Anda di halaman 1dari 101

KEBIJAKAN PUBLIK

PELATIHAN AUDITOR MUDA


distance learning for APIP
2 Agustus 2021

M o h a m a d S y a f r u d i n B u s t o m i , S E , A k . C A , M S E , M A , A A P , Q I A , C S E P
P u s d i k l a t P e n g a w a s a n B P K P
2

REFLEKSI ....
3
4
5
6
7
8
9

APA YANG SALAH?


10

Source: Public Policy,


Riant Nugroho
PENGUATAN NEGARA
11

Deepening Excellence Excellence


Democracy Public Policy Nation

Source: Public Policy,


Riant Nugroho
12

KELEMBAGAAN SEKTOR PUBLIK


Karakteristik
13
SEKTOR PUBLIK
10 ciri penting sektor publik:

1. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas


yang lebih mendua (ambiguous).
2. Sektor publik menghadapi lebih banyak problem dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusannya.
3. Sektor publik memanfaatkan lebih banyak orang yang
memiliki motivasi yang sangat beragam.
4. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha
mempertahankan peluang dan kapasitas.
5. Sektor publik lebih memperhatikan kompensasi atas
kegagalan pasar.
Karakteristik
SEKTOR PUBLIK...
14

6. Sektor publik melakukan aktivitas yang lebih banyak


mengandung signifikansi simbolik.
7. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar
komitmen dan legalitas.
8. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar
untuk merespon isu-isu keadilan kejujuran (fairness).
9. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan
publik.
10. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan
publik minimal di atas level yang dibutuhkan dalam
industri swasta.
Non Profit Organization
Ciri-ciri sektor nonprofit:
 Tidak mengejar keuntungan.
 Cenderung menjadi organisasi
pelayanan.
Swasta

Profit  Ada batasan yang lebih besar dalam


tujuan dan strategi yang mereka susun.
 Lebih tergantung kepada klien untuk
mendapatkan sumber daya finansialnya.
 Lebih didominasi oleh kelompok
profesional.
 Akuntabilitasnya berbeda dengan
akuntabilitas organisasi privat/organisasi
Publik

profit.
Non  Manajemen puncak tidak punya
Profit tanggung jawab yang sama atau
imbalan finansial yang sama.
 Organisasi sektor publik
bertanggungjawab kepada elektorat
dan proses politik.
15
 Tradisi kontrol manajemennya kurang.
Perubahan Mendasar
16

❑ Akan tetapi, perbedaan antara publik dengan


privat dan organisasi profit dengan nonprofit kini
tengah mengalami perubahan mendasar.
❑ Hal ini berkaitan dengan perubahan yang
dilakukan di dalam sektor publik/nonprofit dalam
rangka membuat sektor ini lebih mirip dengan
sektor privat/profit.
❑ Namun demikian, posisi sektor publik lebih rumit
dan dalam banyak kasus sangat berbeda.
Revolusi Manajemen Sektor Publik
17

Konsep dan sistem administrasi publik yang kaku,


struktural/hirarkis, dan birokratis ditinggalkan

Konsep manajemen publik yang fleksibel dan


berorientasi kepada pasar.
Birokrasi pemerintah dibuat seefisien dan seefektif
mungkin sehingga dapat bergerak fleksibel dalam
mengikuti tuntutan masyarakat dan perubahan
lingkungan (New Public Management)
NEW PUBLIC MANAGEMENT

PUBLIC SECTOR PRIVATE SECTOR

18
1. Fokus pd
pemberian 2. Pemberdayaan 3. Kompetisi
arahan masyarakat layanan publik
(katalis)
19

4. Organisasi
6. Orientasi digerakkan oleh
pelanggan 5. Orientasi hasil misi
(strategic mgt)

7. Ciptakan 9. Desentralisasi
pendapatan 8. Antisipatif (partisipasi & tim
kerja)

10. Orientasi
mekanisme pasar
Kebijakan Publik
20

 Kebijakan:
KBBI
1 kepandaian; kemahiran; kebijaksanaan; 2 rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan
sebagainya); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan

James Anderson
Arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor
atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan.

 Publik:
KBBI: orang banyak (umum); semua orang yang datang
(menonton, mengunjungi, dan sebagainya)
Beberapa
21
Pengertian Kebijakan Publik ... (1)
“Public Policy is strategic use of resources to alleviate
national problems or governmental concerns”
-Chandler & Plano

kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis


terhadap sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah publik atau pemerintah.
22

Regulatory

4 Bentuk
Kebijakan Constituent Kebijakan Redistributive
Publik
Publik

Distributive
Chandler & Plano
 Regulatory
Kebijakan yg mengatur tentang pembatasan/ pelarangan
terhadap perbuatan/tindakan
23
(kebijakan kepemilikan dan penggunaan senjata api)
 Distributive

Kebijakan yg mengatur ttg pemberian pelayanan/keuntungan


kpd individu, kelompok, atau perusahaan
(tax holiday)
 Redistributive

Kebijakan yg mengatur pemindahan alokasi kekayaan,


kepemilikan, atau hak
(pembebasan tanah utk kepentingan umum)
 Constituent

Kebijakan yang terkait dengan pembentukan struktur


pemerintahan, pembentukan aturan atau prosedur utk
pelaksanaan pemerintahan, pembagian yuridiksi.
Beberapa
24
Pengertian Kebijakan Publik (2)
1. Kebijakan publik adalah “apapun yang dipilih pemerintah
untuk dilakukan atau tidak dilakukan”.
Thomas R Dye (1981)

2. Kebijakan publik adalah rangkaian pilihan-pilihan yang


saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat
pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas
pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi,
kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat,
kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.
William N Dunn (1994)
Pengertian Kebijakan Publik (3)
25

3. Kebijakan publik dengan sederhana dan menyebut “is


whatever government dicides to do or not to do”.
Shiftz & Russel (1997)

4. Kebijakan publik adalah kewenangan pemerintah dalam


pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam
perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan
untuk menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang
akan dijadikan acuan perumusan kebijakan agar tercipta
hubungan sosial yang harmonis.
Chaizi Nasucha (2004)
Pengertian Kebijakan Publik (4)
26

5. Kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang


diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan
terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka
mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu
sasaran atau maksud tertentu.
Carl Friedrich
Pengertian Kebijakan Publik (5)
27

6. “…….a purposive course of action followed by an


actor or set of actors in dealing with a problem or
matter concern.”

(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan


tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang
pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan
suatu masalah)
James, A. Anderson
Pengertian Kebijakan Publik (6)
28

❑ Kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai


dan praktik-praktik sosial yang ada dalam
masyarakat. (Harold Laswell dan Abraham Kaplan)

❑ Kebijakan publik harus dilihat sebagai suatu proses


dan melihat proses tersebut dalam suatu model
sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar
aktor dan interaksi yang terjadi di dalamnya.
(Randall B. Ripley)
Pendekatan KP
(John Erik Lane)
29

Pendekatan Demografik
Model Inkremental
Model Rasional
Model Garbage Can
Model Collective Choice
Pendekatan KP
30

1. Pendekatan demografik yang melihat adanya pengaruh


lingkungan terhadap proses kebijakan.
2. Model inkremental yang melihat formulasi kebijakan
sebagai kombinasi variabel internal dan eksternal
dengan tekanan pada perubahan gradual dari kondisi
status quo.
3. Model rasional.
4. Model garbage can
5. Model collective choice aksentuasinya lebih diberikan
pada proses atau mekanisme perumusan kebijakan.
(mencakup 2 dan 3)
Karakteristik KP
(John Erik Lane (1995) dalam Lele (1999)
31

❑ Selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan suatu


tindakan yang berorientasi tujuan.
❑ Berisi tindakan-tindakan atau pola tindakan pejabat
pemerintah.
❑ Merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah.
❑ Bersifat positif dalam arti suatu tindakan hanya dilakukan
dan negatif dalam arti keputusan itu bermaksud untuk
tidak melakukan sesuatu.
❑ Kebijakan itu didasarkan pada peraturan atau
perundang-undangan yang bersifat memaksa.
JENIS-JENIS KP
32

1. Substantive and Procedural Policies


2. Distributive, Redistributive, and
Regulatory Policies
3. Material Policy
4. Public Goods and Private Goods
Policies
AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK
(kondisi Indonesia)
33

1. Lembaga Kepresidenan
2. Dewan Perwakilan Rakyat
3. Birokrat
4. Lembaga Yudikatif
5. Partai Politik
6. Kelompok-kelompok kepentingan
7. Media Massa
8. Kelompok intelektual dan nonkampus
Peta Stakeholders
34

present but needing particular conditions


to become active, obvious,
or completely developed
POTENTIAL

having little or no interest or concern


Peta Stakeholders
35
Strategi mempengaruhi Stakeholders
36
37

ThE KeY iS
COMMUNICATION
38

KOMUNIKASI DALAM TIM


39
Elit Kebijakan
40

❑ Para aktor yang terlibat “penting”


dalam proses kebijakan disebut pula
sebagai elit kebijakan.
❑ Istilah elit menunjuk pada pengaruh

yang kuat dalam proses kebijakan.


STRUKTUR KEKUASAAN
Kelompok
41 Pembuat Jabatan-Jabatan
Keputusan Resmi Utama
Kaum Penasehat pembuat keputusan baik opini dan menetapkan
sanksi, birokrat tingkat tinggi, great landlord, industrialis,
Berpengaruh bankir, dan lain-lain aktor yang pengaruhnya implisit kuat

Aktivis Anggota partai politik, birokrat tingkat menengah, editor


surat kabar

Publik peminat Orang-orang yang sangat tertarik dengan kehidupan politik


tetapi tidak masuk medan politik
politik
Kaum pemilih Voters: pengaruhnya ketika pemilu

Non-partisipan Sekedar obyek politik, bukan aktor politik


42

TATA KELOLA
SEKTOR PUBLIK
43
TATA KELOLA SEKTOR PUBLIK

A. KONSEP TATA KELOLA


(GOVERNANCE) SEKTOR PUBLIK

B. PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA


SEKTOR PUBLIK
44

PROSES KEBIJAKAN
PUBLIK
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK &
IMPLEMENTASI FORMULASI KP DI INDONESIA
45

A. PROSES KEBIJAKAN PUBLIK

B. IMPLEMENTASI FORMULASI KP DI
INDONESIA
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK
46

1. AGENDA SETTING (PENYUSUNAN


AGENDA)
2. FORMULASI (PERUMUSAN) KEBIJAKAN
3. ADOPSI/ LEGITIMASI KEBIJAKAN
4. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
5. PENILAIAN/EVALUASI KEBIJAKAN
PROSES KEBIJAKAN PUBLIK
47

AGENDA
SETTING

EVALUASI FORMULASI
KEBIJAKAN KEBIJAKAN

SUATU SIKLUS ...

ADOPSI/
IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN LEGITIMASI
KEBIJAKAN
PROSES 1: AGENDA SETTING
48
(PENYUSUNAN AGENDA)

Masalah Isu Agenda


Kebijakan Kebijakan
ISU KEBIJAKAN
49

 Mengandung ketidaksepakatan
mengenai arah tindakan aktual dan
potensial
 Mencerminkan pertentangan pandangan
mengenai masalah itu sendiri.
 Merupakan hasil dari perdebatan
tentang definisi, eksplanasi dan
evaluasi masalah.
ISU KEBIJAKAN
50

Ketidaksepakatan
Arah tindakan:
- Aktual
- Potensial

Pandangan: Masalah A

- Sudut Pandang X - Definisi


- Sudut Pandang Y - Eksplanasi
- Evaluasi
Pertentangan Hasil Perdebatan
PROSES 2: TAHAP FORMULASI (PERUMUSAN)
KEBIJAKAN PUBLIK
51

Perumusan masalah (defining problem)

Agenda kebijakan

Pemilihan alternatif kebijakan

Penetapan kebijakan
PROSES 3: ADOPSI/ LEGITIMASI
52
KEBIJAKAN
❑ Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh
para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari
alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga
atau keputusan peradilan.
❑ Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada
proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam
suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga
negara akan mengikuti arahan pemerintah.
❑ Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol
tertentu, dimana melalui proses ini, orang belajar untuk
mendukung pemerintah.
ADOPSI/ LEGITIMASI KEBIJAKAN
53

B A
Alternatif kebijakan
C
Adopsi kebijakan Dukungan:
- Mayoritas legislatif
A - Konsensus antara
pimpinan lembaga
- Keputusan peradilan

Dukungan warga negara


kepada Pemerintah
PROSES 4: IMPLEMENTASI
54
KEBIJAKAN
❑ Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan
saling bersaing.
❑ Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para
pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin
akan ditentang oleh para pelaksana.
❑ Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam
proses kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang
diinginkan.
❑ Melibatkan berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik
untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
55

❑ Merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat


dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output)
maupun sebagai suatu dampak (outcome).
❑ Proses implementasi akan berbeda-beda tergantung pada
sifat kebijakan yang dilaksanakan.
❑ Macam-macam keputusan yang berbeda akan menunjukkan
karakteristik, struktur-struktur dan hubungan-hubungan
antara faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
kebijakan publik sehingga proses implementasi juga akan
mengalami perbedaan.
KARAKTERISTIK KEBIJAKAN
(menurut Van Meter dan Van Horn)
56

1. Jumlah perubahan yang terjadi

2. Sejauh mana konsensus menyangkut tujuan antara


para participants dalam proses implementasi
berlangsung.
57

▪ Unsur perubahan merupakan karakteristik yang paling penting


setidaknya dalam dua hal.
Pertama, implementasi akan dipengaruhi oleh sejauh mana
kebijakan menyimpang dari kebijakan-kebijakan sebelumnya. Untuk
hal ini, perubahan-perubahan inkremental lebih cenderung
menimbulkan tanggapan positif dari pada perubahan-perubahan
drastis (rasional).
Kedua, proses implementasi akan dipengaruhi oleh jumlah
perubahan organisasi yang diperlukan.
Ada yang menyarankan bahwa implementasi yag efektif akan
sangat mungkin terjadi jika lembaga pelaksana tidak diharuskan
melakukan reorganisasi secara drastis.
58

▪ Sejumlah alat atau cara digunakan oleh para implementator


agar undang-undang publik bisa diimplementasikan sesuai
dengan kehendak kongres dan/atau birokrasi.
▪ Belakangan ini terjadi perdebatan yang memfokuskan pada
dua pendekatan:
(1) pendekatan perintah dan pengawasan, dan
(2) pendekatan insentif ekonomi atau pasar.
59

▪ Pendekatan perintah dan pengawasan meliputi


penggunaan mekanisme-mekanisme yang sedikit
koersif, seperti pembentukan standar atau aturan
baku, inspeksi, dan pengenaan sanksi terhadap para
pelanggar.
▪ Pendekatan insentif ekonomi mencakup penggunaan
kredit pajak, subsidi, atau ganjaran lain atau pinalti
untuk mendorong kepentingan-kepentingan swasta
supaya mematuhi aturan.
60
Pendekatan Perintah &
Pengawasan

Pendekatan Insentif
Ekonomi
PENDEKATAN IMPLEMENTASI
PARA PENENTANG KEDUA PENDEKATAN
61

▪ Para penentang pendekatan perintah dan pengawasan berpendapat


bahwa pendekatan itu mendikte perilaku, tidak mendorong inisiatif swasta
dan inovasi dalam meraih tujuan-tujuan kebijakan, dan memboroskan atau
menyalahgunakan sumber-sumber masyarakat.

▪ Di lain sisi, sistem insentif dipandang membiarkan individu-individu


membuat keputusan mereka sendiri, sehingga memperbesar kebebasan
dan voluntarisme, dan meraih tujuan-tujuan yang diinginkan dengan biaya
yang sangat rendah yang ditanggung oleh masyarakat.

▪ Singkatnya, apapun pendekatan yang digunakan pada akhirnya


tergantung pada keyakinan baik antara berbagai aktor yang terlibat
dalam implementasi. Tidak ada pola untuk kepatuhan bisa berjalan, jika
tidak sepakat mengenai tujuan-tujuan implementasi.
PROSES 5: PENILAIAN/EVALUASI KEBIJAKAN
62

Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan


sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau
penilaian kebijakan yang mencakup
▪ Substansi,

▪ implementasi dan

▪ Dampak.
63

Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat


dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda.
▪ Tugas pertama, adalah untuk menentukan

konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan


oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan
dampaknya.
▪ Tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau

kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan


standard atau kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Tugas Pertama
64

▪ Tugas pertama ini merujuk pada usaha untuk melihat


apakah program kebijakan publik mencapai tujuan
atau dampak yang diinginkan ataukah tidak.
▪ Bila tidak, faktor-faktor apa yang menjadi
penyebabnya? Misalnya apakah karena terjadi
kesalahan dalam merumuskan masalah ataukah
karena faktor-faktor yang lain?
Tugas Kedua
65

❑ Tugas kedua dalam evaluasi kebijakan ini pada dasarnya


berkait erat dengan tugas yang pertama
❑ Setelah kita mengetahui konsekuensi-konsekuensi kebijakan
melalui penggambaran dampak kebijakan publik, maka kita
dapat mengetahui:
▪ Apakah program kebijakan yang dijalankan sesuai atau
tidak dengan dampak yang diinginkan.
▪ Apakah program yang dijalankan berhasil ataukah
gagal?
❑ Dengan demikian, tugas kedua dalam evaluasi kebijakan
adalah menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau tidak
dalam meraih dampak yang diinginkan.
Kegiatan dalam Evaluasi Kebijakan
66
❑ Spesifikasi (specification) meliputi identifikasi tujuan
atau kriteria melalui mana program kebijakan
tersebut akan dievaluasi → kegiatan paling penting
❑ Pengukuran (measurement) menyangkut aktivitas
pengumpulan informasi yang relevan untuk obyek
evaluasi.
❑ Analisis adalah penggunaan informasi yang telah
terkumpul dalam rangka menyusun kesimpulan.
❑ Rekomendasi adalah penentuan mengenai apa yang
harus dilakukan di masa yang akan datang.
TIPE EVALUASI KEBIJAKAN
(Menurut James Anderson)
67
❑ Tipe pertama, evaluasi kebijakan dipahami sebagai
kegiatan fungsional, maka evaluasi kebijakan dipandang
sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan
itu sendiri.
❑ Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan
diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program
tertentu.
❑ Tipe ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sistematis.
Evaluasi sistematis melihat secara obyektif program-
program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur
dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana
tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai.
Pertanyaan Dasar - Tipe kedua
68

✓ Apakah program dilaksanakan dengan semestinya?


✓ Berapa biayanya?
✓ Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau
pelayanan), dan berapa jumlahnya?
✓ Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan
program-program lain?
✓ Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur-
prosedur secara sah diikuti?
Tipe Kedua
69

❑ Evaluasi tipe kedua lebih lebih membicarakan


sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam
melaksanakan program.
❑ Namun demikian, evaluasi dengan menggunakan
tipe seperti ini mempunyai kelemahan, yakni
kecenderungannya untuk menghasilkan informasi
yang sedikit mengenai dampak suatu program
terhadap masyarakat.
Pertanyaan – Tipe Ketiga
70

✓ Apakah kebijakan yang dijalankan mencapai tujuan


sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya?
✓ Berapa biaya yang dikeluarkan serta keuntungan apa
yang yang didapat?
✓ Siapa yang menerima keuntungan dari program
kebijakan yang telah dijalankan?
Tipe Ketiga
71

❑ Evaluasi sistematis memberi suatu pemikiran tentang


dampak dari kebijakan dan merekomendasikan
perubahan-perubahan kebijakan dengan
mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada
para pembentuk kebijakan dan masyarakat umum.
❑ Penemuan-penemuan kebijakan dapat digunakan
untuk mengubah kebijakan-kebijakan dan program-
program sekarang dan membantu dalam
merencanakan kebijakan-kebijakan dan program-
program lain di masa depan.
Beberapa Tujuan Buruk Evaluasi
(Carol Weiss)
72

Suatu evaluasi tidak selamanya digunakan untuk hal-hal


yang baik. Evaluasi bisa juga dilakukan untuk tujuan-
tujuan buruk.
Para pembuat keputusan program melakukan evaluasi:
o Untuk menunda keputusan;

o Untuk membenarkan dan mengesahkan keputusan-


keputusan yang sudah dibuat;
o untuk membebaskan diri dari kontroversi tentang
tujuan-tujuan masa depan dengan mengelakkan
tanggung jawab;
Beberapa Tujuan Buruk - Continue
(Carol Weiss)
73

o Mempertahankan program dalam pandangan


pemilihnya, pemberi dana, atau masyarakat; serta
o Untuk memenuhi syarat-syarat pemerintah atau
yayasan dengan ritual evaluasi.
o Selain itu, evaluasi dapat digunakan untuk meraih
tujuan-tujuan politik tertentu, misalnya evaluasi yang
dilakukan oleh partai oposisi dalam suatu
pemerintahan biasanya seringkali digunakan untuk
menjatuhkan partai yang berkuasa.
Motivasi Evaluator
74

Terdapat dua bentuk motivasi seorang evaluator


dalam melakukan evaluasi, yakni:
❑ Melayani kepentingan publik → digunakan untuk
tujuan-tujuan baik, yakni dalam rangka membenahi
kualitas kebijakan publik.
❑ Mengedepankan kepentingan pribadi →
digunakan untuk hal-hal yang kurang baik.
LANGKAH-LANGKAH EVALUASI
KEBIJAKAN
75 (SUCHMAN)
Enam langkah evaluasi kebijakan, yakni:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan
akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyebab
yang lain
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu
dampak
SUCHMAN
76

LANGKAH-LANGKAH PERTANYAAN OPERASIONAL


EVALUASI KEBIJAKAN RISET OPERASI
Mengidentifikasi tujuan program yang Apakah yang menjadi isi dari tujuan
akan dievaluasi program?
Analisis terhadap masalah Siapa yang menjadi target program?
Deskripsi dan standardisasi kegiatan kapan perubahan yang diharapkan
terjadi?
Pengukuran terhadap tingkatan Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau
perubahan yang terjadi banyak (unitary or multiple)?
Menentukan apakah perubahan yang Apakah dampak yang diharapkan besar?
diamati merupakan akibat dari kegiatan
tersebut atau karena penyebab yang lain
Beberapa indikator untuk menentukan Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut
keberadaan suatu dampak dicapai?
77

▪ Menurut Suchman, dari keseluruhan tahap yang telah


dicantumkan di atas, mendefinisikan masalah
merupakan tahap yang paling penting dalam
evaluasi kebijakan.
▪ Hanya setelah masalah-masalah dapat didefinisikan
dengan jelas, maka tujuan-tujuan dapat disusun
dengan jelas pula.
▪ Kegagalan dalam mendefinisikan masalah akan
berakibat pada kegagalan dalam memutuskan
tujuan-tujuan.
78

Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator dalam
melakukan evaluasi kebijakan publik. Ketiga hal tersebut adalah:
 Pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan keluaran-keluaran
kebijakan, seperti misalnya pekerjaan, uang, materi yang diproduksi, dan
pelayanan yang disediakan.
 Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan
dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, seperti misalnya usaha
untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau mengurangi kriminalitas.
 Ketiga, evaluasi kebijakan barangkali menyangkut konsekuensi-
konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy feedback, termasuk di
dalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah atau
pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa
pembuat keputusan.
79

▪ Keluaran ini merupakan hasil yang nyata dari adanya


kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi
seorang evaluator.
▪ Kategori yang lain menyangkut dampak yang dihasilkan oleh
kebijakan publik terhadap kelompok-kelompok yang telah
ditargetkan, atau keadaan yang ingin dihasilkan dari
kebijakan publik.
▪ Pada saat seorang evaluator menganalisis konsekuensi-
konsekuensi yang dihasilkan tersebut, maka seorang evaluator
harus menjelaskan bagaimana kebijakan ditampilkan dalam
hubungannya dengan yang dituju.
DAMPAK KEBIJAKAN
80

 Pertama, dampak kebijakan pada masalah-masalah


publik dan orang-orang yang terlibat. → harus
dibatasi. Bila tidak dibatasi, maka analisisnya akan
menjadi semakin rumit.
 Kedua, kebijakan mungkin mempunyai dampak pada
keadaan-keadaan atau kelompok-kelompok di luar
sasaran atau tujuan kebijakan → eksternalitas atau
dampak yang melimpah (externalities or spillover
effects).
DAMPAK KEBIJAKAN
81
 Ketiga, kebijakan mungkin akan mempunyai dampak
pada keadaan-keadaan sekarang dan keadaan di
masa yang akan datang.
 Keempat, evaluasi juga menyangkut unsur yang lain,
yakni biaya langsung yang dikeluarkan untuk
membiayai program-program kebijakan publik.
✓ $ Yang dikeluarkan oleh pemerintah → mudah dihitung.
✓ $ Yang dikeluarkan pihak swasta → sulit dihitung
✓ Biaya immateriil → sulit dihitung
DAMPAK KEBIJAKAN
82

 Kelima, dimensi evaluasi kebijakan yang menyangkut


biaya-biaya tidak langsung yang ditanggung oleh
masyarakat atau beberapa anggota masyarakat →
tidak dapat dihitung karena sulitnya menentukan
ukuran-ukuran yang hendak dipakai.

Contoh:
Misalnya, bagaimana cara orang mengukur biaya
ketidakenakan, biaya dislokasi, dan biaya kekacauan
sosial yang berasal dari proyek pembaruan kota?
Masalah yang dihadapi dalam proses evaluasi
(Anderson)
83

1. Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan.


2. Kausalitas
3. Dampak kebijakan yang menyebar
4. Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh data
5. Resistensi pejabat
6. evaluasi mengurangi dampak
IMPLEMENTASI FORMULASI KP
DI INDONESIA
84

1. PROSES PEMBENTUKAN UU

2. PROSES PENYUSUNAN PERDA


Materi muatan yang harus diatur melalui UU
(Pasal 10 ayat (1) UU 12/2011)
85

✓ Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan UUD


Negara RI Tahun 1945;
✓ Perintah suatu UU untuk diatur dengan UU;
✓ Pengesahan perjanjian internasional tertentu;
✓ Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;
dan/atau
✓ Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
PROSES PEMBENTUKAN UU
(UU 12/2011, UU 27/2009 dan Tata Tertib DPR)
86

1. RUU dapat berasal dari DPR atau Presiden.


 RUU dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi,
gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR yang
khusus menangani bidang legislasi atau Dewan
Perwakilan Daerah (DPD).
 RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh
menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non-
kementerian sesuai dengan lingkup tugas dan
tanggung jawabnya.
PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
87

2. RUU tersebut kemudian disusun dalam Program


Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi
DPR untuk jangka waktu 5 tahun serta dibuat pula
dalam jangka waktu tahunan yang berisi RUU yang
telah diurutkan prioritas pembahasannya.
3. Setiap RUU yang diajukan harus dilengkapi dengan
Naskah Akademik → kecuali untuk
✓ RUU APBN,
✓ RUU penetapan Perpu menjadi UU, serta
✓ RUU pencabutan UU atau pencabutan Perpu.
PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
88

4. Pimpinan DPR memberitahukan adanya RUU dan


membagikan RUU kepada seluruh anggota DPR
dalam rapat paripurna.
5. DPR dalam rapat paripurna berikutnya memutuskan
RUU tersebut berupa persetujuan, persetujuan
dengan perubahan, atau penolakan.
6. Selanjutnya RUU ditindaklanjuti dengan dua tingkat
pembicaraan.
PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
89

a. Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi,


rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat
Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I dilakukan
dengan pengantar musyawarah, pembahasan daftar
inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat
mini fraksi.
b. Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat
paripurna.
PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
90

Dalam rapat paripurna berisi:


▪ penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat
mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil
Pembicaraan Tingkat I;
▪ pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-

tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta


oleh pimpinan rapat paripurna; dan
▪ pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh

menteri yang mewakilinya.


PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
91

7. Bila tidak tercapai kesepakatan melalui


musyawarah mufakat, keputusan diambil dengan
suara terbanyak.
8. RUU yang membahas tentang otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan wilayah;
pengelolaan sumber daya alam atau sumber daya
lainnya; dan perimbangan keuangan pusat dan
daerah, dilakukan dengan melibatkan DPD tetapi
hanya pada pembicaraan tingkat I saja.
PROSES PEMBENTUKAN UU
Lanjutan...
92

9. Dalam penyiapan dan pembahasan RUU, termasuk


pembahasan RUU tentang APBN, masyarakat
berhak memberikan masukan secara lisan
dan/atau tertulis kepada DPR melalui pimpinan DPR
dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya.
10. RUU yang telah mendapat persetujuan bersama
DPR dengan Presiden diserahkan kepada Presiden
untuk dibubuhkan tanda tangan, ditambahkan
kalimat pengesahan, serta diundangkan dalam
lembaran Negara Republik Indonesia
Presiden: Masukan lisan/tertulis dari
- Menteri masyarakat
- Pimpinan LPNK
DPR: - Musyawarah untuk mufakat - Persetujuan,
93
- Anggota DPR - Voting - Persetujuan dengan
- Gabungan komisi perubahan, atau
- Alat kelengkapan DPR - Penolakan
Prolegnas
Pengajuan Pembicaraan
(Badan Legislasi
RUU DPR)
tingkat I & II
- 5 tahunan
Dilengkapi dengan Melibatkan DPD
- tahunan
Naskah Akademik
PROSES PEMBENTUKAN UU
Persetujuan
UU Penandatangan-
an oleh Presiden bersama DPR
dan Presiden
- Ditambahkan kalimat pengesahan
- Diundangkan dalam Lembaran Negara RI
Pembahasan yang Melibatkan DPD
(Pembicaraan tingkat I)
94

▪ Otonomi daerah;
▪ Hubungan pusat dan daerah;
▪ Pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
wilayah;
▪ Pengelolaan sumber daya alam atau sumber daya
lainnya; dan
▪ Perimbangan keuangan pusat dan daerah
95
PROSES PENYUSUNAN PERDA
3 TAHAP PROSES PEMBENTUKAN PERDA
96

✓ Pengesahan oleh Bupati


Proses penyusunan ✓ Pengundangan oleh Sekda
dan perancangan di
lingkungan DPRD/
Pemda, terdiri dari Proses pengesahan
Penyusunan: dan pengundangan
- Naskah akademik
- Naskah rancangan
Perda.
Proses mendapatkan Pembahasan
persetujuan di DPRD

Proses penyiapan
rancangan Perda
97

KERENTANAN
KEBIJAKAN PUBLIK
KERENTANAN KEBIJAKAN PUBLIK
98

▪ VESTED ACTOR
▪ DOMINASI KELOMPOK TERTENTU
▪ KONDISI POLITIK DAN SOSIAL-EKONOMI
99

Any Question
S o FaR …
Simulasi/diskusi
100
“I have no idols. I admire work, dedication, and competence”
(Ayrton Senna)
101

“I hated every minute of training,


but I said ‘Don’t quit, suffer now
and live the rest of your life as a champion’.”
(Muhammad Ali)

Anda mungkin juga menyukai