Anda di halaman 1dari 12

Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research

Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92


e-ISSN: 2962-8350
Journal Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alihtiram/

KONSELING SEBAYA: SEBUAH PENANGANAN MASALAH


PSIKOLOGIS REMAJA PUTUS CINTA

PEER COUNSELING: A HANDLING OF POST-BREAKUP


ADOLESCENT PSYCHOLOGICAL PROBLEM

Baiq Fifiani Harisma*


Konsentrasi Bimbingan dan Konseling Islam, Program Studi Magister Interdisciplinary
Islamic Studies, Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia
*E-mail: baiqharisma248@gmail.com

Abstract
Adolescence was a period of transition from childhood to maturity which has
psychological needs in the form of the need to be loved and to love which is then
implemented in the form of dating relationships. But over time it will lead to the
breakdown of the relationship. Therefore, this study aims to describe the using peer
counseling in adolescents with psychological problems due to breakups. The method used
in this study is a qualitative method with a phenomenological approach. The findings of
this study are psychological problems experienced by adolescents who break up with love,
namely difficulty sleeping, often crying alone at night, sometimes hitting walls, and
having thoughts of suicide. Which is then exacerbated by the condition of the teenager
keeping to himself and then doing peer counseling. With peer counseling, the counselee
has a new understanding that the principles that must be adhered to in a relationship are
seriousness and clarity of relationship and the counselee begins to be selective in choosing
his life partner.

Keywords: Peer Counseling; Adolescent; Breakup.

Abstrak
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa
yang memiliki kebutuhan psikologis berupa kebutuhan dicintai dan mencintai
yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk hubungan pacaran. Namun,
seiring berjalannya waktu akan berujung pada kandasnya hubungan tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan
konseling sebaya pada remaja mengalami permasalahan psikologis akibat
putus cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Temuan dari penelitian ini
adalah masalah psikologis yang dialami oleh remaja putus cinta yaitu susah
tidur, sering menangis di malam hari sendirian, terkadang memukul tembok,
dan terdapat keinginan untuk bunuh diri. Yang kemudian, diperparah dengan

81
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

kondisi remaja tersebut memendam sendiri dan kemudian melakukan


konseling sebaya. Dengan adanya konseling sebaya, konseli tersebut
pemahaman baru bahwa prinsip yang harus dipegang dalam hubungan adalah
keseriusan dan kejelasan hubungan dan konseli mulai selektif dalam memilih
pasangan hidupnya.

Kata Kunci: Konseling Sebaya; Remaja; Putus Cinta.

Pendahuluan
Masa remaja (adolescent) merupakan suatu masa perubahan dari kanak-kanak
menuju masa dewasa yang biasanya terjadi antara usia 11 atau 12 tahun sampai
dengan 20 tahun (Kuswatun & Maemonah, 2021). Adapun kebutuhan dasar
psikologi seorang remaja adalah kebutuhan dicintai dan mencintai (Fadlilah &
Komala, 2020; Chenaya et al., 2019). Dalam hal ini, terdapat empat syarat dalam
mewujudkan cinta yaitu pengenalan (knowledge), tanggung jawab (responsibility),
perhatian (care), dan saling menghormati (respect) (Kuswatun & Maemonah, 2021).
Kebutuhan akan dicintai dan mencintai pada masa remaja sering kali diwujudkan
dengan menjalani hubungan dengan teman sebaya yang berjenis kelamin berbeda
yang kemudian dikenal dengan istilah pacaran. Duck & Rollie (dalam Sugiarto &
Soetjiningsih, 2021) menyatakan bahwa hubungan ini merupakan proses yang
memberikan pengaruh besar dalam perubahan, mulai dari perubahan mood hingga
kesehatan mental (mental health). Kemudian, perubahan-perubahan yang terjadi
dalam hubungan romantis tersebut dapat berakibat pada putusnya hubungan.
Putusnya hubungan romantis secara empiris menimbulkan berbagai respon,
baik itu fisik maupun emosional yang negatif, mulai dari kecemasan, depresi,
psikopatoplogi, kesepian, daya tahan tubuh melemah, sakit fisik baik secara fatal dan
nonfatal, serta menurunnya kuantitas hidup hingga kematian mendadak melalui
keinginan bunuh diri (Tacasily, 2021). Selain distres psikologi, dampak lainnya
akibat putus cinta akan munculnya perilaku obsesif untuk mengejar mantan
pasangan. Perilaku tersebut diakibatkan oleh salah satu pihak yang mengalami
ruminasi terhadap mantan pasangan sehingga mereka berusaha untuk terus mengejar
mantannya tersebut.
Putus cinta dapat dimaknai sebagai suatu kejadian berakhirnya suatu
hubungan yang telah dijalani dengan pasangan (Kusumawardhani & Poerwandari,

82
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

2018; Putra & Supriyadi, 2020). Seseorang atau individu yang yang terpuruk setelah
mengalami putus cinta seakan kehilangan tujuan hidup, tidak dapat berpikir jernih,
tidak dapat menerima keadaan, penyesalan terhadap diri sendiri, dan membiarkan
dirinya berada dalam kesedihan bukannya mencari hal positif agar bangkit kembali
(Pramudianti, 2020; Muwakhidah, 2021). Ketika terdapat dukungan sosial yang
mendukung dan cukup akan berdampak pada individu itu sendiri sehingga rasa
kesepian atau merasa tidak lagi sendiri dalam menghadapi permasalahannya
sehingga dapat melanjutkan kehidupan dengan baik, kemudian dapat menentukan
kembali tujuan hidupnya dengan mulai membangun hubungan positif dengan orang
lain, melakukan hal-hal yang positif bagi dirinya, dan bertanggung jawab dengan
kehidupannya (Kusumawardhani & Poerwandari, 2018).
Pada masa remaja, teman sebaya merupakan salah satu figur penting
(significant others) yang sangat berperan dalam memberikan warna pada berbagai
aspek perkembangan individunya (Prasetiawan, 2016; Hermawan et al., 2022;
Anggoro et al., 2022; Rehardiningtyas et al., 2022; Agustin et al., 2022; Sanjaya et
al., 2022). Hal ini dikarenakan bahwa remaja sebagai kelompok yang ekslusif yang
menganggap bahwa hanya sesama remaja dapat saling memahami. Berbagai
perilaku baik positif maupun negatif pada remaja sangat mudah menyebar dari satu
remaja ke remaja yang lainnya. Hal ini memberikan peluang kepada konselor untuk
memberikan intervensi secara tepat yaitu dengan membangun konseling sebaya
(Bestari et al., 2022; Mutmainnah & Sulaiman, 2022).
Konseling sebaya menurut Carr (dalam Prasetiawan, 2016) pada dasarnya
adalah salah satu cara bagi remaja belajar bagaimana memperhatikan dan membantu
remaja-remaja lain, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
Tindall & Gray (dalam Prasetiawan, 2016) menambahkan konseling sebaya
mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping
relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian
pertimbangan, tutorial dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu
atau menolong. Dalam hal ini, dipahami bahwa konseling sebaya merupakan sebuah
layanan psikologis yang disengaja dan sistematis yang memungkinkan remaja

83
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

memiliki keterampilan-keterampilan guna mengimplementasikan pengalaman


kemandirian dan kemampuan mengontrol dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, melihat permasalahan putus cinta pada remaja
dirasa mampu dientaskan melalui konseling sebaya dikarenakan remaja belajar akan
kemampuan mengontrol emosi dan dirinya, maka penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan penggunaan konseling sebaya pada remaja mengalami
permasalahan psikologis akibat putus cinta.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hanurawan (dalam
Gumilang, 2016) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dengan model
fenomenologi bertujuan untuk dapat memahami esensi atau hakikat mengenai
pengalaman dunia terhadap individu (inner world) tentang sebuah fenomena
berdasarkan perspektif individu itu sendiri. Melalui pendekatan fenomenologi yang
digunakan dalam penelitian ini, peneliti dapat memahami secara keseluruhan akibat
remaja dari putus cinta atau bisa disebut pasca putus cinta berupa permasalahan
psikologis (Ardinata et al., 2022; Bastian et al., 2021; Muara et al., 2021; Putri et al.,
2021; Rahmanisa et al., 2021; Rahmat, 2019; Priambodo, 2020; Adri et al., 2020;
Marufah et al., 2020; Rahmat et al., 2021). Dalam hal ini, teknik pengumpulan data
dilakukan melalui metode wawancara yaitu melalui video call pada telepon seluler
dan aplikasi WhatsApp dikarenakan situasi dan kondisi yang tidak memadai untuk
bertemu secara langsung dan berada di masa pandemi COVID-19.

Hasil dan Pembahasan


Konsep Cinta dan Permasalahan Psikologis Akibat Putus Cinta
Cinta dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, tanpa terkecuali
dalam hal kisah percintaan para remaja. Sebelum remaja merasakan adanya sebuah
perpisahan dengan kekasih lawan jenisnya atau disebut dengan istilah putus cinta,
seseorang tentunya merasakan jatuh cinta dan menjalin relasi romantis terlebih
dahulu sebelum terjadinya putus cinta. Pada fase ini, remaja mengenal adanya relasi

84
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

romantis yang dapat diawali dengan kedekatan dengan teman sebaya. Hal ini
dikarenakan kebutuhan psikologis pada remaja umumnya memiliki kebutuhan akan
kelekatan dan kebutuhan seksual (Kuswatun & Maemonah, 2021). Perilaku tersebut
dapat mengarahkan remaja pada perilaku berpacaran atau terikat dalam hubungan
romantis. Hal tersebut merupakan usaha atau upaya untuk mencapai hubungan baru
yang lebih matang dengan lawan jenis (Pramudianti, 2020; Febrianti &
Mulawarman, 2019; Sa’diyah & Hidayati, 2020).
Ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terputusnya hubungan cinta
pada setiap pasangan, yaitu terlalu banyak menyimpan rahasia, tidak terbuka pada
pasangan masing-masing, cemburu atau hilangnya kepercayaan pada pasangan,
ditentang oleh keluarga, pasangan mencintai orang lain, cinta sesaat, dan hubungan
yang terjadi akibat jarak jauh (Pramudianti, 2020; Fitriana & Rosyidi, 2021; Husni,
2017). Faktor-faktor tersebut mengarahkan hubungan yang berada di ujung tanduk
yang berakhir dengan kehancuran hubungan. Relvich & Shatte (dalam Atrup &
Anisa, 2018) mengatakan beberapa emosi yang biasa dialami oleh individu ketika
berakhirnya hubungan percintaan yaitu kesedihan dan depresi, perasaan bersalah,
marah, kecemasan, dan juga timbulnya perasaan malu. Terjadinya perubahan
perasaan yang kuat, cepat, dan sering, perasaan mudahnya tersinggung, kesepian,
mengalami permasalah dengan pola tidur dan nafsu makan, merasa putus asa, dan
bingung. Atrup & Anisa (2018) juga menambahkan akibat dari berpisah dengan
orang yang kita cintai dapat berdampak pada emosional seperti kesedihan,
kekecewaan, bahkan terdapat rasa geram yang berimbas pada marahnya pada
lingkungan dan diri sendiri.

Dilema Psikologis Pasca Putusnya Hubungan Pasca Seorang Remaja dengan


Inisial NT: Sebuah Uraian Fenomenologis
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memperoleh data bahwa subjek yang
sudah menjalani hubungan sekitar empat tahun. Kedua belah pihak laki-laki dan
perempuan sudah saling mengenal tapi tidak ada ikatan pertunangan hanya sebatas
pacaran saja. Setelah beberapa minggu, dari komunikasi terakhir dengan kekasihnya
menyatakan tidak ada kabar atau semacamnya lagi. Karena subjek penelitian sudah

85
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

terbiasa tidak selalu berkomunikasi dikarenakan kekasihnya bekerja pada kapal


pesiar, maka hal itu sudah dianggap wajar bagi dirinya. Namun, karena kabar dari
kekasihnya tidak kunjung ada, maka subjek memutuskan untuk mencari tahu sendiri
kenapa hal ini bisa terjadi.
Kemudian subjek berinisiatif untuk mengecek media sosial kekasihnya dan
pada akhirnya menemukan kejanggalan pada akun perempuan yang diikuti oleh
kekasihnya dan menemukan foto bahwa kekasihnya dan perempuan tersebut sedang
melakukan tukar cincin. Setelah melihat itu, subjek tidak berani menceritakan
kepada kedua orang tuanya dan keluarga mengenai kandasnya hubungan percintaan
dengan kekasihnya tersebut. Hal ini kemudian memunculkan masalah-masalah yang
dialami klien seperti susah tidur, sering menangis di malam hari sendirian, terkadang
memukul tembok, dan terdapat keinginan untuk bunuh diri.
Selama masa sulit tersebut, subjek tidak pernah menceritakan kepada
siapapun yang artinya subjek memendam sendiri apa yang dialami yang dirasa
setelah putus dengan kekasihnya. Setelah lama mengalaminya, subjek memutuskan
untuk menceritakan kepada salah satu teman dekatnya semasa perkuliahan. Selama
kejadian pasca putus, NT menyadari dirinya memang membutuhkan bantuan
psikologis agar cepat sembuh, tetapi NT tidak melakukannya tetapi NT tetap
mencoba menyembuhkan diri sendiri dengan berbagai cara. Adapun cara yang
digunakan oleh NT yaitu menyibukkan diri sendiri, lebih banyak beribadah kepada
Tuhan, memblokir mantannya di berbagai akun media social seperti Instagram,
WhatsApp, dan Facebook), serta lebih memilih menceritakan permasalahannya
kepada sahabat-sahabatnya dikarenakan sahabat remajanyalah yang mampu
memahami dirinya.
Pasca hubungan putus cinta tersebut, NT tidak pernah memulai hubungan
dengan siapapun dengan alasan tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama lagi.
Selanjutnya, NT lebih selektif memilih pasangan hidup dan tidak mau asal-asalan
apabila ada pria yang mau mendekatinya dan saat ini NT lebih fokus pada karir
menjadi guru di sekolah dasar. Dengan menjadi guru di sekolah dasar, NT dapat
melupakan sejenak masalah yang telah dialami walaupun terkadang muncul
kembali. Selanjutnya, apabila terdapat pria yang ingin memulai hubungan

86
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

dengannya, hubungan tersebut harus serius dan tidak hanya pacaran yang
merupakan salah satu prinsip yang NT pegang untuk saat ini setelah mengalami hal
tersebut.

Penggunaan Konseling Sebaya dalam Menangani Problematika Psikologis


Remaja Putus Cinta
Remaja yang memiliki inisial NT yang mengalami putus cinta, kemudian
diberikan konseling sebaya. Konseling sebaya yang dimaksud adalah suatu jembatan
penghubung Antara konselor ahli dengan temannya yang akan dikonselingi. Teman
sebaya yang mungkin dijadikan konselor adalah sahabatnya sendiri yang dianggap
sebagai tempat curahan hatinya. Agen konseling sebaya tersebut bisa dalam hal ini
memberikan saran untuk mengarahkan konseli agar berkonsultasi dengan konselor
ahli atau juga menjadikan agen tersebut sebagai tempat penitipan curahan hati lalu
mendiskusikan permasalahan tersebut dengan konselor ahli agar hasilnya dapat
disampaikan dengan Bahasa yang mudah dimengerti (Hutahean, 2019; Ridha, 2019;
Sarmin, 2017; Noviza, 2011; Purwanti et al., 2022). Menurut Astiti (2019), dalam
tahap implementasinya dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Konselor sebaya memulai dengan memberikan kesan yang menyenangkan untuk
konseli sebayanya.
b. Konselor sebaya menunjukkan sikap bersahabat yang ditunjukkan dengan
perhatian penuh, active listening, memberikan respon empati, dan memahami
situasi klien.
c. Konselor sebaya menyampaikan harapan bahwa klien akan mendapatkan
manfaat dari konseling yang dilakukan.
d. Saat klien mengungkapkan harapannya, konselor harus menanggapi dengan
proporsional dan tidak berkesan menasehati klien.

Simpulan
Masalah psikologis yang dialami oleh remaja NT yang mengalami putus cinta
adalah susah tidur, sering menangis di malam hari sendirian, terkadang memukul
tembok, dan terdapat keinginan untuk bunuh diri. Kemudian, diperparah dengan

87
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

kondisi remaja tersebut memendam sendiri permasalahannya dan kemudian


akhirnya melakukan konseling sebaya. Dengan adanya konseling sebaya, konseli
tersebut pemahaman baru bahwa prinsip yang harus dipegang dalam hubungan
adalah keseriusan dan kejelasan hubungan dan konseli mulai selektif dalam memilih
pasangan hidupnya.

Daftar Pustaka
Adri, K., Rahmat, H. K., Ramadhani, R. M., Najib, A., & Priambodo, A. (2020).
Analisis Penanggulangan Bencana Alam dan Natech Guna Membangun
Ketangguhan Bencana dan Masyarakat Berkelanjutan di
Jepang. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(2), 361-374.

Agustin, N. D., Aritonang, S., & Pane, M. (2022). ANALYSIS OF THE EARLY
WARNING ALERT AND RESPONSE SYSTEM TO ANTICIPATE AN
OUTBREAK IN INDONESIA. Journal of Advanced Research in Defense and
Security Studies, 1(1), 53-64.

Anggoro, D. W., Apriliani, D., Akbar, M. A. H., Rahmatika, N. I., & Erfanisa, F.
(2022). PARADIGMA BELA NEGARA DALAM BERBAGAI
PERSPEKTIF. Journal of Advanced Research in Defense and Security Studies, 1(1),
35-52.

Ardinata, R. P., Rahmat, H. K., Andres, F. S., & Waryono, W. (2022).


Kepemimpinan transformasional sebagai solusi pengembangan konsep smart
city menuju era society 5.0: sebuah kajian literatur [Transformational
leadership as a solution for the development of the smart city concept in the
society era: a literature review]. Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of
Counseling and Social Research, 1(1).

Astiti, S. P. (2019). Efektivitas konseling sebaya (peer counseling) dalam


menuntaskan masalah siswa. IJIP: Indonesian Journal of Islamic Psychology, 1(2),
243-263.

Atrup, A., & Anisa, Y. P. N. (2018). Hipnoterapi Teknik Part Therapy Untuk
Menangani Siswa Kecewa Akibat Putus Hubungan Cinta Pada Siswa
Sekolah Menengah Kejuruan. PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi
Pembelajaran, 4(1), 21-29.

Bastian, O. A., Rahmat, H. K., Basri, A. S. H., Rajab, D. D. A., & Nurjannah, N.
(2021). Urgensi Literasi Digital dalam Menangkal Radikalisme pada

88
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

Generasi Millenial di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Dinamika Sosial


Budaya, 23(1), 126-133.

Bestari, S. W., Zen, E. F., & Hotifah, Y. (2022). Penerapan Keterampilan Dasar
Komunikasi Konselor Sebaya dalam Konseling Online. Buletin Konseling
Inovatif, 2(1).

Chenaya, F., Rukhayana, B., & Hapsari, P. W. (2019). Hubungan Konsep


Kebutuhan Sebagai Motivasi Wanita Jepang Memainkan Otome
Game. IDEA: Jurnal Studi Jepang, 1(1), 68-76.

Fadlilah, M., & Komala, T. (2020). HUBUNGAN DUKUNGAN ORANG TUA


DENGAN MINAT MELANJUTKAN PROFESI NERS MAHASISWA S1
KEPERAWATAN REGULER SEMERTER VIII. Jurnal'Aisyiyah
Medika, 5(2).

Febrianti, T., & Mulawarman, M. (2019). Peningkatan Perilaku Prososial Siswa


Melalui Konseling Teman Sebaya Berbasis Kecakapan Hidup. Indonesian
Journal of Educational Counseling, 3(3), 293-300.Purwanti, S., Utami, S. W., &
Latifah, L. (2022). Konseling Sebaya Pada Kesehatan Reproduksi Remaja
Dalam Komunikasi Interpersonal. Jurnal Bimbingan Dan Konseling
Pandohop, 2(2), 47-55.

Fitriana, Q. A. Y., & Rosyidi, H. (2021). Self-Efficacy Dan Kemampuan Mendengar


Aktif Konselor Sebaya Terhadap Kesehatan Mental. Jurnal Penelitian
Psikologi, 12(2), 74-80.

Gumilang, G. S. (2016). Metode penelitian kualitatif dalam bidang bimbingan dan


konseling. Jurnal Fokus Konseling, 2(2).

Hermawan, A., Wijayanto, D., Aprilia, F., Sari, N. I., & Safitry, N. (2022).
IMPLEMENTASI PERANG DAGANG PADA PERSAINGAN
INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA SEBAGAI ANCAMAN
PERTAHANAN NEGARA DI ERA MILENIAL. Journal of Advanced
Research in Defense and Security Studies, 1(1), 1-18.

Husni, M. (2017). MENINGKATKAN KETERAMPILAN KONSELING


SEBAYA DENGAN MIND SKILLS. PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 4(1).

Hutahae, H. I. P. P. (2019). Optimalisasi Konseling Remaja Terhadap Masalah


Depresi yang Sering Dialami oleh Remaja pada TIngkat Pendidikan
Menengah. BIMIKI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan
Indonesia), 7(1), 42-49.

Kusumawardhani, S. J., & Poerwandari, E. K. (2018). Efektivitas Acceptance


Commitment Therapy dalam Meningkatkan Subjective Well-Being pada

89
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

Dewasa Muda Pasca Putusnya Hubungan Pacaran. Jurnal Ilmiah Psikologi


MIND SET, 9(01), 78-97.

Kuswatun, E., & Maemunah, M. (2021). Konseling Religius: Suatu Proses


Penemuan Makna Hidup Remaja Gagal Menikah. KONSELING: Jurnal
Ilmiah Penelitian dan Penerapannya, 2(2), 32-37.

Marufah, N., Rahmat, H. K., & Widana, I. D. K. K. (2020). Degradasi Moral sebagai
Dampak Kejahatan Siber pada Generasi Millenial di
Indonesia. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(1), 191-201.

Muara, T., Prasetyo, T. B., & Rahmat, H. K. (2021). Psikologi Masyarakat Indonesia
di Tengah Pandemi: Sebuah Studi Analisis Kondisi Psikologis Menghadapi
COVID-19 Perspektif Comfort Zone Theory. Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 6(1), 69-77.

Mutmainnah, M., & Sulaiman, F. (2022). Pelatihan Konselor Sebaya untuk


Merubah Perilaku Anak Maladaftif di Sekolah. MASPUL JOURNAL OF
COMMUNITY EMPOWERMENT, 4(1), 84-88.

Muwakhidah, M. (2021). Keefektifan Peer-Counseling (Konseling Teman Sebaya)


Untuk Meningkatkan Resiliensi Remaja di Pondok Pesantren Bahrul Ulum
Jombang. Nusantara of Research: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Universitas
Nusantara PGRI Kediri, 8(1), 52-64.

Noviza, N. (2011). Konseling teman sebaya (peer counseling) suatu inovasi layanan
bimbingan konseling di perguruan tinggi. Wardah, 12(1), 83-98.

Pramudianti, R. (2020). Kebahagiaan Pada Remaja Wanita Yang Berulang-Ulang


Putus Cinta. Jurnal Ilmu Sosial Dan Humaniora, 9(2), 337-346.

Prasetiawan, H. (2016). Konseling teman sebaya (peer counseling) untuk mereduksi


kecanduan game online. Counsellia: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 6(1), 1-13.

Priambodo, A., Widyaningrum, N., & Rahmat, H. K. (2020). Strategi Komando


Resor Militer 043/Garuda Hitam dalam Penanggulangan Bencana Alam di
Provinsi Lampung. PERSPEKTIF, 9(2), 307-313.

Putra, I. P. B. O., & Supriyadi, S. (2020). Pengaruh outbound move on terhadap


perilaku memaafkan dan penerimaan diri pada remaja patah hati di
Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 156-167.

Putri, H. R., Metiadini, A., Rahmat, H. K., & Ukhsan, A. (2020). Urgensi
pendidikan bela negara guna membangun sikap nasionalisme pada generasi
millenial di Indonesia. Al-Muaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, 5(2),
257-271.

90
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

Rahmanisa, R., Rahmat, H. K., Cahaya, I., Annisa, O., & Pratiwi, S. (2021). Strategi
Mengembangkan Resiliensi Individu di Tengah Masa Pandemi COVID-19
Menggunakan Islamic Art Therapy [Strategy to Develop Individual
Resilience in The Middle of The COVID-19 Pandemic using Islamic Art
Therapy]. Journal of Contemporary Islamic Counselling, 1(1).

Rahmat, H. K. (2019). Mobile learning berbasis appypie sebagai inovasi media


pendidikan untuk digital natives dalam perspektif islam. Tarbawi: Jurnal
Pendidikan Islam, 16(1).

Rahmat, H. K., Muzaki, A., & Pernanda, S. (2021, March). Bibliotherapy as An


Alternative to Reduce Student Anxiety During Covid-19 Pandemic: a
Narrative Review. In Proceeding International Conference on Science and
Engineering (Vol. 4, pp. 379-382).

Rehardiningtyas, D. A., Firdaus, M. F., & Sulistyanto, S. (2022). MILITARY


LEADERSHIP COMPETENCIES IN THE ERA OF SOCIETY 5.0: A
THEORITICAL REVIEW. Journal of Advanced Research in Defense and Security
Studies, 1(1), 65-80.

Ridha, A. A. (2019). Penerapan konselor sebaya dalam mengoptimalkan fungsi


layanan bimbingan konseling di sekolah. Jurnal Psikologi, 15(1), 25-34.

Sa'diyah, E. H., & Hidayati, F. (2020). Meningkatkan kemandirian santri melalui


pendampingan konseling sebaya (peer counseling). Psikoislamika, 17(1), 36-43.

Sanjaya, B. R., Efrianti, D., Ali, M., Prasetyo, T., Mukhtadi, M., Widasari, Y. K.,
& Khumairoh, Z. (2022). PENGEMBANGAN CYBER SECURITY
DALAM MENGHADAPI CYBER WARFARE DI INDONESIA. Journal
of Advanced Research in Defense and Security Studies, 1(1), 19-34.

Sarmin, S. (2017). Konselor Sebaya: Pemberdayaan Teman Sebaya dalam Sekolah


Guna Menanggulangi Pengaruh Negatif Lingkungan. Briliant: Jurnal Riset dan
Konseptual, 2(1), 102-112.

Sugiarto, J. A. S., & Soetjiningsih, C. H. (2021). DUKUNGAN SOSIAL ORANG


TUA DAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING PASCA PUTUS CINTA
PADA DEWASA AWAL. PSIKOLOGI KONSELING, 18(1), 833-843.

Tacasily, Y. O. M. (2021). Hubungan Forgiveness dan Psychological Well-Being


pada Mahasiswa yang Pernah Mengalami Putus Cinta. Jurnal Ilmiah
Bimbingan Konseling Undiksha, 12(2).

91
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92

92

Anda mungkin juga menyukai