Pengertian[sunting | sunting sumber]
Istilah diskriminasi telah dikenal dalam bahasa Inggris to discriminate sejak awal abad ke-17.
Istilah ini berasal dari bahasa Latin discriminat,[7] berakar dari kata dis (berarti memilah atau
memisah) dan crimen (berarti dibedakan berdasarkan suatu pertimbangan baik-buruk).
Sebelum Perang Saudara Amerika pada abad ke-18, istilah "diskriminasi" hanya digunakan
dalam arti biasa "untuk membedakan".[8] Sejak Perang Saudara Amerika,
istilah discrimination berkembang sebagai kosakata bahasa Inggris untuk menjelaskan tentang
perlakuan merugikan terhadap individu yang semata-mata didasarkan pada ras mereka, yang
kemudian digeneralisir sebagai keanggotaan dalam kelompok atau kategori tertentu yang tidak
diinginkan secara sosial.[9]
Para filsuf dan ahli teori hukum mendefinisikan konsep diskriminasi secara normatif. Di bawah
pendekatan normatif ini, diskriminasi didefinisikan sebagai perlakuan, praktik atau
kebijakan yang menimbulkan kerugian terhadap seseorang atau kelompok secara tidak adil
karena karakteristik kelompok sosial yang dimiliki.[10] Tarunabh Khaitan menyatakan bahwa
diskriminasi adalah tidak adil karena perbuatan itu memperburuk kerugian kelompok sosial
tertentu secara substansial, meluas dan terjadi secara terus menerus, dan karena diskriminasi
membuat korbannya menderita kerugian karena faktor keanggotaan kelompoknya yang tidak
relevan secara normatif. Kedua ciri ini umum ditemukan pada semua tindakan diskriminasi, dan
karenanya, melegitimasi pengaturannya oleh negara. Tetapi tidak semua tindakan diskriminatif
adalah salah pada tingkat yang sama — terdapat kondisi tertentu dari pemikiran orang yang
melakukan diskriminasi yang membuatnya dapat lebih dipersalahkan.[11] Pandangan serupa juga
dinyatakan oleh Cass Sunstein, yang berargumen bahwa diskriminasi tidak dapat dibenarkan
karena melanggengkan "sistem kasta sosial" dalam masyarakat dengan membuat anggota dari
kelompok sosial tertentu menderita berbagai kerugian karena karakteristik berbasis kelompok
yang dimilikinya dan yang tidak relevan secara normatif. [12] Sedangkan Benjamin Eidelson
menambahkan bahwa diskriminasi adalah hal yang salah karena gagal memperlakukan orang
sebagai individu dengan rasa hormat. Menurutnya, memperlakukan orang sebagai individu
adalah menghormati dan tidak mencampuri pilihan-pilihan yang dibuat orang tersebut, dan tidak
membuat prediksi tentang pilihannya sehingga mengurangi peran otonomi yang dimilikinya
untuk mengambil keputusannya sendiri.[13]
Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan pernyataan sikap tentang diskriminasi:
"Perilaku diskriminatif memiliki banyak bentuk, tetapi semuanya melibatkan beberapa bentuk
pengucilan atau penolakan."[14] Badan-badan internasional Dewan Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerja untuk membantu mengakhiri diskriminasi di seluruh dunia.
Di Indonesia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM), pengertian diskriminasi adalah: setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang
langsung ataupun tak langsung didasarkan pada perbedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan
politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif
dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan sosial lainnya.[15]
Tanda Anti-Arab di Pantai Pattaya, Thailand
Kasta[sunting | sunting sumber]
Menurut UNICEF dan Human Rights Watch, diskriminasi kasta berdampak kepada sekitar 250
juta orang di seluruh dunia dan terutama terjadi di beberapa negara di benua Asia (India, Sri
Lanka, Bangladesh, Pakistan, Nepal, Jepang) dan Afrika.[58][59] Hingga 2011, terdapat 200
juta orang Dalit atau Kasta Terdaftar (sebelumnya dikenal sebagai "tak tersentuh") di India.[60]
Disabilitas[sunting | sunting sumber]
Diskriminasi terhadap penyandang disabilitas yang berpihak pada mereka yang bukan
penyandang disabilitas disebut ableisme. Diskriminasi disabilitas memperlakukan individu non-
disabilitas sebagai standar 'kehidupan normal', menghasilkan tempat dan layanan publik dan
pribadi, pengaturan pendidikan, dan layanan sosial yang dibangun untuk melayani orang-orang
'normal', dengan demikian mengecualikan mereka yang memiliki disabilitas tertentu. Penelitian
telah menunjukkan bahwa penyandang disabilitas tidak hanya membutuhkan pekerjaan agar
mereka dapat mencari nafkah tetapi mereka juga membutuhkan pekerjaan untuk
mempertahankan kesehatan mental dan kesejahteraan mereka. Pekerjaan memenuhi sejumlah
kebutuhan dasar individu seperti tujuan kolektif, kontak sosial, status, dan aktivitas.
[61]
Penyandang disabilitas sering ditemukan terisolasi secara sosial dan pekerjaan adalah salah
satu cara untuk mengurangi keterasingannya.
Orientasi seksual[sunting | sunting sumber]