Anda di halaman 1dari 20

CRITICAL BOOK REPORT

( CBR )

DISUSUN OLEH :

NAMA : Arya Willfred Ebenezer Hulu

NIM : 212124009

KELAS/SEMESTER : A/3 ( TIGA )

MATA KULIAH : SINTAKSIS BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU :

VIKTOR RISMAN ZEGA, S.Pd., M.Pd

UNIVERSITAS NIAS ( UNIAS )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( FKIP )

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

T.A 2022/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat
dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report dengan
membandingkan dua buku yang berkaitan dengan sintaksis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Viktor Risman Zega, S.Pd., M.Pd
selaku dosen mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas ini, sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga menyadari dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan buku
ini.

Gunungsitoli, 29 Oktober 2022

Arya W.E Hulu

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

BAB I PEMBAHASAN .............................................................................................................. 1

A. Identitas Buku Pertama ..................................................................................................... 1


B. Identitas Buku Kedua (Pembanding) ................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................. 2

A. Ringkasa Buku Pertama .................................................................................................... 2


B. Ringkasan Buku Kedua (Pembanding) ............................................................................. 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 16

A. Kelebihan Buku Pertama dan Buku Kedua (Pembanding) ............................................... 16


B. Kelemahan Buku Pertama dan Buku Kedua (Pembanding) ............................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Ringkasan Buku Pertama

1. Judul : Sintaksis Bahasa Indonesia


2. Nama Penulis : Dr. Supriyadi, M.Pd
3. Kota Terbit : Gorontalo
4. Tahun Terbit : 2014
5. Jumlah halaman : 101 halaman
6. Nama Penerbit : UNG Press
7. ISBN : 978-979-1340-62-5

B. Ringkasan Buku Kedua (Pembanding)

1. Judul : Buku Ajar Sintaksis


2. Nama Penulis : Dr. Rusman Noortyani, M.Pd
3. Kota Terbit : Yogyakarta
4. Tahun Terbit : 2017
5. Jumlah halaman : 103 halaman
6. Nama Penerbit : Media Pustaka
7. ISBN : 978-602-5414-27-5

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ringkasan Buku Pertama

a. BAB 1 Konsep Dasar Sintaksis

Terdapat sejumlah ahli bahasa yang telah memberikan pejelasan tentang batasan sintaksis,
yang masing-masing memiliki persamaan dan perbedaan baik cakupan maupun redaksinya.
Sehubungan dengan itu, untuk memberikan pemahaman yang memadai tentang sintaksis, barikut
dikemukakan beberapa batasan sistaksis yang dikemukakan oleh sejumlah ahi bahasa.
Dalam Ilmu Bahasa (Linguistik) Linguistik sebagai disiplin ilmu memiliki beberapa cabang
atau subdisiplin. Pembagian subdisiplin itu tergantung pada tataran-tataran ruang lingkupnya,
yakni mencakup fon, fonem, morf, morfem, kata, farasa, klausa, kalimat, paragraf, wacana,
semantik, dan pragmatik. Ilmu yang membicarakan fon disebut fonetik, yang membicarakan
fonem disebut fonemik, yang membicarakan morf, morfem, dan kata disebut morfologi, yang
membicarakan frasa, klausa, dan kalimat disebut sintaksis.
Fungsi kajian sintaksis terdiri atas beberapa komponen, tiga hal yang penting adalah subjek,
predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. 1) Subjek dan Predikat Subjek adalah bagian yang
diterangkan predikat. Subjek dapat dicari dengan pertanyaan „Apa atau Siapa yang tersebut
dalam predikat‟. Predikat adalah bagian kalimat yang menerangkan subjek.

b. Bab II Frasa

Frasa merupakan unsur gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih. Frasa merupakan
satuan yang tidak melebihi batas fungsi, maksudnya frasa selalu terdapat dalam satu fungsi
tertentu, seperti dalam S, P, O, PEL, atau K.

contoh frasa: rumah sakit, kolam renag, dan lomba tari

Frasa Endosentrik dan Eksosentrik merupakan jenis-jenis frasa. Frasa yang mempunyai
distribusi yang sama dengan unsurnya, baik semua unsurnya maupun salah satu dari unsurnya,
disebut frasa endosentrik. Frasa endosentrik dapat dibedakan menjadi empat golongan, ialah:

2
1. frasa endosentrik zero
2. frasa endosentrik koordinatif
3. frasa endosentrik atributif
4. frasa endosentrik apositif

Frasa eksosentrik adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan
unsurnya. Frasa eksosentrik tidak mempunyai unsur pusat. Frase eksosentrik dibagi menjadi dua,
yakni:

1. Frase eksosentrik direktif adalah komponen pertamanya berupa preposisi,


seperti di, ke dan dari dan komponennya berupa kata/kelompok kata yang
biasanya berkategori nomina.
2. Frase eksosentrik nondirektif adalah komponen pertamanya berupa artikula,
seperti si dan sang atau yang, para dan kaum, sedangkan komponen keduanya
berupa kata berkategori nomina, adjektiva, atau verba.

Berdasarkan persamaan distribusi dengan golongan atau kategori kata yang menjadi
intinya, frasa dapat digolongkan menjadi lima golongan, yaitu:

a. Frasa nomina ialah frasa yang memiliki inti berupa nomina atau kata benda.
b. Frasa verba ialah frasa Verba Frasa verba adalah frasa yang mempunyai
inti berupa verba
c. Frasa ajektiva ialah frasa yang mempunyai inti berupa numeralia sebagai
UP, misalnya frasa dua buah dalam dua buah rumah yang mempunyai unsur
inti dua sebagai numeralia dan buah sebagai atribut
d. Frasa numeralia ialah frasa yang mempunyai distribusi yang sama dengan
kata keterangan, ialah kata yang mempunyai kecenderungan menduduki
fungsi K dalam klausa.
e. Frasa preposisiona ialah frasa yang diawali oleh preposisi sebagai penanda
dan diikuti oleh kata/frasa kategori nomina, verba, numeralia, atau Ket
sebagai petanda atau aksisnya.

3
c. BAB III K L A U S A

Setiap kalimat memiliki dua unsur, yakni unsur intonasi dan unsur klausa. Unsur inti
klausa adalah S dan P, tetapi penanda klausa adalah P. Berdasarkan penjelasan itu dapat
dikatakan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas unsur S dan P, tetapi penanda
klausa P. Unsur S dan P tersebut dapat disertai objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan (KET)
ataupun tidak. Tanda kurung menandakan bahwa yang terletak dalam kurung itu bersifat
manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada. Unsur S sering ditiadakan dalam kalimat,
misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat penggabungan klausa, dan dalam kalimat jawaban.

Contoh: Tengah Karmila menangis menghadap tembok, Bapak Daud masuk diantar suster Meta

Kategori klausa dibedakan atas tiga hal yaitu berdasarkan unsur-unsur fungsinya,
berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsurnya, dan berdasarkan makna unsur-
unsurnya. Klausa berdasarkan unsur-unsur fungsinya terdiri dari:

1. S dan P
2. O dan Pel
3. Keterangan (K)

Pengkategorian klausa berdasarkan kategori kata atau frasa yang menjadi unsur-unsur
klausa disebut analisis kategorial. Sudah tentu analisis kategorial tidak terlepas dari analisis
fungsi, bahkan sesungguhnya merupakan lanjutan dari analisis fungsi. Berdasarkan makna unsur-
unsur klausa, makna terbagi atas:

a. Makna P
1. P menyatakan makna Tindakan
2. P Menyatakan Makna Keadaan
3. P Menyatakan Makna Pengenal
4. P Menyatakan Makna Jumlah

b. Makna S
1. S menyatakan Pelaku
2. S Menyatakan Makna Alat

4
3. S Menyatakan Makna Sebab
4. S menyatakn makna Penderita
5. S Menyatakan Makna Hasil
6. S Menyatakan Makna Tempat
7. S Menyatakan Makna Penerima
8. S Menyatakan Makna Pengalam
9. S Menyatakan Makna Dikenal
10. S menyatakan makna Terjadi

c. Makna O1
1. O1 menyatakan makna Penderita
2. O1 Menyatakan Makna Penerima
3. O1 menyatakan makna Tempat
4. O1 Menyatakan Makna Alat
5. O1 Menyatakan Makna Hasil

d. Makna O2
1. O2 Menyatakan Makna Penderita
2. O2 Menyatakan Makna Hasil

e. Makna K (Keterangan)
1. KET menyatakan makna Tem
2. K Menyatakan Makna Waktu
3. K Menyatakan Makna Cara
4. K Menyatakan Makna Penerima
5. K Menyatakan Makna Peserta
6. K Menyatakan Makna Alat
7. K Menyatakan Makna Sebab
8. K Menyatakan Makna Pelaku
9. K Menyatakan Makna Keseringan
10. K menyatakan makna Perbandingan

5
11. K Menyatakan Makna Perkecualian

d. BAB IV KALIMAT

Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan pikiran yang
utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela
oleh jeda, diakhiri oleh intonasi final, diawali oleh kesenyapan awal dan diakhiri oleh
kesenyapan akhir. Proses pembentukan kalimat dapat dipilah menjadi empat hal, yakni

1. Proses pembentukan kalimat berdasarkan bentuk sintaksis. Berdasarkan bentuk


sintaksisnya, kalimat dapat dibedakan ke dalam empat jenis, yakni kalimat berita, kalimat
perintah, kalimat tanya, dan kalimat seru (Alwi, 1993)
2. Jumlah klausa. Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibedakan ke dalam dua
jenis, yakni kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal hanya terdiri atas satu
klausa, sedangkan kalimat mjemuk terdiri atas dua klausa atau lebih (Alwi, 1993).
3. Cara pengungkapan. Ditinjau dari cara pengungkpannya, kalimat dapat dibedakan ke
dalam dua jenis,, yakni kalimat lngsung dan kalimat taklangsung.
4. keefektifannya.

Selain itu, ciri-ciri fungsi terdiri dari beberapa bagian adalah sebagai berikut:

1. Subjek
2. Predikat
3. Objek
4. Pelengkap
5. Keterangan

Seterusnya membahas tentang Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat


mengungkapkan gagasan penuturnya/penulisnya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat
pula oleh pendengarnya/pembaca. Sehubungan dengan itu, dalam menyusun kalimat efektif
diperlukan syarat-syarat: (a) kejelasan gagasan kalimat, (b) kepaduan unsur kalimat, (c)
kecermatan pembentukannya, dan (d) kevariasian penyusunannya. Syarat utama dalam kalimat
yang efektif adalah:

6
1. Kejelasan Gagasan
Setiap kalimat efektif haruslah memiliki gagasan yang jelas. Kejelasan gagasan terlihat
pada adanya satu ide pokok. Keberadaannya dalam kalimat dapat diamati pada hadirnya
subjek (S) dan predikat (P) ataupun diikuti objek (O) dan keterangan (K) kalimat.
2. Kepaduan Unsur Kalimat
Kepaduan mengacu kepada hubungan yang serasi antarbagian kalimat.
3. Kecermatan
Di samping kalimat efektif harus memiliki cirri kejelsan gagasan dan kepaduan unsur-
unsur kalimatnya, kalimat efektif dituntut pula memiliki ciri kecermatan. Ciri ini
menyangkut penggunaan kata yang tepat, penghindaran unsur mubazir, pembentukan
frasa yang tepat, pemakaian konjungsi yang tepat, pembentukan kata yang sejajar, dan
penalaran yang logis.
a. Penggunaan kata yang tepat menyangkut pemilihan kata-kata yang sesuai dengan
konteksnya.
b. Kecermatan kalimat mengacu pula kepada penggunaan katakata yang sehemat-
hematnya. Kata-kata yang berlebihan akan mubazir. Karena itu, penggunaannya harus
dihindarkan
c. Pada bahasan sebelumnya diungkapkan bahwa ketidakcermatan penyusunan kalimat
di antaranya ditandai oleh pemakaian kata-kata depan yang berlebihan, sehingga
harus dihilangkan dalam perbaikannya. Namun, tidak jarang pula ditemukan dalam
pemakaian sehari-hari, kata depan yang seharusnya ada pada frasa tertentu justru
tidak muncul.
d. Pemakaian konjungsi yang tepat juga menjadi cirri kecermatan penyusunan kalimat
efektif
e. Pembentukan kata-kata dalam suatu rincian haruslah mencerminkan kesejajaran- nya.
Pemakaian bentuk-bentuk yang sejajar itu terlihat pada penggunaan awlan me- pada
mengerti, mengatahui, mengenal, memahami, dan mengamalkan
f. Kalimat yang cermat haruslah bermakna logis. Logis artinya masuk akal.

7
4. Kevariasian Penyusunan Kalimat
Bila tiga syarat pembentukan kalimat efektif yang telah dipaparkan di depan lebih
berorientasi pada syarat kalimat secara mandiri, syarat kevariasian ini sebagian bersar
berkaitan dengan hubungan antarkalimat. Upaya itu dimaksudkan untuk menghasilkan
daya informasi yang baik dan tidak membosankan.
a. Dalam upaya menghindari kesan membosankan akibat pemakaian kata-kata yang
sama dalam satu kalimat, sebaiknya digunakan kata-kata yang bersinonim.
b. gubahan urutan unsur kalimat Bila beberapa rangkaian kalimat disusun dengan pola
yang sama akan timbullah kesan membosan. Dalam hal menghindarinya, urut-urutan
unsur kalimat dapat diubah- ubah, sehingga pola-pola kalimat yang ada berbeda-beda.
Di samping itu, pengubahan urutan unsur kalimat dapat dimaksudkan pula untuk
menimbulkan kesan adanya penekanan terhadap unsur tertentu dalam kalimat. Bagian
yang mendapatkan penekanan diletakkan pada bagian awal.
c. Bentuk aktif dan apsif terlihat pada pemakaian kata kerja berawalan me- dan di-.
Variasai pemakaian bentuk ini, baik pada satu kalimat maupun pada rangkaian
kalimat dapat memberikan kesan kesegaran penyampaian informasi.
d. Rangkaian kalimat yang pendek-pendek dapat menimbulkan kesan membosankan.
Begitu pula kalimat yang panjang-panjang. Di samping menimbulkan kesan
membosankan, rangkaian kalimat yang panjang-panjang dapat menyebabkan sulitnya
orang lain memahami gagasan-gagasan yang ada. Guna menghindari kesan yang
demikian, variasi penyusunan kalimat dapat dilakukan melalui penciptaan kalimat
yang panjang dipadukan dengan kalimat yang pendek.

8
B. Ringkasan Buku Kedua ( Pembanding)

a. BAB I Pengertian Sintaksis dan Ruang Lingkupnya

Kata sintaksis (Inggris=Syintax) berasal dari bahasa Yunani sun artinya “dengan” dan
tattien artinya “menempatkan”. Secara etimologis, istilah tersebut berarti menempatkan atau
menyusun secara bersamasama antara kata dengan kata atau kata kelompok kata. Secara
etomologi istilah ini berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok-kelompok
kata atau kalimat. (Chaer, Abdul. 2015). Linguistik terdiri dari beberapa cabang yaitu: fonologi,
tata bahasa, semantik, morfologi, dan sintaksis.

b. BAB II Frasa Bahasa Indonesia

Frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri atas dua kata atau lebih dan hanya
menduduki satu fungsi dalam klausa, yaitu fungsi subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap
(Pel), dan keterangan (Ket). Kategori frasa adalah golongan frasa dilihat dari persamaan
distribusinya dengan kategori (jenis, kelas, atau golongan) kata. Berdasarkan kategorinya, frasa
dapat dibedakan menjadi beberapa golongan: (1) frasa nominal, (2) frasa verbal, (3) frasa
adjektival, (4) frasa numeralia, dan (5) frasa preposisional.

c. BAB III Klausa Bahasa Indonesia

Klausa dapat dikatakan sebagai bagian inti kalimat atau dapat juga dikatakan sebagai pembentuk
kalimat. Klausa terdiri dari subjek (S), Predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan keterangan
(Ket) .

Contoh: Ayah ada di rumah (Subjek + Predikat + Keterangan)

klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas subjek (S) dan predikat (P) baik disertai objek (O),
pelengkap (Pel), dan keterangan (Ket) maupun tidak. Karena berintikan predikat (P), klausa bersifat
predikatif. Secara fungsional unsur inti klausa adalah subjek (S) dan predikat (P). Perbedaan kalimat

9
dengan klausa dalam hal intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat sedangkan dalam klausa
tidak ada.

d. Bab IV Kalimat Bahasa Indonesia

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik
turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh
kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses
fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya
disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.
Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca
yang lain sepadan dengan jeda. Spasi 21 yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru
melambangkan kesenyapan. Kalimat merupakan satuan dasar wacana. Artinya, wacana hanya
akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih, yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah
kewacanaan. Dengan demikian, setiap tuturan, berupa kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-
ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks, berstatus kalimat.

Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar
yang terdiri atas dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara kata dan kata, 23 atau kelompok
kata dan kelompok kata yang lain, berbedabeda. Sementara itu, kedudukan tiap kata atau
kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-beda pula. Ada kata atau kelompok kata yang dapat
dihilangkan dengan menghasilkan bentuk yang tetap berupa kalimat seperti pada (4b), dan ada
pula yang tidak seperti (5b) antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis yaitu
“klausa” dan “frasa”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata, atau lebih,
yang mengandung unsur predikasi sedangkan frasa adalah satuan sintaksis yang terdiri atas dua
kata atau lebih yang tidak mengandung unsur predikasi. Perlu dicatat bahwa di bawah kata masih
ada satu satuan tata bahasa, yaitu morfem.

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik
turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh

10
kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun 35 proses
fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan
diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu, di dalamnya
disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi.
kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau
lebih. Hubungan struktural antara kata dan kata, atau kelompok kata dan kelompok kata yang
lain, berbeda-beda . Analisis struktural suatu kalimat pada dasarnya adalah menetapkan pola
hubungan konstituennya yang memperlihatkan secara lengkap hierarki konstituenkonstituen
kalimat itu

e. Bab V Struktur Kalimat Dasar

Yang dimaksud dengan kalimat dasar adalah kalimat yang (i) terdiri atas satu klausa, (ii)
unsur-unsurnya lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan
(iv) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Dengan kata lain, kalimat dasar di sini
identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif yang urutan unsur-unsurnya paling lazim.
Dalam pemerian kalimat, perlu dibedakan kategori sintaksis, fungsi sintaksis, dan peran semantis
unsur-unsur kalimat. Setiap bentuk kata, atau frasa, yang menjadi konstituen kalimat termasuk
dalam kategori kata atau frasa tertentu dan masing-masing mempunyai fungsi sintaksis serta
peran semantis tertentu pula.

Verba (V) Preposisi (Prep) Adjektiva (Adj) Konjungtor (Konj) Adverbia (Adv) Interjeksi
(Interj) Nomina (N) Partikel (Part) Sejalan dengan kategori kata itu, terdapat kategori frasa yang
dibedakan berdasarkan unsur utamanya seperti pada (17a, 17b). Perlu dicatat bahwa istilah “frasa
konjungtor” atau “frasa partikel” tidak dikenal karena kombinasi konjungtor atau partikel dengan
kategori lain, kalau ada, sangat terbatas.

Pola Kalimat Dasar Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis itu terisi,
tetapi paling tidak harus ada konstituen pengisi subjek dan predikat. Kehadiran kontituen lainnya
banyak ditentukan oleh konstituen pengisi predikat. Perhatikan contoh berikut.

a. Dia [S] tidur [P] di kamar depan [Ket].

b. Mereka [S] sedang belajar [P] bahasa Indonesia [Pel] sekarang [Ket].

11
c. Mahasiswa [S] mengadakan [P] seminar [O] di kampus [Ket].

d. Buku itu [S] terletak [P] di meja [Ket] kemarin [Ket].

e. Amir [S] membeli [P] baju [O] untuk saya [Pel] tadi siang [Ket].

f. Ayah [S] membelikan [P] saya [O] baju [Pel] tadi siang [Ket].

g. Dia [S] meletakkan [P] uang [O] di atas meja itu [Ket] kemarin [Ket].

f. Bab VI Peran Semantis Unsur Kalimat

Pada dasarnya tiap kalimat memeriakan suatu peristiwa atau keadaan yang melibatkan satu
peserta, atau lebih, dengan peran semantis yang berbeda-beda. Peserta itu dinyatakan dengan
nomina atau frasa nominal. Dengan demikin, pada kalimat.

Deba memberi hadiah kepada ibunya. Terdapat unsur peserta: Deba, hadiah, dan ibunya.
Kalimat itu mengandung subjek yang menyatakan pelaku, predikat yang menyatakan perbuatan,
objek yang menyatakan peserta sasaran perbuatan, dan pelengkap yang menyatakan peserta
peruntungan yang memperoleh manfaat dalam peristiwa tersebut.

Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat.
Peserta umumnya manusia atau binatang. Akan tetapi, benda yang potensial juga dapat berfungsi
sebagai pelaku (seperti (32c)). Peran pelaku itu merupakan peran semantis utama subjek kalimat
aktif dan pelengkap kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.

(32) a. Anak itu sedang membaca koran

b. Kucing saya selalu tidur di kursi

c. Mobil itu membelok ke kiri lalu menghilang.

(33) a. Buku saya dipinjam Nabil.

b. Mobil saya dipakai oleh anak saya.

Pelaku adalah peserta yang melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh verba predikat .
Sasaran adalah peserta yang dikenai perbuatan yang dinyatakan oleh verbal predikat . Pengalam

12
adalah peserta yang mengalami keadaan atau peristiwa yang dinyatakan predikat . Peruntung
adalah peserta yang beruntung dan memperoleh manfaat dari keadaan, peristiwa atau perbuatan
yang dinyatakan oleh predikat . Dalam kalimat yang predikatnya nomina, predikat tersebut
mempunyai peran semantis atribut . Peran semantis itu pada dasarnya sesuai dengan sifat kodrati
dari nomina yang ada pada keterangan tersebut

g. BAB VII Perluasan Kalimat Tunggal

Pada bagian yang lalu dalam bab ini telah kita membicarakan unsur wajib yang diperlukan
untuk pembentukan kalimat. Dengan demikian, kalimat-kalimat yang kita bahas pada bagian
tersebut pada umumnya hanya terdiri atas unsur fungsi wajib seperti subjek, predikat, objek, dan
pelengkap. Pada kemyataannya, suatu kalimat seringkali terdiri bukan hanya atas unsur wajib
saja, tetapi juga atas unsur takwajib. Dari segi struktur, kehadiran unsur takwajib itu memperluas
kalimat dan dari segi makna unsur rakwajib itu membuat informasi yang terkandung dalam
kalimat menjadi lebih lengkap. Perluasan kalimat tunggal itu dapat dilakukan dengan
penambahan (1) unsur keterangan, (2) unsur vokatif, dan (3) konstruksi aposisi.

Keterangan Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehimgga
keterangan diperlakukan sebagai unsur takwajib dalam arti bahwa tanpa keterangan pun kalimat
telah mempunyai makna mandiri.

Perhatikan contoh berikut.

(47) a. Mereka membunuh binatang buas itu.

b. Mereka membunuh binatang buas itu di pinggir hutan.

(48) a. Usul penelitian itu akan dikirimkan.

b.Usul penelitian itu akan dikirimkan minggu depan.

Meskipun kalimat (a) hanya terdiri atas unsur wajib saja, dari segi makna kalimat itu telah
dapat memberikan makna yang utuh. Untuk (476a) kitadapati sekelompok orang melakukan
perbuatan pembunuhan terhadap binatang buas. Namun, ada keterangan lain yang dapat
ditambahkan agar berita yang disampaikan itu mengandung makna yang lebih lengkap. Pada
(47b) keterangan tempat peristiwa pembunuhan itu, yakni di pinggir hutan. Pada (47b)

13
keterangan yang ditambahkan bertalian dengan waktu pengiriman usul itu akan dilakukan, yakni
minggu depan. 59 Jumlah keterangan yang dapat ditambahkan pada kalimat secara teoretis tidak
terbatas, namun dalam kenyataan orang akan menghindari jumlah yang berlebihan.

Pada umumnya kehadiran keterangan dalam kalimat tidak wajib sehimgga keterangan
diperlakukan sebagai unsur takwajib dalam arti bahwa tanpa keterangan pun kalimat telah
mempunyai makna mandiri. Keterangan waktu memberikan informasi mengenai saat terjadinya
suatu peristiwa . Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukkan tempat terjadinya
peristiwa atau keadaan . Keterangan tujuan adalah keterangan yang menyatakan arah, jurusan,
atau maksud perbuatan atau kejadian. 84. Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan
jalanya suatu peristiwa berlangsung . Keterangan penyerta adalah keterangan yang menyatakan
ada tidaknya orang yang menyertai orang lain dalam melakukan suatu perbuatan.

h. BAB VIII Pengingkaran Kalimat

Pengingkaran atau negasi, yakni proses atau konstruksi yang mengungkapkan pertentangan
isi makna suatu kalimat, dilakukan dengan penambahan kata ingkar pada kalimat. Dalam bahasa
Indonesia terdapat empat kata ingkar: tidak (tak), bukan, jangan, dan belum. Perhatikan contoh
berikut. Dia masuk hari ini, Dia tidak mauk hari ini. Pengingkaran Kalimat Pengingkaran kalimat
dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya. Kata ingkar
tidak ditempatkan di awal predikat yang tidak mengandung bentuk sudah atau telah pada kalimat
berpredikat.

(a) verbal, jenis deklaratif dan interogatif.

(b) adjektival, jenis deklaratif, interogatif, dan eksklamatif

(c) numeral taktentu, jenis deklaratif dan interogatif.

Pengingkaran bagian kalimat tertentu dapat diingkarkan dengan menempatkan kata ingkar
yang sesuai di depan unsur yang 93 diingkarkan itu. Salah satu jenis pengingkaran unsur kalimat
adalah pengingkaran pengontrasan. Kata ingkar yang digunakan untuk tujuan itu adalah bukan,
bukan .... melainkan .... , tidak .... tetapi ..... Perhatikan contoh berikut:

14
a. Dia tiba bukan kemarin melainkan tadi pagi.

b. Dia tidak berangkat dengan kereta api, tetapi dengan bus.

Lingkup Pengingkaran Kata ingkar seperti tidak mempunyai ruang lingkup pengingkaran
yang berbeda-beda bergantung pada ada tidaknya keterangan pada kalimat. Perhatikan contoh
berikut. (172) Dia membunuh orang itu. (173) Dia tidak membunuh orang itu. (174) Dia tidak
membunuh orang itu kemarin. (175) Dia tidak membunuh orang itu di kantor.

Pengingkaran atau negasi, yakni proses atau konstruksi yang mengungkapkan pertentangan
isi makna suatu kalimat, dilakukan dengan penambahan kata ingkar pada kalimat. Pengingkaran
kalimat dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya.
Bagian kalimat tertentu dapat diingkarkan dengan menempatkan kata ingkar yang sesuai di
depan unsur yang diingkarkan itu. Salah satu jenis pengingkaran unsur kalimat adalah
pengingkaran pengontrasan. Kata ingkar seperti tidak mempunyai ruang lingkup pengingkaran
yang berbeda-beda bergantung pada ada tidaknya keterangan pada kalimat.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kelebihan Buku Pertama dan Buku Kedua (Pembanding)

Kelebihan dari buku pertama adalah pembahasannya meluas dan selalu dilengkapi oleh
contoh. Kelebihan buku kedua (pembanding) yaitu setiap babnya dilengkapi atau disertai dengan
kesimpulan.

B. Kelemahan Buku Pertama dan Buku Kedua (Pembanding)

Kelemahan buku pertama yaitu pembahasannya kurang dapat dimengerti karena tidak
disertai pengertian. Kelemahan buku kedua (pembanding) yaitu materi yang terdapat didalam
buku pembanding ini tidak luas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi. 2014. Sintaksis Bahasa Indonesia. Gorontalo: UNG Press.

Noortyani, Rusma. 2017. Buku Ajar Sintaksis. Yogyakarta: Media Pustsaka.

17

Anda mungkin juga menyukai