Anda di halaman 1dari 25

20

BAB II
PARAMETER SALURAN TRANSMISI
By : Erita Astrid

2.1. Pendahuluan
Fungsi saluran transmisi adalah untuk menyalurkan energi listrik dari
sisi pembangkitan yang terletak di berbagai lokasi ke sistem distribusi yang
selanjutnya akan mendistribusikannya ke beban. Saluran transmisi juga
menginterkoneksi sistem-sistem tenaga yang berdekatan sehingga
memungkinkan penyaluran daya yang ekonomis di dalam emper pada
kondisi normal. Interkoneksi juga memungkinkan pengiriman daya antar
region pada kondisi darurat.
Setiap saluran transmisi memiliki resistansi, induktansi, kapasitansi,
dan konduktansi. Induktansi dan kapasitansi muncul karena adanya medan
listrik dan medan magnet di sekitar konduktor. Parameter-parameter ini
penting dalam menentukan model saluran tranmsisi yang dipergunakan dalam
analisa emper tenaga listrik.

2.2. Saluran Udara


Saluran transmisi terdiri dari penghantar, isolator, dan kadang-kadang
kawat pelindung. Di samping saluran tunggal, kini telah juga dibangun
saluran ganda, bahkan saluran dengan 3 sampai 10 pasang fasa pada tiang
yang sama, misalnya untuk tegangan 69 kV di Amerika Serikat.
Tegangan saluran dipilih berdasarkan besarnya daya yang akan
ditransmisikan dan panjang saluran transmisinya. Tingkat-tingkat tegangan
yang dipergunakan distandardisasi di mana satu emper berbeda dengan
emper yang lain. Namun demikian secara umum tegangan saluran transmisi
dikelompokkan ke dalam beberapa kategori, yaitu :
Saluran Udara Tegangan Tinggi, SUTT (High Voltage Overhead
Line)
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi, SUTET (Extra High
21

Voltage Overhead Line) : di atas 230 kV


Saluran Udara Tegangan Ultra Tinggi, (Ultra High Voltage
Overhead Line) : di atas 765 kV

Penghantar yang paling banyak digunakan untuk saluran udara


teganan tinggi adalah tipe ACSR (Allumunium Conductor Steel Reinforced),
AAC (All Allumunium Conductor), AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor), dan ACAR (Aluminium Conductor Alloy Reinforced).
Untuk tegangan lebih tinggi dari 230 kV biasanya digunakan
penghantar bundle (bundled conductor), yang terdiri dari 2, 3, atau 4
penghantar perfasa. Membundel penghantar akan meningkatkan radius efektif
dan menurunkan kekuatan medan magnet di sekitar penghantar, yang
berakibat pada menurunnya rugi korona, audible noise (bising), dan
interferensi radio. Di samping itu juga menurunkan reaktansi saluran.

2.3. Resistansi Saluran


Resistansi saluran sangat menentukan evaluasi dari efisiensi system
transmisi dan studi ekonomisnya. Resistansi DC dari suatu penghantar bulat
pejal pada emperature tertentu dinyatakan sebagai :

l 2.1
RDC 
A

dimana :
ρ = resistivitas penghantar
l = panjang penghantar

A = Luas penampang penghantar


Resistansi penghantar dipengaruhi oleh bebrapa faktor, yaitu :
Frekuensi
Pilinan
22

Temperatur
Jika arus bolak-balik (AC) mengalir pada penghantar, arus tidak
terdistribusi merata di seluruh bagian konduktor. Kepadatan arus lebih tinggi
dipermukaan konduktor daripada di bagian dalamnya. Hal ini menyebabkan
resistansi AC lebih tinggi daripada resistansi DC-nya. Fenomena ini dikenal
sebagai “skin effect”. Sebagai contoh, pada 60 Hz, resistansi AC lebih tinggi
sekitar 2% dari resistansi DC.
Resistansi penghantar juga berubah dengan temperatur, bila
temperatur naik resistansi naik, dan sebaliknya. Pada temperatur yang biasa
terjadi, perubahan resistansi terhadap temperatur berbentuk linier, dihitung
dengan persamaan :
T  t2 2.2
R2  R1
T  t1

dimana R2 dan R1 adalah resistansi pada temperatur t2 dan t1 berturut-


turut, sedangkan T adalah konstanta suhu yang nilainya tergantung dari jenis
material penghantarnya. Untuk alumunium misalnya, T = 228.

2.4. Induktansi Penghantar


2.4.1. Induktansi Penghantar Tunggal
Penghantar berarus menghasilkan medan magnet disekelilingnya
mengikuti hukum tangan kanan, dimana ibujari menunjukkan arah arus,
sedangkan jari-jari lainnya menunjukkan arah medan magnetnya. Bila
arus yang mengalir pada penghantar berubah maka fluksi
megnetiknyapun berubah, dan tegangan akan diinduksikan pada
rangkaian. Untuk bahan nonmagnetic, induktansi, L, merupakan
perbandingan fluksi magnetic total yang melingkupi arus yang
mengalir pada penghantar.


L
I
23

dimana
λ = fluks linkage dalam Weber turn.
Perhatikan suatu penghantar silindris dengan jari-jari r yang
membawa arus I seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1. Flux linkage pada konduktor silindris

Intensitas medan magnet Hx pada radius x nilainya konstan.


Sesuai dengan hokum Amper maka
2x

 H .dl  I
0
x x

atau
Ix 2.3
Hx 
2x

dimana Ix adalah arus yang dicakup pada radius x.

2.4.2. Induktansi Dalam (Internal Inductance)


Induktansi di dalam suatu penghantar nonmagnetic tidak
dipengaruhi oleh ukuran penghantar, dan nilainya konstan yaitu :
24

0 1
Lint    10 7 H/m 2.4
8 2
Nilai ini didapat dengan mengabaikan efek kulit (skin effect)
dan menganggap kerapatan arus merata di seluruh bagian penghantar.
2.4.3. Induktansi di Luar Penghantar
Induktansi di luar penghantar yang mengalirkan arus I pada
radius antara D1 dan D2 seprti gambar berikut dihitung dengan
persamaan
D2
Lext  2  10 7 ln 2.5
D1

Gambar 2.2. Fluks gandeng antara D1 dan D2

2.5. Induktansi Saluran Satu Fasa


Perhatikan saluran satu fasa sepanjang 1 meter yang terdiri dari 2 buah
konduktor pejal berbentuk silinder seperti gambar berikut ini. Jari-jari
masing-masing konduktor adalah r1 dan r2. Kedua konduktor terpisah sejauh
D. Konduktor 1 membawa arus I1 yang arahnya masuk ke lembar halaman
dan konduktor 2 membawa arus kembali I2 = -I1. Arus yang mengalir pada
kedua konduktor tersebut akan membangkitkan medan magnet yang
menggandeng kedua konduktor.
25

Induktansi konduktor 1 di bagian dalamnya dihitung dengan


persamaan (2.4). Fluks pada jarak lebih bsar dari D mencakup arus total nol
(I1 + I2 = 0) shingga tidak membrikan kontribusi terhadap induktansi total
penghantar 1. Oleh sebab itu radius di luar penghantar 1 yang membrikan
kontribusi terhadap induktansi total adalah antara r1 dan D. Sesuai dengan
persamaan (2.5), maka :

Gambar 2.3. Induktansi sendiri dan induktansi bersama


D
L1( ext )  2  10  7 ln 2.6
r1
Dengan demikian maka total induktansi penghantar 1 adalah :
1 D
L1   10 7  2  10 7 ln 2.7
2 r1
Persamaan (2.7) diatur kembali sebagai berikut :
26

1 D
L1  2  10 7   ln 
4 r1 
1

 1 D
 2  10 7  ln e1 / 4  ln  ln  Anggaplah r1 '  r1e , maka
4

 r1 1
 1 D
 2  10 7  ln 1 / 4  ln 
 r1e 1

induktansi konduktor 1 menjadi :

 1  D
L1   2  10 7 ln    2  10 7 ln  H/m 2.8
 r1 '   1

Demikian pula, induktansi konduktor 2 adalah


 1   D
L2   2  10 7 ln    2  10 7 ln  H/m 2.9
 r2 '   1

Jika kedua konduktor identik, r1 = r2 = r, L1 = L2 = L,


maka induktansi perfasa permeter adalah :
 1  D
L   2  10 7 ln    2  10 7 ln  H/m 2.10
 r'   1
Persamaan (2.10) menunjukkan bahwa bagian pertama dari persamaan
merupakan fungsi dari radius konduktor sedangkan bagian keduanya
bergantung pada jarak antar konduktor. Bagian kedua persamaan (2.10)
disebut sebagai inductance spacing factor.
1

Pernyataan r '  re
4
dikenal sebagai Geometric Mean Radius
(GMR) dan diberi notasi Ds. Substitusi Ds ke persamaan (2.10) memberikan
induktansi perfasa dalm miliHenri/km
D
L  0,2 ln mH/km 2.11
Ds
27

2.6. Induktansi Sendiri (Self Inductance) dan Induktansi Bersama (Mutual


Inductance)
Untuk saluran satu fasa sepanjang 1 meter, induktansi perfasanya
dapat diuraikan menjadi induktansi sendiri dan induktansi bersama.
Sebutlah induktansi sendiri penghantar 1 L11 dan untuk penghantar 2 L22,
sedangkan induktansi bersama adalah L12 (L21).

Gambar 2.4 : Fluks Linkage untuk masing-masing konduktor adalah


λ1 = L11I1 + L12I2
λ2 = L21I1 + L22I2 2.12

karena I2 = - I1 maka
λ1 = (L11 - L12)I1
λ2 = (-L21 + L22)I2 2.13
Bila persamaan (1.13) dibandingkan denan persmaaan (2.8) dan
(2.10) kita mendapatkan :
1
L11  2  10  7 ln
r1 '
1
L22  2  10  7 ln
r2 '

1
L12  L21  2  10 7 ln 2.14
D
28

2.7. Induktansi Saluran Transmisi Tiga Fasa


2.7.1. Jarak Simetris
Perhatikan saluran 3 fasa sepanjang satu meter berikut ini. Jari-
jari setiap konduktor adalah r, dan konduktor satu sama lain terpisah
dengan jarak D.

Gambar 2.5 : Saluran 3 fasa dengan jarak simetris

Induktansi perfasa perkilometer adalah


D
L  0,2 ln mH/km 2.15
Ds

2.7.2. Jarak Tidak Simetris


Pada kenyataannya penempatan konduktor simetris susah
dilakukan. Kebanyakan saluran transmisi 3 fasa susunan konduktornya
tidak simetris. Akibatnya induktansi setiap fasa berbeda satu sama lain,
sehingga sekalipun arusnya seimbang, drop tegangan yang disebabkan
oleh induktansi seri saluran untuk tiap-tiap fasa menjadi berbeda.
Induktansi masing-masing fasa (tanpa pembuktian) adalah sebagai
berikut :
29

 1 1 1 
La  2  10 7  ln  a 2 ln  a ln 
 r ' D 12 D 13 
 1 1 1 
Lb  2  10 7  a ln  ln  a 2 ln  2.16
 D12 r' D23 
 1 1 1
Lc  2  10 7  a 2 ln  a ln  ln 
 D13 D23 r' 

Gambar 2.6. Saluran 3 fasa dengan jarak tidak simetris

Pada analisa sistem tenaga, model satu fasa seringkali sangat


membantu. Maka agar simetris bisa diperoleh, pada saluran yang posisi
antar konduktornya tidak simetris dilakukan cara transposisi satu-satu.
Transposisi satu-satu adalah mempertukarkan posisi penghantar-
penghantar pada saluran 3 fasa setiap satu pertiga panjang saluran,
sehingga setiap penghantar menempati semua posisi penghantar lainnya,
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2.7. Transposisi saluran 3 fasa dengan jarak tidak


30

simetris

La  Lb  Lc
L 2.17
3
a + a2 = -1 , maka :

2  10 -7  1 1 1 1 
L  3 ln  ln  ln  ln 
3  r' D12 D23 D13 
 
 1 1 
 2  10 -7  ln  ln 
 r'
1

 D12 D23 D13 3 


1
-7 D12 D23 D13 3
 2  10 ln
r'
GMD
 0,2 ln mH/km
Ds 2.18
dimana
GMD  3 D12 D23 D13

Dapat dilihat bahawa dengan transposisi satu-satu induktansi


perfasa saluran dihitung dengan rumus yang sama dengan konfigurasi
saluran sebelimnya, hanya D diganti GMD (Geometric Mean Distance)

2.8. Induktasnsi Penghantar Bundel (Composite Conductors)


Pembahasan sebelumnya mengambil asumsi penghantar pejal tunggal
(solid round conductor). Namun pada saluran transmisi yang sebenarnya
dipergunakan juga penghantar berserat (stranded condustors). Slain itu, atas
pertimbangan ekonomi, umumnya saluran udara tegangan ekstra tinggi
(EHV – di atas 230 kV) dibuat dalam bentuk penghantar bundel (bundled
conductors). Sebab korona, dengan akibat berupa rugi daya dan interferensi
pada sluran telekomunikasi, akan menjadi sangat berlebihan bila penghantar
yang dipergunakan hanya terdiri dari satu buah penghantar saja perfasa.
31

Dengan menggunakan 2 penghantar atau lebih perfasanya, yang disusun


berdekatan dibandingkan dengan jarak pemisah antar fasanya, maka gradien
tegangan tinggi pada penghantar dalam daerah EHV dapat banyak dikurangi.
Perhatikan saluran satu fasa yang terdiri dari 2 konduktor berserat di bawah
ini.

Gambar 2.8. Saluran 1 fasa dengan 2 penghantar bundel

Penghantar x terdiri dari n konduktor identik dialiri arus sebesar I


masuk ke bidang gambar, sedangkan penghantar y terdiri dari m konduktor
identik dengan arus –I. Radius antar konduktor x adalah rx dan antar
konduktor y adalah ry. Menggunakan rumus-rumus sebelumnya, maka
induktansi penghantar x adalah :
GMD
L x  2  10 7 ln H/m 
GMR x
di mana
GMD  mn Daa' Dab'...Dam ...Dna' Dnb'...Dnm 
dan
GMR x  n DaaDab...Dan DnaDnb...D nn 
2

dengan, Daa = Dbb = … = Dnn = r’x


Induktansi untuk penghantar y dapat dihitung dengan cara yang sama,
dengan GMD yang sama namun GMRy berbeda.
32

Contoh :
Hitunglah GMR sebagai fungsi dari jari-jari r dari penghantar bundel
dengan 7 konduktor identik di bawah ini :

Dari gambar di atas maka :


D12 = D16 = D17 = 2r
D14 = 4r

D13 = D15 = D 214 - D 215  2r 3


Maka :

GMR = 49
r'.2r.2r 6
3.4r.2r 3.2r.2r .r' 2r 
6
; dimana r’ = r e-1/4

= 2,1767r
33

2.8.1. GMR Penghantar Bundel


SUTET biasanya menggunakan penghantar bundel
(bundled conductors). Penghantar bundel bersifat menurunkan
reaktansi saluran sehingga meningkatkan unjuk kerja saluran
dan juga meningkatkan kapasitas daya saluran. Disamping itu
penghantar bundel juga menurunkan gradien tegangan
permukaan yang selanjutnya akan menurunkan rugi korona,
interferensi radio, dan impedansi surja. Biasanya konduktor
bundel terdiri dari 2, 3, atau 4 konduktor yang disusun simetris
seperti di bawah ini.

d d

d d

d d

Gambar 2.9. Penghantar bundel

Jika Ds adalah GMR untuk setiap penghantar di dalam


bundel, maka GMR penghantar bundel adalah :
Untuk bundel 2 penghantar :

Ds bundel = 4
D s  d 2  Ds  d

Untuk bundel 3 penghantar :

Ds bundel = 9
D s  d  d 3  3 Ds  d 2
34

Untuk bundel 4 penghantar :

Ds bundel = 16
D s  d  d  d  21/2 
4
 1,09 4 D s  d 3

2.9. Kuantitas Per Unit


Saluran transinisi tenaga dioperasikan pada tingkat tegangan di mana
kilovolt merupakan unit yang sangat memudahkan untuk menyatakan
tegangan. Karena besarnya daya yang harus disalurkan, kilowatt atau
megawatt dan kilovolt-ampere atau megavolt-ampere adalah istilah-istilah
yang sudah biasa dipakai. Tetapi, kuantitas-kuantitas tersebut di atas
bersama-sama dengan ampere dan ohm sering juga dinyatakan sebagai suatu
persentase atau perunit dan suatu nilai dasar atau referensi yang ditentukan
(specified) untuk masing-masing. Inisalnya, jika sebagai tegangan dasar
dipilih 120 kV, maka tegangan-tegangan sebesar 108, 120, dan 126 kV
berturut-turut menjadi 0,90, 1,00, dan 1,05 perunit, atau 90, 100, dan 105%.
Definisi nilai perunit untuk suatu kuantitas ialah perbandingan
kuantitas tersebut terhadap nilai dasamya yang dinyatakan dalam desimal.
Perbandingan (ratio) dalam persentase adalah 100 kali nilai dalam perunit.
Kedua metode perhitungan tersebut, baik dengan persentase maupun
dengan per unit, lebih sederhana daripada menggunakan langsung nilai-nilai
ampere, ohm, dan volt yang sebenarnya. Metode perunit mempunyai sedikit
kelebihan dari metode persentase, karena hasil perkalian dari dua kuantitas
yang dinyatakan dalam per unit sudah langsung diperoleh dalam perunit juga,
sedangkan hasil perkalian dari dua kuantitas yang dinyatakan dalam
persentase masih harus dibagi dengan 100 untuk mendapatkan hasil dalam
persentase.
Tegangan, arus, kilovolt ampere dan impedansi mempunyai hubungan
sedeinikian rupa sehingga pemilihan nilai dasar untuk dua saja dari kuantitas-
kuantitas tersebut sudah dengan sendirinya menentukan nilai dasar untuk
kedua kuantitas yang lainnya. Jika nilai dasar dari arus dan tegangan sudah
dipilih, maka nilai dasar dari impedansi dan kilovoltampere dapat ditentukan.
35

Impedansi dasar adalah impedansi yang akan menimbulkan jatuh-tegangan


(voltage drop) padanya sendiri sebesar tegangan dasar jika arus yang
mengalirinya sama dengan arus dasar. Kilovoltamper dasar pada sistem fasa-
tunggal adalah hasil perkalian dari tegangan dasar dalam kilovolt dan arus
dasar dalam ampere. Biasanya megavoltampere dasar dan tegangan dasar
dalam kilovolt ada-lah kuantitas yang dipilih untuk menentukan dasar atau
referensi. Jadi untuk sistem fasa tunggal atau sistem tiga-fasa di mana istilah
arus berarti arus saluran, istilah tegang-an berarti tegangan ke netral, dan
istilah kilovoltampere berarti kilovoltampere per fasa, berlaku rumus-rumus
berikut ini untuk hubungan bermacam-macam kuantitas:

Arus dasar,
dasarkVA1
A 2.19
teganganda sar , kV LN

TeganganDa sar , V LN
Impedansi dasar = 2.20
ArusDasar , A

TeganganDasar, kVLN 2  1000


Impedansi dasar = 2.21
dasar _ kVA1

TeganaganDasar, kVLN 2
Impedansi dasar = 2.22
dasarMVA1

Daya dasar, kW1  = dasar kVA1  2.23

Daya dasar, MW1  = dasar MVA1  2.24


36

impedansiS ebenarnya , 
Impedansi perunit (pu) = 2.25
impedansiD asar , 

Dalam persamaan-persamaan di atas, subkrip l  dan LN benturut-tunut


menunjukkan “per fasa” dan “saluran-ke-netral”, untuk persamaan-persamaan
yang berlaku bagi rangkaian tiga-fasa. Jika persamaan-persamaan tersebut
dipakai untuk rangkaian ber-fasa-tunggal, kVLN berarti tegangan pada saluran
berfasa-tunggal, atau tegangan salur-an-ke-tanah jika salah satu salurannya
diketanahkan.
Karena soal-soal rangkaian tiga-fasa dipecahkan sebagai suatu saluran
tunggal de-ngan suatu pengembalian netral (neutral return), dasar-dasar untuk
kuantitas pada dia-gram impedansi adalah kilovoltampere per fasa dan kilovolt
dari saluran-ke netral. Data-data biasanya diberikan sebagai kilovoltamper total
tiga-fasa atau megavoltam-pere dan kilovolt antar-saluran. Karena kebiasaan
dalam menyatakan tegangan antar-saluran dan kilovoltampere total atau
megavoltampere total seperti tersebut di atas, mungkin terjadi kesimpangsiuran
dalam hubungan antara nilai per-unit dari tegangan saluran dan nilai pen-unit dari
tegangan fasa. Meskipun tegangan saluran dapat saja dipi-lih sebagai dasar, untuk
rangkaian berfasa-tunggal jawaban yang diperlukan adalah tetap tegangan ke
netral. Tegangan dasar ke netral adalah tegangan dasar antar-saluran dibagi

dengan 3 . Karena ini adalah juga perbandingan antara tegangan antar-saluran

dan tegangan saluran-ke-netral dari sistem tiga-fasa yang seimbang, nilai per-unit
dari suatu tegangan saluran-ke-netral dengan tegangan saluran-ke-netral
sebagai dasar sama dengan nilai per unit tegangan antar-saluran pada titik yang
sama dengan tegangan antar-saluran sebagai dasar jika sistemnya seimbang.
Demikian pula, kilovoltamper tiga-fasa ada-lah tiga kali dari kilovoltamper per
fasa, dan kilovoltampere dasar tiga-fasa adalah juga tiga kali dan kilovoltamper
dasar perfasa. Karena itu, nilai per unit dan kilovolt-ampere tiga-fasa dengan
dasar kiovoltampere tiga-fasa identik dengan nilai per unit dari kilovoltampere
per fasa dengan dasar kilovoltampere per fasa.
37

Suatu contoh dengan angka-angka akan memperjelas hubungan-hubungan


yang baru saja dibicarakan. Misalnya, jika

kVA3  dasar =30.000 kVA


kVLL dasar = 120 kV

maka

30.000
kVA1  , dasar = 3 = 10.000 kVA
120
kVLN, dasar = 3 = 69,2 kV

Untuk suatu tegangan antar-saluran sebesar 108 kV, tegangan saluran ke


-netral adalah
108
3 = 62,3 kV,

Dan Tegangan per-unit


108 62,3
 
= 120 69, 2 0,90

Untuk suatu daya tiga-fasa total sebesar 18.000 kW, daya per fasa adalah
6000 kW, dan
Daya per-unit
18.000 6.000
  0 .6
= 30.000 10.000

Sudah tentu, nilai megawatt dan megavoltampere dapat saja menggantikan


nilai kilowatt dan kilovoltampere untuk seluruh pembahasan di atas. Jika tidak
dinyatakan lain, suatu nilai dasar tegangan dalam suatu sistem tiga-fasa
adalah tegangan antar-salur-an, dan suatu nilai dasar kilovoltampere atau
38

megavoltampere adalah nilai dasar untuk total tiga-fasa.


Impedansi.dasar dan arus dasar dapat langsung dihitung dari nilai-nilai tiga-
fasa untuk kilovolt dasar dan kilovoltampere dasar. Jika kita mengartikan bahwa
kilovolt-ampere dasar dan tegangan dasar dalam kilovolt berturut-turut sama
dengan kilovolt-ampere dasar untuk total tiga-fasa dan tegangan dasar antar-
saluran, maka kita peroleh

kVA3 , dasar
Arus dasar, A = 2.26
3  TeganganDa sar , kV LL

dan dari Persamaan (2.21) :

TeganganDasar, kVLL / 32  1000


Impedansi dasar = 2.27
kVA3 / 3dasar

TeganganDasar, kVLL 2  1000


Impedansi dasar = 2.28
kVA3 dasar

(TeganganDa sar , kV LL ) 2
Impedansi dasar = 2.29
MVA3 dasar

Kecuali perbedaan pada subskripnya, Persamaan-persamaan (2.20) dan


(2,22) berturut-turut identik dengan Persamaan-persamaan (2.28) dan (2.29).
Subskrip telah kita pakai dalam Persamaan-persamaan di atas agar dapat
menekankan perbedaan antara cara bekerja dengan kuantitas tiga-fasa dan
kuantitas perfasa. Kita dapat memakai persamaan -persamaan ini tanpa subskrip,
tetapi kita harus (1) menggunakan kilovolt antar-saluran dengan kilovoltampere
atau megavoltampere tiga-fasa, dan (2) menggunakan kilovolt saluran-ke-netral
39

dengan kilovoltampere atau megavoltampere perfasa. Persamaan (2.19)


memberikan arus dasar untuk sistem berfasa-tunggal atau untuk sistem tiga-fasa
di mana dasar-dasarnya ditetapkan dalam kilovoltampere per fasa dan kilovolt ke
netral. Persamaan (2.26) memberikan arus dasar untuk sistem tiga-fasa di mana
dasar- dasarnya ditetapkan dalam kilovoltampere total untuk ketiga-fasa dan
dalam kilovolt- antar-saluran.

Contoh
Carilah jawaban dari contoh sebelumnya dengan cara kerja perunit dan
de-ngan dasar 4,4 kV, 127 A sehingga baik besarnya tegangan maupun besarnya
arus menjadi 1,0 perunit. Dalam contoh ini ditentukan arus, dan bukannya
kilovolt-ampere, karena kuantitas yang disebut belakangan ini tidak masuk ke
dalam per-masalahan.
Jawab :

4400 / 3
Impedansi dasar =  20
127
dan karena itu besarnya impedansi beban adalah juga 1,0 per unit.
Impedansi kawat adalah
1,475 0
Z=  0,0775 0 pu
20
Van = 1,0  0o + 1,0  -30o x 0,07  75o
= 1,0  0o + 0,07  45o
= 1,0495 + j0,0495 = 1,051  2.70o perunit
4400
VLN = 1,051 x 3 = 2670 V, atau 2,67 kV

VLL = 1,051 x 4,4 = 4,62 kV

Jika soal yang harus dipecahkan menjadi lebih kompleks dan terutama jika
me-nyangkut transformator, keuntungan dari perhitungan dalam perunit akan
menjadi lebih jelas.
40

2.9.1. Mengubah Dasar Kuantitas Per-Unit


Kadang-kadang impedansi per-unit untuk suatu komponen dari
suatu sistem dinyata-kan menurut dasar yang berbeda dengan dasar yang
dipilih untuk bagian dan sistem di mana komponen tersebut berada. Karena
semua impedansi dalam bagian mana pun dari suatu sistem harus
dinyatakan dengan dasar impedansi yang sama, maka dalam
perhitungannya kita perlu mempunyai cara untuk dapat mengubah
impedansi per-unit dan suatu dasar ke dasar yang lain. Dengan
mensubstitusikan impedansi dasar yang diberikan dalam Persamaan (2.21)
atau (2.28) ke dalam Persamaan (2.25) kita peroleh

Impedansi per-unit dari suatu elemen rangkaian =


(impedansiS ebenarnya , )  (kVAdasar )
2.30
(TeganganDa sar , kV ) 2  1000

Rumus di atas memperlihatkan bahwa impedansi per-unit


berbanding lurus dengan kilovoltamper dasar dan berbanding terbalik
dengan kuadrat tegangan dasar. Karena itu, untuk mengubah dari impedansi
per-unit menurut suatu dasar yang diberikan men-jadi impedansi per-unit
menurut suatu dasar yang baru, dapat dipakai persamaan berikut:
Zbaru perunit = Zdiberikan perunit
2
 kVdiberikan dasar   kVAbaru dasar 
     2.31
 kV baru dasar   kVAdiberikan dasar 

Persamaan ini tidak ada sangkut pautnya dengan transfer nilai-ohm


suatu impedansi dari satu sisi ke sisi yang lain pada sebuah transformator.
Persamaan ini sangat berguna untuk mengubah suatu impedansi per-unit
yang diberikan menurut suatu dasar tenten-tu ke suatu dasar yang baru.
Tetapi, selain dengan menggunakan persarnaan 2.31, perubahan
dasar dapat juga diperoleh dengan mengubah nilai per-unit menurut suatu
41

dasar menjadi nilai-ohm dan membaginya dengan impedansi dasar yang


baru.

Contoh 1
X” adalah reaktansi sebuah generator yang diketahui sama dengan
0,25 per unit didasarkan atas rating yang tertera pada pelat-nama generator
tersebut, yaitu 18 kV, 500 MVA. Dasar untuk perhitungannya adalah 20 kV,
100 MVA. Hitungan X” dengan dasar yang baru.

JAWABAN:
Dari Persamaan (2.30) kita dapat :
2
 18   100 
X” = 0,25      = 0,0405 pu
 20   500 
Atau dengan mengubah nilai yang diketahui ke dalam ohm dan
membaginya de-ngan impedansi dasar yang baru,

0,25(18 2 / 500)
X” =  0,0405 pu
20 2 / 100

Tahanan dan reaktansi suatu mesin dalam persentase atau per-unit


biasanya diberikan oleh pabriknya. Untuk ini yang diambil sebagai dasar
adalah kilovoltampere rating dan kilovolt rating mesin tersebut.

Contoh 2 :
Diagram segaris suatu system tenaga tiga fasa ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.
42

Dipilih sebagai dasar bersama daya 100 MVA dan tegangan 22 kV


di sisi generator. Gambarkan diagram impedansinya dengan seluruh
impedansinya dinyatakan dalam per unit. Data untuk setiap peralatan
adalah :
G : 90 MVA 22 kV X = 18%
T1 : 50 MVA 22/220 kV X = 10%
T2 : 40 MVA 220/11 kV X = 6,0%
T3 : 40 MVA 22/110 kV X = 6,4%
T4 : 40 MVA 110/11 kV X = 8,0%
M : 66,5 MVA 10,45 kV X = 18,5%
Beban 3 fasa pada rel-4 menarik 57 MVA dengan faktor daya 0,6
lagging pada tegangan 10,45 kV. Saluran 1 dan saluran 2 memilki reaktansi
berturut-turut 48,4 Ω dan 65,43 Ω.
Jawaban :
Mula-mula harus ditentukan tegangan dasar bagi seluruh bagian dari
sistem tenaga. Pada rel 1 diambil tegangan generator sebagai dasar.
Tegangan dasar bagi bagian sistem lainnya mengikuti tegangan rel 1 sesuai
dengan perbandingan tegangan trafo yang menghubungkan satu bagian
dengan bagian lainnya. Dengan demikian maka :
Sisi tegangan rendah T1 : VB1 = 22 kV
Sisi tegangan tinggi T1 : VB2 = 220 kV
Sisi tegangan tinggi T2 : VB3 = 220 kV
Sisi tegangan rendah T2 : VB4 = 11 kV
Sisi tegangan rendah T3 : VB5 = 22 kV
43

Sisi tegangan tinggi T3 : VB6 = 110 kV


Sisi tegangan tinggi T4 : VB7 = 110 kV
Sisi tegangan rendah T4 : VB6 = 11 kV
Berikutnya dapat dihitung nilai perunit reaktansi generator dan trafo.
Karena tegangan dasar generator dan trafo sama dengan tegangan ratingnya,
maka :
 100 
G : X  0,18    0,20 pu
 90 
 100 
T1 : X  0,10    0,20 pu
 50 
 100 
T2 : X  0,06    0,15 pu
 40 
 100 
T3 : X  0,064    0,16 pu
 40 
 100 
T4 : X  0,08    0,20 pu
 40 

Reaktansi motor dihitung berdasarkan nameplatenya yaitu 66,5


MVA dan 10,45 kV. Namun tegangan dasar pada rel 4 di mana motor
dipasang adalah 11 kV. Maka reaktansi perunit motor sekarang harus
diubah berdasarkan 100 MVA dan 11 kV :

2
 10,45   100 
M : X  0,185     0,25 pu
 11   66,5 

Impedansi dasar untuk line-1 dan line-2 adalah :


220 2
Z B2   484 Ω
100
110 2
Z B5   121 Ω
100
44

Maka reaktansi perunit saluran adalah :


48,4
Line-1 : X   0,10 pu
484
65,43
Line-2 : X   0,54 pu
121
Daya nyata beban pada faktor daya 0,6 lagging adalah
SL = 5753,13 0 MVA
Maka impedansi beban adalah :
( VLL ) 2 10,45 2
ZL    1,1495  j1,53267 Ω
SL * 57  53,13 0

112
Z B4   1,21 
Impedansi dasar untuk beban adalah : 100

Maka impedansi perunit beban adalah :


1,1495  j53267
ZL   0,95  j1,2667 pu
1,21 .
Maka diagram impedansinya adalah :

Anda mungkin juga menyukai