Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi Hipertensi
Definisi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg. Tekanan darah tinggi menjadi bermasalah hanya bila tekanan darah tersebut
persisten karena membuat sistem sirkulasi dan organ yang mendapat suplai darah
(termasuk jantung dan otak) menjadi tegang. (Palmer & William, 2007)
Menurut American Society of Hypertension (ASH) hipertensi adalah suatu
sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari
kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan, sedangkan menurut WHO
menyatakan hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95
mmHg. (risk factors)
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi tingkat tekanan daran (mmHg) menurut WHO dapat dilihat pada table
2.2.
Tabel 2.1. Klasifikasi tingkat tekanan darah (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik


Optimal ˂120 ˂80
Normal ˂130 ˂85
Normal-tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Subkelompok : boderline 140-149 90-94
Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-170 100-109
Hipertensi derajat 3 (berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 ˂90
Subkelompok : boderline 140-149 ˂90
(Withworth, 2003)
Jika tekanan darah sistolik dan diastolic berbeda kategori, dipakai kategori yang
lebih tinggi.

Tabel 2.2. Klasifikasi hipertensi menurut JNC 8

Tekanan darah Tekanan darah


Klasifikasi
sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)

Normal <120 dan <80


Prehipertensi 120-129 atau 80-89
Tahap 1 hipertensi 140-159 atau 90-99
Tahap 2 hipertensi ≥160 atau ≥100

2.1.3 Etiologi Hipertensi


Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah
mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak
penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi
sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan
secara potensial.
1) Hipertensi esensial Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak
diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95%
kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,
hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi
Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko
seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer biasanya
timbul pada umur 30 – 50 tahun.
2) Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat
sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom
cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain – lain.

2.1.4 Terapi Hipertensi


1. Medikamentosa
Menurut Joint National Commission 8 (JNC) , rekomendasi target tekanan
darah yang harus di capai untuk golongan umur <60 tahun yaitu <140/90 dan
untuk golongan umur >60 tahun yaitu <150/90. Pada pasien hipertensi stage 2
diberikan terapi nonfarmakologis dan obat-obatan, dapat dipertimbangkan
penggunaan dua obat antihipertensi kelas yang berbeda. Pasien dengan
hipertensi stage 2 dengan tekanan darah ≥160/100 mmHg harus di terapi dengan
benar dan dimonitor dengan seksama. Tatalaksana hipertensi dapat dilihat
dalam bentuk algoritma dalam tabel dibawah ini.

1. Non Medikamentosa
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam
penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus
melakukan perubahan gaya hidup. Modifikasi gaya hidup yang penting yang
terlihat menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan untuk individu
yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan DASH (Dietary Approach to Stop
Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium, dan
aktifitas fisik. Dapat pula dengan mengurangi garam dan berat badan, program diet
yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat badan secara
perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan pemasukan
natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan
moral.
Usia ≥ 18 tahun dengan hipertensi terapkan modifikasi gaya hidup,
tetapkan tujuan tekanan darah, mulai obat tekanan darah
berdasarkan algoritma

Tidak ada diabetes atau CKD Diabetes atau dengan CKD

Usia ≥ Usia Semua umur Semua umur


60 ≤60 dengan CKD dengan
tahun tahun diabetes atau tanpa
Tujuan tekanan Tujuan tekanan Tujuan tekanan
darah < 150 darah < 140 darah < 140 Tujuan tekanan
mmHg/<90 mmHg/ <90 mmHg/<90 darah < 140
mmHg/<90

Kulit putih Kulit hitam

Semua
ras
Memulai dengan Memulai dengan Memulai dengan
thiazide jenis thiazide jenis ACEI atau ARB
diuretik atau ACEI diuretik atau CCB atau kombinasi
atau ARB atau CCB atau kombinasi dengan obat

Pilih strategi terapi obat


a. Maksimalkan obat pertama sebelum tambah obat kedua
b. Tambah obat kedua sebelum mencapai dosis maksimum obat pertama
c. Mulai dengan 2 kelas obat terpisah atau sebagai kombinasi tetap
tidak y
a
Pada tekanan darah
tujuan

Memperkuat obat dan memperbaiki gaya hidup. Titrasi obat untuk dosis maksimum
atau pertimbangkan untuk menambahkan obat lain (ACEI, ARB, CCB, Thiazide)

Pada tekanan darah ya


tujuan
tidak
Memperkuat obat dan memperbaiki gaya hidup. tambahkan kelas obat
yang belum dipilih (yaitu beta blocker, aldosterone antagonist, lainnya)

ya
Lanjutkan
Pada tekanan darah pengobatan dan
tujuan
tidak
ya
Memperkuat obat dan memperbaiki gaya hidup. Dosis obat Pada tekanan darah
hingga dosis maksimum, tambahkan obat lain dan / atau rujuk ke tujuan
spesialis hipertensi
Gambar Algoritma pengobatan hipertensi menurut guideline
JNC 8
2.1.5 Komplikasi

Hipertensi yang tidak terkontrol akan menimbulkan berbagai komplikasi, bila


mengenai jantung kemungkinan dapat terjadi infark miokard, jantung koroner, gagal
jantung kongestif, bila mengenai otak terjadi stroke, ensevalopati hipertensif, dan bila
mengenai ginjal terjadi gagal ginjal kronis, sedangkan bila mengenai mata akan terjadi
retinopati hipertensif. Dari berbagai komplikasi yang mungkin timbul merupakan
penyakit yang sangat serius dan berdampak terhadap psikologis penderita karena kualitas
hidupnya rendah terutama pada kasus stroke, gagal ginjal, dan gagal jantung.

2.2 Penggunaan Obat Rasional

Penggunaan obat rasional bila:


1) Pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya.
2) Untuk periode waktu yang adekuat.
3) Dengan harga yang paling murah untuknya dan masyarakat. (WHO, 2003)
Secara praktis penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria:
a. Tepat Indikasi
Tepat indikasi yaitu penggunaan obat sesuai dengan diagnosis yang
telah ditetapkan. Pada hipertensi pemberian obat jika tekanan darah
sistolik ˃140 mmHg dan tekanan darah diastolik ˃90 mmHg. Standar
yang digunakan adalah Guideline joint national committee 8.
b. Tepat Obat
Tepat obat yaitu setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan upaya terapi
dengan memberikan obat pilihan utama yang manfaat dan keamanan
obat telah terbukti, baik resiko efek sampingnya maupun adanya
kontra indikasi. Standar yang digunakan adalah Guideline joint
national committee 8.
c. Tepat Pasien
Tepat pasien yaitu dengan cara pemberian obat kepada pasien
Hipertensi harus sesuai dengan kondisi pasien dan bukan merupakan
kontraindikasi. Standar yang digunakan adalah Guideline joint
national committee 8.

d. Tepat Dosis
Tepat dosis yaitu dosis diberikan secara tepat frekuensi pemberian
obat, jalur pemberian obat sesuai dengan keadaan pasien. Pemberian
dosis yang berlebihan, akan sangat beresiko timbulnya efek samping.
Ketepatan dosis juga diartikan bahwa tepat dalam frekuensi
pemberian, dosis yang diberikan dan jalur pemberian obat kepada
pasien. Bila peresepan obat antihipertensi berada pada rentang dosis
minimal dan dosis perhari yang dianjurkan maka peresepan dikatakan
tepat dosis. Standar yang digunakan adalah Guideline joint national
committee 8.
2.3 Beta blocker
2.3.1 Sejarah
Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Pada tahun 1961, Brian Prichard
pertama kali mencatat aksi antihipertensinya (propranolol) dan telah ada banyak
perdebatan mengenai klaim tersebut. Tentu saja, β-bloker kemudian menjadi batu
penjuru dalam perawatan hipertensi. Sampai bulan juni 2006, rekomendasi-
rekomendasi dari The British Hypertension Society ditujukan pada pasien
hipertensi dengan usia muda atau pertengahan yaitu, terapi lini pertama antara lain
penghambat enzim pengubahan angiotensin (ACE) dan ß-blocker. Sedangkan
untuk pasien hipertensi dengan usia tua, pilihannya adalah antara diuretik dosis
rendah atau bloker kalsium.
Beta blocker kurang efektif dibandingkan dengan obat antihipertensi lain
yang sebanding dalam menurunkan kejadian kardiovaskular major, terutama pada
penyakit stroke. Beta bloker direkomendasikan sebagai agen anti hipertensi
pilihan pada pasien dengan hipertensi dan penyakit aorta torakalis.
Beta Blocker dapat dibagi atas dua golongan:
Kardioselektif : Atenolol, Betaxolol, Bisoprolol, Metoprolol
Nonselektif: Nadolol, Propranolol, Propranolol LA, Timolol, Sotalol
Efektivitas antihipertensi berbagai β-bloker tidak berbeda satu sama lain bila
diberikan dalam dosis yang ekuipoten.

2.3.2 Farmakokinetik
Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan
obat dalam air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus
diberikan beberapa kali dalam sehari, sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal
biasanya mempunyai waktu paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali
dalam sehari. Sebagian besar Beta blocker dapat diabsorpsi dengan baik di usus,
puncak kadar di dalam plasma tercapai sekitar 1-3 jam. Saat ini juga tersedia
beberapa sediaan lepas lambat dari jenis propanolol dan metoprolol.
Nebivolol diabsorbsi dengan baik melalui pemberian secara oral dengan
kosentrasi puncak dalam plasma tercapai setelah 0,5-2 jam dan waktu paruh sekitar
10 jam. Absorbsi nebivolol tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan
dan makanan. Kadar stabil nebivolol dalam plasma tercapai dalam waktu 24 jam,
sehingga pemakaiannya bisa digunakan sekali dalam sehari (once daily dosing).
Nebivolol dimetabolisme di hati dan mengalami first pass effect via
cytochrome enzymatic pathway. Nebivolol dieksresikan kurang dari 1% melalui
urin sehingga tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan
ginjal yang ringan sampai sedang, sedangkan untuk pasien dengan gangguan ginjal
yang berat diperlukan adanya penyesuaian dosis.
Beta‐blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara
bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi fenomena
rebound.

2.3.3 Farmakodinamik
Beta blocker menghambat perangsangan simpatetik, sehingga
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah. Beta blocker tidak selektif
menghambat reseptor beta, yang bisa menyebabkan penyempitan bronkial.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke air susu ibu.
Kerja dari Beta blocker biasanya 30 menit atau kurang, dan lama kerjanya
6 sampai 12 jam. Jika Beta blocker diberikan secara intravena, awitan kerjanya
segera, waktu puncaknya 20 menit untuk intravena, dan lama kerjanya 4 sampai 8
jam.
Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta‐
blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi tidak spesifik
untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan
riwayat asma dan bronkospasma harus hati‐ hati.
Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnya propanolol) memblok reseptor
beta‐1 dan beta‐ 2. Beta‐blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal
sebagai aktivitas simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai
stimulan‐beta pada saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi
akan memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya
saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena mengurangi bradikardi pada
siang hari. Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol, dan carvedilol, juga
memblok efek adrenoseptor‐ alfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,
mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator. Dari berbagai β-bloker, atenolol
merupakan obat yang sering dipilih. Obat ini bersifat kardioselektif dan
penetrasinya ke SSP minimal. Metoprolol perlu diberikan dua kali sehari dan
kurang kardio selektif dibandin dengan atenolol. Sedangkan Labetalol dan
karvedilol memiliki evek vasodilatasi karena selain menghambat reseptor β, obat
ini juga menghambat reseptor alfa.
2.3.4 Efek Samping Obat
Beta blocker dapat menyebabkan bradikardi, blockade AV, hambatan
nodus SA dan menurunkan kekutatan kontraksi miokard. Oleh karena itu obat
golongan ini di kontra indikasikan pada keadaan bradikardi dan gagal jantung
yang belum stabil. Beta blocker merupakan obat yang baik untuk hipertensi
dengan angina stabil kronik, tapi dapat memperberat gejala angina Prinzethal
(angina variant), sehingga pemberiannya pada pasien angina harus
memperhatikan perbedaan kedua jenis angina ini.
Bronkospasme merupakan efek samping yang penting pada pasien dengan
riwayat asma bronkial atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sehingga
pemakaian Beta blocker termasuk yang kardioselektif merupakan kontra indikasi
untuk keadaan ini. Gangguan sirkulasi perifer lebih jarang terjadi dengan beta
blocker kardioselektif atau yang memiliki efek vasodilatasi seperti labatelol dan
karvedilol.
Efek sentral berupa depresi, mimpi buruk, halusinasi dapat terjadi dengan
beta blocker yang lipofilik seperti propranolol dan oksprenolol. Pemakaian beta
blocker pada penderita DM yang mendapat insulin atau obat hipoglikemik oral,
sebaiknya dihindari, sebab beta blocker dapat menutupi gejala hipoglikemia.
Meskipun obat-obat penghambat reseptor beta ini menyebabkan vasokontriksi
koroner melalui peningkatan resistensi vaskuler koroner. Namun pemanjangan
waktu pengisian diastolik yang diakibatkan oleh obat ini menyebabkan penurunan
denyut jantung pada waktu olahraga, sehingga menyebabkan perfusi miokard
yang lebih baik. Sehingga secara umum memberikan manfaat terapi terhadap
myokard.
2.3.5 Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi obat Beta blocker ditujukan pada pasien yang mengalami
hipertensi karena akan mengantagonis semua efek termasuk peningkatan cardiac
output, peningkatan perifer dan peningkatan sodium sehingga akan memberi efek
berupa penurunan tekanan darah. Berdasarkan guideline dari ACC/AHA
direkomendasikan menggunakan β-blocker pada semua pasien gagal jantung
kongestif yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi jantung kiri tanpa
kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-blockers.
Kontraindikasi absolut jantung meliputi bradikardi berat, AV block derajat
tinggi, sindroma sinus sick, kegagalan ventrikel kiri yang nyata, kecuali bila
ditangani secara konvensional dan stabil. Sementara itu kontraindikasi paru adalah
asma yang jelas, bronkospasme berat, tergantung dari beratnya penyakit dan
kardioselektivitas beta blocker yang digunakan, hal ini dapat menjadi
kontraindikasi absolute atau relatif. Kontraindikasi system saraf pusat adalah
depresi berat (khususnya propanolol). Atenolol tidak direkomendasikan sebagai
first-line therapy dari hipertensi karena memiliki resiko yang relative merugikan
seperti stroke dan diabetes mellitus tipe 2. Terapi obat beta blocker tidak dapat
diresepkan untuk penderita asma karena dapat meningkatkan kejang otot di paru-
paru. (Dufton,2011)

2.3.6 Dosis dan Sediaan


Dosis dan sediaan obat dapat dilihat pada tabel berikut :
Obat dosis (mg) Frekuensi/hari Sediaan
a.kardioselektif
Asebutolol 200 1-2x Cap. 200 mg, tab. 400 mg
Atenolol 25 1x Tab 50, 100 mg
Bisoprolol 2,5 1x Tab 5 mg
Metoprolol
-biasa 50 1-2x Tab 50, 100 mg
-lepas lambat 100 1x Tab 100 mg
b.Nonselektif
Alprenolol 100 2x Tab 50 mg
Karteolol 2,5 2-3x Tab 5 mg

Buku farmako ui
Obat Beta Blocker Dosis (mg/hari)
Atenolol 1 mg
Metoprolol 1-2 mg
Dosis Beta blocker menurut JNC VIII
2.4 Kerangka Teori
Klasifikasi Menurut JNC VIII:
Etiologi: 1. Prehipertensi
1. Hipertensi Esensial 2. Hipertensi derajat 1
2. Hipertensi Sekunder 3. Hipertensi derajat 2

Komplikasi :
Obat Anti Hipertensi : 1. Pada jantung
Diuretik, ACEI, ARB, BB, Antagonis 2. Pada ginjal
Kalsium 3. Retinopati
4. Pada otak
Sediaan : 5. Penyakit arteri
Selektif : Asebutolo,
atenolol, bisoprolol, Beta Blocker
metoprolol
Non selektif: alprenolol, Efek Samping :
propanolol Bronkospasme,
depresi, halusinasi

Kontraindikasi :
Indikasi: - Kontraindikasi Penggunaan Rasional:
- Hipertensi pada paru 1. Tepat Indikasi
- Gagal yaitu asma, 2. Tepat Obat
jantung bronkospasm 3. Tepat Pasien
kongesif e berat 4. Tepat Dosis
- Infark (termasuk bentuk
miokard sediaan, frekuensi,
cara dan durasi
pemberian obat)
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :

Gambaran Penggunan Beta


blocker sesuai dengan
Penderita hipertensi di rumah sakit a. Tepat Indikasi
x Jakarta pusat b. Tepat Obat
c. Tepat Pasien
d. Tepat Dosis
(termasuk frekuensi,
bentuk sediaan dan
cara pemberian obat)

Gambar 2.4 kerangka konsep


2.6 Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Cara Ukur Kategori Skala


Ukur
1. Pasien Semua pasien Rekam Observasi Ringan Ordinal
hipertensi dengan diagnosis Medis Sedang
hipertensi atau Berat
mempunyai riwayat
hipertensi atau
tekanan darah
sistolik ˃140 mmHg
dan tekanan darah
diastotik ˃90 mmHg
pada dua kali
pengukuran dalam
keadaan cukup
istiraharat/tenang.
Penggunaan obat Rekam Observasi Ya Nominal
2. Tepat Indikasi disesuaikan dengan Medis Tidak
indikasi berdasarkan
diagnosis pasien
dengan
menggunakan
Guideline joint
national committee 8
ketapatan pemilihan Rekam Observasi Ya Nominal
3. Tepat Obat obat dan diberikan Medis Tidak
pilihan utama
dengan
menggunakan
Guideline
jointnational
committee 8
Rekam Observasi Ya Nominal
pemberian obat
4. Tepat Pasien Medis Tidak
untuk pasien
terutama bukan
kontraindikasi
dengan
menggunakan
Guideline joint
national committee 8
Ketepatan Rekam Observasi Ringan Nominal
5. Tepat Dosis pemberian dosis Medis Sedang
Beta Blocker Berat
menggunakan
Guideline joint
national committee 8
a. Bentuk sediaan
a. Bentuk obat sesuai
sediaan keadaan pasien
b. Frekuensi b. Frekuensi yang
c. Cara diberikan sesuai
pemberian dengan keadaan
pasien dan
frekuensi
pemberian yang
lazim
c. Tepat Cara
Pemberian Obat
adalah
ketepatan
pemilihan
bentuk sediaan
obat yang
diberikan sesuai
dengan
diagnosa,
kondisi pasien
dan sifat obat.

Anda mungkin juga menyukai