Anda di halaman 1dari 10

RESUME PENGANTAR MANAJEMEN

“MOTIVASI”

NAMA KELOMPOK :
1. Ajeng Lutfiana 2261201100057
2. Dian Trisnawati 2261201100046
3. Inge Jane 2261201100029
4. Jentik 2160302100038
5. Widia Hariani 2261201100039
6. Yoel Surya 2261201100040
BAB 1 : PENGANTAR
A. ISTILAH MOTIVASI
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni movere, yang
berarti "menggerakkan" (to move). Motivasi memprediksi upaya. Upaya bersama-
sama dengan sifat-sifat individual dan bantuan keorganisasian memprediksi kinerja.
Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu orang yang melaksanakan upaya substansial
guna menunjang tujuan-tujuan produksi kesatuan kerjanya dan organisasi di mana ia
bekerja. Seseorang yang tidak termotivasi hanya memberikan upaya minimum dalam
hal bekerja. Konsep motivasi merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang
kinerja kerja individual. Dengan kata lain, motivasi merupakan sebuah determinan
penting bagi kinerja individual.
Dengan berlangsungnya waktu, penelitian menunjukkan bahwa ada sejumlah
variabel penting dan menarik yang digunakan orang untuk menerangkan perbedaan-
perbedaan dalam kinerja antara para pekerja. Sebagai contoh misalnya, dapat disebut
bahwa variabel-variabel seperti:
 Kemampuan
 Naluri (insting)
 Tingkat-tingkat aspirasi
 Faktor-faktor produksi seperti: Umur, Pendidikan, dan Latar belakang
keluarga, menerangkan mengapa karyawan tertentu menunjukkan
performa baik, sedangkan karyawan lain menunjukkan performa
dibawah standar.
Ada definisi yang menyatakan bahwa motivasi berhubungan dengan:
1. Pengarahan perilaku.
2. Kekuatan reaksi (maksudnya upaya kerja), setelah seorang karya. wan telah
memutuskan arah tindakan-tindakan tertentu.
3. Persistensi perilaku, atau berapa lama orang yang bersangkutan lanjutkan
pelaksanaan perilaku dengan cara tertentu.
Motivasi adalah: "Suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang
manusia, yang dapat dikem- bangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah
kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan
nonmoneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara
negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi dihadapi orang yang
bersangkutan.
B. KEBUTUHAN, KEINGINAN,DAN TUJUAN – TUJUAN
Individu bertindak karena adanya sejumlah kekuatan yang mendorong, yang
ada dalam diri mereka sendiri, dan diwakili oleh istilah-istilah seperti: Keinginan-
keinginan (wants), Kebutuhan-kebutuhan (needs). Perasaan takut (fears).
Masing-masing memiliki kebutuhan yang khas dan kepribadian unik untuk
bekerja sama menuju pencapaian sasaran-sasaran organisasi mereka. Pengarahan dan
persistensi kegiatan adalah penting dalam hal mempelajari perilaku orang-orang yang
berinteraksi dalam organisasi. organisasi. Kebutuhan-kebutuhan merupakan
"kekuatan-kekuatan yang meng- inisiasi dan mempertahankan perilaku" (the initiating
and sustaining forces of behavior. (Krech, dkk., 1962: 69).
Perilaku tidak hanya dideterminasi oleh keinginan-keinginan saja. Perlu
diingatkan bahwa: lingkungan, pengetahuan, persepsi (apa yang dianggap atau yang
dirasakan sebagai hal yang benar), norma-norma sosial, sikap-sikap, dan mekanisme-
mekanisme pertahanan, semuanya mempengaruhi perilaku. Keinginan untuk meraih
kekuasaan seringkali ditekan oleh norma - norma sosial yang mempengaruhi cara-cara
yang akseptabelt meraih kekuasaan.
Tujuan khusus yang dipilih oleh seorang individu tergantung pada empat
macam faktor sebagai berikut: (Hicks, 1972: 282)
1. Norma-norma kultural dan nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam pemikirannya
sewaktu ia tumbuh menjadi dewasa.
2. Kapasitas-kapasitas biologikal yang diwarisi olehnya-baik secara mental maupun
secara fisikal.
3. Pengalaman-pengalaman pribadinya dan pengaruh-pengaruh belajamya.
4. Mobilitas pada lingkungan fisikal dan sosialnya.
C. TEORI TENTANG MOTIVASI MANUSIA DARI A.H. MASLOW
1. Sejumlah Proposisi Maslow tentang Perilaku Manusia (Maslow, 1954) AH.
Maslow mengemukakan sejumlah proposisi penting tentang perilaku manusia
sebagai berikut:
 Manusia merupakan makhluk yang serba berkeinginan (man a wanting
being).
 Sebuah kebutuhan yang dipenubi, bukanlah sebuah motivator perilaku.
Hanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi memotivasi perilaku.
 Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan-suatu hierarki
menurut pentingnya masing-masing kebutuhan.
2. Kebutuban-kebutuhan Fisiologikal
Kebutuhan-kebutuhan fisiologikal memiliki sejumlah karakteristik sebagai
berikut:
1. Mereka relatif independen satu sama lainnya.
2. Dalam banyak kasus mereka dapat diidentifikasi dengan sebuah lokasi
khusus di dalam tubuh (misalnya perasaan lapar luar biasa, dapat
dikaitkan dengan perut).
3. Pada sebuah kultur berkecukupan (an affluent culture), kebutuhan-
kebutuhan demikian bukan merupakan motivator-motivator upikal,
melainkan motivator-motivator yang tidak biasa.
4. Akhirnya, dapat dikatakan bahwa mereka harus dipenuhi sera
berulang-ulang dalam periode waktu yang relatif singkat agar tetap
terpenuhi.
3. Kebutuhan akan Keamanan
Kebutuhan-kebutuhan demikian yang sering. kali dinamakan orang kebutuhan
akan keamanan (security needs), dinyatakan misalnya dalam wujud keinginan
akan proteksi terhadap bahaya fisikal (bahaya kebakaran, atau serangan kriminal),
keinginan untuk mendapatkan kepastian ekonomi (economic security), preferensi
terhadap hal-hal yang dikenal dan menjauhi hal-hal yang tidak dikenal dan
keinginan atau dambaan orang akan dunia yang teratur, serta yang dapat
diprediksi.
4. Kebutuhan-kebutuhan Sosial
Sewaktu kebutuhan fisiologikal manusia dan kebutuhan akan keamanan relatif
terpenuhi, maka kebutuhan-kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan pada
tingkatan berikutnya menjadi motivator penting bagi perilakunya.
5. Kebutuhan-kebutuhan Akan Penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan diri mencakup kebutuhan untuk mencapai
kepercayaan diri, prestasi, kompetensi, pengetahuan, peng hargaan diri, dan
kebebasan serta independensi (ketidakketergantung. an), Kelompok kedua,
kebutuhan-kebutuhan akan penghargaan men- cakup kebutuhan yang berkaitan
dengan reputasi seorang individu, atau penghargaan dari pihak lain; kebutuhan
akan status, pengakuan, apresiasi terhadap dirinya, dan respek yang diberikan oleh
pihak lain.
6. Kebutuhan untuk Merealisasi Diri
Kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya untuk
mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan dan untuk menjadi kreatif
dalam arti kata seluas-luasnya. Bentuk khusus kebu- tuhan demikian akan
berbeda-beda dari orang ke orang, seperti halnya terlihat pada kepribadian-
kepribadian manusia.
D. INDIVIDU DAN HIERARKI KEBUTUHANNYA
Beberapa di antara kualifikasi-kualifikasi yang dikemukakan di- pahami oleh
Maslow, dan sebagian di antara mereka ditambahkan oleh para pakar lainnya.
Pertama: perlu diingatkan, bahwa tingkatan-tingkatan di dalam hierarki
tidaklah tetap secara kaku. Batas-batas antara tingkatan-ting- katan tersebut tidak
terlampau jelas dan mereka saling tumpang tindih.
Kedua: mengingat bahwa teori Maslow merupakan sebuah teori umum tentang
kebutuhan-kebutuhan yang berlandaskan asumsi ada- nya orang-orang normal,
maka tentu terdapat adanya kekecualian-ke- kecualian terhadap pengurutan umum
hierarki yang ada.
Ketiga: ada sebuah kualifikasi yang mungkin merupakan hal terpenting, yakni
bahwa rantai kausasi tidak senantiasa berlangsung dari stimulus ke kebutuhar
individual ke perilaku.
Keempat: Sebuah tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah kebutuhan
tunggal, setiap tindakan cenderung disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan.
Kelima: Kebutuhan yang sama tidak selalu akan menyebabkan timbulnya
reaksi sama pada semua individu: agresivitas, kelicikan, diskresi, dan ketegaran
merupakan empat di antara macam-macam pendekatan yang dapat diterapkan
orang.
Keenam: individu-individu dapat mengembangkan tujuan-tujuan substitut,
andaikata pencapaian langsung terhadap sesuatu kebutuhan terhalangi.
BAB 2 : MOTIVASI DAN PERILAKU
A. PENGANTAR
Pemahaman perilaku manusia bukan saja akan dapat mengungkapkan
jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku masa lampau, tetapi
hingga tingkat tertentu ia juga dapat dimanfaatkan untuk memprediksi, mengubah,
dan bahkan me- ngendalikan perilaku (manusia) pada masa yang akan datang.
Motivasi hendaknya jangan kita remeh kan. Bersama-sama dengan: Persepsi
Kepribadian, Sikap dan belajar dapat kita sajikan sebagai sebuah proses yang
teramat penting dalam hal memahami perilaku.
B. APA SAJAKAH YANG TERCAKUP DALAM MOTIVASI?
Istilah motivasi (motivation), berasal dari bahasa latin yaitu: movere, yang
berarti "menggerakkan" (to move). Dalam konteks ini motivasi mewakili proses-
proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya pengarahan dan persistensi
kegiatan- kegiatan sukarela yang ditujukan ke arah pencapaian tujuan (Mitchell,
1982: 81).
C. MODEL UMUM TENTANG MOTIVASI
Model kita merupakan sebuah kerangka kerja untuk memahami sifat dinamik dari
proses motivasi. Terlihat dalam gambar kita bahwa komponen-komponen dasar
motivasi adalah:
1. Kebutuhan, keinginan atau ekspektasi-ekspektasi, Konsep homeostasis
membantu menerangkan hubungan dinamik antara variabel tersebut.
2. Perilaku.
3. Tujuan-tujuan.
4. Umpan balik (Feedback)
D. PERANAN HOMEOSTASIS DALAM MOTIVASI
Para ahli biologi menggunakan istilah "homeostasis" untuk me nyatakan
kemampuan alamiah tubuh dan mempertahankan keseimbangan mempertahankan
hidup yang berupa cairan tubuh dan mutrien-nutrien, seperti: air, sodium, protein,
dan oksigen. Apabila kita kembali pada rumusan tentang motivasi, maka
ketidakseimbangan psikologikal menyebabkan munculnya perilaku yang
diarahkan ke arah pemenuhan sebuah insentif tertentu atau tujuan yang dianggap
akan mengembalikan kondisi keseimbangan.
E. BEBERAPA OBSERVASI TENTANG MOTIVASI
Definisi-definisi yang bersifat lebih teknikal menyatakan. bahwa proses-proses
psikologikal tertentu yang tidak dapat diobservasi pertama-tama menimbulkan
perilaku (tertentu). Hal yang mungkin lebih penting dibandingkan dengan pilihan
sebuah definisi khusus tentang motivasi adalah pandangan bahwa motivasi
memiliki sejumlah sifat yang mendasarinya.
Motivasi memiliki macam-macam faset-para periset telah meng- analisis
berbagai macam aspek motivasi dan termasuk di dalamnya bagaimana motivasi
tersebut ditimbulkan, diarahkan, dan pe ngaruh apa yang menyebabkan timbulnya
persistensinya dan bagaimana motivasi dapat dihentikan. Tujuan teori-teori
motivasi adalah memprediksi perilaku-perlu ditekankan perbedaan-perbedaan
antara motivasi, perilaku, dan kinerja (performa). Motivasilah penyebab perilaku,
andaikata pe rilaku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja.
F. INDIVIDU DAN MOTIVASI
Kebutuhan-kebutuhan berhubungan dengan kekurangan-kekurangan
(defisiensi-defisiensi) yang dialami seorang individu pada titik waktu tertentu.
Adapun kekurangan-kekurangan tersebut dapat bersifat psikologikal (misalnya
kebutuhan akan bahan pangan), psikologikal (misalnya kebutuhan akan penghargaan
diri) atau sosiologikal (misalnya kebutuhan untuk dapat berinteraksi secara sosial).
Adapun implikasinya adalah, apabila terdapat keku- rangan-kekurangan kebutuhan,
maka sang individu lebih peka terhadap upaya-upaya motivasional yang dilakukan
oleh para manajer.
G. PERILAKU
Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan kata lain, perilaku
kita pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan. Alasan
tindakan-tindakan kita tidak selalu jelas bagi pemikiran kita secara sadar.
Dorongan-dorongan (drives) yang memotivasi pola-pola perilaku individual
khusus (kepribadian) hingga tingkat tertentu berlangsung di bawah sadar kita
karena mereka tidak mudah diuji dan dievaluasi. Sigmund Freud, adalah salah
seorang di antara orang- orang pertama yang mendeteksi pentingnya motivasi di
bawah sadar (subconscious motivation).
H. MOTIF – MOTIF
Motif-motif merupakan "mengapa" dari perilaku. Mereka muncul,
mempertahankan aktivitas, dan mendeterminasi arah umum perilaku seorang
individu. Pada intinya dapat dikatakan, bahwa motif-motif atau kebutuhan-
kebutuhan merupakan penyebab terjadinya tindakan- tindakan.
I. TUJUAN – TUJUAN
Tujuan-tujuan tersebut seringkali dinamakan "insentif insenuf" olch para ahli
psikologi. Tetapi menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard, sebaiknya jangan kita
gunakan istilah tersebut dalam konteks yang dikemukakan, mengingat bahwa
banyak orang di dalam masyarakat cenderung menyamakan insentif-insentif
dengan imbalan-imbalan finansial yang berwujud seperti gaji/upah yang
meningkat, sedangkan banyak di antara kita menyetujui pandangan, bahwa
terdapat banyak imbalan yang tidak berwujud, seperti pujian-pujian atau
kekuasaan yang sama pentingnya dalam hal merangsang timbulnya perilaku
(Hersey, 1988:19).
J. KEKUATAN MOTIF
Kebutuhan yang memiliki kekuatan terbesar pada saat tertentu akan
menyebabkan timbulnya kegiatan. Motif yang paling kuat mendeterminasi
perilaku
K. PERUBAHAN – PERUBAHAN PADA KEKUATAN MOTIF
Kekuatan sebuah motif cenderung menyusut apabila ia terpenuhi atau apabila
ia terhalang dalam pemenuhannya.
1. Pemenuhan Kebutuhan
Apabila kebutuhan telah terpenuhi, maka menurut Abraham Maslow
kebutuhan tersebut bukan lagi sebuah motivator perilaku. (Abraham Maslow,
1954-Abraham Maslow, 1970).
2. Pemenuhan Kebutuhan yang Terbalangi.
Pemenuhan kebutuhan mungkin terhalangi walaupun penyusutan dalam
kekuatan kebutuhan kadang-kadang terjadi, hal tersebut tidak selalu terjadi
pada waktu permulaan. Hal tersebut merupakan sebuah upaya untuk mengatasi
kendala yang dihadapi dengan jalan pemecahan masalah "uji coba" Orang
yang bersangkutan dapat mencoba aneka macam perilaku guna mencapai
perilaku yang akan menyebabkan pencapai tujuan.
3. Disonansi Kognitif
Motif-motif yang terhalang dan perilaku menyesuaikan yang terus-
menerus tidak berhasil dapat menyebabkan timbulnya bentuk- bentuk perilaku
penyesuaian yang tidak rasional. Leon Festinger telah menganalisis fenomin
int (Festinger, 1957).
4. Frustrasi
Seseorang mungkin mengalami frustrasi karena adanya kendala yang
imajiner dan mungkin ia tidak terfrustrasi oleh kendala real. Frustrasi dapat
meningkat hingga tingkat di mana individu yang bersangkutan terlibat dalam
perilaku agresif. Bentuk-bentuk lain perilaku yang mengalami frustrasi,
seperti: rasionalisasi,regrest Blesast, dan resignasi, dapat berkembang,
andaikata tekanan tekanan terus berkunjut dan atau meningkat
5. Rasionalisasi
Rasionalisasi, secara simpel berarti mengemukakan.
6. Regresi
Regresi pada intinya tidak berperilaku sesuai dengan umur kita. Orang-
orang yang mengalami frustrasi cenderung meniadakan upaya-upaya
konstruktif untuk memecahkan problem-problem.
7. Fiksasi.
Fiksasi terjadi apabila seseorang terus-menerus memperlihatkan pola
perilaku sama, walaupun pengalaman menunjukkan hal tersebut tidak
memberikan hasil apa-apa.
8. Resignasi
Resignasi atau apati terjadi setelah berlangsungnya frustrasi dalam waktu
lama dan apabila orang-orang kehilangan harapan untuk men- capai tujuan-
tujuan mereka dalam situasi tertentu akhirnya menarik diri dari kenyataan atau
realita dan dari sumber yang menjadi penyebab frustrasi mereka.
L. SITUASI YANG MEMOTIVASI
Situasi yang memotivasi, di mana motif-motif seorang individu diarahkan ke
arah pencapaian tujuan. Motif terkuat, menimbulkan perilaku yang bersifat diarahkan
kepada tujuan atau aktivitas tujuan Mengingat bahwa tidak semua tujuan dapat
dicapai, maka para individu tidak selalu mencapai aktivitas tujuan, terlepas dari
kekuatan motif yang ada.
M. EKSPENTASI DAN KETERSEDIAAN ( HERSEY,1988:29-30)
Ada dua macam faktor penting yang mempengaruhi kebutuhan yaitu:
ekspektansi dan ketersediaan. Walaupun kedua macam konsep berkaitan satu sama
lain, ekspektansi cenderung mempengaruhi motif-motif atau kebutuhan-kebutuhan
dan ketersediaan cenderung mempengaruhi persepsi tujuan-tujuan.
N. KEPRIBADIAN YANG BERUBAH (HERSEY,1988:31-32)
Apabila kita menggunakan sebuah model yang serupa dengan model pada
gambar sebelumnya, maka dapat- lah kita mulai memahami fakta mengapa cenderung
makin sulit untuk membuat perubahan-perubahan dalam kepribadian sewaktu
manusia makin meningkat usianya. Perlu diingat bahwa pada model ini, kita
menggunakan jumlah dari pengalaman-pengalaman masa lampau dan bukan istilah
ekspek- tansi yang digunakan pada model sebelumnya. Apabila seseorang berperilaku
dalam sebuah situasi yang memotivasi, maka perilaku tersebut menjadi sebuah
masukan baru pada persediaan pengalaman masa lampau orang yang bersangkutan.
O. PEROALAN PERSEPSI
Persepsi merupakan sebuah proses yang hampir bersifat otomatik dan ia
bekerja dengan cara yang hampir serupa pada masing-masing individu, sekalipun
demikian, ia secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda-beda.
P. KOMPONEN – KOMPONEN PERSEPSI
1. Persoalan Selektivitas.
Ribuan stimuli seakan-akan menuntut perhatian kita pada saat tertentu. Kita
perlu menyaring atau menskrin bagian terbesar di antara mereka hingga kita dapat
berhubungan dengan hal-hal yang lebih relevan. Kita memiliki suatu "batas" persepsi.
2. Organisasi Perseptual
Apabila stimuli memasuki pemikiran sadar kita, maka kita mencoba untuk
memberi arti kepada mereka dan mengorganisasikannya de- mikian rupa hingga
kita dapat mencapai arti dan makna dari pola menyeluruh mereka.
3. Stereotipe-stereotipe dan Halos.
4. Tindakan Membuat Stereotipe-stereotipe (Stereotyping)
5. Dampak Halo (Halo Effect)
Q. MODEL – MODEL STATIK TENTANG MOTIVASI
1. Instink
Model motivasional yang paling sederhana adalah model yang menyatakan,
bahwa perilaku dideterminasi oleh insting merupakan tendensi tendensi yang ada
dalam diri manusia (inborn tendencies) untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap
kondisi-kondisi tertentu. (Berelson dkk., 1964:38). Insting insting bukanlah hasil dari
belajar, dan mereka merupakan pola-pola perilaku identikal yang dapat kita jumpai
pada semua orang (Lawless, 1972:81).
2. Hedonisme
Para Hedonis beranggapan, hahwa perlaku dipengaruhi oleh sun- tutan-tuntutan
sederhana upaya meminimasi perasaan sakit dan kepu- singan sambil mencari
kesenangan dan kegembiraan maksimal.Model hedonistik memiliki sebuah
kekurangan yang diungkapkan.
3. Motivasi yang Tidak Disadari
Sigmund Freud, Bapak ilmu psikiatri, memanfaatkan model-model insting dan
model-model hedonistik dalam hal menerangkan eksistens dan peranan proses mental
yang berlangsung di bawah sadar yang mempengaruhi perlaku (Davidson, 1952:37).
Dengan jalan mengakui adanya motivasi-motivasi yang mengejar kesenangan (dan
menghindari rasa sakit) dan motivasi-motivasi da bawah sadar, ditempatkannya
tendensi-tendensi instinitif dan hedo nistik dalam kedudukan sebagai penentu perilaku
tetapi yang berada di luar kendali sang individu.
4. Manusia Rasional
Sebuah model tentang motivasi yang menemparkan pengendalian dalam
tangannya sendiri adalah model Asumsi asumsi pokok pada model adalah bawa
masing-masing individu sadar tentang pola-pola kebutuhan-kebutuhan dan kengan-
keinginan pribadinya berdasarkan mengambil keputusan-keputusan intelegen dan
dipertimbangkan dengan matang.
5. Manusia Sosial
Model tentang motivasi yang juga memperhitungkan kekecualian-kekecualian
yang terdapat dalam jumlah banyak dibandingkan dengan model manusia rasional,
maka orang mempostulasi model manusia sosial. Model manusia sosial menyatakan,
bahwa kepuasan-kepuasan individual timbul dari hubungan antarperorangan Mereka
kemudian diterjemahkan men- jadi kepuasan pribadi, kesenangan, atau kegembiraan.
6. Model-model Statik Tentang Motivasi dalam Perspektif
Tujuan masing-masing model atau obyek yang memotivasi bersifat statik, dalam
arti bahwa terus-menerus memotivasi sekalipun hal tersebut telah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai