PENDIDIKAN
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang teori dan
pendekatan mutu pendidikan untuk menyelesaikan dari Mata Kuliah Manajemen
Mutu Pendidikan Islam pada program Pascasarjana di Institut Pesantren KH. Abdul
Chalim.
Dalam makalah ini disajikan mengenai kajian tentang pengertian dan teori
Mutu Pendidikan disertai pendekatan tentang mutu pendidikan sampai dengan
sistem penjaminan mutu pendidikan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Penjaminan mutu pendidikan, baik itu pendidikan formal, nonformal,
maupun informal, telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Kebijakan
pembangunan pendidikan nasional diarahkan untuk mencapai beberapa tujuan,
seperti meningkatkan daya saing, menciptakan citra yang positif di masyarakat,
serta meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan. Untuk
mengukur efektivitas implementasi kebijakan ini, dapat dilihat dari
ketercapaian indikator-indikator mutu dalam penyelenggaraan pendidikan yang
telah ditetapkan oleh BNSP dalam delapan (8) standar nasional pendidikan
(SNP).
Awal mula kata "mutu" digunakan dalam dunia bisnis karena di dunia
bisnis terdapat proses pemasaran dan interaksi antara konsumen dan produksi.
Jika sebuah perusahaan mampu memproduksi barang atau jasa dengan mutu
yang tinggi, konsumen akan merasa puas dengan apa yang mereka peroleh, dan
perusahaan pun akan mengalami peningkatan. Namun, seiring berkembangnya
zaman dan analisis mendalam dari para pemerhati pendidikan, konsep mutu
yang biasanya diterapkan dalam dunia bisnis juga dapat diaplikasikan dalam
dunia pendidikan. Bahkan, tidak hanya itu, konsep mutu ini juga menghasilkan
standar mutu yang berfungsi untuk menilai tingkat tinggi dan rendahnya mutu
di setiap lembaga, sehingga para pemangku kepentingan dalam lembaga
pendidikan formal didorong untuk mencapai yang terbaik dalam segi mutu dan
kualitas.
2
Perbaikan mutu pendidikan harus dilakukan secara berkelanjutan
dengan cara memperbaiki manajemen mutu pendidikan. Organisasi-organisasi
pendidikan memiliki peran kunci dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Oleh karena itu, dalam makalah ini, penulis berusaha untuk membahas tentang
mutu pendidikan melalui teori-teori dan pendekatannya.
B. RUMUSAN MASALAH
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Sedangkan menurut Joseph Juran, seperti yang dikutip Oleh M. N.
Nasution, kualitas diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for
use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai
kesesuaian terhadap spesifikasi. Sementara, W. Edward Deming menyatakan
bahwa kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau apa pun yang
menjadi kebutuhan dan keinginanan konsumen. Adapun menurut Philip B.
Crosby, kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang
disyaratkan atau disandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan,
dan kesesuaian terhadap persyaratan. Feigenbaum juga mencoba untuk
mendefiniskan bahwa kualitas adalah kepuasan-kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction).
5
mendefinisikan mutu sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan.
Sementara itu, jika dilihat dari segi korelasi mutu dengan pendidikan,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Dzaujak Amad, bahwa mutu pendidikan
adalah kemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional dan efisien
terhadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah, sehingga
menghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurut norma/standar
yang berlaku.
Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan
berdasarkan pertimbangan (kriteria) intristik dan ekstrinsik. Berdasarkan
kriteria instrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni
manusia yang terdidik, sesuai dengan standar ideal. Berdasarkan kriteria
ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidikan tenaga kerja
yang terlatih. Adapun dalam arti deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan
keadaan senyatanya, misalnya hasil tes belajar.
6
keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan
lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran
tertentu.
7
B. KARAKTERISTIK MUTU PENDIDIKAN
8
7) Mudah penggunaannya (easy of use), sarana dan prasarana dipakai.
Misalnya: aturan-aturan sekolah mudah diterapkan, buku-buku
perpustakaan mudah dipinjam dan dikembalikan tepat waktu, penjelasan
guru di kelas mudah dimengerti siswa, contoh soal mudah dipahami,
demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.
8) Bentuk khusus (feature), keunggulan tertentu. Misalnya: sekolah ada yang
unggul dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu,
unggul dengan bahasa Inggrisnya, unggul dengan penguasaan teknologi
informasinya (komputerisasi), ada yang unggul dengan karya ilmiah
kesenian atau olahraga.
9) Standar tertentu (conformance to specification), memenuhi standar tertentu.
Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM),
sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah
memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan
skor 650.
10) Konsistensi (Consistency), keajegan, konstan, atau stabil. Misalnya: mutu
sekolah dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol
nilai siswa-siswanya, warga sekolah konsisten antara perkataan dengan
perbuatan (apabila berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan
apabila dipercaya tidak mengkhianati).
11) Seragam (uniformity), tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah
menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas, sekolah melaksanakan
aturan, tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12) Mampu melayani (serviceability), mampu memberikan pelayanan prima.
Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya, sekolah mampu memberikan
pelayanan primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan
merasa puas.
13) Ketepatan (Accruracy), ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: sekolah
mampu memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan
sekolah, guru-guru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya, semua warga
9
sekolah bekerja dengan teliti, jam Belajar di sekolah berlangsung tepat
waktu.
10
Proses belajar mengajar tidak dapat berlangung dengan nyaman dan
aman jika fasilitas belajar, seperti gedung sekolah, ruang kelas, buku dan
bahan ajar lainnya (learning materials), media dan alat peraga yang dapat
diupayakan oleh sekolah, termasuk perpustakaan dan laboratorium, bahkan
juga kantin sekolah, dan fasilitas pendidikan lainnya, seperti buku pelajaran
dan kurikulum yang digunakan di sekolah. Semua itu dikenal sebagai
infrastruktur fisikal (physical infrastructure atau facilities). Singkat kata,
mutu sumber daya manusia yang tersedia di sekolah dan mutu fasilitas
sekolah merupakan dua macam masukan yang sangat berpengaruh terhadap
mutu pendidikan.
Dimensi ketiga ini sering disebut sebagai kotak hitam (black box)
masalah pendidikan. Dalam kotak hitam ini terdapat tiga komponen utama
pendidikan yang saling berinteraksi satu dengan yang lain, yaitu peserta
didik, pendidik, dan kurikulum. Oleh karena itu mutu proses belajar
mengajar, atau mutu interaksi edukatif yang terjadi di ruang kelas, menjadi
faktor yang amat berpengaruh terhadap mutu pendidikan. Efektivitas proses
belajar-mengajar dipengaruhi oleh: (1) lama waktu belajar; (2) metode
mengajar yang digunakan; (3) penilaian, umpan balik, bentuk penghargaan
bagi peserta didik; dan (4) jumlah peserta didik dalam satu kelas.
11
tipe kecerdasannya, di samping juga nilai-nilai kehidupan (values) yang
diperlukan untuk memeliharan dan menstransformasikan budaya dan
kepribadian bangsa. Dalam perspektif psikologi pendidikan dikenal sebagai
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam perspektif sosial dikenal
dengan istilah 3H (head, heart, hand). Semua itu pada dasarnya untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
12
pernyataan-pernyataan seperti tempat berbelanja yang menyenangkan
(supermarket), elegan (mobil), kecantikan wajah (kosmetik), kelembutan
dan kehalusan kulit (sabun mandi), dan lain-lain. Dengan demikian fungsi
perencanaan, produksi, dan pelayanan suatu perusahaan sulit sekali
menggunakan definisi seperti ini sebagai dasar manajemen kualitas.
2. Product-based approach. Pendekatan ini menganggap kualitas sebagai
karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa
unsur atau atribut yang dimiliki produk. Karena pandangan ini sangat
objektif, maka tidak dapat menjelaskan perbedaan dalam selera, kebutuhan,
dan preferensi individual.
3. User-based approach. Pendekatan didasarkan pada pemikiran bahwa
kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang
paling memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)
merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang subjektif
dan demand-oriented ini juga menyatakan bahwa pelanggan yang berbeda
memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas
bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang
dirasakannya.
4. Manufacturing-based approach. Perspektif ini bersifat supply-based dan
terutama memperhatikan praktik- praktik perekayasaan dan
pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai sama dengan
persyaratannya (conformance to requirements). Dalam sektor jasa, dapat
dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations-driven. Pendekatan ini
berfokus pada penyesuaian spesifikasi yang dikembangkan secara internal,
yang seringkali didorong oleh tujuan peningkatan produktivitas dan
penekanan biaya. Jadi yang menentukan kualitas adalah standar-standar
yang ditetapkan perusahaan, bukan konsumen yang menggunakannya.
Dalam konteks ini konsumen dipandang sebagai fihak yang harus menerima
standar-standar yang ditetapkan oleh produsen atau penghasil produk
5. Value-based Approach. Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai
dan harga. Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga,
13
kualitas didefinisikan sebagai "affordable excellence". Kualitas dalam
perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling
tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi yang paling
bernilai adalah produk atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).
14
kompetensi untuk seluruh mata pelajaran atau kelompok mata pelajaran dan
mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
4. Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendidik harus memiliki
kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat
jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan adalah
tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik
yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai
agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik; b.
Kompetensi kepribadian; c. Kompetensi profesional; dan d. Kompetensi
sosial. Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket
A, Paket B dan Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan.
Tenaga Kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan
pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium,
teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga
kebersihan.
5. Standar Sarana dan Prasarana. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki
sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan,
buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan
berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang
pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang
bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa,
tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi,
dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
6. Standar Pengelolaan. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah menerapkan manajemen berbasis sekolah
15
yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
tinggi menerapkan otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang
diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang berlaku memberikan
kebebasan dan mendorong kemandirian dalam pengelolaan akademik,
operasional, personalia, keuangan, dan area fungsional kepengelolaan
lainnya yang diatur oleh masing-masing perguruan tinggi.
7. Standar Pembiayaan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas: a. Biaya
investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan
prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap; b.
Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti
proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan; c. Biaya operasi
satuan pendidikan meliputi: Gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta
segala tunjangan yang melekat pada gaji, Bahan atau peralatan pendidikan
habis pakai, dan Biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air,
jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur,
transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.
8. Standar Penilaian Pendidikan. Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan c. Penilaian hasil belajar
oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; dan b. Penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
penjaminan kualitas dapat dipandang sebagai suatu inovasi dalam pendidikan.
Dalam hubungan ini sosialisasi menjadi hal yang penting dalam mendukung
keberhasilan implementasi penjaminan kualitas/manajemen kualitas
pendidikan.
Menurut Baker, seperti yang dikutip oleh Engkoswara dan Aan Komariah
memaparkan standar sekolah yang bermutu, adalah sebagai berikut:
1. Administrator dan jajarannya serta guru-guru adalah para profesional yang
handal.
2. Tersedia kurikulum yang luas bagi seluruh siswa.
3. Memiliki filosofi yang selalu dikomunikasikan bahwa seluruh anak dapat
belajar dengan harapan yang tinggi.
4. Iklim yang baik untuk belajar, aman, bersih, mempedulikan dan
terorganiusasi dengan baik.
5. Suatu sistem penilaian berkelanjutan yang didukung supervisi.
6. Keterlibatan masyarakat yang tinggi
7. Membantu para guru mengembangkan strategi, teknik instruksional dan
mendorong kerja sama kelompok.
8. Menyusun jadwal secara terprogram untuk memberikan pelatihan dalam
jabatan dan seminar untuk seluruh staf.
9. Pengorganisasian SDM untuk melayani seluruh siswa.
10. Komunikasi dengan orang tua dan menyediakan waktu cukup untuk dialog.
11. Menetapkan dan mengartikulasikan tujuan secara jelas.
12. Pelihara staf yang memiliki kesemimbangan ketrampilan dan kemampuan
dan ketahui kekuatan dan kapabilitas khusus dari staff.
13. Bekerja untuk memelihara moril tinggi yang berkontribusi terhadap
stabilitas organisasi dan membatasi tingkat turn-over (perputaran guru).
14. Bekerja keras untuk memelihara ukuran kelas sesuai dengan mata pelajaran
dan tingkatan kelas siswa sesuai dengan aturan yang ada.
15. Kembangkan dengan staf dan orang tua kebijakan sekolah dalam disiplin,
penilaian, kehadiran, pengujian, promosi dan ingatan.
16. Kerja sama guru dan orang tua untuk menyediakan dukungan pelayanan
dalam pemecahan permasalahan siswa.
17
17. Memelihara hubungan baik dengan pemerintah daerah.
18
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) adalah unit pelaksana teknis
Departemen Pendidikan Nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 7 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 66 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan Sumatera Barat, Lembaga Penjaminan Mutu
Pendidikan Jawa Tengah, dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Sulawesi
Selatan.
19
Dalam upaya untuk terus meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,
penjaminan mutu menjadi suatu keharusan, penjaminan mutu (quality
assurance) pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menjamin agar proses
yang berjalan dalam organisasi/lembaga pendidikan dapat memenuhi standar
atau bahkan melebihi standar mutu yang telah ditetapkan. Dalam Peraturan
Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 91
ayat 1, 2, dan 3 tentang penjaminan mutu pendidikan disebutkan bahwa:
a) Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan non formal wajib melakukan
penjaminan mutu.
b) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan.
c) Penjaminan mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjaminan
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
20
BAB III
PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
22