Anda di halaman 1dari 4

22

Rangkaian Listrik
MODUL-5
2.4. INDUKTOR

Garis fluks
magnetik.

Tahun 1820, Hans Christian Oersted (1775-1851) seorang ilmuwan Denmark


memperlihatkan bahwa konduktor yang mengangkut arus, akan menghasilkan medan
magnetik. Medan magnetik ini digambarkan sebagai garis-garis fluks magnetik untuk arus i
yang mengalir pada konduktor. Kerapatan garis-garis fluks mengindikasikan kuat medan
magnet dalam daerah dekat konduktor. Kuat medan membesar pada daerah konduktor dan
menurun bila menjauh dari konduktor.
Di Perancis, Ampere melakukan pengukuran yang menunjukkan bahwa medan magnetik
berhubungan secara linear dengan arus yang menghasilkannya.
Michael Faraday dan Joseph Henry menemukan bahwa medan magnetik yang berubah-ubah
dapat menginduksi tegangan didalam rangkaian yang berdekatan, dan tegangan ini sebanding
dengan laju perubahan arus terhadap waktu yang menghasilkan medan magnetik tersebut.
Konstanta pembanding ini dinamakan induktansi dengan simbul L, dan satuan induktansi
dalam henry (H) atau volt.detik per ampere.
i L
di
v = L. 2-21

+ v - dt

Persamaan (2-21) merupakan model matematis yang mengaproksimasi sifat sebuah


induktor fisis. Induktor fisis dapat dibuat dengan melilitkan sepotong kawat menjadi sebuah
kumparan. Induktansi sebuah kumparan sebanding dengan kuadrat dari banyaknya lilitan
penuh yang dibuat oleh konduktor dengan mana kumparan tersebut dibentuk, diberikan oleh
Terman untuk solenoid satu lapis:
µ.n 2 . A 2-22
L=
l + 109 .r
dengan L = induktansi (henry),
A = luas penampang (m2),
n = banyak lilitan kawat,
l = panjang gulungan (m),
r = jejari solenoid (m),
µ = permeabiliti (konstanta bahan didalam heliks),
≅ µ0 = 4.π x 10-7 H/m (= Wb/A.m).
Persamaan (2-22) memperlihatkan bahwa tegangan melintasi sebuah induktor adalah
sebanding dengan laju perubahan arus yang melalui induktor tersebut terhadap waktu, yang
artinya adalah tidak ada tegangan melintasi sebuah induktor yang mengangkut arus konstan,
tak perduli berapapun besarnya arus tersebut, sehingga dapat dipandang sebuah induktor
sebagai sebuah HUBUNGAN PENDEK BAGI DC.

Hedy Aditya Baskhara


23
Rangkaian Listrik
Karena konstanta induktansi L = dφ / dt maka,
dφ di dφ
v= x = ⇒ φ = flux yang timbul pada kumparan. 2-23
di dt dt
2.4.1. Hubungan Integral untuk Induktor
di
Persamaan tegangan induktor yaitu: v = L.
dt
Jika kita menginginkan arus i pada waktu ke t, dan bila dianggap bahwa ada arus i(to)
pada waktu to, maka
v
di = .dt
L
i (t ) t
v
∫ di = ∫ L .dt
i ( to ) to
t
1
i (t ) − i (to) = .∫ v.dt
L to
t
1
L to∫
i (t ) = . v.dt + i (to) ⇒ dinyatakan dalam tegangan
2-24

Daya yang diserap diberikan oleh perkalian arus-tegangan:


di
p= i.v = i.L. (watt) 2-25
dt
sedangkan energi (WL) yang diterima oleh induktor disimpan didalam medan magnetik
disekitar kumparan yang dinyatakan oleh integral daya pada interval waktu yang
diinginkan, yaitu:

{ }
t t t

∫to p.dt = L.to∫ i. dt .dt = L.to∫ i.di = 2 .L. [i(t )] − [i(to)]


di 1 2 2

jadi,
2
{ 2
}
WL (t ) − WL (to) = .L. [i (t )] − [i (to)]
1 2
2-26

Bila nilainya diambil saat to = 0 (pada saat arus nol), maka energi pada induktor menjadi:
1
WL (t ) = .L.i 2 2-27
2

2.4.2. Kombinasi Induktor


2.4.2.1. Sebuah induktor ekivalen (= Leq) dari kombinasi induktor seri, sehingga arus sumber i(t)
tak berubah:
N N
di di N
Vs = V1 + V2 + ..... + V N = ∑ Vn = ∑ Ln. = ∑ Ln
n =1 n =1 dt dt n =1
di di di di
= L1 + L2 + ..... + L N = ( L1 + L2 + ..... + L N )
dt dt dt dt
di
= Leq. 2-28
dt
N
dengan: Leq = ∑ Ln = L1 + L2 + ..... + L N 2-29
n =1

Hedy Aditya Baskhara


24
Rangkaian Listrik

i L1 L2
i
+ - + -
V1 V2
+
+ +
Vs VN LN Vs Leq
-
-
-

2.4.2.2. Sebuah induktor ekivalen (= Leq) dari kombinasi induktor paralel,


1
dari i (t ) = ∫ v.dt + i (to) sehingga menjadi
L
N N  t
  N 1 t N
1
i s = ∑ in = ∑  ∫ v.dt + i n (to) = ∑  ∫ v.dt + ∑ in (to)
n =1 n =1  Ln to   n =1 Ln  to n =1
t
1
Leq to∫
is = . v.dt + i s (to)
2-30

1
Leq =
1 + 1 + ..... + 1 2-31
L1 L2 LN
L1 .L2
khusus untuk dua induktor yang paralel: Leq = 2-32
L1 + L2

+ +
iS i1 i2 iN iS

V LN V Leq
L1
L2

- -

Hedy Aditya Baskhara


25
Rangkaian Listrik
Tambahan ( induktansi sebuah kumparan dengan konstruksi ):
µ .k .N 2 .π .r 2
a). lilitan silinder: L= 0
l
dengan: L = induktansi.
µ0 = permeabilitas vacuum.
k = koefisien Nagaoka.
N = jumlah lilitan.
r = jari-jari lilitan.
l = panjang lilitan.
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus)
 4.l 
b). kawat arus: L = 200.l. ln . − 1 x10 −9
 d 
dengan: L = induktansi.
d = diameter kawat.
l = panjang kawat.
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus)
r 2 .n 2
c). lilitan silinder pendek berinti udara: L=
9.r + 10.l
dengan: L = induktansi (µH).
N = jumlah lilitan.
r = jari-jari lilitan (inchi).
l = panjang lilitan (inchi).
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus)
0,8.r 2 .N 2
d). lilitan berlapis-lapis berinti udara: L=
6.r + 9.l + 10.d
dengan: L = induktansi (µH).
N = jumlah lilitan.
r = rerata jari-jari lilitan (inchi).
l = panjang lilitan (inchi).
d = tebal lilitan (inchi).
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus)
r 2 .N 2
e). lilitan spiral datar berinti udara: L=
(2.r + 2,8.d )x105
dengan: L = induktansi.
N = jumlah lilitan.
r = rerata jari-jari spiral.
d = tebal lilitan.
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus)
N 2 .r 2
f). inti toroid: L = µ0 .µr .
D
dengan: L = induktansi.
µ0 = permeabilitas vacuum.
µr = permeabilitas relatif bahan inti.
N = jumlah lilitan.
r = jari-jari gulungan.
D = diameter keseluruhan.
(besaran SI, kecuali disebutkan khusus).

Hedy Aditya Baskhara

Anda mungkin juga menyukai