Anda di halaman 1dari 25

TEORI-TEORI DAN PENDEKATAN SISTEM MUTU

PENDIDIKAN

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Manajemen Mutu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Abd. Haris, M.Ag

Disusun Oleh : Kelompok 2


- ASEP SAEPUDIN
- ASEP SAEPUL MUSLIM
- DENDEN SYARIPUDIN
- ABDUL RAHMAT
- RAHMAT KOMALA
- ENUNG NURLAELA

PROGRAM PASCA SARJANA


INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang teori dan
pendekatan mutu pendidikan untuk menyelesaikan dari Mata Kuliah Manajemen
Mutu Pendidikan Islam pada program Pascasarjana di Institut Pesantren KH. Abdul
Chalim.

Dalam makalah ini disajikan mengenai kajian tentang pengertian dan teori
Mutu Pendidikan disertai pendekatan tentang mutu pendidikan sampai dengan
sistem penjaminan mutu pendidikan.

Sebagai sebuah makalah, masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena


itu segala saran dan kritik untuk penyempurnaan sangat kami harapkan

Purwakarta, 29 Juli 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................3
C. TUJUAN DAN KEGUNAAN ...............................................................................3
BAB II ...............................................................................................................................4
PEMBAHASAN ................................................................................................................4
A. PENGERTIAN MUTU PENDIDIKAN .................................................................4
B. KARAKTERISTIK MUTU PENDIDIKAN ..........................................................8
C. DIMENSI MUTU PENDIDIKAN .......................................................................10
D. PENDEKATAN MUTU SECARA UMUM ........................................................12
E. STANDAR MUTU PENDIDIKAN .....................................................................14
F. SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (SPMP) ..................................18
BAB III ............................................................................................................................21
PENUTUP .......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap institusi memiliki agenda utama untuk menjaga mutu dan


meningkatkannya, karena tugas ini dianggap paling penting. Meskipun begitu,
ada orang-orang yang menganggap mutu sebagai konsep yang misterius. Bagi
sebagian orang, mutu dianggap sulit dipahami dan sulit untuk diukur.
Pandangan seseorang tentang mutu bisa berbeda dengan pandangan orang lain,
sehingga wajar jika berbagai pakar memiliki kesimpulan yang berbeda tentang
cara menciptakan institusi yang berkualitas.

Memang benar kita dapat mengetahui mutu ketika mengalami, namun


menjelaskannya seringkali menjadi tantangan. Dalam kehidupan sehari-hari,
kita berusaha untuk mencapai mutu, terutama jika mutu itu sudah menjadi
bagian dari kebiasaan kita. Namun, ironisnya, kita sering menyadari keberadaan
mutu tersebut hanya ketika mutu itu hilang. Satu hal yang pasti, mutu menjadi
penanda antara sesuatu yang baik dan sebaliknya. Dalam konteks pendidikan,
mutu menjadi pembeda antara kesuksesan dan kegagalan sebuah institusi. Oleh
karena itu, mutu menjadi masalah utama yang akan memastikan perkembangan
sekolah dan membantu mencapai status yang baik di tengah persaingan yang
semakin ketat dalam dunia pendidikan.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional


menetapkan bahwa pendidikan di Indonesia akan dijalankan melalui satu sistem
pendidikan nasional yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia. Salah satu
implikasi dari diberlakukannya undang-undang ini adalah pentingnya adanya
standar mutu pendidikan yang berlaku secara nasional. Di antara upaya
menentukan standar secara nasional adalah adanya Standar Nasional
Pendidikan (tercantum dalam PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional yang mencakup berbagai jenis dan jenjang pendidikan di
Indonesia.

1
Penjaminan mutu pendidikan, baik itu pendidikan formal, nonformal,
maupun informal, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Kebijakan
pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk mencapai beberapa tujuan,
seperti meningkatkan daya saing, menciptakan citra yang positif di masyarakat,
serta meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Untuk
mengukur efektivitas implementasi kebijakan ini, dapat dilihat dari
ketercapaian indikator-indikator mutu dalam penyelenggaraan pendidikan yang
telah ditetapkan oleh BNSP dalam delapan (8) standar nasional pendidikan
(SNP).

Sistem penjaminan mutu pendidikan merupakan rangkaian kegiatan


yang sistemik dan terpadu pada penyelenggaraan pendidikan, bertujuan untuk
meningkatkan tingkat kecerdasan bangsa. Tidak dapat disangkal bahwa upaya
strategis jangka panjang dalam mewujudkan sistem penjaminan mutu
membutuhkan satu sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan
yang membangun kerjasama dan kolaborasi di antara berbagai pemangku
kepentingan (stakeholders) yang terlibat, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun lokal.

Awal mula kata "mutu" digunakan dalam dunia bisnis karena di dunia
bisnis terdapat proses pemasaran dan interaksi antara konsumen dan produksi.
Jika sebuah perusahaan mampu memproduksi barang atau jasa dengan mutu
yang tinggi, konsumen akan merasa puas dengan apa yang mereka peroleh, dan
perusahaan pun akan mengalami peningkatan. Namun, seiring berkembangnya
zaman dan analisis mendalam dari para pemerhati pendidikan, konsep mutu
yang biasanya diterapkan dalam dunia bisnis juga dapat diaplikasikan dalam
dunia pendidikan. Bahkan, tidak hanya itu, konsep mutu ini juga menghasilkan
standar mutu yang berfungsi untuk menilai tingkat tinggi dan rendahnya mutu
di setiap lembaga, sehingga para pemangku kepentingan dalam lembaga
pendidikan formal didorong untuk mencapai yang terbaik dalam segi mutu dan
kualitas.

2
Perbaikan mutu pendidikan harus dilakukan secara berkelanjutan
dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikan. Organisasi-organisasi
pendidikan memiliki peran kunci dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis berusaha untuk membahas tentang
mutu pendidikan melalui teori-teori dan pendekatannya.

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah


sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan mutu pendidikan


2. Apa saja karakteristik mutu pendidikan
3. Apa saja dimensi mutu pendidikan
4. Bagaimana pendekatan mutu secara umum
5. Apa saja standar mutu pendidikan
6. Bagaimana sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP)

C. TUJUAN DAN KEGUNAAN

Adapun tujuan dan kegunaan dari pembnuatan makalah ini adalah


sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui teori dan pengertian tentang mutu pendidikan


2. Untuk mengetahui karakteristik mutu pendidikan
3. Untuk mengetahui dimensi mutu pendidikan
4. Untuk mengetahui pendekatan mutu secara umum
5. Untuk mengetahui standar mutu pendidikan
6. Untuk mengetahui sistem penjaminan mutu pendidikan (SPMP)

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUTU PENDIDIKAN

Transformasi sekolah era kontemporer menuju sekolah bermutu terpadu


diawali dengan komitmen bersama terhadap mutu pendidikan oleh komite
sekolah, administrator, guru, staf, siswa, dan orang tua dalam komunitas
sekolah. Adapun prosesnya melalui manajemen strategi yang berorientasi pada
mutu dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan costumer (user education).

Pengembangan mutu dalam sektor pendidikan, sesungguhnya


mengadopsi dari berbagai konsep (walaupun yang paling dominan adalah
konsep mutu dalam dunia industri). Akan tetapi, pengembangan mutu akhirnya
merembes pada ranah pendidikan menjadi suatu konsep yang “paten” sehingga
mutu pendidikan merupakan suatu hal yang menjelma kebutuhan primer bagi
sekolah untuk bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya. Membicarakan tentang
pengertian kualitas atau mutu dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena
mutu memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Dalam
mendefinisakan mutu, ada lima pakar utama yang saling berbeda pendapat,
tetapi sebenarnya memiliki maksud yang sama.

Menurut Edward Sallis, mutu dapat dipandang sebagai sebuah konsep


yang absolut sekaligus relatif. Dalam percakapan sehari-hari, mutu sebagian
besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan
mobil-mobil yang mewah. Sebagai suatu konsep yang absolut, mutu sama
halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar, merupakan suatu idealisme yang
tidak dapat dikompromikan. Dalam defenisi yang absolut, sesuatu yang
bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi dan tidak dapat
diungguli. Sedangkan mutu yang relatif dipandang sebagai suatu yang melekat
pada sebuah produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggannya. Untuk itu,
dalam defenisi relatif ini produk atau layanan akan dianggap bermutu bukan
karena ia mahal dan eksklusif, tetapi karena memiliki nilai, misalnya keaslian
produk, wajar, dan familiar.

4
Sedangkan menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip Oleh M. N.
Nasution, kualitas diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for
use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai
kesesuaian terhadap spesifikasi. Sementara, W. Edward Deming menyatakan
bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau apa pun yang
menjadi kebutuhan dan keinginanan konsumen. Adapun menurut Philip B.
Crosby, kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau disandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan,
dan kesesuaian terhadap persyaratan. Feigenbaum juga mencoba untuk
mendefiniskan bahwa kualitas adalah kepuasan-kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction).

Meskipun tidak ada defenisi mengenai kualitas yang diterima secara


universal, dari definisi-definisi yang ada terdapat beberapa kesamaan. Artinya,
dalam mendefinisakan mutu/kualitas memerlukan pandangan yang
komprehensif. Dalam hal ini, ada beberapa elemen yang bisa membuat sesuatu
dikatakan berkualitas. Pertama, kualitas meliputi usaha memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan. Kedua, kualitas mencakup produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan. Ketiga, kualitas merupakan kondisi yang selalu
berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang
berkualitas pada saat yang lain). Keempat, kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.

Maka, pada tataran tersebut, pengertian mengenai mutu pendidikan


mengandung makna yang berlainan, sehingga perlu ada suatu pengertian yang
operasional sebagai suatu pedoman dalam pengelolaan pendidikan untuk
sampai pada pengertian mutu pendidikan. Oleh sebab itu, perlu terlebih dahulu
melihat kerangka dasar pengertian mutu pendidikan. Secara leksikal, dalam
“Kamus Besar Bahasa Indonesia”, mutu adalah ukuran baik buruk suatu benda,
keadaan, taraf, atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dan sebagainya). Adapun
Sudarwan Danim mendefinisikan mutu sebagai derajat keunggulan suatu
produk atau hasil kerja, baik berupa barang atau jasa. Sedangkan D.L. Goetsch
dan S. Davis, seperti yang dikutip oleh Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana,

5
mendefinisikan mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.

Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Amad, bahwa mutu pendidikan
adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien
terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar
yang berlaku.

Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan
berdasarkan pertimbangan (kriteria) intristik dan ekstrinsik. Berdasarkan
kriteria instrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni
manusia yang terdidik, sesuai dengan standar ideal. Berdasarkan kriteria
ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidikan tenaga kerja
yang terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan
keadaan senyatanya, misalnya hasil tes belajar.

Sudarwan Danim memiliki pandangan lain tentang pengertian mutu.


Menurutnya, mutu pendidikan mengacu pada masukan, proses, luaran dan
dampaknya. Mutu masukan dapat dilihat dari beberapa sisi. Pertama, kondisi
baik atau tidaknya masukan sumber daya manusia, seperti kepala sekolah, guru,
laboran, staf tata usaha, dan siswa. Kedua, memenuhi atau tidaknya kriteria
masukan material berupa alat peraga, buku-buku, kurikulum, sarana, prasarana
sekolah, dan lain-lain. Ketiga, memenuhi atau tidaknya kriteria masukan yang
berupa perangkat lunak, seperti peraturan, struktur organisasi, deskripsi kerja,
dan struktur organisasi. Keempat, mutu masukan yang bersifat harapan dan
kebutuhan, seperti visi, motivasi, ketekunan dan cita-cita.

Mutu proses pembelajaran mengandung makna bahwa kemampuan


sumber daya sekolah mentransformasikan multi jenis masukan dan situasi untuk
mencapai derajat nilai tambah tertentu dari peserta didik. Dilihat dari hasil
pendidikan, mutu pendidikan dipandang berkualitas jika mampu melahirkan

6
keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran
tertentu.

Berdasarkan deskripsi dari beberapa pakar di atas dapat disimpulkan


bahwa mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan
pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis
dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari
definisi ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu
kegiatan dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring
dengan perubahan zaman yang melingkarinya, sebab pendidikan merupakan
buah dari zaman itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan senantiasa memerlukan
upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan dengan semakin tingginya
kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.

7
B. KARAKTERISTIK MUTU PENDIDIKAN

Menurut Husaini Usman di dalam bukunya mengatakan bahwa mutu memiliki


13 karakteristik, yaitu:

1) Kinerja (performa), berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya:


kinerja guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan,
sehat dan rajin mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap.
Pelayanan administratif dan edukatif sekolah baik yang ditandai hasil
belajar tinggi, lulusannya banyak, putus sekolah sedikit, dan yang lulus tepat
waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka sekolah tersebut menjadi
sekolah favorit.
2) Waktu wajar (timeliness), selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya:
memulai dan mengakhiri pelajaran tepat waktu, waktu ulangan tepat, batas
waktu pemberian pekerjaan rumah wajar serta waktu untuk guru naik
pangkat wajar.
3) Handal (reliability), usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya:
pelayanan prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahun ke tahun, mutu
sekolah tetap bertahan dari tahun ke tahun, sebagai sekolah favorit bertahan
dari tahun ke tahun, sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke
tahun, guru jarang sakit, kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.
4) Daya tahan (durability), tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter,
sekolah masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa
dan selalu sehat.
5) Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik,
taman ditanami bunga dan terpelihara dengan baik, guru-guru membuat
media pembelanjaran yang menarik, warga sekolah berpenampilan rapi.
6) Hubungan manusiawi (personal interface), menjunjung tinggi nilai-nilai
moral dan profesionalisme. Misalnya: warga sekolah saling menghormati,
baik warga internal maupun eksternal sekolah, demokratis, dan menghargai
profesionalisme.

8
7) Mudah penggunaannya (easy of use), sarana dan prasarana dipakai.
Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku
perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu, penjelasan
guru di kelas mudah dimengerti siswa, contoh soal mudah dipahami,
demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
8) Bentuk khusus (feature), keunggulan tertentu. Misalnya: sekolah ada yang
unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu,
unggul dengan bahasa Inggrisnya, unggul dengan penguasaan teknologi
informasinya (komputerisasi), ada yang unggul dengan karya ilmiah
kesenian atau olahraga.
9) Standar tertentu (conformance to specification), memenuhi standar tertentu.
Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM),
sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah
memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan
skor 650.
10) Konsistensi (Consistency), keajegan, konstan, atau stabil. Misalnya: mutu
sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol
nilai siswa-siswanya, warga sekolah konsisten antara perkataan dengan
perbuatan (apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan
apabila dipercaya tidak mengkhianati).
11) Seragam (uniformity), tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah
menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas, sekolah melaksanakan
aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12) Mampu melayani (serviceability), mampu memberikan pelayanan prima.
Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya, sekolah mampu memberikan
pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan
merasa puas.
13) Ketepatan (Accruracy), ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: sekolah
mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan
sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya, semua warga

9
sekolah bekerja dengan teliti, jam Belajar di sekolah berlangsung tepat
waktu.

C. DIMENSI MUTU PENDIDIKAN

Dalam tulisan ini akan dijelaskan secara sekilas tentang pandangan


UNESCO tentang beberapa dimensi mutu pendidikan. Uraian tentang dimensi
mutu pendidikan itu tertuang dalam buku EFA Global Monitoring Report 2005
atau Laporan Pemantauan Global Pendidikan Untuk Semua. Menurut UNESCO
setidaknya ada 5 dimensi yang terkait dengan mutu pendidikan, yaitu:

1. Karakteristik Pembelajar (learner characteristics)

Dimensi ini sering disebut sebagai masukan (inputs) atau malah


masukan kasar (raw inputs) dalam teori fungsi produksi (production
function theory), yaitu peserta didik atau pembelajar dengan berbagai latar
belakangnya, seperti pengetahuan (aptitude), kemauan dan semangat untuk
belajar (perseverance), kesiapan untuk bersekolah (school readiness),
pengetahuan siap sebelum masuk sekolah (prior knowledge), dan hambatan
untuk pembelajaran (barriers to learning) terutama bagi anak luar biasa.

Banyak faktor latar belakang peserta didik yang sangat


mempengaruhi mutu pendidikan di negeri ini. Banyak anak usia sekolah
yang tidak didukung oleh kondisi yang kondusif, misalnya peserta didik
yang berasal dari keluarga tidak mampu, keluarga pecah (broken home),
kesehatan lingkungan, pola asuh anak usia dini, dan faktor-faktor lain-
lainnya. Dimensi ini menjadi faktor awal yang mempengaruhi mutu
pendidikan.

2. Pengupayaan Masukan (enabling inputs)

Ada dua macam masukan yang akan mempengaruhi mutu


pendidikan yang dihasilkan, yaitu sumber daya manusia dan sumber daya
fisikal. Guru atau pendidik, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga
kependidikan lain menjadi sumber daya manusia (human resources) yang
akan mempengaruhi mutu hasil belajar siswa (outcomes).

10
Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan
aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan
bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat
diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan
juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran
dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai
infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata,
mutu sumber daya manusia yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas
sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap
mutu pendidikan.

3. Proses Belajar Mengajar (teaching and learning)

Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box)
masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama
pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta
didik, pendidik, dan kurikulum. Oleh karena itu mutu proses belajar
mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi
faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses
belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar; (2) metode
mengajar yang digunakan; (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan
bagi peserta didik; dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas.

4. Hasil Belajar (outcomes)

Hasil belajar adalah sasaran yang diharapkan oleh semua pihak. Di


sini memang terjadi perbedaan harapan dari pihak-pihak tersebut.
Setidaknya, semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan menghasilkan
lulusan yang dapat membaca dan menulis (literacy), berhitung (numeracy),
dan kecakapan hidup (life skills), ini memang pasti. Selain itu, peserta didik
harus memiliki kecerdasan emosional dan sosial (emotional dan social
intelligences), nilai-nilai lain yang diperlukan masyarakat.

Hasil belajar yang akan dicapai sesungguhnya yang sesuai dengan


potensinya, sesuai dengan bakat dan kemampuannya, serta sesuai dengan

11
tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang
diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan
kepribadian bangsa. Dalam perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal
dengan istilah 3H (head, heart, hand). Semua itu pada dasarnya untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).

5. Konteks (contexts) atau Lingkungan (environments)

Keempat dimensi yang telah dijelaskan tersebut saling pengaruh-


mempengaruhi dengan konteks (contexts) atau lingkungan (environments)
yang meliputi berbagai aspek alam, sosial, ekonomi, dan budaya. Pada
awalnya, peran orangtua (rumah) dan keluarga belum dipandang sebagai
dimensi yang benar-benar berpengaruh terhadap mutu pendidikan.
Sekarang dukungan orangtua menjadi salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap hasil belajar peserta didik. Dalam kajian tentang sekolah efektif
(effective school), dukungan orangtua siswa dan masyarakat menjadi salah
satu faktor dalam sekolah efektif.

D. PENDEKATAN MUTU SECARA UMUM

Mutu merupakan konsep yang terus mengalami perkembangan dalam


pemaknaannya, menurut Garvin perspektif tentang konsep mutu mengalami
evolusi sebagai berikut, dia mengidentifikasi adanya lima alternatif perspektif
kualitas yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transcendental approach. Kualitas dalam pendekatan ini dapat dirasakan
atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan. Sudut
pandang ini biasanya diterapkan dalam seni musik, drama, seni tari, dan seni
rupa. Selain itu perusahaan dapat mempromosikan produknya dengan

12
pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja yang menyenangkan
(supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan
dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi
perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based approach. Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa
unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat
objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan,
dan preferensi individual.
3. User-based approach. Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif
dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda
memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas
bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang
dirasakannya.
4. Manufacturing-based approach. Perspektif ini bersifat supply-based dan
terutama memperhatikan praktik- praktik perekayasaan dan
pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat
dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini
berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal,
yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan
penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar
yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
Dalam konteks ini konsumen dipandang sebagai fihak yang harus menerima
standar-standar yang ditetapkan oleh produsen atau penghasil produk
5. Value-based Approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga,

13
kualitas didefinisikan sebagai "affordable excellence". Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling
bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

E. STANDAR MUTU PENDIDIKAN

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar


Nasional Indonesia disebutkan bahwa pendidikan di Indonesia menggunakan
delapan standar yang menjadi acuan dalam membangun dan meningkatkan
kualitas pendidikan, Standar Nasional Pendidikan merupakan kriteria minimal
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia, ada delapan standar yang menjadi kriteria minimal tersebut yaitu:
1. Standar Isi. Mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi
minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu. Standar isi memuat kerangka dasar dan struktur
kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan
kalender pendidikan/akademik
2. Standar Proses Pendidikan. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu,
dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,
pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien.
3. Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk
digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan meliputi

14
kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan
mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b.
Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi
sosial. Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket
A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.
Tenaga Kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan
pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium,
teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga
kebersihan.
5. Standar Sarana dan Prasarana. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6. Standar Pengelolaan. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah

15
yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang
diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan
kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik,
operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
7. Standar Pembiayaan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas: a. Biaya
investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; b.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan; c. Biaya operasi
satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta
segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air,
jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
8. Standar Penilaian Pendidikan. Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan b. Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional


dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat (PP 19/2005 Pasal 4). Namun demikian
dalam kenyataannya, perhatian dunia pendidikan akan kualitas merupakan hal
yang baru jika dibandingkan dengan dunia bisnis, oleh karena itu kualitas dan

16
penjaminan kualitas dapat dipandang sebagai suatu inovasi dalam pendidikan.
Dalam hubungan ini sosialisasi menjadi hal yang penting dalam mendukung
keberhasilan implementasi penjaminan kualitas/manajemen kualitas
pendidikan.
Menurut Baker, seperti yang dikutip oleh Engkoswara dan Aan Komariah
memaparkan standar sekolah yang bermutu, adalah sebagai berikut:
1. Administrator dan jajarannya serta guru-guru adalah para profesional yang
handal.
2. Tersedia kurikulum yang luas bagi seluruh siswa.
3. Memiliki filosofi yang selalu dikomunikasikan bahwa seluruh anak dapat
belajar dengan harapan yang tinggi.
4. Iklim yang baik untuk belajar, aman, bersih, mempedulikan dan
terorganiusasi dengan baik.
5. Suatu sistem penilaian berkelanjutan yang didukung supervisi.
6. Keterlibatan masyarakat yang tinggi
7. Membantu para guru mengembangkan strategi, teknik instruksional dan
mendorong kerja sama kelompok.
8. Menyusun jadwal secara terprogram untuk memberikan pelatihan dalam
jabatan dan seminar untuk seluruh staf.
9. Pengorganisasian SDM untuk melayani seluruh siswa.
10. Komunikasi dengan orang tua dan menyediakan waktu cukup untuk dialog.
11. Menetapkan dan mengartikulasikan tujuan secara jelas.
12. Pelihara staf yang memiliki kesemimbangan ketrampilan dan kemampuan
dan ketahui kekuatan dan kapabilitas khusus dari staff.
13. Bekerja untuk memelihara moril tinggi yang berkontribusi terhadap
stabilitas organisasi dan membatasi tingkat turn-over (perputaran guru).
14. Bekerja keras untuk memelihara ukuran kelas sesuai dengan mata pelajaran
dan tingkatan kelas siswa sesuai dengan aturan yang ada.
15. Kembangkan dengan staf dan orang tua kebijakan sekolah dalam disiplin,
penilaian, kehadiran, pengujian, promosi dan ingatan.
16. Kerja sama guru dan orang tua untuk menyediakan dukungan pelayanan
dalam pemecahan permasalahan siswa.

17
17. Memelihara hubungan baik dengan pemerintah daerah.

F. SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN (SPMP)

Untuk membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang bermutu,


dibutuhkan juga suatu sistem penjaminan mutu pendidikan. Dengan sistem ini
diharapkan sistem tata kelola akan berkembang sesuai dengan standar mutu
yang diharapkan. Sistem penjaminan mutu yang dimaksud penulis ambil dari
Permendiknas No. 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan. Secara normatif, pendidikan nasional menjadi tanggung jawab
bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Oleh karena
itu penjaminan mutu pendidikan pun menjadi tanggung jawab bersama ketiga
unsur tersebut.

Mutu pendidikan menurut Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 adalah


adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan
Sistem Pendidikan Nasional. Bukan hanya mutu pendidikan yang perlu dibahas
oleh para pengambil kebijakan pendidikan, tapi perlu ditetapkan penjaminan
mutu pendidikan. Penjaminan mutu pendidikan merupakan kegiatan sistemik
dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau
program pendidikan, pemerintah daerah, Pemerintah, dan masyarakat untuk
menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.

Dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) ditetapkan pula


Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang yaitu jenis dan tingkat pelayanan
pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program
pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.

Selain itu, agar sistem penjaminan mutu pendidikan berkembang secara


positif, dibutuhkan suatu lembaga yang dalam Permendiknas 63/2009 disebut

18
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) adalah unit pelaksana teknis
Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 66 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Barat, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan Jawa Tengah, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi
Selatan.

Khusus untuk pengembangan mutu pendidikan nonformal, perlu


didukung oleh suatu lembaga yang dalam aturan disebut Balai Pengembangan
Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI), yaitu unit pelaksana teknis
Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 28 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal. Juga lembaga lain
yang disebut Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal
(P2PNFI), yaitu unit pelaksana teknis Departemen Pendidikan Nasional
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 8
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat Pengembangan
Pendidikan Nonformal dan Informal.

Lembaga lain yang juga mendukung terselenggaranya sistem


penjaminan mutu pendidikan adalah Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi (BAN-PT) sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Badan Akreditasi Nasional
Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan


kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan oleh Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dicapai
melalui penerapan SPMP.

19
Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,
penjaminan mutu menjadi suatu keharusan, penjaminan mutu (quality
assurance) pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menjamin agar proses
yang berjalan dalam organisasi/lembaga pendidikan dapat memenuhi standar
atau bahkan melebihi standar mutu yang telah ditetapkan. Dalam Peraturan
Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 91
ayat 1, 2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan disebutkan bahwa:

a) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan
penjaminan mutu.
b) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
c) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.

Dengan melihat pasal 91 dari PP 19/2005, nampak bahwa penjaminan


kualitas merupakan suatu kewajiban bagi lembaga pendidikan. Dalam
melakukan penjaminan Kualitas Pendidikan, agar sesuai konteks diperlukan
peninjauan pendidikan dalam lingkup tatarannya. Dalam upaya untuk mengkaji
masalah pendidikan, pemahaman akan kondisi kualitas yang ada merupakan
suatu hal penting yang dapat membantu memahami posisi dan kondisi
pendidikan.

20
BAB III

PENUTUP

Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan


secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan
ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang
pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu. Dilihat dari definisi
ini, maka mutu pendidikan bukanlah upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan
dinamis dan penuh tantangan. Pendidikan akan terus berubah seiring dengan
perubahan zaman yang melingkarinya, sebab pendidikan merupakan buah dari
zaman itu sendiri.

Mutu pendidikan memang hal yang sangat krusial dalam pembangunan


sebuah negara di samping kesehatan dan ekonomi masyarakatnya. Karena dengan
pendidikan dapat menciptakan sumber daya-sumber daya yang dapat diandalkan
dalam pembangunan. Untuk memajukan pendidikan peranan sekolah haruslah
memenuhi standar mutu yang diharapkan bagi masyarakat. Maka tidak heran saat
ini terdapat berbagai macam pilihan sekolah seperti sekolah standar nasional,
reguler, standar internasional dan lainnya. Masyarakat dapat memilih pendidikan
mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

Peningkatan mutu pendidikan secara khusus berorientasi pada peningkatan


kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya akan dipengaruhi oleh input,
proses dan output pendidikan. Sehingga perlu adanya kesinergian antara ketiga hal
tersebut. Mutu Pendidikan akan dapat baik jika baik organisasi pendidikan maupun
pemerintah telah mampu menerapkan manajemen yang tepat dalam
pelaksanaannya. Sehingga tidak ada kelemahan baik itu dalam hal kurikulum,
sarana prasarana, proses pembelajaran, dan kualitas sumber daya manusianya.
Mutu Pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat pengawasan yang intensif
dari para penyelenggara pendidikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.


PP Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Lihat juga
PP Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan.
Sabar Budi Raharjo, dkk, “Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan”, (Pusat
Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). 2019.
Asmuni, “Konsep Mutu dan Total Quality Management (TQM) dalam
Dunia Pendidikan”, Jurnal Ta’dib, Vol. XVIII, No. 01, Edisi Juni 2013, hlm. 17-
18.
Edward Sallis, Total Quality Management in Education, terj. Ahmad Ali
Riyadi dan Fahrurrozi, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010), hlm. 29-30.
Umiarso dan Iman Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi
Pendidikan, (Jogjakarta: IRCiSoD, 2011), hlm. 121.
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1999), hlm. 677.
Dzaujak Ahmad, Petunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar,
(Jakarta: Depdikbud, 1996), hlm. 8.
Husaini Usman, Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2009), hlm. 515.
Jerry H. Makawimbang, Supervisi dan Peningkatan Mutu Pendidikan,
(Bandung: ALFABETA, 2011), hlm. 47-49.
Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan, (Bandung:
ALFABETA, 2010), hlm. 310-311.
Nanang Fattah, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

22

Anda mungkin juga menyukai