Anda di halaman 1dari 16

RISIKO MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Risiko

Dosen Pengampu:
Drs. Kadori Haidar, MM
Indah Permatasari, SE., MM

Oleh Kelompok 1:
Merliana Uto Madho 2105066040
Ajeng Prasetya Anggraini 2105066050
Nur Asiah S. 2105066063
Alfian Faturahman 2105066067
Silvia Yendalia Katania 2105066069
Alviona Sinaga 2105066072
Elliena Ramadhani 2105066075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2023
Risiko Manajemen Sumber Daya Manusia

Risiko adalah kejadian atau peristiwa yang berpotensi menimbulkan kerugian


pada suatu perusahaan. Risiko menurut Sumarsono (2004:23) adalah titik imbas
dari suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seseorang atau suatu
perusahaan. Risiko biasanya terjadi apabila usaha yang dijalankan telah melewati
suatu kesalahan yang fatal sehingga menyebabkan suatu risiko yang harus dihadapi.
Setiap orang maupun perusahaan memiliki risiko dan berusaha untuk
meminimalisir risiko atau menghindari risiko-risiko yang akan terjadi. Dalam
kehidupan sehari hari dan dalam melakukan aktivitas pribadi, kelompok maupun
perusahaan tidak dapat di pisahkan dari namanya risiko. Banyaknya kejadian yang
tidak diharapkan ini memerlukan adanya manajemen risiko. Manajemen risiko
adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam penanggulangan risiko, terutama
risiko yang di hadapi oleh pribadi, kelompok masyarakat maupun perusahaan.
Menurut Bramantyo (2008:43), Manajemen resiko merupakan proses terstruktur
dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan, mengembangkan
alternatif penanganan resiko, dan memonitor dan mengendalikan penanganan
resiko.
Pada sebuah perusahaan pasti akan menghadapi berbagai risiko dalam
menjalankan operasional perusahaan salah satunya yaitu risiko sumber daya
manusia. Maka terciptalah risiko manajemen sumber daya manusia yakni
kemungkinan terjadinya masalah atau kesulitan dalam mengelola karyawan dan
sumber daya manusia di sebuah organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu,
manajemen SDM perlu memperhatikan dan mengelola risiko-risiko tersebut agar
dapat mengoptimalkan kinerja karyawan dan memperkuat strategi bisnis
organisasi.

Risiko sumber daya manusia yang dikemukakan oleh tanjung (2003), bahwa
dalam kegiatan suatu usaha apabila ada resiko sumber daya yang dihadapi maka
dapat di waspadai oleh perusahaan tersebut dengan pengendalian unit sumberdaya
manusia menurut fungsinya serta kaitannya dengan resiko atau pelanggaran
tersebut diberikan sehingga terjadi pemberian sanksi oleh pihak perusahaan dari
pelanggar. Selain itu, manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk
mengoptimalkan kontribusi karyawan dan meningkatkan produktivitas organisasi.
Namun, ada beberapa risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan tersebut.
Beberapa perusahaan menghadapi risiko-risiko strategis dalam hal ini karena
kurangnya persiapan yang matang dalam perencanaan. Berikut penjelasan
mengenai risiko-risko yang bersumber dari sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi atau perusahaan antara lain :

A. Risiko Lemahnya Manajemen dan Pekerja Inti


Resiko yang timbul pada bagian inti perusahaan adalah melakukan
penyewaan atau meminta bantuan kepada organisasi lain untuk melakukan
pekerjaan intinya dan akan kehilangan ciri khas apa yang akan di hasilkan
oleh perusahaan karena pekerjaannya banyak dilakukan di luar perusahaan
dan tidak sesuai dengan output perusahaan. Selain dari itu perusahaan akan
menghadapi risiko yang berat jika manajemennya lemah, misalnya :
a. Memiliki manajer eksekutif yang kurang memiliki sense of
leadership, kemampuan berpikir dan pengetahuan yang luas
Leadership sangat penting dalam perusahaan karena
seorang pemimpin tidak akan bisa memimpin sebuah tim
dalam melakukan tugas dan tanggung jawab jika tidak
memiliki kepemimpinan yang baik dan cara berpikir
pemimpin sangat di butuhkan untuk memecahkan masalah,
menawarkan solusi dengan baik dan bisa berpikir secara luas
dalam mengamati faktor yang telah memengaruhi terjadinya
masalah untuk bisa menjadi kewaspadaan yang di perhatikan
dan juga seorang pemimpin juga harus menjadi teladan bagi
para anggotanya.
b. Ketidakmampuan manajer untuk menjawab perubahan
lingkungan usaha dengan cepat dan tepat
Seorang manajer tidak mampu mengamati perubahan
pada lingkungan di sebabkan kurangnya pemahaman dan
pengetahuan kompetensi manajerial sehingga sulit di
implementasikan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan
usaha yaitu perubahan kecil dan perubahan besar sehingga
para pemimpin memerlukan kompetensi leadership dan
managership dalam mengamati tiap perubahan yang terjadi
secara cepat dan tepat dan dapat dilakukan pemecahan
masalah.
c. Struktur organisasi tidak efektif, sehingga tenaga tingkat
manajerial sering mengerjakan hal-hal yang sifatnya teknis
yang seharusnya di kerjakan tenaga staf (Tony Pratama
2011)
Struktur organisasi biasanya di dasarkan pada hirarki
dan garis tanggung jawab yang menunjukkan siapa yang
akan bertanggung jawab atas setiap tugas atau keputusan di
organisasi. Struktur organisasi yang mencakup bagaimana
tugas dan tanggung jawab di pecahkan unit-unit organisasi
yang lebih kecil dan bagaimana saling koordinasi kepada unit
lain akan tugas dan informasi untuk tujuan yang di tetapkan.
Jika struktur organisasi tidak efektif maka akan terjadi
rangkap pelaksanaan pekerjaan yang dilakuakan antar unit
sehingga memakan waktu yang lama dan aktivitas
perusahaan akan terganggu.

Risiko Suksesi
Risiko suksesi adalah kemungkinan atau potensi kesulitan yang
muncul ketika mengganti atau mengisi posisi kunci dalam organisasi atau
perusahaan. Risiko suksesi dapat terjadi ketika seseorang yang memegang
posisi penting dalam organisasi, seperti CEO atau pemimpin tim, pensiun,
keluar, atau meninggal dunia tanpa ada rencana suksesi yang jelas.
Beberapa perusahaan menghadapi resiko-resiko strategis dalam hal
kurangnya persiapan untuk sukesi. Banyak perusahaan yang gagal
melakukan sukesi, contohnya perusahaan Apple pada tahun 1985. Setelah
pendiri Apple, Steve Jobs, dikeluarkan dari perusahaan pada tahun 1985,
Apple mengalami masa sulit dengan beberapa CEO yang gagal mencapai
kesuksesan yang sama dengan Jobs. Baru setelah Jobs kembali ke Apple
pada tahun 1997, perusahaan berhasil memperoleh kembali momentum
dan sukses yang signifikan. Berikut resiko perencanaan sukesi yang buruk:
1. Keputusan yang buruk memiliki konsekuensi jangka panjang
2. Resiko hilir dari perencanaan sukesi yang buruk
3. Bakat terputus
4. Risiko strategis bagi perusahaan tanpa perencanaan sukesi

Langkah mengatasinya adalah sebagai berikut :

• Peran : mulailah dengan mengidentifikasi perna kunci untuk


mengfokusksn energi sukesi
• Orang : pertimbangkan siapa yang paling cocok untuk
menjalankan peran ini
• Data : mendasarkan keputusan pada wawasan objektif
• Opini : seimbangkan wawasan objektif dengan input manusia.

Resiko kehilangan pekerja inti/senior

Beberapa perusahaan sangat bergantung kepada pekerja inti.


Kehilangan pekerja inti bisa menjadi risiko serius bagi sebuah organisasi
atau perusahaan. Pekerja inti adalah orang-orang yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang sangat penting bagi
operasi dan kesuksesan perusahaan. Jika para pekerja inti/senior ingin
pindah ke perusahaan pesaing maka jelas perusahaan dalam resiko besar,
seperti pemberian informasi, pencurian rencanan strategi perusahaan dan
membujuk konsumen untuk pindah ke perusahaan pesaing. Perusahaan
juga akan kehilangan pengetahuan dan keterampilan kunci yang
diperlukan untuk menjalankan bisnis dengan efektif. Ini dapat
mengganggu proses produksi, mengurangi kualitas produk atau layanan,
dan menurunkan produktivitas.
Selain itu, kehilangan pekerja inti juga dapat mempengaruhi kinerja
keuangan perusahaan. Proses perekrutan dan pelatihan karyawan baru
memerlukan waktu dan biaya yang signifikan, dan ada risiko bahwa
karyawan baru tidak akan memiliki tingkat keterampilan dan pengalaman
yang sama seperti pekerja inti sebelumnya. Untuk mengurangi risiko
kehilangan pekerja inti, perusahaan dapat mengambil beberapa langkah,
termasuk memberikan insentif, tunjangan, dan kesejahteraan yang menarik
untuk menjaga pekerja inti tetap tinggal di perusahaan. Perusahaan juga
dapat mengembangkan program pelatihan dan pengembangan karyawan
untuk memastikan bahwa karyawan baru dapat dengan cepat mengambil
alih tanggung jawab dari pekerja inti yang keluar.

Resiko perselisihan dengan karyawan

Perselisihan dengan karyawan dapat menjadi risiko serius bagi


sebuah organisasi atau perusahaan, terutama jika tidak ditangani dengan
tepat. Perselisihan dapat merusak hubungan antara karyawan dan
manajemen, mempengaruhi produktivitas, dan bahkan menyebabkan
tuntutan hukum.
Beberapa penyebab perselisihan antara karyawan dan manajemen
dapat meliputi perbedaan pandangan tentang gaji, tunjangan, kondisi kerja,
kebijakan perusahaan, dan hak karyawan. Perselisihan juga dapat timbul
akibat diskriminasi, pelecehan, atau perlakuan tidak adil terhadap
karyawan. Adapun mekanisme penyelesaian peerselisihan dengan
karyawan antara lain :

1. Perundingan Bipartit
Perundingan bipartit adalah proses negosiasi antara pihak
pengusaha dan pekerja untuk mencapai kesepakatan bersama.
Biasanya, perundingan bipartit digunakan untuk menyelesaikan
masalah-masalah di tempat kerja, seperti upah, jam kerja, dan
kondisi kerja lainnya. Perundingan bipartit dilakukan secara
langsung antara pihak pengusaha dan pekerja atau melalui
perwakilan yang ditunjuk oleh masing-masing pihak.
2. Perundingan Tripartit
Perundingan tripartit melibatkan pihak ketiga, yaitu
pemerintah sebagai mediator dalam negosiasi antara pengusaha
dan pekerja. Tujuan perundingan tripartit adalah untuk mencapai
kesepakatan yang adil dan seimbang bagi semua pihak terkait.
Perundingan tripartit seringkali digunakan dalam konteks
perundingan perjanjian kerja bersama (PKB) yang bersifat
nasional atau regional.
3. Melalui gugatan ke pengadilan hubungan industrial
Gugatan ke pengadilan hubungan industrial adalah cara
terakhir dalam menyelesaikan sengketa di tempat kerja. Gugatan
ini dapat diajukan oleh salah satu pihak yang merasa dirugikan dan
tidak berhasil menyelesaikan sengketa melalui perundingan
bipartit atau tripartit. Pengadilan hubungan industrial akan
memutuskan sengketa berdasarkan hukum dan peraturan yang
berlaku.

B. Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Risiko kesehatan dan keselamatan kerja adalah kemungkinan
terjadinya bahaya atau kecelakaan yang dapat mengancam kesehatan dan
keselamatan pekerja di tempat kerja. Risiko kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) merujuk pada segala potensi bahaya dan ancaman terhadap
kesehatan dan keselamatan para pekerja dalam lingkungan kerja. Risiko
K3 dapat terjadi di berbagai jenis pekerjaan dan sektor industri, mulai dari
pekerjaan ringan hingga berat. Beberapa contoh risiko kesehatan dan
keselamatan kerja yang umum terjadi seperti terkena paparan bahan kimia
berbahaya, suhu ekstrem, paparan radiasi, dan kebisingan yang berlebihan.
Sedangkan contoh risiko keselamatan kerja adalah terjatuh dari ketinggian,
terkena benda tumpul, kebakaran, dan bahaya listrik.
Risiko K3 dapat berdampak negatif terhadap kesehatan para pekerja,
termasuk kecelakaan kerja, cidera, dan penyakit akibat paparan bahan
kimia. Selain itu, risiko K3 juga dapat memengaruhi produktivitas dan
kinerja para pekerja. Terjadinya kecelakaan kerja dan adanya karyawan
yang sakit bisa menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan, baik
langsung maupun tidak langsung. Kerugian tersebut antara lain berupa
meningkatnya biaya pengobatan, santunan, terganggunya proses produksi,
pemenuhan pesanan, dan seterusnya, yang pada akhirnya pada tingkat
tertentu akan memberikan pengaruh pada peningkatan biaya secara
keseluruhan dan penurunan pendapatan. Untuk mengurangi risiko K3,
perusahaan dan pemerintah perlu bekerja sama dalam menerapkan
kebijakan dan standar keselamatan kerja yang ketat serta memberikan
pelatihan dan pengawasan terhadap para pekerja. Para pekerja juga perlu
dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) dan dipersiapkan dengan
pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk bekerja dengan aman dan
sehat di lingkungan kerja.

C. Risiko Kejahatan
Risiko kejahatan merupakan salah satu aspek yang perlu
diperhatikan dalam manajemen sumber daya manusia (SDM). Dalam
konteks SDM, risiko kejahatan dapat terjadi dalam berbagai situasi, seperti
dalam proses perekrutan, pengelolaan data karyawan, serta pengelolaan
keamanan dan keselamatan karyawan. Berikut adalah beberapa contoh
risiko kejahatan dalam manajemen SDM:
1. Penipuan dalam proses perekrutan karyawan, seperti pemalsuan
dokumen atau informasi yang diberikan oleh calon karyawan.
2. Pencurian atau penggunaan data pribadi karyawan secara ilegal,
yang dapat membahayakan privasi dan keamanan karyawan.
3. Tindakan kekerasan, pelecehan, atau diskriminasi yang dilakukan
oleh karyawan atau atasan terhadap sesama karyawan.
4. Pencurian atau penyalahgunaan aset perusahaan, seperti uang
tunai, inventaris, atau properti milik perusahaan.
5. Pengungkapan informasi rahasia perusahaan oleh karyawan atau
mantan karyawan, yang dapat merugikan perusahaan dan
mengancam keberlangsungan bisnis.

Dalam mengurangi risiko kejahatan dalam manajemen SDM,


perusahaan dapat mengambil beberapa langkah preventif, seperti:
1. Menyaring dengan cermat calon karyawan dan melakukan
pemeriksaan latar belakang sebelum merekrut mereka.
2. Menerapkan kebijakan keamanan dan privasi yang ketat terkait
data karyawan.
3. Memberikan pelatihan dan pendidikan tentang etika kerja, hak
asasi manusia, serta keamanan dan keselamatan di tempat kerja.
4. Menerapkan kontrol akses dan pengamanan pada aset perusahaan.
5. Mengembangkan kebijakan dan prosedur yang jelas tentang
pengungkapan informasi rahasia perusahaan.

D. Risiko Kecurangan
Kecurangan dapat dilakukan oleh manusia dalam organisasi,
termasuk organisasi bisnis. Banyak perusahaan menyatakan bahwa
kecurangan merupakan kejadian yang lumrah dan alamiah di perusahaan
selama mental orang-orang dalam perusahaan masih menganggap uang
adalah tujuan, selain lemahnya moral. Kecurangan dapat dilakukan oleh
kelompok-kelompok orang dalam perusahaan, misalnya :
1. Blue collar workers
Blue collar workers adalah karyawan yang bekerja
dalam bidang pekerjaan manual atau industri, seperti pabrik,
pertambangan, dan konstruksi. Blue collar workers biasanya
bekerja dengan menggunakan alat atau mesin tertentu,
seperti mesin pengelasan atau alat berat, dan tidak
memerlukan gelar pendidikan tinggi. Contoh pekerjaan blue
collar workers antara lain mekanik, tukang las, dan operator
mesin. Beberapa contoh kecurangan yang dapat dilakukan
oleh Blue collar workers seperti, pencurian bahan atau
barang produksi dari perusahaan atau lokasi kerja,
penyalahgunaan alat dan peralatan kerja untuk keuntungan
pribadi atau perusahaan, atau pemalsuan laporan produksi
atau kualitas produk untuk menghindari hukuman.
2. Clerical workers
Clerical workers adalah karyawan yang bekerja dalam
bidang administrasi atau pengolahan data. Tugas-tugas
clerical workers antara lain pengolahan dokumen,
pemrosesan data, dan pengaturan jadwal. Clerical workers
biasanya memerlukan kemampuan menggunakan komputer
dan software kantor, serta memiliki keterampilan organisasi
dan multitasking yang baik. Contoh pekerjaan clerical
workers antara lain sekretaris, staf administrasi, dan staf
keuangan. Beberapa contoh kecurangan yang dapat
dilakukan oleh clerical workers seperti, memanipulasi data
atau informasi dalam sistem perusahaan untuk keuntungan
pribadi, pemalsuan dokumen atau rekor untuk menghindari
sanksi atau hukuman atau menggunakan informasi pribadi
atau rahasia perusahaan untuk keuntungan pribadi.
3. Rotasi karyawan untuk bagian-bagian tertentu
Rotasi karyawan untuk bagian-bagian tertentu adalah
praktik di mana karyawan dipindahkan dari satu bagian atau
departemen ke bagian atau departemen lain di dalam
perusahaan. Tujuan dari rotasi karyawan adalah untuk
memperluas pengetahuan dan pengalaman karyawan, serta
membantu mengembangkan keterampilan dan kemampuan
mereka dalam berbagai bidang. Beberapa contoh kecurangan
yang bisa terjadi seperti, karyawan menjadi kurang produktif
atau tidak bertanggung jawab ketika dipindahkan ke bagian
atau departemen baru, karyawan menggunakan keahlian atau
informasi yang diperoleh dari bagian atau departemen
sebelumnya untuk keuntungan pribadi ketika dipindahkan ke
bagian atau departemen baru atau karyawan yang
dipindahkan membuat konflik atau ketidakharmonisan di
antara anggota tim baru atau dengan anggota tim yang sudah
ada.
4. Larangan untuk memasuki tempat/ruang tertentu bagi
karyawan yang tidak berkepentingan
• Karyawan yang tidak berkepentingan memasuki area
yang sensitif dan mengambil atau merusak dokumen
atau barang penting yang ada di dalamnya.
• Karyawan dapat memasuki ruangan tersebut untuk
melakukan kecurangan atau memperoleh informasi
rahasia.
5. Penggunaan alat-alat pengamanan seperti alarm, cermin
maupun kamera
• Karyawan yang tidak jujur dapat mematikan atau
menghindari alarm, mengelabui cermin atau kamera
untuk melakukan kecurangan.
• Karyawan yang tidak jujur dapat memanipulasi data
atau informasi yang diperoleh dari alat-alat tersebut
untuk menghindari pengawasan atau tindakan
hukum.
6. Tenaga keamanan yang andal
• Tenaga keamanan yang tidak andal dapat bekerja
sama dengan karyawan yang tidak jujur untuk
melakukan kecurangan atau pencurian.
• Tenaga keamanan yang tidak andal dapat
mengabaikan kecurangan atau pelanggaran yang
dilakukan oleh karyawan karena memihak kepada
mereka atau karena tekanan dari pihak lain.

Dalam mengatasi kecurangan dalam organisasi,


perusahaan harus mengambil langkah-langkah yang tepat
dan tepat waktu, seperti menyusun kebijakan dan prosedur
yang jelas, memperkuat sistem pengawasan dan audit
internal, serta memberikan pelatihan etika dan integritas
kepada seluruh karyawan. Selain itu, penting juga untuk
menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan memotivasi
karyawan untuk bertanggung jawab dan jujur dalam
melakukan tugas mereka.

Selain itu, dalam mengurangi risiko kecurangan terkait


dengan langkah-langkah keamanan dan pengawasan,
perusahaan harus memastikan bahwa karyawan yang
memiliki akses ke area sensitif terbatas hanya mereka yang
benar-benar membutuhkan akses tersebut. Perusahaan harus
memastikan bahwa alat-alat pengamanan dan pengawasan
yang digunakan dapat mencegah, mendeteksi, dan merekam
kejadian yang mencurigakan. Perusahaan juga harus
melakukan verifikasi dan pelatihan terhadap tenaga
keamanan untuk memastikan bahwa mereka dapat bekerja
secara andal dan mematuhi standar etika dan integritas
perusahaan.
E. Upaya dalam Menangani Risiko Sumber Daya Manusia
Menghadapi risiko SDM tentu saja perusahaan harus melakukan
upaya-upaya yang efektif, upaya-upaya tersebut antara lain :
1. Memiliki tim manajemen yang kuat
Tim manajemen yang kuat akan membantu perusahaan
mengambil keputusan yang tepat dan strategis, mengatasi
masalah yang muncul dengan cepat dan efektif, serta
memastikan bahwa visi dan misi perusahaan dijalankan
dengan baik. Tim manajemen yang kuat harus terdiri dari
individu yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang
relevan, serta memiliki kemampuan untuk bekerja sama dan
berkomunikasi dengan baik.
2. Menyiapkan SDM untuk suksesi
Menyiapkan SDM untuk suksesi merupakan proses
identifikasi dan pengembangan individu yang berpotensi
menjadi pemimpin di masa depan. Hal ini dilakukan untuk
memastikan kelangsungan perusahaan yang baik dan mampu
menghadapi perubahan lingkungan bisnis. Perusahaan harus
memastikan bahwa karyawan-karyawannya memiliki
kompetensi dan pengalaman yang memadai serta memiliki
kesempatan untuk pengembangan karir di masa depan.
3. Melarang para eksekutif bekerja rangkap
Melarang para eksekutif bekerja rangkap adalah prinsip
yang menekankan pentingnya fokus pada pekerjaan yang
utama dan mencegah terjadinya konflik kepentingan. Para
eksekutif harus fokus pada pekerjaan mereka di perusahaan
dan tidak diperbolehkan bekerja di perusahaan lain yang
berpotensi mempengaruhi kinerja perusahaan.
4. Sistem insentif/penghargaan dan punishment yang
efektif
Ini berarti perusahaan memiliki sistem yang adil dan
efektif dalam memberikan insentif dan penghargaan bagi
karyawan yang berkinerja baik, dan memberikan hukuman
bagi karyawan yang melanggar aturan atau tidak mencapai
target yang ditentukan. Sistem ini dapat meningkatkan
motivasi dan kinerja karyawan serta memperbaiki budaya
kerja yang positif.
5. Menyiapkan job description, job specification,
performance appraisal yang baik
Ini berarti perusahaan harus memiliki job description,
job specification, performance appraisal yang baik. Job
description adalah deskripsi pekerjaan yang memuat
informasi tentang tugas, tanggung jawab, dan persyaratan
kualifikasi yang dibutuhkan untuk posisi tertentu di
perusahaan. Sedangkan job specification adalah spesifikasi
pekerjaan yang menjelaskan kualifikasi, pendidikan,
pengalaman, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk posisi
tertentu di perusahaan dan performance appraisal adalah
proses penilaian kinerja karyawan di tempat kerja. Dalam
menilai kinerja karyawan harus dilakukan secara objektif dan
konsisten dengan standar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat
membantu perusahaan dalam merekrut karyawan yang tepat
dan meningkatkan kinerja karyawan yang sudah ada.
6. Komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan
bawahan
Komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan
bawahan adalah kunci untuk membangun budaya kerja yang
sehat dan produktif. Pimpinan harus mampu berkomunikasi
dengan jelas dan terbuka dengan karyawan. Bawahan juga
harus merasa nyaman untuk berbicara dengan pimpinan dan
membagikan ide-ide mereka. Komunikasi yang baik dapat
membantu perusahaan dalam memahami kebutuhan dan
harapan karyawan, serta memastikan bahwa kebijakan dan
tujuan perusahaan dapat dipahami oleh semua karyawan.
7. Pelayanan kesehatan dan sistem keselamatan kerja yang
memadai
Ini berarti perusahaan harus memastikan bahwa
karyawan memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan
yang memadai dan lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan dan
kesehatan karyawan, serta meningkatkan produktivitas dan
kinerja mereka di tempat kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Arep, Ishak dan Hendri, Tanjung (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Universitas Trisakti
Djohanputro, Bramantyo. 2008. Manajemen Risiko Korporat. Jakarta: Penerbit
PPM
Maralis, Reni, Aris. (2019). Manajemen Risiko. Yogyakarta: Deepublish
Pramana, Tony. (2011). Manajemen Risiko Bisnis. Jakarta: Sinar Ilmu Publising
Sumarsono, Sonny. (2004). Metode Riset Sumber Daya Manusia. Jember: Graham
Ilmu

Anda mungkin juga menyukai