ABSTRAK
Kode etik profesional adalah seperangkat prinsip yang dirancang untuk membantu bisnis mengatur
pengambilan keputusannya dan membedakan yang benar dari yang salah. Sering disebut sebagai kode
etik, prinsip-prinsip ini menguraikan misi dan nilai-nilai organisasi, bagaimana para profesional dalam
organisasi seharusnya mendekati masalah dan standar yang dimiliki karyawan. Badan Usaha Miliki
Negara (BUMN) yang merangkap jabatan atau memiliki profesi lebih dari satu, dinilai, sudah
melakukan pelanggaran atas konstitusi, terutama dalam hal pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi semua. Seperti yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pelanggaran kode etik prodesi public relations yang dilakukan oleh humas BUMN
Pertamina yang mendua dengan jabatannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif
yang juga membahas kasus kabar pejabat di perusahaan Disimpulkan bahwa kasus tersebut melanggar
kode etik PR untuk menjaga kerahasiaan perusahaan dan loyalitas.
ABSTRACT
A professional code of ethics is a set of principles designed to help businesses organize their decision
making and distinguish right from wrong. Often referred to as a code of ethics, these principles
outline the mission and values of the organization, how professionals in the organization should
approach the issues and standards that employees have. State-Owned Enterprises (BUMN) that hold
concurrent positions or have more than one profession, are considered to have violated the
constitution, especially in terms of decent work and livelihood for all. As mandated in Article 27
paragraph 2 of the 1945 Constitution. This study aims to analyze violations of the public relations
professional code of ethics committed by Pertamina BUMN Public Relations who are ambiguous with
their positions. This study uses a descriptive qualitative method which also discusses the case of news
officials in the company. It was concluded that the case violated the PR code of ethics to maintain
company confidentiality and loyalty.
Pendahuluan
Pada masa ini, kedudukan Public Relations sangat penting bagi sebuah perusahaan
karena seorang Public Relations merupakan gambaran individual dari perusahaan. Public
Relations merupakan cerminan citra perusahaan bagi pihak eksternal. Proses pencapaian
tujuan PR dapat digambarkan dalam tiga dimensi yang terdiri dari observasi, refleksi dan
kontrol. Fungsi observasi PR observasi detik Tatanan yang memperhitungkan baik organisasi
itu sendiri maupun lingkungannya untuk dilihat. Pengamatan terhadap PR berhubungan
dengan legitimasi dalam sistem tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh harapan pemangku
kepentingan yang relevan terpengaruh(Sugiyanto et al., 2020).
1
Di atas segalanya, PR harus terbuka, karena harus berhadapan dengan perubahan
ekspektasi yang dihadapi dan tetap tertutup dalam membagikan informasi tertentu
perusahaannya. Introspeksi penting untuk masuk ke dalam diri sendiri untuk dapat
berkomunikasi sebagai aktor yang sah dalam kondisi kerangka kerja yang berubah.
Pengamatan diri dan pengamatan diri terintegrasi dalam proses refleksi dan terkait satu sama
lain. Dan salah satu untuk menjalankan hal tersebut adalah dengan memahami kode etik
profesi publc relations(Sasmita, 2017).
Banyak dari kita telah bekerja untuk sebuah perusahaan atau organisasi. Bahkan ada
yang menduduki posisi dimana kita dituntut untuk mewakili perusahaan atau organisasi
tersebut secara profesional. Tetapi masih banyak yang masih belum begitu memahami arti
sebenarnya dari kata professional dan kode etik profesi(Setiowati & Inayati, 2016).
Untuk memberikan klarifikasi tentang apa yang diharapkan, banyak industri memiliki
kode etik yang menjelaskan nilai dan keyakinan apa yang harus diikuti oleh para profesional
yang mewakili industri tersebut. Pada pelajaran kali ini, kita akan belajar tentang kode etik
yang perlu dipahami dan dipatuhi oleh para praktisi PR.
Sebagai pedoman baik buruknya perilaku, etika adalah nilai-nilai dan asas-asas moral
yang dipakai sebagai pegangan umum bagi penentuan baik buruknya perilaku manusia atau
benar salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Hal ini berarti untuk menilai kemampuan
profesional profesi Humas, dapat ditunjukkan oleh pejabat Humas yang telah memenuhi
standar-standar kompetensi dan kode etik di bidang kehumasan yang diakui secara nasional
yang kemudian diaplikasikan di lembaga atau organisasi dimana ia bekerja. Sesuai pandangan
Jefkin yang dikutip dalam ‘Persepsi Aparatur Pemerintah Tentang Kualifikasi Profesi
Humas’, kesuksesan profesi Humas dimulai dari kemampuan berkomunikasi, kemampuan
menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, kemampuan mengorganisasikan, memiliki
jiwa kreatif, integritas, dan penuh dengan imajinasi. Penjelasan Jefkin mengandung
pengertian bahwa profesi Humas yang professional harus memiliki kompetensi-kompetensi
yang qualified.
Tentunya merupakan kewajiban bagi seorang praktisi Public Relations untuk
mereprentasikan perusahaan, organisasi atai instasi mereka dengan baik di depan khalayak
umum. Seorang Public Relations merupakan gambaran dalam bentuk individu dari
perusahaan dimana mereka bekerja. Dalam bertugas, seorang praktisi Public Relations harus
memahami dengan baik terkait kode etik profesi mereka.
Sebagian besar kode etik tidak memberikan kelonggaran bagi mereka yang melakukan
pelanggaran. Dengan melakukan pelanggaran kode etik profesi akan membuat orang terlihat
impoten dalam bekerja. Dan salah satu konsikuensi yang tepat untuk diberikan adalah
pencabutan atau pemecatan pegawai yang bersangkutan.
Kode etik profesi memiliki peraturan yang ketat dari pada peraturan lainnya. Dan hal
tersebut juga berlaku bagi para praktisi Public Relations. Kode etik profesi Public Relations
memiliki tahta tertinggi untuk diatai bagi seluruh pekerja public realtion dalam menjalankan
tugasnya. Hal ini dikarenakan mencangkup rahasia perusahaan yang akan sangat fatal jika
diketahui oleh orang banyak.
Industri Public Relations tengah mengalami kurangnya nilai kepercayaan. Hal ini
dianggap negatif dan dikritik oleh banyak jurnalis dan kelompok pengawas (seperti PR
Watch) karena perilaku tidak etis. Sehubungan dengan nilai kepercayaan, praktisi Public
2
relation sangat
3
dituntut keras untuk menjaga rahasia perusahaannya dan akan diberikan sanksi yang berat pula
apabila terjadi kebocoran informasi.
Namun, baru-baru ini telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh dalah satu praktisi
Public Relations yang merupakan Public Relations dari BUMN Pertamina. Diketahui
pelanggaran yang dilakukan adalah dengan turut berperan sebagai Public Relations dalam dua
perusahaan BUMN. Hal ini sangat salah jika menyangkut kode etik Public Relations
dikarenakan penting bagi praktisi Public Relations untuk menjaga kerahasiaan perusahaannya.
Dengan menjadi Public Relations di dua perusahaan akan mempengaruhi informasi rahasia
yang ada di perusahaan. Untuk itu penulis akan membahas lebih lanjut mengenai pelanggaran
kode etik profesi Public Relations yang dilakukan oleh Public Relations Pertamina ini.
Metode
Penelitian kualitatif melibatkan pengumpulan dan analisis data non-numerik (misalnya,
teks, video, atau audio) untuk memahami konsep, pendapat, atau pengalaman. Ini dapat
digunakan untuk mengumpulkan wawasan mendalam tentang suatu masalah atau
menghasilkan ide-ide baru untuk penelitian(Lambert & Lambert, 2013).
Jenis penelitian deskriptif kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang
memanfaatkan data kualitatif dan dijabarkan sejara deskriptif. Jenis penelitian deskriptif
kualitatif kerap digunakan untuk menganalisis kejadian, fenomena, atau keadaan secara sosial.
Dalam hal ini, pengumpulan data juga menggunakan metode library research. Library
research merupakan komponen integral dari proyek penelitian di sebagian besar pengaturan
akademik. Peneliti dibebankan dengan tanggung jawab untuk hati-hati memeriksa informasi
yang relevan untuk menentukan kegunaan, keandalan, dan otoritas sehubungan dengan proyek
penelitian di mana mereka terlibat(Harisanty et al., 2020).
4
Public Relations
Public Relations adalah fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap publik,
mengidentifikasi kebijakan individu atau organisasi untuk kepentingan publik, dan
merencanakan serta melaksanakan program tindakan untuk mencapai pemahaman dan
penerimaan publik(Zuhri, 2016b). Public Relations pemerintah berfokus pada penggunaan
fungsi Public Relations oleh organisasi publik untuk mencapai visi dan misi organisasi publik.
Oleh karena itu, Public Relations pemerintah berperan penting dalam menilai sikap publik
terhadap kebijakan pemerintah, dalam melaksanakan perencanaan dan tindakan program agar
publik memahami dan menerima kebijakan yang ditetapkan pemerintah(Dyatmika, 2018).
PR sangat penting di semua tingkatan. Posisi Public Relations yang paling efektif
dalam organisasi publik adalah posisi di mana Public Relations pemerintah berpartisipasi
dalam partisipasi, konsultasi, atau pengambilan keputusan strategis dalam organisasi. Pada
posisi ini, Public Relations berada pada posisi yang strategis karena dapat mengidentifikasi
pemangku kepentingan yang akan dipengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan organisasi
(Aldita, 2014). Dengan kata lain, ada dua strategi Public Relations, yaitu proaktif dan reaktif.
Strategi proaktif memungkinkan organisasi untuk memulai program berdasarkan jadwal yang
paling sesuai dengan kepentingan organisasi (Shannon A. Bowen, 2006). Strategi ini paling
efektif karena dilakukan atas dasar perencanaan organisasi. Ada dua jenis strategi ini, yaitu
tindakan
dan komunikasi.
Strategi reaktif adalah respons terhadap pengaruh dan peluang lingkungan organisasi.
Ketika tuduhan dan kritik yang tak terhitung jumlahnya menyerang sebuah organisasi dan
menempatkannya dalam keadaan yang sulit dan memburuk, strategi Public Relations menjadi
mode reaktif (Bowen, 2007). Ketika organisasi perlu menerapkan strategi ini, mereka perlu
mengembangkan tujuan untuk mencapai pemahaman publik, memulihkan reputasi,
membangun kembali kepercayaan dan dukungan publik. Strategi reaktif terdiri dari tindakan
preventif, respons ofensif, respons defensif, respons transfer, simpati vokal, koreksi perilaku,
dan kemalasan yang disengaja.
6
dalam menentukan bahwa praktik yang dipertanyakan adalah "terikat secara budaya".
Sebaliknya, profesional PR harus hati-hati memeriksa apakah praktek-praktek ini benar-benar
diadopsi secara umum dalam suatu budaya dan dianggap etis oleh mayoritas profesional lokal.
Selain itu, sebuah praktik belum tentu etis hanya karena diadopsi secara luas di satu atau lebih
negara, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian tentang transparansi media internasional.
Skandal bisnis dan komunikasi baru-baru ini telah menekankan pentingnya hubungan
masyarakat yang jujur, adil, dan transparan, yang merupakan keharusan dalam lingkungan
bisnis saat ini. Salah satu tantangan terbesar bagi para profesional PR adalah untuk
menunjukkan dan membuktikan bahwa cara berpikir dan praktik baru memang didasarkan
pada prinsip-prinsip etika (PR Ethik Rat, 2016). Profesional generasi baru harus mengikuti
praktik jujur untuk membangun kepercayaan fundamental antara publik dan organisasi.
Transparansi ini membutuhkan pengambilan keputusan yang etis dan peran yang semakin
berpengaruh di meja tempat keputusan dibuat.
Praktisi PR yang sukses sangat cerdas, terpelajar dan banyak membaca, seorang warga
dunia terpelajar dengan pengetahuan yang luas tentang sejarah peradaban dan peristiwa global
terkini. Praktisi memiliki keterampilan komunikasi profesional yang sangat baik dan memiliki
kedalaman dan keluasan yang luar biasa dalam teori hubungan masyarakat (Profilpelajar,
2021).
Sama pentingnya dengan kompetensi profesional ini adalah perilaku etis praktisi PR
baik dalam kehidupan profesional maupun pribadi mereka. Secara refleks, ciri-ciri praktisi
yang sukses membantu memastikan bahwa para profesional ini mampu membuat keputusan
etis yang terinformasi dan beralasan (Puput Islamitha Lukman, 2017). Praktisi juga harus
menghargai kebutuhan masyarakat, organisasi dan pribadi untuk mematuhi perilaku etis
tertinggi. Dan, meskipun pendidikan profesi PR mungkin tidak dapat membuat siswa beretika,
baik secara profesional maupun pribadi, pendidikan semacam itu dapat mendefinisikan dan
mengajarkan etika profesi. Ini dapat memberikan kumpulan pengetahuan tentang proses
pengambilan keputusan etis yang dapat membantu siswa tidak hanya untuk mengenali dilema
etis, tetapi juga menggunakan keterampilan berpikir kritis yang tepat untuk membantu
menyelesaikan dilema ini dengan cara yang menghasilkan hasil etis.
Pendidik dan institusi mereka, dalam komunikasi dan konsultasi dengan praktisi, juga
harus mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah etika profesional mereka sendiri terkait
dengan pendidikan PR (Trihandayani et al., 2018). Isu-isu tersebut berkisar pada jenis dan
jumlah mahasiswa yang direkrut untuk pendidikan profesional ini dan kemungkinan
keberhasilan mahasiswa tersebut, serta jumlah dan kredensial fakultas yang ditugaskan untuk
pendidikan profesional hubungan masyarakat dan anggaran serta sumber daya lain yang
dimiliki perguruan tinggi dan perguruan tinggi. universitas berinvestasi dalam pendidikan
hubungan masyarakat (Profilpelajar, 2021).
8
organisasi mereka sendiri. Terakhir, masalah diskriminasi terhadap perempuan dan
minoritas dalam hubungan masyarakat masuk dalam kategori ini.
Masalah etika personal dan hubungan profesional banyak mendominasi pembahasan
etika dalam PR. Meskipun dua rangkaian masalah pertama ini memengaruhi praktik
PR, mereka tidak menjawab pertanyaan mendasar tentang bagaimana PR dapat
menjadi kesadaran etis bagi suatu organisasi atau bagaimana PR dapat mengatasi
stigma yang melekat pada profesi kebanyakan orang. Masalah selanjutnya berkaitan
dengan pertanyaan mendasar ini.
3. Loyalitas
Kontras antara peran sosial idealis dan peran sosial pragmatis, konservatif, dan radikal
serta kontras antara partisan dan nilai bersama tampaknya mengartikulasikan dengan
jelas masalah etika loyalitas yang berlebihan kepada klien atau majikan praktisi.
Pekerjaan PR harus idealis sekaligus pragmatis (Feronika & Harahap, 2016). Itu harus
sesuai dengan nilai-nilai timbal balik serta nilai-nilai partisan. Konsep-konsep ini,
kemudian, memiliki nilai yang besar bagi ahli teori yang mengembangkan teori-teori
hubungan masyarakat yang etis.
4. Pilihan Klien atau Organisasi
Sepanjang sejarah, orang telah menggunakan ide PR atas nama pemerintah yang
menindas, organisasi yang menindas, dan perusahaan yang tidak bertanggung jawab
secara sosial. Pada saat yang sama, mereka terlibat dalam gerakan reformasi sosial
yang besar yang telah membantu menghapuskan perbudakan, mengurangi penindasan
terhadap perempuan dan kaum minoritas, serta meningkatkan kesehatan dan
keselamatan jutaan orang. Jika praktisi mendekati pertanyaan tentang siapa yang harus
diwakili dari pandangan dunia asimetris, pilihan umumnya bergantung pada
bagaimana mereka memandang peran sosial mereka, pertama, dan kemudian nilai-
nilai mereka.
Praktisi yang melihat peran sosial mereka sebagai pragmatis akan bekerja untuk
organisasi mana pun yang mempekerjakan mereka karena mereka melihat peran
mereka bebas nilai. Praktisi seperti itu dengan mudah dapat berpindah sisi atau
mewakili kedua sisi. Praktisi asimetris yang melihat peran sosial mereka sebagai
konservatif atau radikal biasanya memilih organisasi yang nilai partisannya mirip
dengan nilai mereka sendiri. Praktisi seperti itu kemudian dapat dengan penuh
semangat membela atau mempromosikan kepentingan dan nilai-nilai organisasi klien
mereka. Namun, seperti yang ditunjukkan Sullivan, para praktisi yang membela nilai-
nilai partisan seringkali membuat keputusan yang tidak etis karena terlalu banyak
komitmen dan kepatuhan.
Praktisi yang bekerja melalui peran sosial yang idealis dan berjuang untuk nilai-nilai
timbal balik serta nilai-nilai partisan, setidaknya pada prinsipnya, dapat bekerja untuk
organisasi mana pun. Para praktisi ini berusaha memfasilitasi dialog dengan semua
publik organisasi dan mengadvokasi agar nilai-nilai bersama diterapkan pada
keputusan manajemen(Komariah et al., 2016). Sebagai hasil dari aktivitas PR tersebut,
organisasi dapat dibuat lebih etis dan bertanggung jawab secara sosial. Namun, bahaya
mengintai dalam situasi ini bagi profesional simetris. Pendekatan simetris dan idealis
terhadap PR bisa berbahaya karena organisasi yang tidak etis mungkin
mempekerjakan praktisi semacam itu hanya untuk memberikan kesan etis dan
bertanggung jawab ketika mereka tidak berniat mengubah perilaku mereka—dalam
arti mempraktekkan model PR simetris semu. Profesional simetris berisiko merusak
reputasinya dengan bergaul dengan klien yang tidak etis, dan dia harus memilih
organisasi dengan hati-hati untuk melindungi reputasi profesionalnya serta reputasi
profesi hubungan masyarakat.
9
5. Kerahasiaan dan Keterbukaan
1
0
Praktisi humas yang asimetris bisa beretika jika bertindak dengan integritas dan itikad
baik sehingga tidak dengan sengaja mencederai kepentingan publik; jika mereka
mengungkapkan motif, alasan, dan perspektif di balik pesan yang mereka
komunikasikan; jika mereka tidak menggunakan metode komunikasi yang menipu;
dan jika mereka membuka diri dan organisasi mereka untuk persuasi bahkan ketika
mereka berusaha untuk membujuk. Aturan pengungkapan adalah aturan etis yang kuat
untuk PR yang bekerja dengan PR simetris dan asimetris. Organisasi yang
mengungkapkan identitas mereka, kepentingan mereka, dan niat persuasif mereka
berada di dasar etika perusahaan bahkan ketika mereka secara selektif
mengkomunikasikan informasi dengan maksud untuk membujuk.
1
1
Simpulan
Kabar pejabat di perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) yang merangkap
jabatan atau memiliki profesi lebih dari satu, dinilai, sudah melakukan pelanggaran atas
konstitusi, terutama dalam hal pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi semua. Seperti
yang diamanatkan dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945
Disimpulkan dari kasus ini bahwa seorang Humas harus menjadi landasan bagi
instansinya dan berpegang teguh dalam satu tempat agar etika humas yang ada dapat
diamalkan dengan baik tidak melakukan penghianatan.
Dalam hal ini, praktisi humas tersebut telah melanggar beberapa kode etik public
relations salah satunya keterbukaan dan kerahasiaan. Dengan menjadi praktisi humas dikedua
belah pihak, kerahasiaan tiap perusahaan secara otomatis terbuka secara tidak etis kepada
pihak eksternal. Praktisi tersebut secara tidak langsung juga menjadi pihak eksternal
perusahaan dimana ia bekerja juga karena ia terikat dengan perusahaan yang berbeda.
Referensi
Aldita, D. (2014). Analisis Isi Film Wag The Dog Tentang Pelanggaran-Pelanggaran Kode
Etik Humas. Ejournal Ilmu Komunikasi Universitas Mulawarman, 2(4), 75–87.
Arsyad, A. M. A. (2019). Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian
Republik Indonesia (Studi Kasus di Polda Jambi). 30.
Azhari, M. H., Haekal, E., & Laraspati, A. (2014). Contoh Kasus Penyelewengan Kode Etik Pr
(p. 22).
Bowen, S. (2007). Ethics and Public Relations | Institute for Public Relations.
http://www.instituteforpr.org/topics/ethics-and-public-relations/
Dyatmika, T. (2018). Ilmu komunikasi. In Bandung Rosdakarya.
Feronika, V., & Harahap, H. (2016). Kesadaran dan Penerapan SKKNI Kehumasan oleh
Kepala Humas di Kementerian. Komunikologi, 13(2).
Hahn, D. (n.d.). Unternehmungsführung und Öffentlichkeitsarbeit* 1. 43–52.
Harisanty, D., Srirahayu, D., Kusumaningtiyas, T., Anugrah, E., & Permata, I. (2020). The
Utilization of Flashcards in Children Information Literacy Development. Library
Philosophy and Practice, 2020(November), 1–12.
Hariyanto, A. (2011). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR BERPENGARUH TERHADAP
RENDAHNYA PENERAPAN KODE ETIK PROFESI INSINYUR PADA
PEMBANGUNAN RUANG POLIKLINIK RSUD dr. SOEROTO KABUPATEN NGAWI.
1–16.
Hasibuan, A. (2017). Etika Profesi Profesionalesme Kerja. UISU Press, 53(9), 1689–1699.
Indonesia, E. W. (2022). Pakar Kehumasan_ Kalau Pejabat Humas Mendua Melanggar
Etika
-.
Ki, E. J., & Kim, S. Y. (2010). Ethics statements of public relations firms: What do they say?
Journal of Business Ethics, 91(2), 223–236. https://doi.org/10.1007/s10551-009-0080-6
Komariah, K., Nugraha, A. R., & Perbawasari, S. (2016). Persepsi Aparatur Pemerintah
Tentang Kualifikasi Profesi Humas. Avant Garde, 4(2), 157.
https://doi.org/10.36080/avg.v4i2.604
Kompasiana. (2022). Kode Etik Profesi Humas (Humas BUMN Mendua).
Lambert, V. a., & Lambert, C. E. (2013). Qualitative Descriptive Research: An Acceptable
Design. Pacific Rim International Journal of Nursing Research, 16(4), 255–256.
http://antispam.kmutt.ac.th/index.php/PRIJNR/article/download/5805/5064
Master, G., Kepplinger, S., Begutachter, P., & Stelzer, H. (2019). Ethik in den Public
Relations. Necić, N. (2021). Ethics in Public Relations: Ethical Theories, Codes and
10
Conflicts. Media
11
Studies and Applied Ethics, 2(2), 87–100. https://doi.org/10.46630/msae.2.2021.07
PR Ethik Rat. (2016). Kodex des Österreichischen Ethik-Rats für Public Relations
"Ethik in der Digitalen Kommunikation" September, 1–12.
PRBI. (2022). How Public Relations Ethics Violations Undermine Trust.
Profilpelajar. (2021). Hubungan masyarakat.
Puput Islamitha Lukman. (2017). Analisis Pelaksanaan Kode Etik Protokol. 5(2), 186–199.
Putri, N. S. (2011). Tingkat Pengetahuan Publik Terhadap Profesi Public Relations. E-Journal
Universitas Atma Jaya, 1–38. www.perhumas.co.id
Sasmita, N. (2017). Media Kehumasan.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/198807082014042002/pendidikan/materi-public-
relations-12-13.pdf
Setiowati, E., & Inayati, R. N. (2016). Framing Analysis on The news of Violations on
Ethical Code by Parliament Chairman (Case on TV Talk show “Metro TV-Mata Najwa”
and “TV One–Indonesian …. Journal of Education and
Social…, December.
https://www.researchgate.net/profile/Endang-
Setiowati/publication/329363979_Framing_Analysis_on_The_news_of_Violations_on_
Ethical_Code_by_Parliament_Chairman_Case_on_TV_Talk_show_Metro_TV_-
_Mata_Najwa_and_TV_One_-_Indonesian_Lawyer_Club/links/5c04eb229285
Shannon A. Bowen. (2006). Ethics and Public Relations.
Study.com. (2022). Professional Codes of Ethics in Public Relations.
https://study.com/academy/lesson/professional-codes-of-ethics-in-public-relations.html
Sugiyanto, D., Sumartias, S., Yulianita, N., & Komala, L. (2020). The Meaning of Public
Relations in the Indonesian Government Research Institutions.
https://doi.org/10.4108/eai.9-10-2019.2291113
Trihandayani, N., Hairunnisa, S., Nurliah, M. M., Sos, S., & Ikom, M. (2018). Implementasi
Kode Etik Humas Pemerintahan Keputusan Menteri Komunikasi Dan Informasi Nomor
371/Kep/M. Kominfo/8/2007 Di Humas Kantor Wilayah Kementerian Hukum Dan Ham
Kalimantan Timur. 6(1), 483–492.
Zuhri, S. (2016a). Etika Profesi Public. Etika Profesi Public Relations, 1.
http://eprints.upnjatim.ac.id/3058/1/public_relations.pdf
Zuhri, S. (2016b). Etika Profesi Public Relations. Etika Profesi Public Relations, 1.
http://eprints.upnjatim.ac.id/3058/1/public_relations.pdf
12