Anda di halaman 1dari 6

Laporan Kasus

Pengaruh Radioterapi terhadap Rinitis Alergi

dr. Beatrice Tanudjaja, dr. Hj. Endang Retnoningsih, Sp.T.H.T.K.L (K)


Dept. /SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok - Bedah Kepala Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

ABSTRAK
Latar belakang: Peningkatan respon imun oleh sel-sel T Helper 2 (TH-2) dan penurunan
respon sel-sel T-reg mendorong sistem imun menimbulkan reaksi alergi terhadap paparan alergen.
Penurunan dari produksi sitokin yang menginduksi imunitas TH-1 juga menyebabkan meningkatnya
respon imun tipe TH-2. Radiasi pengion yang digunakan pada radioterapi pasien kanker dapat
menyebabkan perpindahan tipe respon imunitas dari TH-1 ke TH-2. Tujuan: Melaporkan satu kasus
yang menggambarkan pengaruh radioterapi terhadap rinitis alergi. Laporan kasus: Seorang laki-laki
berusia 19 tahun mengeluh mengalami pilek dan bersin beruntun pada paparan dengan debu rumah,
kapuk, dan dingin, sejak 3 bulan setelah selesai menjalani radioterapi untuk Karsinoma Nasofaring
(KNF), dan pada pemeriksaan tes cukit kulit (SPT) pasien dinyatakan positif alergi debu rumah.
Metode: Telaah literatur berbasis bukti mengenai pengaruh radioterapi terhadap reaksi inflamasi TH-2
melalui database Google Scholar, dan Proquest didapatkan dua jurnal yang relevan dengan kasus yang
dilaporkan. Hasil: Radioterapi dapat meningkatkan aktifitas imunosupresi oleh sel-sel T-reg yang dapat
menurunkan reaksi alergi. Sebaliknya, radioterapi konvensional setelah beberapa minggu juga dapat
menyebabkan perpindahan tipe imunitas dari TH-1 ke arah TH-2, dan menyebabkan penurunan barier
epitel mukosa hidung terhadap alergen. Kondisi ini disertai menurunnya aktivitas T-reg oleh sel-sel
kanker yang tereliminasi, dapat memicu reaksi alergi pada individu yang secara genetik rentan terjadi
alergi. Kesimpulan: Paparan radioterapi dan aktifitas sel-sel kanker dapat mempengaruhi manifestasi
klinis rinitis alergi melalui perubahan pada imunitas tubuh dan perubahan barier epitel mukosa hidung.

Kata kunci: alergi, rinitis alergi, the hygiene hypothesis, T-reg, T Helper 2, T Helper 1, radioterapi,
kanker, karsinoma nasofaring.

ABSTRACT
Background: Increased activity of Th2-cells and a down regulation of T-regulatory cells (Treg)
drive allergic reaction to allergen exposures. A lack of triggers for Th1-type immune response, also
results in a preponderance of Th2-type immune responses. Exposure to ionizing radiation (IR) in cancer
radiotherapy, could reduce the helper Th-1 like function, resulting in a Th1/Th2 shift. Purpose:
Reporting a case that describes radiotherapy effect to allergic rhinitis. Case report: We present a case
of a 19-year-old man suffering from runny nose and sneezing after exposures of house dust, cotton dust,
and cold, starting 3 months after finishing Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) radiotherapy treatment,
with positive skin prick test result of house dust allergy. Method: Search of literature evidence through
Google Scholar, and Proquest found 2 journals relevant to our case report. Result: Radiotherapy leads
to increased immunosuppresive activity of T-reg cells, but also leads to TH1/ TH2 shift, and reduces
nasal mucosal barrier to allergen exposure. The latter condition supported with down regulation of T-
reg cells from eliminated cancer cells, could induce allergic response in allergic prone individual.
Conclusion: Radiotherapy exposures and cancer cells activity in response to it, could affect clinical
manifestation of allergic rhinitis by altering the host immunity and through impaired nasal mucosal
barrier from radiation effect.

10
Keywords: allergy, rhinitis allergy, the hygiene hypothesis, T-reg, T Helper 2, T Helper 1, radiotherapy,
cancer, nasopharyngeal carcinoma.

PENDAHULUAN
Dalam beberapa dekade terakhir telah LAPORAN KASUS
terjadi peningkatan yang signifikan dari Dilaporkan seorang laki-laki 19 tahun
prevalensi alergi secara global, dimana datang ke Poliklinik THTKL RSUD dr. Saiful
peningkatan ini terutama dikaitkan dengan Anwar (RSSA) Malang dengan keluhan pilek
perubahan dari pola hidup dan lingkungan. dengan ingus bening encer 3 bulan paska pasien
Pengamatan ini menelurkan hygiene hypothesis menjalani radioterapi di RSSA. Pilek disertai
dan konsep bahwa alergi bukan hanya penyakit bersin beruntun bila terpapar debu, kapuk,
genetika, tapi juga penyakit lingkungan.1 dingin, dan hidung buntu yang hilang timbul
Alergi secara umum disebabkan oleh pada kedua sisi bergantian. Keluhan dirasakan
produksi berlebihan Imunoglobulin E (IgE) berulang sekitar 4 hari/ minggu, dan terutama
yang berkelanjutan, sebagai respon daripaparan muncul pada malam hari. Pasien juga merasa
terhadap alergen. Peningkatan respon imun keluhan mengganggu belajar dan aktivitas
oleh sel-sel T Helper 2 (TH-2) dan penurunan sehari-hari, tapi tidak mengganggu istirahat.
respon sel-sel T-reg mendorong sistem imun Keluhan gatal pada hidung, mata, dan
untuk mensintesis IgE, memanggil dan langit-langit mulut disangkal, penurunan
mempertahankan aktivitas sel-sel terkaitreaksi penghidu disangkal, mimisan disangkal, pipi
alergi seperti eosinofil, basofil, dan sel mast.2 kemeng dan sakit kepala disangkal. Pasien
Penurunan produksi sitokin yang menginduksi mengeluh tenggorokan terasa kering, keluhan
imunitas TH-1 juga menyebabkan tenggorokan berlendir dan mengganjal
meningkatnya respon imun tipe TH-2, yang disangkal. Keluhan pada telinga disangkal.
menyebabkan timbulnya alergi pada suatu Benjolan di leher saat ini -.
individu.3,4 Pasien riwayat didiagnosis dengan
Penelitian oleh Liu, dkk.5 KNF pada 2015, dengan keluhan utama saat itu
menyimpulkan bahwa radiasi pengion yang mimisan dari hidung kanan, telinga kanan
digunakan pada radioterapi pasien kanker dapat mendengung, dan benjolan pada leher kanan.
menyebabkan perpindahan tipe respon imunitas Pasien juga mengeluh bersin beruntun dan pilek
dari TH-1 ke TH-2. encer pada saat itu, tapi tidak seberat setelah
Laporan kasus ini dibuat untuk radioterapi, dan tidak dilakukan tes alergi
menelaah pengaruh radioterapi terhadap rinitis sebelumnya. Pasien telah open biopsy kelenjar
alergi secara imunologis dan manifestasinya getah bening leher, dengan hasil PA :
secara klinis. Undifferentiated carcinoma, dan hasil CT Scan
sesuai KNF T2N2Mx.

11
Pasien telah menjalani radioterapi bilateral, sesuai dengan ca nasofaring,

selama 35x (dengan Cobalt60, dosis 35 x 2 Gy). T2N2Mx. Hasil biopsi nasofaring paska

Pada saat menjalani radioterapi pasien radioterapi pada 21-04-2017: sudah tidak

mengaku keluhan pilek dan bersin berkurang, didapatkan keganasan.

namun memburuk 3 bulan setelah Pasien dikerjakan tes cukit kulit di

menyelesaikan radioterapi. Poliklinik Alergi THTKL RSSA dengan hasil

Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 Tes Cukit Kulit (16-07-2019)

bersaudara. Riwayat atopi pada keluarga -, Kontrol : -

riwayat asma -, biduran -, dermatitis atopik -, Histamin: 5 mm

riwayat alergi makanan -,alergi obat -. Pasien Debu rumah : 8 mm

tidak memiliki hewan peliharaan di rumah. Kesimpulan: tes cukit kulit + alergi debu rumah

Riwayat merokok –, pasienberolahraga Pasien kami diganosis dengan Rinitis

fitnes rutin. Alergi Persisten Sedang Berat dan KNF Paska

Pada pemeriksaan fisik didapatkan Radioterapi, dan ditatalaksana dengan

keadaan umum baik, compos mentis , tanda- tatalaksana avoidance debu rumah, dingin,

tanda vital dalam batas normal, dengan VAS 3. tatalaksana suportif olahraga yang tidak

Tidak didapatkan stridor inspirasi maupun menimbulkan stress, dan tatalaksana

retraksi otot-otot napas. Hasil pemeriksaan simptomatis per oral Cetrizine 1x10 mg, steroid

hidung terdapat sekret mukoid bening dengan intranasal Nasacort 1x2 puff, dan cuci hidung

mukosa pucat, tenggorok dan telinga dalam dengan NaCl 0,9% 3x/ hari. Keluhan pasien

batas normal. Tidak teraba pembesaran kelenjar dirasakan membaik dan tidak mengganggu

getah bening pada leher. aktifitas pada saat kontrol 2 minggu kemudian.

Pemeriksaan darah rutin dalam batas


DISKUSI
normal, dengan rasio neutrofil banding limfosit
Terjadinya rinitis alergi, seperti kondisi
(NLR) 1,52, yang menunjukkan perbedaan
alergi yang lain, merupakan kombinasi antara
signifikan dari kadar NLR sebelum radioterapi
predisposisi genetik dan pengaruh paparan
(2,46).
lingkungan. Secara imunologis, reaksi alergi
Pada foto CT Scan kepala leher dengan
mencerminkan kegagalan pembentukan
kontras pada 12-08-2019 tidak didapatkan
toleransi tubuh terhadap alergen spesifik yang
gambaran massa nasofaring residu maupun
berasal dari lingkungan. Kegagalan toleransi ini
residif/ fibrosis, dengan limfonodi multiple
mendorong terbentuknya respons imun yang
kecil-kecil kanan kiri <1cm, yang menunujkkan
dimediasi oleh sitokin-sitokin sel TH-2
resolusi dari KNF dibandingkan CT Scan
terhadap alergen spesifik tersebut.
sebelum radioterapi pada 24-08-2015, dengan
Populasi sel – sel T-reg berperan
bacaan penebalan mukosa nasofaring dengan
penting dalam mempertahankan toleransi
perluasan ke parafaringeal space kanan kiri,
respon imun terhadap paparan alergen dari
disertai dengan limfadenopati multipel servikal

12
lingkungan.6Penurunan stimulasi imunitas tipe didukung penelitian oleh Gao, dkk.8 yang

TH-1 juga berpengaruh terhadap dominasi menyimpulkan radiasi pengion dosis tinggi,

imunitas tipe TH-2 yang dapat menyebabkan seperti pada radioterapi, menyebabkan

kondisi alergi pada akhirnya.7 peningkatan produksi sitokin IL-4, dan TGFβ

Sel-sel dendrit pada permukaan tubuh yang menginduksi sel-sel TH-2, dan T-reg.8

berperan penting dalam menentukan Peningkatan kadar T-reg ini juga disebabkan

diferensiasi sel-sel TH-0.3,4 Sel dendrit yang oleh mekanisme dari sel tumor untuk

mengawali reaksi imunitas TH-2 adalah tipe sel menghindari reaksi imunologis antitumor

dendrit konvensional 2 (cDC2). Sel-sel dendrit melalui sifat imunosupresif T-reg.9

ini memindai adanya paparan alergen pada Efek imunosupresi T-reg pada tumor

permukaan tubuh dan berpotensi terutama dimediasi oleh produksi IL-10, TGF β,

mendiferensiasi sel TH-0 kearah ke TH-2, dan ekspresi protein CTL-4. Akumulasi sel T-

disaat tidak adanya sinyal dari mikroba yang reg intratumor maupun peningkatan jumlah T-

merangsang produksi sitokin IL-12 ke arah reg secara sistemik telah diobservasi pada

diferensiasi TH-1. Aktivasi Protease activated beberapa jenis kanker, termasuk pada kanker

Receptor (PRR) oleh alergen menyebabkan kepala leher. Konsentrasi T-reg pada darah

epitel mensekresi mediator-mediator inflamasi kembali ke normal setelah terapi mengeliminasi

seperti sitokin IL-33, GM-CSF (Granulocyte sel-sel kanker.10

Makrofag Colony Stimulating Factor), dan Peran radioterapi terhadap populasi T-

TSLP (Thymic Stromal Lymphopoietin). reg masih diteliti lebih lanjut, pada beberapa

Sitokin-sitokin ini mengaktivasi ILC2 (group 2 penelitian menyimpulkan peningkatan aktivitas

innate lymphoid cells) yang meningkatkan T-reg dan penelitian yang lain menunjukkan

migrasi dan aktivasi sel-sel cDC2. Sedangkan penurunan aktivitas T-reg paska

dengan adanya paparan kronis dari mikroba radioterapi.10,11.

maka terjadi stimulasi sel dendrit yang Secara histologis pada mukosa hidung

menyebabkan diferensiasi TH-0 ke arah T-reg, paska radioterapi ditemukan peningkatan

dan terjadi peningkatan produksi IL-12 olehsel- inflamasi neutrofilik, metaplasi skuamosa,

sel dendrit yang meningkatkan diferensiasi ke metaplasi sel-sel mukus, dan penurunan dari

arah TH-1, dimana mekanisme ini akan Mucocillary Transport Rate (MTR) sampai

menghambat terbentuknya sel-sel TH-2.3,4 40,59 % dari pre-radioterapi, yang makin

Penelitian oleh Liu, dkk.5, menurun 3 bulan paska radioterapi (38,27%),

menyimpulkan bahwa radioterapi konvensional dan membaik perlahan sampai 48,90% dari pre-

selama beberapa minggu menyebabkan radioterapi setelah 1 tahun.12,13 Perubahan-

menurunnya sel dendrit konvensional tipe 1 perubahan histologis ini dapat menyebabkan

(cDC1) yang merupakan sumber utama disfungsi Apical Junctional Complexes (AJCs)

produksi IL-12, yang menyebabkan pergeseran antar sel-sel epitel mukosa hidung, yang

respon imun kearah tipe TH-2.5 Hipotesis ini memudahkan alergen masuk ke subepitel dan

13
meningkatkan paparan antigen terhadap sel Selain itu, adanya tanda-tanda

dendrit intraepitel.14 eliminasi sel-sel kanker yang ditunjukkan dari

Pada kasus ini, seorang pria berusia 19 hasil biopsi dan CT Scan pada pasien ini,

tahun mengeluhkan pilek, bersin beruntun, dan memberikan kemungkinan telah terjadi

hidung buntu yang hilang timbul pada paparan penurunan aktifitas sel-sel T-reg yang

debu, dingin, dan kapuk sejak 3 bulan paska sebelumnya mensupresi reaksi imunitas alergi.

radioterapi untuk KNF. Pasien juga mengalami Pada pemeriksaan darah pasien juga didapatkan

keluhan yang sama sebelum didiagnosis KNF, perbaikan dari NLR yang sebelumnya 2,46

namun tidak seberat paska radioterapi. sebelum menjalani radioterapi, menjadi 1,52

Keluhan pilek dan bersin beruntun saat ini, yang dapat menggambarkan

mereda saat pasien menjalani radioterapi, menurunnya aktifitas inflamasi yang

kemudian muncul kembali dengan intensitas mendukung pertumbuhan tumor pada pasien

yang lebih kuat dan sering 3 bulan paska ini.15,16

radioterapi. Pasien didiagnosis dengan Rinitis

Pasien mengaku tidak mempunyai Alergi Persisten Sedang Berat (RAPSB), dan

riwayat alergi sebelumnya, tidak pernah diterapi sesuai dengan algoritma tatalaksana

dilakukan tes alergi sebelumnya, dan tidak oleh ARIA 2008.2 Pasien memberikan respon

memiliki riwayat atopi pada keluarga. Pada yang baik terhadap terapi.

pasien didapatkan hasil tes cukit kulit positif Hingga saat ini belum ada laporan

alergi debu rumah. kasus mengenai efek radioterapi terhadap

Pada pasien ini tidak diketahui apakah perjalanan klinis rinitis alergi. Hasil

sebelum didiagnosis KNF dan menjalani penelusuran literatur yang kami lakukan hanya

radioterapi, pasien telah mengalami rinitis berupa penelitian - penelitian pada efek

alergi, tetapi intensitas gejala rinitis alergi pada radioterapi terhadap respon imun, yang kami

pasien ini tampak terpengaruh oleh radioterapi anggap relevan dengan temuan pada laporan

yang dijalani oleh pasien. kasus ini. Masih diperlukan penelitian lebih

Adanya aktifitas sel-sel kanker dan lanjut mengenai efek radioterapi terhadap

radioterapi meningkatkan aktifitas sel-sel T-reg rinitis alergi.

yang dapat menurunkan reaksi alergi.6,9,10


Radioterapi juga dapat menyebabkan DAFTAR PUSTAKA

perpindahan tipe imunitas dari TH-1 ke arah 1. Gilles S, Akdis C, Lauener R, Schmid-
Grendelmeier P, Bieber T, Schäppi G, et
TH-2,5,8 dan menyebabkan penurunan barier al. The role of environmental factors in
epitel mukosa hidung terhadap alergen,14 hal ini allergy : A critical reappraisal. Exp
Dermatol. 2018;27(February):1193–
dapat menjadi faktor resiko dari timbulnya 200.
reaksi alergi yang memberat pada pasien, 3 2. Bousquet J, Khaltaev N, Cruz AA,
Denburg J, Fokkens W, Togias A.
bulan paska radioterapi. Allergic Rhinitis and its Impact on
Asthma (ARIA) 2008 Update (in

14
collaboration with the World Health Lumniczky K. The Effect of Ionizing
Organization, GA(2)LEN and Radiation on Regulatory T Cells in
AllerGen). Allergy. 2008;63:1–196. health and Disease. Cancer Lett.
3. Haspeslagh E, Heyndrickx I, Hammad 2015;368(2):252–61.
H, Lambrecht BN. The hygiene 11. Lumniczky K, Sáfrány G. The impact of
hypothesis : immunological radiation therapy on the antitumor
mechanisms of airway tolerance. Sci immunity : Local effects and systemic
Direct Curr Opin Immunol. consequences. CANCER Lett.
2018;54:102–8. 2015;356(1):114–25.
4. Lambrecht BN, Hammad H. The 12. Yin G-D, Xiong G-X, Zhao C, Chen
immunology of the allergy epidemic and YY. Damage of nasal mucociliary
the hygiene hypothesis. Nat Immunol. movement after intensity • modulated
2017;18(10):1076–83. radiation therapy of nasopharyngeal
5. Liu H, Li B, Jia X, Ma Y, Gu Y, Zhang carcinoma. Chin J Cancer.
P, et al. Radiation-induced decrease of 2010;29(9):824–9.
CD8 + dendritic cells contributes to Th1 13. Riva G, Boita M, Ph D, Ravera M,
/ Th2 shift. Int Immunopharmacol. Moretto F, Badellino S, et al. Nasal
2017;46:178–85. Cytological Changes as Late Effects of
6. Rivas MN, Chatila TA. Clinical reviews Radiotherapy for Nasopharyngeal
in allergy and immunology : Regulatory Cancer. Am J Rhinol Allergy.
T cells in allergic diseases. J Allergy 2015;29(2):41–5.
Clin Immunol. 2016;138(3):639–52. 14. Georas SN, Rezaee F. Epithelial barrier
7. Zaknun D, Kurz K, Schroecksnadel S, function : At the front line of asthma
Fuchs D. Potential Role of Antioxidant immunology and allergic airway
Food Supplements, Preservatives and inflammation. J Allergy Clin Immunol.
Colorants in the Pathogenesis of Allergy 2014;134(3):509–20.
and Asthma. Int Arch Allergy Immunol. 15. Yao J, Zhu F, Dong J, Liang Z, Yang L,
2012;157:113–24. Chen S, et al. Prognostic value of
8. Gao H, Dong Z, Gong X, Dong J, Zhang neutrophil-to- lymphocyte ratio in
Y, Wei W, et al. Effects of various advanced nasopharyngeal carcinoma : a
radiation doses on induced T-helper cell large institution-based cohort study
differentiation and related cytokine from an endemic area. BMC Cancer.
secretion. J Radiat Res. 2019;19(37):1–8.
2018;59(4):395–403. 16. Cho Y, Kim JW, Yoon HI, Lee CG,
9. Barker HE, Paget JTE, Khan AA, Keum KC, Lee IJ. The Prognostic
Harrington KJ. The tumour Significance of Neutrophil-to-
microenvironment after radiotherapy : Lymphocyte Ratio in Head and Neck
mechanisms of resistance and Cancer Patients Treated with
recurrence. Nat Rev Cancer. Radiotherapy. J Clin Med.
2015;15(7):409–25. 2019;7(512):1–14.
10. Persa QE, Balogh A, Sáfrány G,

15

Anda mungkin juga menyukai