Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TL3101 PROSES FISIK DAN KIMIA


MODUL 01
MIXING DAN FLOKULASI-KOAGULASI

Nama Praktikan : Zakia Ainun


NIM : 15320061
Kelompok :3
Tanggal Praktikum : 15 September 2022
Tanggal Pengumpulan : 22 September 2022
Asisten yang Bertugas : 1. Hafidz Abdillah (15319010)
2. Agatha Edelwis (15319088)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
I. Tujuan Praktikum
1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengadukan
(mixing)
2. Menentukan jenis dan dosis koagulan yang optimal untuk proses
mixing
3. Menentukan nilai gradien kecepatan rata-rata pengadukan (G)

II. Teori Dasar


Teknologi pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan cara
pengolahan fisik, kimia, dan biologi. Salah satu metode pengolahan
limbah cair secara fisik adalah proses koagulasi-flokulasi. Proses
koagulasi adalah proses kimia yang digunakan untuk mengilangkan
bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid (Eckenfelder,
1986). Partikel koloid merupakan partikel yang sulit mengendap dan
sulit ditangani oleh perlakuan fisik (Indriyati & Susanto, 2016). Maka
dari itu, proses koagulasi dapat mendestabilisasi koloid tersebut menjadi
flok-flok lembut sehingga terjadi proses flokulasi.

Penggoyahan koloid akan terjadi jika elektrolit yang ditambahkan dapat


diserap oleh partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi netral.
Penetralan ini akan dilakukan oleh koagulan dan hanya akan terjadi
ketika konsentrasi muatan partikel cukup kuat untuk melakukan gaya
tarik menarik antar partikel koloid.

Sedangkan flokulasi merupakan proses lanjutan dari koagulasi, yaitu


aglomerasi dari partikel yang terdestabilisasi dan koloid mengendap.
Pembentukan flok pada proses koagulasi banyak dipengaruhi oleh
faktor fisika dan kimia, seperti kecepatan putaran pengadukan, pH,
alkalinitas, kekeruhan, dan suhu air.

Koagulan yang sering digunakan pada proses koagulasi adalah


Alumunium Sulfat dan Poly Alumunium Chloride (PAC). Alumunium
Sulfat atau yang biasa disebut dengan tawas merupakan koagulan yang
paling sbanyak digunakan karena harganya yang terjangkau (murah),
banyak tersedia di pasaran, dan penyimpanannya yang cukup mudah.
Selain itu, alum cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat pada
air. Sedangkan PAC merupakan jenis koagulan yang sangat efektif
untuk menurunkan tingkat kekeruhan. Namun, terdapat hal yang perlu
diperhatikan dalam memberikan koagulan, yaitu dosisnya harus sesuai
dengan dosis optimal agar proses koagulasi-flokulasi dapat berjalan
dengan yang diharapkan.

III. Prinsip Praktikum


Pada praktikum ini akan dilakukan pengukuran kekeruhan sebelum dan
sesudah dilakukan proses pengadukan, koagulasi, dan flokulasi
menggunakan alat turbidimeter. Pada proses pengadukan, koagulasi,
dan flokulasi digunakan dua jenis koagulan, yaitu Alumunium Sulfat
dan Poly Alumunium Chlorinated (PAC). Proses pengadukan ini
dilakukan secara mekanis dengan bantuan alat jar test yang nantinya
akan terbentuk flok-flok berukuran lebih besar dan lebih mudah
mengendap karena adanya proses koagulasi (penambahan koagulan)
yang menyebabkan terjadinya destabilisasi koloid.

IV. Alat dan Bahan


IV.1 Alat
1. Alat jar test
2. Gelas kimia
3. Turbidimeter
4. Corong
5. Pipet
6. Tabung Erlenmeyer
IV.2 Bahan
1. Sampel air
2. Poly Alumunium Chloride (PAC)
3. Alumunium sulfat
4. Tisu
5. Kertas saring

V. Data Percobaan
Berikut ini data awal yang diperoleh dari percobaan.
Tabel V.1 Data Awal Percobaan
Temperatur air 20℃

Kekeruhan Awal (Alum) 111 NTU

Kekeruhan Awal (PAC) 113 NTU

Diameter Flat Blade Paddle 0,075 m = 0,246 ft

Berdasarkan percobaan, didapatkan pula nilai kekeruhan air setelah


diberi koagulan yang berbeda, yaitu Alumunium Sulfat dan Poly
Alumunium Sulfat (PAC) dengan dosis tertentu. Berikut ini data
pengukuran kekeruhan air setelah diberi koagulan.

Tabel V.2 Data Pengukuran Kekeruhan dengan Koagulan Alumunium


Sulfat

Dosis Volume Kekeruhan (NTU)


Koagulan Sampel
(mg/L) (mL) I II III
20 5,3 6,3 4,3
30 1,9 3,9 3
40 4,6 3,1 4,1
500
50 3,6 3,1 3,1
60 1,9 1 0,5
70 4,5 4,2 4,1
Tabel V.3 Data Pengukuran Kekeruhan dengan Koagulan Poly
Alumunium Chloride (PAC)

Dosis Volume Kekeruhan (NTU)


Koagulan Sampel
(mg/L) (mL) I II III
20 0 0 0
30 0 0 0
40 0 0 0
500
50 0 0 0
60 0 0 0
70 0 0 0

VI. Pengolahan Data


VI.1 Menentukan Kekeruhan Rata-Rata dan Efisiensi Koagulan
Pengeruhan kekeruhan pada setiap dosis koagulan dilakukan secara
triplo, hal ini dilakukan agar data yang didapat lebih representatif.
Berikut ini persamaan yang digunakan untuk menghitung kekeruhan
rata-rata.
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼 + 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼𝐼 + 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝐼𝐼𝐼
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
3
Sehingga dapat dihitung kekeruhan rata-rata untuk koagulan
Alumunium Sulfat dengan dosis 20 mg/L adalah:
5,3 + 6,3 + 4,3
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
3
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 5,3 𝑁𝑇𝑈
Nilai kekeruhan rata-rata untuk jenis dan dosis koagulan lainnya dapat
dihitung menggunakan persamaan yang sama seperti di atas.
Selanjutnya, nilai efisiensi untuk tiap dosis koagulan dapat dihitung
menggunakan persamaan sebagai berikut.
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = × 100%
𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑤𝑎𝑙
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai efisiensi koagulan Alumunium
Sulfat dengan dosis 20 mg/L adalah:
111 − 5,3
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = × 100%
111
𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 95,2252%

Nilai efisiensi untuk tiap dosis koagulan dapat dihitung menggunakan


persamaan yang sama seperti di atas. Sehingga, didapatkan hasil
perhitungan rata-rata kekeruhan serta efisiensinya pada setiap jenis dan
dosis koagulan yang akan dituliskan pada tabel di bawah ini.
Tabel VI.1.1 Data Perhitungan Kekeruhan Rata-Rata dan Efisiensi
pada Koagulan Alumunium Sulfat

Dosis Volume
Kekeruhan (NTU) Efisiensi
Koagulan Sampel
(%)
(mg/L) (mL) I II III Rata-Rata
20 5,3 6,3 4,3 5,3000 95,2252
30 1,9 3,9 3 2,9333 97,3574
40 4,6 3,1 4,1 3,9333 96,4565
500
50 3,6 3,1 3,1 3,2667 97,0571
60 1,9 1 0,5 1,1333 98,9790
70 4,5 4,2 4,1 4,2667 96,1562

Tabel VI.1.2 Data Perhitungan Kekeruhan Rata-Rata dan Efisiensi


pada Koagulan Poly Alumunium Chloride (PAC)

Dosis Volume Kekeruhan (NTU)


Efisiensi
Koagulan Sampel
I II III Rata-Rata (%)
(mg/L) (mL)
2 0 0 0 0 100
3 0 0 0 0 100
4 0 0 0 0 100
500
5 0 0 0 0 100
6 0 0 0 0 100
7 0 0 0 0 100

VI.2 Menentukan Densitas Air


Berikut ini data densitas air berdasarkan temperatur.
Tabel VI.2.1 Data Densitas Air Berdasarkan Temperatur
Densitas Air
Temperatur (oC)
(kg/m3)

0 999,9

5 1000

10 999,7

15 999,1

20 998,2

30 995,7

40 992,2

50 988,1

60 983,2

70 977,8

80 971,8

90 965,3

100 958,4

Sumber: Finnemore & Franzini, 2002


Berdasarkan Tabel VI.2.1, berikut ini grafik densitas air terhadap
temperatur.
1005
1000
995

Densitas air (kg/m3)


990
985
980
975
970
965
960 y = -0,00358x2 - 0,0695x + 1001
R² = 0,999
955
0 20 40 60 80 100 120
Temperatur (℃)

Gambar VI.2.1 Grafik Densitas Air terhadap Temperatur

Berdasakan grafik di atas, didapatkan persamaan 𝑦 = −0,00358𝑥 2 −


0,0695𝑥 + 1001, di mana sumbu y adalah densitas air dan sumbu x
adalah temperatur. Sehingga nilai x pada persamaan tersebut dapat
digantikan dengan nilai temperatur air yang diketahui, yaitu sebesar
20oC. Dengan menggantikan nilai x, maka akan didapatkan nilai
densitas adalah sebagai berikut.
𝜌 = −0,00358(20)2 − 0,0695(20) + 1001
𝜌 = 998,178 𝑘𝑔/𝑚3
Jadi, dari persamaan di atas diperoleh nilai densitas pada temperatur
20oC adalah 998,178 kg/m3.

VI.3 Menentukan Nilai Viskositas Dinamis (𝝁)


Berikut ini data viskositas dinamis berdasarkan temperatur.

Tabel VI.3.1 Data Viskositas Dinamis Berdasarkan Temperatur

Temperatur Viskositas
(℃) Dinamis (Ns/m2)
0,01 0,0017914
10 0,0013060
20 0,0010016
25 0,0008900
Temperatur Viskositas
(℃) Dinamis (Ns/m2)
30 0,0007972
40 0,0006527
50 0,0005465
60 0,0004660
70 0,0004035
80 0,0003540
90 0,0003142
100 0,0002816
110 0,0002546
120 0,0002320
Sumber: Engineering Toolbox, 2004

Berdasarkan Tabel VI.3.1, berikut ini grafik viskositas dinamis terhadap


temperatur.
0,0020000
0,0018000
Viskositas Dinamis (Ns/m2)

0,0016000
0,0014000
0,0012000
y = 1E-07x2 - 3E-05x + 0,0016
0,0010000
R² = 0,9666
0,0008000
0,0006000
0,0004000
0,0002000
0,0000000
0 20 40 60 80 100 120 140
Temperatur (℃)

Gambar VI.3.1 Grafik Viskositas Dinamis terhadap Temperatur

Berdasakan grafik di atas, didapatkan persamaan 𝑦 = 10−7 𝑥 2 −


3 × 10−5 𝑥 + 0,0016, di mana sumbu y adalah viskositas dinamis dan
sumbu x adalah temperatur. Sehingga nilai x pada persamaan tersebut
dapat digantikan dengan nilai temperatur air yang diketahui, yaitu
sebesar 20oC. Dengan menggantikan nilai x, maka akan didapatkan nilai
viskositas dinamis adalah sebagai berikut.
2
𝜇 = 10−7 (20) − 3 × 10−5 (20) + 0,0016
𝜇 = 0,00461 𝑁𝑠/𝑚2
Jadi, dari persamaan di atas diperoleh nilai viskositas dinamis pada
temperatur 20oC adalah 0,00461 Ns/m2.

VI.4 Menentukan Bilangan Reynold (NRE)


Bilangan Reynold dari alat pengaduk digunakan untuk menentukan nilai
KT dan KL paddle dan akan mempengaruhi perhitungan daya/power
karena adanya pengadukan mekanis. Faktor yang menghasilkan tenaga,
yaitu bentuk alat pengaduk, ukuran alat pengaduk, dan kecepatan
putaran alat pengaduk. Apabila Bilangan Reynold yang didapatkan
lebih besar dari 10.000 (NRE > 10.000), maka aliran turbulen dan
konstanta yang digunakan adalah KT, sedangkan jika Bilangan Reynold
kurang dari 20 ((NRE < 20), maka aliran laminer dan konstanta yang
digunakan adalah KL.

Pada praktikum ini dilakukan dua jenis pengadukan, yaitu rapid mixing
sebesar 100 rpm selama 1 menit dan dilanjutkan dengan slow mixing
sebesar 60 rpm selama 10 menit. Apabila jumlah putaran tersebut diubah
ke satuan rps, maka didapatkan rapid mixing sebesar 1,67 rps dan slow
mixing sebesar 1 rps. Dengan mengubah satuan tersebut, nilai Bilangan
Reynold dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut.
𝐷2 𝑛𝜌
𝑁𝑅𝐸 =
𝜇
Keterangan:
NRE = Bilangan Reynold
D = Diameter impeller (m)
n = Jumlah putaran pengaduk (rps)
ρ = Densitas air (kg/m3)
µ = Viskositas dinamis (Ns/m2)
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai Bilangan Reynold untuk rapid
mixing n=1,67 rps adalah sebagai berikut.
(0,075)2 (1,67)(998,178)
𝑁𝑅𝐸 =
(0,00461)
𝑁𝑅𝐸 = 2033,97713
Selanjutnya, untuk nilai Bilangan Reynold slow mixing n=1 rps adalah
sebagai berikut.
(0,075)2 (1)(998,178)
𝑁𝑅𝐸 =
(0,00461)
𝑁𝑅𝐸 = 1217,95038
Aliran turbulen terjadi pada rapid mixing, sedangkan aliran laminer
terjadi pada slow mixing.

VI.5 Menentukan Daya


Untuk mendapatkan power/daya, diperlukan data konstanta impeller
turbulen (KT). Paddle yang digunakan merupakan flat paddles, 2 blades
(asumsi single paddle) dengan nilai KT sebesar 2,25 dan KL sebesar 43
(Reynold & Richards, 1996). Sehingga nilai daya untuk aliran turbulen
dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut.
𝐾𝑇
𝑃= × 𝜌 × 𝑁 3 × 𝐷5
𝑔
Sedangkan untuk aliran laminer persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut.
𝐾𝐿
𝑃= × 𝜌 × 𝑁 2 × 𝐷3
𝑔
Keterangan:
P = Power input (Nm/s)
KT = Konstanta impeller untuk aliran turbulen
KL = Konstanta impeller untuk aliran laminer
g = Percepatan gravitasi bumi (9,81 m/s2)
ρ = Densitas air (kg/m3)
N = Jumlah putaran pengaduk (rps)
D = Diameter impeller (m)
Berdasarkan persamaan tersebut, nilai daya untuk rapid mixing n=1,67
rps adalah sebagai berikut.
2,25
𝑃= × 998,178 × (1,67)3 × (0,075)5
9,81
𝑃 = 0,00253033 𝑁𝑚/𝑠
Selanjutnya, untuk nilai daya untuk slow mixing n=1 rps adalah sebagai
berikut.
43
𝑃= × 998,178 × (1)2 × (0,075)3
9,81
𝑃 = 1,84583 𝑁𝑚/𝑠

VI.6 Menentukan Gradien Kecepatan


Setelah data daya diketahui, maka gradien kecepatan mixing dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut.

𝑃
𝐺=√
𝜇×𝑉

Keterangan:
P = power input ft.lb/s
µ = Viskositas dinamis (Ns/m2)
V = Volume air yang diaduk (m3)

Berdasarkan persamaan tersebut, nilai gradien kecepatan untuk rapid


mixing n=1,67 rps adalah sebagai berikut.

0,00253033
𝐺=√
0,00461 × 0,0005

𝐺 = 33,13242
Selanjutnya, untuk nilai gradien kecepatan untuk slow mixing n=1 rps
adalah sebagai berikut.

1,84583
𝐺=√
0,00461 × 0,0005

𝐺 = 894,8709
VII. Analisis
VII.1 Analisis Cara Kerja
Pada praktikum ini langkah yang dilakukan pertama kali adalah
temperatur sampel air diukur, pengukuran temperatur ini bertujuan
untuk menentukan densitas air dan viskositas dinamis. Setelah itu,
kekeruhan awal sampel air sebelum mengalami proses pengadukan
dihitung menggunakan alat turbidimeter untuk nantinya dirata-ratakan
dengan kekeruhan setelah melewati proses pengadukan (mixing). Selain
itu, diameter flat paddles 2 blades (single paddle) diukur juga untuk
menentukan nilai Bilangan Reynold dan daya. Setelah dilakukan kedua
perhitungan tersebut, sampel air sebanyak 500 mL dimasukkan ke
dalam 5 gelas kimia masing-masing. Setelah itu, dimasukkan koagulan
Alumunium Sulfat atau PAC ke dalam sampel air sesuai dengan dosis
yang telah ditentukan sebelumnya. Gelas ukur yang telah berisi sampel
air dan koagulan selanjutnya dimasukkan ke dalam alat jar test untuk
dilakukan proses pengadukan (mixing) dan koagulasi-flokulasi. Letak
gelas ukur perlu diperhatikan agar tidak terkena paddle yang ada pada
alat jar test sehingga proses pengadukan dapat berjalan dengan optimal.
Pada proses pengadukan oleh alat jar test akan dilakukan pengadukan
dengan kecepatan putaran 100 rpm selama 1 menit kemudian kecepatan
putaran dilanjutkan dengan 60 rpm selama 15 menit. Hal ini dilakukan
agar terbentuk aliran turbulen sehingga akan terjadi tumbukan antar
partikel sedimen dan terbentuk flok, proses pengadukan dibuat lambat
agar flok-flok yang sudah terbentuk tidak lagi larut bersama air. Setelah
proses pengadukan dan koagulasi-flokulasi selesai dilakukan, langkah
selanjutnya adalah dilakukan filtrasi pada sampel air tersebut
menggunakan kertas saring. Hal ini bertujuan agar flok yang terbentuk
dapat tersaring dan sampel air lebih jernih. Langkah terakhir adalah
kekeruhan sampel air akhir dihitung menggunakan turbidimeter dengan
dilakukan secara triplo agar hasil yang didapat lebih representatif dan
akurat.
VII.2 Analisis Hasil
Berdasarkan pengolahan data pada bagian sebelumnya, didapatkan nilai
kekeruhan rata-rata. Data tersebut dapat dihubungkan dengan jenis dan
dosis koagulan yang digunakan pada praktikum ini dalam bentuk grafik
seperti di bawah ini.

6,0000
Kekeruhan Rata-Rata (NTU)

5,0000

4,0000

3,0000

2,0000

1,0000

0,0000
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dosis Koagulan (mg/L)

Alum

Gambar VII.2.1 Hubungan Kekeruhan Rata-Rata terhadap Dosis Koagulan


Alumunium Sulfat

Pada grafik di atas, dapat diketahui nilai kekeruhan berada di titik paling
rendah saat dosis koagulan Alumunium Sulfat yang digunakan sebanyak
60 mg/L dan nilai kekeruhan paling tinggi berada pada dosis koagulan
sebanyak 20 mg/L. Grafik ini tidak menunjukkan hubungan semakin
banyak koagulan, maka akan semakin rendah nilai kekeruhannya.
Sehingga dosis koagulan Alumunium Sulfat optimum berada pada
angka 60 mg/L. Nilai dosis optimum pun dapat dilihat berdasarkan
efisiensinya. Efisiensi terbesar ada pada dosis 60 mg/L yaitu sebesar
98,979% yang digambarkan pada grafik di bawah ini.
99,5000
99,0000
98,5000
98,0000
Efisiensi (%)
97,5000
97,0000
96,5000
96,0000
95,5000
95,0000
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Dosis Koagulan (mg/L)

Alum

Gambar VII.2.2 Hubungan Efisiensi terhadap Dosis Koagulan Alumunium Sulfat

1,0000
Kekeruhan Rata-Rata (NTU)

0,9000
0,8000
0,7000
0,6000
0,5000
0,4000
0,3000
0,2000
0,1000
0,0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Dosis Koagulan (mg/L)

PAC

Gambar VII.2.3 Hubungan Kekeruhan Rata-Rata terhadap Dosis Koagulan PAC

Sedangkan untuk penggunaan koagulan PAC, didapatkan hasil bahwa


seluruh kekeruhan berada di angka 0 NTU pada semua dosis koagulan
yang digunakan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PAC merupakan
koagulan yang sangat efektif untuk menurunkan nilai kekeruhan pada
sampel air. Pada kondisi seperti ini, dosis optimum yang dipilih
merupakan dosis terkecil, yaitu sebesar 2 mg/L karena dengan koagulan
yang lebih sedikit dapat menghasilkan kekeruhan 0 NTU. Nilai efisiensi
penggunaan koagulan PAC dengan dosis koagulan pun dapat
digambarkan pada grafik di bawah ini.

120,0000

100,0000

80,0000
Efisiensi(%)

60,0000

40,0000

20,0000

0,0000
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Dosis Koagulan (mg/L)

PAC

Gambar VII.2.4 Hubungan Efisiensi terhadap Dosis Koagulan PAC

VII.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Mixing


Pada proses pengadukan (mixing) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keberjalannya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai
berikut.
1. Kecepatan putaran paddle dapat mempengaruhi pola aliran yang
terbentuk, seperti turbulen dan laminer. Kecepatan ini pun akan
berpengaruh pada tumbukan antar partikel.
2. Temperatur berpengaruh terhadap interaksi antar partikel, di
mana semakin tinggi temperature maka laju interaksi antar
partikel akan semakin cepat dan proses pengadukan akan
berjalan lebih optimal.
3. Ukuran partikel dapat berpengaruh pada proses pengadukan,
yaitu semakin kecil suatu partikel maka luas permukaan yang
akan berkontak semakin besar sehingga mempermudah proses
pengadukan.
4. Jenis aliran seperti turbulen dan laminer akan menguntungkan
proses pengadukan, maka dari itu aliran pada sampel air dibuat
turubulen terlebih dahulu baru laminer.
5. Nilai kelarutan partikel akan mempengaruhi proses pengadukan,
yaitu semakin tinggi kelarutan partikel maka proses pengadukan
akan semakin optimal.
6. Viskositas dinamis akan mempengaruhi proses pengadukan, di
mana semakin kecil nilai viskositas dinamis maka proses
pengadukan akan semakin cepat.
7. Waktu pengadukan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai keadaan yang homogen untuk mendapatkan produk
dengan kriteria yang telah ditentukan.
8. Daya/power akan mempengaruhi proses pengadukan, di mana
daya yang tinggi akan menyebabkan kecepatan berubah
sehingga akan mempengaruhi pola aliran pada proses
pengadukan.

VII.4 Analisis Gradien Kecepatan dengan Hasil percobaan


Untuk koagulasi-flokulasi terdapat kriteria desain gradien kecepatan (G)
yang terdapat pada SNI 6774:2008 tentang tata Cara Perencanaan Unit
Paket Instalasi Pengolahan Air. Berdasarkan SNI tersebut, kriteria
desain untuk unit koagulasi (rapid mixing) dan flokulasi (slow mixing)
dapat dibandingkan dengan hasil percobaan yang didapat, yaitu sebagai
berikut.

Tabel VII.4.1 Perbandingan Kriteria Desain dengan Hasil Gradien Kecepatan


Pengadukan
Unit Kriteria Desain Hasil
Percobaan
Rapid mixing
>750 33,13242
Nilai G/detik
Unit Kriteria Desain Hasil
Percobaan
Pengaduk lambat flokulator
mekanis sumbu horizontal dengan 60 (menurun) - 10 894,8709
pedal G (gradien kecepatan) 1/detik

Berdasarkan tabel perbandingan di atas, nilai gradien kecepatan rapid


mixing dan slow mixing sudah sesuai dengan literatur, yaitu aliran dibuat
turbulen lalu laminer, tetapi hasil percobaan gradien kecepatan tidak
memenuhi kriteria desain pada SNI.

VII.5 Analisis Kesalahan


Kesalahan baik yang dilakukan oleh praktikan maupun oleh alat akan
menyebabkan adanya galat pada hasil percobaan. Pada bagian ini akan
dianalisis kesalahan-kesalahan yang terjadi saat percobaan yang
menimbulkan adanya galat pada perhitungan, yaitu.
1. Kesalahan praktikan karena tidak tepat dalam memasukkan
volume sampel air dan dosis koagulan sehingga akan
mempengaruhi hasil proses pengadukan.
2. Kesalahan praktikan saat mengukur kekeruhan menggunakan
turbidimeter, yaitu masih terdapat air di sekitar tabung yang
digunakan untuk mengukur turbidimeter sehingga menimbulkan
ketidakakuratan pada data yang didapat dan mempengaruhi nilai
kekeruhan rata-rata.
3. Keterlambatan praktikan dalam menghitung waktu yang
digunakan pada proses pengadukan.

VII.6 Aplikasi Mixing dan Koagulasi-Flokulasi di Bidang Teknik


Lingkungan
1. Proses mixing dan koagulasi-flokulasi digunakan pada proses
pengolahan limbah cair. Proses ini bertujuan untuk menurunkan
kandungan suspended solid yang ada pada limbah cair sehingga
dapat memenuhi baku mutu limbah yang dapat dibuang ke
lingkungan.

Gambar VII.6.1 Proses Koagulasi-Flokulasi pada Pengolahan


Limbah Cair Industri
Sumber: amanaid.com
2. Pengolahan air minum menggunakan koagulan dan proses
koagulasi-flokulas untuk mengolah air baku menjadi air minum
yang sesuai dengan baku mutu kesehatan.

Gambar VII.6.2 Proses Koagulasi-Flokulasi pada Pengolahan


Air Minum
Sumber: suez.com
VIII. Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi proses terjadinya mixing
adalah kecepatan putaran paddle, temperatur, ukuran partikel pada
sampel air, jenis aliran, nilai kelarutan partikel, nilai viskositas
dinamis, waktu pengadukan, dan daya yang dihasilkan.
2. Pada koagulan Alumunium Sulfat, dosis koagulan yang optimum
untuk melakukan proses koagulasi adalah sebesar 60 mg/L.
Sedangkan, untuk PAC dosis koagulan yang optimum adalah 2
mg/L.
3. Nilai gradien kecepatan pengadukan untuk aliran yang turbulen
adalah sebesar 33,13242. Sedangkan untuk aliran yang laminer
adalah sebesar 894,8709.

IX. Daftar Pustaka

Eckenfelder, W.W. 1986. Industrial Water Pollution. Mc Graw Hill,


New York.
Engineering ToolBox, (2004). Water - Dynamic (Absolute) and
Kinematic Viscosity vs. Temperature and Pressure. [online]
Available at: https://www.engineeringtoolbox.com/water-
dynamic-kinematic-viscosity-d_596.html
Finnemore, E. John, Franzini, Joseph B.. (2002). Fluid mechanics with
engineering applications . Boston: McGraw-Hill.
Indriyati, I., & Susanto, J. P. (2016). Pengolahan limbah cair pabrik
kecap secara koagulasi Dan flokulasi. Jurnal Teknologi
Lingkungan, 10(3), 265. https://doi.org/10.29122/jtl.v10i3.1472
Reynolds, Tom D. dan Richards, Paul A., 1996. “Unit Operations and
Processes in Environmental Engineering, 2nd edition” PWS
Publishing Company, Boston.
SNI 6774:2008 Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan
Air

Anda mungkin juga menyukai