FAKULTAS FARMASI
NIM : 192210101002
Volume : 10
No :2
Halaman : 120-136
DOI : https://doi.org/10.1016/j.stem.2012.01.006
Rangkuman :
Darah adalah jaringan yang sangat regeneratif. Tiap harinya darah ada pada
sumsum tulang belakang manusia sebanyak 1 triliun. Pada sumsum tulang belakang telah
diketahui ada banyak jenis morfologi seluler yang bertanggung jawab pada sel darah dari
berbagai turunan dan tahap diferensiasi. Untuk menjelaskan hal tersebut, Maximow,
biologi Rusia, mengeluarkan postulatnya bahwa hematopoiesis merupakan hierarki
seluler yang diturunkan dari prelursor hematopoietic stem cell (HSC). Bukti yang
mengarah pada postulat tersebut yaitu sembuhnya pasien yang mengalami radiasi karena
kerusakan sumsum tulang belakang dengan melalui injeksi sumsum dari donor yang tidak
terpapar radiasi. Studi selanjutnya yang dilakukan oleh Till dan McCulloch menunjukkan
bahwa potensi regeneratif dari hematopoietic stem cell dapat diperoleh dengan clonal in
vivo repopulations assays. HSC penting dalam produksi darah dan memiliki kemampuan
untuk regerasi atau membuat stem cell anak. Saat mereka berdiferensiasi, HSC
menimbulkan serangkaian intermediet sel progenitor yang mengalami pembatasan
bertahap untuk mengetahui identitas darah dewasa sel. Hubungan garis keturunan antara
sel induk, progenitor, dan sel dewasa membentuk roadmap kompleks yang dapat
memandu penyelidikan dasar molekuler. HSC dapat diidentifikasi dan diukur dengan
functional repopulation assays. Namun, dengan adanya xenotransplantation, robust in
vitro clonal assays, menjadikan studi tentang hierarki darah berkembang dengan
signifikan. Perkembangan dalam studi hematopoeisis dapat ditujukan untuk pengujian
praklinis terapi baru untuk perluasan HSC normal dan studi terapi leukemia dengan
menggunakan model xenograft.
Pike dan Robinson (1973) mendemonstrasikan sel dari sumsum tulang belakang
manusia menghasilkan CFU-Cs (macroscopic colonies in the spleen) pada media agar
dengan menggunaan feeder layer darah peripheral untuk menstimulasi formasi koloni.
Pada mencit, dengan mengunakan feeder layer sel stromal, dapat diketahui bahwa sel
primitif seperti CFU-S dapat dipertahankan secara in vitro. Mengadaptasi dari kondisi
tersebut, CFU-S manusia diproduksi dalam kultur tersebut. Sel-sel precursor yang
menghasilkan CFU-S disebut sebagai LTC-ICs (long-term culture-initiating cells).
Terdapat perkembangan bagus pada uji LTC-ICs dengan cytokine secreting stroma untuk
diferensiasi LTC-IC. LTC-IC memiliki kemampuan untuk mempertahankan kultur dan
mempertahankan diferensiasi lympho-myeloid.
Studi lainnya yaitu studi humanized mouse model pada severe combined immune-
deficient (Scid) di mencit yang kekurangan sel B dan sel T. Tiga pendekatan digunakan
untuk mengetahui sel hematopietik manusia pada model mencit Scid. Dengan
menginjeksikan leukosit darah peripheral, rekonstruksi sel B dan T manusia mampu
memproduksi antibody untuk toksin tetanus. Dengan pencangkokan jaringan fetal
manusia ke model mencit Scid dan transplantasi sel liver HLA-mismatched fetal,
menunjukka produksi donor sel B dan T berkelanjutan yang merupakan aktivitas dari
stem. Studi di atas menunjukkan bahwa limfosit manusia dapat bertahan dan bersirkulaasi
pada mencit Scid dan dapat terinfeksi HIV-1. Untuk menghasilkan model xenograft yang
lebih baik, Shultz (1995) melakukan studi backcrossed pada mutasi Scid ke model mencit
nonobese diabetic (NOD). Namun dalam studi tersebut ditemukan tantangan yaitu model
mencit NOD-Scid memiliki risiko terkena thymic lymphoma yang menyebabkan tidak
bisa dilakukannya studi jangka panjang.
Isolasi HSC Manusia
Tantangan terbesar dalam studi HSC adalah selnya yang sangat langka. Hanya
ada 1 diantara 1 juta sel pada sumsum tulang belakang yang dapat ditransplantasikan.
Untuk dikatakan sebagai stem sel, sel harus dapat memperbarui diri sendiri dan
berdiferensiasi menjadi berbagai tipe sel yang menyusun jaringan. Persyaratan tersebut
sulit untuk dipenuhi saat menguji sel manusia dalam xenograft. Pada model mencit
syngenic, HSC berepopulasi selama 12 minggu. Periode tersebut perlu diperpanjang
untuk bisa mengetahui perbedaan dari human transient dan sel yang durable-
reconstituting. Eritrosit ternukleasi yang ada pada sumsum ditemukan 2-4 minggu setelah
transplantasi, namun pembentuan thymic tidak terobservasi setelah 12 minggu setelah
transplantasi, dan sel peripheral T baru muncul setelahnya.
Perubahan ekspresi gen dalam diferensiasi sel induk disertai dengan, dan sering
didahului oleh, perubahan epigenetik dalam regulasi gen. Hingga sekarang, hanya
populasi heterogen berdasar ekspresi CD34 dan CD38 yang telah diobservasi profiling
ekspresi gennya pada hematopoiesis manusia. Salah satu studi faktor transkripsi HSC
adalah HOXB4. Namun, sel HOXB4-transduced human CD34 menunjukkan batasan
ekspansi aktivitas stem sel. Penghapusan gen grup Polycomb Bmi1 menyebabkan anemia
pada tikus yang disebabkan oleh hilangnya progresif proliferative kapasitas HSC.
Overekspresi Bmi1 ditemukan pada myeloid leukemia, tumor, dan studi tentang tumor
pada hematopoietic.
Pada mencit, HSC dapat dipisahkan menjadi kelas jangka panjang (LT), jangka
menengah (IT), dan jangka pendek (ST) berdasarkan durasi repopulasi. Pada manusia,
HSC ditentukan oleh ekspresi CD49f dan penanda lainnya, tetapi heterogenitasnya belum
diselidiki. Pada mencit, diferensiasi HSC menimbulkan transien engrafting progenitor
multipoten (MPP), dan serangkaian progenitor bias limfoid yang belum matang (seperti
LMPP) yang menjalani spesifikasi limfoid bertahap. Pada manusia, MPP dapat
diidentifikasi dengan hilangnya ekspresi CD49f; namun, hanya satu populasi progenitor
limfoid imatur (MLP) yang telah dijelaskan. Baik mencit maupun manusia memiliki
populasi progenitor myelo-erythroid yang terdefinisi dengan baik yaitu CMP, GMP, dan
MEP. Sel B; sel T; NK; sel dendritik, monosit, granulosit, megakariosit, dan eritrosit juga
terdefinisi
Terapi HSC-Based
Sel darah memiliki dua cabang mendasar yaitu limfoid dan myeloid. Cabang
limfoid terdiri dari sel T, B, dan NK yang melakukan respon imun adaptif dan bawaan.
Garis turunan myeloid mencakup sejumlah jenis sel yang berbeda, berdiferensiasi penuh,
berumur pendek termasuk granulosit (neutrofil,eosinofil, sel mast, dan basofil), monosit,
eritrosit, dan megakariosit. Multipoten HSC berada di puncak hierarki hematopoietik dan
mereka terhubung ke sel dewasa oleh roadmap yang kompleks. Model klasik memiliki
template sederhana namun kuat untuk memahami perkembangan darah dan menafsirkan
fungsi regulasi molekul
Sel B, sel T, dan eritroid pada mencit hampir selalu digabungkan dengan potensi
myeloid, sementara progenitor dengan keluaran sel B dan T terbatas (yaitu, CLP) hampir
tidak pernah diamati. Bukti yang tersedia mendukung gagasan bahwa limfoid bukanlah
bifurkasi garis keturunan tunggal, tetapi bertahap dan mungkin memiliki proses paralel
dengan banyak keadaan perantaraSebaliknya, perkembangan myeloid lebih berhubungan
pada model klasik.
Hasil observasi yang kontras pada studi dengan model mencit menjadi tantangan
untuk menginterpretasi hasil uji in vitro. Studi in vitro tidak selalu menggambarkan
korelasi dengan output in vivo. Di sisi lain, karena progenitor tidak memiliki potensi
proliferasi HSC yang luas, tidak mungkin untuk diuji progenitor tunggal dengan in vivo.
Dengan demikian, sistem in vitro memiliki keunggulan intrinsik untuk pengujian klonal.
Untuk menghindari salah interpretasu, uji in vitro harus memenuhi syarat-syarat tertentu
yaitu harus dilakukan di sel tunggal, dan mendukung output multilineage untuk
memastikan bahwa berasal dari sel multipoten tunggal. Outputnya juga harus efisien
sehingga nasib sebagian besar sel dapat dipertanggungjawabkan, dan digunakan lineage-
commited control untuk menunjukkan bahwa sistem tidak mengubah potensi garis
keturunan.
Darah manusia kaya akan neutrofil, sedangkan darah mencit mengandung lebih
banyak limfosit. Namun, asumsi umum adalah bahwa hierarki manusia akan konsisten
dengan model klasik. Progenitor myeloid, CMP, GMP, dan MEP, diisolasi berdasarkan
ekspresi reseptor IL-3 rantai (CD123) atau FLT3 (CD135), dan CD45RA. Myeloid, yang
bukan eritroid, progenitor mengekspresikan CD123 dan CD135, dan transisi CMP ke
GMP yang ditandai dengan perolehan CD45RA. CD135+ tunggal, CD45RA– CMPs
menghasilkan semua myeloid,tetapi tidak limfoid, garis keturunan in vitro setelah
transplantasi. Jadi, perkembangan myeloid manusia menunjukkan konsistensi pada model
klasik.
Mencit dan manusia telah berevolusi menjadi banyak molekul yang berbeda
mekanismenya dalam pengembangan dan respons imun. Contohnya adalah peran rantai
ϒc dan IL-7 dalam pengembangan limfoid. Hilangnya rantai ϒc pada mencit
menyebabkan defisiensi gabungan sel B, T, dan NK; dari sitokin. Sebaliknya, defisiensir
antai ϒc pada pasien SCID manusia ditandai dengan defisiensi sel T, tetapi bukan B.
Pasien SCID dengan mutasi IL-7R sering memiliki jumlah sel B normal. Dari hal tersebut,
IL-7 tidak cukup untuk mendukung perkembangan sel B manusia dalam kultur terlebih
lagi, karena IL-7R menggambarkan keadaan pada mencit namun tidak pada manusia.
Myelo-Lymphoid Malignancies