumus :

L = Panjang benda diukur oleh pengamat yang bergerak terhadap benda

Lo = Panjang benda diukur oleh pengamat yang diam terhadap benda

V = kecepatan relatif terhadap karengka acuan


7

Contoh Soal Kontraksi Panjang

Seorang astronot yang tingginya 2 m, berbaring sejajar dengan sumbu

pesawat angkasa yang bergerak dengan kelajuan 0,6 c relatif terhadap bumi.

Berapakah tinggi astronot jika diukur oleh pengamat di bumi?

Jawab:

L0 = 2 m

v = 0,6 c

Jika pesawat bergerak terhadap bumi. Kita dapat menetapkan bumi sebagai

kerangka acuan diam.


8

B. Dilatasi Waktu

Menurut Einstein, selang waktu yang diukur oleh pengamat yang diam tidak

sama dengan selang waktu yang diukur oleh pengamat yang bergerak terhadap

suatu kejadian. Ternyata waktu yang diukur oleh sebuah jam yang bergerak

terhadap kejadian lebih besar dibandingkan terhadap jam yang diam terhadap

kejadian. Peristiwa ini disebut dilatasi waktu (time dilation).

Bila dua peristiwa, misalnya letusan dua petasan, terjadi disatu terjadi pada

saat yang berbeda diamati oleh dua orang pengamat, yang satu diam sedang yang

kedua bergerak dengan kecepatan U, maka selisih waktu letusan dua petasan

tersebut akan dicatat oleh pengamat kedua sebesar ∆t yang nilainya lebih besar

dari yang diamati oleh yang diam, dan memenuhi rumus yang uraianya cukup

rumit, yaitu ;

∆t = selisih waktu yang diamati oleh pengamat ke I {diam}

∆t’ = selisih waktu yang diamati oleh pengamat ke II

U = kecepatan pengamat ke II

C = kecepatan cahaya.

Dari rumus di atas, bila U makin cepat, maka akan diperoleh ∆t’ akan makin

naik. Inilah gejala yang disebut dengan istilah dilatasi waktu (perpanjangan

waktu).

Sebagai contoh praktis, apabila kita meledakkan dua bom atom pada tempat

yang sama jam 06.00 pagi dan yang kedua jam 18.00 ( selisih 12 jam ). Apabila
9

kita mengendarai kendaraan secepat cahaya, maka waktu 12 jam tersebut akan

dirasakan dalam waktu :

Dalam jarak waktu yang lainpun akan dirasakan demikian, yaitu dalam waktu

tidak terhingga. Jadi kalau kita mampu membuat kendaraan dengan kecepatan

cahaya, maka menurut rumus di atas, kita dapat merasakan hidup hamper kekal

dan hampir mutlak, dimana konsep waktu menjadi tidak berlaku. Inikalau kita

tinjau menurut ukuran waktu dunia.

Oleh karena itu sebaliknya bila kita mati dan menjadi ruh berkecepatan

melampaui kecepatan cahaya itu, jika menuruti hitungan manusia bumi telah

tercatat beribu ribu abad tahun, tetapi pada saat kita di bangkitkan (hari akhirat)

akan mengatakan “baru satu atau setengah hari”, sebagaimana ditegaskan dalam

alQuran. Pengertian ini harus dilihat dari alam akhirat nanti.

Dengan rumus di atas akan dengan mudah dicerna adanya alam lain disamping

dunia ini yaitu alam surga dan neraka yang kekal, karena pada saat tersebut kita

berada pada posisi yang serba mutlak, tidak pernah tua dan selalu muda,

bersandingan dengan bidadari yang selalu muda juga, karena kita telah berada

dalam posisi dengan kecepatan ruh atau malaikat, yaitu minimum memiliki

kecepatan sebesar kecepatan cahaya.


10

Contoh praktis untuk menggambarkan gejala dilatasi waktu ini adalah sebagai

berikut:

1) Apabila kita mengadakan perjalan dengan kendaraan yang berkecepatan

sebesar kecepatan cahaya, maka setelah kita kembali ke bumi menurut catatan

kita baru satu menit perjalan, teman teman kita yang yang sebaya di bumi

barangkali sudah menjadi kakek kakek atau bahkan sudah mati karena tua

bangka. Ini kedengarannya aneh tetapi gejala ini pernah dibuktikan oleh D.H.

Frish dan J.H. Smith ketika melakukan pengukuran jimlah muon dari sinar

cosmos yang terdapat di dua tempat, yang satu dekat permukaan air laut

sedangkan yang lain lagi pada ketinggian 1,9 km. dari pengamatan tersebut

dapat dibuktikan gejala dilatasi waktu tersebut.

2) Contoh kedua adalah apabilakita mampu memiliki umur di dunia ini

mencapai seratus tahun, maka semua amalan kita tersebut dicatat oleh

malaikat dalam waktu 17,28 detik. Kata malaikat, itu rusan enteng, tidak

perlu capek capek. Dengan adanya gejala dilatasi waktu maka “kerja

malaikat” yang kedengarannya aneh itu, tidak sulit diterima bukan!!!?

C. Aplikasi Dilatasi Waktu Dalam Kehidpan Sehari-Hari

Muon adalah partikel yang hanya hidup selama 2μ detik atau 2 x 10 -6 detik.

Muon terbentuk saat sinar kosmik terbentur atmosfir atas bumi dan memiliki

kelajuan sekitar 2,994 × 108 m/s atau 0,998c serta mencapai permukaan laut

dalam jumlah besar. Karena Muon hidup hanya selama 2μ detik atau 2 x 10 -6
11

detik, jika dihitung muon harusnya mereka hanya mampu berjalan dengan

menempu jarak:

vt0 = (2,994 × 108 m/s)(2 × 10-6 s) = 600 m

Jadi dalam waktu 2 μdetik atau 2 x 10 -6 detik muon hanya mampu bergerak

sejauh 600 m, akan tetapi kenyataanya, banyak Muon ditemukan di permukaan

bumi padahal terbetuknya muon di atas atmosfer bumi yang jaraknya lebih dari

6.000 m dari permukaan laut. Kenapa bisa begitu?

Ini merupakan contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari tentang konsep

dilatasi waktu. Ingat pada materi sebelumnya yang menjelaskan konsep dilatasi

waktu atau pemekaran waktu, dimana waktu itu bersifat relatif terhadap

pengamat. Untuk memecahkan paradoks muon, kita akan memperhatikan umur

muon 2 μs diperoleh oleh pengamat dalam keadaan diam terhadap muon. Karena

muon bergerak ke arah kita dengan kelajuan tinggi 0,998c, umurnya memanjang

terhadap kerangka acuan kita dengan pemekaran waktu menjadi:


12

Jadi, muon yang bergerak memiliki umur 16 kali lebih panjang daripada

dalam keadaan diam. Dalam selang waktu 31,6 s, sebuah muon yang memiliki

kelajuan 0,998c dapat menempuh jarak:

vt0 = (2,994 x 108 m/s)(31,6 10-6 s) = 9.500 m

Meskipun umur muon hanya 2 μs terhadap kerangka acuan pengamat yang

diam, namun muon dapat mencapai tanah dari ketinggian 9.500 m karena dalam

kerangka acuan muon yang bergerak, umur muon adalah 31,6 μs.

D. Teori Kuantum

Teori kuantum dari Max Planck mencoba menerangkan radiasi karakteristik

yang dipancarkan oleh benda mampat. Radiasi inilah yang menunjukan sifat

partikel dari gelombang. Radiasi yang dipancarkan setiap benda terjadi secara

tidak kontinyu (discontinue) dipancarkan dalam satuan kecil yang disebut kuanta

(energi kuantum).

1. Radiasi Benda Hitam

Radiasi panas adalah radiasi yang dipancarkan oleh sebuah benda sebagai

akibat suhunya. Setiap benda memancarkan radiasi panas, tetapi pada umumnya,

Anda dapat melihat sebuah benda, karena benda itu memantulkan cahaya yang
13

datang padanya, bukan karena benda itu memancarkan radiasi panas. Benda baru

terlihat karena meradiasikan panas jika suhunya melebihi 1.000 K. Pada suhu ini

benda mulai berpijar merah seperti kumparan pemanas sebuah kompor listrik.

Pada suhu di atas 2.000 K benda berpijar kuning atau keputih-putihan, seperti

pijar putih dari filamen lampu pijar. Begitu suhu benda terus ditingkatkan,

intensitas relatif dari spektrum cahaya yang dipancarkannya berubah. Hal ini

menyebabkan pergeseran warna-warna spektrum yang diamati, yang dapat

digunakan untuk menentukan suhu suatu benda.

Secara umum bentuk terperinci dari spektrum radiasi panas yang dipancarkan

oleh suatu benda panas bergantung pada komposisi benda itu. Walaupun

demikian, hasil eksperimen menunjukkan bahwa ada satu kelas benda panas yang

memancarkan spektra panas dengan karakter universal. Benda ini adalah benda

hitam atau black body. Benda hitam didefinisikan sebagai sebuah benda yang

menyerap semua radiasi yang datang padanya. Dengan kata lain, tidak ada radiasi

yang dipantulkan keluar dari benda hitam. Jadi, benda hitam mempunyai harga

absorptansi dan emisivitas yang besarnya sama dengan satu. Seperti yang telah

Anda ketahui, bahwa emisivitas (daya pancar) merupakan karakteristik suatu

materi, yang menunjukkan perbandingan daya yang dipancarkan per satuan luas

oleh suatu permukaan terhadap daya yang dipancarkan benda hitam pada

temperatur yang sama. Sementara itu, absorptansi (daya serap) merupakan

perbandingan fluks pancaran atau fluks cahaya yang diserap oleh suatu benda

terhadap fluks yang tiba pada benda itu.


14

Radiasi benda hitam adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh

sebuah benda hitam. Radiasi ini menjangkau seluruh daerah panjang gelombang.

Distribusi energi pada daerah panjang gelombang ini memiliki ciri khusus, yaitu

suatu nilai maksimum pada panjang gelombang tertentu. Letak nilai maksimum

tergantung pada temperatur, yang akan bergeser ke arah panjang gelombang

pendek seiring dengan meningkatnya temperatur.

Hukum Stefan-Boltzmann

Pada tahun 1879 seorang ahli fisika dari Austria, Josef Stefan melakukan

eksperimen untuk mengetahui karakter universal dari radiasi benda hitam. Ia

menemukan bahwa daya total per satuan luas yang dipancarkan pada semua

frekuensi oleh suatu benda hitam panas (intensitas total) adalah sebanding dengan

pangkat empat dari suhu mutlaknya. Sehingga dapat dirumuskan:


I = e σ T4

dengan I menyatakan intensitas radiasi pada permukaan benda hitam pada

semua frekuensi, T adalah suhu mutlak benda, dan σ adalah tetapan Stefan-

Boltzman, yang bernilai 5,67 × 10-8 Wm-2 K-4. Gambar berikut memperlihatkan

spektrum cahaya yang dipancarkan benda hitam sempurna pada beberapa suhu

yang berbeda. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa antara antara panjang

gelombang yang diradiasikan dengan suhu benda memiliki hubungan yang sangat

rumit.
15

Untuk kasus benda panas yang bukan benda hitam, akan memenuhi hukum

yang sama, hanya diberi tambahan koefisien emisivitas yang lebih kecil dari pada

1 sehingga:

I total = e.σ.T 4

Intensitas merupakan daya per satuan luas, maka persamaan diatas dapat

ditulis sebagai:

dengan:

P = daya radiasi (W)

Q = energi kalor (J)

A = luas permukaan benda (m2)

e = koefisien emisivitas

T = suhu mutlak (K)


16

Beberapa tahun kemudian, berdasarkan teori gelombang elektromagnetik

cahaya, Ludwig Boltzmann (1844 – 1906) secara teoritis menurunkan hukum

yang diungkapkan oleh Joseph Stefan (1853 – 1893) dari gabungan

termodinamika dan persamaan-persamaan Maxwell. Oleh karena itu, persamaan

diatas dikenal juga sebagai Hukum Stefan-Boltzmann, yang berbunyi:

“Jumlah energi yang dipancarkan per satuan permukaan sebuah benda hitam

dalam satuan waktu akan berbanding lurus dengan pangkat empat temperatur

termodinamikanya”.

2. Teori Max Planck

Kegagalan teori Rayleigh-Jeans mendorong seorang fisikawan jerman Max

Planck (1858-1947) untuk mencoba melakukan pendekatan lain. Planck

menyadari pentingnya untuk memasukkan konsep energi maksimum dalam

perhitungan teoritis radiasi benda hitam. Menurut Planck, energi yang diserap atau

yang dipancarkan oleh getaran-getaran yang timbul di dalam rongga benda hitam

merupakan paket-paket atau kuanta. Besarnya energi setiap paket merupakan

kelipatan bilangan asli dari hf dengan h adalah tetapan Planck yang besarnya 6,63

x 10¬¬¬-34 Js dan f adalah frekuensi paket energi. Secara matematis, perumusan

Planck dapat dituliskan menjadi

E = nhf

dengan n adalah kelipatan bilangan asli.

Planck membuat aturan bahwa energi setiap modus getar tidak boleh lebih

dari energi rata-rata yang dimiliki radiasi (kT). Akan tetapi, karena energi yang
17

mungkin dimilki oleh modus getar nhf, berarti semakin tinggi frekuensi, semakin

kecil kemungkinan untuk tidak melebihi kT.

Hubungan kuantum Planck menunjukkan bahwa ekuipartisi energi dan setiap

jenis getaran memiliki energi total yang berbeda-beda. Menurut Planck, teori

klasik gagal menjelaskan radiasi benda hitam pada panjang gelombang pendek

karena pada daerah itu kuanta energinya sangat besar sehingga hanya sedikit jenis

getaran yang tereksitasi. Berkurangnya jenis getaran yang tereksitasi

mengakibatkan getaran tertekan dan radiasi akan menurun menuju nol pada

frekuensi yang tinggi. Oleh karena itu rumus Planck dapat terhindar dari

catastropi ultraviolet.

Persamaan yang menujukkan besarnya energi per satuan luas yang

dipancarkan oleh suatu benda hitam yang terdistribusi diantara berbagai

panjangnya telah diturunkan oleh Max Planck pada 1900 dengan menggunakan

teori kuantum, yaitu sebagai berikut,

E=(2πc^2 h)/λ^2 [1/(e^(hc/λkT)-1)]

Pada persamaan tersebut, c adalah kecepatan rambat cahaya, λ adalah panjang

gelombang cahaya dan T adalah suhu mutlak permukaan benda hitam. Konstanta

k dan h dihitung berdasarkan data eksperimen, yakni kl Pada persamaan tersebut,

c adalah kecepatan rambat cahaya,

k = 1,38 x 10-23 JK-1¬ (disebut konstanta Boltzmann)

h = 6,63 x 10-34 Js (disebut konstanta Planck)


18

maks T = 2,898 x 10-3¬¬ mK.lmaks) dan suhu mutlak (T) suatu benda hitam

telah diturunkan oleh Wien yang disebut sebagai hukum pergeseran wien, yakni

Hubungan antara panjang gelombang energi maksimum.

Menurut Planck, atom-atom pada dinding rongga benda hitam memiliki sifat

seperti osilator harmonik. Energi yang dimiliki oleh osilator-osilator harmonik

tersebut hanya pada nilai-nilai f tertentu. Nilai-nilai tersebut merupakan kelipatan

bilangan asli dari hf, yakni hf, 2hf, 3hf, dan seterusnya. Osilator harmonik tersebut

tidak boleh memiliki energi selain harga-harga tersebut. Oleh Planck energi

osilator itu dikatakan terkuantisasi.

E. Efek fotolistrik

Efek fotolistrik merupakan peristiwa terlepasnya elektron dari permukaan

sebuah logam ketika dikenai atau menyerap radiasi gelombang elektromagnetik

yang memiliki frekuensi di atas ambang batas permukaan logam. Elektron yang

terpancar tersebut dinamakan foto elektron atau elektron foton.

Susunan alat untuk percobaan efek fotolistrik

Gambar 1. Skema percobaan efek fotolistrik


19

Percobaan efek fotolistrik terdiri dari dua buah lempengan logam yaitu anoda

dan katoda yang dimasukkan ke dalam tabung kaca, galvanometer untuk

mengukur arus listrik, dan potensiometer. Jika elektron mengenai permukaan

katoda, maka elektron tersebut akan dipancarkan anoda sehingga timbul arus pada

rangkaian. Dengan percobaan efek fotolistrik, kita dapat mengukur laju dan energi

kinetik elektron yang terpancar yang bergantung pada intensitas dan frekuensi

gelombang cahaya yang datang. Tidak semua radiasi cahaya dapat menimbulkan

efek fotolistrik.

Hukum pancaran fotolistrik

1. Untuk logam dan radiasi tertentu, jumlah fotoelektron yang dipancarkan

sebanding dengan intensitas cahaya yang digunakan.

2. Untuk logam tertentu, terdapat frekuensi minimum radiasi, artinya di bawah

frekuensi ini fotoelektron tidak bisa terpancar, karena energinya lebih kecil

dibandingkan dengan energi ikat elektron.

3. Di atas frekuensi ambang, energi kinetik yang dipancarkan fotoelektron tidak

bergantung pada intensitas cahaya, namun bergantung pada frekuensi cahaya.

4. Perbedaan waktu dari radiasi dan pemancaran foto elektron sangat kecil,

kurang dari 10 9 detik.


20

▬ Deskripsi Matematika untuk efek fotolistrik ▬

Efek fotolistrik dijelaskan secara matematis oleh Albert Einstein yang

mengacu pada hipotesis Max Planck. Jika elektron mendapat energi foton lebih

besar dari energi ambangnya, maka kelebihan energi ini digunakan untuk

menambah energi kinetiknya. Energi kinetik maksimum dari elektron yang

terpancar ditulis sebagai berikut.

Keterangan:

Ekmaks = selisih energi foton dan energi ambangnya;

h = konstanta Planck yang nilainya 6,63 x 10-34 J.s;

f = frekuansi (Hz); dan

W0 = fungsi kerja yang merupakan energi ambang atau energi ikat

atom;

W0 = hf0; dan

f0 = frekuensi ambang.

▬ Potensial Penghenti ▬

Percobaan efek foto listrik juga merumuskan hubungan antara tegangan dan

arus listrik yang dihasilkan. Dari percobaan tersebut diperoleh bahwa saat

tegangan nol, arus tetap mengalir pada rangkaian. Jika keping katoda diberi

tegangan minus dan anoda diberi tegangan positif maka arus yang mengalir

bertambah besar. Jika tegangan anoda dan katoda dibalik, ternyata arus yang

mengalir akan semakin kecil sampai mendekati tegangan tertentu yang tidak ada
21

arus. Potensial ini disebut sebagai potensial penghenti atau disimbolkan sebagai

vs.

Grafik antara arus listrik yang dihasilkan sebagai fungsi tegangan

digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Grafik hubungan arus dan tegangan

Besarnya potensial penghenti ini tidak bergantung pada intensitasnya, tetapi

bergantung pada energi kinetik maksimumnya. Berikut ini persamaannya.

Jika muatan elektron adalah e dan potensial penghentinya adalah V0, maka

Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecepatan elektron tidak

bergantung pada intensitas, akan tetapi bergantung pada tegangan penghentinya.


22

Contoh soal

Pada suatu percobaan efek fotolistrik, diketahui fungsi kerja logam yang

digunakan adalah 3 eV. Cahaya yang digunakan sebagai penyinar logam memiliki

panjang gelombang λ dan frekuensi f. Tentukan energi cahaya minimal yang

dibutuhkan agar elektron bisa terpancar!

Pembahasan

Diketahui:

c = 3 x 108 m/s

h = 6,6 x 10-34 Js

1 eV = 1,6 x 10-19 J

Ditanyakan: W0 ?

Jawab:

W0 = 3 eV = 3 x 1,6 x 10-19 Joule = 4,8 x 10-19 Joule

Jadi, energi minimum yang dibutuhkan untuk elektron berhenti adalah 4,8 x

10-19 J.
23

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari materi-materi yang telah dibahas dalam makalah ini dapat kita simpulkan

bahwa pengukuran panjang seperti halnya pengukuran selang waktu juga

dipengaruhi oleh gerak relative. Panjang L benda yang bergerak terhadap

pengamat kelihatannya lebih pendek dari panjang Lo bila diukur dalam keadaan

diam terhadap pengamat. Gejala ini dikenal sebagi pengerutan Lorentz. Panjang

Lo suatu benda dalam kerangka diamnya disebut sebagai panjang proper.

Menurut Einstein, selang waktu yang diukur oleh pengamat yang diam tidak

sama dengan selang waktu yang diukur oleh pengamat yang bergerak terhadap

suatu kejadian. Ternyata waktu yang diukur oleh sebuah jam yang bergerak

terhadap kejadian lebih besar dibandingkan terhadap jam yang diam terhadap

kejadian. Peristiwa ini disebut dilatasi waktu (time dilation).

B. Saran

Kepada para pembaca kami ucapakan selamat belajar dan manfaatkanlah

makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih

perlu ditingkatkan mutunya, oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami

harapkan.

21
24

DAFTAR PUSTAKA

Kanginan, Marthen dkk. 2006. Fisika Untuk SMA/MA Kelas XII, Jakarta:
Erlangga

Sukaryadi, Siswanto. 2009. Fisika Untuk SMA/MA Kelas XII, Jakarta:


Departemen Pendidikan Nasional

http://www.rumus-fisika.com/2015/06/efek-fotolistrik.html

http://naqiibatinnadliriyah.tumblr.com/post/79434108795/sufisme-dan-fisika-
kuantum

Anda mungkin juga menyukai