Anda di halaman 1dari 113

Minggu ke-13 & 14

KEBIJAKAN DAN PENGELOLAAN


WISATA AGRO-EKO-KULTURAL
PSL 634: 2 (2-0)
Prof. Hadi Susilo Arifin | Prof. EKS Harini Muntasib | Dr. Rinekso Soekmadi
TOURISM SUPPORT SYSTEMS:
POLICY and POLITICS
Minggu ke-13 dan 14
Rinekso Soekmadi
PS PSL – SPs IPB University
“It is not the strongest of species that survive, nor
the most intelligent; but the one most responsive
to change
Quotes
(Charles Darwin)

SMART Leader : “It is not the best of candidate


that should be selected, nor the most
intellegent; but the one most responsive to
change”

02/06/2023 3
4
Tourism Support Systems

TOURISM POLICY &


02
POLITICS
EXPECTED LEARNING OUTCOME
Setelah mengikuti perkuliahan tema ini (2x tatap muka) mahasiswa
mampu:
1. menjelaskan pengertian dan kaidah utama siklus kebijakan serta
peran pentingnya bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan.
2. menjelaskan kebijakan nasional terkait kepariwisataan dan
menganalisis kekertakitannya dengan tata kelola wisata dan
keberlanjutannya
3. Mengintegrasikan peran tourism support systems (khususnya aspek
kebijakan dan politik) dalam merencanakan dan mengembangan
destinasi wisata ataupun pengelolaan DMO yang berkelanjutan
6
outline
1: Policy Process 2: National Tourism Policy 3: Tourism Policy Analysis
IKHTISAR PENGEMBANGAN WISATA
TOURISM
NO. ACTIVITY
ASPECTS
1. Technique (a) How to develop better planning of object/destination, (b)
Avoid (nature) degradation, (c) Visitor management, (d) Carrying
capacity
2. Management (a) Visitor satisfaction, (b) Using resources effectively & efficiently,
(c) Effective organization
3. Governance (a) How stakeholders paly proportional action based on their
capacity and capability to maximize benefit, (b) Optimize benefits
and proportional responsibility, (c) minimize degradation of
natural resources/attraction/destination
4. Policy (a) Government involvement in supporting sustainable tourism
development, (b) [mostly] Deals with regulation and rule in form
5. Politics (a) Use of power by public organization, (b) Legitimation to action
of managers, (c) [mostly] Center to government (big power)
8
1

Policy Process & Policy Cycle:


a glance explanation
PENGERTIAN UMUM KEBIJAKAN

– Kebijakan (policy) vs Kebijaksanaan (wisdom)


– Kebijakan → mencakup aturan (rule) untuk mencapai tujuan
tertentu
– Kebijaksanaan → mencakup pertimbangan lebih jauh dan
menyangkut kepentingan non-publik
DEFINISI KEBIJAKAN
 suatu program kegiatan yang dipilih oleh seseorang atau
sekelompok orang dan dapat dilaksanakan serta berpengaruh
terhadap sejumlah besar dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu.

 ‫ ؞‬kebijakan harus mempunyai pengaruh (kekuatan yang bersifat


memaksa) terhadap orang banyak (publik) dan bertujuan agar
memenuhi kepentingan orang banyak tersebut
Apa itu “PUBLIK” or “PUBLIC”
→ bbrp istilah relates to “public”

– Public interest
– Public opinion
– Public goods
– Public sector
– Public transport
– Public accountability BUKAN: BUTUH:
– Public law ✓ Domain private ✓ Pengaturan
– Public health ✓ Kepentingan private ✓ Intervensi
– Public education ✓ Milik individual ✓ Tindakan bersama
– Public toilet ✓ Milik kelompok/ ✓ ………
– Public facilities golongan
– Public service broadcasting ✓ ………
– Public order
– Public education … … … Apakah dalam menyusun Kebijakan Publik perlu
memperhatikan juga private?
PUBLIK itu SIAPA?
– Publik ≠ Masyarakat/Komunitas

– Masyarakat → sistem antar hubungan sosial dimana manusia hidup dan


tinggal secara bersama-sama; terdapat norma atau nilai tertentu yang
mengikat dan membatasi kehidupan anggotanya.

– Publik → kumpulan orang yang menaruh perhatian, minat atau kepentingan,


tetapi tidak dapat diidentifikasi secara jelas (kepribadiannya)
PENGERTIAN UMUM KEBIJAKAN PUBLIK
 Serangkaian tindakan yang dipilih oleh negara yang mempunyai
pengaruh/dampak penting terhadap sejumlah besar orang (Mac
Rae dan Wilde).
 Apapun tindakan yang dipilih pemerintah untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu (Thomas R. Dye).
 Kebijakan yang diambil oleh badan-badan dan pejabat
pemerintah (Anderson).
 Pengalokasian nilai-nilai secara PAKSA (sah) kepada seluruh
anggota masyarakat (Easton).
DEFINISI KEBIJAKAN PUBLIK
→ Serangkaian tindakan yang dipilih dan dialokasikan secara sah oleh
pemerintah atau negara kepada seluruh anggota masyarakat yang
mempunyai tujuan tertentu demi kepentingan publik.

KARAKTERISTIK KEBIJAKAN PUBLIK:


1. Merupakan pilihan tindakan pemerintah (untuk melakukan atau tidak
melakukan)
2. Tindakan tersebut ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat/tdk
diskriminatif (sehingga bersifat mengikat)
3. Mempunyai tujuan tertentu (intended outcome: addressing an issue)
4. Berorientasi pada pemenuhan kepentingan public (menyelesaikan
permasalahan publik)
Kenapa kebijakan terkait Kepariwisataan merupakan
KEBIJAKAN PUBLIK?

1. TERDAPAT KEPENTINGAN PUBLIK THD PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN


→ jasa transportasi, akomodasi, logistik, dll.

2. SKALA DAMPAK YANG DITIMBULKAN LUAS → unplanned tourism business


becomes “terrorism” in public transport (traffics), crimes, local conflicts,
pollution (air, water, waste), etc.

‫؞‬ PROSES KEBIJAKAN KEPARIWSTAAN HARUS


MELIBATKAN PARA PIHAK YANG BERKEPENTINGAN DAN
MEMILIKI PENGARUH/POWER
KEPUTUSAN vs KEBIJAKAN
– Aktor: semua level manajemen – Aktor: top manager
– Input: pilihan-pilihan – Input: isu penting yang diagendakan
– Proses: memilih dari berbagai alternatif – Proses: siklus panjang yang diangkat dari isu
penting (mulai dari agenda setting – evaluasi)
– Output: kebijakan autentik (autenticated policy)
– Output: suatu nilai tertentu

– Outcome: mempengaruhi orang/pemaksaan,


– Outcome: mengubah atau tdk mengubah, pilihan
menyelesaikan isu pokok, memenuhi
tindakan tepat utk mencapai tujuan tertentu,
kepentingan yang luas (publik), replikasi
mengurangi resiko dan ketidakpastian,
memecahkan masalah/selesaikan konflik
KEBIJAKAN dan
KEPENTINGAN PUBLIK
PENTING !!
– Kebijakan publik harus berorientasi pada kepentingan publik – tidak hanya
opini (pejabat) negara ataupun wakil rakyat semata
– Opini publik  → (1) kecerdasan politik, (2) keterbukaan, (3) partisipasi
politik.

– Implikasi → kebijakan publik HARUS memenuhi kepentingan publik, krn


salah satu ukuran “keberhasilan” → apakah publik “menerima” (berarti
berpartisipasi) atau “menolak” (tidak berpartisipasi) – “public acceptance”
[public awareness] vs “enforcement”

– Publik harus menjadi PA R T N E R pemerintah dalam membuat kebijakan


publik!!
KEPENTINGAN PUBLIK?
– Publik → kumpulan orang yang menaruh perhatian, minat atau
kepentingan, tetapi tidak dapat diidentifikasi secara jelas
(kepribadiannya) → publik itu SIAPA??

– Institusi publik → institusi yang “MEWAKILI” kepentingan publik →


aktor: ADMINISTRATOR PUBLIK (tugas utama: merumuskan
dan menjalankan kebijakan publik)
ADMINISTRATOR PUBLIK
1. Sebagai BIROKRAT
– Pelaksana kebijakan; (untuk konteks Indonesia) bisa mengusulkan kebijakan publik
– Tidak memiliki “peran politik” melainkan “peran instrumental” (pelaksana) dengan
tanggung jawab administratif
– Sebagai “pelaksana” kepentingan publik dan bukan berperan dlm menterjemahkan/
merumuskan kepentingan publik
2. Sebagai AKTOR/PEMAIN POLITIK
– Tugas: merumuskan kepentingan publik dan merumuskannya menjadi KEBIJAKAN
PUBLIK
– Orientasi: kepentingan publik
3. Sebagai PROFESIONAL
– Memiliki kecakapan teknis
– Orientasi kerja: pelayanan kepada publik
– Peran: turut merumuskan kebijakan publik yang berorientasi kepentingan publik
MODEL/GAYA PERUMUSAN KEBIJAKAN
A. Gaya Mempertahankan Hidup: kurang peka thd kebutuhan dan
tuntutan publik, puas dg kebijakan yg ada – tdk ingin mengembangkan kebijakan yg
orientasi kepentingan publik

B. Gaya Rasionalis: peka terhadap tuntutan publik, ttp tidak berdaya atau
menganggap bukan urusannya melainkan urusan para wakil rakyat

C. Gaya Mengobati: punya kekuatan dalam perumusan kebijakan, ttp hanya


mementingkan masalah institusinya/kelompoknya sendiri saja

D. Gaya Reaktif: punya kepekaan cukup tinggi thd kepentingan publik dan
mampu merumuskannya ke dalam kebijakan publik sesuai dengan kebutuhan
publik, ttp mrk bertindak sbg respon thd suatu masalah yg dihadapi

E. Gaya Proaktif: memiliki kepekaan sangat tinggi terhadap kepentingan dan


tuntutan publik dan mampu merumuskannya sbg rekomendasi kebijakan publik
MODEL PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
(The Policy Formulation Grid)
B E

Gaya Rasionalis Gaya Proaktif


Tingkat Responsivitas Kebijakan

Gaya Reaktif

Gaya
Mempertahankan Gaya Mengobati
Hidup
A C
Tingkat Rekomendasi Kebijakan
1. Proses policy dimulai dari kerancuan atau ketidak-
jelasan persepsi dari beberapa individu atau organisasi
terhadap permasalahan penting → AGENDA
SETTING
2. Individu/organisasi tsb kemudian melakukan sharing
kepentingan thd problem/isu tsb, dan mendiskusikannya
utk memformulasikan 'kelembagaan' baru atau menjalin
aliansi dg kelembagaan lain agar kepentingannya
terpenuhi. Apabila kondisi/isu ini secara formal
dikenali/direspon oleh pemerintah → GOVERNMENT
AGENDA (tindakan aksi)
3. Selanjutnya pemerintah membuat formulasi thd masalah/
isu tsb →FORMULATION.
4. Implikasinya → identifikasi thd tujuan dan sasaran guna
memecahkan permasalahan/isu tsb dan mencari alternatif
kebijakan yg kemungkinan dpt menjawab obyektif yg
telah diidentifikasi → POLICY ALTERNATIVES
5. Alternatif kebijakan tsb dikaji dari aspek teknis, ekonomis,
ekologis, sosial-budaya, dan 'sense politik' (multiple
decision criteria) → SELECTION
6. Kebijakan yang memberikan kemanfaatan tertinggi dan
dampak terkecil → kebijakan terpilih. Pemilihan ini
didasarkan pada kriteria tertentu dg mempertimbangkan
'kepentingan publik’→ POLICY DECISION
7. Agar 'berkekuatan' hukum, maka sebuah kebijakan hrs mendapatkan
pengakuan (LEGITIMATION) → mell. pengundangan (diberi kekuatan hukum
yg bersifat 'membatasi dan memaksa') → AUTHENTICATED POLICY
8. Kebijakan yg dibuat siap untuk diterapkan di lapangan →
IMPLEMENTATION. Pada tahapan ini, hrs dilakukan pengkajian (monitoring)
thd dampak (POLICY IMPACTS) yg ditimbulkannya.
9. Dgn menggunakan kriteria tertentu, penerapan efektifitas kebijakan
kehutanan di lapangan hrs dievaluasi (EVALUATION). Hasil evaluasi tsb
memungkinkan sebuah kebijakan untuk dimodifikasi → MODIFIED POLICY
10.Apabila tujuan sudah tercapai atau isu/permasalahan sudah terpecahkan,
maka proses kebijakan berakhir → TERMINATION .
11.Apabila tidak, maka proses policy akan berputar kembali ke re-setting
agenda baru lagi → POLICY CYCLE
POLICY EVENT POLICY PRODUCT
Agenda Setting Government Agenda

Formulation Policy Alternatives

Selection Policy Decision

Legitimation Authenticated Policy

Implementation Policy Impacts

Evaluation Modified Policy-Focused on Impact

TERMINATION
Tahap 1
AGENDA SETTING Tahap 2

POLICY CYCLE POLICY FORMULATION

Tahap 6
POLICY TERMINATION POLICY
P RO C E S S Tahap 3
POLICY IMPLEMENTATION

Tahap 5
POLICY CHANGE
Tahap 4
POLICY EVALUATION
"POLICY CYCLE" (Werner, 1985)
TAHAPAN PROSES KEBIJAKAN
(Werner, 1985)
1. FORMULASI: merumuskan permasalahan yang akan dipecahkan
dalam bentuk program-program yang siap diterapkan.
2. IMPLEMENTASI: aksi/kegiatan pemecahan masalah yang
berorientasi pada 'output', 'dampak/ konsekuensi' dan 'outcome'
3. EVALUASI: menggunakan perangkat penilaian yang terdefinisi
dan terukur → apabila belum mencapai tujuan → (re)formulasi
kembali
4. TERMINASI: akhir dari proses kebijakan, jika tujuan/masalah
sudah terpecahkan dengan seminimal mungkin terjadinya dampak
(negatif) dan bisa direplikasi untuk pemecahan kasus/per-
masalahan serupa.
PERUMUSAN PENYUSUNAN
MASALAH AGENDA

PERAMALAN FORMULASI
KEBIJAKAN

REKOMENDASI
ADOPSI
KEBIJAKAN

PEMANTAUAN IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN

PENILAIAN PENILAIAN
KEBIJAKAN
PERUMUSAN
Perumusan MASALAH
MASALAH
Masalah KEBIJAKAN

HASIL
KEBIJAKAN
Peramalan
PERAMALAN

EVALUASI

ALTERNATIF
PELIPUTAN KEBIJAKAN

TINDAK- REKOMEN-
Rekomen-
AN KE-
BIJAKAN
DASI
dasi
PERUMUSAN MASALAH
Merupakan salah satu INTI dari proses kebijakan:
1. Perbedaan persepsi dan penafsiran (antar pembuat
kebijakan maupun publik; dalam konteks waktu dan ruang)
2. Adanya (perbedaan) interest/kepentingan kelompok
maupun individu
3. Ketepatan merumuskan masalah → separoh dari
keberhasilan proses kebijakan agar dpt diimplementasikan
secara tepat
“Kita lebih sering gagal karena kita
memecahkan masalah yang salah,
daripada menemukan solusi yang salah
terhadap masalah yang tepat”
(Russell L. Ackoff, 1974)
Hakikat masalah:
– Merefleksikan nilai2 (values) dan komitmen etis yang kita miliki dan
dipercayai SEHARUSNYA TIDAK TERJADI
– Relita sosial: sesuatu dianggap masalah apabila hal tersebut TIDAK TERJADI
sebagaimana yang diharapkan oleh masyarakat.
– Mengungkap fakta masalah – seperti mengupas bawang → setelah satu
masalah ditemukan, ternyata ada masalah lainnya yang berkaitan… →
kompleks dan saling berhubungan (bukan sebab-akibat yang sederhana)
→ harus mengisolasi penyebab masalah dan menetapkan berbagai “solusi”

DISKUSIKAN:
– Apa masalah dari Pengembangan Kepariwisataan Indonesia? Lantas apa
keputusan kebijakannya? – kaitkan dengan konsep wisata dan wisata
berkelanjutan
SIFAT/CIRI MASALAH
(Dunn, 2003)

1. Saling ketergantungan dari masalah kebijakan – diperlukan


pendekatan HOLISTIK
2 . S u b y e k t i f i t a s dari masalah kebijakan – dipengaruhi oleh latar
belakang analis kebijakan tersebut
3. Sifat buatan dari masalah – masalah itu bukan mengada-ada, tetapi
sudah ada di tengah masyarakat dan ditemukenali oleh analis kebijakan
4 . D i n a m i k a masalah kebijakan – masalah tidak konstan, oleh karenanya
solusi atas masalah seringkali sudah usang meskipun masalah itu sendiri
blm usang.
PROBLEM vs ISU
(karena PERMASALAHAN PARIWISATA seringkali tidak dianggap MASALAH, baik bagi public maupun administrator public)

– P R O B L E M → kebutuhan-kebutuhan manusia yang teridentifikasi


dan perlu diatasi
– I S U → problem-problem umum yang bertentangan atau rancu
satu sama lain
Tidak semua problem menjadi problem umum
Tidak semua problem umum dapat menjadi isu
Tidak semua isu dapat dijadikan agenda pemerintah
– Problem umum akan dijadikan isu/agenda kebijakan jika:
1. Problem-problem itu dapat membangkitkan orang banyak (publik) untuk
melakukan tindakan terhadap problem tsb.
2. Para pengambil kebijakan “mengangkat” problem tsb ke dalam agenda
pemerintah – lihat kembali gaya administrator publik (proaktif)
conservation for brightened future
ISU (EKO)WISATA – rumit ?
– Pemahaman ekowisata pada berbagai level sangat beragam (tingkatan
policy maker – grass root)
– (Eko)Wisata secara umum masih belum menjadi “mainstream” atau
“backbone” pembangunan nasional (orientasi pada mass tourism)
– Kecepatan perubahan situasi serta isu global, menyebabkan sulit
memastikan isu wisata yang harus diprioritaskan
→ PERMASALAHAN WISATA (bagi profesional/akademisi/aktivis) seringkali
tidak dianggap MASALAH baik bagi publik maupun administrator publik

DISKUSIKAN
→ Bagaimana agar persoalan wisata menjadi domain publik dan
dirumuskan ke dalam kebijakan publik?
AGENDA
KEBIJAKAN

ISU

PROBLEM
UMUM

PROBLEM
SUMBER KESALAHAN KEBIJAKAN PUBLIK

Pengambil kebijakan seringkali terjebak dlm


mengidentifikasi masalah (situasi atau gejala
masalah yang tampak di permukaan
didefinisikan sebagai masalah)
Contoh: PENGANGGURAN → BUKAN masalah!! (kemungkinan
masalahnya: langkanya jenis pekerjaan yang cocok dg kemampuan,
kecakapan pencari kerja, kesenjangan usia kerja dan lapangan
kerja, rendahnya tingkat kesadaran wirausaha, kreatifitas dll. (ini
tugas analis kebijakan)
ILUSTRASI
ILUSTRASI
Komponen-Komponen Utama Mesin
“Mengkaji masalah dan kemudian
merumuskan masalah secara tepat
merupakan TUGAS UTAMA dan
PERTAMA analis kebijakan”

conservation for brightened future


KENAPA Produk Kebijakan
seringkali tidak efektif?

conservation for brightened future


Sistem hukum dapat berjalan apabila terdapat:
a. Arah kebijakan yang jelas dan hukum/peraturan yang memadai
b. Kelembagaan yang kokoh dan aparatur yang bermutu
c. Budaya hukum masyarakat yang tinggi.
Tiga aspek tersebut, yang disebut sebagai sistem hukum dimana satu dengan lainnya
saling berkaitan (sebagaimana ditulis oleh Friedman)
Oleh karenanya, sekalipun peraturan penting, namun sistem hukum tidak hanya
terdiri dari peraturan semata. Ia sangat terkait dengan aspek kebijakan (yang
umumnya menjelaskan visi dan arah yang ingin dicapai), kelembagaan yang
kompeten, mampu bekerja profesional dan diisi oleh orang-orang yang cakap, serta
masyarakat yang memiliki perilaku yang baik dan kritis.
Kalau hal-hal terkait dengan hukum tersebut tidak diperhatikan, artinya pendekatan
yang dilakukan bukan dalam rangka sistem, maka peraturan tersebut tidak akan
dapat dijalankan dan akan sekedar menjadi a dead letter atau macan di atas kertas.
FAKTA KEBIJAKAN (POLICY FACT)
[1: Dulu – sebelum era reformasi]
– Eksploitatif
– Tidak Progresif – belum mengakomodasikan perkembangan kekinian; kecepatan respon
jauh lebih rendah
– (sangat) Sentralistik
– Tidak transparan
– (sangat) Tidak partisipatif
– (sangat) Sektoral, lebih mementingkan kepentingan sector tertentu
– Dukungan politik rendah
– Eksklusif, hanya menjadi perhatian kalangan/kepentingan tertentu
– Mengabaikan hak-hak dan akses masyarakat
– Represif, implikasi dari tidak transparan dan tidak partisipatif
– Tidak konsisten – benturan antar regulasi
FAKTA KEBIJAKAN (POLICY FACT)
[2: PASCA REFORMASI]
– Meningkatnya semangat konservasi
– (masih) Kurang progresif, lambat mengantisipasi perubahan dan perkembangan
– Mengarah ke pembagian kewenangan dan tanggung-jawab
– Lebih terbuka dan (sedikit) lebih “akomodatif”
– (pseudo) partisipatif → Mulai melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan, meskipun
terbatas
– (masih) Sektoral, seringkali berkedok kepentingan nasional dan mengatasnamakan rakyat
– Dukungan lebih meningkat, tetapi belum maksimal, terutama oleh “konstituen/kelompok” nya
– (masih) Eksklusif, hanya menjadi perhatian kalangan tertentu
– Hak-hak masyarakat mulai diakui, meskipun masih secara terbatas
– Lebih Dialogis – (formality) public consultation
– (berusaha) Memangkas peraturan dan birokrasi, meskipun banyak benturan
– (memasuki) Era VUCA – sulit mengidentifikasi masalah yang akan dijadikan kebijakan public.
– 3 Dimensi Hukum:
✓ Keadilan,
✓ Kepastian dan
✓ Kemanfaatan.
Apabila ada konflik antara kepastian dan kemanfaatan,
para ahli cenderung untuk memilih kemanfaatan
– Produk hukum yang baik, yakni:
1. Prosesnya, yang dibuat secara koordinatif, partisipatif dan sinergis
serta melalui konsultasi publik
2. Substansinya , yaitu materinya berdasarkan kondisi terkini (yang
mengakomodasikan berbagai perubahan yang cepat) dan mencakup
aspek terkait serta mengantisipasi kebutuhan masa depan yang
tampak dari 3 hal: sejak Rancangan (draf) Inisiatif, Rancangan
Akademik dan Rancangan Peraturan.
3. Implementasinya , yaitu peraturan tersebut benar-benar
dijalankan dan menunjukkan 3 Dimensi Hukum tersebut.
INTI KEBIJAKAN PUBLIK:
IMPLEMENTASI, MONITORING & EVALUASI
1. I M P L E M E N T A S I K E B I J A K A N P U B L I K
Implementasi kebijakan publik merupakan sesuatu yang penting,
bahkan lebih penting daripada pembuatan kebijakan → I N T I
KEBIJAKAN

Secara umum, tugas implementasi adalah mengembangkan suatu


struktur hubungan antara t u j u a n k e b i j a k a n p u b l i k yang telah
ditetapkan dengan t i n d a k a n - t i n d a k a n p e m e r i n t a h untuk
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut yang berupa hasil kebijakan
(policy outcomes)
2.MONITORING KEBIJAKAN PUBLIK – on going
process
Monitoring adalah proses kegiatan p e n g a w a s a n t e r h a d a p
i m p l e m e n t a s i k e b i j a k a n yang meliputi keterkaitan antara
implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes) (Hogwood and Gunn,
1989).

T u j u a n monitoring kebijakan (William N. Dunn, 1994):


a . C o m p l i a n c e (kesesuaian/kepatuhan); apakah implementasi kebijakan tersebut
sesuai standard dan prosedur yang telah ada
b . A u d i t i n g (pemeriksaan); apakah sumber-sumber/pelayanan benar-benar sampai
kepada kelompok sasaran (target groups)
c . A c c o u n t i n g (akuntansi); perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi
setelah implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.
d . E x p l a n a t i o n (penjelasan); menjelaskan apakah hasil kebijakan publik berbeda
dengan tujuan kebijakan publik yang dirumuskan → perlu corrective action?
3 . EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK – at end
period of policy cycle
➢ Evaluasi kebijakan sebagai suatu pengkajian secara sistemtik dan
empiris terhadap a k i b a t - a k i b a t d a r i s u a t u k e b i j a k a n
d a n p r o g r a m p e m e r i n t a h yang telah diimplementasikan dan
kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh
kebijakan tersebut.
➢ Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain adalah tujua dalam
kebijakan publik j a r a n g dilakukan (ditulis) secara jelas
(eksplisit), dalam arti seberapa jauh tujuan-tujuan kebijakan
publik itu harus dicapai → pengembangan ukuran yang tepat dan
dapat diterima semua pihak sangat sulit dilakukan (Howlett dan
Ramesh,1995)
BENTUK EVALUASI KEBIJAKAN
(Howlett dan Ramesh, 1995)
a. Administrative Evaluation (Evaluasi Administratif)
Evaluasi administratif pada umumnya dibatasi pada pengkajian
tentang e f i s i e n s i penyampaian pelayanan pemerintah dan
penentuan, apakah penggunaan dana oleh pemerintah sesuai
dengan tujuan yang telah dicapai.
b. Judicial Evaluation (Evaluasi Yudisial)
Evaluasi yudisial mengadakan pengkajian apakah kebijakan yang dibuat
pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, apakah
tidak melanggar HAM dan hak- hak individu.
c. Political Evaluation (Evaluasi Politis)
Evaluasi politis masuk dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu
tertentu. Seringkali berkaitan erat dengan momentum politik (pemilu,
pilkada, dll) → media/ajang untuk politisasi agenda setting
STOP PRESS
KENAPA KEBIJAKAN PERLU DIANALISIS?
1. Kebijakan merupakan instrumen (efektif) dalam merubah atau tdk
merubah situasi (natural resources, sosek-bud-pol-hankam)
2. Dampak suatu kebijakan dapat mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan masyarakat (tatanan, nilai, sikap dan perilaku, budaya,
dll.)
3. Dari aspek proses kebijakan, pembuatan kebijakan dapat
dipengaruhi secara kuat oleh “individu” atau golongan dengan
kepentingan tertentu – political process
4. Upaya mengembangkan budaya kritis, demokratis dan partisipatif
dalam kehidupan bermasyarakat & bernegara.
5. Agar tidak terjadi kebijakan trial – error.
Hakikat Analisis Kebijakan Publik (Dunn, 1998)

• AKP merupakan aktifitas memproduksi & mensintesis informasi/


fakta sebagai dasar untuk membuat kebijakan, merumuskan
alternatif dan preferensi secara komparatif, baik kuantitatif
maupun kualitatif.
• Selain memproduksi informasi/fakta, AKP memproduksi nilai
(mengevaluasi yang menghasilkan suatu kebenaran) dan
menunjukkan aksi apa yang harus dilakukan (rekomendasi: lanjut,
revisi/corrective action, suspend/batalkan)
• AKP sebagai aktivitas menemukan masalah (50%) dan
memecahkan masalah (50%) melalui tindakan/aksi/ intervensi

5
7
MODEL ANALISIS KEBIJAKAN
1 . M O D E L P R O S P E K T I F – analisis kebijakan yg mengarahkan
kajiannya pada konsekuensi2 kebijakan sebelum kebijakan tsb
diterapkan. Model ini bersifat p r e d i k t i f dg teknik2 peramalan
(forcasting) thd kemungkinan2 yg akan timbul dr suatu kebijakan yg
diusulkan/akan dibuat → ex - a n t e e v a l u a t i o n
2 . M O D E L R E T R O S P E K T I F – analisis kebijakan yg dilakukan
thd akibat2 yg ditimbulkan setelah suatu kebijakan
diimplementasikan. Model ini bersifat e v a l u a t i f thd dampak yg
ditimbulkan oleh kebijakan yg sedang atau telah diterapkan → ex -
post evaluation
3 . M O D E L I N T E G R A T I F – model perpaduan atau model
holistik/komprehensif. Analisis ini dilakukan baik sebelum maupun
setelah diimplementasikannya suatu kebijakan.
MODEL ANALISIS KEBIJAKAN

EX- IMPLEMENTASI EX-


SEBELUM SETELAH POST
ANTE
KEBIJAKAN

MODEL MODEL
PROSPEKTIF RETROSPEKTIF
Model Analisis Kebijakan Publik
integratif
retrospektif (ex-post) | prospektif (ex-ante)
4
penemuan masalah: Kinerja kebijakan
penyebab utama
evaluasi prediksi
perumusan
masalah
3 1
0

perumusan
Hasil-hasil Masalah Masa depan

perumusan
masalah

masalah
kebijakan kebijakan kebijakan
perumusan
masalah
rekomendasi
monitoring
pemecahan masalah: Aksi 2
intervensi yg tepat kebijakan Dunn 1999: 21, mod
KERANGKA ANALISIS KEBIJAKAN

1. FOKUS ANALISIS – merupakan pusat perhatian


dalam melakukan pengkajian kebijakan agar tidak
meluas keluar konteks → umumnya pada DAMPAK
2. PARAMETER ANALISIS – dasar yang digunakan
dalam melakukan analisis agar obyektif dan tepat
sasaran.
FOKUS ANALISIS KEBIJAKAN
1. D E F I N I S I M A S A L A H . Setiap kebijakan bertujuan
menyelesaikan masalah tertentu ► identifikasi masalah menjadi
kunci keberhasilan perumusan kebijakan.
2 . I M P L E M E N T A S I K E B I J A K A N . Teknik/metode
implementasi, kondisi pemungkin (enabling conditions) atau pra-
kondisi, serta efektifitas & efisiensi implementasi.
3 . D A M P A K / A K I B A T K E B I J A K A N . Skala dampak (luas:
menyangkut seluruh aspek kehidupan atau tatanan pemerintahan),
sifat dampak (permanen: jangka sangat panjang; temporal:
transisional).
PARAMETER ANALISIS KEBIJAKAN
1. PENELITIAN DAN RASIONALITAS . Penelitian
dilakukan melalui observasi maupun eksperimen
berdasarkan ilmu pengetahuan. Rasionalitas merujuk pada
aspek logika dan konsistensi.
2. KRITERIA PENILAIAN OBYEKTIF . Kriteria hrs
disusun berdasarkan standar nilai kebenaran/ keutamaan
tertentu.
3. PERTIMBANGAN POLITIK . Dilihat dari sudut
pandang keamanan dan stabilitas yg lebih luas.
T A H A PA N A N A L I S I S K E B I J A K A N
1. Mendefinisikan masalah/isu kebijakan
2. Mengumpulkan bukti tentang masalah (verifikasi terhadap
kondisi faktual dan aktual; penting dan mendesak; relevansi dg
kebutuhan/aspirasi publik; dampak; sesuai dg agenda
perubahan)
3. Mengkaji (akar) penyebab masalah – dikaitkan dg strategis atau
tidaknya masalah tsb utk diangkat dlm sebuah kebijakan
4. Mengevaluasi kebijakan yang ada
5. Mengembangkan alternatif (lain) kebijakan
6. Menyeleksi alternatif terbaik
ASPEK-ASPEK DALAM ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
a. Analisis Perumusan Kebijakan: agenda setting → authenticated policy

a. Analisis Implementasi Kebijakan: technicality → impacts & feedback


1) Bagaimana cara kebijakan diimplementasikan? – e n a b l e r
2) Siapa saja yang dilibatkan dalam proses implementasi tersebut? s t a k e h o l d e r s
mapping
3) Bagaimana interaksi antara orang-orang atau kelompok-kelompok
yang terlibat dalam implementasi kebijakan itu? – s t a k e h o l d e r s n e t w o r k
analysis
4) Siapa yang secara formal diberi wewenang mengimplementasikan kebijakan dan
siapa yang informal lebih berkuasa dan mengapa? – d i m e n s i p o l i t i k / h u k u m
5) Bagaimana cara kerja birokrasi pusat dan daerah serta badan-badan lain yang terlibat
dalam implementasi kebijakan/program – p a r t i c i p a t i o n
6) Bagaimana mekanisme M&E (cara mengawasi dan mengkoordinasikannya) – M & E
7) Bagaimana tanggapan target group terhadap kebijakan tersebut? - f e e d b a c k
I D E N T I F I K A S I M A S A L A H S T R AT E G I S
(utk efektifitas implementasi)

1. Apakah masalah tsb merupakan FAKTOR PENENTU (key factor


to problem solving) dalam mengatasi masalah lain yg lebih
luas?
2. Apakah DAMPAK yang (akan) ditimbulkan dari penerapan
suatu kebijakan menguntungkan/berpihak pada publik?
3. Apakah masalah tsb sejalan dengan KECENDERUNGAN (global
trend) nasional atau global?
4. Apakah masalah tersebut sesuai dengan NILAI-NILAI yang
diakui atau diterima masyarakat?
1. Kemungkinan penyimpangan, kekurangan atau ketidakcocokan
antara tujuan yg ditetapkan dgn hasil yg dicapai

2. Kemungkinan keberhasilan yg lebih baik dr yg biasa dan


diharapkan menjadi contoh utk kebijakan serupa di masa datang
atau di tempat lain.
K E N D A L A E VA L U A S I K E B I J A K A N
1. Keterbatasan wewenang utk melakukan evaluasi
2. Tumpang tindih fungsi antar instansi
3. Tumpang tindih fungsi evaluasi antar lembaga pengawasan
4. Tidak ada tindak lanjut dari hasil evaluasi
5. Keterbatasan tenaga dan biaya.
POLICY FAILURE (sumber kegagalan)
1. Perumusan masalah tidak tepat
2. Perencanaan dan Implementasi tidak sejalan (I-P-Op-Oc)
3. Orientasi kebijakan tidak sesuai dengan rumusan masalah
dan kebutuhan public – dimanika masalah/issues
4. Kebijakan terlalu kaku dan mengatur seluruh aspek
kehidupan – tidak memberikan space of improvement/ room
for creativity
5. Kebijakan bersifat top-down dan elitis – biasanya bias
profesional dan/atau bias birokrasi
IMPLIKASI ANALISIS/EVALUASI KEBIJAKAN

1. Menghentikan kebijakan yg dievaluasi dan


menggantikannya dg kebijakan baru yg lebih baik
2. Meneruskan kebijakan yg dievaluasi dgn perubahan
tertentu → c or r e ct i v e a c t i on / m od i f i e d p ol i c y

3. Menjadikan keberhasilan kebijakan yg dievaluasi sbg


contoh ataupun replikasi.
STOP PRESS
2

National Tourism
POLICY
PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL
TUJUAN :
1. meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menghapus
kemiskinan, mengatasi pengangguran,
2. melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya,
3. memajukan kebudayaan, mengangkat citra bangsa,
4. memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri dan kesatuan
bangsa serta
5. mempererat persahabatan antar negara.

73
KEBIJAKAN POKOK PARIWISATA NASIONAL
1. UU 10/2009: Kepariwisataan
2. PP 50/2011: RIPPARNAS 2010 - 2025
3. INPRES Nomor 16/2005: Kebijakan Pengembangan Kebudayaan
dan Pariwisata
4. PERPRES Nomor 14 Tahun 2018: Perubahan Kedua atas
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2014 tentang Koordinasi
Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan
5. Peraturan Perundang-undangan di K/L: Kemenparekraf, KLHK,
Kemendagri, Kemendikbud, dll.
74
UU No 10/2009: KEPARIWISATAAN
1. Penyelenggaraan Kepariwisataan
2. Pembangunan Kepariwisataan
3. Usaha Pariwisata
4. Promosi
5. Industri Pariwisata
6. SDM wisata & standarisasinya
INPRES No. 16/2005:
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
Tema “INDONESIA ULTIMATE IN DIVERSITY” dan “KENALI NEGERIMU JELAJAHI
NEGERIMU AYO TAMASYA JELAJAHI NUSANTARA” dalam promosi pariwisata

INSTRUKSI KHUSUS kepada :


1. Menteri Kehutanan untuk mengembangkan ekowisata di Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, Taman Wisata Alam
2. Menteri Keuangan, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Kepala badan
Pertanahan Nasional mengkaji sistem insentif yang tepat untuk mendorong
pengembangan pariwisata nasional
3. Menteri Luar Negeri dan Menteri Tenaga Kerja mendukung promosi pariwisata
nasional di luar negri
4. Menteri PU, Menteri Perhubungan, Menteri Komunikasi dan Informatika, Meneg
BUMN mendorong penyiapan sarana komunikasi dan transportasi
5. MenkoPolHukKam, Kapolri, menjaga keamanan dan situasi kondusif untuk
wisatawan
INPRES No. 16/2005:
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
6. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata:
a. Menyiapkan informasi lengkap di bidang kebudayaan dan pariwisata
b. Meningkatkan kerjasama daerah dan internasional untuk menunjang
promosi pariwisata Indonesia
c. Mendorong pengembangan destinasi pariwisata unggulan
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian peninggalan
budaya dan daya tarik wisata
RIPPARNAS 2011 – 2025
sebagai
Pedoman Perencanaan Pembangunan
Kepariwisataan Nasional

78
RIPPARNAS 2011-2025
(PP 50/ 2011)

Dokumen perencanaan pembangunan


kepariwisataan nasional untuk periode
15 (lima belas) tahun terhitung sejak
tahun 2010 sampai dengan tahun
2025.

2010 - 2014 2015 - 2019 2020 - 2025


79
Implementasi RIPPARNAS

2010 - 2014 2015 - 2019 2020 - 2025

Implementasi kebijakan dan program Implementasi kebijakan dan program Pentingnya Review
Ripparnas (PP. 50/ 2011) oleh Ripparnas (PP. 50/ 2011) oleh RIPPARNAS →
Kementerian/ Lembaga Kementerian/ Lembaga
mengevaluasi efektifitas
sebagai pedoman
perencanaan
• Capaian ? • Capaian ?
• Permasalahan/ Kendala ? • Permasalahan/ Kendala ? pembangunan pariwisata
80
Dinamika Situasi dan Isu strategis

RIPPARNAS 2010-2025 (PP.50/ 2011) sebagai Dasar Pijak Pelaksanaan Pembangunan


Kepariwisataan oleh Kementerian dan Lembaga terkait, Pemerintah Daerah, dan Pelaku Pariwisata

2010 - 2014 2015 - 2019 2020 - 2025


Dinamika situasi & Isu strategis

Pembangunan Kepariwisataan
menghadapi TANTANGAN DAN
PERKEMBANGAN SANGAT DINAMIS
DALAM 10 TAHUN TERAKHIR →
perlunya penyelarasan, fokus dan
akselerasi
81
ANALISIS CAPAIAN PEMBANGUNAN
PARIWISATA TAHUN 2010 – 2019
(kemenparekraf, 2020)

82
Pencapaian Sasaran
Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Kontribusi pada PDB


3,05% 4,00% 3,96% 4,02% 4,04% 4,25% 4,13% 5,00% 5,25% 4,8%
Nasional
MAKRO

Devisa (Milyar USD) 7,6 8,55 9,12 10,05 11,17 12,2 13,5 15,2 19,3 19,7

Jumlah Tenaga Kerja


7,44 8,53 9,35 9,6 10,3 11,3 12,28 12.6 12,7 12,9
(juta orang)

Indeks Daya Saing (WEF) n.a #74 n.a #70 n.a #50 n.a #42 n.a #40
MIKRO

Wisatawan mancanegara
7 7,64 8,04 8,8 9,4 10 12,02 14,04 15,81 16,1
(juta kunjungan)

Wisatawan nusantara
234 236 245 250 251 255 264,33 270,82 303,5 312,5
(juta perjalanan)

Keterangan: # Indeks daya saing hanya dilakukan 2 (dua) tahun sekali

Kinerja sektor pariwisata dilihat dari semua indikator menunjukan pertumbuhan yang positif tiap tahun (dari tahun 2010 sd 2019).
Pengembangan pariwisata ditetapkan sebagai leading sector mulai tahun 2015, dan dukungan lintas sektor menunjukkan hasil
peningkatan performa sektor pariwisata yang tumbuh tinggi pada tingkat yang unpreceded (belum pernah terjadi sebelumnya). `

83
Pencapaian Sasaran
KONTRIBUSI PDB NASIONAL KONTRIBUSI DEVISA JUMLAH TENAGA KERJA

1. Peningkatan PDB nasional dari 2. Peningkatan signifikan DEVISA 3. Peningkatan JUMLAH TENAGA
sektor Pariwisata setiap tahunnya, PARIWISATA sebesar 159 % dari KERJA di sektor Pariwisata dari tahun
dari angka3,05 % di tahun angka 7,6 milyar USD (2010) ke tahun secara konsisten dan
signifikan hingga sebesar 73 %, dari
2014 hingga mencapai 4,8 % hingga mencapai 19,7 milyar
USD (2019)
7,44 juta (2010) hingga
angka
pada tahun 2019.
12,9 juta (2019). meningkat
Pada periode 2017 dan 2018
kontribusi PDB sempat mencapai
angka 5 – 5,25 %, namun tahun
2019 mengalami penurunan.
84
Pencapaian Sasaran
JUMLAH KUNJUNGAN WISMAN PERJALANAN WISNUS INDEKS DAYA SAING PARIWISATA

4. Jumlah kunjungan WISATAWAN 5. Jumlah PERJALANAN WISNUS meningkat 6. Peningkatan peringkat INDEKS DAYA
SAING PARIWISATA INDONESIA dari
MANCANEGARA meningkat dari 7 Juta dari234 juta perjalanan di tahun 2010
74 di tahun 2011
peringkat
wisman (2010) hingga menjadi 16,1 juta hingga menjadi 282,9 juta (2019) →
(2019) atau naik sebesar 130 % → rata-rata naik rata-rata 3,4 % per tahun; atau meningkat ke peringkat 40 di
pertumbuhan 13,1 % per tahun; meningkat hingga 33 % dari angka tahun tahun 2019, memposisikan Indonesia
2010. sebagai Destinasi yang semakin
berdaya saing di tingkat
internasional.
85
Persandingan Sasaran Ripparnas (2010 – 2025) dengan
Capaian Pembangunan Kepariwisataan (2010-2019)
LAMPIRAN – I : Sasaran Pembangunan
Kepariwisataan Nasional 2010 sd. 2025

▪ Target / sasaran pembangunan kepariwisataan nasional sd tahun 2025 sebagaimana tertuang


dalam Lampiran I Ripparnas, sebagian telah dapat dicapai dalam kurun waktu 10 tahun
pembangunan kepariwisataan, khususnya : Jumlah Kunjungan Wisman, Devisa Pariwisata.
▪ Sedangkan indikator sasaran lainnya : Perjalanan Wisnus dan Kontribusi PDB Nasional masih
dalam rentang proyeksi yang diharapkan dapat dicapai di tahun 2025.
86
ISU STRATEGIS IMPLEMENTASI RIPPARNAS
TAHUN 2010 – 2019

87
1. DUKUNGAN K/L: belum semua K/L

memberikan dukungan optimal

88
Matrik Review Implementasi Indikasi Program oleh K/L terkait

PEMBANGUNAN DESTINASI
KEMENTERIAN/ FASILITAS UMUM,
NO
LEMBAGA DAYA TARIK PRASARANA PEMBERDAYAAN INVESTASI
PERWILAYAHAN AKSESIBILITAS
WISATA UMUM, FASILITAS MASYARAKAT PARIWISATA
PARIWISATA

1 KEMENPAREKRAF X X X X X X

2 KEMENPUPR X X

3 KEMEN HUB X

4 KEMENLHK X

5 KEMEN KKP X

6 KEMEN ESDM X

7 KEMENKEU X

8 BKPM X
89
Matrik Review Implementasi Indikasi Program oleh K/L terkait

PEMBANGUNAN PEMASARAN
KEMENTERIAN/
NO PENGEMBANGAN
LEMBAGA PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN CITRA PENGEMBANGAN
KEMITRAAN
PASAR WISATAWAN PARIWISATA PROMOSI PARIWISATA
PEMASARAN

1 KEMENPAREKRAF X X X X

2 KEMENLU X

3 KEMENDIKBUD X

4 KEMENPERIND X

5 KEMENKOMINFO X

area yang masih belum optimal penjabaran dan dukungan programnya

90
Matrik Review Implementasi Indikasi Program oleh K/L terkait

PEMBANGUNAN INDUSTRI PARIWISATA


KEMENTERIAN/
NO STRUKTUR DAYA SAING
LEMBAGA KEMITRAAN USAHA KREDIBILITAS TANGGUNG JAWAB
INDUSTRI PRODUK USAHA
PARIWISATA BISNIS LINGKUNGAN
PARIWISATA PARIWISATA

1 KEMENPAREKRAF X X X X X

2 KEMEN BUMN X

3 KEMENPERIN X

4 KEMEN LHK X

5 KEMENKES X

6 KEMEN UMKM X

7 KEMENHUB X

8. BNSP X

91
HASIL IDENTIFIKASI
Matrik Review Implementasi Indikasi Program oleh K/L terkait

PEMBANGUNAN KELEMBAGAAN PARIWISATA


NO KEMENTERIAN/ LEMBAGA
ORGANISASI PENELITIAN DAN
SUMBER DAYA MANUSIA
KEPARIWISATAAN PENGEMBANGAN

1 KEMENPAREKRAF X X X

2 KEMENAKER X

3 KEMENDIKBUD X

4 KEMENPAN X

5 KEMENKOMINFO X

6 BNSP X

7 KEMENKUMHAM X

8 KEMENPERIN X

9 KEMENDAGRI

10 KEMENKEU X
92
2. ISU PERWILAYAHAN: penambahan KSPN

93
3. ISU DAYA TARIK WISATA:

(a) Identifikasi tema yang spesifik (unique selling point) untuk masing-masing
KSPN,
(b) Aspek. mitigasi terhadap bencana alam dan non alam dalam
pengembangan destinasi / daya tarik pariwisata → langkah mitigasi??
(c) Kebijakan dan program yang memperkuat implementasi pengelolaan
berkelanjutan dalam pengembangan destinasi pariwisata (daya dukung dan
daya tampung) untuk mengantisipasi overtourism dan unplanned tourism.

94
4. ISU AKSESIBILITAS:
a. Pengembangan Konektivitas antar KSPN masih perlu dijabarkan secara
lebih eksplisit dalam dokumen perencanaan.

b. Pengembangan direct connection menjadi rekomendasi penting yang


akan mempercepat akselerasi penciptaan pasar baru, volume kunjungan
wisatawan dan dampak ekonomi pariwisata bagi daerah.

95
5. ISU INVESTASI:
a) Pengembangan regulasi, guidelines dan tools bagi daerah/ destinasi prioritas
dalam mempromosikan peluang investasi pariwisata di daerahnya kepada
investor.
b) Kesiapan daerah agar memenuhi readiness criteria dari aspek lahan dan
regulasi terkait dalam mendorong percepatan pengembangan investasi
dalam pembangunan pariwisata

96
6. ISU PEMBERDAYAAN MASYARAKAT:
a) Kebijakan dan program pengembangan Inclusive Tourism / Community based
Tourism/ Village Tourism untuk memberikan ruang yang lebih luas dalam
pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata

b) Kebijakan dan program terkait dengan standarisasi dan sertifikasi desa wisata
berkelanjutan (mempertimbangkan indikator strategis : melestarikan budaya, lingkungan,
keseimbangan ekonomi dan lingkungan)

c) Kebijakan dan program terkait dengan mekanisme komunikasi dan koordinasi


dalam pengembangan produk wisata berbasis komunitas, kelompok sadar
wisata (al : foum komunikasi desa wisata tingkat kabupaten, jejaring pokdarwis tingkat
kabupaten dan provinsi)

97
7. ISU PEMASARAN:
a) Penjabaran LINGKUP PEMASARAN dan indikasi program yang lebih diperluas
dengan perkembangan konsep dan teknik permasaran yang berkembang pesat
dalam 5 tahun terakhir ini.

b) PENGEMBANGAN CITRA, melalui penguatan branding, konten untuk pencitraan,


peran Key Opinion Leader (KOL), serta pencitraan dalam kondisi krisis.

c) PENGEMBANGAN PASAR; Perlu penguatan riset pasar dan intelijen pasar


(market inteligent) untuk pengembangan pasar wisatawan minat khusus,
maupun untuk pengembangan pasar baru, diantaranya segmen Milenial dan
Generasi Z.

98
7. ISU PEMASARAN:
d) PENGEMBANGAN PROMOSI; Dalam penyelenggaraan promosi, penggunaan digital
marketing (on line) perlu mendapatkan perhatian khusus, selain pengembangan
promosi secara off line (konvensional)

e) Pengembangan KEMITRAAN PEMASARAN; melalui penguatan kemitraan dengan


pelaku industri pariwisata (co-branding), kemitraan pusat-daerah, kemitraan
dengan komunitas, akademisi, media, dan kemitraan dalam forum internasional.

f) KETERPADUAN PROGRAM PEMASARAN dan rencana aksi dari asosiasi-asosiasi


industri pariwisata (integrated marketing).

99
8. ISU INDUSTRI PARIWISATA:
a) Kebijakan dan program yang mengantisipasi penerapan TRANSFORMASI
DIGITAL dalam pengembangan industri pariwisata
b) Kebijakan dan program yang terkait dengan peningkatan kapasitas dan daya
saing pelaku industri pariwisata melalui standarisasi dan sertifikasi
mengantisipasi perkembangan lansekap pariwisata global ke depan dan
perubahan paradigma menuju QUALITY TOURISM.

c) Pengembangan BIG DATA ANALYSIS untuk mendukung pengembangan


industri pariwisata

100
9. ISU ORGANISASI & REGULASI:
a) Mekanisme Koordinasi – Integrasi – Sinergi Lintas Kementerian/ Lembaga
dalam meningkatkan akselerasi pembangunan kepariwisataan nasional maupun
khususnya pengembangan destinasi prioritas (DPN/ DSPN) pemanfaatan sumber
daya pariwisata (alam, budaya, khusus) untuk mendukung pengembangan
pariwisata

b) Mekanisme pengelolaan KSPN, untuk menjalankan fungsi koordinator dalam


pembangunan dan pengelolaan KSPN

c) Kebijakan dan program untuk mengoptimalkan peran dan partisipasi segenap unsur
pelaku/ pemangku kepentingan pariwisata (pentahelix)

101
10. ISU SDM:
a) Kebijakan dan program pengembangan SDM Pariwisata terkait dengan
standar kompetensi SDM Pariwisata untuk meningkatkan daya saing
SDM Pariwisata Indonesia (SKKNI)

b) Kurikulum yang dinamis dalam pendidikan kepariwisataan yang mampu


adaptif dengan perkembangan kepariwisataan yang sangat dinamis dari waktu
ke waktu.

c) Pengembangan pelatihan berjenjang diperlukan untuk meningkatkan


kapasitas SDM pelaku industri pariwisata di daerah/ destinasi, khususnya bagi
pelaku pariwisata di lingkup komunitas (misalnya : SDM Pengelola Desa
Wisata).

102
3

TOURISM

POLICY ANALYSIS
(contoh) KEBIJAKAN KEPARIWISATAAN
DI MASA PANDEMI COVID 19

104
conservation for brightened future
KEBIJAKAN KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF
1. POLA DIGITAL NOMAD TOURISM – Adaptive Tourism (Work from Bali ) → perlu dukungan
internet, infrastruktur, event, maupun suasana kerja kondusif
2. Dana Hibah Pariwisata dan Bantuan Insentif Pemerintah (BIP) – Rp. 3,7 T → UMKM

3. Regional/International Sport Events (ITS-Indonesia Triathlon Series, Belitung Triathlon 2021


dan Kendari Triathlon, FIBA Asia Cup di bulan Agustus dan World Super Bike di bulan
November)
4. Environmentally friendly tourism – untuk mengurangi sampah plastic dan Styrofoam
5. Penguatan kerjasama bilateral dg Qatar: rencana membuka Travel Corridor Arrangement
(TCA) Bali (direct flight), peluang investasi dan promosi pariwisata
6. Penguatan Desa Wisata – mendorong pengembangan parekraf
7. dll
106
ASSIGNMENT 1
• Identifikasi kebijakan K/L yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung
terhadap pengembangan industri kepariwisataan
• Lakukan analisis sederhana terhadap beberapa hal:
1. Isu kebijakan atau problem umum apa yang ingin di-address atau diselesaikan
oleh kebijakan tersebut?
2. Apakah untuk implementasi kebijakan tersebut memerlukan kondisi pemungkin
(enablers)?
3. Apa yang kemungkinan akan menjadi kendala dalam implementasi dan Langkah
antisipasi/mitigasi apa yang perlu dilakukan?
4. Intended outcome apa yang diharapkan dan kemungkinan terjadinya unintended
outcome?
5. Jika ada dampak (negative) yang kemungkinan terjadi, berikan ulasan.

107
108
109
STOP PRESS
PUSTAKA
1. Nugroho, Riant. 2007. Analisis Kebijakan. PT Elex media Komputindo – Kompas Gramedia, Jakarta.
2. Nugroho, Riant. 2017. Public Policy: Dinamika Kebijakan Publik, Analisis Kebijakan Publik, Manajemen Politik Kebijakan
Publik, Etika Kebijakan Publik dan Kimia Kebijakan Publik (Edisi 6). PT Elex media Komputindo – Kompas Gramedia,
Jakarta.
3. Fischer, F., G.J. Miller, M. S. Sidney., 2017. Handbook Analisis Kebijakan Publik: Teori, Politik dan Metode. Penerbit
Nusa Media Bandung (Terjemahan).

4. Parsons, Wayne. 2001. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Kencana Prenada Media Group,
Jakarta. (Terjemahan)
5. Abidin Said Zainal, 2002. Kebijakan Publik. Yayasan Pancur Siwah, Jakarta

6. Dunn, William N., 1999. Pengantar Analisis Kebijakan Publik (edisi kedua). Gdjah Mada University Press, Yogyakarta
(Terjemahan)

7. Kartodihardjo, Hariadi. 2017. Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam: Diskursus – Politik – Aktor – Jaringan,
Kerjasama: Sajogyo Institute – Yayasan Auriga _ Rimbawan Muda Indonesia – Pusat Pengkajian Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah (P4W IPB) – Pusat Studi Agraria (PSA IPB) – Firdauss Pressindo, Bogor
8. Fennell DA, Dowling RK (edt)(2003), Ecotourism Policy and Planning: Stakeholders, Management and Governance.
Cambridge:CABI.
9. Bushell, Robyn and Paul Eagles (edts) (2007), Tourism and Protected Areas: Benefits Beyond Boundaries. The Vth IUCN
World Parks Congress. London CABI

10. Dll.
ASSIGNMENT 2 (UAS)
• Rekaman video pendek durasi sekitar 5 menit (maksimum 10 menit) tentang pentingnya
pengembangan tourism support system dalam mewujudkan sustainable tourism di Indonesia.
• Isu2 yang dicakup dalam video berformat pidato atau penyuluhan terhadap pelaku wisata meliputi:
1. Pentingnya penataan objek dan dayatarik wisata sesuai dengan preferensi pengunjung yang
dinamis
2. Kenapa dalam pengembangan kepariwisataan perlu melakukan analisis terhadap
stakeholders.
3. Isu kebijakan kepariwisataan atau apa yang ingin di-address atau diselesaikan saat ini dan ke
depan?
4. Apakah untuk implementasi sustainable tourism development memerlukan kondisi
pemungkin (enablers)?
5. Bagaimana langkah mitigasi dalam pengembangan wisata secara umum?
• Rekaman video dilakukan secara bebas dapat berupa: pidato, ceramah/penyuluhan, diskusi,
wawancana, drama/dialog, atau lainnya.
• Tugas dikumpulkan sepekan setelah jadwal ujian akhir semestes.

112
Thank you!
. RINEKSO SOEKMADI
Departemen KSHE, FAHUTAN IPB University
r.soekmadi@apps.ipb.ac.id
08128410878

Anda mungkin juga menyukai