Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

MODEL DUA KOMPARTEMEN


INTRAVENA BOLUS

Tanggal Praktikum : Jumat Siang (13.00 - 15.30), 28 September 2018

Disusun oleh :
Kelompok 8 Jumat Siang
Alma Dafina Eclessia 1606883013
Ocha Putri Mulia 1606924360
Nadhifah Salsabila 1606879281
Safira Indriati 1606874955
SolitaYuki 1606826306
Winona Susanti 1606887245
Rifqi Ryanzafi Almahdi 1606831943
Ibrahim Yusuf 1606924101
Responser : Atika Wahyu Puspitasari S.Farm., Apt., M.Farm.

Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia
Depok
2018
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah memahami proses eliminasi obat dalam plasma
setelah pemberian dosis tunggal intravena bolus mengikuti model dua kompartemen
dengan cara simulasi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Model farmakokinetika dapat digunakan untuk menyatakan distribusi dan eliminasi
obat dalam tubuh. Model kompartemen merupakan model farmakokinetika sederhana
yang meniru proses kinetika absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat dengan sedikit
rincian fisiologis. Dalam model kompartemen, konsentrasi obat dalam jaringan dianggap
merata dalam suatu kompartemen hipotetik.

Profil kurva kadar plasma vs waktu untuk suatu obat yang mengikuti model dua
kompartemen menunjukkan kadar obat dalam plasma menurun secara bieksponensial
sebagai penjumlahan dari dua proses orde kesatu (distribusi dan eliminasi). Obat yang
mengikuti model dua kompartemen, keseimbangan dalam tubuh tidak terjadi secara
cepat, sebagaimana yang terjadi pada model satu kompartemen. Pada model ini, obat
didistribusikan ke dalam dua kompartemen, kompartemen sentral dan jaringan atau
kompartemen perifer. Kompartemen sentral mewakili darah, cairan ekstraseluler dan
jaringan dengan perfusi tinggi. Obat terdistribusi dengan cepat dan merata dalam
kompartemen sentral. Kompartemen jaringan atau perifer terdiri dari jaringan-jaringan
yang mana obat bersetimbangan dengan lebih lambat. Transfer obat antardua
kompartemen dianggap terjadi melalui proses order kesatu.
Terdapat beberapa kemungkinan model
pada model dua kompartemen. Model yang
sering digunakan adalah model A. Pada model
ini kompartemen 1 adalah kompartemen sentral
dan kompartemen 2 adalah kompartemen
jaringan. Tetapan laju k12 dan k21 menunjukkan
tetapan perpindahan laju orde kesatu untuk
pergerakan obat dari kompartemen 1 ke
kompartemen 2 (k12) dan dari kompartemen 2 ke kompartemen 1 (k21). Eliminasi obat
dianggap terjadi pada kompartemen sentral, karena site utama eliminasi obat (ekskresi
renal dan metabolism obat hepatic) terjadi dalam organ ginjal dan hati, dengan perfusi
darah yang tinggi.
Kurva kadar plasma vs waktu untuk model dua kompartemen dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu fase distribusi dan fase eliminasi. Model dua kompartemen
menganggap bahwa tidak ada obat dalam kompartemen perifer pada t = 0. Setelah injeksi
IV bolus, obat berkesetimbangan dengan
cepat dalam kompartemen sentral. Fase
distribusi dari menyatakan penurunan awal
obat yang cepat dari kompartemen sentral
ke kompartemen perifer. Pada saat
konsentrasi dalam jaringan maksimum, laju
masukan obat ke dalam jaringan sama
dengan laju keluaran obat dari jaringan,
fraksi obat dalam kompartemen jaringan
berkesetimbangan dengan fraksi obat dalam kompartemen sentral. Konsentrasi obat
dalam kompartemen sentral dan jaringan menurun secara bersamaan dan lebih lambat
dibanding dengan fase distribusi. Penurunan ini merupakan proses orde kesatu dan
disebut fase eliminasi (β).
Tetapan laju perpindahan obat antarkompartemen dianyatakan sebagai tetapan mikro
atau tetepan transfer, dan mengaitkan jumlah obat yang dipindah per satuan waktu dari
satu kompartemen ke kompartemen yang lain. Harga tetapan mikro ini tidak dapat
ditentukan melalui pengukuran langsung tetapi dapat diperkirakan melalui suatu metode
grafik.

Tetapan α dan β adalah tetapan laju untuk fase


distribusi dan fase eliminasi. Tetapan A dan B adalah
intersep pada sumbu y untuk masing-masing segmen
eksponensial kurva. Harga ini didapat secara grafik dengan metode residual. Intersep A
dan B merupakan tetapan hibrida dan tidak mempunyai makna fisiologis seungguhnya.

III. METODE PERCOBAAN


A. Alat :
• Alat simulasi model dua kompartemen
• Buret 50 mL
• Pengaduk magnet 2 buah
• Beaker glass 50 Ml
• Tabung reaksi
• Spektrofotometer
• Pipet ukur
• Labu takar
• Standar dan statif
• Stopwatch
• Gelas ukur

B. Bahan :
• KmnO4
• Aquadest
• Kertas saring
C. Cara Kerja
• Membuat Kurva Kalibrasi
1. Pipet 2,0 mL larutan induk KMnO 4 (10.000 ppm). Masukkan ke dalam
labu ukur 100,0 mL. Tambahkan aquades, lalu kocok dan cukupkan
hingga 100,0 mL.
2. Lakukan pengenceran hingga didapat 6 konsentrasi yang berbeda, yaitu
20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, dan 70 ppm.
3. Ukur segera serapannya pada panjang gelombang maksimum 526 nm
menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
4. Buat kurva kalibrasi.
• Simulasi Model Dua Kompartemen Intraven bonus
1. Siapkan alat simulasi, terdiri dari buret 50 mL sebagai, reservoir, beaker
glass sebagai tempat volume distribusi, yang dilengkapi dengan kran
sebagai klirens dan pengaduk magnet (magnetic stirrer)
2. Kedalam buret masukkan aquades. Pada gelas piala masukkan 700 mL
aquades sebagai volume distribusi dan putar pengaduk magnet dalam
plasma. Kemudian buka kran buret kran buret dan kran gelas piala, atur
kecepatan aliran masing-masing hingga terjadi kesetimbangan antara air
yang masuk dan keluar. Total klirens diusahakan kurang lebih 20
mL/menit.
3. Timbang secara seksama 0.5 g KMnO4, kemudian masukkan dalam labu
ukur, dan encerkan dengan aquades sampai 50.0 mL sehingga diperoleh
konsentrasi 10000 ppm. Ambil larutan tersebut dengan pipet volume
sebanyak 2.0 mL, kemudian masukkan ke dalam kompartemen I (D0)
4. Siapkan tabung reaksi sebanyak 10 buah untuk tempat sampel plasma,
beri tanda sesuai dengan waktu-waktu pengambilan sampel. Pipet 5.0 mL
larutan dari kompartemen I pada menit ke :2.5; 5; 7.5; 10; 12.5; 15; 20;
30; 45; 60 setelah larutan KMnO4 (D0) dimasukkan.
5. Tentukan kadar KMnO4 dari tiap sampel dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum (sekitar 525 nm,
tetapi tetap dibuat kurva serapan maksimum). Gunakan aquades sebagai
blanko.

IV. HASIL PENGAMATAN


A. Pembuatan Kurva Kalibrasi

C (ppm) A
10 0,160
20 0,298
30 0,425
40 0,564
50 0,708
60 0,852
Tabel 1. Data kurva kalibrasi larutan standar KMnO4 pada λ = 525 nm

B. Perhitungan Kurva Kalibrasi Larutan Standar KMnO4


Dari perhitungan kurva kalibrasi larutan standar KMnO4 pada λ = 525 nm,
diperoleh a = 0,018267 ; b = 0,013797 ; r = 0,99977.
Jadi, persamaan garis kurva kalibrasi adalah y = 0,018267 + 0,013797x

Kurva Kalibrasi Larutan Standar KMnO4


0.9
0.8
0.7
0.6
Serapan (A)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar KMnO4 pada λ = 525 nm


C. Pembuatan Larutan stok KMnO4
Konsentrasi KMnO4 = 10.100 ppm
= 10.100 μg/ml
Volume yang disuntikkan adalah 5 mL, sehingga
Dosis yang disuntikkan = 10,1 mg/mL x 5 mL
= 50,5 mg
Maka, dosis awal yang diberikan (Do) = 50,5 mg = 50.500 µg

D. Simulasi Model Dua Kompartemen Intra Vena Bolus Sampel Plasma

t (menit) A
2,5 0.543
5 0.46
7,5 0.411
10 0.786
12,5 0.626
15 0.552
20 0.454
30 0.32
45 0.244
60 0.168
Tabel 2. Tabel Data Serapan Sampel Plasma setelah Waktu Tertentu
yang diukur pada λ = 525 nm.

Keterangan : Serapan sampel plasma pada menit ke-2,5 ; menit ke-5 ; dan menit ke-7,5
diukur setelah dilakukan pengenceran dengan perbandingan 1:1
t (menit) A C (ppm)
2,5 0.543 76,0648
5 0.46 64,0332
7,5 0.411 56,9302
10 0.786 55,64492
12,5 0.626 44,0482
15 0.552 38,68471
20 0.454 31,58172
30 0.32 21,86946
45 0.244 16,36102
60 0.168 10,85258

Tabel 3. Tabel harga konsentrasi plasma berdasarkan harga serapan sampel


plasma pada waktu tertentu dengan pengambilan sampel 5,0 mL.

Harga Cp didapat dengan mensubstitusi nilai serapan sampel A (y) ke dalam


persamaan linier kurva kalibrasi :
y = 0,018267 + 0,013797x
Dengan r = 0,99977

Maka, didapat harga Cp (x) dalam μg/ml.


Harga Cp didapat dengan memasukkan harga serapan A (y) ke dalam persamaan
kurva, dengan x
sebagai Cp → y = 0,018267 + 0,013797
Maka, didapat harga Cp (x) dalam μg/ml :
1. y = 0,018267 + 0,013797x → 2 x 0,543 = 0,018267 + 0,013797x → x =
76,0648 μg/ml
2. y = 0,018267 + 0,013797x → 2 x 0,46 = 0,018267 + 0,013797x → x =
64,0332 μg/ml
3. y = 0,018267 + 0,013797x → 2 x 0,411 = 0,018267 + 0,013797x → x =
56,9302 μg/ml
4. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,786 = 0,018267 + 0,013797x → x =
55,64492 μg/ml
5. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,626 = 0,018267 + 0,013797x → x = 44,0482
μg/ml
6. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,552 = 0,018267 + 0,013797x → x =
38,68471 μg/ml
7. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,454 = 0,018267 + 0,013797x → x =
31,58172 μg/ml
8. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,32 = 0,018267 + 0,013797x → x = 21,86946
μg/ml
9. y = 0,018267 + 0,013797x → 0,244 = 0,018267 + 0,013797x → x =
16,36102 μg/ml
10.y = 0,018267 + 0,013797x → 0,168 = 0,018267 + 0,013797x → x =
10,85258 μg/ml

t (menit) A C (ppm) Cp’ Cp-Cp’


2,5 0.543 76,0648 59 17,0648
5 0.46 64,0332 55 9,0332
7,5 0.411 56,9302 51 5,9302
10 0.786 55,64492 47 8,54492
12,5 0.626 44,0482
15 0.552 38,68471
20 0.454 31,58172
30 0.32 21,86946
45 0.244 16,36102
60 0.168 10,85258
Tabel 4. Tabel harga konsentrasi plasma untuk penetapan metode residual
Keterangan :
Cp’ merupakan konsentrasi plasma ekstrapolasi
Cp-Cp’ merupakan konsentrasi plasma residual

Perhitungan teoritis
Perhitungan berdasarkan setting alat
Parameter Teoritis atau setting alat

Cl (clearance)  20 mL/menit

k (β) 𝐶𝑙
=
20 𝑚𝐿/𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
=
0.0286 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 1.716 jam-1
𝑉𝑑 700 𝑚𝐿 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 .𝑗𝑎𝑚

Vd (volume distribusi) 700 mL

AUC -

Cp0 𝐷0 50 𝑚𝑔
= 700 𝑚𝐿 = 0.0714 mg/mL atau 71.43 g/mL
𝑉𝑑

t1/2 0.693 0.693


= 1.716 𝑗𝑎𝑚−1 = 0.4039 jam
𝛽

 -

Perhitungan Analisis
Perhitungan berdasarkan kurva yang diperoleh dari Tabel 3.
Parameter Analisis atau kurva

Cl (clearance) Cl = Vd x k

Cl = 758,7 mL x 1,769 jam-1

Cl = 1342,14 mL/jam

A 28 g/mL

B 62 g/Ml

k (β) − ln 𝑦2 − ln 𝑦1 = − ln 10,85− ln 44,04


𝑡 −𝑡 2 1 60−12,5
0.0294 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= = 1.769 jam-1
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 .𝑗𝑎𝑚

Vd area 𝐷0 50 𝑚𝑔
=
𝛽 𝑥 𝐴𝑈𝐶 1.769 𝑗𝑎𝑚−1 𝑥 37,25 g.jam/mL

0.7587 𝑚𝑔 𝑥 1000 g
= = 758,7 mL
𝑚𝐿−1

Vd ekstrapolasi 𝐷0 50 𝑚𝑔 0.8064 𝑥 1000 g


= 62 g/mL = = 806,4 mL
𝐵 𝑚𝐿−1

𝐴 𝐵 28 g/mL 62 g/mL
AUC + = 12,68 𝑗𝑎𝑚−1 + 1.769 𝑗𝑎𝑚−1 = 37,25 g.jam/mL
 𝛽

Cp0 -

t1/2 0.693 0.693


= 1.769 𝑗𝑎𝑚−1 = 0.391 jam
𝛽

 − ln 𝑦2 − ln 𝑦1 = − ln 11.1− ln 40.7
𝑡 −𝑡 2 1 10−5

0.2113 𝑥 60 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
= 12,68 jam-1
𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 .𝑗𝑎𝑚

V. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kami melakukan simulasi untuk memahami proses eliminasi
obat dalam plasma setelah obat diberi dengan dosis tunggal secara intravena bolus yang
mengikuti model dua kompartemen. Pada model dua kompartemen, terdapat dua
kompartemen yang masing – masingnya adalah kompartemen sentral mewakili darah,
cairan ekstraseluler dan jaringan dengan perfusi tinggi dan kompartemen jaringan atau
perifer yang terdiri dari jaringan-jaringan dimana obat setimbang dengan lebih lambat.
Model ini beranggapan bahwa pada t=0 tidak ada obat dalam kompartemen jaringan,
sedangkan kadar dalam darah menurun cepat setelah obat dipindahkan ke kompartemen
jaringan setelah pemberian intravena. Penurunan awal yang cepat dari konsentrasi obat
dalam kompartemen sentral dikenal sebagai fase distribusi. Ketika obat mencapai
kesetimbanagan antara kompartemen 1 (kompartemen sentral) dengan kompartemen 2
(kompartemen jaringan), obat akan dieliminasi dari kompartemen sentral. Hal ini
merupakan suatu proses tunggal dari order kesatu, yang laju prosesnya berlangsung lebih
lambat. Proses ini disebut juga sebagai fase eliminasi.
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas piala model dua kompartemen
berupa dua buah beaker glass yang dihubungkan dengan keran. Beaker diisi dengan
aquades sebanyak 700 ml yang dianggap sebagai volume distribusi serta dijaga agar
volume selalu sama dengan cara mengalirkan dengan aquades secara terus menerus
dengan kecepatan tertentu. Kecepatan laju air di kran diatur 20mL/menit. Setelah aliran
aquadest yang masuk melalui buret dan keluar melalui kran telah konstan KMnO4
diinjeksikan sebagai dosis yang diberikan yaitu sebesar 50,5 mg sebanyak 5,0 ml ke
dalam gelas piala. KMnO4 dianggap sebagai obat yang disuntikkan secara intravena.
KMnO4 yang masuk akan segera terlarut pada gelas piala yang dibantu oleh magnetic
stirrer yang berfungsi untuk menghomogenkan KMnO4 pada gelas piala.
Kurva kalibrasi larutan standar KMnO4 dibuat untuk mengetahui kadar obat dalam
plasma. Konsentrasi larutan KMnO4 yang digunakan antara lain 10, 20, 30, 40, 50, 60
ppm. Diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan lamda maks
526 nm dan didapat 0,123; 0,266; 0,384; 0,533; 0,631 dan 0,797 nm. Dengan
menggunakan metode linier diperoleh persamaan garis y = 76,052x + 0,2823 ; r = 0,9985,
dimana y adalah serapan (nm) dan x adalah konsentrasi (ppm).Obat yang akan dianalisis
farmakokinetiknya adalah larutan KMnO4 sebanyak 5,0 ml. Larutan ini disuntikkan
secara cepat ke dalam kompartemen sentral, dan seketika pula waktu mulai dihitung
menggunakan stopwatch (t=0). Dan pada saat itu pula magnetic stirrer mulai dinyalakan
untuk membuat larutan KMnO4 homogen dengan plasma dalam kompartemen sentral,
seperti proses homogenisasi obat di dalam tubuh oleh gerak aliran darah dan proses difusi
obat. Namun berdasarkan pengamatan, sesaat setelah disuntikkan ke dalam kompartemen
sentral, larutan KMnO4 segera terdistribusi ke kompartemen jaringan dan warna kedua
kompartemen segera sama. Dari kurva yang dibuat dari data yang diperoleh pada kertas
semilog, terlihat bahwa percobaan yang dilakukan praktikan merupakan percobaan 2
kompartemen.
Berdasarkan hasil percobaan pada sampel plasma, konsentrasi KMnO4 yang
diperoleh mengalami penurunan seiring dengan pertambahan waktu. Hal tersebut
mencerminkan bahwa konsentrasi obat dalam plasma akan berkurang karena obat akan di
distribusikan ke jaringan, dimetabolisme, dan diekskresi melalui urine. Data konsentrasi
yang diperoleh diplot ke kertas semilog untuk dihitung parameter farmakokinetiknya.
Berdasarkan perbandingan perhitungan teoritis dan analisis terdapat beberapa
perbedaan hasil dari parameter farmakokinetik yang ada. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor. Pertama, dari persamaan regresi linear yang didapat, nilai r yang
dihasilkan kurang baik sehingga mempengaruhi hasil perhitungan dari Cp. Kedua, kurang
akuratnya praktikan dalam menentukan Cpo yang dihasilkan pada kertas semilogaritm.
Ketiga, dapat terjadi kesalahan pada tetesan kran yang tidak konstan dan melebihi
20ml/menit sehingga mempengaruhi jumlah konsentrasi yang dihasilkan. Keempat, dapat
pula terjadi kesalahan pada saat pengambilan sampel karena praktikan mengambil sampel
pada posisi yang tidak sama sehingga volume distribusi tidak merata sehingga
perhitungan ClT menjadi kurang tepat. Terjadinya oksidasi pada larutan KMnO4 dan
kurang homogennya cairan plasma dalam gelas piala yang mungkin terjadi juga dapat
memengaruhi analisis serapan pada spektrofotometer UV Vis sehingga mempengaruhi
nilai Cp yang dihasilkan.

VI. KESIMPULAN
Berdasarkan perhitungan teoritis dan perhitungan analisis diperoleh data sebagai berikut :

Parameter Perhitungan Teoritis Perhitungan Analisis


k eliminasi (/menit) 0.0286 0.0295
k distribusi (/menit) - 0.2113
t 1/2 (jam) 0.4039 0.391
Vd eks (mL) - 806,4
Vd area (mL) 700 758,7
AUC (𝝁𝒈 𝒋𝒂𝒎/𝒎𝑳) 42.041 37,25
Clearance (mL/menit) 20 22.3

Persamaan farmakokinetika :
Cp = Ae-at + Be-bt
Cp = 28 e-0,2113t + 62 e-0,0295t
VII. DAFTAR PUSTAKA
Shargel,L, et al. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi 5. Surabaya:
Airlangga University Press.

VIII. LAMPIRAN
1. Apakah mungkin dari pengolahan data sampel plasma diperoleh persamaan
farmakokinetika satu kompartemen padahal seharusnya dua kompartemen ?
Jelaskan!
Jika proses pengambilan sampel pada awal simulasi terlalu lama atau terlambat, persamaan
yang didapatkan dapat merupakan persamaan farmakokinetika satu kompartemen, bukan
dua kompartemen. Keterlambatan dalam waktu mengambil sampel di menit-menit awal
tersebut menyebabkan obat sudah terdistribusi secara merata ketika sampel diambil sehingga
hasil pada kurva tidak dapat memperlihatkan proses distribusi obat.

Selain itu, kecepatan magnetic stirrer juga dapat menjadi penyebab kesalahan perolehan
persamaan farmakokinetika, apabila kecepatan dari magnetic stirrer terlalu tinggi maka obat
akan terlalu cepat terdistribusi ke dalam jaringan sehingga sistem mengalami kesetimbangan
lebih awal dan proses distribusi tidak dapat diperlihatkan pada kurva.

2. Apakah ada perbedaan hasil perhitungan Vd extrapolasi dengan Vd area ? Jelaskan !


Vd extrapolasi berbeda dengan Vd area, karena pada rumus yang digunakan saat
perhitungan analisis penyebut yang digunakan berbeda antara kedua Vd tersebut, baik pada
ekstrapolasi maupun area.
- Vd Area pada dua kompartemen didapatkan dengan rumus :
𝐷𝑏° 𝐶𝑙𝑒𝑎𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒
𝑉𝑑 𝐴𝑟𝑒𝑎 = 𝑎𝑡𝑎𝑢
𝐴𝑈𝐶 . 𝑏 𝑏

Umumnya Vd area lebih mewakili kondisi tubuh yang sebenarnya.


- Vd ekstraplorasi pada dua kompartemen didapatkan dengan rumus :
𝐷𝑏°
𝑉𝑑 𝐸𝑥𝑡𝑟𝑎𝑝𝑙𝑜𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝐵
Vd ekstrapolasi akan bernilai lebih besar daripada Vd area karena penyebut pada Vd area
lebih besar daripada Vd ekstrapolasi.

Anda mungkin juga menyukai