Abstract
Adolescence was a period of transition from childhood to maturity which has
psychological needs in the form of the need to be loved and to love which is then
implemented in the form of dating relationships. But over time it will lead to the
breakdown of the relationship. Therefore, this study aims to describe the using peer
counseling in adolescents with psychological problems due to breakups. The method used
in this study is a qualitative method with a phenomenological approach. The findings of
this study are psychological problems experienced by adolescents who break up with love,
namely difficulty sleeping, often crying alone at night, sometimes hitting walls, and
having thoughts of suicide. Which is then exacerbated by the condition of the teenager
keeping to himself and then doing peer counseling. With peer counseling, the counselee
has a new understanding that the principles that must be adhered to in a relationship are
seriousness and clarity of relationship and the counselee begins to be selective in choosing
his life partner.
Abstrak
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa
yang memiliki kebutuhan psikologis berupa kebutuhan dicintai dan mencintai
yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk hubungan pacaran. Namun,
seiring berjalannya waktu akan berujung pada kandasnya hubungan tersebut.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan
konseling sebaya pada remaja mengalami permasalahan psikologis akibat
putus cinta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Temuan dari penelitian ini
adalah masalah psikologis yang dialami oleh remaja putus cinta yaitu susah
tidur, sering menangis di malam hari sendirian, terkadang memukul tembok,
dan terdapat keinginan untuk bunuh diri. Yang kemudian, diperparah dengan
81
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Pendahuluan
Masa remaja (adolescent) merupakan suatu masa perubahan dari kanak-kanak
menuju masa dewasa yang biasanya terjadi antara usia 11 atau 12 tahun sampai
dengan 20 tahun (Kuswatun & Maemonah, 2021). Adapun kebutuhan dasar
psikologi seorang remaja adalah kebutuhan dicintai dan mencintai (Fadlilah &
Komala, 2020; Chenaya et al., 2019). Dalam hal ini, terdapat empat syarat dalam
mewujudkan cinta yaitu pengenalan (knowledge), tanggung jawab (responsibility),
perhatian (care), dan saling menghormati (respect) (Kuswatun & Maemonah, 2021).
Kebutuhan akan dicintai dan mencintai pada masa remaja sering kali diwujudkan
dengan menjalani hubungan dengan teman sebaya yang berjenis kelamin berbeda
yang kemudian dikenal dengan istilah pacaran. Duck & Rollie (dalam Sugiarto &
Soetjiningsih, 2021) menyatakan bahwa hubungan ini merupakan proses yang
memberikan pengaruh besar dalam perubahan, mulai dari perubahan mood hingga
kesehatan mental (mental health). Kemudian, perubahan-perubahan yang terjadi
dalam hubungan romantis tersebut dapat berakibat pada putusnya hubungan.
Putusnya hubungan romantis secara empiris menimbulkan berbagai respon,
baik itu fisik maupun emosional yang negatif, mulai dari kecemasan, depresi,
psikopatoplogi, kesepian, daya tahan tubuh melemah, sakit fisik baik secara fatal dan
nonfatal, serta menurunnya kuantitas hidup hingga kematian mendadak melalui
keinginan bunuh diri (Tacasily, 2021). Selain distres psikologi, dampak lainnya
akibat putus cinta akan munculnya perilaku obsesif untuk mengejar mantan
pasangan. Perilaku tersebut diakibatkan oleh salah satu pihak yang mengalami
ruminasi terhadap mantan pasangan sehingga mereka berusaha untuk terus mengejar
mantannya tersebut.
Putus cinta dapat dimaknai sebagai suatu kejadian berakhirnya suatu
hubungan yang telah dijalani dengan pasangan (Kusumawardhani & Poerwandari,
82
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
2018; Putra & Supriyadi, 2020). Seseorang atau individu yang yang terpuruk setelah
mengalami putus cinta seakan kehilangan tujuan hidup, tidak dapat berpikir jernih,
tidak dapat menerima keadaan, penyesalan terhadap diri sendiri, dan membiarkan
dirinya berada dalam kesedihan bukannya mencari hal positif agar bangkit kembali
(Pramudianti, 2020; Muwakhidah, 2021). Ketika terdapat dukungan sosial yang
mendukung dan cukup akan berdampak pada individu itu sendiri sehingga rasa
kesepian atau merasa tidak lagi sendiri dalam menghadapi permasalahannya
sehingga dapat melanjutkan kehidupan dengan baik, kemudian dapat menentukan
kembali tujuan hidupnya dengan mulai membangun hubungan positif dengan orang
lain, melakukan hal-hal yang positif bagi dirinya, dan bertanggung jawab dengan
kehidupannya (Kusumawardhani & Poerwandari, 2018).
Pada masa remaja, teman sebaya merupakan salah satu figur penting
(significant others) yang sangat berperan dalam memberikan warna pada berbagai
aspek perkembangan individunya (Prasetiawan, 2016; Hermawan et al., 2022;
Anggoro et al., 2022; Rehardiningtyas et al., 2022; Agustin et al., 2022; Sanjaya et
al., 2022). Hal ini dikarenakan bahwa remaja sebagai kelompok yang ekslusif yang
menganggap bahwa hanya sesama remaja dapat saling memahami. Berbagai
perilaku baik positif maupun negatif pada remaja sangat mudah menyebar dari satu
remaja ke remaja yang lainnya. Hal ini memberikan peluang kepada konselor untuk
memberikan intervensi secara tepat yaitu dengan membangun konseling sebaya
(Bestari et al., 2022; Mutmainnah & Sulaiman, 2022).
Konseling sebaya menurut Carr (dalam Prasetiawan, 2016) pada dasarnya
adalah salah satu cara bagi remaja belajar bagaimana memperhatikan dan membantu
remaja-remaja lain, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu,
Tindall & Gray (dalam Prasetiawan, 2016) menambahkan konseling sebaya
mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping
relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian
pertimbangan, tutorial dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu
atau menolong. Dalam hal ini, dipahami bahwa konseling sebaya merupakan sebuah
layanan psikologis yang disengaja dan sistematis yang memungkinkan remaja
83
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Hanurawan (dalam
Gumilang, 2016) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif dengan model
fenomenologi bertujuan untuk dapat memahami esensi atau hakikat mengenai
pengalaman dunia terhadap individu (inner world) tentang sebuah fenomena
berdasarkan perspektif individu itu sendiri. Melalui pendekatan fenomenologi yang
digunakan dalam penelitian ini, peneliti dapat memahami secara keseluruhan akibat
remaja dari putus cinta atau bisa disebut pasca putus cinta berupa permasalahan
psikologis (Ardinata et al., 2022; Bastian et al., 2021; Muara et al., 2021; Putri et al.,
2021; Rahmanisa et al., 2021; Rahmat, 2019; Priambodo, 2020; Adri et al., 2020;
Marufah et al., 2020; Rahmat et al., 2021). Dalam hal ini, teknik pengumpulan data
dilakukan melalui metode wawancara yaitu melalui video call pada telepon seluler
dan aplikasi WhatsApp dikarenakan situasi dan kondisi yang tidak memadai untuk
bertemu secara langsung dan berada di masa pandemi COVID-19.
84
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
romantis yang dapat diawali dengan kedekatan dengan teman sebaya. Hal ini
dikarenakan kebutuhan psikologis pada remaja umumnya memiliki kebutuhan akan
kelekatan dan kebutuhan seksual (Kuswatun & Maemonah, 2021). Perilaku tersebut
dapat mengarahkan remaja pada perilaku berpacaran atau terikat dalam hubungan
romantis. Hal tersebut merupakan usaha atau upaya untuk mencapai hubungan baru
yang lebih matang dengan lawan jenis (Pramudianti, 2020; Febrianti &
Mulawarman, 2019; Sa’diyah & Hidayati, 2020).
Ada beberapa faktor yang dapat mengakibatkan terputusnya hubungan cinta
pada setiap pasangan, yaitu terlalu banyak menyimpan rahasia, tidak terbuka pada
pasangan masing-masing, cemburu atau hilangnya kepercayaan pada pasangan,
ditentang oleh keluarga, pasangan mencintai orang lain, cinta sesaat, dan hubungan
yang terjadi akibat jarak jauh (Pramudianti, 2020; Fitriana & Rosyidi, 2021; Husni,
2017). Faktor-faktor tersebut mengarahkan hubungan yang berada di ujung tanduk
yang berakhir dengan kehancuran hubungan. Relvich & Shatte (dalam Atrup &
Anisa, 2018) mengatakan beberapa emosi yang biasa dialami oleh individu ketika
berakhirnya hubungan percintaan yaitu kesedihan dan depresi, perasaan bersalah,
marah, kecemasan, dan juga timbulnya perasaan malu. Terjadinya perubahan
perasaan yang kuat, cepat, dan sering, perasaan mudahnya tersinggung, kesepian,
mengalami permasalah dengan pola tidur dan nafsu makan, merasa putus asa, dan
bingung. Atrup & Anisa (2018) juga menambahkan akibat dari berpisah dengan
orang yang kita cintai dapat berdampak pada emosional seperti kesedihan,
kekecewaan, bahkan terdapat rasa geram yang berimbas pada marahnya pada
lingkungan dan diri sendiri.
85
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
86
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
dengannya, hubungan tersebut harus serius dan tidak hanya pacaran yang
merupakan salah satu prinsip yang NT pegang untuk saat ini setelah mengalami hal
tersebut.
Simpulan
Masalah psikologis yang dialami oleh remaja NT yang mengalami putus cinta
adalah susah tidur, sering menangis di malam hari sendirian, terkadang memukul
tembok, dan terdapat keinginan untuk bunuh diri. Kemudian, diperparah dengan
87
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Daftar Pustaka
Adri, K., Rahmat, H. K., Ramadhani, R. M., Najib, A., & Priambodo, A. (2020).
Analisis Penanggulangan Bencana Alam dan Natech Guna Membangun
Ketangguhan Bencana dan Masyarakat Berkelanjutan di
Jepang. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(2), 361-374.
Agustin, N. D., Aritonang, S., & Pane, M. (2022). ANALYSIS OF THE EARLY
WARNING ALERT AND RESPONSE SYSTEM TO ANTICIPATE AN
OUTBREAK IN INDONESIA. Journal of Advanced Research in Defense and
Security Studies, 1(1), 53-64.
Anggoro, D. W., Apriliani, D., Akbar, M. A. H., Rahmatika, N. I., & Erfanisa, F.
(2022). PARADIGMA BELA NEGARA DALAM BERBAGAI
PERSPEKTIF. Journal of Advanced Research in Defense and Security Studies, 1(1),
35-52.
Atrup, A., & Anisa, Y. P. N. (2018). Hipnoterapi Teknik Part Therapy Untuk
Menangani Siswa Kecewa Akibat Putus Hubungan Cinta Pada Siswa
Sekolah Menengah Kejuruan. PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi
Pembelajaran, 4(1), 21-29.
Bastian, O. A., Rahmat, H. K., Basri, A. S. H., Rajab, D. D. A., & Nurjannah, N.
(2021). Urgensi Literasi Digital dalam Menangkal Radikalisme pada
88
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Bestari, S. W., Zen, E. F., & Hotifah, Y. (2022). Penerapan Keterampilan Dasar
Komunikasi Konselor Sebaya dalam Konseling Online. Buletin Konseling
Inovatif, 2(1).
Hermawan, A., Wijayanto, D., Aprilia, F., Sari, N. I., & Safitry, N. (2022).
IMPLEMENTASI PERANG DAGANG PADA PERSAINGAN
INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA SEBAGAI ANCAMAN
PERTAHANAN NEGARA DI ERA MILENIAL. Journal of Advanced
Research in Defense and Security Studies, 1(1), 1-18.
89
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Marufah, N., Rahmat, H. K., & Widana, I. D. K. K. (2020). Degradasi Moral sebagai
Dampak Kejahatan Siber pada Generasi Millenial di
Indonesia. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(1), 191-201.
Muara, T., Prasetyo, T. B., & Rahmat, H. K. (2021). Psikologi Masyarakat Indonesia
di Tengah Pandemi: Sebuah Studi Analisis Kondisi Psikologis Menghadapi
COVID-19 Perspektif Comfort Zone Theory. Ristekdik: Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 6(1), 69-77.
Noviza, N. (2011). Konseling teman sebaya (peer counseling) suatu inovasi layanan
bimbingan konseling di perguruan tinggi. Wardah, 12(1), 83-98.
Putri, H. R., Metiadini, A., Rahmat, H. K., & Ukhsan, A. (2020). Urgensi
pendidikan bela negara guna membangun sikap nasionalisme pada generasi
millenial di Indonesia. Al-Muaddib: Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Keislaman, 5(2),
257-271.
90
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
Rahmanisa, R., Rahmat, H. K., Cahaya, I., Annisa, O., & Pratiwi, S. (2021). Strategi
Mengembangkan Resiliensi Individu di Tengah Masa Pandemi COVID-19
Menggunakan Islamic Art Therapy [Strategy to Develop Individual
Resilience in The Middle of The COVID-19 Pandemic using Islamic Art
Therapy]. Journal of Contemporary Islamic Counselling, 1(1).
Sanjaya, B. R., Efrianti, D., Ali, M., Prasetyo, T., Mukhtadi, M., Widasari, Y. K.,
& Khumairoh, Z. (2022). PENGEMBANGAN CYBER SECURITY
DALAM MENGHADAPI CYBER WARFARE DI INDONESIA. Journal
of Advanced Research in Defense and Security Studies, 1(1), 19-34.
91
Al-Ihtiram: Multidisciplinary Journal of Counseling and Social Research
Vol. 1, No. 2 (2022), pp. 81-92
92