Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Manajemen kinerja dalam pelayanan kesehatan masih sangat
terfokus pada hasil pasien meskipun ada penekanan pada proses.
Pemberian layanan kepada pasien yang optimal adalah tujuan akhir,
tetapi penataan proses pada kinerja klinis dapat memperbaiki tingkat
morbiditas dan mortalitas pasien.(Buttigieg, Dey, & Gauci, 2016) Dalam
dunia yang kompetitif saat ini semua organisasi untuk pengembangan,
pertumbuhan dan stabilitas membutuhkan sistem evaluasi kinerja, dan
dengan itu mereka akan dapat mengevaluasi efisiensi dan efektivitas
program mereka, proses dan semua aspek lainnya.(Sheykholeslam &
Sachin, 2015)
Institusi Pelayanan Kesehatan dalam 3 dekade terakhir telah
menggunakan alat manajerial untuk meningkatkan kinerja dan mencapai
target yang direncanakan. Alat yang paling dikenal digunakan untuk
menilai kinerja organisasi adalah International Organization for
Standardization (Standar ISO), model keunggulan Malcolm Baldrige
National (MBNQA), model keunggulan European Foundation for Quality
Management (EFQM), Six Sigma, Balanced Scorecard (BSC), dan Total
Quality Management (TQM). (Sheykholeslam & Sachin, 2015)(Amer et
al., 2021)
Rumah sakit sebagai bagian dari sistem kesehatan yang
menyediakan layanan yang terus menerus dengan sumber daya dalam
jejaring rujukan yang terencana dengan baik untuk merespons kebutuhan
kesehatan masyarakat secara efisien. Tekanan eksternal saat ini
mendorong banyak rumah sakit di dunia memiliki visi baru dengan peran
kunci dalam mendukung penyedia layanan kesehatan lainnya dengan
jangkauan ke masyarakat serta layanan hingga ke rumah sakit sehingga
sangat penting jaringan rujukan berfungsi dengan baik.
(www.who.int/health-topics/hospitals)
Di negara berkembang maupun negara maju, fasilitas kesehatan
menghadapi tantangan non tradisional, merubah lingkungan layanan
kesehatan, keandalan teknologi canggih dalam memberikan pelayanan
kesehatan dengan pengembangan dan pengenalan layanan baru, akan
bergeser menjadi tren global dan meningkatnya persaingan antar rumah
sakit untuk tetap bertahan, bertumbuh dan bersaing dari tingkat lokal ke
tingkat regional bahkan global. (Wagdi & Abouzeid, 2021)
Penetapan dan definisi fitur layanan kesehatan karena berbagai
alasan menjadi perhatian besar di seluruh dunia, yang paling penting
mungkin bahwa biaya layanan kesehatan mewakili anggaran yang besar
yang merupakan beban belanja publik, baik dalam hal pembiayaan
layanan kesehatan dengan penambahan metode pengobatan yang
diterapkan yang sekarang dibebankan pada fasilitas kesehatan untuk
mengembangkan sistem pengukuran dan evaluasi kinerja. Pencapaian ini
untuk mengikuti perkembangan lingkungan kontemporer, terutama
selama tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi terhadap institusi
kesehatan. (Wagdi & Abouzeid, 2021) (Ordu, Akin, & Demir, 2021) (Victor
& Farooq, 2020)
Sistem pengukuran dan pengendalian pelayanan kesehatan
yang efektif dan efisien sangat diperlukan dimana konfrontasi baru antar
fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, sangat
penting untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja. Hal ini akan
membantu rumah sakit untuk terus mengembangkan kinerja yang
berkesinambungan dalam menghadapi dampak baru dalam dunia
pelayanan kesehatan.
Beberapa instrumen yang bisa digunakan untuk mengukur
kinerja dalam sebuah organisasi yang menggunakan konsep strategi
seperti model baldrige dengan keunggulan pengukuran yang lebih terarah
dan juga adanya double loop learning atau strategi yang disusun
berdasarkan informasi yang didapatkan tetapi hanya berfokus pada
keuangan dan pelanggan tapi tidak melihat pada aspek supplier, pekerja
dan masyarakat sekitar, model EFQM (European Foundation for Quality
Management) dengan keunggulan mampu mengetahui kelemahan dan
kekuatan organisasi, berorientasi pada pelanggan, dan fleksibel dalam
pelaksanaannya, tetapi proses evaluasi yang sulit dilakukan, harus
berlangsung jangka panjang, TQM (Total Quality Management), model
pertama dengan pendekatan manajemen mutu, untuk membangun
organisasi berkelanjutan, menghasilkan evaluasi dalam proses
manajemen strategis, tetapi tidak memiliki kerangka kerja khusus, dan
membutuhkan fleksibilitas, selanjutnya BSC (Balanced Scorecard)
dengan 4 (empat) karakteristik yaitu; komprehensif atau perencanaan
mencakup secara keseluruhan perspektif yaitu pelanggan, proses,
keuangan, serta pembelajaran dan pertumbuhan, koheren atau adanya
unsur sebab akibat antara strategi dan sasaran yang bisa memperbaiki
kinerja keuangan yang sangat dibutuhkan oleh organisasi, seimbang atau
sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan strategik
penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berkesinambungan, serta
terukur atau sistem perencanaan strategik bisa mengukur sasaran-
sasaran yang sulit. (Hojabri et al., 2013)
Salah satu sistem pengukuran kinerja yang popular dan banyak
digunakan di era sekarang ini adalah BSC. Selain karakteristik yang telah
dipaparkan sebelumnya, BSC juga mengalami perkembangan yang
sangat dinamis dan menyesuaikan dengan kebutuhan organisasi. (Al
Hammadi & Hussain, 2019) (Khiew, Chen, Shia, & Pan, 2020) (Kaplan &
McMillan, 2020).
Ukuran-ukuran kinerja yang tidak diidentifikasi dan digabungkan
dalam satu kerangka evaluasi kinerja akan mengakibatkan pembiayaan
yang lebih dan atau tidak menjadi beban pembiayaan yang tentunya
berdampak pada beberapa ukuran kinerja tertentu. Untuk itu diperlukan
satu kerangka evaluasi kinerja yang dapat mengakomodir keseluruhan
ukuran kinerja yang harus dipenuhi seperti Sustainability Balanced
Scorecards (SBSC). Sebagaimana hasil penelitian Semnani & Asadi,
2016, yang menunjukkan peningkatan kinerja berkelanjutan selama 4
tahun berturut-turut di Rumah Sakit Hasheminejad dengan pengukuran
kinerja berdasarkan kombinasi SBSC dengan standar akreditasi JCI, tata
kelola klinis, model EFQM. Begitupula dengan hasil penelitian Khiew, dkk,
2020, yang mengemukakan pengembangan strategi penerapan BSC,
SWOT, BOS, dan 7s Mckinsey telah menghadirkan model yang berhasil
menghadapi tantangan lingkungan klinik kesehatan swasta yang sangat
tinggi dengan mematuhi kebijakan asuransi nasional yang ketat oleh
pemerintah.
Model strategi ini juga dilaksanakan pada salah satu klinik
kebidanan dan kandungan. Penggunaan model tersebut menguatkan
fakta bahwa satu strategi tidak mungkin dapat mengatasi lingkungan yang
terus berubah, tetapi dibutuhkan strategi dinamis yang dapat
mengoptimalkan penciptaan nilai bagi pelanggan dan pasien akan
membuat organisasi klinik mendapatkan keunggulan bersaing. (Khiew et
al., 2020)
Catuogno, dkk, 2017, menyesuaikan model BSC dengan
spesifikasi rumah sakit dengan menyelaraskan karakteristik Key
Performance Activities (KPA), Key Performance Indicator (KPI) yang
saling berhubungan serta antara satu dengan yang lain yang
diperlihatkan dalam peta strategi. Selanjutnya, Wong, dkk, 2018,
menghasilkan seperangkat KPI yang dapat digunakan untuk evaluasi
kinerja berkelanjutan di industri pelayanan kesehatan, terdapat 70 KPI
yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja berkelanjutan di industri
pelayanan kesehatan terdiri atas 26 KPI ekonomi, 11 KPI lingkungan dan
33 KPI sosial. Organisasi dapat menyesuaikan KPI sesuai dengan
kebutuhannya untuk evaluasi kinerja keberlanjutan.
Jim & Feria-dom, 2018 memperkenalkan Key Risk Indicator
(KRI) yang memperkaya BSC berdasarkan konsep Value at Risk (VaR)
yang di adaptasi untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian
dengan menghubungkan KPI ke KRI. Menurutnya kinerja hasil
diintegrasikan dengan manajemen risiko, sehingga pada saat ditentukan
KPI, maka KRI pun juga harus ditentukan untuk mengoptimalkan
pencapaian KPI.
Hasil penelitian studi komparatif terkait peningkatan kinerja
institusi kesehatan pada situasi pandemic Covid 19 dengan
menggunakan BSC, Wagdi & Abouzeid, 2021, juga menambahkan
dimensi risiko pada kerangka kerja yang komprehensif untuk
mengevaluasi kinerja institusi kesehatan, risiko yang dimaksud adalah
risiko yang dihadapi institusi kesehatan, baik risiko finansial (risiko
likuiditas) maupun non-finansial (risiko limbah berbahaya). Terkait hal
tersebut, tingkat kebutuhan, kesiapan, dan praktik yang mendukung
implementasi BSC antara institusi kesehatan di negara maju dan
berkembang bervariasi.
Janbazi, dkk, 2021 mengemukakan evaluasi di 4 (empat)
tingkatan dengan menggunakan Extended BSC yang mempertimbangkan
kondisi lokal, iklim, budaya dan struktur program. Hasil menunjukkan
bahwa indikator, dimensi dan tingkatan model evaluasi yang
komprehensif dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas program
nasional pada tingkat organisasi yang berbeda dan unit penyelenggara
rencana reformasi sistem kesehatan di Iran.
Penilaian kinerja yang berkelanjutan memegang peran kunci
untuk menghadirkan layanan kesehatan berkualitas tinggi dengan biaya
yang sesuai dan layanan yang tepat waktu serta menjadi keunggulan
kompetitif bagi rumah sakit. Penilaian kinerja yang dinamis dan dapat
menciptakan nilai tinggi dalam industri pelayanan kesehatan.
Pemanfaatan sumber daya untuk menciptakan nilai tinggi dapat
dilakukan dengan pemberdayaan asset intelektual (Human Capital) untuk
sharing dan mengelola pengetahuan, sebagaimana Petride dan Nodine
dalam Widyamitka dkk, 2019, menyatakan “people not systems, manage
knowledge. But organizations can promote policies and practices that
help people share and manage knowledge”.
Keterkaitan dengan Knowledge Management ini, Menurut WHO,
rumah sakit adalah reservoir sumber daya dan pengetahuan penting,
yang dikategorikan sesuai layanan yang diberikan, peranan dalam sistem
kesehatan, layanan kesehatan dan pendidikan yang mereka tawarkan
kepada masyarakat di dalam dan di sekitar mereka. Merupakan
organisasi yang kompleks dan sangat heterogen. Begitu banyak profesi
yang terlibat didalamnya, pun juga dengan aktivitas layanan yang
diberikan. Keterlibatan antara satu dengan lain sangat ditentukan dengan
kesamaan pemahaman misalnya bagaimana menerjemahkan atau
melaksanakan (Knowledge Aplication) Standar Prosedur Operasional
Penanganan di Triage, jika tidak ada proses Knowledge Transfer antara
satu dengan yang lain, tentunya akan terjadi kesalahan yang berdampak
pada pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.
Jasseem, dkk, 2021, mengemukakan bahwa pengetahuan
merupakan faktor pendukung untuk penerapan yang tepat dari alat
apapun, seperti dalam kasus penerapan SBSC, pengetahuan sebagai
sarana untuk mengevaluasi alternatif investasi lingkungan atau untuk
mengevaluasi kinerja organisasi. Sebelumnya, Wu & Haasis, 2011,
mengkategorikan aset pengetahuan ke dalam empat perspektif SBSC
(pembelajaran, proses, pemangku kepentingan, keberlanjutan).
Kategorisasi ini menawarkan kognisi distribusi pengetahuan dalam
kerangka SBSC, dan menunjukkan bahwa, klasifikasi pengetahuan yang
mengintegrasikan keberlanjutan umumnya berfokus pada penerjemahan
nilai dari manajemen puncak ke tingkat yang lebih rendah. Dengan
demikian, pengetahuan yang berada di lingkungan, manusia, proses, dan
hubungan pemangku kepentingan memberikan kontribusi terhadap
realisasi keberlanjutan.
Hal ini juga didukung dengan temuan penelitian yang
menunjukkan pengaruh variabel dalam Knowledge Management
Practices (KMP), praktik inovasi dan Sustainable Balanced Performance
di perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa KMP berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Sustainable Balanced Performance (SBP).
Komponen SBP tumbuh dan berkembang dari KMP. Misalnya, melalui
berbagi pengetahuan, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
diperkuat, dan akibatnya, proses internal, dengan mengoptimalkan alur
kerja, meningkatkan tiga perspektif lainnya. Juga, peran pemberdayaan
karyawan dengan aktivitas KMP terhadap peningkatan kinerja mereka
harus ditunjukkan. KMP memperkuat indikator kinerja utama melalui
dampak positif dan langsung pada semua komponen, kegiatan dan
operasi. Oleh karena itu, melalui perluasan KMP, dapat diharapkan
bahwa indikator kinerja utama dan hasil utama akan dipromosikan dan
ditingkatkan secara umum, yang mengarah pada peningkatan SBP.
(Valmohammadi, Sofiyabadi, & Kolahi, 2019)
Di Indonesia, Rumah sakit pemerintah terutama yang berbentuk
Badan Layanan Umum (BLU) mengadopsi BSC sebagai pengukuran
kinerja sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, termasuk
rumah sakit vertikal yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Kementerian Kesehatan.
BSC yang digunakan oleh rumah sakit vertikal adalah generasi
dua yang menyajikan keselarasan misi, visi dan strategi organisasi diukur
dalam empat struktur perspektif yang menggambarkan hubungan sebab
akibat. Penyelarasan dalam bentuk ukuran atau Key Performance
Indicator (KPI) yang mewakili setiap perspektif yang mengukur hasil yang
berdampak pada langkah-langkah pencapaian strategi, yang selanjutnya
diatur dalam Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor
HK.02.02/I/2627/2019 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis
Bisnis UPT Vertikal Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Di Kawasan Timur Indonesia, terdapat beberapa rumah sakit
vertikal, yaitu RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar (RSWS), RSUP
Kandouw Manado, RSUP Dr Tajuddin Chalid Makassar (RSTC) dan
RSUP J. Leimena Ambon serta RS Mata Makassar yang operasionalnya
baru di tahun 2020. Dari 5 (lima) rumah sakit vertical tersebut, RSWS
merupakan rumah sakit kelas A yang juga merupakan penyelenggara
pendidikan untuk mahasiswa kedokteran dan kesehatan.
RSWS mengadopsi BSC sebagai ukuran kinerja sejak tahun
2010, 3 (tiga) periode Rencana Strategis Bisnis. Sebagai rumah sakit
vertikal yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum
(BLU) serta institusi pelayanan publik, begitu banyak ukuran kinerja yang
harus dipenuhi, selain KPI, terdapat ukuran lain yang juga harus dipenuhi
rumah sakit vertikal seperti, standar akreditasi baik nasional maupun
internasional, Green Hospital, Pembangunan Zona Integritas menuju
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) serta penilaian tata kelola dan kinerja BLU.
Dari uraian tersebut, diperlukan rumusan kerangka kerja evaluasi
SBSC yang komprehensif berdasarkan identifikasi seluruh ukuran kinerja
yang harus dipenuhi untuk rumah sakit, kemudian dikelompokkan ke
dalam dimensi SBSC, dengan memetakan Key Performance Activities
(KPA), Key Performance Indicator (KPI), Key Risk Indicator (KRI) yang
saling berhubungan satu sama lain dalam setiap dimensi serta aktivitas
Knowledge Management Practices (Creation, Sharing/Transfer, Storage,
Aplication) yang memastikan sasaran strategi dapat tercapai dengan
tetap mengedepankan prinsip efektif dan efisien
EMPIRICAL BACKROUND LATAR BELAKANG TEORI ISU PENELITIAN
a. Program JKN dinilai masih a. Pelaksanaan GCG baru
belum dapat memenuhi sebatas pada tuntutan regulasi,
a. JKN  UUD 1945 pasal 28 H ayat (1), (2), (3)
harapan masyarakat sementara pada aspek
UUD 1945 pasal 34 ayat (1), (2) Atas dasar operasional prinsip-prinsip GCG
b. Masih kurangnya kajian diterbitkanya UU No. 40/2004 tentang Sistem belum sepenuhnya terintegrasi
mengenai GCG di Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) yang salah
Indonesia khususnya di satu programnya adalah Jaminan Kesehatan
b. Melaksanakan prinsip GCG,
RS Nasional ( JKN )
dengan menerapkan nilai-nilai
b. Cadbury Commitee of United Kingdom (1992)  antara lain keterbukaan,
c. Penelitian GCG lebih fokus
Suatu sistem yang mengarahkan dan kerahasiaan, transparansi,
pada GCG di perusahaan
mengendalikan perusahaan. akuntabilitas dan keadlilan
dan organisasi bisnis
c. Organization for Economic Co-operation and
d. GCG di Indonesia: Development (OECD): Cara-cara manajemen
c. Tuntutan yang gencar dilakukan
Lemahnya implementasi perusahaan bertanggung jawab pada
oleh masyarakat kepada
GCG dan etika yang shareholder-nya. Para pengambil keputusan di pemerintah untuk
melandasinya. perusahaan haruslah dapat melaksanakan GCG adalah
sejalan dengan meningkatnya
e. Pengelolaan organisasi PENELITIAN TERDAHULU:
tingkat pengetahuan dan
publik, dalam hal ini rumah
sakit pemerintah masih
a. Ayed, Hajlaoui, Ayed, and Badr (2015): Untuk pendidikan masyarakat.
belum sesuai dengan mensukseskan tata kelola rumah sakit baru,
harapan masyarakat. tidak cukup terbatas pada transfer tanggung
Masyarakat belum jawab sederhana dan perubahan perimeter
mendapatkan pelayanan
tindakan, terdapat beberapa faktor yang
yang memadai dikaitkan
dengan buruknya
mendukung penerapan prinsip-prinsip baru. RUMUSAN
pelayanan kesehatan yang MASALAH
b. Fusheini, Eyles, and Goudge (2017): Kunci utama
dilaksanakan oleh aparat Bagaimana
dari pengelolaan rumah sakit lebih ditekankan pada
birokrasi.
fungsi tata kelola, melibatkan manajemen keuangan, pengembangan model Good
perencanaan strategis, manajemen kinerja Corporate Governance di Era
JKN Terhadap kinerja RS di

Gambar 1.2. Research Posture


1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, maka masalah pada penelitian ini
adalah terdapatnya kinerja rumah sakit yang belum tertuang dalam
perencanaan strategis yang berdampak pada pencapaian kinerja
organisasi. Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian, yaitu:
a. Bagaimana sistem penilaian kinerja yang ada di RSUP Dr Wahidin
Sudirohusodo?
b. Bagaimana indikator sistem penilaian kinerja strategis dengan
Sustainability Balanced Scorecards dan Knowledge Management
Practices di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
c. Bagaimana model sistem penilaian kinerja strategis dengan
Sustainability Balanced Scorecards dan Knowledge Management
Practices di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
1.3. TUJUAN
1.3.1. Tujuan Umum
Mengembangkan model sistem penilaian kinerja strategis
dengan Sustainability Balanced Scorecards dan Knowledge Management
Practices di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengevaluasi sistem penilaian kinerja strategis di RSUP Dr Wahidin
Sudirohusodo
b. Menyusun indikator sistem penilaian kinerja strategis dengan
Sustainability Balanced Scorecards dan Knowledge Management
Practices di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
c. Menemukan model sistem penilaian kinerja strategis dengan
Sustainability Balanced Scorecards dan Knowledge Management
Practices di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo
1.4. MANFAAT
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini memberikan kontribusi yang signifikan pada
ilmu kesehatan masyarakat khususnya pada konsep manajemen dan
perencanaan strategis rumah sakit.
1.4.2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa penerapan SBSC di
rumah sakit dapat memberikan manfaat dalam peningkatan kinerja dan
kualitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
1.4.3. Manfaat Institusi
Hasil penelitian ini memberikan informasi tentang manajemen dan
perencanaan kinerja strategis yang berkelanjutan dan dapat diterapkan di
rumah sakit sebagai upaya peningkatan kinerja dan kualitas layanan di
rumah sakit.
Aaa

EMPIRICAL BACKROUND LATAR BELAKANG TEORI ISU PENELITIAN


d. Program JKN dinilai masih d. Pelaksanaan GCG baru
belum dapat memenuhi sebatas pada tuntutan regulasi,
i. JKN  UUD 1945 pasal 28 H ayat (1), (2), (3)
harapan masyarakat sementara pada aspek
UUD 1945 pasal 34 ayat (1), (2) Atas dasar operasional prinsip-prinsip GCG
e. Masih kurangnya kajian diterbitkanya UU No. 40/2004 tentang Sistem belum sepenuhnya terintegrasi
mengenai GCG di Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) yang salah
Indonesia khususnya di satu programnya adalah Jaminan Kesehatan
e. Melaksanakan prinsip GCG,
RS Nasional ( JKN )
dengan menerapkan nilai-nilai
j. Cadbury Commitee of United Kingdom (1992)  antara lain keterbukaan,
f. Penelitian GCG lebih fokus
Suatu sistem yang mengarahkan dan kerahasiaan, transparansi,
pada GCG di perusahaan
mengendalikan perusahaan. akuntabilitas dan keadlilan
dan organisasi bisnis
k. Organization for Economic Co-operation and
g. GCG di Indonesia: Development (OECD): Cara-cara manajemen
f. Tuntutan yang gencar dilakukan
Lemahnya implementasi perusahaan bertanggung jawab pada
oleh masyarakat kepada
GCG dan etika yang shareholder-nya. Para pengambil keputusan di pemerintah untuk
melandasinya. perusahaan haruslah dapat melaksanakan GCG adalah
sejalan dengan meningkatnya
h. Pengelolaan organisasi PENELITIAN TERDAHULU:
tingkat pengetahuan dan
publik, dalam hal ini rumah
sakit pemerintah masih
c. Ayed, Hajlaoui, Ayed, and Badr (2015): Untuk pendidikan masyarakat.
belum sesuai dengan mensukseskan tata kelola rumah sakit baru,
harapan masyarakat. tidak cukup terbatas pada transfer tanggung
Masyarakat belum jawab sederhana dan perubahan perimeter
mendapatkan pelayanan
tindakan, terdapat beberapa faktor yang
yang memadai dikaitkan
dengan buruknya
mendukung penerapan prinsip-prinsip baru. RUMUSAN
pelayanan kesehatan yang MASALAH
d. Fusheini, Eyles, and Goudge (2017): Kunci utama
dilaksanakan oleh aparat Bagaimana
dari pengelolaan rumah sakit lebih ditekankan pada
birokrasi.
fungsi tata kelola, melibatkan manajemen keuangan, pengembangan model Good
perencanaan strategis, manajemen kinerja Corporate Governance di Era
JKN Terhadap kinerja RS di

Gambar 1.2. Research Posture

Anda mungkin juga menyukai