Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

Halaman

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL SUMBER DAYA AIR .............................. i


SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ............ ii
KATA PENGANTAR ... ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................. ...................................................................................... v
A. TUJUAN ........... ...................................................................................... 1/21
B. KELOMPOK SASARAN........................................................................... 1/21
C. WAKTU PEMBELAJARAN ..................................................................... 1/21
D. METODE PEMBELAJARAN ................................................................... 1/21
E. PROSES PEMBELAJARAN ................................................................... 2/21
F. MATERI PEMBELAJARAN ..................................................................... 2/21
1. Definisi Irigasi dan Sistem Irigasi ..................................................... 2/21
2. Irigasi Sebagai Sistem Sosio Teknis ................................................. 4/21
3. Irigasi Sebagai Sistem Sosial Budaya Masyarakat ........................... 5/21
4. Aspek Sosial dalam Irigasi ............................................................... 5/21
4.1. Pergantian sistem pemerintahan dan pengaruh aspek
sosial dalam sistem irigasi ....................................................... 5/21
4.2. Pembangunan irigasi dalam teori pembangunan
Baru .... ...................................................................................... 8/21
5. Aspek Fisik dan Teknis....................................................................... 9/21
5.1 Jaringan irigasi ............................................................................ 9/21
5.2 Tipe jaringan irigasi .................................................................. 10/21
5.3 Kepemilikan jaringan irigasi ...................................................... 13/21
6. Kelengkapan Jaringan Irigasi Teknis ............................................... 14/21
6.1. Bangunan pengambilan ............................................................ 14/21
6.2. Bangunan pengukur debit ......................................................... 15/21
6.3. Saluran pembawa ................................................................... 15/21
6.4. Bangunan silang ........................................................................ 16/21

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan v


Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
6.5. Bangunan bagi, bangunan sadap, dan bangunan
bagi sadap ................................................................................ 16/21
6.6. Bangunan pelengkap lain ......................................................... 17/21

7. Bahaya Kelebihan Air Pada Tanaman dan Jaringan Saluran


Pembuang . ...................................................................................... 17/21
7.1. Pentingya Jaringan Saluran Pembuang dan akibat
pembuan tidak baik ................................................................... 17/21
7.2. Lahan Rawan Bahaya Kelebihan Air dan cara pemecahan
Masalah ..................................................................................... 18/21
7.3. Jaringan Saluran Pembuang...................................................... 19/21
DAFTAR PUSTAKA .... ...................................................................................... 21/21

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan v


Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

MODUL TENTANG
PENGENALAN SISTEM IRIGASI

A. TUJUAN
1. Peserta mampu menjelaskan, mengerti dan memahami tentang sistem irigasi
secara benar sebagai suatu hasil budaya manusia yang sangat penting bagi
kehidupan dan penghidupan manusia pada umumnya dan petani pada
khususnya;
2. Peserta dapat menggunakan sistem irigasi dengan baik dan benar, sehingga
permasalahan yang muncul dapat diselesaikan sendiri oleh petani sesuai
dengan batas kemampuannya secara mandiri tanpa senantiasa tergantung dari
pihak luar;
3. Peserta dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan tentang sistem
irigasi dalam penyelenggaraan usaha pertaniannya; dan
4. Sebagai bahan acuan untuk menyusun bahan serahan Pengenalan Sistem
Irigasi.

B. KELOMPOK SASARAN
1. Kelompok sasaran pembelajaran ini adalah para instruktur tata guna air dalam
pelatihan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air; dan
2. Pejabat/ petugas yang membidangi pengelolaan jaringan irigasi.

C. WAKTU PEMBELAJARAN
1. Sesuai dengan kondisi pengetahuan, pengalaman dan pendidikan kelompok
sasaran, pembelajaran di dalam kelas dapat menggunakan waktu 2 (dua) jam
pelajaran @ 45 menit; dan
2. Pembelajaran di luar kelas/ di lapangan dapat menggunakan waktu 4 (empat)
jam pelajaran @ 45 menit, atau lebih lama sesuai dengan kondisi setempat, di
luar perjalanan pergi dan pulang.

D. METODE PEMBELAJARAN
Penyampaian informasi dapat diberikan secara tatap muka di kelas dan atau
melalui praktek di lapangan secara nyata.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 1/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

1. Di dalam kelas:
1) Fasilitator menjelaskan tentang definisi irigasi dan hal ikhwal yang berkaitan
dengan irigasi sehingga mempunyai pengertian yang sama; dan
2) Fasilitator dapat memberikan contoh-contoh tentang keirigasian baik yang
berkaitan langsung maupun yang teknik-teknik yang dilakukan di daerah-
daerah lain.

2. Di luar kelas/di lapangan:


Kepada peserta ditunjukkan sistem irigasi (nama bangunan/ saluran dan
fungsinya) serta cara pengelolaannya secara langsung dalam rangka
pemberian contoh secara nyata tentang penerapan pengetahuan keirigasiannya
dengan baik dan benar.

E. PROSES PEMBELAJARAN
Pembelajaran dilakukan dengan cara :

1. Fasilitator menyampaikan seluruh informasi kepada peserta tentang sistem


irigasi dan hal ikhwal yang berkaitan dengan irigasi, dilanjutkan dengan tanya
jawab dan diskusi untuk memantapkan dan atau menegaskan ulang informasi
yang disampaikan; dan
2. Peserta dapat duduk di kursi atau lesehan dengan posisi duduk melingkar di
sekeliling instruktur (pemandu diklat) atau membentuk hurup “U” dengan tidak
terlalu menekankan sistem bembelajaran klasikal secara kaku agar supaya
peserta menerima informasi dengan santai tanpa merasa sedang dalam proses
pembelajaran.

F. MATERI PEMBELAJARAN
Materi pembelajaran meliputi:

1. Definisi Irigasi dan Sistem Irigasi


Sesuai dengan ketentuan umum Peraturan Pemerintah 20 Tahun 2006, tentang
Irigasi. Pengertian Irigasi adalah usaha penyediaan, pembagian, pemberian,
penggunaan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang
jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi
pompa, dan irigasi tambak, sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi,

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 2/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

air irigasi, manajemen irigasi, institusi pengelola irigasi, dan sumber daya
manusia.

Pelaksanaan irigasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan baik menurut


tempat, jumlah waktu dan mutu, serta tidak membawa dampak-dampak
merugikan terhadap dampak lingkungan. Dalam pengertian ini kebutuhan air
irigasi tanaman muda berumur satu minggu akan berlainan dengan tanaman
yang sedang berbunga, juga kebutuhan lahan sawah dengan tanaman padi
akan berlainan kalau lahan ditanami jagung atau kedelai untuk umur dan luas
yang sama.

Gambar 1. Irigasi paling sederhana.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa dalam kaitan dengan irigasi pada
umumnya terdapat beberapa unsur yang saling berkaitan satu sama lain secara
erat yaitu: (i) unsur manusia; (ii) unsur alam dan lingkungan misalnya dalam
bentuk air dan sumber air, juga lahan, ataupun iklim; (iii) unsur fisik, yaitu dalam
bentuk jaringan irigasi serta seluruh bangunan dan fasilitas fisik terkait; (iv)
unsur tanaman mencakup jenis tanaman, budidaya beserta pola tanam; dan (v)
unsur teknik dalam bentuk operasi dan pemeliharaannya serta konservasi dan
pengamanan sumber-sumber air dan lingkungan pada umumnya.

Kelima unsur tersebut di atas harus saling bersesuaian, berhubungan satu


sama lain dan bersatu secara terpadu sehingga dapat dikatakan bahwa irigasi

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 3/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

merupakan suatu sistem yang tidak terpisah unsur-unsurnya satu sama lain.
Masing-masing unsur tersebut disebut berfungsi sebagai sub sistem. Oleh
sebab itu irigasi dalam pengertian umum sering disebut sebagai sistem irigasi.

Karena sistem irigasi tersebut dibangun dan dikelola untuk tujuan


kesejahteraan manusia, maka manusia merupakan unsur utama dalam
pembangunan dan pengelolaan, serta pengamanan dan pelestarian irigasi.
Sedangkan sistem irigasi meliputi: prasarana irigasi, air irigasi, manajemen
irigasi, institusi pengelola irigasi dan sumber daya manusia.

Gambar 2. Irigasi sebagai suatu sistem sosial budaya masyarakat.

2. Irigasi Sebagai Sistem Sosio-Teknis


Lebih lanjut dapat pula dikatakan bahwa dalam sistem irigasi terkandung
berbagai aspek yang bersifat lintas sektoral antara lain: (i) Aspek sosial
(berupa pola dan sifat hubungan antara manusia dengan manusia lain), dan (ii)
Aspek teknik/fisik, misalnya dalam bentuk ketersediaan air, cara
pengoperasian dan pemeliharaan jaringan irigasi, atau teknologi bercocok
tanam. Karena mengandung aspek sosial dan aspek teknik tersebut maka
sistem irigasi juga merupakan sistem sosio-teknik.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 4/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

3. Irigasi Sebagai Sistem Sosial-Budaya Masyarakat


Pada hakekatnya, manusia Indonesia sudah mengenal sistem irigasi sejak
ratusan tahun yang lalu. Salah satu bukti sejarah adalah dikenalnya cerita
tentang Tunggul Ametung yang merampas Ken Dedes pada saat orang
tuanya, seorang pendeta dan pemuka masyarakat sedang membuat bendung
desa untuk mengairi sawah.

Dalam kurun waktu yang sangat panjang tersebut masyarakat telah banyak
memperoleh pengalaman secara nyata dan pemahaman terhadap sistem
irigasi dan lingkungannya, yang diwujudkan dalam bentuk: (i) ide-ide atau pola
pikir; (ii) pengetahuan, teknologi setempat, atau kebijaksanaan lokal; dan (iii)
pola hubungan kerja antar warga dan disebut sebagai tatanan sosial.

Bentuk ide-ide tersebut misalnya mengapa dibangun suatu sistem irigasi,


tanaman apa yang akan ditanam, kapan tanaman tersebut mulai ditanam dan
sebagainya. Sedangkan bentuk pengetahuan misalnya letak lokasi bendung,
bentuk saluran yang akan dibangun, atau bagaimana prosedur operasi dan
pemeliharaan jaringan irigasinya. Dari adanya ide-ide/pola pikir pengetahuan
dan teknologi setempat serta pola tatanan sosial ini maka sistem irigasi dapat
pula dikatakan sebagai sistem sosial-budaya masvarakat.

4. Aspek Sosial dalam Irigasi


4.1 Pergantian sistem pemerintahan dan pengaruh aspek sosial dalam sistem
Irigasi:
Dalam kurun waktu yang panjang tersebut telah terjadi perubahan-
perubahan sistem pemerintahan di Nusantara, yaitu dari sistem kerajaan
merdeka dan berdaulat, Pemerintahan Kolonial, sampai pemerintahan
pembaharuan sekarang ini.

Perubahan-perubahan sistem pemerintahan tersebut juga sangat


mempengaruhi pola hubungan antara pemerintah dengan masyarakat
maupun hubungan antar warga dalam sistem irigasi itu sendiri.

Pada masa kerajaan, sistem irigasi dibangun dan dikelola oleh dan untuk
masyarakat sendiri, pemerintah kerajaan tidak turut campur dalam upaya

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 5/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

pembangunan dan pengelolaannya, sehingga masyarakat betul-betul


mandiri.

Dalam sistem irigasi yang telah dibangun tersebut, dikenal adanya suatu
institusi atau lembaga pengelola sistem irigasi. Sampai saat ini institusi
irigasi tradisional tersebut masih menunjukkan keberadaannya di
beberapa daerah, misalnya: Subak di Bali, ulu-ulu, Darma Tirta di Jawa
Tengah, Mitra Cai di Jawa Barat, Mantri Siring di Sumatera Selatan, Tuo
Banda di Sumatera Utara dan lain-lainnya.

Pada pertengahan abad ke 19 Pemerintah Kolonial Belanda mulai


membuka perkebunan-perkebunan tebu dan tembakau serta dilengkapi
dengan sistem jaringan irigasi. Tujuan utama pembangunan sistem irigasi
tersebut adalah untuk menjamin keberhasilan produksi tanaman milik
pemerintah atau swasta kolonial Belanda. Sejak itu dimulailah campur
tangan pemerintah di bidang irigasi. Hampir sebagian besar sistem irigasi
rakyat yang terletak di dataran rendah mulai disatukan menjadi suatu
sistem irigasi modern.

Pada waktu itu semua peraturan pengelolaan irigasi disusun untuk


kepentingan Pemerintah Kolonial dan tidak ada kesetaraan kedudukan
antara petani dan Pemerintah Kolonial sebagai sesama pengguna air.
Pada masa-masa itulah mulai timbul adanya buruh tani yang mengerjakan
lahan-lahan pertanian atau perkebunan milik Pemerintah.

Pada masa Penjajahan Jepang hampir tidak ada pembangunan ataupun


rehabilitasi sistem irigasi. Demikian pula pada masa kemerdekaan dan
masa pemerintahan Orde Lama. Namun perlu pula dicatat bahwa pada
masa-masa ini orientasi sistem irigasi kembali lagi pada sistem irigasi
untuk menunjang pemberian air bagi tanaman padi.

Pada masa pemerintahan Orde Baru, dilaksanakanlah pembangunan dan


rehabilitasi sistem irigasi secara besar-besaran dengan sasaran
tercapainya swa-sembada beras sebagai bagian dari kebijakan

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 6/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

pembangunan pemerintah yang berorientasi pada penekanan terhadap


pertumbuhan laju ekonomi semata.

Mengingat bahwa sasaran swa sembada beras tersebut merupakan


target pemerintah maka peran pemerintah dalam pembangunan dan
pengelolaan irigasi sangat besar. Pembangunan dilaksanakan secara
sentralistik dengan penekanan khusus terhadap pendekatan atas bawah.
Kedudukan antara pemerintah dan masyarakat menjadi tidak seimbang,
peran pemerintah menjadi sangat dominan.

Gambar 3. Pembangunan irigasi yang dilakukan dengan pendekatan atas-bawah.

Pembangunan tersebut dimulai dengan pembangunan fisik yaitu


pembangunan prasarana irigasi berupa sistem jaringan dan bangunan
irigasi, kemudian diikuti dengan pembangunan sarananya, misalnya
pembentukan organisasi pengelola irigasi di semua tingkat pengelolaan
serta perbaikan dan penyusunan produk-produk hukum tentang
pengairan.

Pada Periode Pemerintahan Orde Baru, pembentukan P3A dilakukan


secara keproyekan dengan berorientasi terhadap pencapaian target
tertentu, dengan demikian maka hanya dua faktor dalam organisasi yang
diperhatikan, yaitu: struktrur organisasi, dan tujuan organisasi dalam
bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART),
sehingga AD/ART disusun secara hampir seragam di seluruh Indonesia.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 7/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Akibatnya banyak organisasi-organisasi P3A yang telah dibentuk tidak


dapat menampilkan kinerja yang memuaskan, hal ini ditunjukkan oleh
misalnya pengurus tidak aktif, iuran tidak jalan.

4.2 Pembangunan irigasi dalam teori pembangunan baru


Pada awal Dasawarsa 90'an telah berkembang di seluruh dunia suatu
teori atau konsep berpikir tentang pembangunan yang lebih
mengetengahkan pada pendekatan kemanusiaan. Teori ini juga sekarang
dianut oleh pemerintah pembaharuan saat ini. Konsep berpikir
pembangunan kemanusiaan menitikberatkan pada kebutuhan dan
kepentingan manusia sebagai warga negara yang akan dibangun dan
bukan lagi pada kepentingan pihak-pihak luar termasuk institusi pemerintah.

Pembangunan irigasi secara kemanusiaan berarti bahwa semua bentuk


pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi ditujukan untuk kepentingan
manusia yang terlibat dalam sistem irigasi tersebut. Pembangunan
kemanusiaan ini harus dilakukan secara partispatif dan dialogis dengan
tujuan untuk lebih memberdayakan masyarakat.

Gambar 4. Pembangunan irigasi berbasis masyarakat sesuai dengan keburuhan


(pembangunan iirigasi partsipatif)

Dalam pembangunan sistem irigasi berorientasi kemanusiaan tersebut,


maka peran institusi pengelola irigasi merupakan suatu hal yang sangat
penting. Institusi berarti suatu tatanan hukum, norma yang mengatur tatanan

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 8/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

sosial dan dipakai oleh masyarakat dalam penyelenggaraan irigasi. Sangat


lebih berarti apabila dalam pengelolaan sistem irigasi secara partisipatif ini
organisasi pengelola irigasi dapat diwujudkan sebagai suatu institusi, yaitu
organisasi yang melembaga dan mengakar di masyarakat karena peraturan
dan norma yang berlaku di masyarakat akan mengikat secara sosial budaya
dan dipatuhi oleh anggota.

5. Aspek Fisik dan Teknis


5.1 Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya
yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan,
pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.
1) Jaringan irigasi primer dan jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari
jaringan irigasi yang terdiri dari bangunan utama, saluran induk/primer,
saluran sekunder dan saluran pembuangannya, bangunan-bagi,
bangunan-sadap, serta bangunan pelengkapnya;
2) Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai
prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri dari
saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier,
boks kuarter, dan bangunan pelengkapnya;
3) Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola
oleh masyarakat desa; dan
4) Jaringan irigasi air tanah adalah jaringan irigasi yang airnya berasal
dari air tanah, mulai dari sumur dan instalasi pompa sampai dengan
saluran irigasi air tanah termasuk bangunan di dalamnya.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 9/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Gambar 5. Jaringan Irigasi

5.2 Tipe Jaringan Irigasi


Berdasarkan faktor pengaturan dan pengukuran debit aliran serta kerumitan
sistem pengelolaannya, maka jaringan irigasi dapat digolongkan menjadi
tiga tipe, yaitu: (i) jaringan irigasi sederhana; (ii) jaringan irigasi semi
teknis; dan (iii) jaringan irigasi teknis.

1) Jaringan Irigasi Sederhana


Jaringan irigasi sederhana dicirikan oleh kesederhanaan fasilitas
bangunan yang dimiliki untuk melakukan keempat fungsinya, yaitu: (i)
menyediakan air dari sumber; (ii) mengalirkan air ke dalam jaringan;
membagi ke petak sawah; dan (iv) membuang kelebihan air ke
jaringan pembuang.
Dalam jaringan irigasi sederhana, bangunan pengambilan dibangun tidak
permanen, misalnya dari batang pohon atau tumpukan batu, debit air
yang masuk tidak diukur, jaringan pemberi tidak dipisahkan dengan
jaringan pembuang, oleh sebab itu pada umumnya jaringan irigasi
sederhana banyak dijumpai di daerah pegunungan.
Jaringan irigasi desa yang banyak dibangun masyarakat secara mandiri
kebanyakan dapat digolongkan ke dalam jaringan irigasi sederhana
ini. Sampai saat ini masih banyak dijumpai jaringan irigasi desa di

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 10/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

negara kita, bahkan mungkin diperkirakan mencapai luas lebih dari satu
juta hektar.

Gambar 6. Jaringan irigasi sederhana

2) Jaringan Irigasi Semi Teknis


Jaringan irigasi semi teknis mempunyai ciri bahwa fasilitas-fasilitas
yang ada untuk melaksanakan keempat fungsinya sudah lebih baik
dan lengkap dibandingkan jaringan irigasi sederhana. Misalnya,
bangunan pengambilan sudah dibangun permanen, debit sudah
diukur, tetapi jaringan pembagi masih sama dengan jaringan irigasi
sederhana. Pada jaringan irigasi ini, biasanya pemerintah sudah
terlibat dalam pengelolaannya, misalnya dalam pelaksanaan operasi
dan pemeliharaan (O&P) bangunan pengambilan.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 11/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Gambar 7. Jaringan irigasi semi teknis.

3) Jaringan irigasi teknis


Jaringan irigasi teknis mempunyai fasilitas bangunan yang sudah
lengkap. Salah satu prinsip rancang bangun dalam jaringan irigasi teknis
adalah pemisahan jaringan pembawa dengan jaringan pembuang.
Bangunan ukur dan bangunan pembagi sangat dibutuhkan dalam
pengaturan air irigasi. Petak tersier menjadi sangat penting karena
menjadi dasar perhitungan sistem alokasi air, baik jumlah maupun waktu.

Gambar 8. Jaringan irigasi teknis.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 12/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Dalam Kriteria Perencanaan (KP01) yang dikeluarkan Direktorat


Jenderal Pengairan, Oktober 1986, telah disusun matrik klasifikasi
jaringan irigasi teknis, semi teknis, dan sederhana, yang dikaitkan
dengan bangunan utama, kemampuan bangunan, jaringan, efisiensi
dan ukuran adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Matrik klasifikasi jaringan irigasi

Klasifikasi Jaringan Irigasi


Teknis Semi Teknis Sederhana
Bangunan
1. Bangunan Bangunan permanen atau Bangunan
utama. permanen semipermanen. sementara

2. Kemampuan
bangunan
dalam
mengukur & Baik Sedang Jelek
mengatur
debit.
Saluran irigasi dan
Saluran irigasi dan pembuang tidak Saluran irigasi dan
3 Jaringan
pembuang sepenuhnya pembuang jadi
saluran.
terpisah. terpisah. satu.

Belum
dikembangkan atau Belum ada jaringan
Dikembangkan
4. Petak tersier. densitas bangunan terpisah yang
sepenuhnya.
tersier jarang. dikembangkan.

5. Efisiensi
secara 50 – 60 % 40 – 50 % < 40 %
keseluruhan.
6. Ukuran Tak ada batasan. Sampai 2.000 ha Tak lebih dari 500
ha.

5.3 Kepemilikan Jaringan Irigasi


1). Jaringan irigasi pemerintah adalah jaringan irigasi yang dibangun dan
dikelola oleh pemerintah;
2). Jaringan irigasi desa adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola
oleh masyarakat desa;
3). Jaringan irigasi swasta adalah jaringan irigasi yang dibangun dan
dikelola oleh perseorangan, badan usaha, dan kelompok masyarakat di
luar perkumpulan petani pemakai air.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 13/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

6. Kelengkapan Jaringan Irigasi Teknis


6.1 Bangunan Pengambilan
Pada umumnya air irigasi diambil dari sungai. Bangunan pengambilan
merupakan bangunan yang berfungsi untuk mengambil air atau menyadap
air dari sumbernya untuk disalurkan kepada jaringan pengangkut dan lahan
pemanfaat.

Hampir sebagian besar bangunan pengambilan air di Indonesia berbentuk


bendung, yaitu suatu bangunan melintang pada tubuh sungai dengan
ketinggian tertentu. Fungsi utama bangunan melintang ini adalah untuk
menaikkan muka air sungai sehingga dapat dialirkan masuk ke dalam
sistem saluran irigasi yang letaknya lebih rendah.

Secara lengkap bangunan bendung ini mempunyai bagian-bagian: (i)


tubuh bendung; (ii) pintu pengambilan; (iii) pintu pembilas; (iv) kantong
lumpur berbentuk saluran yang lebih dalam dari saluran pemberi dan
berfungsi untuk menahan sedimen agar tidak masuk ke dalam saluran
irigasi, dalam periode tertentu maka sedimen dialirkan kembali ke dalam
sungai; dan (v) bangunan pengukur debit.

Gambar 9. Bagian-bagian bendung.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 14/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Selain bendung, bangunan pengambilan juga dapat berbentuk pengambilan


bebas, yaitu bangunan melintang pada sungai dengan tidak sepanjang lebar
sungai dan tidak begitu tinggi seperti bendung. Bangunan ini juga disebut
bangunan pengarah, karena berfungsi untuk mengarahkan aliran air agar
masuk ke dalam sistem saluran.

Satu satuan luas lahan beririgasi yang dilayani atau dioncori oleh satu
bangunan pengambilan disebut Daerah Irigasi.

6.2 Bangunan Pengukur Debit


Sesuai dengan namanya, maka bangunan pengukur debit adalah berfungsi
sebagai alat untuk mengukur besaran debit. Alat ukur debit di saluran irigasi
mempunyai beberapa tipe, tetapi yang paling populer adalah: (i) alat ukur
debit ambang tajam; misalnya Cipoletti; Thomson; (ii) alat ukur debit ambang
lebar; misalnya drempel; (iii) talang ukur Parshall; dan (iv) pintu Romijn.

Ambang Lebar Cipoletti

Gambar 10. Jenis bangunan ukur debit ambang lebar dan Cipoletti.

6.3 Saluran Pembawa


Saluran pembawa berfungsi untuk mengalirkan air dimulai dari bangunan
pengambilan sampai dialirkan ke petak lahan pertanian. Saluran pembawa
ini terdiri dari saluran pembawa utama dan saluran tersier. Saluran pembawa
berdasarkan fungsinya dibedakan atas: saluran primer; saluran sekunder;
dan saluran tersier; serta saluran kuarter. Dalam saluran pembawa biasanya

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 15/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

terdapat kelengkapan lainnya, misalnya: bangunan bagi (box bagi);


bangunan sadap; alat ukur debit; sipon; jembatan; dan bangunan silang.

Saluran primer berfungsi mengalirkan air dari bangunan pengambilan untuk


dibagi pada saluran sekunder, yang selanjutnya dari saluran sekunder
dialirkan lagi untuk dibagi pada saluran tersier. Biasanya air dari saluran
tersier tidak langsung dialirkan ke petak sawah, tetapi melalui saluran
kuarter. Semakin besar areal pelayanan suatu jaringan irigasi maka sarana
irigasi akan semakin lengkap. Untuk jaringan yang layanan irigasinya kecil
biasanya dari saluran pembawa utama langsung dialirkan ke petak-petak
sawah.

6.4 Bangunan silang


Bangunan silang merupakan bangunan yang terletak di dalam jaringan
irigasi yang berfungsi untuk menyilang jalan, sungai, saluran pembuang,
atau saluran irigasi daerah irigasi lainnya. Bangunan silang tersebut dapat
berbentuk jembatan, siphon, gorong-gorong ataupun talang.

Gambar 11. Macam-macam bangunan irigasi silang.

6.5 Bangunan bagi, bangunan sadap dan bangunan bagi sadap


Bangunan bagi berfungsi untuk membagi air irigasi dari saluran primer ke
beberapa saluran sekunder. Bangunan bagi dilengkapi dengan alat pengatur
muka air berupa pintu atau balok penebat, dan alat ukur debit.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 16/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Bangunan sadap merupakan bangunan pengambilan dari saluran


primer atau sekunder ke petak tersier. Bangunan sadap dilengkapi dengan
pintu sadap dan alat ukur debit. Bangunan bagi sadap adalah bangunan bagi
yang dilengkapi bangunan sadap untuk masuk ke petak tersier.

6.6 Bangunan pelengkap lain


Dalam suatu jaringan irigasi dibutuhkan beberapa bangunan lain untuk
menjaga agar kecepatan aliran, misalnya got miring atau bangunan terjun.
Bangunan-bangunan tersebut dibutuhkan apabila jaringan irigasi melalui
daerah bertopografi miring cukup tinggi.

7. Bahaya Kelebihan Air Pada Tanaman dan Jaringan Saluran Pembuang


7.1 Pentingnya jaringan saluran pembuang dan akibat pembuangan tidak baik
Jaringan saluran pembuang dibutuhkan untuk mengalirkan kelebihan air
dari suatu lahan beririgasi. Apabila tidak diatur air berlebihan di lahan
sawah akan mengganggu pertumbuhan maupun produksi tanaman.

Gangguan pada tanaman yang timbul akibat adanya air berlebihan di lahan
disebabkan terutama oleh: (i) terjadinya perubahan karakterisitik tanah baik
secara fisika misalnya berkurangnya oksigen di dalam pori-pori tanah;
maupun kimiawi karena reaksi unsur kimia tanah sehingga menjadi racun
yang berbahaya bagi tanaman; (ii) adanya gangguan pada proses
evapotranspirasi, dan respirasi tanaman apabila tanaman padi mendapatkan
air berlebihan.

Tingkat kekritisan dan kerawanan tanaman terhadap air berlebihan


akan tergantung pada: (i) jenis tanaman; (ii) umur tanaman; (iii) lama
terjadinya serangan hama/penyakit; dan (iv) jumlah terjadinya
serangan hama/penyakit dalam satu periode tumbuh.

Untuk tanaman padi, keberadaan air dianggap sudah berlebih


apabila terjadi genangan di sawah melebihi 15 cm selama lebih dari
3 (tiga) hari. Sedangkan untuk tanaman palawija, batas aman
tanaman untuk tumbuh dengan air berlebih adalah pada kapasitas

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 17/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

lapang, yaitu pada saat tanah sudah tepat dalam keadaan jenuh dan
air harus segera diatur apabila kapasitas lapang sudah tercapai.

Gangguan yang timbul pada tanaman akibat air berlebihan akan


ditampilkan dalam bentuk tanaman layu, akar membusuk, terjadinya
penyerbukan-penyerbukan (apabila terjadi pada saat berbunga),
berkurangnya produksi, ataupun menurunkan mutu produksi.

Gambar 12. Air yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan tanaman.

7.2 Lahan rawan bahaya kelebihan air dan cara pemecahan masalah
Bahaya air berlebihan akan dapat timbul apabila: (i) air mengalir di
lahan dengan kemiringan sangat datar; (ii) lahan dengan air tanah
dangkal; (iii) terjadi hujan lebat melebihi kapasitas infiltrasi ke dalam
tanah; (iv) adanya banjir dari sungai terdekat. Untuk memecahkan
masalah yang timbul akibat adanya air berlebihan di lahan dapat
ditempuh cara: (i) pendekatan keteknikan; misalnya dengan tindakan
membangun jaringan pembuang atau cara budidaya (pembuatan
surjan); (ii) pendekatan manajemen, misalnya dengan mengatur saat
tanam sehingga apabila terjadi masa puncak banjir atau hujan lebat

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 18/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

sudah melewati masa paling kritis; dan (iii) gabungan antara cara
teknik dan manajemen.

Gambar 13. Cara pertanian Surjan untuk optimasi air di lahan pertanian.

7.3 Jaringan saluran pembuang


Mengingat bahwa Indonesia terletak di wilayah tropis basah dengan
ciri banyak hujan pada beberapa bulan maka keberadaan jaringan
pembuang di suatu lahan beririgasi adalah suatu hal yang sangat
penting. Tetapi kenyataannya jaringan pembuang di lahan beririgasi
di Indonesia justru sangat diabaikan keberadaannya karena petani
belum sadar akan pentingnya jaringan pembuang di sawah.

Saluran pembuang di sawah sering dilakukan dengan cara


pembuangan permukaan, artinya air berlebih akan langsung mengalir
ke dalam saluran terbuka dan sedapat mungkin akan mengalir
secara gravitasi.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 19/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

Seperti halnya saluran pemberi, maka saluran pembuang di suatu


daerah irigasi juga dapat dibedakan antara saluran pembuang tersier
dan saluran pembuang utama. Untuk mengalirkan ke luar daerah
irigasi biasanya dipakai saluran alam.

Gambar 14. Saluran pembuang di lahan sawah beririgasi.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 20/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)
Modul Tentang Pengenalan Sistem Irigasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-undang No.7 Tahun 2004, tentang Sumber Daya Air.


2. Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006, tentang Irigasi.
3. Proyek Penyuluhan Tata Guna Air, Direktorat Jenderal Pengairan dan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada, 1986. Seri modul pelatihan tata
guna air secara partisipatif.
4. Direktorat Jenderal Pengairan.1996,Pedoman Sistem Irigasi.

Modul Pelatihan Instruktur Tata Guna Air Dalam Rangka Pemberdayaan 21/21
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)

Anda mungkin juga menyukai