Anda di halaman 1dari 29

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayatNya, kami dapat menyusun buku yang berjudul “Mutu, Gizi, dan
Keamanan Pangan”.
Buku ini berisi penjelasan mengenai mutu pangan karakteristik mutu pangan,
Good Manufacturing Practies (GMP), status gizi, gadar gizi, nilai gizi pangan, evaluasi
mutu gizi pangan, peningkatan mutu gizi pangan, pengawasan mutu pangan, dan
implementasi Quality Sistem serta Safety. Diharapkan melalui buku ini dapat
memberikan penjelasan mengenai mutu, gizi dan keamanan pangan agar terciptanya
kualitas pangan yang lebih baik bagi produsen, distributor maupun konsumen.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan buku ini. Tentunya buku ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun dari
pembaca, penulis terima dengan senang hati.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Jatinangor, April 2015

Penulis
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
Mutu Pangan..........................................................................................1
Good Manufacturing Practices (GMP)................................................5
Status Gizi..............................................................................................7
Kadar dan Nilai Gizi Pangan..............................................................10
Evaluasi Mutu Gizi Pangan................................................................12
Peningkatan Mutu dan Kadar Gizi Pangan......................................13
Ruang Lingkup Pengawasan Mutu Pangan....................................15
Keterkaitan Pengawasan Mutu.........................................................17
Penerapan Sistem Manajemen Mutu...............................................19
Sistem Mutu dan Keamanan Pangan...............................................22
Konsep Implementasi Quality System dan Safety.................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................25
Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran
yang beragam.
1. Kramer dan Twigg (1983)
Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna,
tekstur, rasa dan bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total.
2. Gatchallan (1989) dalam Hubeis (1994)
Mutu dianggap sebagai derajat penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi
berulang (seragam atau konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat
organoleptiknya.
3. Juran (1974) dalam Hubeis (1994)
Mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan harga) yang didapatkan konsumen dari
integritas produk yang dihasilkan produsen.
4. ISO/DIS 8402–1992 dalam Fardiaz (1997)
Mutu didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk,
kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa mutu merupakan


level atau derajat kepuasan konsumen dalam menggunakan produk yang dihasilkan produsen.
Selain itu mutu juga menentukan apakah produk, kegiatan dan proses yang dilakukan telah
memenuhi kebutuhan dan kriteria yang ditentukan.
Pengertian Pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun
2004, merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan
atau minuman.

Sedangkan pengertian mutu pangan dalam Peraturan ini yaitu nilai yang ditentukan
atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap
bahan makanan, makanan dan minuman.

Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu:


a. Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan merupakan
semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan
dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat
penting bagi kelangsungan hidup organism yang membutuhkannya.
b. Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah, yang berarti pengelolaan pangan
terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti
daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah,
seperti sayur dan buah-buahan.
c. Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis komponen
utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup.
d. Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang ditambahkan ke
dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan
tersebut untuk dikonsumsi.
e. Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan dalam
membuat suatu makanan atau minuman.
Berdasarkan Pedoman Cara Produksi Pangan yang Baik untuk Industri Rumah Tangga
(CPPB-IRT) BPOM RI tahun 2003, syarat suatu pangan yang akan dikonsumsi antara lain:
1. Aman untuk dikonsumsi, tidak mengandung bahan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan/ keselamatan manusia misalnya bahan yang dapat
menimbulkan penyakit atau keracunan. Apabila suatu makanan atau minuman
terkandung bahan atau zat yang tidak seharusnya dipakai, akan mengakibatkan
terjadinya penyakit-penyakit tertentu bahkan keracunan makanan.
2. Keadaannya normal tidak menyimpang seperti busuk, kotor, menjijikkan dan
penyimpangan lainnya. Kondisi pangan yang kotor akan mempermudah mikroorganisme
untuk tumbuh dan mengkontaminasi makanan atau minuman tersebut sehingga tidak layak
untuk dikonsumsi. Apabila pagan yang telah terkontaminasi tetap dikonsumsi, akan
menyebabkan keracunan, penyakit bahkan kematian.

Karakteristik mutu bahan pangan menurut Kramer dan Twigg (1983):


1. Karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat
fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari
kombinasi bau dan cicip
2. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis. Nilai gizi sangat
menentukan mutu pangan, karena dengan mengukur nilai gizi suatu pangan, konsumen
dapat mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam pangan tersebut dan
berapa jumlah makanan atau minuman yang harus dikonsumsi untuk memenuhi
kecukupan gizi seseorang. Keamanan biologis juga sangat penting dalam menentukan
mutu pangan, sehingga dapat ditentukan apakah pangan tersebut layak untuk dikonsumsi
atau tidak. Ada banyak uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat pencemaran makanan
oleh mikroorganisme.
Gambar 1. Karakteristik Fisik Pangan

http://www.pharmamicroresources.com

Gambar 2. Karakteristik Tersembunyi Pangan

Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan oleh


ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan, kelembutan, kekentalan atau kekenyalan suatu
pangan. Namun, ciri organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut
menentukan. Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan
dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi (mineral,
logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan mikrobiologi
(tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen lainnya).
Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian
terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan
berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan
bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu
baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di
laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem
manajemen lingkungan, atau penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP - Good
Manufacturing Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard
Analysis and Critical Control Point).

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP)
adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar produsen memenuhi
persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan bermutu
dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan
dapat menghasilkan produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz, 1997).

Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di industri
pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik Kendali Kritis adalah
setiap titik, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi makanan yang jika tidak terkendali
dapat menimbulkan resiko kesehatan yang tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap
proses mulai dari produksi, pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan
ingredien, pengolahan,
pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical limit) adalah
toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa suatu CCP secara efektif
dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia maupun fisik. Limit kritis pada CCP
menunjukkan batas keamanan.

Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu analisis yang dilakukan terhadap
bahan, produk, atau proses untuk menentukan komponen, kondisi atau tahap proses yang harus
mendapatkan pengawasan yang ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang
dihasilkan aman dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem
pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya keracunan
atau penyakit melalui makanan. Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga
pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk pangan, yaitu:
1. Keamanan pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit;
2. Kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan karakteristik produk atau
proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau fasilitas sanitasi dan
higiene;
3. Kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan
yang dapat merugikan konsumen. Tindakan ini antara lain meliputi pemalsuan bahan
baku, penggunaan bahan tambahan yang berlebihan, berat yang tidak sesuai
dengan label, “overglazing” dan jumlah yang kurang dalam kemasan.

Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai
produksi makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis
(1997) berpendapat bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan
implementasi dari jaminan mutu pangan sehingga dapat dihasilkan produksi
yang tinggi dan bermutu oleh produsen yang pada akhirnya akan menciptakan
kepuasan bagi konsumen.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat (Almatsier, 2001). Sedangkan menurut Suhardjo (2003), status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Deswarni Idrus
dan Gatot Kusnanto (1990), mengungkapkan bahwa ada beberapa istilah yang berhubungan
dengan status gizi. Istilah-istilah tersebut adalah :
1. Gizi, adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan
pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan unruk mempertahankan kehdupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ- organ, serta menghasilkan energi.
2. Keadaan gizi, adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan
penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik
akibat dari tersdianya zat gizi dalam seluler tubuh.
3. Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari kekurangan
atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat gizi, ada empat bentuk
malnutrisi diantaranya adalah : (1) Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan
secara relatif atau absolut untuk periode tertentu, (2) Specific deficiency, kekurangan
zat gizi tertentu, (3) Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu,
(4) Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena tidak
seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein), dan VLDL
(Very Low Density Lipoprotein), (5) Kurang energi protein (KEP), adalah seseorang
yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam
makanan sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila berat
badan kurang dari 80% berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO-NHCS.
Daly Davis dan Robertson (1979) dalam buku Supariasa (2002) membuat model faktor-
faktor yang mempengaruhi keadaan gizi yaitu, konsumsi makanan dan tingkat kesehatan.
Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan tersedianya bahan makanan.
Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi model Daly dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Berdasarkan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh, zat gizi terbagi menjadi dua, yaitu
zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro adalah zat gizi yang dibutuhkan dalam
jumlah besar dengan satuan gram. Zat gizi yang termasuk kelompok zat gizi makro adalah
karbohidrat, lemak, dan protein. Sedang zat gizi mikro adalah zat gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam jumlah kecil atau sedikit tetapi ada dalam makanan. Zat gizi yang termasuk
kelompok zat gizi mikro adalah mineral dan vitamin. Zat gizi mikro menggunakan satuan mg
(mili gram) untuk sebagian besar mineral dan vitamin.
Gambar 3. Sumber pangan yang mengandung gizi esensial
Menurut Sutopo (2014), ukuran pangan bermutu gizi tinggi tidak hanya ditentukan
oleh kadar zat gizi pangan, tetapi juga nilai zat gizi pangan, serta keberadaan zat lain
yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi oleh tubuh. Secara sederhana nilai gizi pangan
merefleksikan ketersediaan produk pangan sebagai sumber zat gizi agi konsumen. Konsep
nilai-gizi pangan menjelaskan manfaat zat gizi pangan bagi tubuh agar kebutuhan zat gizi untuk
semua proses biokimiawi dan pertahanan tubuh tercukupi.

Sutopo (2014) mengemukakan bahwa nilai gizi pangan ditentukan berdasarkan:


1. Kadar zat gizi yang merupakan komposisi kimia dan ukuran kepadatan zat gizi
pangan yang secara garis besarnya dikelompokkan menjadi lima kelompok
besar yaitu karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin.
2. Mutu zat gizi pangan yang diukur berdasarkan dapat atau tidaknya zat-zat gizi
digunakan oleh tubuh. Sebagai contoh, pangan bermutu lemak baik bagi kesehatan jika
nisbah kadar asam lemak jenuh dan tak jenuh > 2, dan pangan bermutu protein
baik jika memiliki nilai PER > 2,5.

Menurut Sutopo (2014), nilai gizi pangan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat
dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
a. Faktor pra-panen yang meliputi : sifat genetik tanaman/hewan,
iklim/musim, jenis tanah, cara pembudidayaan, cara panen dan mur panen.
b. Faktor pasca-panen yang meliputi perlakuan pasca panen (penanganan,
pengangkutan, pengolahan, pengepakan), kondisi lingkungan (suhu,
kelembaban), higienen dan sanitasi, serta jangka waktu setelah dipanen
sampai dikonsumsi.
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat meningkatkan nilai gizi pangan karena :
1. Destruksi senyawa-senyawa anti gizi
2. Denaturasi protein sehingga menjadi mudah dicerna
Pengolahan dengan suhu tinggi yang tidak terkontrol akan dapat menurunkan nilai gizi
karena :
1. Reaksi antar molekul membentuk senyawa komplek yang tidak dapat dicerna
2. Rusaknya zat-zat gizi (terutama vitamin) yang tidak tahan panas.
Suhu dan kelembaban udara yang tinggi akan menurunkan nilai gizi pangan karena
dirusak oleh mikroorganisme. Higiene dan sanitasi bahan pangan yang tidak baik akan
menyebabkan berkembangnya mikroorganisme yang dapat merusak zat- zat gizi.

Gambar 4. Pemanasan yang tidak terkontrol dapat merusak dan


menurunkan nilai gizi pangan

chefsblade.monster.com
ovenmicrowan.net
Menurut Sutopo (2014), evaluasi mutu gizi pangan dilakukan terhadap :
1. Kadar zat gizi pangan
Kadar zat gizi pangan diukur jenis dan kepadatannya menggunakan analisis kimia seperti
analisis protein, analisis lemak, analisis karbohidrat, analisis mineral, dan analisis vitamin. Hasil
analisis digunakan untuk membantu dalam penentuan nilai gizi pangan.
2. Nilai gizi pangan
Nilai gizi pangan ditentukan berdasarkan ketersediaan zat-zat gizi baik secara
teoritis, in vitro, maupun in vivo. Penentuan nilai gizi pangan dilakukan dengan cara penentuan
nilai gizi protein, nilai gizi lemak, nilai gizi karbohidrat, nilai gizi mineral, dan nilai gizi
vitamin.
Sutopo (2014) berpendapat bahwa pembahasan nilai gizi protein dilihat dari beberapa
ukuran seperti skor kimia (chemical score), Protein Efficiency Ratio (PER), Net Protein Utilization
(NPU), Biological Value (BV). Pembahasan nilai gizi lemak meliputi kandungan asam lemak
esensial, uji biologis toksisitas lemak (yang telah rusak akibat penggorengan), dan uji biologis
pengaruh defisiensi asam lemak esensial.
Pembahasan nilai gizi karbohidrat didasarkan pada daya cerna terhadap karbohidrat
yang dapat dicerna (terutama pati) dan karbohidrat yang tidak dapat dicerna (oligosakarida
penyebab flatulen dan serat makanan) baik in vitro maupun in vivo. Pembahasan nilai gizi
mineral dan vitamin bisanya dilakukan terbatas pada kadar mineral dan vitamin serta
pembahasan secara teoritis tentang faktor- faktor yang berpengaruh terhadap
ketersediaannya (Sutopo, 2014).
Peningkatan mutu gizi pangan dilakukan untuk meningkatkan
ketersediaaannya sebagai sumber zat gizi melalui beberapa cara antara lain:
1.Pengolahan
2.Penyimpanan
3.Pengawetan
4.Fermentasi

Peningkatan kadar gizi pangan dilakukan terhadap baik zat gizi makro maupun zat
gizi mikro. Beberapa teknik peningkatan kadar zat gizi antara lain:
1. Fortifikasi pangan
merupakan penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) pada taraf yang lebih
tinggi daripada yang ditemukan pada pangan asal/awal. Tujuan utama adalah untuk
meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan
status gizi populasi. Harus diperhatikan bahwa peran pokok dari fortifikasi pangan
adalah pencegahan defisiensi: dengan demikian menghindari terjadinya gangguan
yang membawa kepada penderitaan manusia dan kerugian sosio ekonomis. Namun
demikian, fortifikasi pangan juga digunakan untuk menghapus dan mengendalikan
defisiensi zat gizi dan gangguan yang diakibatkannya.
2. Enrichment (pengkayaan)
biasanya mengacu kepada penambahan satu atau lebih zat gii pada pangan asal
pada taraf yang ditetapkan dalam standar internasional.
3. Restoration
mengacu kepada penggantian zat gizi yang hilang selama proses pengolahan.
4. Nutrification
berarti membuat campuran makanan atau pangan lebih bergizi.
5. Suplementasi pangan
Ditujukan untuk menambah konsumsi pangan sehari-hari yang kurang yang diakibatan
oleh berbagai hal seperti kurangnya pengertian, lemahnya ekonomi, dan sebagainya
Penanganan defisiensi zat besi melalui suplementasi tablet besi merupakan cara
yang paling efektif untuk meningkatkan kadar zat besi dalam jangka pendek.
Suplementasi biasanya ditujukan pada golongan yang rawan mengalami defisiensi besi
seperti ibu hamil dan ibu menyusui. Di Indonesia, pemerintah melakukan program
suplementasi gratis pada ibu hamil melalui Puskesmas dan Posyandu, dengan
menggunakan tablet besi folat (mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg asam
folat).
6. Tingkat kesehatan masyarakat diharapkan meningkat karena pada prinsipnya makin
banyak jenis bahan pangan yang dikonsumsi, makin lengkap perolehan zat gizinya.
Konsep tersebut di dalam ilmu gizi dinamakan komplementasi, yaitu terjadinya efek
saling melengkapi antara satu bahan pangan dengan bahan lainnya. Contoh program
kegiatan komplementasi antara lain pembuatan Bahan Makanan Campuran (BMC) dan
diversifikasi menu.
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan
dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi, pengolahan dan
pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat sekali dengan pengawasan mutu
karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar,
yaitu masyarakat konsumen. Seperti halnya proses produksi, pengawasan mutu sangat
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin
kompleks ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Demikian
pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan makin kompleks
kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis produk pangan. Oleh karena itu, sistem
pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis diperlukan untuk membina produksi dan
perdagangan produk pangan.

Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan,


standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan
(Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan
untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan
tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat
toleransi) yang dimulai dari tahap pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan
pelayanan hasil produksi dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk
memuaskan konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi
perusahaan/industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu,
penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan
pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).
Masalah jaminan mutu merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha. Menurut
Hubeis (1997), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap terjadinya kesalahan
dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang yang berada di dalam maupun di luar
bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan
dan diukur), reliability (keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan
percaya diri) dan empathy (keramah tamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu merupakan
suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi
penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk untuk menghasilkan
produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi
yang baik, sehingga jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai
diperoleh produk akhir.

Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang
dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian inderawi atau
organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan prinsip-prinsip ilmu yang makin
canggih, pengawasan mutu dalam industri pangan modern tetap mempertahankan penilaian
secara inderawi/organoleptik. Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan
kepercayaan, serta aspek perlindungan kesehatan konsumen baik kesehatan fisik yang
berhubungan dengan penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan
kepercayaan juga harus dipertimbangkan.
Pengawasan mutu merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi, perdagangan dan distribusi
komoditas. Oleh karena itu, pengawasan mutu bukan semata-mata masalah penerapan ilmu
dan teknologi, melainkan juga terkait dengan bidang- bidang ilmu sosial dan aspek-aspek lain,
yaitu kebijaksanaan pemerintah, kehidupan kemasyarakatan, kehidupan ekonomi serta aspek
hukum dan perundang-undangan.

Pengawasan mutu juga bergerak dalam berbagai kegiatan ekonomi. Macam-macam


kegiatan ekonomi seperti pengawasan mutu pangan berperan atau terkait ialah dalam
keseluruhan industri pertanian yang menggarap produk pangan dari industri usaha produksi
bahan pangan, sarana produksi pertanian, industri pengolahan pangan dan pemasaran
komoditas pangan.

Pengawasan mutu pangan juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat dalam
melayani kebutuhan konsumen, memberi penerangan dan pendidikan konsumen. Pengawasan
mutu pangan juga melindungi konsumen terhadap penyimpangan mutu, pemalsuan dan menjaga
keamanan konsumen terhadap kemungkinan mengkonsumsi produk-produk pangan yang
berbahaya, beracun dan mengandung penyakit.
Di tingkat perusahaan, pengendalian mutu berkaitan dengan pola pengelolaan
dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan dan dijaga
oleh seluruh bagian atau satuan kerja dalam perusahaan/industri. Dalam industri pangan
yang maju, pengendalian mutu sama pentingnya dengan kegiatan produksi.Penelitian dan
pengembangan (R&D) diperlukan untuk mengembangkan sistem standardisasi mutu
perusahaan maupun dalam kaitannya dengan analisis mutu dan pengendalian proses secara
rutin. Dalam kaitan dengan produksi, pengawasan mutu dimaksudkan agar mutu produksi
nasional berkembang sehingga dapat menghasilkan produk yang aman serta mampu
memenuhi kebutuhan dan tidak mengecewakan masyarakat konsumen. Bagian
pemasaran juga harus melaksanakan fungsi pengawasan mutu menurut bidangnya.
Kerjasama, kesinambungan, dan keterkaitan yang sangat erat antarsatuan kerja dalam
organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu produk yang terbaik.
ITC (1991) dalam Hubeis (1994) menyatakan bahwa industri pangan sebagai
bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis
memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen primer –
(pengangkutan) – pengolah – penyalur – pengecer – konsumen. Pada masing-masing mata
rantai tersebut diperlukan adanya pengendalian mutu (quality control atau QC) yang
berorientasi ke standar jaminan mutu (quality assurance atau QA) di tingkat produsen sampai
konsumen, kecuali inspeksi pada tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian
pengelolaan kegiatan pengendalian mutu total (total quality control atau TQC) pada aspek
rancangan, produksi dan produktivitas serta pemasaran. Dengan kata lain permasalahan mutu
bukan sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan atau
standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke arah penerapan dan
penguasaan total quality management (TQM) yang dimanifestasikan dalam bentuk
pengakuan ISO seri 9000 (sertifikat mutu internasional), yaitu ISO-9000 s.d. ISO-9004, dan
yang terbaru yaitu ISO 22000.

Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan


sebuah dokumen yang menyatakan suatu produk/jasa sesuai dengan persyaratan standar
atau spesifikasi teknis tertentu (Jaelani, 1993 dalam Hubeis, 1994). Sertifikat yang
diperlukan adalah yang diakui sebagai alat penjamin terhadap dapat diterimanya suatu
produk/jasa tersebut (Hubeis, 1997). Upaya ini sangat diperlukan karena Indonesia
menghadapi persaingan yang makin ketat dengan negara-negara lain yang menghasilkan
barang yang sama atau sejenis. Hal ini juga perlu disiapkan dalam menghadapi
perdagangan bebas di kawasan ASEAN sekarang ini dan di kawasan Asia Pasifik tahun
2019 yang akan datang, serta perubahan menuju perdagangan global dan terjadinya
regionalisasi seperti di Eropa dan Amerika Utara.
HACCP adalah pedoman untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi pada
semua proses produksi (dari tahap produksi primer sampai ditangan konsumen). Dengan kata
lain HACCP ini, di Indonesia bertujuan untuk menjamin keamanan pangan. Dengan
diidentifikasinya semua tahapan produksi, sehingga bisa diminimalisasi kontaminasi bahaya.
Bahaya disini bisa disebabkan oleh zat kimia, kontaminasi mikro/bakteri (biologi), atau zat
asing (fisik, bisa berupa pecahan kaca atau lain sebagainya).

Penerapan dan pendokumentasian HACCP lebih simple dibandingkan ISO. Tapi


HACCP punya tahapan tertentu. Sebelum penerapan HACCP, pabrik (perusahaan) harus
sudah menjalankan GMP dan SSOP dengan baik. Untuk kalangan pabrik tentu sudah tidak
asing lagi, apa itu GMP. Skedar berbagi saja, GMP kependekan dari GOOD
MANUFACTURING PRACTICES. Atau Cara2 berproduksi dengan baik. GMP ini panduan
mendetail dan harus mencakup semua proses produksi, mulai dari ketertiban karyawan,
Pest Control (pengendalian hama), Fasilitas gudang, Kelengkapan rancangan gedung,
keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja.

GMP harus diimplementasikan untuk semua bagian termasuk Processing Area,


Logistik dan Area Penyimpanan (Gudang), Laboratorium, Manufacturing Area, Maintenance &
Engineering, dan manajemen. Semua harus satu kata. Semua bagian harus secara komitmen dan
konsisten mengimplementasikan GMP ini. Oleh sebab itu untuk memantau implementasi GMP
dilapangan perlu dilakukan audit. Audit ini bisa dibagi menjadi audit internal dan eksternal.
Audit internal berasal dari auditor yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengaudit
pabrik tersebut. Audit internal ini bisa berasal dari gabungan karyawan dari berbagai
bagian/departemen. Diharapkan audit internal ini bisa mengevaluasi dan memberi
masukan kepada pihak yang bertanggungjwab di pabrik (perusahaan tersebut). Masukan
dari auditor internal ini bisa dijadikan acuan untuk diadakan perubahan kebijakan. Manfaat
dari auditor internal ini adalah jika ada temuan bisa dibahas secara internal pabrik dan
tidak perlu sampai banyak pihak tahu. Auditor internal bisa tidak efektif dalam
mengauditnya karena akan bersikap subyektif. Kesubyektifan ini bisa diganti dengan
diadakannya audit eksternal. Auditor eksternal bisa dari berbagai macam institusi baik milik
pemerintah maupun milik swasta. Tapi ada syarat dalam memilih auditor eksternal, yaitu:
institusi auditor eksternal tersebut harus memiliki akses ke KAN (Komite Akreditasi
Nasional). Sudah banyak institusi yang bisa dijadikan auditor eksternal, salah satunya
yang sudah terkenal adalah SGS. Selain GMP ada satu lagi pedoman yang harus
diterapkan, yaitu SSOP. SSOP adalah kependekan dari Sanitation Standard Operating
Procedures.
Untuk implementasi sistem mutu dan keamanan pangan nasional telah dilakukan
analisis SWOT yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
dihadapi. Dari hasil analisis tersebut ditetapkan kebijakan yang harus ditempuh, serta
disusun strategi, program, dan kegiatan yang perlu dilakukan untuk menjamin dihasilkannya
produk pangan yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan untuk perdagangan
domestik maupun global, yaitu melalui pendekatan HACCP untuk menghasilkan produk yang
aman, serta mengacu pada ISO 9000 (QMS) untuk menghasilkan produk yang konsisten dan
ISO 14000 (EMS) untuk menjamin produk pangan yang berwawasan lingkungan.
Kebijaksanaan, strategi dan program pengendalian mutu dan keamanan pangan
(mengacu pada konsep HACCP, ISO 9000 dan ISO 14000).
Implementasi Sistem Mutu dan Keamanan Pangan
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Cetakan Keempat. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Deswarni, I. dan G. Kunanto. 1990. Epidemiologi I. Pusdiknakes. Jakarta.

Fardiaz, D. 1997. “Praktek Pengolahan Pangan yang Baik”. Pelatihan Pengendalian Mutu
dan Keamanan Pangan Bagi Staf Pengajar. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan
Gizi (CFNS)-IPB dengan Dirjen Dikti. Bogor, 21Juli – 2 Agustus 1997.

Hubeis, M. 1994. Pemasyarakatan ISO 9000 untuk Industri Pangan di Indonesia. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan. Vol. V (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB
Bogor.

Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui


Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu
Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Pertanian Bogor.

Kadarisman, D. 1996. “ISO (9000 dan 14000) dan Sertifikasi”. Buletin Teknologi dan Industri
Pangan. Vol. VII (3). Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Kramer, A. dan B.A. Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food Industry. The
AVI Pub. Inc., Conn., USA.

Soekarto. 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bhatara Aksara. Jakarta.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta. Supariasa. 2002.

Penilaian Status Gizi. Penerbit Kedokteran EGC. Jakarta.

Sutopo, Djoko. 2014. Mutu Gizi Pangan. http://artikelpersagigorontalo.


blogspot.com/2014/ 02/mutu-gizi-pangan.html. Diakses tanggal 27 Maret
2015 Pukul 2.55 WIB.
Pangan merupakan komponen penting
yang sangat dibutuhkan manusia untuk
mempertahankan hidupnya. Saat ini, banyak jenis
pangan yang diolah untuk menambah daya tarik
pangan dengan menambah cita rasa, bentuk, dan
penampilan menarik lainnya.
Namun terkadang, kegiatan pengolahan
makanan tidak sesuai dengan standar sehingga
mengakibatkan menurunnya kualitas dan mutu
pangan, terutama dari kandungan gizi dan keama-nan
pangan tersebut untuk dikonsumsi. Pangan yang telah
mengalami penurunan mutu, seperti terkontaminasi
oleh mikroorganisme, dapat mengakibatkan penyakit
dan keracunan bagi konsumen.
Buku ini membahas mengenai mutu pangan, karakteristik mutu pangan, Good
Manufacturing Practies (GMP), status gizi, kadar gizi, nilai gizi pangan, evaluasi mutu gizi pangan,
peningkatan mutu gizi pangan, pengawasan mutu pangan, dan implementasi Quality Sistem serta
Safety. Diharapkan melalui buku ini dapat memberikan penjelasan mengenai mutu, gizi dan
keamanan pangan agar terciptanya kualitas pangan yang lebih baik bagi produsen, distributor
maupun konsumen.

SELAMAT MEMBACA !!

Anda mungkin juga menyukai